PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD"

Transkripsi

1 PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN RISNA HAIRANI SITOMPUL. D Pertumbuhan dan Konversi Pakan Ulat Tepung (Tenebrio molitor L.) pada Kombinasi Pakan Komersial dengan Dedak padi, Onggok dan Pollard. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C. H. Siregar, MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Ir Pollung H. Siagian, MS. Ulat tepung yang merupakan larva dari kumbang Tenebrio molitor L. dibudidayakan karena dipandang memiliki nilai ekonomis. Penyediaan berbagai jenis pakan yang sekaligus merupakan media hidupnya. Penggunaan bahan makanan yang murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan selalu tersedia merupakan salah satu target utama dalam suatu usaha peternakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara memanfaatkan limbah industri pertanian berbentuk tepung seperti dedak padi, onggok atau pollard (dedak gandum). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan dan konversi pakan ulat tepung (T. molitor L.) yang diberi kombinasi pakan 25% pakan komersial dan 75% dedak padi, onggok atau pollard. Mortalitas juga dilihat untuk mengetahui adaptasi ulat tepung terhadap pakan atau media hidup. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 September sampai dengan 29 Nopember 2004 di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi yang digunakan sebanyak ulat berumur hari dan dibagi kedalam 15 insektarium. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tiap insektarium terdapat 75 larva yang diberi perlakuan yang sama, sehingga terdapat lima ulangan pada ketiga perlakuan yaitu KD (25% pakan komersial + 75% dedak padi), KO (25% pakan komersial + 75% onggok) dan KP (25% pakan komersial + 75% pollard). Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan panjang badan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan mortalitas. Pengamatan semua peubah dilakukan setiap 10 hari selama 40 hari masa pemeliharaan ulat tepung. Data dari peubah-peubah yang diamati dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Pertambahan panjang badan dan pertambahan bobot badan pada konversi ulat yang mendapat pakan KO dan KP lebih baik daripada KD. Ulat yang mendapat pakan KO lebih banyak berubah menjadi pupa (25 dibanding 20 dan 12 pupa). Mortalitas ulat yang mendapat pakan KD lebih tinggi daripada KO dan KP. Perlu diteliti tingkat energi dan protein yang dibutuhkan pada awal dan akhir tahap larva. Kata-kata kunci: pertumbuhan, ulat tepung (Tenebrio molitor L.), dedak padi, pollard. onggok,

3 ABSTRACT Growth and Feed Convertion of Mealworm (Tenebrio molitor L.) to Combination Commercial Feed with Rice bran, Onggok and Pollard Sitompul, R. H., H. C. H. Siregar and P. H. Siagian Yellow mealworm is the larva stage of Tenebrio molitor L. beetle. Now a days, yellow mealworm are reared because of its living media, but larva growth and feed convertion of each living media are known yet. The research which was do from 1 st September up to 29 th Nopember 2004 at Ruminants and Prospective Animal Division, Departemen of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Science, Bogor Agriculture University aimed to compare the performance of yellow mealworm (T. molitor L.) on 25% commercial feed and 75% rice bran, tapioca by product (onggok) and pollard. This experiment use larva, aged days old and were devided into 15 insectariums as experiment units. Every five insectariums were given different feed as well as living media : KD (25% commercial feed + 75% rice bran), KO (25% commercial feed + 25% onggok) and KP (25% commercial feed + 75% pollard). Completely Randomized Design was used as the experimental design with three treatments and five replications for each treatment. The observed variables were feed consumption, body length gain, body weight gain, feed convertion, and mortality. The obtained data were analized by Analysis of Variance (ANOVA) and tested with Duncan Multiple Range Test. The result showed that KO induced more amount pupa stage than KD and KP (25 in KO compare to 12 and 20 in KD and KP). Mortality got feed KD higher than KO and KP. Further investigation on energy and protein level at early and late larva stage are needed. Keywords : growth, mealworm (Tenebrio molitor L.), rice bran, onggok, pollard

4 PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Oleh : RISNA HAIRANI SITOMPUL D PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 Judul Nama NRP : PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD : Risna Hairani Sitompul : D Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Ir. Hotnida C. H. Siregar, MSi) (Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS) NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. Ronny R. Noor, M. Rur. Sc) NIP Tanggal Lulus : 27 Januari 2006

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1983 di Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayah H. Ahmad Zufri Sitompul dan Ibu Hj. Deliana Siregar. Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Negeri 21 Padangsidimpuan, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTP NEGERI 2 Padangsidimpuan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMU NEGERI 3 Padangsidimpuan. Pada tahun 2001 Penulis masuk IPB melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Penelitian tentang ulat tepung (Tenebrio molitor L.) masih dirasakan sedikit, sedangkan ulat tepung memiliki nilai ekonomis sebagai pakan maupun pangan dan mudah dibudidayakan, sehingga perlu dilakukan penelitian alternative bahan pakan terutama yang berasal dari limbah pertanian karena harganya lebih murah, tersedia terus menerus, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan pakan tersebut sekaligus sebagai media hidupnya. Skripsi ini memberi informasi tentang pertumbuhan dan konversi pakan ulat tepung (T. molitor L.) yang diberi kombinasi pakan 25% pakan komersial dan 75% dedak padi, onggok dan pollard. Mortalitas juga dilihat untuk mengetahui adaptasi ulat tepung terhadap pakan atau media hidup. Meskipun skripsi ini masih jauh dari sempurna, diharapkan dapat membantu bagi para pembaca dan peminat yang akan memperdalam penelitian budidaya ulat tepung yang ekonomis. Penulis berupaya untuk membandingkan pengaruh perbedaan jenis pakan terhadap pertumbuhan yang optimal pada ulat tepung yang diberi pakan kombinasi KD (25% pakan komersial + 75% dedak padi), KO (25% pakan komersial + 75% onggok) dan KP (25% pakan komersial + 75% pollard). Pertumbuhan ulat yang mendapat pakan KO dan KP lebih baik daripada KD. Ulat yang mendapat pakan KO lebih banyak berubah menjadi pupa dan harga pakan lebih murah daripada KP dan KD Bogor, Februari Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Halaman Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taksonomi, Morfologi dan Habitat... 3 Pertumbuhan... 5 Siklus Hidup... 6 Pakan... 7 Konsumsi dan Konversi Pakan Mortalitas METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pertambahan Panjang Badan Pertambahan Bobot Badan Konversi Pakan Mortalitas KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMAH KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii iv v vi vii viii

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Nutrisi Bahan Makanan Dedak Padi, Onggok, Pollard dan CP Komposisi Zat Makanan dari Bahan Pakan Panjang Badan Ulat Tepung Menurut Perlakuan dengan Umur yang Berbeda Bobot Badan Ulat Tepung Menurut Perlakuan dengan Umur yang Berbeda... 24

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Larva, Kulit Larva setelah Moulting, Pupa dan Kumbang Dewasa Karakteristik Sayap Coleroptera Larva Berumur Satu Minggu, Larva Berumur Enam Minggu, Larva Berumur 12 Minggu, Pupa dan Kumbang Dewasa Siklus Hidup Tenebrio molitor L Wadah Pemeliharaan Bagan Penelitian Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Konsumsi Pakan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Pertambahan Panjang Badan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Konversi Pakan Berdasarkan Pertambahan Panjang Badan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Konversi Pakan Berdasarkan Pertambahan Bobot Badan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda... 27

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam terhadap Konsumsi Pakan Ulat Tepung pada Umur Hari Uji Lanjut Duncan terhadap Konsumsi Pakan Ulat Tepung pada Umur Hari Analisis Ragam terhadap Pertambahan Panjang Badan Ulat Tepung pada Umur Hari Uji Lanjut Duncan terhadap Pertambahan Panjang Badan Ulat Tepung pada Umur Hari Analisis Ragam terhadap Pertambahan Bobot Badan Ulat Tepung pada Umur Hari Uji Lanjut Duncan terhadap Pertambahan Bobot Badan Ulat Tepung pada Umur Hari Analisis Ragam terhadap Konversi Pakan Berdasarkan Pertambahan Bobot Badan Ulat tepung pada umur Hari Uji Lanjut Duncan terhadap Konversi Pakan Berdasarkan Pertambahan Bobot Badan Ulat tepung pada umur Hari Jumlah Ulat, Pupa, dan Kumbang pada Umur Hari Biaya Produksi dari Larva Umur Hari Sampai Pupa dan Kumbang

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Ulat tepung merupakan larva dari kumbang Tenebrio molitor L. yang dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis sebagai pakan maupun pangan dan mudah dibudidayakan. Masalah utama dalam peningkatan produktivitas ulat tepung yaitu pakan yang juga merupakan media hidupnya. Penyediaan pakan yang mampu mendukung pertumbuhan yang cepat merupakan faktor penting yang harus tetap dijaga baik dari segi nutrisinya maupun bentuk fisik. Ulat tepung adalah biasanya hidup di bahan makanan berbentuk tepung. Penggunaan bahan makanan yang murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan selalu tersedia merupakan salah satu target utama dalam suatu usaha peternakan untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan yang optimal. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara memanfaatkan limbah berbentuk tepung dari industri pertanian seperti dedak padi, onggok dan pollard (dedak gandum). Dedak padi adalah limbah proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi oleh manusia. Produksi padi tahun 2004 di Indonesia sangat tinggi mencapai 53,1 juta ton gabah kering giling (GKG) (BPS, 2004) karena masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani terutama penghasil padi yang dapat menghasilkan beras sebagai bahan pangan utama dan hasil sampingan berupa padi yaitu dedak padi giling digunakan sebagai pakan. Dedak padi digolongkan sebagai sumber energi dengan kandungan energi metabolis sekitar kkal/kg, kandungan lemaknya tinggi sebesar 13% dan kandungan serat kasar dedak sebesar 13% atau enam kali lebih besar dibanding kandungan serat kasar jagung kuning. Dedak padi mengandung serat kasar yang tinggi, minyak yang tinggi (6-10%) serta mengandung zat-zat antinurisi seperti phytat. Onggok merupakan limbah dari pengolahan tepung tapioka yang ketersediaan saat ini cukup melimpah. Sebagai limbah, onggok dapat mencemari lingkungan bila tidak dimanfaatkan. Salah satu upaya pemanfaatan limbah onggok adalah sebagai bahan pakan yang mengandung pati dan serat kasar. Pemanfaatan onggok sebagai bahan baku pakan dibatasi oleh rendahnya kandungan protein. Onggok hanya digunakan sebagai energi.

13 Pollard merupakan hasil ikutan dari penggilingan gandum yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai pakan alternatif pengganti jagung. Kandungan zat nutrisi pollard hampir sama dengan jagung dan ini dapat diketahui dari kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 15,1%. Serat kasar pollard merupakan zat antinutrisi yang akan menghambat penggunaan zat nutrisi lainnya dalam tubuh. Dedak padi tidak dapat dipadukan dengan pollard, sebab kandungan serat kasarnya menjadi berlebihan. Selain harga pollard lebih murah dibanding jagung dan ketersediaan pollard juga selalu ada selama penggilingan gandum berjalan. Perumusan Masalah 1. Pakan ulat tepung yang juga merupakan media hidupnya harus mampu mendukung pertumbuhan yang optimal. 2. Alternatif bahan pakan terutama yang berasal dari limbah pertanian perlu diupayakan karena harganya lebih murah, tersedia terus menerus, tidak bersaing dengan manusia serta mencegah pencemaran lingkungan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertumbuhan dan konversi pakan ulat tepung (Tenebrio molitor L.) yang diberi kombinasi pakan 25% konsentrat dan 75% dedak padi, onggok dan pollard. Mortalitas juga dilihat untuk mengetahui adaptasi ulat tepung terhadap pakan atau media hidup.

14 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi, Morfologi dan Habitat Ulat tepung (Tenebrio molitor Linnaeus) mempunyai taksonomi: Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, kelas Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Tenebrionidae, Genus Tenebrio, Species Tenebrio molitor (Frost, 1959). Ordo Coleoptera adalah ordo yang terbesar dari serangga-serangga dan mengandung kira-kira 40% dari jenis yang terkenal yaitu Hexapoda dan famili kelima yang terbesar dari kumbang-kumbang, dengan jenis Amerika Utara yang lebih dari 1000, dan banyak dari anggota-anggotanya adalah serangga-serangga yang umum (Borror et al., 1982). Tenebrionida adalah satu kelompok yang besar dan beragam, tetapi tidak dapat dibedakan oleh tarsus 5-5-4, rongga-rongga koksa tertutup dibelakang, mata biasanya berlekuk, sungut hampir selalu 11 ruas baik sebagai bentuk benang atau merjan, dan lima sterna abdomen yang kelihatan (Borror et al., 1982). Gambar 1. Larva (A), Kulit Larva setelah Moulting (B), Pupa (bagian belakang dan depan) (C) dan Kumbang Dewasa (T. molitor) (D) (Attawer, 2003) Telur T. molitor berbentuk oval dan sangat sulit dilihat dengan ukuran panjangnya 1 mm. Gambar 1 menunjukkan ukuran panjang larva mm, tubuhnya keras dan berwarna kuning kecoklatan. Ukuran pupa panjangnya sekitar 20 mm dan kumbang berwarna hitam mengkilat sekitar mm ( Salem, 2002). Telur serangga-serangga yang berbeda sangat besar variasi penampilannya, kebanyakan telur adalah bulat, oval, atau memanjang. Kebanyakan telur serangga diletakkan dalam satu situasi dan mereka memberikan sejumlah perlindungan, pada waktu menetas akan mempunyai kondisi yang cocok bagi perkembangannya (Borror et

15 al., 1982). Kumbang betina meletakkan telur satu-satu atau dibungkus dengan substansi yang dapat mengeras menjadi masa telur atau didalam suatu kantong yang dikenal sebagai ootheca (Noerdjito, 2003). Bentuk larva kumbang sangat bervariasi, namun pada umumnya mempunyai kepala yang mudah dibedakan dari toraks (Noerdjito, 2003). Larva merupakan bentuk siklus hidup kedua dan mempunyai segmen berwarna coklat kekuning-kuningan pada bagian tubuh (Salem, 2002). Instar-instar awal seperti cacing, dan yang muda pada tahapan ini disebut larva. Instar-instar larva yang berbeda tetapi sama dalam bentuk dan berbeda dalam ukuran (Borror et al., 1982). Mengikuti instar larva terakhir, serangga berganti bentuk menjadi satu tahapan yang disebut dengan pupa. Serangga tidak makan pada waktu pupa dan tidak aktif (Borror et al., 1982), dan dikenal sebagai stadium istirahat, berwarna pucat, mirip mumi kumbang dewasa (Noerdjito, 2003). Pupa kumbang bertipe exarate, artinya dilengkapi dengan anggota tubuh yang bebas, terlihat dari luar, serta tidak berpegang erat pada substrat tempat berkembangnya pupa. Pada fase ini kumbang tidak makan, dan tidak aktif bergerak, tetapi didalam tubuh pupa terjadi perubahan besar organ-organ larva menjadi organ kumbang dewasa (Noerdjito, 2003). Tahap akhir setelah pupa yaitu dewasa. Dewasa pucat warnanya bila serangga muncul pertama kali dari pupa, dan sayap-sayapnya adalah pendek, lunak dan berkerut (Borror et al., 1982). Tubuh kumbang akan mengalami pengerasan (sklerotisasi) yang kuat dan berwarna lebih gelap, biasanya memerlukan waktu dari beberapa jam sampai waktu yang lama tergantung jenisnya (Noerdjito, 2003). Karakteristik sayap pada kumbang T. molitor L. dapat dilihat pada Gambar 2. A B Gambar 2. Karakteristik Sayap Coleoptera : Sayap Depan (A) dan Sayap Belakang (B) (Maddison, 1995)

16 Seperti kebanyakan serangga, kumbang mempunyai dua pasang sayap, pasangan sayap depan tebal seperti kulit keras, disebut elytra, sebagai pelindung. Pada saat istirahat tepi dalam kedua elytra bertemu pada satu garis lurus dipunggung. Pasangan sayap belakang tipis (membraneus), dalam keadaan istirahat terlipat dibawah pasangan sayap depan dipergunakan untuk terbang (Maddison, 1995). Ulat tepung adalah tahapan larva dari kumbang T. molitor dan merupakan hama butiran serta produk butiran (Robinson, 1998). Kumbang dalam genus Tenebrio memakan produk butira-butiran baik pada tahapan larva maupun dewasa (Borror et al., 1982). Sebagian besar hama butiran dapat hidup pada butiran yang disimpan dengan kadar air 11,5-14,5%. Ulat tepung mampu bertahan hidup pada kisaran suhu C (Robinson, 1998). Ulat tepung (T. molitor) itu berpotensi sebagai hama gudang (Karjono, 1999). Pertumbuhan Serangga pada umumnya memiliki kerangka luar, dan bila serangga tumbuh atau meningkat ukurannya, rangka luar harus secara periodik dikelupas dan diganti dengan yang lebih besar (Borror et al., 1982). Menurut Harwood (1978) menyatakan, bahwa setelah menetas, serangga tumbuh melalui rangkaian moulting (melepas kulit lama) dan berkembang dalam kulit yang baru dan lebih besar. Pada tiap-tiap tahapan moulting akan tampak terjadi perubahan sisi luar. Moulting merupakan mekanisme dasar pertumbuhan utama pada serangga (Wigglesworth, 1972), dan dikontrol oleh hormon ecdyson yang dilepaskan oleh kelenjar protoraks (Harwood, 1978). Panjang badan ulat tepung pada tahap larva, pupa dan kumbang (dewasa) dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Larva Berumur Satu Minggu, Enam Minggu, dan 12 Minggu, Pupa dan Kumbang Dewasa (T. molitor) (Paryadi, 2003).

17 Menurut Frost (1959) Tenebrio merupakan tipe metamorfosis yang bersifat holometabola karena melewati empat tahap pertumbuhan yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur bersifat tidak aktif dan merupakan permulaan, larva bersifat aktif untuk makan dan tumbuh, pupa bersifat tidak aktif mulai beradaptasi dan berubah bentuk menuju ke dewasa, sedangkan kumbang aktif tetapi tidak tumbuh lagi melainkan mempersiapkan diri untuk bereproduksi. Tahapan-tahapan pradewasa dan dewasa serangga yang mengalami metamorfosis sempurna dan sangat berbeda dalam bentuk, hidup dalam habitat-habitat yang berbeda, dan mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang sangat berbeda (Borror et al., 1982). Siklus Hidup Siklus hidup T. molitor L. dari tahap telur, larva, pupa dan kumbang mempunyai jangka waktu yang berbeda tergantung pada lingkungan dan makanan yang diperoleh. Siklus hidup ulat tepung (T. molitor L.) dari telur sampai dewasa (kumbang) dapat dilihat pada Gambar hari 87,7 hari 78 hari 7 hari Gambar 4. Siklus Hidup T. molitor L. (Rudhy, 2004) Kumbang T. molitor L. dapat hidup selama dua sampai tiga bulan. Menurut Andriani (1999) hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa siklus hidup rata-rata T. molitor adalah 178,7 hari. Serangga biasanya bisexual yaitu terdapat jantan dan betina pada dua individu yang terpisah. Untuk menciptakan keturunan atau individu yang baru biasanya serangga jantan kawin dengan betina. Betina yang tanpa kawin dan dapat menghasilkan keturunan disebut parthogenesis (Partosoedjono, 1985). Semua

18 arthropoda berkembangbiak dengan bertelur. Sesuai dengan keragaman yang dimiliki, bentuk dan ukuran telur yang beragam (Noerdjito, 2003). Pakan Makanan adalah suatu fakor yang sangat penting dalam menentukan banyaknya hewan dan tempat ia hidup (kemudian penyebarannya). Tingkah laku makan seekor serangga, apa yang dimakannya dan bagaimana ia makan, biasanya menentukan nilai ekonomik serangga. Tipe dan jumlah makanan yang dimakan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, kelakuan dan berbagai sifat-sifat morfologi lainnya, misalnya ukuran dan warna tubuh (Borror et al., 1982). Serangga makan hampir segala macam, tidak terbatas makanan, dan mereka makan dalam banyak cara yang berbeda-beda (Borror et al., 1982). Dengan komposisi pakan seperti yang diberikan kepada induk, pertumbuhan larva relatif cepat. Kecepatan pertumbuhan dapat di deteksi dengan melihat pertambahan berat dari setiap kotak. Induk ulat tepung dijamin tidak akan terbang selama masih ada pakan (Karjono, 1999). Makanan yang diperlukan serangga meliputi 10 asam amino esensial yang juga esensial bagi manusia (arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin), sejumlah vitamin B, sterol beberapa turunan asam nukleat dan beberapa mineral (Borror et al., 1982). Makanan yang menyangkut kualitas dan kuantitasnya, pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan ternak (Rasyaf, 1999). Serangga juga membutuhkan makanan yang mengandung air, mineral dan bahan organik untuk petumbuhan dan reproduksinya (Wigglesworth, 1972). Dedak Padi Di Indonesia umumnya dikenal 3 macam kualitas dedak yaitu dedak kasar, dedak halus atau lunteh dan bekatul. Dedak halus adalah dedak yang diperoleh dari pengayakan hasil ikutan dan penumpukan pada gelombang kedua dan ketiga atau hasil pengasahan pertama (huller) atau kedua (Parakkasi, 1999). Dedak padi sangat melimpah di Indonesia seiring dengan panen tadi padi pada musim-musim tertentu. Dedak padi terdiri dari kantung benih (pericarp) atau lapisan kulit padi dan bagian kecambah

19 (germ). Dedak padi juga mengandung serpihan sekam, serpihan dan pecahan beras yang tercampur dalam proses penggilingan beras konsumsi (Andang, 2003). Dedak padi mudah mengalami ketengikan. Ketengikan pada dedak padi dapat disebabkan oleh lemak dan minyak yang mengalami proses hidrolitik dan oksidatif. Proses hidrolitik tidak menyebabkan gangguan nilai gizi sedangkan ketengikan akibat proses oksidatif menyebabkan penurunan nilai energi dari lemak dan minyak. Pemberian pakan anak ayam dengan dedak yang mengalami ketengikan akibat proses oksidatif dapat dihindarkan karena dapat menyebabkan penyakit encepalomacia (Wahju, 1997). Penggunaan dedak halus 51,66% dengan perbedaan level kalsium dan fosfor dalam ransum, sangat nyata mempengaruhi produksi telur dan tidak nyata mempengaruhi bobot telur, tebal kerabang dan konsumsi ransum (Yezmi, 1999). Penggunaan dedak halus sampai 30% dalam ransum komersial masih dapat dilakukan pada pemeliharaan ayam buras secara intensif dengan memberikan pengaruh baik terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan produksi kompos (Andika, 1994). Subsitusi dedak padi pada pakan komersial broiler dengan taraf 0%, 25% dan 50% tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan tetapi sangat nyata berpengaruh (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan dan bobot badan dicapai pada berbagai perlakuan, semakin tinggi persentase dedak yang disubsitusi maka pertambahan bobot badan dan bobot badan semakin rendah (Rusdia, 2003). Pemberian dedak padi pada itik dari 30% sampai 75% di dalam ransum tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan maupun konsumsi ransum dan konversi ransum sedangkan pada ayam penggunaan dedak padi sebesar 60% mengakibatkan penghambatan pertumbuhan dengan meningkatnya jumlah dedak dalam ransum (Tangendjaja et al., 1986). Hasil penelitian Rahma (1996) menunjukkan, bahwan dengan teknologi fermentasi dedak halus dengan menggunakan Aspergillus niger, A. oryzae dan Rhizopus oryzae maka kandungan protein kasar, lemak kasar dapat ditingkatkan sera dapat menurunkan kandungan asam fitat dedak halus dan terjadi penyusutan bahan kering serta peningkatan kandungan serat kasar selama fermentasi berlangsung. Prapenyimpanan dedak padi berupa pengeringan dengan sinar matahari selama tiga hari, 3-5 jam sehari. Dedak kering sebelum disimpan dicampur atau tidak dicampur dengan

20 kapur tohor halus (5%) dan dikemas dalam kantung plastik kedap udara atau kantung anyaman plastik dapat disimpan dalam dua bulan (Iskandar et al., 1992). Tabel 1 dengan kandungan pakan dedak padi menunjukkan kadar abu (11,33%), kadar lemak (9,06%), dan serat kasar (13,09%) yang lebih tinggi tetapi memiliki bahan kering (86,46%) dan BETN (41,39%) yang rendah daripada pakan onggok, pollard dan CP511. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Makanan Dedak Padi, Onggok, Pollard dan CP 511 Zat Makanan Dedak Padi 1 Onggok 2 Pollard 3 CP (%) Bahan Kering 86,46 89,56 88,5 91,67 Kadar Abu 11,33 1,35 5,93 5,45 Kadar Lemak 9,06 0,35 3,86 7,28 Kadar Protein 11,59 2,95 18,5 19,99 BETN 41,39 71,64 61,9 51,63 Serat Kasar 13,09 7,28 9,78 6,15 Ca 0,71 0,06 0,23 0,32 P 1,63 0,13 1,1 0,17 Sumber: 1) Mansyur (2002) 2) Haroen (1993) 3) Hartadi et al. (1997) Dedak pada umumnya mengandung energi yang rendah. Ransum yang sangat rendah energinya umumnya sangat amba (bulky). Pemakaian dedak halus dalam jumlah yang banyak dalam ransum akan terjadi kekurangan asam amino dan threonin tetapi dedak halus merupakan sumber asam linoleat yang baik (Wahju, 1997). Onggok Pembuatan tapioka adalah salah satu pengolahan ubi kayu yang menghasilkan sampingan berupa onggok. Dalam proses pengolahan ubi kayu (Manihot utilissima) menjadi tapioka dihasilkan limbah padat yaitu onggok dan hasil buangan berupa cairan yang disebut sludge. Haroen (1993) merinci lengkap persentase dari produk utama pengolahan tapioka yang berupa tepung tapioka berkisar 20-24%. Sementara limbah yang dihasilkan selama proses pengolahan berturut-turut untuk kulit luar, kulit dalam dan onggok adalah 2%, 15% dan 5-15%. Onggok merupakan hasil sampingan industri tapioka yang berbentuk padat. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan serat kasar. Kandungan

21 ini berbeda untuk setiap daerah asal, jenis, mutu ubi kayu, teknologi yang digunakan dan penanganan ampas itu sendiri. Faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu sebagai pakan ternak adalah adanya kandungan HCN. Kandungan HCN (sianida) dalam ubi kayu yang bergam, perbedaan ini disebabkan dari perbedaan varietas, umur pemanenan, habitat, pengelolaan dan metode analisis. Ditinjau dari komposisi zat makanan, onggok mempunyai sumber energi dengan kandungan karbohidrat sekitar 97,29%, namun kandungan protein kasar onggok sangat rendah yaitu sekitar 1,45% dengan serat kasar yang tinggi sekitar 10,94% (Halid, 1991). Komposisi zat makanan onggok hasil analisa, disajikan dalam Tabel 1. Nurachman (1992) menyatakan, bahwa penggunaan onggok sebanyak 15% dapat menggantikan jagung dan memberikan nilai maksimal terhadap berat hidup akhir dan berat karkas ayam broiler. Haroen (1993) menganjurkan, bahwa penggunaan onggok dalam ransum sampai taraf 15% masih dapat diterima. Bila onggok diberikan dalam bentuk mash dalam ransum ayam pedaging, maka penggunaannya perlu dibatasi sebanyak 5% karena penggunaan semakin banyak dapat menyebabkan bentuk makanan yang semakin halus atau berdebu. Namun, dengan teknologi industri pakan kendala pemanfaatannya dapat diatasi dengan mengubahnya dalam bentuk pellet atau crumble. Sebagai hasil sampingan industri tapioka yang berbentuk pada, onggok banyak dimanfaatkan sebagai bahan industri asam sitrat, makanan kecil dan oncom, disamping sebagai sumber energi karena mengandung 57,29% karbohidrat dengan serat kasar yang tinggi sekitar 10,94% (Halid, 1991). Onggok miskin akan protein sehingga perlu penambahan bahan lain misalnya urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen. Estiningdriati (1997) menyatakan, bahwa pemanfaatn onggok yang difermentasi sebagai bahan ransum ayam broiler cenderung menurunkan pertambahan bobot badan. Onggok setelah difermentasi dengan kapang A. niger, kandungan serat kasar turun dari 14,24% menjadi 13,72% dan terjadi peningkatan kandungan mineral Ca dan P masingmasing dari 0,22% dan 0,05% menjadi 0,25% dan 0,06% (Anwar, 1989). Sappaile (1989) juga menyatakan, bahwa ransum yang mengandung onggok fermentasi dan kemudian dibentuk menjadi pellet memiliki bau, rasa dan tekstur yang baik, sehingga dapat dikonsumsi dengan normal bahkan memperlihatkan palatabilitas yang sama dengan ransum sapi komersial.

22 Pollard Menurut Amrullah (2003), selama proses pengolahan gandum, dihasilkan sisasisa hasil ikutan gandum. Hasil ikutan gandum adalah hasil sisa yang tidak dapat dimakan oleh manusia dari industri terigu. Setelah gandum digiling dengan saringan, selain dihasilkan tepung terigu, juga dihasilkan dedak gandum (wheat pollard, wheat short dan wheat screening). Berdasarkan laporan studi kasus yang dilakukan oleh Wijaya (2003), bahwa PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills memproduksi bran dan pollard sebagai hasil samping penggilingan gandum sebanyak 25% dari total gandum yang digiling dengan proporsi untuk bran dan pollard masingmasing 12,5%. Pollard memiliki ciri yang kaya akan serat, amba dan rendah kandungan energi metabolisnya tetapi pollard sangat kaya akan protein dan profil asam aminonya mirip dengan gandum. Pengukusan pollard akan meningkat kandungan energinya sebanyak 10% dan P meningkat ketersediaan sebanyak 20% (Amrullah, 2003). Kandungan serat kasar pada pollard agak rendah, yaitu sekitar 10%, kandungan lemaknya hanya 4% dan kandungan energi metabolismenya sekitar kkal/kg (Rasyaf, 1999). Kandungan nutrisi pollard dapat dilihat pada Tabel 1 yaitu kadar protein yang tinggi sebesar 18,5%. Menurut Gunawan (1974) diperoleh hasil, bahwa ransum yang mengandung 3%, 6% dan 12% pollard pada ransum ayam broiler mempunyai kecendrungan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ransum yang mengandung 9% pollard. Bintang (1989) juga melaporkan, bahwa penggunaan pollard yang dicampur dengan konsentrat sebagai ransum ayam petelur sebanyak 20% memberikan hasil yang lebih baik terhadap produksi telur. Pemberian pollard sebagai subsitusi jagung dalam ransum ternak babi lepas sapih hingga 100% dalam ransum (80% pollard menggantikan jagung) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik pada konsumsi ransum harian, pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan makanan, konsumsi protein dan konsumsi energi. Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa pollard dapat menggantikan jagung hingga 100% dan ransum (80% pollard menggantikan jagung) atau pollard dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak babi lepas sapih (Sarumaha, 2002). Pakpahan (2002) juga menyatakan, bahwa subsitusi pollard

23 seluruhnya dengan jagung (80% dalam ransum) dapat diberikan pada ternak babi baik pada periode grower dan finisher. Menurut Paryadi (2003) menyatakan, bahwa pemberian pakan yang baik bagi ulat tepung adalah pakan campuran dari 25% pakan komersial dan 75% pollard. Pemberian pakan ini pada ulat tepung menunjukkan, bahwa campuran pollard dan pakan komersial mampu memenuhi kebutuhan nutrisi akan berpengaruh pada penurunan tingkat konsumsi. Pakan pollard diperkirakan mengandung senyawa yang merupakan feeding stimulant bagi larva ulat tepung, senyawa tersebut berperan dalam mengikuti konsumsi ulat tepung yang mendapat perlakuan pakan campuran pakan komersial dan pollard. Konsumsi dan Konversi Pakan Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake atau VFI) dapat menggambarkan palatabilitas (Parakkasi, 1999). Ransum broiler starter mengandung obat-obatan seperti coccidiostat, antibiotika dan antioksidan yang diperkirakan mempengaruhi konsumsi (Rasyaf, 1999). Menurut Wahju (1997) menyatakan, bahwa konsumsi ransum yang rendah berakibat penurunan konsumsi protein yang diperlukan untuk pertumbuhan optimum dan produksi. Menururt Parakkasi (1999), konsumsi pakan merupakan faktor esensial yang menjadi dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah hewannya sendiri, makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan itu dipelihara. Menurut Hutauruk (2005) hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemberian pakan ke ulat tepung dapat dilakukan berdasarkan umur dan juga dengan memperhatikan atau mempertimbangkan faktor lain. Konversi pakan adalah total pakan yang dikonsumsi untuk menaikkan bobot badan sebesar satu satuan (Kasim, 2002). Semakin rendah nilai konversi pakan berarti semakin efisien penggunaan pakannya atau semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan sebesar satu satuan. Konversi pakan sangat baik digunakan sebagai pegangan efisiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Keefesienan pakan dapat dilihat dari nilai konversi rendah, semakin rendah nilai konversi pakan maka efesiensi penggunaan pakan semakin tinggi (Rasyaf, 1999).

24 Hasil penelitian Ai zzatuddiyanah (2005) menunjukkan, bahwa rataan konversi pakan terendah didapat pada ulat tepung dengan pakan campuran konsentrat dan onggok (1,09) dengan biaya pakan Rp ,- dibandingkan dengan rataan konversi pakan pada campuran konsentrat dan pollard (1,19) dengan biaya pakan Rp ,-, sehingga pakan campuran konsentrat dan onggok lebih efisien daripada pakan campuran konsentrat dan pollard. Untuk memperoleh persentase konversi pakan yang rendah, peternak harus memperhatikan tingkat umur ulat tepung dan juga lingkungan pemeliharaan (Hutauruk, 2005). Mortalitas Mortalitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengukur keberhasilan pemeliharaan ternak. Mortalitas adalah perbandingan antara jumlah seluruh ternak mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara. Mortalitas dalam usaha peternakan dapat disebabkan karena manajemen pemeliharaan yang kurang baik (Haryadi, 2003). Hasil penelitian Paryadi (2003) menunjukkan, bahwa respon tingkat mortalitas yang tidak berbeda nyata mengindikasikan, bahwa spesies ulat tepung cukup toleran terhadap kandungan protein pakan dengan kisaran yang relatif luas (15,60-21,38%). Koefesienan keragaman tingkat mortalitas dalam penelitian ini semakin besar sejalan dengan penggunaan pollard. Hal tersebut menunjukkan, bahwa ulat tepung semakin sensitif terhadap penggunaan pollard yang terlalu tinggi sehingga mortalitas dari tiap kelompok sangat beragam. Koefesienan keragaman mortalitas yang tinggi pada semua perlakuan menunjukkan, bahwa mortalitas pada ulat tepung dipengaruhi oleh faktor lain di luar faktor perlakuan. Mortalitas terjadi selama moulting, juga dalam tahap larva atau antara larva dan pupa, atau pupa dan dewasa (Schaffler dan Isely, 2001). Semakin rendah suhu lingkungan akan memperlambat perkembangan (memerlukan lebih dari enam bulan) dan temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan mortalitas (Culin, 2005). Faktor suhu dan kelembaban lingkungan harus diperhatikan dalam masa penelitian ulat tepung. Artinya, suhu dan kelembaban lingkungan membeikan pengaruh langsung dan tidak langsung pada ulat tepung. Bila suhu dan kelembaban pada tempat pemeliharaan ulat tepung tinggi mengakibatkan ulat tepung menjadi stress sehingga berpengaruh pada

25 tingkat konsumsi pakan yang menurun maka diperoleh pertumbuhan ulat tepung yang tidak optimal dan bahkan terjadi tingkat mortalitas yang tinggi (Hutauruk, 2005).

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Non ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 1 September sampai dengan 29 Nopember Materi Ulat Tepung (larva kumbang Tenebrio molitor L.) yang digunakan sebanyak ulat yang berumur hari. Ulat diperoleh dengan cara mengawinkan 214 ekor induk kumbang T. molitor L. Larva calon induk tersebut diperoleh dari Pasar Gunung Batu, Bogor. Pakan Bahan pakan yang digunakan sebagai wadah atau insektarium dalam penelitian ini terdiri dari 50 g pakan komersial CP 511 dan 150 g dedak padi, onggok atau pollard, Total pakan yang digunakan adalah 200 g, seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Jenis Pakan Tabel 2. Komposisi Zat Makanan dari Bahan Pakan Kadar Air Bahan Kering Kadar Abu Kadar Lemak Serat Kasar Kadar Protein BETN (%) KD 10,53 89,47 11,56 10,89 12,14 13,28 41,6 KO 13,15 86,85 2,46 2,33 8,18 8,77 65,11 KP 11,36 88,64 4,57 5,23 5,64 18,73 54,47 Keterangan : KD (25% pakan komersial + 75% dedak padi), KO (25% pakan komersial + 75% onggok) dan KP (25% pakan komersial + 75% pollard) Hasil analisa proksimat di Laboratorium Lembaga Penelitian Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor, Wadah Pemeliharaan (Insektarium) Gambar 5 menyajikan insektarium kecil yang berukuran 25x25x10 cm untuk tempat bertelur, menetas sampai pembesaran sebelum perlakuan, serta 15 insektarium besar berukuran 35x28x12 cm untuk tempat pembesaran selama penelitian. Insektarium besar dan kecil diberi penutup yang berlobang masing-masing 18x13 dan 15x6 cm. Peralatan lain yang digunakan yaitu termohigrometer, mistar bening, saringan, kuas,

27 kertas, timbangan merek Jadever JKH-500 dengan ketelitian 0,1 g dan rak sebagai tempat baki dan kotak Gambar 5. Wadah pemeliharaan (insektarium) : insektarium besar (A) dan insektarium kecil (B) Rancangan Percobaan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan perlakuan jenis pakan yang berbeda yaitu KD ( 25% pakan komersial + 75% dedak padi), KO (25% pakan komersial + 75% onggok) dan KP (25% pakan komersial + 75% pollard). Tiap perlakuan mendapat lima ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan. Model Model matematik yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) : Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan : Y ij = nilai peubah yang diamati (pertambahan panjang badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, dan mortalitas) pada ulangan ke j dari jenis pakan ke i µ = rataan umum τ I ε ij i = efek jenis pakan ke-i = galat percobaan pada ulangan ke j dari jenis pakan ke-i = jenis pakan (KD, KO, KP) j = ulangan (1, 2, 3, 4, 5)

28 Data yang diperoleh dianalisa dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf kepercayaan 0,05 dan 0,01 dengan menggunakan program statistik SAS versi Analisis dilanjutkan dengan Uji Duncan apabila peubah yang dipengaruhi oleh perlakuan secara nyata. Peubah yang diamati : 1. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan setiap larva per hari dihitung berdasarkan selisih antara bobot pakan pada saat penimbangan dengan bobot pakan pada 10 hari sebelumnya, dengan rumus : Konsumsi (mg/ulat/hari) = Keterangan : 10 hari : ulat P n = Bobot pakan pada saat penimbangan, P n-10 = Bobot pakan pada penimbangan 10 hari sebelumnya. 2. Pertambahan panjang badan (PPB) Pertambahan panjang badan adalah perubahan panjang badan per hari, dihitung dengan cara: PPB (mm/ulat/hari) = Keterangan : PPB = Pertambahan panjang badan ulat tepung per hari (mm/ulat/hari), PPB n = Rataan panjang tubuh ulat tepung pada saat penimbangan, PPB n-10 = Rataan panjang tubuh ulat tepung pada 10 hari sebelum. 3. Pertambahan bobot badan (PBB) Pertambahan bobot badan dari tiap larva dengan cara mengurangi bobot badan 10 saat penimbangan dengan bobot badan 10 hari sebelumnya, dengan rumus: PBB (mg/ulat/hari) = Keterangan : : ulat PBB = Pertambahan bobot badan per hari (mg/ekor/hari), BB n = Bobot badan ulat tepung pada penimbangan saat ini, BB n-10 = ( n 10 PB n PB 10 hari BB BB 10hari P n 1 P [ n ] n n 10 [ ] ) Bobot badan ulat tepung pada penimbangan 10 hari sebelumnya.

29 4. Konversi Pakan Konversi pakan dihitung berdasarkan hasil bagi antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan, dengan rumus : Konversi Pakan = KonsumsiPakan( mg / ulat / hari) 5. Mortalitas PBB( mg / ulat / hari) Mortalitas ulat tepung dihitung dengan cara mengurangi populasi ulat tepung tiap selang 10 hari, Mortalitas = PA PB [ ] x 100% PA Keterangan : P A P B = Jumlah ulat pada awal penelitian, = Jumlah ulat pada akhir penelitian.. Prosedur Tahap Persiapan Larva ulat tepung dengan rataan panjang sekitar dua centimeter dibeli di Pasar Gunung Batu Bogor, sebanyak dua kilogram, kemudian dipelihara didalam baki yang berisi media hidup bagi ulat tepung yaitu pakan 75% pollard yang dicampur dengan 25% pakan komersial dengan ketebalan 1,5 cm sesuai dengan hasil penelitian Paryadi (2003). Media hidup ini sekaligus merupakan pakan ulat dan selama pemeliharaan tidak dilakukan pergantian pakan tetapi penambahan pakan secukupnya. Larva yang berukuran telah berubah menjadi 214 ekor kumbang dipindahkan kedalam dua insektarium kecil yang berukuran 25x25x10 cm untuk bertelur. Telur dibiarkan menetas sampai larva berumur hari dengan panjang tubuh sekitar 1-2 cm. Tahap Penelitian Larva ulat tepung yang telah berumur hari diambil sebagai sampel sebanyak ulat dan dibagi ke dalam 15 insektarium besar berukuran 35x28x12 cm, sehingga tiap insektarium besar berisi 75 larva (kepadatan 0,006 ekor/cm 3 ). Gambar 6 menunjukkan, tiap insektarium besar mendapatkan perlakuan yang sama, sehingga terdapat lima ulangan pada ketiga perlakuan yaitu KD ( 25% pakan komersial + 75% dedak padi), KO (25% pakan komersial + 75% onggok) dan KP (25% pakan komersial + 75% pollard). Tiap insektarium besar di isi 200 g pakan dengan ketebalan 0,5 cm dan

30 diletakkan pada rak dalam ruangan penelitian berukuran sekitar 11,4x13,2 m. Penggantian pakan dilakukan tiap 10 hari. Larva pada setiap insektarium besar ditimbang untuk mendapatkan bobot awal, cara penimbangan yaitu ulat tepung ditempatkan dalam gelas plastik, lalu ditimbang. Panjang badan awal juga diukur dengan menggunakan mistar bening. Pengukuran konsumsi pakan, pertambahan panjang badan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan mortalitas dilakukan setiap 10 hari bersamaan dengan pergantian pakan. Penimbangan biomassa ulat tepung dan sisa pakan dilakukan dengan cara memisahkan antara pakan dengan ulat. Pengukuran panjang badan dilakukan dengan mengambil sampel 10 ulat secara acak dan dilakukan pengukuran dengan mistar bening. Bagan penelitian diperlihatkan pada Gambar ulat 25% Konsentrat + 75% Dedak Padi 25% Konsentrat+ 75% Onggok 25% Konsentrat + 75% Pollard 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat 75 ulat Gambar 6. Bagan Penelitian

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan dari ulat tepung dengan perlakuan KD (25% pakan komersial + 75% dedak padi), KO (25% pakan komersial + 75% onggok) dan KP (25% pakan komersial + 75% pollard) dapat dilihat pada Gambar 7. Konsumsi pakan ulat tepung pada umur hari berkisar antara 0,67-12,87 mg/ulat/hari ,45 A 12,87 A ,43 A 9,63 B ,40 B 4,75 B 0,67 B 2,43 A 2,21 A Umur (hari) Keterangan = A, B : Huruf superskrip yang berbeda pada umur yang sama menunjukkan konsumsi pakan yang berbeda nyata (P<0,05) KD : 25% pakan komersial + 75% dedak padi, KO : 25% pakan komersial + 75% onggok dan KP : 25% konsentrat + 75% pollard Gambar 7. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Konsumsi Pakan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda Konsumsi pakan pada umur hari ternyata dipengaruhi (P<0,05) oleh perbedaan jenis pakan yang diberikan. Pada umur hari, konsumsi pakan ulat yang mendapat KO (8,43 mg/ulat/hari) nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada KP dan KD masing-masing 4,75 dan 4,40 mg/ulat/hari. Konsumsi pakan pada umur hari menurun secara drastis dibanding dengan umur sebelumnya (47-56 hari), kemudian meningkat secara tajam pada umur hari. Pada umur hari, konsumsi pakan ulat yang mendapat pakan KO tidak berbeda dengan KP tetapi nyata lebih tinggi daripada yang mendapat KD, yaitu berturut-turut 2,43; 2,21; 0,67 mg/ulat/hari serta 12,45; 12,87 dan 9,63 mg/ulat/hari pada umur hari. Hal ini didukung oleh penelitian Paryadi (2003) yaitu semakin tinggi kandungan pollard semakin tinggi pula konsumsinya. Konsumsi yang rendah pada ulat yang mendapat KD disebabkan oleh kandungan serat kasar yang tinggi daripada KO dan KP (12,14% dibandingkan dengan 8,18% dan 5,64%). Menurut Wahju (1997), bahwa dedak padi mengandung serat kasar

32 yang tinggi sebagai faktor pembatas dalam penggunaannya karena bersifat amba (bulky). Selain itu, konsumsi yang rendah tersebut juga dikarenakan dedak mudah mengalami ketengikan. Gambar 7 juga memperlihatkan, bahwa pada umur hari, konsumsi pakan ulat tepung lebih sedikit daripada umur dan hari karena pada umur hari ulat tepung mengalami moulting. Ulat tepung yang akan, sedang dan sesaat setelah moulting biasanya tidak makan (Sihombing, 1999). Hutauruk (2005) juga menyatakan 69,1% dari konsumsi pakan dipengaruhi oleh umur sedangkan 30,9% dipengaruhi oleh faktor lain, sepeti suhu dan kelembaban. Panjang Badan Pertambahan Panjang Badan Panjang badan pada awal penelitian (umur 47 hari) rata-rata 12,58 mm/ulat dengan koefesienan keragaman 20,95%. Panjang badan setelah diberikan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Panjang badan ulat tepung umur 77 dan 87 hari yang diberikan perlakuan KD, KO dan KP adalah 23,15 dan 26,85 mm/ulat dengan koefesienan keragaman 47,41 dan 66,12%. Keragaman yang tinggi pada umur 77 dan 87 hari karena sebagian ulat mulai memasuki masa memupa. Menjelang memupa tubuh ulat memendek ternyata umur 77 ke 87 hari tidak memendek bahkan masih memanjang. Tabel 3. Panjang Badan Ulat Tepung Menurut Perlakuan dengan Umur yang Berbeda Perlakuan Umur (hari) Rataan (mm/ulat) KD KO KP KK (%) Rataan (mm/ulat) KK (%) Rataan (mm/ulat) KK (%) Rataan (mm/ulat) KK (%) 47 12,76 13,86 12,74 23,33 12,23 25,67 12,58 20, ,42 25,49 17,26 17,96 17,78 21,77 17,49 21, ,26 35,89 20,76 24,00 21,26 26,51 20,43 28, ,26 34,18 22,92 64,32 23,26 43,72 23,15 47, ,54 119,63 25,56 43,96 27,44 34,76 26,85 66,12 Keterangan = KD : 25% pakan komersial + 75% dedak padi, KO : 25% pakan komersial + 75% onggok dan KP : 25% pakan komersial + 75% pollard

33 Ulat tepung yang mendapat KO (25,56 mm/ulat) pada umur 87 hari, lebih pendek daripada KD dan KP (27,54 dan 27,44 mm/ulat) karena ulat yang mendapat KO sebagian besar telah memasuki masa memupa sehingga pertambahan panjang badan lebih lambat. Hal ini diperlihatkan oleh jumlah pupa yang lebih banyak pada perlakuan KO daripada perlakuan lainnya (25 pupa dibanding 12 dan 20). Pemberian KO ternyata menghasilkan ulat tepung yang cepat dewasa dibandingkan KD dan KP. Pertumbuhan yang cepat pada ulat yang mendapat KO disebabkan konsumsinya yang tinggi dibandingkan KD dan KP, dengan demikian karena kandungan BETN KO (65,11%) lebih tinggi daripada KD dan KP (41,6 dan 54,47 %) menyebabkan ulat tepung mendapat energi yang lebih baik. Pertambahan Panjang Badan Pertambahan panjang badan merupakan salah satu parameter pertumbuhan pada ulat tepung. Pertambahan panjang badan ulat tepung dalam penelitian ini antara 0,18-0,55 mm/ulat/hari dapat dilihat pada Gambar 8. Perbedaan jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan panjang badan pada umur hari, tetapi tidak berpengaruh nyata pada ulat berumur dibawah 67 hari. Pertambahan panjang badan yang terbesar terdapat pada ulat yang diberi KD (0,40 mm/ulat/hari) sedangkan ulat yang mendapat KO dan KP lebih rendah (0,22 dan 0,18 mm/ulat/hari) dan tidak berbeda nyata. Pertambahan panjang badan yang tinggi dari ulat yang mendapat KD tidak tampak sejalan dengan konsumsinya yang rendah seperti yang tampak pada Gambar 7. Hal ini karena pada umur di bawah 67 hari, pertumbuhan ulat yang mendapat KD sangat lambat akibat konsumsi yang rendah. Akibatnya pada umur hari ulat yang mendapat KD masih menggunakan pakan untuk menambah panjang badan. Sementara ulat yang mendapat pakan KO dan KP sudah mempersiapkan diri untuk memupa sehingga pakan yang dikonsumsi tidak digunakan untuk pertambahan panjang badan. Hasil penelitian Rosadi (2001), menunjukkan kombinasi dedak padi dan konsentrat memiliki stadium larva yang lebih panjang daripada larva yang mendapat pakan perlakuan lain (tepung jagung + dedak padi, tepung jagung + pur, tepung jagung + bekatul dan tepung jagung + terigu). Menurut Rosadi (2001) stadium larva merupakan stadium makan sehingga perkembangan pada stadium tersebut dipengaruhi oleh faktor

34 komposisi dan kandungan pakan. Pakan yang kurang sesuai akan menyebabkan siklus hidup menjadi lebih panjang. 0,6 0,55 0,5 0,47 0,45 0,4 0,35 0,35 0,40 A 0,3 0,2 0,18 0,22 B 0,18 B 0, Umur (ha ri) Keterangan = A, B : Huruf superskrip yang berbeda pada umur yang sama menunjukkan pertambahan panjang badan yang berbeda nyata (P<0,05) KD : 25% pakan komersial + 75% dedak padi, KO : 25% pakan komersial + 75% onggok dan KP : 25% konsentrat + 75% pollard Gambar 8. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Pertambahan Panjang Badan Ulat Tepung pada Umur yang Berbeda Pertambahan panjang badan ulat tepung pada umur hari disajikan pada Gambar 8. Ulat tepung yang mulai memasuki masa memupa hanya sedikit mengalami pertambahan panjang badan. Pertambahan panjang badan ulat yang mendapat pakan KO dan KP umur hari tampak rendah meskipun konsumsi pakannya tinggi seperti yang tampak pada Gambar 7. Hal ini disebabkan pertambahan panjang badan ulat terjadi pada umur hari. Hasil ini didukung dengan penelitian Hutauruk (2005) yang menunjukkan, bahwa pertambahan panjang badan maksimum dicapai pada umur 45 hari. Gambar 8 juga memperlihatkan, bahwa pada umur hari, pertambahan panjang badan ulat yang mendapat KD mula-mula tinggi kemudian menurun pada umur hari dan meningkat kembali pada umur hari. Sebaliknya, pertambahan panjang badan yang mendapat KO dan KP semakin menurun dengan bertambahnya umur. Perbedaan respon pola pertambahan panjang badan ulat dapat terjadi karena pada umur hari, ulat yang mendapat KD belum memasuki masa memupa sehingga ulat masih terus bertambah panjang. Sebaliknya, ulat yang mendapat pakan KO dan KP sudah mempersiapkan diri untuk memasuki masa memupa. Paryadi (2003)

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA

JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA 64\ JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA SKRIPSI DENNI SETIANA PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK HALUS PADA PAKAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus)

SUBTITUSI DEDAK HALUS PADA PAKAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 01 No. 3, Oktober 2013 Hlm: 160-163 SUBTITUSI DEDAK HALUS PADA PAKAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) Refined Rice Bran Subtitution

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan sensus penduduk 2010 tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya (BPS, 2010). Peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Dede Risnajati 1 1Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Bandung Raya Jalan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

SUBSITUSI DEDAK DENGAN POD KAKAO YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS BROILER UMUR 6 MINGGU

SUBSITUSI DEDAK DENGAN POD KAKAO YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS BROILER UMUR 6 MINGGU SUBSITUSI DEDAK DENGAN POD KAKAO YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS BROILER UMUR 6 MINGGU SKRIPSI ELJUNE R.P HABEAHAN 080306013 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N. EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM S.N. Rumerung* Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Undang-undang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN Jurnal Peternakan Vol 13 No 2 September 2016 (48 53) ISSN 1829 8729 PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN E. IRAWATI 1, MIRZAH 2, DAN G.CIPTAAN 2 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) DAN EFISIENSI EKONOMIS PEMELIHARAAN AYAM BROILER JANTAN YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG Salvinia molesta RAWA PENING

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher Disusun oleh : Kelompok 9 Robby Trio Ananda 200110090042 Gilang Dayinta P 200110090071

Lebih terperinci

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. Lokasi pemeliharaan di kandang ayam A Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis kadar air,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN. PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN Wa Ode Rosmiati 1, Natsir Sandiah 2, dan Rahim Aka 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani** PENGARUH PENAMBAHAN KIJING TAIWAN (Anadonta woodiana, Lea) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci