BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah perdagangan manusia atau dikenal dengan istilah human

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah perdagangan manusia atau dikenal dengan istilah human"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masalah perdagangan manusia atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik ditingkat nasional, regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masa kini serta melanggar hak asasi manusia. Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal baru, namun beberapa tahun belakangan, masalah ini muncul dan menjadi perhatian tidak saja pemerintah Indonesia, namun juga menjadi masalah internasional. Indonesia oleh Amerika Serikat dikategorikan sebagai negara yang tidak memenuhi standar dalam upaya memerangi kejahatan terorganisir sebagai upaya penghapusan perdagangan manusia secara serius, bahkan data akurat mengenai kejahatan ini sulit didapat. Hal ini terkait dengan beberapa hal: Pertama: definisi perdagangan manusia dalam KUHP terbatas pada perdagangan perempuan dan anak, dan tidak ada elaborasi lebih lanjut mengenai makna perdagangan. Kedua: berbagai perbuatan yang dapat dimasukkan ke dalam perdagangan manusia ditangani oleh berbagai institusi yang berbeda. Sebagai contoh masalah pengiriman buruh migran secara ilegal pada umumnya ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (yang melibatkan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri PJTKI), sedangkan perdagangan anak-anak untuk menjadi anak jalanan dan pengemis ditangani oleh dinas sosial dan lembaga 1

2 2 lainnya. Ketiga: lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang memungkinkan perdagangan manusia terjadi di berbagai tempat di Indonesia dan sulit dipantau. Fenomena perdagangan manusia di Indonesia memang merupakan fenomena gunung es. Sulit sekali memperkirakan secara pasti angka kasus perdagangan manusia yang pernah terjadi disamping penanganan perdagangan manusia di Indonesia masih belum terkoordinasi karena berkaitan dengan permasalahan beberapa departemen terkait. 1 Sebagai bagian dari negara berkembang, sulit bagi Indonesia untuk dikecualikan dari fenomena ini, yakni sebagai negara pengirim atau negara sumber. Khusus bagi Indonesia, US Department of Justice menempatkannya sebagai Tier 3, yakni negara yang menurut mereka, do not fully comply with theminimum standards and are not making significant efforts to bring themselves into compliance. Some of tghese governments refuse to acknowledge the trafficking problem within their territory. On a more positive note, several other governments in this category are beginning to take concrete steps to combat trafficking. While these steps do not yet reach the appropriate level of significance, many of these governments are on the path to placement on Tier 2 2 Data yang disampaikan dalam laporan lembaga tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 3 1. Indonesia merupakan source country bagi orang yang diperdagangkan, terutama perempuan dan anak-anak 2. Para korban umumnya diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual dan pekerja 1 Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, dalam lfip.org/laws822/docs/perdagangan%20manusiasentrahamfeb28.pdf, diakses tanggal 15 Oktober US Department of Justice Trafficking in Persons Report, Washington, June 2002, hal Ibid, hal 61.

3 3 3. Negara tujuan termasuk Hongkong, Singapura, Taiwan, Malaysia, Brunei, Negara-negara Teluk Persia, Australia, Korea Selatan dan Jepang 4. Pemerintah belum sepenuhnya melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia, walau masalah ini sudah lebih diperhatikan dibandingkan dengan masa sebelumnya Meningkatnya perdagangan manusia beberapa tahun terakhir ini terjadi akibat krisis ekonomi. Angka pengangguran di Indonesia terutama di pedesaan semakin meningkat padahal kehidupan semakin sulit karena kenaikan berbagai kebutuhan hidup. Sejak krisis dan kerusuhan tahun 1998, banyak pabrik (yang tentunya menyerap tenaga kerja terbesar) tutup, karena kondisi ekonomi dan politik yang tidak kondusif. Oleh karena masyarakat sudah semakin ragu terhadap kemampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, maka mereka berinisiatif mencoba peluang untuk bekerja di luar negeri, dengan segala risikonya. 4 Dalam penelitian ditemukan bahwa perdagangan manusia di Indonesia tidak terbatas pada golongan usia ataupun jenis kelamin tertentu saja. Dari berbagai kasus yang berhasil diperoleh, yang berpotensi menjadi korban perdagangan manusia adalah manusia sejak masih berada dalam kandungan, anakanak tanpa batasan usia, wanita maupun pria. Akan tetapi memang dalam kenyataannya data laki-laki dewasa yang menjadi korban perdagangan manusia 4 Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, dalam lfip.org/laws822/docs/perdagangan%20manusiasentrahamfeb28.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2009.

