RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

3 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada habitat permukiman : Ade Darmawansyah : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

4 ABSTRAK ADE DARMAWANSYAH. Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) di habitat permukiman dibawah bimbingan SWASTIKO PRIYAMBODO. Tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) merupakan hama penting pada habitat permukiman, karena menimbulkan banyak kerugian, antara lain kerusakan pada berbagai benda yang terbuat dari kayu dan alat alat listrik serta mengganggu aktivitas manusia. Metode yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah adalah pengendalian menggunakan umpan beracun dan pengendalian menggunakan perangkap. Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus rumah pada habitat pemukiman merupakan metode yang sederhana mudah untuk diaplikasikan dan aman serta tidak berisiko terhadap lingkungan. Penggunaan perangkap dalam pengendalian tikus rumah di permukiman, akhir akhir ini dianggap kurang efektif karena tikus rumah mengalami trap-shyness, terhadap perangkap yang banyak beredar di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancang bangun perangkap yang efekif untuk pengendalian tikus rumah di habitat permukiman. Pembuatan perangkap dilakukan dengan merancang perangkap berbentuk balok dengan ukuran 40 x 30 x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Pintu masuk dibuat seperti lorong untuk memudahkan tikus menemukannya. Selanjutnya dilakukan modifikasi pintu masuk perangkap, lalu dilakukan pengujian keefektifannya di laboratorium. Kemudian diuji keefektifannya dengan membandingkan perangkap hasil rancangan dengan perangkap yang telah banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan tikus rumah. Pengujian dilakukan pada dua perlakuan, yaitu perlakuan tanpa dan dengan umpan di luar perangkap. Perangkap hasil rancangan yang paling efektif pada pengujian di laboratorium, selanjutnya diuji keefektifannya di habitat permukiman, yang dilakukan di tiga lokasi berbeda. Perangkap yang berhasil dirancang sebanyak 4 unit. Tipe perangkap yang dirancang adalah tipe multiple live-trap yaitu perangkap yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Perangkap No.1 memiliki pintu masuk berbentuk bubu, perangkap No.2 menutup ke bawah perangkap No.3 menutup ke samping, serta perangkap No.4 terdiri dari dua daun pintu yang saling bersilangan. Dari hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa hasil pemerangkapan dari perangkap hasil rancangan berbeda nyata antar perangkap dan tidak berbeda nyata dengan hasil pemerangkapan dari perangkap pembanding. Begitupun pada pengujian di permukiman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa perangkap hasil rancangan efektif digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di habitat permukiman. Selain itu pakan di luar perangkap juga sangat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanggamus, Lampung, pada tanggal 13 Juni 1986 dari pasangan Bapak A. Karim. R dan Ibu Dedeh Kurniasih. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2003 di SMA Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, antara lain menjadi menjadi pengurus pada Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB, yaitu menjadi Ketua Departemen Soskemas pada tahun 2006/2007 dan Ketua Departemen PSDM pada tahun 2007/2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi pengurus Badan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia (BPP HMPTI) pada tahun 2006/2008. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Vertebrata Hama Departemen Proteksi Tanaman pada semester genap 2006/2007. Bogor, Mei 2008 Ade Darmawansyah

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Rancang Bangun Perangkap untuk Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada Habitat Permukiman. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain adalah sebagai berikut; 1. Ayahanda dan ibunda atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do a dan kasih sayang yang tidak ada habisnya untuk penulis. 2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si, selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Dhamayanti Adidharma, selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, M.S, selaku dosen penguji tamu atas masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB. 6. Bapak Ahmad Soban, Prakarsa, Nyoman, dan Rachman yang menemani dan bekerjasama dengan penulis selama penelitian. 7. Bapak Saodik dan keluarga atas bantuannya selama penulis melakukan uji lapang. 8. Ardhanariswari Trenggono atas bantuan, dukungan, dan do anya dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 9. Busyairi dan Cok yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi, serta semua rekan seperjuangan HPT 41 atas pertemanan yang takkan terlupakan dari TPB. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya, terutama di bidang hama dan penyakit tumbuhan. Bogor, Mei 2008 Ade Darmawansyah

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)... 3 Klasifikasi dan Morfologi... 3 Biologi dan Ekologi... 3 Metode Pengendalian... 5 Perangkap... 6 BAHAN DAN METODE... 9 Tempat dan Waktu... 9 Bahan dan Alat... 9 Arena Pengujian... 9 Hewan Uji Kawat Baja Perangkap Pembanding Ram Kawat Timbangan Umpan Metode Penelitian Persiapan Arena Persiapan Hewan uji Rancang Bangun Perangkap... 13

8 Pengujian Keefektifan Perangkap di Laboratorium Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus Pengujian Keefektifan Perangkap di Permukiman Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Rancang Bangun Perangkap Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratorium dan di Permukiman Keefektifan Perangkap pada Pengujian di Laboratorium Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus Keefektifan Perangkap di Permukiman KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap terhadap individu tikus Tabel 2. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap pembanding terhadap individu tikus.. 25 Tabel 3. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap terhadap populasi tikus Tabel 4. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap dengan perangkap pembanding terhadap populasi tikus Tabel 5. Keberhasilan pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap di permukiman... 34

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Arena Pengujian... 9 Gambar 2. Havahart live-trap Gambar 3. Multiple capture live-trap Gambar 4. Single capture live-trap Gambar 5. Tomahawk live-trap Gambar 6. Perangkap No Gambar 7. Perangkap No Gambar 8. Perangkap No Gambar 9. Perangkap No Gambar 10. Umpan yang diacak acak pada perangkap No Gambar 11. Pintu keluar perangkap multiple capture live-trap yang dirusak tikus dan umpan yang diacak acak... 32

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Analisis ragam hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus Lampiran 2. Analisis ragam hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap pembanding terhadap individu tikus.. 40 Lampiran 3. Analisis ragam hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap populasi tikus. 40 Lampiran 4. Analisis ragam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap pembanding terhadap populasi tikus.. 40 Lampiran 5. Analisis ragam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap di permukiman. 41

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) merupakan hama penting pada habitat permukiman, karena dapat menimbulkan banyak kerugian, antara lain menyebabkan kerusakan pada berbagai benda terutama yang terbuat dari kayu, alat alat listrik dan mengganggu aktivitas manusia. Tikus mampu mengerat benda yang memiliki kekerasan hingga 5 satuan geologi. Kemampuan mengerat benda benda keras merupakan salah satu aktivitas untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri yang terus tumbuh. Di samping itu tikus juga menyebabkan kerugian berupa kontaminasi pada bahan makanan dengan feses, urine, rambut, dan dapat menularkan penyakit (Priyambodo 2003). Tikus rumah memiliki berbagai kemampuan yang dapat menunjang kehidupannya, yaitu mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai keadaan lingkungan dan memiliki tingkat reproduksi yang sangat tinggi, sehingga tikus dengan mudah dapat bertahan hidup pada berbagai kondisi lingkungan. Tikus rumah merupakan hewan yang memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan tikus, antara lain sanitasi, kultur teknis, fisik mekanik, biologi atau hayati dan kimiawi. Metode yang banyak digunakan adalah pengendalian dengan umpan beracun dan pengendalian menggunakan perangkap. Perangkap banyak digunakan untuk monitoring kehadiran tikus dan sebagai salah satu metode untuk mengendalikan populasi tikus pada suatu wilayah (Kern & Kohler 2007). Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus rumah pada habitat permukiman merupakan metode pengendalian yang sederhana dan mudah diaplikasikan. Selain itu penggunaan perangkap merupakan suatu metode yang aman dan tidak berisiko terhadap lingkungan dan penggunanya. Dalam aplikasi perangkap di lapang, biasanya dikombinasikan dengan aplikasi umpan pada perangkap. Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus rumah merupakan cara yang cukup efektif tetapi kurang diperhatikan masyarakat sebagai salah satu teknik pengendalian (Andriani 2005).

13 Penggunaan perangkap dalam pengendalian tikus rumah di permukiman, akhir akhir ini dianggap kurang efektif karena tikus rumah mengalami trapshyness (jera perangkap) terhadap perangkap yang banyak beredar di masyarakat. Hal ini menyebabkan tikus rumah sulit untuk ditangkap dengan menggunakan perangkap. Selain itu saat ini tikus rumah sudah dapat beradaptasi dengan perangkap yang digunakan sehingga tikus dapat dengan mudah menghindari perangkap atau lolos dari pemerangkapan. Dengan demikian diperlukan suatu rancang bangun perangkap yang efektif untuk mengendalikan tikus. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatka rancang bangun perangkap yang digunakan untuk pengendalian tikus rumah (R. rattus diardii) pada habitat permukiman dan menguji keefektifan perangkap tersebut dengan membandingkannya terhadap beberapa jenis perangkap yang banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan tikus rumah. Manfaat Penelitian Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus di habitat permukiman merupakan cara yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan, namun akhir- akhir ini tikus mampu beradaptasi terhadap perangkap yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus di permukiman. Hal ini menyebabkan pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap menjadi tidak efektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkap yang efektif untuk mengendalikan tikus rumah di habitat permukiman. Hipotesis Perangkap hasil rancangan dapat lebih efektif, mudah, dan aman bila dibandingkan dengan perangkap yang biasa digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di habitat permukiman.

14 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) Klasifikasi dan Morfologi Menurut Elerman (1941) dalam Suparjan (1994), tikus rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Chordata Sub- filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus rattus Sub-spesies : Rattus rattus diardii Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh mm, dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Suparjan 1994). R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat hitam kelabu pada bagian punggung dan warna bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada bagian punggung. Bentuk hidung kerucut dan lebih besar dari ukuran mata, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara gram. Jumlah puting susu sebanyak 10 puting susu (Marsh 2003). Biologi dan Ekologi Tikus rumah memiliki kemampuan berreproduksi tinggi, selain itu tikus dapat berkembangbiak dan melahirkan anak sepanjang tahun tanpa mengenal musim, sehingga tikus termasuk hewan poliestrus. Menurut Kalshoven (1981) dalam setahun tikus mampu bereproduksi sebanyak 5-7 kali pada kondisi sumber makanan yang berlimpah. Tikus rumah mampu melahirkan anak, sebanyak 5 8 ekor dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan tergantung ketersediaan makanan. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan tikus tidak memiliki rambut dan mata tertutup. Rambut tumbuh pada umur 1

15 minggu setelah dilahirkan dan mata akan terbuka pada umur 9 14 hari, kemudian tikus mulai mencari makan di sekitar sarang. Pada umur 4 5 minggu tikus mulai mencari makan sendiri, terpisah dari induknya. Pada usia tersebut tikus dapat dengan mudah diperangkap. Tikus rumah mencapai umur dewasa setelah berumur hari. Pada umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena tikus merupakan hewan omnivora (pemakan segala). Tikus rumah menyukai makanan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, kacangkacangan, umbi-umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus biasanya membutuhkan pakan sebanyak 10 % dari bobot tubuhnya, jika pakan dalam keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah biasanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit, untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003). Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya. Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik (Priyambodo 2003). Menurut Kalshoven (1981), tikus mampu memanjat dinding dan batang tanaman, selain itu tikus memiliki kemampun untuk meloncat secara horizontal sejauh 3 meter dan meloncat dari ketinggian 4 meter. Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari. Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah biasanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain. Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di sekitar atap (Marsh 2003). Menurut Sastrapraja et al (1980), tikus rumah memiliki daerah aktivitas yang bervariasi, tergantung jenis kelamin, kerapatan populasi, persediaan makanan, keberadaan pemangsa, dan waktu. Daerah tempat tikus beraktivitas

16 terdapat pada radius meter, bahkan ada yang mencapai lebih dari 90 meter. Pola penyebaran tikus rumah mengikuti pola penyebaran manusia. Metode Pengendalian Tikus Rumah di Permukiman Secara garis besar pengendalian tikus dapat dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara lain : Pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanik, biologi, dan kimia. Menurut Armstrong (2003) pengendalian tikus rumah di permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi, penggunaan perangkap dan penggunaan umpan beracun (rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi lingkungan merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka pendek (Sullivan 2002). Elemen penting yang harus diperhatikan untuk mengendalikan tikus di permukiman agar efektif adalah sanitasi lingkungan sekitar, konstruksi bangunan terhadap keberadaan tikus dan monitoring populasi tikus di sekitar permukiman (Salmon et al 2003). Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah batas toleransi tikus dan juga merupakan usaha manusia untuk mematikan atau memindahkan tikus secara langsung menggunakan tangan atau dengan bantuan alat (Priyambodo 2003). Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang dikendalikan. Pengendalian secara fisik mekanis dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain penggunaan perangkap, suara ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet, penghalang, dan berburu (Priyambodo 2003). Meskipun demikian, hanya penggunaan perangkap dan perburuan yang masih banyak digunakan sebagai metode pengendalian. Sementara itu metode pengendalian yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Penggunaan umpan beracun merupakan metode yang banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan dan didapatkan hasil yang nyata. Namun, penggunaan umpan beracun dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain, dapat meracuni hewan bukan sasaran, berbahaya bagi

17 lingkungan, serta harga rodentisida yang mahal, yang menyebabkan cara ini kurang ekonomis. Perangkap Penggunaan perangkap sebagai teknik pengendalian tikus di permukiman merupakan cara yang efektif, aman dan ekonomis karena perangkap dapat digunakan beberapa kali, dan pemasangan umpan pada perangkap dapat mengintensifkan jumlah tenaga kerja. Perangkap juga dapat digunakan untuk mengontrol populasi tikus di permukiman (Salmon et al 2003). Menurut Vantassel et al (2007) penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus direkomendasikan pada lingkungan yang sensitif terhadap bahan bahan beracun, misalnya sekolah, permukiman, rumah sakit dan daerah dengan populasi tikus rendah. Penggunan perangkap merupakan salah satu metode pengendalian secara fisik mekanis. Metode ini secara ilmiah dianggap kurang efisien karena tidak memberikan kepastian yang tinggi. Perangkap dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : live-trap (perangkap hidup), snap-trap (perangkap yang dapat membunuh tikus), sticky board-trap (perangkap berperekat), dan pit fall-trap (perangkap jatuhan). Live-trap atau perangkap hidup adalah tipe perangkap yang dapat menangkap tikus dalam keadaan hidup di dalam perangkap. Tipe perangkap ini terbagi menjadi 2 yaitu, single live - trap adalah perangkap yang hanya dapat menangkap 1 ekor tikus, dan multiple live - trap adalah perangkap yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kedua tipe perangkap ini banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di permukiman. Snap-trap adalah tipe perangkap yang dapat membunuh tikus pada saat ditangkap. Perangkap jenis ini sangat berbahaya karena dapat membunuh hewan bukan sasaran, apabila menyentuh umpan dan juga berbahaya bagi manusia yang beraktivitas di sekitar perangkap. Selain itu, jenis perangkap ini banyak menimbulkan jera perangkap, sehingga kurang menarik bagi tikus, dan hanya dapat membunuh satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan.

18 Sticky board-trap atau perangkap berperekat adalah tipe perangkap yang dapat merekatkan tikus sehingga tikus menempel pada perangkap dan tidak dapat bergerak. Perangkap ini berupa papan yang pada bagian atasnya diberi perekat untuk merekatkan tikus dengan papan sehingga tidak dapat bergerak. Pada umumnya umpan diletakkan pada bagian tengah papan yang berperekat. Pada saat penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus rumah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : Tikus memiliki sifat trap-syness yaitu suatu kejadian dimana tikus tidak mau masuk ke dalam perangkap yang disediakan. Selain itu faktor genetik juga dapat mempengaruhi keefektifan penggunaan perangkap, yaitu suatu keadaan dimana pada saat awal pemerangkapan tikus mudah sekali ditangkap, tetapi pada pemerangkapan berikutnya tikus sulit untuk diperangkap. Menurut Priyambodo (2003), tikus betina lebih mudah ditangkap dari pada tikus jantan. Sedangkan, menurut Salmon et al (2003) tikus yang memilki bobot tubuh rendah dan masih muda sangat mudah untuk ditangkap. Greaves (1982) di dalam Smith (1996) merekomendasikan, sebaiknya perangkap hanya digunakan untuk 2 3 kali pemerangkapan saja. Menurut Smith (1996) metode pengendalian dengan menggunakan perangkap kurang efektif dan efisien bila dibandingkan dengan pengendalian secara kimiawi, dengan demikian terdapat batasan batasan yang mengatur penggunaan perangkap agar lebih efisien. Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus di permukiman dapat berhasil dengan memperhatikan hal hal berikut: Perangkap harus dipasang pada lokasi yang tepat, misalnya pada runway tikus, dimana tikus selalu melalui tempat tersebut dan umpan yang digunakan harus menarik sehingga tikus tertarik untuk memasuki perangkap. Keuntungan metode pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap bila dibandingkan dengan metode pengendalian secara kimiawi adalah tidak menggunakan bahan-bahan beracun sehingga tidak beresiko terhadap lingkungan sekitar, aman bagi anak-anak dan hewan bukan sasaran. Selain itu perangkap juga dapat dengan mudah mengendalikan populasi tikus (scarafaggio.com). Untuk menilai keefektifan penggunaan perangkap adalah

19 dengan cara menilai kelebihan- kelebihan tertentu dari suatu jenis perangkap dan mencocokkannya dengan keadaan lingkungan sekitar.

20 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji lapang dilakukan di tiga lokasi yaitu, Kampung Sawah RT07/RW02 dan Kampung Babakan RT05/RW02, Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, serta di Babakan Fakultas RT03/RW04 Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Timur, Kotamadya Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai bulan Februari Bahan dan Alat Arena Pengujian Arena yang digunakan untuk pengujian berbentuk balok, dibuat dari kayu dengan lapisan seng pada bagian dalam dan ditutup dengan ram kawat. Arena yang digunakan berukuran 400 x 100 x 50 cm. Setiap arena memiliki 3 pintu yaitu pada bagian kiri, kanan, dan tengah (Gambar 1). Arena dilengkapi penutup kain berwarna hitam. Gambar 1. Arena pengujian

21 Hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus rumah (R. rattus diardii) yang didapatkan dari daerah sekitar Kampus IPB Darmaga, Bogor. Hewan uji yang digunakan memiliki bobot tubuh lebih dari 40 gram. Kawat Baja Kawat yang digunakan berdiameter 3 mm dan 1 mm. Kawat digunakan sebagai kerangka perangkap dan pengikat kerangka perangkap dengan dinding perangkap. Perangkap Pembading Perangkap pembanding yang digunakan terdiri dari 4 jenis perangkap tipe live- trap, yaitu : 1. Havahart live-trap Havahart live-trap merupakan perangkap yang tidak menyebabkan tikus mati. Perangkap jenis ini memiliki beberapa kelebihan yaitu terdiri dari dua pintu masuk pada kedua ujung perangkap dan memiliki sistem penguncian yang sangat baik (Gambar 2). Pada beberapa daerah penggunaan perangkap ini tidak menggunakan umpan, tetapi perangkap dipasang pada runway tikus. Bentuk pintu masuk perangkap yang terbuka pada kedua sisi memungkinkan tikus untuk masuk dari kedua sisi pintu, sehingga perangkap tidak perlu diberi umpan untuk menarik tikus masuk ke perangkap. Namun, perangkap jenis ini hanya dapat menangkap 1 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Perangkap jenis ini mampu menangkap lebih dari satu ekor tikus bila tikus masuk secara bersamaan. Gambar 2. Havahart live - trap

22 2. Multiple-capture live-trap (perangkap hidup ganda) Multiple-capture live-trap merupakan jenis perangkap dapat menangkap tikus lebih dari satu ekor dan merupakan perangkap yang tidak menyebabkan tikus mati (Gambar 3). Namun, perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih dahulu dapat keluar kembali dari perangkap dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap sedangkan tikus yang terdapat dalam perangkap dapat keluar dari perangkap. Setelah itu tikus yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu, untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar. Gambar 3. Multiple-capture live-trap 3. Single-capture live-trap (perangkap hidup tunggal) Single-capture live-trap merupakan jenis perangkap yang hanya dapat menangkap satu ekor tikus dalam satu kali pemerangkapan dan tidak menyebabkan tikus mati (Gambar 4). Perangkap ini memiliki kelemahan yaitu bila pegas penahan pintu masuk tidak begitu kuat, maka pintu tersebut dapat didorong oleh tikus yang terperangkap, sehingga dapat dari perangkap. Gambar 4. Single-capture live-trap

23 4. Tomahawk live-trap Tomahawk live-trap merupakan jenis perangkap yang hanya dapat menangkap satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan dan tidak menyebabkan tikus mati (Gambar 4). Perangkap ini memiliki beberapa kelebihan yaitu pintu masuk memiliki pengunci sehingga tikus yang tertangkap tidak dapat mendorong pintu masuk untuk keluar. Gamabar 5. Tomahawk live-trap Ram Kawat Ram kawat yang digunakan berukuran 1 cm x 1 cm untuk membuat sisi perangkap, serta bagian atas dan bawah. Timbangan Timbangan yang digunakan adalah triple beam balance untuk menimbang bobot tikus sebelum dan sesudah perlakuan, dan analytical toploading balance for animal untuk menimbang umpan yang digunakan. Umpan Umpan yang digunakan adalah gabah untuk pengujian di laboratorium dan ikan asin untuk pengujian di lapang.

24 Metode Penelitian Persiapan Arena Sebelum digunakan, arena dibersihkan terlebih dahulu. Setelah arena pengujian dianggap layak pakai, maka diletakkan tempat air yang berisi air bersih dan bumbung bambu untuk tempat persembunyian tikus. Persiapan Hewan Uji Tikus yang digunakan sebagai hewan uji terlebih dahulu diadaptasikan pada lingkungan laboratorium selama 1 minggu dengan diberi pakan gabah. Sebelum dimasukkan ke dalam arena pengujian tikus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal dan dilihat jenis kelaminnya. Setelah itu tikus dimasukkan ke arena dan dibiarkan beberapa saat hingga tikus tenang di dalam arena dan masuk ke dalam bumbung bambu, kemudian diberi perlakuan. Rancang Bangun Perangkap Pembuatan perangkap dilakukan dengan disain perangkap berbentuk balok dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Perangkap dibuat dengan membuat kerangka perangkap berukuran 20 cm x 30 cm sebanyak 3 kerangka per perangkap, yang dibuat dengan menggunakan kawat berdiameter 3 mm. Kerangka dipasang pada bagian depan, tengah, dan belakang. Setelah itu dibungkus dengan menggunakan ram kawat ukuran 1 cm x 1cm, sehinggga setelah dirakit akan berbentuk balok dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm yang merupakan disain perangkap. Pintu masuk dibuat seperti lorong untuk memudahkan tikus menemukan pintu masuk. Selanjutnya dilakukan modifikasi pintu masuk perangkap. Pengujian Keefektifan Perangkap di Laboratorium Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap tikus rumah di laboratorium. Pengujian ini dilakukan pada dua perlakuan yaitu, perlakuan dengan umpan di luar perangkap

25 dan perlakuan tanpa umpan di luar perangkap. Pada pengujian tanpa umpan diluar perangkap, pada setiap arena pengujian terdapat 1 ekor tikus. Setelah hewan uji masuk ke dalam bumbung bambu yang terdapat di bagian tengah arena pengujian, perangkap hasil rancangan yang telah berisi umpan gabah sebanyak 20 gram per perangkap, diletakkan di dalam arena pengujian. Setelah itu pintu arena ditutup dan dikunci agar tikus tidak keluar arena pengujian dan arena pengujian ditutup dengan kain berwarna hitam, agar suasana di dalam arena pengujian menjadi gelap. Peletakan perangkap dilakukan secara acak. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perangkap yang dimasuki tikus. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah perlakuan. Perlakuan dilakukan pada 4 arena pengujian, dan diamati selama 6 hari pengamatan. Tikus yang telah masuk perangkap dilepas kembali ke dalam arena. Setelah tikus tenang dan masuk bumbung bambu untuk bersembunyi, susunan perangkap di dalam arena diacak. Di akhir pengujian tikus ditimbang bobot tubuhnya untuk mengetahui bobot akhir tikus setelah pengujian. Pada perlakuan dengan umpan diluar perangkap, langkah kerjanya sama dengan pengujian sebelumya, tetapi pada arena pengujian diletakkan umpan yang memiliki jenis dan bobot yang sama dengan umpan yang terdapat di dalam perangkap. Pengujian berikutnya, perangkap hasil rancangan diuji kembali dengan membandingkannya dengan 4 perangkap pembanding. Pengujian ini juga dilakukan pada dua perlakuan. Langkah kerja pada pengujian ini sama dengan pengujian sebelumnya, hanya pada pengujian ini jumlah perangkap yang diuji lebih banyak, yaitu ditambah 4 perangkap pembanding. Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus Pengujian keefektifan perangkap terhadap populasi tikus, sama dengan pengujian yang dilakukan terhadap individu tikus. Pada pengujian terhadap populasi tikus, jumlah tikus yang digunakan adalah 10 ekor per arena pengujian. Bobot umpan yang digunakan lebih banyak dari umpan yang digunakan pada pengujian terhadap individu tikus, yaitu sebanyak 50 g per perangkap. Langkah kerja yang dilakukan sama dengan pengujian sebelumnya.

26 Pengujian Keefektifan Perangkap di Permukiman Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan perangkap di permukiman. Perangkap yang digunakan adalah perangkap hasil rancangan yang efektif digunakan pada pengujian di laboratorium. Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan survei pendahuluan untuk mengetahui keberadaan tikus rumah di sekitar perumahan warga. Setelah dipastikan keberadaan tikus di perumahan warga, selanjutnya dilakukan pemasangan perangkap pada daerah yang sering dilalui oleh tikus. Pengujian dilakukan di tiga lokasi. Pada setiap lokasi dipasang satu perangkap untuk setiap rumah warga, dengan total sebanyak 12 perangkap. Perangkap dipasang pada pukul , kemudian diamati keesokan paginya pada pukul Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tikus yang tertangkap. Menurut Alpin et al (2003) hasil pemerangkapan di hitung menggunakan rumus Adjusment Trap Succes (ATS), sebagai berikut: ATS = ln 1 Tikus yang tertangkap Jumlah perangkap 100% Pengujian dilakukan selama 4 hari yaitu pada malam ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7. Tikus yang tertangkap dibawa ke laboratorium untuk ditimbang bobot tubuh dan diidentifikasi jenis kelaminnya kemudian dipelihara di laboratorium. Perangkap yang digunakan kemudian dicuci bersih dan disiram dengan air panas untuk menghilangkan bau pada perangkap. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian di laboratorium adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu jenis perangkap yang diuji dan perlakuan dengan atau tanpa umpan di luar perangkap. Pada pengujian di permukiman rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dengan dua faktor, yaitu lokasi pemerangkapan, dan jenis perangkap yang digunakan. Uji lanjutan yang digunakan adalah Uji Selang Ganda Duncan pada taraf 5%.

27 HASIL DAN PEMBAHASAN Rancang Bangun Perangkap Perangkap yang berhasil dirancang sebanyak 4 perangkap. Tipe perangkap yang dirancang adalah tipe multiple live-trap yaitu perangkap yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Secara umum perangkap yang dirancang memiliki ukuran dan bentuk yang sama yaitu berbentuk balok dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Hal yang membedakan antar perangkap hasil rancangan adalah bentuk pintu masuknya. Pintu masuk perangkap dipasang pada salah sisi perangkap yang berukuran 20 cm x 30 cm, yaitu pada bagian tengah sisi bawah perangkap dan dibuat agak masuk sedalam 5 cm, sehingga terbentuk lorong dari bagian sisi perangkap menuju bagian depan pintu masuk perangkap. Lorong ini dibuat untuk mempermudah tikus menemukan pintu masuk perangkap. (a) (b) (c) (d) Gambar 6. Perangkap No.1 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak depan (d) tampak belakang Perangkap No.1 (Gambar 6) memiliki pintu berbentuk bubu yaitu kawat yang dirangkai meruncing dan menyempit pada bagian ujung pintu. Pintu model ini memungkinkan tikus untuk masuk perangkap dengan cara

28 mendorong rangkaian kawat hingga tikus dapat masuk ke dalam perangkap. Setelah masuk, tikus sulit untuk keluar karena ujung rangkaian kawat menyempit, hal ini menyebabkan tikus tidak dapat keluar dari perangkap. Pintu masuk berukuran 5 cm x 5 cm, ukuran ini sesuai dengan diameter tubuh tikus rumah. Panjang pintu berukuran 10 cm. Pada model perangkap ini, bagian yang meruncing terdapat di dalam perangkap, sehingga bentuk pintu mengerucut ke dalam perangkap. Selain itu pemasangan pintu perangkap harus dibuat miring ke atas, sehingga bagian ujung pintu tidak menyentuh bagian bawah perangkap. Hal ini dibuat agar tikus tidak dapat membuka rangkaian kawat dan keluar dari perangkap. Namun, pada beberapa kejadian tikus yang berukuran kecil dapat keluar dari perangkap, dengan cara masuk ke celah celah di antara rangkaian kawat yang berada di bagian tengah. (a) (b) (c) (d) Gambar 7. Perangkap No.2 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak depan, (d) tampak belakang Perangkap No.2 (Gambar 7) memiliki pintu yang menutup ke bawah. Bentuk pintu ini memungkinkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap dengan cara mendorong pintu perangkap. Setelah tikus masuk, pintu akan tertutup

29 sehingga tikus tidak dapat keluar dari perangkap, namun tikus lain dapat masuk ke dalam perangkap. Pintu masuk perangkap berukuran 5 cm x 5 cm, ukuran ini disesuaikan dengan besar tubuh tikus. Ukuran pintu yang lebih besar dari ukuran tubuh tikus dapat mempermudah tikus untuk keluar dari perangkap dengan bantuan tikus yang berada di luar perangkap. Panjang daun pintu masuk perangkap adalah 10 cm, dan di sekitar pintu terdapat pelindung berupa lorong yang berbentuk balok, menutupi pintu, pada bagian atas dan kedua sisi samping pintu. Lorong ini dibuat agar tikus tidak dapat membuka pintu masuk untuk keluar dari perangkap. Pemasangan daun pintu harus tepat menyentuh dasar perangkap, sehingga tidak terdapat celah antara daun pintu dengan bagian dasar perangkap. Hal ini dibuat agar tikus tidak mudah untuk membuka pintu masuk lalu keluar dari perangkap melalui celah antara daun pintu dengan bagian dasar perangkap. Selain itu pemasangan lorong pelindung pintu masuk harus menutupi seluruh bagian pintu. Pintu dipasang tidak terlalu kencang pada saat diikat, agar pintu mudah untuk dibuka pada saat didorong oleh tikus untuk mengambil umpan di dalam perangkap. Pintu yang diikat kuat menyebabkan pintu menjadi sulit untuk terbuka pada saat didorong oleh tikus, sehingga tikus enggan untuk masuk ke dalam perangkap. (a) (b) (c) (d) Gambar 8. Perangkap No.3 (a) tampak atas, (b) tampak samping, (c) tampak depan, (d) tampak belakang

30 Perangkap No.3 (Gambar 8) memiliki pintu masuk yang menutup ke samping. Pada dasarnya prinsip pintu masuk pada perangkap No.3 sama dengan perangkap No.2, hanya berbeda posisi pada saat pintu tertutup. Selain itu, daun pintu masuk perangkap dipastikan harus menyentuh dinding lorong pelindung pintu dengan rapat agat tikus tidak dapat membuka pintu untuk keluar dari perangkap. Pada bagian ujung daun pintu yang berada di luar perangkap diberi pegas agar pintu dapat menutup kembali setelah tikus masuk ke dalam perangkap. Pegas yang dipasang tidak boleh terlalu keras karena dapat menghambat masuknya tikus ke dalam perangkap, sehinggga mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Selain itu pada saat pemasangan perangkap harus dipastikan bahwa pintu berfungsi dengan sempurna yaitu pintu dapat menutup kembali hingga rapat. Hal ini penting agar tikus tidak dapat membuka pintu perangkap lalu keluar dari perangkap. Pintu tidak menutup dengan rapat membuat tikus keluar dari perangkap, dengan cara memasukkan moncongnya ke sela sela pintu yang tidak tertutup rapat. (a) (b) (c) (d) Gambar 9. Perangkap No.4 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak depan, (d) tampak belakang Perangkap No.4 (Gambar 9) memiliki pintu masuk yang terdiri dari dua daun pintu yang saling bersilangan menyamping, sehingga pintu saling tumpang

31 tindih pada bagian ujung daun pintu membentuk sudut ke dalam perangkap. Pada perangkap tipe ini kedua pintu harus saling menutupi. Hal ini dilakukan agar tikus tidak bisa membuka pintu untuk keluar dari perangkap. Bila tikus berusaha untuk keluar dengan cara mendorong salah satu pintu, maka pintu kedua akan menutup lorong pelindung. Demikian juga sebaliknya, sehingga tikus tidak dapat keluar dari perangkap. Pintu masuk dibuat agak lebar dengan tinggi 5 cm, dan lebar 7 cm, serta memiliki panjang 10 cm. Pintu masuk dibuat lebih lebar untuk memudahkan pemasangan daun pintu dan memudahkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap. Pada bagian pintu dipasang pelindung yang terbuat dari ram kawat berbentuk balok yang menutupi seluruh bagian pintu dan membentuk lorong. Pemasangan pelindung harus tepat menutupi seluruh daun pintu. Panjang lorong pelindung harus lebih panjang dari pada panjang daun pintu. Hal ini dibuat agar tidak terdapat celah, yang dapat memudahkan tikus untuk keluar dari perangkap. Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratorium dan di Permukiman Pada pengujian di laboratorium, saat pertama kali dilepaskan ke arena pengujian, tikus akan berlari mengelilingi arena untuk mengenali lingkungan sekitar arena pengujian. Setelah beberapa saat, tikus akan masuk ke dalam bumbung bambu yang telah disediakan, untuk bersembunyi. Pada umumnya tikus yang berukuran besar atau memiliki bobot tubuh lebih dari 100 g akan lebih aktif bergerak dari pada tikus yang berukuran kecil atau memiliki bobot kurang dari 100 g. Pada pengujian di laboratorium, setelah pengujian terjadi penurunan bobot tubuh tikus sebesar 2-25 g atau mengalami peningkatan bobot tubuh sebesar 3-10 g. Penurunan bobot tubuh tikus terjadi pada pengujian terhadap individu tikus atau pada pengujian tanpa umpan di luar perangkap. Pada keadaan ini, tikus tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar arena pengujian dan mengalami cekaman sehingga tikus enggan untuk makan, hal ini menyebabkan penurunan bobot tubuh tikus. Sedangkan peningkatan bobot tubuh tikus terjadi pada pengujian terhadap populasi tikus atau pengujian dengan umpan diluar perangkap. Pada pengujian ini tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan tikus

32 tidak mengalami cekaman, sehingga tikus tidak bermasalah dengan pola makan, hal ini menyebabkan terjadinya peningkat bobot tubuh tikus. Setelah tikus tenang dan masuk ke dalam bumbung bambu, perangkap mulai dimasukkan ke dalam arena pengujian, dan ditutup dengan menggunakan kain berwarna hitam, agar suasana di dalam arena pengujian menjadi gelap. Tikus rumah termasuk hewan yang bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari sehingga suasana di dalam arena pengujian harus gelap. Tikus mulai aktif mencari pakan pada malam hari dengan mengitari arena pengujian. Setelah tikus mulai tertarik terhadap umpan yang ada di dalam perangkap, tikus mulai mengitari perangkap untuk mencari pintu masuk ke dalam perangkap, sehingga lorong menuju pintu masuk dapat membantu tikus menemukan pintu masuk perangkap. Setelah menemukan pintu masuk tikus akan mencoba masuk ke dalam perangkap. Jika tikus merasa kesulitan masuk ke dalam perangkap, maka tikus akan pindah ke perangkap lain untuk mencari makanan. Pada umumnya tikus lebih menyukai perangkap yang berada di belakang mulut bumbung bambu tempat persembunyian tikus, dan berada bagian pojok arena pengujian. Pengacakan perangkap tidak memberikan banyak pengaruh terhadap hasil pemerangkapan. Tikus dapat beradaptasi dengan perangkap setelah tiga kali perlakuan. Hal ini dapat terlihat dari hasil pemerangkapan, dimana tikus sulit untuk ditangkap, atau tikus mampu keluar dari perangkap. Tikus rumah akan mengacak acak umpan yang tersedia di dalam perangkap, dan mengerat sebagian saja. Setelah tertangkap biasanya tikus akan meninggalkan bekas berupa bau urin di sekitar perangkap. Hal ini dilakukan untuk memberi tanda kepada tikus lain bahwa perangkap yang telah dimasuki berbahaya, oleh karena itu dari beberapa hari pemerangkapan, hanya efektif pada malam pertama saja. Untuk menghilangkan bau urin di sekitar perangkap, cara yang dapat dilakukan adalah mencuci perangkap hingga bersih agar bau urin di sekitar perangkap hilang. Perangkap dapat dicuci dengan menggunakan sabun, lalu dibilas menggunakan air bersih hingga bau urin hilang atau perangkap dicuci dengan menggunakan air panas, karena dapat menghilangkan bau yang ada pada

33 perangkap. Setelah dicuci bersih untuk menghilangkan bau urin, perangkap dapat digunakan kembali. Pada pengujian di laboratorium pencucian perangkap, tidak berpengaruh terhadap hasil pemerangkapan. Pada pengujian di permukiman, pencucian perangkap menggunakan air panas dapat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Dengan demikian untuk aplikasi di permukiman, perangkap harus dicuci dengan menggunakan air panas sebelum digunakan kembali. Pada pengujian di permukiman, pada perlakuan malam pertama tikus akan mengenali keberadaan perangkap, dan tikus biasanya tidak mudah untuk tertangkap. Tikus mulai tertangkap pada malam ke-3 dan atau malam ke-5. Keberhasilan pemerangkapan pada malam ke-7 sangat rendah apabila perangkap telah berhasil menangkap tikus pada pemerangkapan malam ke-3. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perangkap hanya efektif digunakan untuk 2 kali pemerangkapan. Untuk pemerangkapan berikutnya sebaiknya digunakan perangkap model lain. Keefektifan Perangkap pada Pengujian di Laboratorium Perangkap hasil rancangan diuji di laboratorium untuk mengetahui keefektifan perangkap sebelum diaplikasikan di permukiman. Pengujian dilakukan pada individu dan populasi tikus, serta menguji pengaruh umpan di luar perangkap terhadap keefektifan perangkap. Pengujian dilakukan terhadap perangkap hasil rancangan kemudian dibandingkan dengan perangkap yang banyak beredar di masyarakat. Pengujian dengan umpan di luar perangkap dilakukan untuk mengetahui apakah tikus lebih tertarik pada perangkap atau umpan yang ada di luar perangkap, sehingga dapat diketahui ketertarikan tikus terhadap perangkap hasil rancangan. Pada aplikasi perangkap di permukiman, banyak ditemukan pakan atau umpan yang berada di luar perangkap. Keadaan ini dapat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus Pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus dapat diketahui rata rata hasil pemerangkapan (Tabel 1). Keberhasilan

34 pemerangkapan pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap tidak berbeda nyata antar perangkap. Hal yang berbeda terjadi pada perlakuan tanpa umpan di luar perangkap. Hasil tangkapan pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap, berbeda nyata dengan perlakuan tanpa umpan di luar perangkap. Selain itu terjadi penurunan jumlah tangkapan dari 5,25 (tanpa pakan di luar perangkap) menjadi 1,25 (dengan pakan). Tabel 1. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus Jenis perangkap Hasil pemerangkapan ± SD (a) Tanpa umpan di luar Dengan umpan di luar Perangkap No.1 4,25 ± 1,50b 0,75 ± 1,50a Perangkap No.2 0,50 ± 0,58a 0,25 ± 0,50a Perangkap No.3 0,50 ± 1,00a 0,25 ± 0,50a Perangkap No.4 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a Jumlah (b) 5,25a 1,25b (a): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5% (b): Angka pada baris jumlah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf α=5% Pada pengujian tanpa umpan ini perangkap No.1 menunjukkan hasil pemerangkapan yang tertinggi dan berbeda nyata dengan perangkap lain. Perangkap No.1 memiliki pintu yang agak terbuka, sehingga tikus dapat dengan mudah menemukan jalan untuk masuk ke dalam perangkap dan mengambil umpan yang ada di dalamnya. Hewan uji yang berjumlah satu ekor tikus untuk setiap arena memungkinkan tikus hanya masuk satu perangkap saja pada setiap perlakuan. Perangkap No.2 dan No.3, dapat menangkap tikus dalam jumlah yang sama. Hal ini dapat terjadi karena bentuk pintu masuk pada kedua perangkap ini relatif sama, hanya ada sedikit perbedaan posisi pintu saat tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih tertarik pada perangkap dengan pintu masuk yang terbuka. Pada perangkap No.2 dan No.3 memiliki pintu masuk yang tertutup, akan menyulitkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap, sehingga, tikus kurang

35 tertarik pada perangkap No.2 dan No.3 karena harus mendorong pintu untuk masuk ke dalam perangkap. Hal ini menyebabkan tikus beralih ke perangkap No.1 yang pintu masuknya lebih terbuka. Tikus tidak tertarik untuk masuk perangkap No.4, hal ini dapat dilihat dari ketidakberhasilan pemerangkapan pada perangkap No.4 (tidak ada tikus yang terperangkap). Bentuk pintu yang bersilangan dan saling tumpang tindih, tidak menarik bagi tikus untuk masuk. Tikus rumah lebih menyukai bentuk pintu masuk perangkap yang terbuka lebar atau agak terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa tikus kurang tertarik untuk mendorong pintu dan mengambil umpan di dalam perangkap, atau tikus kesulitan untuk mendorong pintu dan masuk ke dalam perangkap, sehingga tikus lebih tertarik pada perangkap lain yang paling mudah dimasukinya. Pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap, hasil pemerangkapan dari perangkap No.1 merupakan yang tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perangkap lain. Selain itu rata rata keberhasilan pemerangkapan kurang dari satu. Pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga dapat diketahui bahwa tikus lebih tertarik pada umpan di luar perangkap, dari pada umpan yang ada di dalam perangkap. Selain itu jumlah hewan uji yang digunakan hanya satu ekor tikus untuk setiap arena pengujian, sehingga dapat mempengaruhi jumlah tikus yang terperangkap. Biasanya, setelah tikus kenyang mengonsumsi umpan yang ada di luar perangkap, maka tikus akan masuk kembali ke dalam bumbung bambu untuk bersembunyi, sehingga mengurangi keberhasilan pemerangkapan. Pada pengujian ini tikus tertarik pada perangkap yang sama dalam setiap ulangan. Pencucian perangkap untuk menghilangkan bau yang ditinggalkan pada perangkap dan perubahan posisi perangkap tidak banyak mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Pada perlakuan ini tikus jantan lebih aktif untuk bergerak ketika pertama kali dimasukkan ke dalam arena pengujian. Setelah dilakukan pengujian tikus rumah yang digunakan mengalami penurunan bobot tubuh, yaitu antara 2-25 g. Hal ini menunjukkan bahwa tikus mengalami cekaman pada saat tertangkap, sehingga tikus hanya makan sedikit umpan di dalam perangkap dan lebih banyak mengacak acak umpan yang ada.

36 Perubahan posisi perangkap dan posisi peletakan pakan di luar perangkap, juga tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pemerangkapan, sehingga pada aplikasi perangkap di permukiman, sebaiknya umpan yang digunakan lebih menarik dari pada sumber pakan yang terdapat di sekitarnya. Selain itu, perangkap sebaiknya diletakkan agak jauh dari sumber makanan. Selanjutnya, perangkap hasil rancangan diuji kembali dan dibandingkan hasilnya dengan perangkap yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus di permukiman. Pengujian dilakukan terhadap individu tikus. Rata rata hasil pemerangkapan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada pengujian ini hasil pemerangkapan perangkap hasil rancangan tidak begitu terlihat berbeda bila dibandingkan dengan perangkap pembanding. Sehingga dapat diketahui bahwa keefektifan perangkap hasil rancangan tidak berbeda dengan perangkap yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, jumlah tangkapan pada perlakuan tanpa umpan di luar perangkap tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan umpan di luar perangkap. Tabel 2. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap pembanding terhadap individu tikus Jenis perangkap Hasil pemerangkapan ± SD (a) Tanpa umpan di luar Dengan umpan di luar Perangkap No.1 1,00 ± 1,41ab 0,00 ± 0,00a Perangkap No.2 0,75 ± 1,50ab 0,00 ± 0,00a Perangkap No.3 0,25 ± 0,50a 0,00 ± 0,00a Perangkap No.4 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a Havahart live-trap 1,50 ± 0,58ab 1,25 ± 1,89ab Multiple capture live-trap 0,75 ± 0,96ab 2,00 ± 2,16b Single capture live-trap 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a Tomahawk live-trap 1,50 ± 0,53ab 1,50 ± 0,53ab Jumlah (b) 5,75a 4,75a (a): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5% (b): Angka pada baris jumlah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf α=5%

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN PERMADA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A44102059 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l)

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) Oleh : DEDI MULYONO A44101015 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi yang berbeda dibanding hama padi yang lain seperti serangga dan moluska (bangsa siput). Oleh karena itu, penanganan hama tikus di lapangan

Lebih terperinci

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN Callosobruchus maculatus (F.) (COLEOPTERA: BRUCHIDAE) PADA BENIH KACANG HIJAU (Phaseolus aureus R.) FARRIZA DIYASTI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae)

PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) INTAN WIJI EKAWATI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

PREFERENSI SEMUT PEMUKIMAN TERHADAP BERBAGAI JENIS UMPAN

PREFERENSI SEMUT PEMUKIMAN TERHADAP BERBAGAI JENIS UMPAN 040 PREFERENSI SEMUT PEMUKIMAN TERHADAP BERBAGAI JENIS UMPAN SIGIT ZULKARNAIN A44101009 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK SIGIT ZULKARNAIN. Pengujian

Lebih terperinci

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PENINGKATAN PRODUKSI BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI Oleh WAHYU OKTAVIANI A 34104010 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA ANDES HERYANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L. PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.) Nana Setiana A06400024 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

POTENSI GUANO KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN OLEH

POTENSI GUANO KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN OLEH POTENSI GUANO KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN OLEH Phytophthora infestans (Mont.) de Bary PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum) NELLY SAPTA YANTI A44103007 PROGRAM

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L.

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. Merr) ISMAWARDANI NURMAHAYU PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (I)

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (I) PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (I) Oleh M. TAUFIQUR RAHMAN A01400022 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI

PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI Oleh : ANUM PETALARIFARRDHI A 34303057 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Rahmawasiah, Rahman Hairuddin dan Abdul Jalil Universitas Cokroaminoto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS DAN GIBERELIN TERHADAP KUALITAS TUNAS PISANG FHIA-17 IN VITRO. Oleh : DONNY ANDRIANA A

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS DAN GIBERELIN TERHADAP KUALITAS TUNAS PISANG FHIA-17 IN VITRO. Oleh : DONNY ANDRIANA A PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS DAN GIBERELIN TERHADAP KUALITAS TUNAS PISANG FHIA-17 IN VITRO Oleh : DONNY ANDRIANA A34301064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masingmasing konsentrasi. Didapatkan hasil

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK MIFTAHUL

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan di Taman Nasional Gunung Halimun, Desa Malasari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan Damayanti Buchori dan Hermanu Triwidodo).

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

057 PERSEBARAN DAN DOMINASI REDUVIIDAE PADA

057 PERSEBARAN DAN DOMINASI REDUVIIDAE PADA 200.6 057 PERSEBARAN DAN DOMINASI REDUVIIDAE PADA AGROEKOSISTEM PAD1 DAN PALAWIJA DI WILAYAH DRAMAGA KABUPATEN BOGOR RIDHA SHIDDIEQ PURNAMA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA

PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA HOTMA SINTA A44102057 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Lebih terperinci

(Skripsi) Oleh. Boby Sanjaya

(Skripsi) Oleh. Boby Sanjaya POTENSI Ca, P, Mg, DAN Zn PADA BERBAGAI BAGIAN TANAMAN KIAMBANG (Salvinia molesta) DI BENDUNGAN BATU TEGI KABUPATEN TANGGAMUS (Skripsi) Oleh Boby Sanjaya FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) OLEH AGUS SAMSUDRAJAT S J 410040028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour Oleh : Ita Lestari A34301058 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci