BAB IV ANALISIS METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN A. Analisis Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan Berdasarkan teori yang telah disebutkan dalam bab II bahwa menurut Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Mandikdasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa 2007 bahwa proses pembelajaran di sekolah inklusi dilaksanakan sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik. Sistem pelaksanaannya mengacu pada buku pedoman pembelajaran. Kemudian mereka menambahkan lagi bahwa dalam mengimplementasikan metode pembelajaran di sekolah inklusi maka guru harus menyesuaikannya dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa serta menyesuaikannya dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut teori Lombardi menyebutkan bahwa untuk menggunakan metode pembelajaran di sekolah inklusi maka seorang guru harus memilih metode yang bukan hanya efektif untuk anak normal tetapi juga efektif untuk anak berkebutuhan khusus. Guru juga harus mendorong siswanya untuk aktif. Karenanya harus dilakukan modifikasi terhadap metode yang digunakan yaitu antara lain guru menyebutkan kosakata penting sebelum pengajaran, guru melakukan pengulangan materi pelajaran, guru mengorganisasikan materi agar lebih mudah dipahami, guru mengatur alokasi waktu sebaik mungkin, guru menggunakan alat tiruan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran, 108

2 109 guru melakukan umpan balik untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa, guru membentuk kelompok kerjasama dan membuat siswa saling menjadi tutor teman sebaya, guru melakukan pengajaran unit, kemudian guru melakukan prosedur modifikasi perilaku terhadap siswa terutama siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan teori di atas, karenanya guru dalam memilih metode pembelajaran di sekolah inklusi bukan hanya mempertimbangkan aspek kesesuaian dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran melainkan juga mempertimbangkan aspek perbedaan karakteristik siswa serta perbedaan karakteristik belajar dari siswa. Perbedaan karakteristik siswa dan karakteristik belajar siswa di sekolah inklusi ini tentunya tertuju pada perbedaan antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Jadi, meskipun anak berkebutuhan khusus itu jumlahnya lebih sedikit dari anak normal guru tetap tidak boleh mengabaikannya sebab mereka mempunyai hak belajar yang sama dengan anak normal. Guru juga harus melakukan modifikasi terhadap metode pembelajaran yang digunakan agar sifatnya lebih fleksibel dan mudah diterima oleh semua siswa baik siswa normal maupun siswa berkebutuhan khusus. Tentunya guru harus mempersiapkan sebaik mungkin metode pembelajaran yang akan digunakan sebelum memulai proses pembelajaran. Modifikasi dilakukan antara lain dengan melakukan pengorganisasian materi agar siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Guru juga harus banyak melakukan pengulangan materi untuk memberikan penguatan terutama kepada siswa berkebutuhan khusus, karenanya guru juga harus memodifikasi alokasi

3 110 waktu sebaik mungkin agar tujuan pembelajaran seluruhnya bisa tercapai meskipun banyak melakukan pengulangan materi. Serta guru harus melakukan umpan balik untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa baik itu siswa normal maupun siswa berkebutuhan khusus. Guru tidak boleh memandang rendah kemampuan siswa berkebutuhan khusus sehingga mengabaikannya dalam proses pembelajaran hal ini akan semakin membuat siswa berkebutuhan khusus terpuruk. Justru guru harus senantiasa memperhatikannya untuk membantu meningkatkan kemampuannya. Untuk mengetahui metode pembelajaran yang cocok diterapkan maka guru harus banyak membaca buku-buku pedoman pembelajaran. Bukan hanya buku pedoman pembelajaran yang biasa digunakan tetapi juga buku pedoman pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam buku-buku pedoman pembelajaran banyak disebutkan bahwa metode pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus itu berbeda dengan metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk anak normal, harus ada modifikasi tertentu untuk membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus tersebut. Seperti metode bagi anak slow learner adalah dengan cara banyak melakukan pengulangan materi. Artinya guru harus memberikan materi secara berulang-ulang kepada anak slow learner sebab pada dasarnya mereka lambat dalam memahami pelajaran. Jika hal ini tidak dilakukan maka kemungkinan besar anak slow learner tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran. Kemudian untuk metode bagi tunawicara digunakan metode yang banyak menekankan pada kemampuan berkomunikasi. Kemudian untuk anak ADHD atau hyperaktif digunakan

4 111 metode yang bisa meningkatkan fokus dan konsentrasinya. Seperti dengan menuliskan tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan selama pembelajaran, kemudian adanya banyak variasi dalam pembelajaran serta menggunakan metode dengan strategi pembelajaran aktif. Sehingga guru perlu memperhatikan penggunaan metode yang bisa membuat mereka ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya metode pembelajaran untuk anak tunagrahita adalah dengan menggunakan lesson study. Dimana dalam metode ini guru menyiapkan topik materi terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai kebutuhan anak, selanjutnya guru membentuk siswa untuk berkelompok dan membiarkan mereka untuk melakukan diskusi. Adapun untuk metode bagi siswa ratardasi mental maka digunakan metode yang banyak menggunakan praktek dan pengulangan materi. Dengan cara seperti ini akan membantu mereka memahami materi dari pada penyampaian materi secara teoritis. Adapun berdasarkan data-data yang ditemukan dilapangan yang tertulis dalam hasil penelitian pada bab III metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan yaitu pertama, metode ceramah merupakan metode yang dominan digunakan. Dalam pelaksanaannya metode ini oleh sebagian guru PAI terkadang ditunjang dengan penggunaan media yang berbasis teknologi seperti dengan penayangan film animasi melalui LCD atau proyektor. Kedua, metode sortir kartu yang hanya digunakan oleh satu guru PAI saja sementara guru yang lain tidak menggunakannya. Ketiga, metode diskusi. Keempat, metode bercerita yang dalam pelaksanaannya sering

5 112 merupakan metode ceramah yang di dalamnya disisipi dengan cerita atau kisah yang berhubungan dengan materi. Kelima, metode demonstrasi. Keenam, metode tanya jawab yang merupakan metode yang sering digunakan dalam setiap pembelajaran baik itu diawal pembelajaran, tengah ataupun akhir pembelajaran. Ketujuh, metode drill. Kedelapan, metode team quiz namun dalam pelaksanaannya juga ada sedikit modifikasi seperti menjawab pertanyaan secara berkelompok dengan lisan atau dengan cara tertulis. Kesembilan, metode tugas dan resitasi. Kesepuluh, metode reward (penghargaan). Biasanya hadiah yang diberikan berupa barang atau nilai. Kesebelas, metode pembiasaan. Dalam pelaksanaannya, metode-metode yang telah disebutkan itu digabungkan antara yang satu dengan yang lain sesuai dengan materi pelajaran serta disesuaikan dengan keadaan saat pembelajaran. Namun, guru PAI tidak membedakan metode pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan dengan anak normal. Artinya guru PAI menerapkan metode pembelajaran yang sama baik untuk anak normal maupun anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan umumnya adalah metode pembelajaran yang biasa digunakan pada sekolah reguler. Dasar pertimbangan guru dalam memilih metode pembelajaran adalah hanya kesesuaian dengan materi. Adapun aspek perbedaan karakteristik serta kemampuan awal siswa tidaklah menjadi bahan pertimbangan guru. Hal ini karena menurut guru PAI mereka tidak dapat menerapkan metode pembelajaran yang dapat membantu siswa berkebutuhan khusus di kelas karena hal tersebut sulit dilaksanakan

6 113 sebab kelas bercampur antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus dan jumlah siswa normalnya lebih banyak daripada siswa berkebutuhan khusus. Selain hal tersebut, kemampuan guru PAI yang terbatas dalam menangani anak berkebutuhan khusus juga menjadi alasan lain. Mereka hanya guru yang bukan merupakan lulusan dari pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan luar biasa. Serta penataran untuk guru PAI terkait pendidikan inklusi belum ada. Maka berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di atas dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan dalam pelaksanaannya kurang tepat. Hal ini dapat dilihat bahwa guru PAI menerapkan metode yang sama untuk semua anak, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Sedangkan dasar pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran adalah kesesuaian dengan materi tanpa memperhatikan perbedaan karakteristik dan kemampuan awal siswa sehingga metode pembelajaran yang digunakan tidak semua anak didik dapat menerimanya terutama anak berkebutuhan khusus. Sebab, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode-metode yang biasa digunakan di sekolah reguler, padahal bagi anak berkebutuhan khusus ada modifikasi metode pembelajaran tersendiri agar dapat membantunya dalam menerima pelajaran. Modifikasipun hanya sebatas menggabungkan metode satu dengan metode lain, dan hal ini bukanlah termasuk modifikasi metode pembelajaran melainkan variasi metode pembelajaran. Sehingga guru seolah mengabaikan adanya anak berkebutuhan khusus di dalam kelas, karena jumlah mereka yang

7 114 lebih sedikit dibandingkan anak normal. Padahal mereka juga mempunyai hak belajar yang sama seperti anak normal. Metode pembelajaran yang digunakan juga tidak dapat mendorong semua siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran, sebagian besar siswa berkebutuhan khusus cenderung pasif. Jadi, yang berperan aktif adalah siswa normal sedangkan siswa berkebutuhan khusus pasif mendengarkan atau sekedar melihat teman-temannya yang aktif. Namun meskipun demikian, guru PAI tetap berusaha untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam belajar seperti dengan memberikan pelayanan yang bersifat individual kepada siswa berkebutuhan khusus untuk membantu mereka belajar yaitu dengan memberikan jam tambahan pelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus yang dianggap memerlukan pengulangan materi. Namun hal ini tidak sering dilakukan, hanya ketika siswa berkebutuhan khusus itu tetap tidak dapat mencapai KKM meskipun telah dilakukan kegiatan remidial. Kemudian guru PAI juga melakukan pelayanan individual di kelas yang sifatnya membantu mereka dalam melakukan tugas seperti membantu menulis atau memberikan tugas jika mereka tidak bisa mengikuti proses pembelajaran dengan baik seperti anak normal. B. Analisis Faktor Penghambat dalam Penerapan Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan Berdasarkan teori pada bab II bahwa faktor penghambat dalam penerapan metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan itu ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar, sedangkan berdasarkan data yang didapatkan seperti yang tersaji pada bab III maka

8 115 diketahui bahwa faktor penghambat dalam penerapan metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan hanyalah faktor dari dalam yaitu kondisi fisiologis dan psikologis baik guru ataupun peserta didik. Faktor dari luar tidak terlalu berpengaruh dalam penerapan metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan. Adapun faktor dari dalam tersebut adalah kelambatan pemahaman siswa berkebutuhan khusus ketika mengikuti proses pembelajaran dan kurangnya pemahaman guru tentang cara menangani anak berkebutuhan khusus. 1. Kelambatan pemahaman siswa berkebutuhan khusus ketika mengikuti proses pembelajaran. Kebanyakan siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan memang memiliki tingkat IQ yang lebih rendah dibandingkan anak normal sehingga mereka cenderung lebih lambat dan tertinggal dalam memahami materi pelajaran dibandingkan anak normal. Karena itu perlu diadakannya pengulangan materi bagi siswa berkebutuhan khusus. Guru bisa saja memberikan pengulangan materi di kelas dan saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk sekali atau dua kali itu tidak akan jadi masalah. Namun ketika hal tersebut terjadi terus menerus maka ini akan mengganggu proses pembelajaran. Anak normal juga akan merasa dirugikan sebab yang seharusnya mereka bisa melanjutkan materi jadi tertunda. Apalagi hal tersebut juga akan banyak memakan waktu pembelajaran. Alokasi waktu yang sudah direncanakan

9 116 menjadi tidak sesuai dan tujuan pembelajaran yang seharusnya sudah tercapai menjadi belum tercapai. Siswa berkebutuhan khusus juga cenderung bersifat pasif. Maka ketika guru menggunakan metode yang merangsang keaktifan siswa hal ini akan terlihat tidak efektif untuk anak berkebutuhan khusus sebab mereka hanya diam melihat teman-temannya yang aktif. Padahal tujuan guru menggunakan metode tersebut adalah juga untuk merangsang keaktifan siswa berkebutuhan khusus. Karenanya guru harus memberikan tugas individu yang lain bagi siswa berkebutuhan khusus agar mereka tetap bisa aktif mengikuti proses pembelajaran, bukan hanya diam melihat teman-temannya yang aktif. Maka seperti yang telah disebutkan, guru dapat memberikan pelayanan individual bagi siswa berkebutuhan khusus di luar jam pembelajaran berupa pengulangan materi. Namun jika memungkinkan juga sesekali dapat dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung. 2. Kurangnya pemahaman guru tentang cara menangani anak berkebutuhan khusus Dasar pertimbangan dalam penerapan metode pembelajaran selain yang disebutkan di atas yaitu kesesuaian dengan materi dan perbedaan karakteristik siswa, maka dasar pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran tersebut. Guru PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan memiliki pemahaman yang kurang dalam cara menangani

10 117 anak berkebutuhan khusus dan metode pembelajaran yang tepat bagi mereka. Implikasinya adalah kurangnya kemampuan mereka dalam menangani anak berkebutuhan khusus maka metode pembelajaran PAI yang mereka terapkan pun sebatas yang mereka tahu dan sebatas mereka mampu. Maka mereka melakukan pembelajaran di sekolah inklusi itu terutama dalam menerapkan metode pembelajarannya dengan cara otodidak, jika metode tertentu coba diterapkan dan ternyata hasilnya cukup efektif maka mereka akan menggunakan metode tersebut lagi dilain waktu. Untuk mengatasi hambatan ini maka guru PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan dapat membaca buku-buku pedoman pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman guru dan dapat dijadikan referensi dalam melakukan modifikasi metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada proses pembelajaran PAI. Namun teori saja belumlah cukup harus ada praktek nyata yang dilakukan. Untuk melaksanakan praktek semacam ini maka diperlukan dukungan dari pemerintah seperti dengan mengadakan pelatihan atau penataran bagi guru PAI tentang metode pembelajaran di sekolah inklusi. Berdasarkan hasil pengumpulan data penataran dan pelatihan tentang metode pembelajaran di sekolah inklusi hanya diberikan kepada guru umum atau guru kelas sedangkan guru agama dalam hal ini PAI pernah melakukan penataran namun bukan tentang metode pembelajaran di sekolah inklusi.

11 118 C. Analisis Efektivitas Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan Berdasarkan teori pada bab II bahwa efektivitas dapat dilihat dari dua segi yaitu segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, efektivitas metode pembelajaran dapat diamati bahwa pembelajaran atau pembentukkan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Dari segi hasil maka efektivitas berarti menunjukkan taraf tercapainya tujuan, usaha dapat dikatakan efektif apabila usaha tersebut mencapai tujuan yang diinginkan. Ukuran efektif dapat diukur dari beberapa jumlah siswa yang berhasil mencapai tujuan belajar dalam waktu yang telah ditentukan yaitu peserta didik seluruhnya atau setidaktidaknya sebagian besar (75%). Dilihat dari segi proses, metode pembelajaran PAI yang diterapkan di SDN Bendan 01 Pekalongan cukup berhasil. Sebab berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa selama metode pembelajaran diterapkan, suasana kelas cukup kondusif. Sebagian besar siswa juga terlibat aktif dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun sosial serta memiliki kegairahan yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri. Namun beberapa siswa berkebutuhan khusus biasanya mereka cenderung pasif dan tidak memperhatikan pembelajaran. Namun

12 119 keberadaan siswa berkebutuhan khusus ini kurang dari 25% dari total siswa di kelas. Maka dari itu secara umum, proses pembelajaran PAI yang dilakukan di SDN Bendan 01 Pekalongan dikatakan berhasil sebab lebih dari 75% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun sosial serta memiliki kegairahan yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri. Maka dari itu metode pembelajaran yang digunakan guru PAI SDN Bendan 01 Pekalongan cukup efektif. Namun jika dilihat sasarannya secara individu, proses pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikatakan berhasil untuk siswa normal namun belum berhasil untuk siswa berkebutuhan khusus sebab siswa berkebutuhan khusus cenderung pasif selama proses pembelajaran, mereka juga tidak mempunyai semangat belajar serta mereka tidak mempunyai rasa percaya diri. Mereka cenderung pemalu. Sehingga metode pembelajaran PAI yang diterapkan di SDN Bendan 01 Pekalongan cukup efektif bagi siswa normal namun tidak cukup efektif untuk siswa berkebutuhan khusus. Dari segi hasil maka berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa di kelas IA ada dua siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Satu di antara dua siswa tersebut adalah siswa berkebutuhan khusus, sementara yang lain adalah siswa normal. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 20 anak dari jumlah seluruh siswa adalah 22 anak. Maka tingkat keberhasilan belajarnya adalah 90,9%. Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa di kelas IB ada satu siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Siswa tersebut merupakan

13 120 siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 24 siswa dari jumlah seluruh siswa adalah 25 anak. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 96%. Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa di kelas IIA ada tiga siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Dua di antara tiga siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 26 dari jumlah seluruh siswa adalah 29. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 89,6%. Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa di kelas IIB ada enam siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Empat di antara enam siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 24 dari jumlah seluruh siswa adalah 30. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 80%. Berdasarkan tabel 8, diketahui bahwa di kelas IIIA ada dua siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Dua siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 31 dari jumlah seluruh siswa adalah 33. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 93,9%. Berdasarkan tabel 9, diketahui bahwa di kelas IIIB ada empat siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Dua di antara empat siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 29 dari jumlah seluruh siswa adalah 33. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 87,8%.

14 121 Berdasarkan tabel 10, diketahui bahwa di kelas IVA ada delapan siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Tiga di antara delapan siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 13 dari jumlah seluruh siswa adalah 21. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 61,9%. Berdasarkan tabel 11, diketahui bahwa di kelas IVB ada tiga siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Satu di antara tiga siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 17 dari jumlah seluruh siswa adalah 20. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 85%. Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa di kelas VA ada tujuh siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Tiga di antara tujuh siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 20 dari jumlah seluruh siswa adalah 27. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 74%. Berdasarkan tabel 13, diketahui bahwa di kelas VB ada sembilan siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Lima di antara sembilan siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 18 dari jumlah seluruh siswa adalah 27. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 66,6%. Berdasarkan tabel 14, diketahui bahwa di kelas VIA ada delapan siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Satu di antara delapan siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang

15 122 mencapai KKM ada 25 dari jumlah seluruh siswa adalah 33. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 75,7%. Berdasarkan tabel 15, diketahui bahwa di kelas VIB ada 16 siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Enam di antara 16 siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 15 dari jumlah seluruh siswa adalah 31. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 48,3%. Berdasarkan hasil analisis di atas diketahui bahwa dari 12 kelas di SDN Bendan 01 Pekalongan, delapan di antaranya dalam proses pembelajaran PAI dikatakan berhasil sebab mencapai presentase 75% atau lebih yaitu kelas IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB, IVB, VIA, sedangkan empat kelas lainnya dalam proses pembelajaran PAI belum berhasil sebab belum mencapai presentase 75% atau lebih yaitu kelas IVA, VA, VB, dan VIB. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat dikatakan bahwa secara umum proses pembelajaran PAI di SDN Bendan 01 Pekalongan dikatakan berhasil sebab ada delapan kelas yang mencapai presentase 75% atau lebih, meskipun ada empat kelas yang belum berhasil. Namun meskipun secara umum proses pembelajaran PAI di SDN Bendan 01 Pekalongan dikatakan berhasil, jika dilihat secara individual yaitu tingkat keberhasilan untuk siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus maka perlu dianalisis sebab di sekolah inklusi terdiri dari siswa yang heterogen. Untuk siswa normal, mayoritas siswa telah mencapai KKM. Sehingga proses pembelajaran PAI yang dilakukan kepada mereka dapat dikatakan berhasil.

16 123 Namun untuk siswa berkebutuhan khusus, dari 41 siswa berkebutuhan khusus di sekolah tersebut terdapat 32 siswa berkebutuhan khusus yang tidak mencapai KKM. Apabila dipresentase maka ada sekitar 78% siswa berkebutuhan khusus yang tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran PAI untuk siswa berkebutuhan khusus belum berhasil. Dilihat dari segi hasil, proses pembelajaran PAI yang secara umum dikatakan berhasil maka berarti siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang harus dikuasai. Karena tujuan pembelajaran telah dikuasai berarti metode pembelajaran PAI yang digunakan dapat dikatakan cukup efektif. Namun, jika dilihat dari sasarannya secara individual maka proses pembelajaran PAI untuk siswa normal dapat dikatakan berhasil sebab mayoritas siswa mencapai KKM itu artinya mereka telah mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu metode pembelajaran PAI yang digunakan guru cukup efektif bagi siswa normal, sedangkan bagi siswa berkebutuhan khusus dapat dikatakan proses pembelajaran PAI yang dilakukan untuk mereka belum berhasil sebab 78% siswa berkebutuhan khusus tidak dapat mencapai KKM, itu artinya mereka tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu metode pembelajaran PAI yang digunakan guru kurang efektif bagi siswa berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan pendidik sekaligus pengasuh, mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan pendidik sekaligus pengasuh, mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan pendidik sekaligus pengasuh, mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan anak-anak, karena dalam sebuah lembaga pendidikan peran orang tua penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut 4 (empat) istilah yang sepadan dengan istilah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut 4 (empat) istilah yang sepadan dengan istilah pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini, para ahli pendidikan sering menyerukan tentang konsep kesetaraan pendidikan, maksudnya adalah konsep pendidikan yang memberikan kesempatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 1 SIDOHARJO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN. SDN Bendan 01 Pekalongan ditemukan data-data lapangan yang dikumpulkan

BAB III METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN. SDN Bendan 01 Pekalongan ditemukan data-data lapangan yang dikumpulkan BAB III METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN Hasil penelitian mengenai metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan ditemukan data-data lapangan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KTSP MATA PELAJARAN PAI SDN WATES 01 WONOTUNGGGAL. A. Pelaksanaan KTSP Mata Pelajaran PAI Kelas VI di SD Negeri Wates

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KTSP MATA PELAJARAN PAI SDN WATES 01 WONOTUNGGGAL. A. Pelaksanaan KTSP Mata Pelajaran PAI Kelas VI di SD Negeri Wates BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN KTSP MATA PELAJARAN PAI SDN WATES 01 WONOTUNGGGAL A. Pelaksanaan KTSP Mata Pelajaran PAI Kelas VI di SD Negeri Wates Wonotunggal Batang 1. Perencanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMP RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO

BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMP RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMP RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO A. Analisis Penggunaan Media Pembelajaran PAI di SMP Raudlatul Jannah Waru Sidoarjo Melihat

Lebih terperinci

DALAM PEMBELAJARAN PAI KELAS V DI SDN 02 PONCOL PEKALONGAN. dianalisis bahwa Implementasi kecerdasan verbal-linguistik dalam pembelajaran PAI

DALAM PEMBELAJARAN PAI KELAS V DI SDN 02 PONCOL PEKALONGAN. dianalisis bahwa Implementasi kecerdasan verbal-linguistik dalam pembelajaran PAI BAB IV ANALISIS DATA IMPLEMENTASI KECERDASAN VERBAL-LINGUISTIK DALAM PEMBELAJARAN PAI KELAS V DI SDN 02 PONCOL PEKALONGAN Berdasarkan wawancara dengan guru PAI SDN 02 PONCOL, dapat dianalisis bahwa Implementasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SD Negeri 49 Kota Bengkulu didirikan pada tahun 1983 yang pertama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SD Negeri 49 Kota Bengkulu didirikan pada tahun 1983 yang pertama 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Keadaan SD Negeri 49 SD Negeri 49 Kota Bengkulu didirikan pada tahun 1983 yang pertama kali dipimpin oleh Salimin S, S.Pd (1983-1998),

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang 72 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan inklusivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku. Dengan belajar orang akan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku. Dengan belajar orang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku. Dengan belajar orang akan mengetahui berbagai informasi, menyukai satu situasi dan atau dapat melakukan sesuatu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pada hasil analisis data dan uji hipotesis yang telah ditemukan, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, kemampuan membaca cerita anak yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Kondisi Prasiklus Gambaran yang dijadikan pangkal menentukan permasalahan upaya peningkatan hasil belajar IPA di kelas V SD menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi. Berkomunikasi dapat memudahkan setiap orang untuk melakukan interaksi antar sesama.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO PEKALONGAN A. Analisis Pelaksanaan Model Pembelajaran Aktif dalam Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perkembangan zaman yang begitu cepat dan pesat terutama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perkembangan zaman yang begitu cepat dan pesat terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan perkembangan zaman yang begitu cepat dan pesat terutama dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan pengaruh secara langsung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, salah satunya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa 100 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di SMK Muhammadiyah 03 Singosari Malang Motivasi belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. peneliti dengan topik sesuai dalam pertanyaan-pertanyaan yang peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN. peneliti dengan topik sesuai dalam pertanyaan-pertanyaan yang peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Paparan data disini merupakan uraian yang disajikan untuk mengetahui karakteristik data pokok yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti dengan topik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang dapat hidup tanpa berkomunikasi. Apalagi di zaman modern ini ketika

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang dapat hidup tanpa berkomunikasi. Apalagi di zaman modern ini ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, sama seperti kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, air dan udara. Manusia sebagai mahluk sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan. semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan. semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah. Perkembangan teknologi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Sekolah Dasar Kristen Satya Wacana berada di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, terletak di Jalan Yos Sudarso 1 Salatiga. Kepala Sekolah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMBELAJARAN AL-QUR AN HADITS DI MI ISLAMIYAH WIRODITAN

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMBELAJARAN AL-QUR AN HADITS DI MI ISLAMIYAH WIRODITAN BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMBELAJARAN AL-QUR AN HADITS DI MI ISLAMIYAH WIRODITAN A. Analisis Strategi Pembelajaran yang Digunakan dalam Pembelajaran Al- Qur an Hadits Kelas 5 di MI Islamiyah Wiroditan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semenjak Negara Indonesia berdiri, The founding fathers bangsa ini sudah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semenjak Negara Indonesia berdiri, The founding fathers bangsa ini sudah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak Negara Indonesia berdiri, The founding fathers bangsa ini sudah menanamkan semangat dan tekad untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh warga negara,

Lebih terperinci

C. ANALISIS HASIL PELAKSANAAN DAN REFLEKSI

C. ANALISIS HASIL PELAKSANAAN DAN REFLEKSI C. ANALISIS HASIL PELAKSANAAN DAN REFLEKSI 1. Analisis Hasil Pelaksanaan Program PPL Kemampuan guru dalam menguasai materi dan metode penyampaian merupakan hal terpenting dalam proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Bagaimana langkah-langkah Implementasi metode diskusi dalam. pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas IV di SDN 01 Ngepoh

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Bagaimana langkah-langkah Implementasi metode diskusi dalam. pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas IV di SDN 01 Ngepoh 103 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Bagaimana langkah-langkah Implementasi metode diskusi dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas IV di SDN 01 Ngepoh Tanggunggunung Tulungagung Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA METODE TANYA JAWAB DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 04 MAJALANGU WATUKUMPUL PEMALANG

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA METODE TANYA JAWAB DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 04 MAJALANGU WATUKUMPUL PEMALANG BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA METODE TANYA JAWAB DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 04 MAJALANGU WATUKUMPUL PEMALANG A. Analisis Penggunaan Metode Tanya Jawab Dalam Pembelajaran PAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD, karena Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SDLB NEGERI PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SDLB NEGERI PEKALONGAN BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SDLB NEGERI PEKALONGAN Proses pembelajaran merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN 1 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Metode Quick On The Draw Dari hasil penelitian implementasi atau penerapan metode quick on the draw di SDN Alun-Alun Contong

Lebih terperinci

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan pemegang peran utama dalam proses pembelajaran karena guru mempunyai peranan penting dalam keberhasilan siswa menerima dan menguasai pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya prestasi belajar tersebut berkaitan dengan beberapa faktor. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya prestasi belajar tersebut berkaitan dengan beberapa faktor. Banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar yang dicapai siswa memang sangat beragam. Ada yang mendapat prestasi baik, cukup bahkan ada pula yang sangat kurang. Tinggi rendahnya prestasi

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif dengan teknik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembimbingan secara intensif. Undang-undang sistim nasional (UUSPN) nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pembimbingan secara intensif. Undang-undang sistim nasional (UUSPN) nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia, pada dasarnya adalah untuk mengembangkan kemampuan dan potensi manusia sehingga bisa hidup layak, baik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani (penjas) dan adaptif. Penjas merupakan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran. kualitas interaksi siswa dengan guru di kelas. Untuk itu, guru harus memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran. kualitas interaksi siswa dengan guru di kelas. Untuk itu, guru harus memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran hakikatnya adalah usaha untuk membelajarkan siswa. Darsono mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) MENGGUNAKAN SOFTWARE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) MENGGUNAKAN SOFTWARE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) MENGGUNAKAN SOFTWARE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN BIOLOGI PADA SISWA KELAS VII F DI SMP NEGERI I BULU SUKOHARJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan senang terhadap aktivitas membaca, sehingga siswa mau melakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan senang terhadap aktivitas membaca, sehingga siswa mau melakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Minat Baca Minat baca yaitu suatu dorongan untuk memperhatikan, rasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca, sehingga siswa mau melakukan aktivitas membaca dengan kemauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini, dengan harapan siswa-siswi dapat memahami isu-isu global yang

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini, dengan harapan siswa-siswi dapat memahami isu-isu global yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang membahas ilmu-ilmu biologi, kimia, dan fisika. IPA memiliki posisi penting dalam dunia pendidikan dewasa ini.

Lebih terperinci

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL Kegiatan PPL ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan. Selain itu, terdapat juga alokasi waktu untuk observasi kondisi fisik sekolah yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy, tingkatan intelektual manusia terbagi dalam tiga jenis 1. Pertama, individu dengan tingkat intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan manusia yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya.

Lebih terperinci

PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 PALU

PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 PALU PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 PALU Hadi Guru Matematika SMP Negeri 1 Palu Abstrak: Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Pelaksanaan Tindakan Siklus I A. Tahap Perencanaan Setelah diperoleh informasi pada waktu observasi, maka peneliti melakukan diskusi

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN. Kreativitas guru dalam proses pembelajaran Al-Qur an Hadits itu

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN. Kreativitas guru dalam proses pembelajaran Al-Qur an Hadits itu BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Paparan Data Kreativitas guru dalam proses pembelajaran Al-Qur an Hadits itu berbeda-beda dari sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, karena dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Suryosubroto (2010:130) menuliskan mengenai undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DLINGO, 3 OKTOBER 2011 PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF Aini Mahabbati Jurusan PLB FIP UNY HP : 08174100926 EMAIL : aini@uny.ac.id IMPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF (Diadaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Tlahap cenderung bersifat konvensional ceramah yang berpusat pada guru.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Tlahap cenderung bersifat konvensional ceramah yang berpusat pada guru. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Observasi awal yang dilakukan di kelas IIIA SD Negeri Tlahap, peneliti berhasil menemukan beberapa permasalahan yang terjadi di dalam proses

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nur Hidayati, Sukarno, Lies Lestari PGSD, FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet Riyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah,

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini, pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 3 Kalirejo Kudus kurang efektif. Guru memulai pembelajaran dengan mengucapkan salam dan menyampaikan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) Standar Kompetensi** 1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) Standar Kompetensi** 1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) Nama Sekolah :... Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas : V (Lima) Semester : I (Satu) Alokasi Waktu : x 35 menit ( pertemuan). Standar Kompetensi**.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pra Siklus Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan kegiatan observasi dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL A. PERSIAPAN Sebelum pelaksanaan PPL banyak hal yang perlu dipersiapkan dan dilaksanakan oleh mahasiswa. Beberapa hal yang dilakukan mahasiswa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. Akan tetapi, apabila kegiatan berkomunikasi terjadi tanpa diawali keterampilan berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang menjadi dasar dari semua ilmu yang dipelajari di sekolah regular. Oleh sebab itu pelajaran ini diajarkan pada jenjang pendidikan dasar

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PANTUN SISWA KELAS X ATG SMALB BUDI MULYA KANDAT KEDIRI MELALUI TEKNIK TGT

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PANTUN SISWA KELAS X ATG SMALB BUDI MULYA KANDAT KEDIRI MELALUI TEKNIK TGT PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PANTUN SISWA KELAS X ATG SMALB BUDI MULYA KANDAT KEDIRI MELALUI TEKNIK TGT Niswatus Syarifah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Anak tunagrahita sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang guru dituntut untuk memiliki dan menguasai keterampilan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Seorang guru dituntut untuk memiliki dan menguasai keterampilan dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang guru dituntut untuk memiliki dan menguasai keterampilan dasar mengajar. Terdapat delapan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN STRUKTUR DAN PERUBAHAN BESARAN GAJI POKOK KARYAWAN PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. b. c. d. e.

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 073/J.A/07/1999

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 073/J.A/07/1999 JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 073/J.A/07/1999 TENTANG POLA JENJANG KARIR PEGAWAI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran di sekolah dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran di sekolah dewasa ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran di sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik terhadap pelajaran. (Trianto 2007:1) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas dan di dalamnya terjadi pola interaksi antara guru dengan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas dan di dalamnya terjadi pola interaksi antara guru dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar dan mengajar yang berlangsung di dalam kelas dan di dalamnya terjadi pola interaksi antara guru dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Bagi negara kita, yang pada saat ini masih termasuk kedalam negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis

Lebih terperinci

Panduan Observasi. No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina. disampaikan.

Panduan Observasi. No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina. disampaikan. LAMPIRAN LAMPIRAN Panduan Observasi No. Indikator Hal Yang diamati 1. Guru PAI sebagai membimbing, menuntun, member tauladan, dan membina 1 Memperhatikan bagaimana cara guru PAI mengajar anak tunagrahita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rahmawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua jenis kegiatan yang kita lakukan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun di dalam masyarakat, tidak terlepas dari bahasa. Manusia menyadari pentingnya

Lebih terperinci

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran N

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran N No.327, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim MA. Perubahan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA MOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia yaitu berbahasa. Berbahasa merupakan kemampuan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Ngabean yang menjadi subjek

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Ngabean yang menjadi subjek 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Ngabean yang menjadi subjek penelitian adalah kelas VI yang berjumlah 28 siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan periode masa emas bagi perkembangan anak dimana tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni meliputi

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Letak Unsur dalam SPU

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Letak Unsur dalam SPU RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Sub Materi Alokasi Waktu : SMAN 1 SANDEN : Kimia : X / Ganjil : Struktur Atom : Letak Unsur dalam SPU : 3 x 45

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan teladan terhadap guru SD Negeri 71/1 Kembang Seri Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan teladan terhadap guru SD Negeri 71/1 Kembang Seri Kabupaten BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan observasi peran kepemimpinan kepala sekolah dalam memberikan teladan terhadap guru SD Negeri 71/1 Kembang Seri Kabupaten Batang Hari,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education 110 BAB V PENUTUP A. Simpulan Pendidikan inklusif sebagai suatu kecenderungan baru dalam sistem pendidikan hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya demokrasi pendidikan dan tegaknya hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada penelitian ini diawali dengan perencanaan pembelajaran yang meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Eksekutif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Eksekutif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Eksekutif Keterwakilan perempuan di lembaga eksekutif juga menjadi tolok ukur pemberdayaan perempuan. Untuk melihat pemberdayaan perempuan di lembaga eksekutif dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dapat membantu siswa dalam membangun pemahamannya. siswa untuk membuat ide-ide matematika lebih sederhana dan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dapat membantu siswa dalam membangun pemahamannya. siswa untuk membuat ide-ide matematika lebih sederhana dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi dalam pembelajaran matematika memiliki peranan yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses komunikasi yang baik dapat membantu siswa

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Siswa Menyimak Cerita Rakyat Melalui Metode Tanya Jawab di Kelas V SDN Watutinonggo

Peningkatan Kemampuan Siswa Menyimak Cerita Rakyat Melalui Metode Tanya Jawab di Kelas V SDN Watutinonggo Peningkatan Kemampuan Siswa Menyimak Cerita Rakyat Melalui Metode Tanya Jawab di Kelas V SDN Watutinonggo Nurzuldianta Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan tersebut masing-masing harus dimiliki oleh siswa untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan tersebut masing-masing harus dimiliki oleh siswa untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya keterampilan berbahasa menjadi satu kesatuan yang mencakup keterampilan membaca, menulis, berbicara dan menyimak. Keterampilan tersebut masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menegaskan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

Oleh Saryana PENDAHULUAN

Oleh Saryana PENDAHULUAN PENDAHULUAN INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA (Laporan Hasil Penelitian Tindakan kelas) Oleh Saryana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menangani anak usia 4-6 tahun. Menurut para ahli, usia ini disebut juga usiaemas (golden

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah sebuah cara untuk tidak membatasi anak dalam sebuah mata pelajaran dalam mempelajari sesuatu. Misalnya, sambil

Lebih terperinci