4 4 ini tidak sebanyak data perdagangan manusia yang korbannya adalah wanita dan anak-anak. 5 Berdasarkan hal-hal tersebut maka data tentang perdagangan manusia di Indonesia harus didasarkan pada kriteria atau bentuk dari perdagangan manusia itu sendiri. Beberapa bentuk perdagangan manusia dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan beberapa bentuk yang telah terjadi meliputi: 6 1. Perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan sebagai pembantu rumah tangga atau pekerja domestik 2. Perdagangan perempuan dan anak sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan atau tempat usaha lain 3. Perdagangan perempuan dan anak sebagai pekerja seks 4. Perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan untuk industri pornografi dengan dalih menjadi model iklan, artis atau penyanyi 5. Eksploitasi manusia untuk dipekerjakan sebagai pengedar obat terlarang dengan terlebih dahulu menjadikan korban dalam keadaan ketergantungan obat terlarang 6. Buruh Migran 7. Perempuan yang dikontrak untuk perkawinan guna mendapatkan keturunan 8. Perdagangan bayi 9. Perdagangan anak dengan tujuan dipekerjakan di Jermal 10. Eksploitasi anak sebagai pengemis. 5 Ibid. 6 Ibid.

5 5 Dari kasus-kasus yang ditemui, perdagangan perempuan bukan saja terbatas pada prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga meliputi bentuk-bentuk eksploitasi, kerja paksa dan praktek seperti perbudakan di beberapa wilayah dalam sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan. Sebagian besar kasus yang terjadi di Indonesia adalah pola perdagangan perempuan untuk prostitusi paksaan (enforced prostitution) atau perdagangan seks yang disertai kekerasan seksual. Ekonomi menjadi alasan utama dalam isu perdagangan perempuan karena alasan yang dinyatakan oleh sebagian besar korban sehingga terjerat dalam perdagangan manusia adalah dalam rangka mencari pekerjaan. 7 Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk di dalamnya negara Indonesia. Perdagangan terhadap manusia meskipun sebagian kasus sudah sedemikian akrab terjadi dimasyarakat, namun secara terminologis tampaknya belum banyak dipahami orang. 8 Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat terbatas, hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh di dalam masyarakat mengenai trafficking masih rendah. Isu perdagangan anak dan perempuan mulai menarik perhatian banyak pihak di Indonesia tatkala ESCAP (Komite Sosial Ekonomi PBB untuk Wilayah Asia-Pasifik) mengeluarkan pernyataan yang menempatkan Indonesia bersama 22 negara lain pada peringkat ketiga atau terendah di dalam merespon isu ini. 9 data 7 Ibid. 8 M. Zaelani Tammaka Menuju Jurnalisme Berperikemanusiaan Kasus Trafficking dalam Liputan Media di Jawa Tengah dan DIY. Surakarta: Aji Surakarta. Hal Ibid, hal 21.

6 6 yang dimiliki Bareskrim Mabes Polri pada tahun 2002, kasus trafficking yang disidik kepolisian mencapai 155 kasus, tahun 2003 sebanyak 125 kasus 10, tahun 2004 sebanyak 76 kasus, tahun 2005 tercatat sebanyak 71 kasus, tahun 2006 meningkat menjadi 84 kasus, tahun 2007 sebanyak 177 kasus, tahun 2008 sebanyak 199 kasus. Pada 2007, tercatat 88 kasus telah diproses di pengadilan. Para pelaku diganjar hukuman rata-rata hanya empat sampai lima tahun. Sedangkan pada 2008, 74 kasus telah selesai divonis hakim. Di luar itu mungkin ada kasus-kasus perdagangan manusia yang dicatat oleh LSM dan organisasi masyarakat lainnya namun tidak diteruskan ke pihak yang berwajib karena korban atau keluarganya menganggap cukup diselesaikan di antara mereka saja. Karena itu, jumlah kasus perdagangan orang yang dilaporkan tersebut sangat sulit untuk dijadikan bahan analisa apakah benar-benar terjadi penurunan kasus selama tahuntahun terakhir. 11 Data International Organization for Migration (IOM) menunjukan bahwa pada 2005 dan 2007 (Data rilis April 2008), IOM telah memulangkan orang korban trafficking di dalam maupun luar negeri, antara lain Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi, Japan, Kuwait, Syria, Taiwan dan Jordan. Dari korban tersebut, lima orang adalah bayi, 801 anak, dewasa dan sebagian besar korban (88,9 persen) adalah perempuan. Jumlah korban tersebar pada lima 10 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking In Persons) Di Indonesia Tahun , dalam /pdf/deputi3/human_trafficking_ind.pdf, diakses tanggal 15 Oktober Iskandar Zulkarnaen, Perbudakan Era Modern Masih Mengintai, dalam diakses tanggal 26 Desember 2010.

7 7 lokasi besar, yakni Propinsi Kalimantan Barat (707 korban), Jawa barat (650), Jawa Timur (384), Jawa Tengah (340) dan Nusa Tenggara Barat (217). 12 IOM memperkirakan bahwa meskipun belum ada data valid namun kenyataannya laporan kasus trafficking dari WNI di sejumlah negara cenderung terus meningkat. Lihat saja berdasarkan data IOM menunjukan bahwa selama Maret 2005 hingga Juli 2006 tercatat sebanyak WNI telah menjadi korban bisnis perdagangan orang. 13 Tindak pidana perdagangan manusia kini cenderung dilakukan secara terorganisir, dengan melibatkan aktor pelaku seperti perantara, perekrut, mucikari, pemilik rumah bordil dan sindikat kriminal. Keberadaan sindikat kejahatan terorganisir ini sangat sulit diungkap oleh pihak berwajib karena biasanya kegiatan perdagangan manusia memakai kedok aktivitas lain. Komnas Perempuan mencatat pula bahwa kaum perempuan dan anak-anak, terutama mereka yang hidup dalam kemiskinan, adalah kelompok yang paling rentan diperdagangkan. Indonesia bukan sekedar penyumbang tetapi juga tempat transit dan juga tujuan perdagangan manusia. Selain dijual ke luar negeri, ada juga kasus perdagangan manusia lintas provinsi, menjual perempuan untuk dijadikan pekerja seks paksa di lokasi industri pariwisata di Indonesia. 14 Menyimak pemahaman diatas maka proses perdagangan manusia selama ini tidak bisa lepas dari mereka yang berada di lingkungan calon korban. Apakah 12 Ibid. 13 Ibid. 14 Seruan KWI Perihal Penghentian Praktik-Praktik Perdagangan Manusia, dalam diakses Tanggal 11 Maret 2010.

8 8 mereka orang tua yang terpaksa merelakan anaknya bekerja di luar daerahnya atau luar negeri melalui calo, atau PJTKI yang ilegal yang pada akhirnya berada dalam situasi pemaksaan kehendak. Lebih tegas perdagangan manusia tidak selalu bertujuan untuk eksploitasi seksual, namun juga dalam bentuk yang lain karena sesungguhnya eksploitasi seksual lebih banyak dikaitkan dengan dunia prostitusi. Sementara eksploitasi dalam aktivitas yang lain acapkali terjadi, seperti bekerja di luar batas kemampuan seseorang atau kerja paksa RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diangkat penulis adalah Bagaimanakah Implikasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Pemberantasan Perdagangan Manusia Di Indonesia Dilaksanakan? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui kebijakan luar negeri indonesia dalam pemberantasan perdagangan manusia di Indonesia. 2. Untuk mengetahui implikasi dari kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam pemberantasan perdagangan manusia di Indonesia. 15 Perdagangan Orang, dalam diakses tanggal 15 oktober 2009.

9 9 1.4 KAJIAN PUSTAKA Bagian ini berisi tentang beberapa kajian dari peneliti sebelumnya yang memiliki kesamaan atau kedekatan wilayah bahasan dengan topik yang sedang di analisa oleh penulis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lindra Darnela mahasiswa Fakultas Syari ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul Trafficking in Women sebagai Akibat Tidak Terpenuhinya Hak-hak Dasar: Suatu Tinjauan Hukum Internasional. 16 Disebutkan bahwa dengan adanya faktor-faktor yang menyebabkan trafficking maka pemerintah Indonesia belum sepenuhnya mampu melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap terjadinya trafficking bagi perempuan dan anak. Hal ini juga menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu melakukan pemenuhan hukum-hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, juga banyak peraturan nasional di Indonesia sendiri yang tidak terpenuhi. Yeyen Rismiyanti dalam penelitiannya tentang Harmonisasi Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Perempuan Dan Anak Berdasarkan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Woman and Children sebagai protokol tambahan konvensi TOC (Transnational Organized Crime) dengan Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 17, 16 Lindra Darnela, Trafficking in Women sebagai Akibat Tidak Terpenuhinya Hak-hak Dasar: Suatu Tinjauan Hukum Internasional, dalam /Trafficking %20in%20Women%20sebagai%20Akibat%20Tidak%20Terpenuhinya%20Hak.pdf, diakses tanggal 15 oktober Yeyen Rismiyanti, Harmonisasi Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Perempuan Dan Anak Berdasarkan Protocol to Prevent, Suppress and

10 10 menyebutkan bertambah maraknya masalah perdagangan perempuan dan anak di berbagai negara, terutama negara-negara berkembang telah menjadi perhatian masyarakat internasional terutama perserikatan bangsa-bangsa, Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking in Persons, Especially Women And Children, yang selanjutnya disebut sebagai Protokol Trafficking adalah salah satu protocol tambahan dari Konvensi TOC (Transnational Organized Crime) yang dihasilkan oleh PBB dan merupakan instrument internasional yang sangat membantu dalam pencegahan dan memerangi kejahatan perdagangan orang, khususnya perdagangan perempuan dan anak. Pemerintah Indonesia telah ikut menandatangani serta meratifikasi Konvensi berserta protocol tambahannya tersebut dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, sedangkan Undangundang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) merupakan undang-undang yang di bentuk beberapa tahun sebelum Indonesia meratifikasi ketentuan internasional tersebut, dengan demikian maka perlu adanya harmonisasi antara ketentuan hukum internasional dengan ketentuan yang ada di hukum nasional Indonesia dengan tetap menyesuaikan dan memperhatikan isi dari ketentuan hukum nasional Indonesia. Punish Trafficking in Persons, Especially Woman and Children sebagai protokol tambahan konvensi TOC (Transnational Organized Crime) dengan Undang Undang Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dalam content/uploads/2009/07/harmonisasi-pengaturan-perlindungan-hukum- TERHADAP-KORBAN-TINDAK-PIDANA-PERDAGANGAN-PEREMPUAN-DAN-ANAK- BERDASARKAN-PROTOCOL-TO-PREVENT-SUPPRESS-AND-PUNISH-TRAFFICKING- IN-PERSONS-ESPECIALLY-WOMEN-AND-CHILDREN.pdf, diakses tanggal 9 April 2010.

11 11 Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti pengertian perdagangan orang, tujuan, dan bentukbentuk perlindungan yang diberikan sudah mencakup atau mengadopsi isi dari ketentuan pengaturan yang terdapat dalam protocol trafficking, hal ini karena meskipun Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO dibentuk sebelum Indonesia meratifikasi Protokol tersebut dengan Undangundang No. 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, namun Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan wujud komitmen Indonesia dalam melaksanakan Protocol Trafficking yang bertujuan mencegah, memberantas dan menghukum perdagangan orang khusus perdagangan perempuan dan anak, yang sebelumnya ditandatangani pada waktu Protocol Trafficking tersebut dibentuk di Palermo Italia pada tahun 2000, perbedaan kedua sistem hukum tersebut hanya pada lingkup berlakunya, dimana ketentuan dalam Undang-undang N0. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO wilayah cakupannya lebih sempit dibanding dengan Protokol Trafficking yang merupakan ketentuan Internasional yang mengatur mengenai perdagangan orang pada umumnya dan perdagangan perempuan dan anak pada khususnya secara universal. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Dr. Yusnar Yusuf, MS tentang Perdagangan Manusia (Trafficking) di Sempadan Indonesia : Executive

12 12 Summary 18 menyebutkan sepanjang tahun 2001 saja ada sekitar orang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri telah menjadi korban trafficking. Menurut data yang dilansir oleh The Emancipation Network pada rubrik About Slavery and Human Trafficking (2008), ada 27 juta orang di dunia yang menjadi korban trafficking, dimana 50% berusia dibawah 18 tahun. Lebih lanjut dikatakan bahwa menurut estimasi UNICEF, ada satu juta anak setiap tahunnya menjadi korban trafficking yang dipaksa menjadi pelacur. Sementara lembaga swadaya masyarakat di Indonenesia memperkirakan buruh migran yang bekerja di luar negeri mencapai 1,4 juta hingga 2,1 juta orang, termasuk yang tidak terdokumentasikan. Menunjukkan betapa besarnya potensi perdagangan manusia yang mengancam mengorbankan anak bangsa ini. Dari beberapa sumber di atas, maka penulis ingin mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai implikasi kebijakan politik luar negeri indonesia dalam pemberantasan perdagangan manusia di Indonesia. 1.5 KERANGKA TEORITIS Untuk menjelaskan dan menganalisa permasalahan yang telah dikemukakan, maka sangat diperlukan kerangka dasar teori atau konsep. Teori atau konsep ini sangat berguna dalam menjelaskan fenomena yang di amati dan juga akan sangat membantu dalam pembuatan sebuah keputusan praktis. 18 Yusnar Yusuf, Perdagangan Manusia (Trafficking) di Sempadan Indonesia : Executive Summary, dalam mod= artikel&sub=artikel&act= detail&id=22, diakses tanggal 9 April 2010.

13 13 Selain teori, untuk menjelaskan sebuah karya ilmiah juga diperlukan konsep. Konsep sendiri mempunyai definisi yaitu merupakan suatu rangkaian kata yang dapat digunakan untuk menerangkan sesuatu secara tapat sehingga orang lain dapat memahami apa yang dimaksudkan. 19 Di dalam sebuah karya ilmiah, penulis dapat menggunakan satu konsep atau lebih yang dapat saling mendukung untuk menerangkan permasalahan yang di angkat Konsep Kebijakan Luar Negeri Kebijakan luar negeri merupakan instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah suatu negara berdaulat untuk menjalin hubungan dengan aktor-aktor lain dalam politik dunia demi mencapai tujuan nasionalnya. Tidak semua tujuan negara dapat dicapai didalam negeri. Karena itu suatu negara harus menjalin hubungan dengan dengan negara atau aktor-aktor lain dalam sistem internasional. Politik internasional atau politik dunia merupakan hasil interaksi antara minimal dua negara melalui politik luar negerinya masing-masing. Perbedaan politik luar negeri dengan politik internasional terletak di dalam kata kunci untuk kedua pokok bahasan tersebut. Kebijakan luar negeri menekankan aksi atau tindakan atau kebijakan suatu negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam rangka memperjuangkan atau mempertahankan kepentingan nasionalnya. Sedangkan politik internasional atau politik global menggunakan kata kunci interaksi karena mempertemukan minimal dua aktor yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Ditengah dunia yang dicirikan oleh interdependensi yang semakin intensif 19 Coplin, D. W. dan Marbun, M Pengantar Politik Internasional. Bandung: Sinar Baru. Hal. 8.

14 14 politik luar negari menjadi instrumen utama setiap pemerintah untuk memanfaatkan setiap peluang pencapaian tujuan-tujuan nasional di lingkungan eksternalnya serta mengatasi atau mengurangi kendala atau hambatan pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Kebijakan luar negeri juga mencerminkan nilai-nilai dasar yang dianut oleh suatu negara dalam interaksinya dengan aktor lain karena nilainilai tersebut menjadi pedoman perilaku dalam hubungan internasional. 20 Studi kebijakan luar negeri sesungguhnya mencakup bidang yang sangat luas karena berbagai aspek dari kebijakan atau tindakan suatu negara dibahas secara sistemis dan kritis untuk mengetahui bagaimana negara tersebut mencapai tujuan-tujuan nasionalnya di lingkungan eksternal. Selain membahas tujuan kebijakan luar negeri studi ini juga mempelajari orientasi, strategi dan implementasi kebijakan luar negeri. Karena realitas hubungan internasional yang sangat kompleks maka kita membutuhkan teori atau model untuk menjelaskan mengapa suatu negara melakukan tindakan tertentu. 21 Penggunaan konsep kebijakan luar negeri dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata foreign policy yang juga sering diartikan sebagai kebijakan luar negeri untuk membedakannya dari kebijakan dalam negeri (domestic policy). Sudah banyak buku yang ditulis untuk membahas konsep dan teori tentang kebijakan luar negeri dan pada umumnya setiap penulis memulai pembahasannya dengan menguraikan kemunculan negara bangsa (nation-state) sebagai aktor yang menghasilkan kebijakan luar negeri. Dasar pemikirannya adalah kebijakan luar negeri selalu terkait dengan upaya setiap negara untuk 20 Aleksius Jemadu Politik Global dalam Teori dan Praktik. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal Ibid. Hal. 62.

15 15 mempertahankan eksistensinya ditengah pergaulan internasional dengan memanfaatkan instrumen kebijakan yang tersedia baginya. Negara berkembang seperti Indonesia misalnya, senantiasa mengaitkan kebijakan luar negerinya dengan tiga persoalan mendasar yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan lembaga kenegaraan atau state-building (termasuk keamanan internal dan eksternal) dan pembangunan kebangsaan (nation-building). Reaksi negara berkembang terhadap berbagai isu global bisa dikaitkan dengan salah satu tiga agenda besar Konsep Transnasional Crime Konsep transnasional crime merupakan konsep yang bersifat dinamis karena konsep ini berjalan seiring dengan perkembangan berbagai bidang teknologi. Konsep ini lebih berkonsentrasi sebagai analisator dari kejahatan transnasional terorganisasi (Transnational Organized Crime/TOC) yang bersifat global. Secara konsep, TOC merupakan tindak pidana atau kejahatan yang malintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara internasional pada era tahun 1990-an dalam pertemuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang membahas tentang pencegahan kejahatan. Globalisasi dan interdependensi ekonomi suatu negara dengan negara lain yang semakin kompleks dewasa ini akan mendorong terciptanya kesetaraan kesejahteraan internasional dalam bidang ekonomi dan kemajuan peradaban. Seiring dengan berkembangnya bidang komunikasi, teknologi dan transportasi sebagai instrument dalam era global telah 22 Ibid. Hal. 63.

16 16 membuat seorang individu yang tercatat sebagai warga negara tertentu, barang dan jasa ataupun kelompok, baik yang terorganisasi maupun tidak untuk berpindah dan bepergian keluar masuk ke negara lain menjadi lebih mudah seolah mengaburkan batas-batas negara. Namun, globalisasi pada kenyataannya tidak hanya membawa dampak positif saja, globalisasi yang bersifat out of control juga dapat membawa implikasi berupa dampak negatif yang pada kelanjutannya dapat mengakibatkan kemunculan TOC. 23 Pengertian transnational sendiri meliputi: Dilakukan di lebih dari satu negara 2. Adanya persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengawasan yang di lakukan di negara lain. 3. Melibatkan organized criminal group (OCG) dimana kejahatan di lakukan di lebih satu negara. 4. Berdampak serius pada negara lain. Organized criminal group (OCG) memiliki karakteristik yaitu: Memiliki struktur grup. 2. Terdiri dari 3 orang atau lebih. 3. Dibentuk untuk jangka waktu tertentu. 4. Tujuan dari kejahatan adalah melakukan kejahatan serius atau kejahatan yang diatur dalam konvensi. 5. Bertujuan mendapatkan uang atau keuntungan material lainnya. 23 Saifudz Anan Asyfuri Kejahatan Transnasional Dalam Kasus Trafiking Di Batam. Skripsi. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Jember: Universitas Jember. Hal Ibid, hal Ibid, hal 11.

17 17 TOC adalah kejahatan yang harus memiliki elemen-elemen sebagai berikut: Lintas batas, baik yang dilakukan oleh orang (penjahat kriminal, buronan atau mereka yang sedang melakukan kejahatan atau korban seperti dalam kasus penyelundupan manusia), atau oleh benda (senjata api, seperti saat teroris memasukkan senjata kedalam pesawat sebelum lepas landas, uang yang akan digunakan dalam kejahatan money laundering, benda-benda yang digunakan dalam kejahatan seperti obat-obatan terlarang), atau oleh niatan kriminal (seperti penipuan melalui komputer). 2. Pengakuan internasional terhadap sebuah bentuk kejahatan. Pada tataran nasional, sebuah tindakan anti sosial, baru bisa dikatakan sebagai tindakan kriminal apabila sudah terdapat aturan hukum tertulis yang mengaturnya. Sedangkan pada tataran internasional, sebuah tindakan dapat dikatakan sebagai tindakan kriminal apabila dianggap demikian oleh minimal dua Negara. Pengakuan ini dapat berasal dari konvensi internasional, perjanjian ekstradisi atau adanya kesamaan hukum nasional dua negara atau lebih. Terlepas dari organized atau tidaknya sebuah kejahatan transnasional ini, mereka kemudian melakukan aksi, interaksi dan kerjasama dengan sesama OCG atau dengan individu atau dengan aparat negara tertentu untuk mendapatkan dukungan, dana dan perijinan. Kelebihan dari TOC yang membuatnya sangat sulit untuk dilacak adalah jika kelompok tersebut sudah berpindah dari satu negara ke 26 Ibid.

18 18 negara yang lain, maka hukum suatu negara tidak dapat menembus hukum negara lain. Hal ini dikarenakan TOC merupakan suatu konsep kriminologi atau sosiologi dan bukan konsep yuridis. 27 TOC merupakan sebuah organisasi kejahatan yang memiliki dua pola gabungan khusus yaitu pola yang bercorak intererconnected but independent network of entities dan pola Rhizome. Pola bercorak intererconnected but independent network of entities berarti bahwa TOC mempunyai sindikat atau kelompok-kelompok (groups) yang berkaitan dan merupakan jaringan, tetapi masing-masing sindikat atau kelompok mempunyai lagi jaringan independen. Sedangkan pola Rhizome (tanaman yang merambat dari tanah secara terus menerus dengan akar dan daunnya yang menjalar kemana-mana) mempunyai kecenderungan untuk mengikuti proses globalisasi terutama di bidang ekonomi karena TOC berorientasi untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itulah, TOC mempunyai jaringan yang luas (global), infrastruktur komunikasi dan hubungan-hubungan internasional dalam kegiatan kejahatannya. 28 Menurut Louise Shelley, TOC memiliki persamaan dengan Trans-National Corporation (TNC) dan Multi-National Corporation (MNC) meskipun dalam bentuk sebaliknya. Persamaan yang dimaksud oleh Shelley adalah bahwa TOC dapat menjadi dominant economic and political forces yang dapat mengatur kebijakan-kebijakan sebuah negara. Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan oleh TNC dan MNC melalui jalur-jalur politik dalam negeri mereka. Dengan adanya dominasi di bidang ekonomi dan politik tersebut, maka TOC dapat 27 Ibid. 28 Ibid.

19 19 memberikan dampak ketidakstabilan negara tertentu bahkan kepada negara dengan perekonomian yang kuat sekalipun. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai pengaruh yang kuat di ranah legislatif sebuah negara dengan melakukan lobi-lobi atau penipuan kepada pejabat negara, hakim, jaksa dan polisi dalam rangka terciptanya sebuah kebijakan atau regulasi yang menguntungkan bagi kegiatan kejahatan mereka. 29 Pada prinsipnya, kejahatan transnasional tidak menganggap negara sebagai aktor tunggal. Bahkan mereka cenderung berusaha untuk meruntuhkan peran atau dominasi negara dan mengancam konsep negara kesatuan yang berdasarkan nation state. 30 Hal ini dikarenakan aksi, interaksi, perilaku, karakter dan orientasi TOC yang bersifat borderless yang bahkan dapat melebihi sebuah negara itu sendiri. Secara global, munculnya persoalan kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia (human trafficking), peredaran narkoba (drug - trafficking), penyelundupan kayu (illegal logging), aksi-aksi pembajakan, kejahatan internet (cyber crime), terorisme, pencucian uang (money laundering), penyelundupan senjata, dan aneka kejahatan ekonomi internasonal lainnya, hakikatnya merupakan rentetan dari laju globalisasi. 31 Kaitannya dengan masalah yang diangkat penulis tentang Implikasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dalam Pemberantasan Perdagangan 29 Ibid, hal Rozi, R. F Komunikasi Massa dan Globalisasi Media Dalam Konstelasi Transnasionalisme Dunia. Skripsi. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Jember: Universitas Jember. Hal Andi Purwono, Kejahatan Transnasional dan Human Security, Suara Merdeka Rabu, 19 April 2006, dalam diakses tanggal 20 januari 2010.

20 20 Manusia Di Indonesia, adalah sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia tidak bisa lepas dari kejahatan transnasional khususnya perdagangan manusia. Laju globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi yang pesat menyebabkan hubungan antar bangsa, antar masyarakat dan antar individu semakin dekat, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga tercipta suatu dunia tanpa batas (borderless world). 1.6 METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Upaya pembatasan masalah ini dimaksudkan agar disamping penulis dapat tetap terfokuskan perhatiannya, juga membantu penulis dalam melakukan analisis data. Sebagai pembatasan dalam materi atau topik hanya membahas pada Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Pemberantasan Perdagangan Manusia Di Indonesia. Kemudian batasan waktu ditentukan dari Tahun 2002 setelah diberlakukannya Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A) sampai Tahun 2008 pasca terbentuknya Undang-undang no.21 tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tingkat Analisa Sebagai sebuah disiplin dalam ilmu hubungan internasional, maka penulis dituntut untuk mampu mendeskripsikan, menjelaskan dan meramalkan fenomena internasional yang terjadi. Untuk mampu melakukan hal-hal tersebut, penulis

21 21 dituntut untuk mampu memberikan analisa yang tajam dan tepat, dimana salah satu kunci keberhasilannya adalah ketepatan menentukan tingkat analisa ( level of analysis) yang akan digunakan dalam memahami fenomena sosial yang terjadi. Dalam proses memilih tingkat analisa, penulis menetapkan unit analisa yaitu perilaku hendak kita deskripsikan, jelaskan, dan ramalkan. Karena itu disebut variabel dependen dan unit eksplanasi yang nantinya berdampak terhadap unit analisa yang hendak diamati yang disebut sebagai variabel independen. Dari uraian diatas, dalam judul Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Pemberantasan Perdagangan Manusia Di Indonesia, variabel dependen adalah kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam pemberantasan perdagangan manusia. Adapun variabel independen disini adalah perdagangan manusia di Indonesia Metode Pengumpulan Bahan Dalam pengumpulan bahan yang diperlukan, penulis menggunakan metode studi kepustakaan. Hal ini dilakukan dengan identifikasi literatur buku, peraturan perundang-undangan, dan literatur lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Menurut Soerjono Soekanto, studi kepustakaan adalah studi dokumen yang merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan atas data tertulis. Dalam hal ini, peneliti membaca, mempelajari, dan mengkaji dari berbagai buku atau literatur, dokumen, jurnal, internet, kliping maupun informasi

22 22 dari media cetak lainnya yang relevan dengan masalah-masalah yang diamati Metode Analisis Teknik analisis adalah tahap yang penting dalam menentukan suatu penelitian. Analisis dalam suatu penelitian adalah menguraikan atau memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan bahan yang diperoleh kemudian diolah ke dalam pokok permasalahan yang diajukan terhadap penelitian yang bersifat deskriptif. 33 Bahan yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik data deskriptif kualitatif, yakni dengan memberikan interpretasi terhadap bahan yang diperoleh secara rasional dan obyektif, kemudian menggambarkan hubungan antara variabel lain yang diteliti agar dapat menggambarkan fenomena tertentu secara lebih konkrit dan terperinci. 1.7 Sistematika Penulisan Bab 1, Berisi tentang pendahuluan, kajian pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam pendahuluan terdiri dari latar belakang mengenai masalah trafficking dalam kajian hubungan internasional dan mengapa permasalahan tersebut penting untuk diteliti. Kajian pustaka memuat tentang penelitian terdahulu sebagai acuan bagi penulis agar tidak terjadi plagiatisme. Kemudian, kerangka teoritis dimaksudkan sebagai pernyataan posisi metodelogis dan paradikmatik dari topik yang dipilih dalam konstruksi keilmuan 32 Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Hal Heribertus Sutopo Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Puslitbang UNS. Hal. 8.

23 23 hubungan internasional. Metode penelitian memuat bagaimana cara memperoleh bahan, jenis bahan, dan analisis, dan terakhir adalah sistematika penulisan. Bab II, Berisi penjelasan mengenai Kebijakan Luar Negeri Indonesia Melalui Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Trafficking, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Melalui Kerjasama Regional ASEAN Mengatasi Masalah Trafficking, dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam Mengatasi Masalah Trafficking dengan Malaysia. Bab III, berupa hasil penelitian yang akan menjawab perumusan masalah yang diuraikan secara terperinci mengenai Implikasi dari Politik Luar Negeri Indonesia dalam Mengatasi Masalah Trafficking di Indonesia. Dalam bab IV, penulis memuat kesimpulan atas permasalahan yang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (PTPPO) DAN EKSPLOITASI

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA HUMAN TRAFFICKING PENERAPAN PANCASILA KE-1 DISUSUN OLEH : ANANG EDI KUSNANTO 11.11.4753 S1-TI.02 KELOMPOK C DRs.TAHAJUDDIN SUDIBYO STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA HUMAN TAFFICKING

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.984, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Pencegahan. Penanganan. Perdagangan Orang. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014 KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) REGIONAL AUTHORITY IN COMBATING TRAFFICKING IN PERSONS 1 Oleh : Jurista C. I. Oroh 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin berkembangnya peradaban masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang berkepanjangan mempengaruhi berbagai segi kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupnn di perdesaan khususnya di pedesaan sangat dirasakan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu di antaranya adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu di antaranya adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak (trafficking in persons

Lebih terperinci

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 Dalam perkembangan pergaulan internasional saat ini, tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trafficking merupakan sebuah istilah yang belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun demikian, istilah ini telah melekat dan menjadi

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL * Oleh Adi Suhendra Purba T. ** Putu Tuni Cakabawa Landra

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA ORANG A. Latar Belakang UU RI No. 21 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan anak-anak merupakan cerminan kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

Lebih terperinci

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum.

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum. HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum. HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Bassiouni (1986): suatu hasil pertemuan pemikiran dua disiplin hukum yang muncul dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi namun sulit untuk dideteksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1 BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU A. Latar Belakang Masalah Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT,

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang a. bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang itu sendiri merupakan fenomena kejahatan terorganisir Internasional yang memiliki daya

I. PENDAHULUAN. orang itu sendiri merupakan fenomena kejahatan terorganisir Internasional yang memiliki daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) khususnya perempuan dan anak, serta eksploitasi seksual anak dan remaja merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Perdagangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005

Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005 Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan RUU Prioritas Tahun 2005 No. Prioritas RUU Tahun 2005 1. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. RUU tentang Lembaga Kepresidenan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1 Abstraksi Perdagangan manusia di Indonesia merupakan suatu fenomena yang luar biasa

Lebih terperinci

Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip

Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip BAB IV KESIMPULAN Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terja di namun sulit untuk dideteksi. Kejahatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harkat dan martabat manusia merupakan sesuatu yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara. Kewajiban negara untuk menghormati, menjunjung tinggi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis Ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat teruma negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu dampaknya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA Valeska Liviani Priadi ABSTRAKSI Adanya dominasi ideologi patriarki telah melahirkan

Lebih terperinci

Transnational Organized Crime

Transnational Organized Crime WILDLIFE CRIME Sebagai Salah Satu Bentuk Kejahatan Transnasional Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Transnational Organized Crime Terorisme Penyelundupan senjata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INDONESIA RAPAT KOORDINASI BADAN LEGISLASI DPR-RI DAN PEMERINTAH TENTANG EVALUASI PRIORITAS RUU TAHUN 2005 Jakarta, 21 September 2005 Pimpinan dan Anggota Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah :

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah : BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling hakiki karena didalam diri setiap manusia melekat hak-hak asasi sesuai dengan kemulian, harkat dan martabat yang harus dilindungi

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

SALINAN. c.bahwa... melaksanakan hubungan dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

SALINAN. c.bahwa... melaksanakan hubungan dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas tindak pidana SALINAN PRES I DEN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSOJV$ ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.935, 2016 KEMENKO-PMK. RAN PTPDO. Tahun 2015-2019. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D 101 08 308 ABSTRAK Perdagangan manusia umumnya terjadi pada kelompok rentan,

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY Kode/Nama Rumpun Ilmu : 596/ILMU HUKUM ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY POLITIK KRIMINAL TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KABUPATEN JEMBER ROSALIND ANGEL FANGGI, S.H., M.H.

Lebih terperinci

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menyebutkan bahwa : Perdagangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dengan diratifikasinya konvensi Transnational Orgainized Crime oleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dengan diratifikasinya konvensi Transnational Orgainized Crime oleh 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dengan diratifikasinya konvensi Transnational Orgainized Crime oleh indonesia dalam bentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan United Nations

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.2/April/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.2/April/2015 FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SULAWESI UTARA DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN ORANG 1 Oleh : Elvira M. Dapu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.149, 2012 PENGESAHAN. Protokol. Hak-Hak. Anak. Penjualan. Prostitusi. Pornografi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5330) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci