SAMBUTAN. Jakarta, Desember 2013 Sudirman Saad. Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SAMBUTAN. Jakarta, Desember 2013 Sudirman Saad. Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil"

Transkripsi

1

2 SAMBUTAN Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara maritim dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km 2 yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km 2 dan ZEE Indonesia 2,7 km 2. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri dari buah pulau dan panjang pantai mencapai km (KKP, 2011). Kondisi ini merupakan anugrah yang sangat besar bagi pembangunan perikanan dan kelautan. Disamping itu, sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) sangat tinggi, dan bahkan laut Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Disamping sumberdaya dapat pulih sebagaimana dikemukakan di atas, perairan laut Indonesia juga memiliki sumberdaya tidak pulih seperti mineral (minyak, gas dan lain sebagainya) serta jasa-jasa lingkungan. Kondisi ini selanjutnya menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat potensial untuk dikembangkan berbagai kegiatan. Agar potensi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikelola secara optimal dan tepat sasaran, maka perlu dikelola melalui Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil. Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dimaksudkan untuk menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur ruang dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Agar dalam prakteknya penyusunan RZWP-3-K Provinsi dapat dilaksanakan dengan tahapan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan output serta sasaran, maka diperlukan Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi sebagai panduan bagi pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Dengan disusunnya Pedoman Teknis ini, diharapkan akan memberikan kesamaan persepsi dalam memberikan arahan teknis kepada Kelompok Kerja Penyusunan RZWP-3-K Provinsi dan memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi kepada pihak-pihak yang diberikan tugas penyusunan RZWP-3-K Provinsi.. Jakarta, Desember 2013 Sudirman Saad Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

3 KATA PENGANTAR Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: (1) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K; (2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K; (3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan (4) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAWP-3- K. Sebagaimana amanat UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada pasal 7 ayat 3 pemerintah daerah wajib untuk menyusun keempat perencanaan tersebut. Dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 pada Bab IV tentang Perencanaan pasal 9 ayat (1), disebutkan bahwa RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kab/kota. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai salah satu perencanaan merupakan arahan alokasi ruang untuk rencana kawasan pemanfaatan umum, rencana kawasan konservasi rencana kawasan strategis nasional tertentu dan rencana alur. Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi disusun sebagai panduan bagi pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Diharapkan dengan adanya Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini, dapat memberikan kesamaan persepsi dan memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi, sehingga dapat menunjang upaya mengoptimalkan perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kami menyadari bahwa buku Pedoman Teknis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Ucapan terimakasih dan penghargaan kami sampaikan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat dalam upaya Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Jakarta, Desember 2013 Subandono Diposaptono Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

4 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi i Daftar Tabel ii Daftar Gambar iii Daftar Lampiran v Bab 1 Ketentuan Umum I Istilah dan Definisi I Acuan Normatif I Kedudukan, Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K Provinsi I Kedudukan RZWP-3-K dalam Sistem Penataan Ruang dan I-6 Sistem Perencanaan Pembangunan Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K I Maksud dan Tujuan I Masa Berlaku RZWP-3-K Provinsi I-10 Bab II Ketentuan Teknis Muatan RZWP-3-K Provinsi II Batas Wilayah Perencanaan RZWP-3-K Provinsi II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi RZWP-3-K Pengelolaan WP-3-K II-3 Provinsi 2.3 Rencana Alokasi Ruang WP-3-K Provinsi II Peraturan Pemanfaatan Ruang II Arahan Pemanfaatan Ruang WP-3-K II-9 Bab III Prosedur dan Proses Penyusunan RZWP-3-K III Prosedur Penyusunan RZWP-3-K III Pra Penyusunan RZWP-3-K III Penyusunan RZWP-3-K III Persiapan Penyusunan RZWP-3-K III Penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K III Pengumpulan Data III Survei Lapangan III Pengolahan dan Analisis Data III Deskripsi Potensi dan Kegiatan Pemanfaatan III-13 Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Penyusunan Dokumen Awal III Konsultasi Publik I III Penentuan Usulan Alokasi Ruang III Penyusunan Dokumen Antara III Konsultasi Publik II III Penyusunan Dokumen Final III Permohonan Tanggapan dan/atau Saran III-36 i

5 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Ketentuan Pengaturan Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi II-6 Tabel 2.2 Pembagian Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi dalam Wilayah Perairan II-6 yang Menjadi Kewenangan Provinsi Tabel 3.1 Contoh Identifikasi Stakeholders III-1 Tabel 3.2 Tujuan dan Target Peserta Bimtek Penyusunan RZWP-3-K III-2 Tabel 3.3 Materi, Metode, Output dan Lokasi Sosialisasi Penyusunan RZWP-3-K III-2 Tabel 3.4 Tujuan dan Target Peserta Bimtek Penyusunan RZWP-3-K III-3 Tabel 3.5 Materi, Metode, Output dan Lokasi Bimtek Penyusunan RZWP-3-K III-4 Tabel 3.6 Tujuan, Output dan Target Peserta Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K III-15 Tabel 3.7 Materi, Metode dan Lokasi Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K III-15 Tabel 3.8 Klasifikasi Kawasan dalam RZWP-3-K III-19 Tabel 3.9 Identifikasi Potensi Dampak Aktivitas dari Wilayah Sekitar III-25 Tabel 3.10 Klasifikasi Kompabilitas Kegiatan III-27 Tabel 3.11 Contoh Tabel Kesepakatan Arahan Pemanfaatan Ruang III-28 Tabel 3.12 Tujuan,Output dan Target Peserta Konsultasi Publik II Penyusunan RZWP-3-K III-33 Tabel 3.13 Materi, Metode dan Lokasi Konsultasi Publik II Penyusunan RZWP-3-K III-33 Tabel L1.1 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Penangkapan Ikan L.1-2 Tabel L1.2 Tolok Ukur dan Kategori Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan L.1-3 Tabel L1.3 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Laut L.1-3 Tabel L1.4 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Air Payau L.1-4 Tabel L1.5 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Udang L.1-5 Tabel L1.6 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tambak Bandeng L.1-5 Tabel L1.7 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerang Hijau L.1-5 Tabel L1.8 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Tiram Mutiara L.1-6 Tabel L1.9 Parameter Iklim dan Pengaruhnya terhadap Tambak Garam L.1-7 Tabel L1.10 Parameter Kesesuaian Perairan Untuk Wisata Bahari L.1-7 Tabel L1.11 Kriteria Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Penetapan Lokasi L.1-8 Tabel L1.12 Parameter Kesesuaian Wisata Selam L.1-8 Tabel L1.13 Parameter Kesesuaian Wisata Snorkeling L.1-9 Tabel L1.14 Parameter Kesesuaian Wisata Berperahu, jet Ski dan Banana Boat L.1-9 Tabel L1.15 Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Rekreasi Pantai L.1-9 Tabel L1.16 Parameter Kesesuaian Wisata Pantai Olahraga Pantai dan Berjemur L.1-10 Tabel L1.17 Penggolongan Kelas Pelabuhan Berdasarkan Kriteria Teknis L.1-11 Tabel L1.18 Kriteria Pelabuhan Khusus L.1-12 Tabel L1.19 Kriteria Pelabuhan Daratan L.1-12 Tabel L1.20 Skoring Kesesuaian Kawasan Pelabuhan L.1-13 Tabel L1.21 Dampak Kawasan Pertambangan Terhadap Kegiatan Pemanfaatan Ruang L.1-18 Tabel L1.22 Kriteria Fisik Kesesuaian Perairan Kawasan Pertambangan Pasir Laut L.1-19 Tabel L1.23 Parameter Kesesuaian Lahan Pertanian di Pesisir L.1-21 Tabel L1.24 Parameter Kesesuaian Permukiman di Pesisir L.1-21 Tabel L1.25 Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Industri L.1-22 ii

6 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Hirarki Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil I-7 Gambar 1.2 Kedudukan Perencanaan Pengelolaan WP3K dalam Sistem Perencanaan I-9 Pembangunan NasionaL Gambar 2.1 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak II-1 Lebih Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1 (Satu) Provinsi Gambar 2.2 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari II-2 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1(Satu) Provinsi Gambar 2.3 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Gugusan Pulau-Pulau II-2 yang Berada Dalam Satu Provinsi Gambar 2.4 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari 2 II-3 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Pada Provinsi yang Berbeda Gambar 2.5 Ilustrasi Alokasi Ruang Laut Tiga Dimensi II-8 Gambar 2.6 Hubungan Instrumen Perencanaan, Pengendalian, dan Program II-9 Gambar 3.1 Tahapan dan Proses/Output Penyusunan RZWP-3-K Provinsi III-5 Gambar 3.2 Proses penyusunan RZWP-3-K Provinsi Melalui Pelibatan Masyarakat III-6 Gambar 3.3 Contoh Jangka Waktu Penyusunan RZWP-3-K Provinsi III-7 Gambar 3.4 Contoh Proses Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Zona Pariwisata III-18 Gambar 3.5 Contoh Ilustrasi Klasifikasi Kawasan di WP-3-K III-20 Gambar 3.6 Diagram Penyusunan Peta Pola Ruang Wilayah Laut/Perairan Kabupaten III-21 dan Kota Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya Gambar 3.7 Ilustrasi Contoh Pembagian Kawasan menjadi Zona III-23 Gambar 3.8 Contoh Matriks Keterkaitan antar Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pesisir III-26 Gambar 3.9 Mekanisme Pemberian Tanggapan dan/atau Saran III-36 Gambar L.12.1 Contoh Peta Jenis Tanah L12-1 Gambar L.12.2 Contoh Peta Topografi L12-1 Gambar L.12.3 Contoh Peta Kemiringan Lereng L12-2 Gambar L.12.4 Contoh Peta Bathimetri L12-2 Gambar L.12.5 Contoh Peta Geologi L12-3 Gambar L.12.6 Contoh Peta Geomorfologi L12-3 Gambar L.12.7 Contoh Peta Arus L12-4 Gambar L.12.8 Contoh Peta Gelombang L12-4 Gambar L.12.9 Contoh Peta Suhu Permukaan L12-5 Gambar L Contoh Peta Kecerahan L12-5 Gambar L Contoh Peta Sebaran TSS L12-6 Gambar L Contoh Peta Sebaran ph L12-6 Gambar L Contoh Peta Sebaran Salinitas L12-7 Gambar L Contoh Peta Sebaran DO L12-7 Gambar L Contoh Peta Sebaran BOD L12-8 Gambar L Contoh Peta Sebaran Ammonia L12-8 Gambar L Contoh Peta Sebaran Nitrat L12-9 Gambar L Contoh Peta Sebaran Fosfat L12-9 iii

7 Gambar L Contoh Peta Penggunaan Lahan L12-10 Gambar L Contoh Peta Pemanfaatan Wilayah Laut L12-10 Gambar L Contoh Peta Sumberdaya Air L12-11 Gambar L Contoh Peta Mangrove L12-11 Gambar L Contoh Peta Terumbu Karang L12-12 Gambar L Contoh Peta Lamun L12-12 Gambar L Contoh Peta Sumberdaya Ikan L12-13 Gambar L Contoh Peta Infrastruktur L12-13 Gambar L Contoh Peta Jumlah Penduduk L12-14 Gambar L Contoh Peta Pergerakan Ekonomi Wilayah L12-14 iv

8 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kriteria Kesesuaian L1-1 Lampiran 2 Tabel Pernyataan pemanfaatan Ruang dan Peraturan Pemanfaatan Ruang L2-1 Lampiran 3 Contoh Tabel Indikasi Program L3-1 Lampiran 4 Sistematika Dokumen Final RZWP-3-K L4-1 Lampiran 5 Outline Laporan Akhir RZWP-3-K L5-1 Lampiran 6 Contoh Berita Acara Konsultasi Publik L6-1 Lampiran 7 Contoh Surat Permohonan Tanggapan/saran L7-1 Lampiran 8 Contoh TOR/KAK L8-1 Lampiran 9 Contoh RAB L9-1 Lampiran 10 Contoh Format Penyajian Peta L10-1 Lampiran 11 Contoh NLP (Nomor Lembar Peta) L11-1 Lampiran 12 Contoh Peta-peta Dasar dan Peta Tematik L12-1 v

9 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Bab I Ketentuan Umum 1.1. Istilah dan Definisi Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan : 1 Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang tersedia. 2 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu. 4 Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 5 Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. 6 Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan di sekitarnya. 7 Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir. 8 Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas. I-1

10 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi 9 Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulaupulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. 10 Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. 11 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. 12 Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan. 13 Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah tindak lanjut rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap kawasan perencanaan. 14 Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam rencana zonasi yang dapat disusun oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan izin yang dapat diterbitkan oleh pemerintah daerah. 15 Peraturan pemanfaatan ruang adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta ketentuan pengendaliannya yang disusun untuk setiap zona dan pemanfaatannya. 16 Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil. 17 Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. 18 Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. I-2

11 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi 19 Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batasbatas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. 20 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 21 Alokasi Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah. 22 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota adalah rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota yang bersifat umum, berisi arahan tentang alokasi ruang dalam rencana Kawasan Pemanfaatan Umum, rencana Kawasan Konservasi, rencana Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan rencana Alur Laut. 23 Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan. 24 Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan. (Kawasan Pemanfaatan Umum setara dengan kawasan budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang). 25 Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. (Kawasan Konservasi setara dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang). 26 Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional. 27 Alur laut adalah merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut. 28 Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. 29 Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. 30 Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 31 Paket Sumberdaya adalah informasi mengenai kondisi sumberdaya yang ada di area tertentu di dalam satu unit perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. I-3

12 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi 32 Konsultasi publik adalah proses penggalian masukan yang dapat dilakukan melalui rapat, musyawarah, dan/atau bentuk pertemuan lainnya yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 33 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 34 Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas di bidang tertentu di provinsi, atau kabupaten/kota. 35 Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi daya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan masyarakat. 36 Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 37 Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai ketentuan perundang-undangan. 38 Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan seharihari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya Pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu. 39 Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional. 40 Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, yang selanjutnya disebut BKPRN adalah badan yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang tugas pokoknya mengoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan penataan ruang. 41 Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan di Kabupaten/Kota dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam koordinasi penataan ruang di daerah. I-4

13 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi 42 Instansi terkait adalah instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, unit pelaksana teknis, dan instansi vertikal yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 43 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 45 Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. 46 Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil Acuan Normatif Pedoman ini disusun berdasarkan : 1. UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas; 4. UUU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 5. UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 6. UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014; 7. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No 12 Tahun 2008; 8. UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 9. UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 10. UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 11. UU No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 12. PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut; 13. PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan Daerah, Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kab/ Kota; 14. PP No 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan; 15. PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; 16. PP No 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar; 17. PP No 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 18. PP No 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; 19. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil; I-5

14 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi 20. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan; 21. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 22. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 23. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.30/MEN/2010 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan; 24. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.2/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengeloaan Perikanan Negara Republik Indonesia; 25. Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut; 26. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah Kedudukan, Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K Provinsi Kedudukan RZWP-3-K dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Pasal 6 ayat 5 UU UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa Ruang laut dan ruang udara, pengelolaanya diatur dengan undang-undang tersendiri. Khusus untuk ruang laut yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut adalah UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 merupakan Leg Specialis dari UU Nomor 26 Tahun 2007, Indonesia mengenal asas Leg Spesialis Derogat Leg Generalis, hal-hal yang sifatnya khusus lebih diutamakan dari hal yang sifatnya umum. Ruang lingkup pengaturan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, meliputi ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai (cakupan wilayah pesisir). Sesuai dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, terdapat 3 (tiga) struktur yang menyusun pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, yakni perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan pengendalian. Struktur perencanaan memuat perencanaan yang bersifat spasial (keruangan) yaitu Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K. Walaupun UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tidak secara eksplisit menyebut tata ruang laut, namun perencanaan spasial tersebut diistilahkan dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K). Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 pada Bab I Pasal 1 disebutkan, Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan I-6

15 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Pengertian ini mirip dengan definisi tata ruang yang tersurat dan tersirat pada Bab 1 Pasal 1 dalam UU Nomor 26 Tahun Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di dalam pasal 7 ayat (1), terdiri atas : 1) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K), yang memuat isu, visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan program; 2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), yang memuat rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K), yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan; dan 4) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAPWP-3-K), yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan. Hirarki perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilihat pada gambar 1.1 sebagai berikut : Gambar 1.1. Hirarki Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Selanjutnya di Pasal 7 ayat (3) disebutkan bahwa Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan kewenangan masingmasing. I-7

16 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Pemerintah daerah provinsi menyusun RZWP-3-K dengan memperhatikan: 1. RSWP-3-K dan RPJPD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 2. alokasi ruang untuk akses publik; 3. alokasi ruang untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya dengan tetap memperhatikan kepemilikan serta penguasaan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 4. keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan RTRW provinsi dan/atau RTRW kabupaten/kota; 5. integrasi ekosistem darat dan laut; 6. keseimbangan antara perlindungan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, jasa lingkungan, dan fungsi ekosistem dalam satu bentang alam ekologis (bioekoregion); 7. perencanaan Pembangunan lainnya seperti Rencana Tata Ruang Hutan/Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP), Kawasan Rawan Bencana, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), prasarana perhubungan laut, kawasan pemukiman, dan kawasan pertambangan; 8. kawasan, zona, dan/atau alur laut kabupaten/kota yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan 9. peta rawan bencana dan peta risiko bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 pada Bab IV tentang Perencanaan pasal 9 ayat (1), disebutkan bahwa RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kab/kota. Penyusunan RZWP-3-K seperti apa yang diamanatkan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 9 ayat (2) tersebut di atas menegaskan bahwa RZWP-3-K harus diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab/Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 termasuk dalam Rencana Umum Tata Ruang yang secara hirarki terdiri dari RTRW Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kab/Kota. Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keterkaitan dengan kebijakan perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan penataan ruang. Berdasarkan tujuan perencanaan pembangunan nasional, aktualisasi UU Nomor 25 Tahun 2004 diantaranya ditandai dengan dihasilkannya: (a) Rencana Pembangunan Jangka Panjang; (b) Rencana Pembangunan Jangka Menengah; dan (c) Rencana Pembangunan Tahunan. Keseluruhan dokumen perencanaan tersebut menjadi pedoman bagi pelaksanaan segenap urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran daerah pada akhir periode rencana, dan sekaligus menjadi dasar dalam penganggaran (pembiayaan) program dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam rangka menjamin konsistensi pelaksanaan dokumen RZWP-3-K yang sudah disusun, maka hasil tersebut I-8

17 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi perlu menjadi bagian dari proses perencanaan pembangunan daerah. Artinya Pemda perlu menyusun tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang telah memasukkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dokumen RSWP-3-K diharapkan berfungsi sebagai instrumen yang akan dipakai sebagai referensi kebijakan dan program kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sampai dengan beberapa tahun ke depan oleh pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dokumen RSWP-3-K haruslah: (a) sejalan dan menjadi bagian dari sistem dan dokumen perencanaan pembangunan daerah, serta (b) dilaksanakan secara konsisten oleh masing-masing sektor, baik daerah maupun pusat. Pada dasarnya, integrasi dokumen RZWP-3-K tersebut sejalan dengan sistem dan konsep perencanaan pembangunan yang ada (UU Nomor 25 Tahun 2004) sebagaimana ilustrasi pada Gambar 1.2 Tampak bahwa adopsi dan pelembagaan dokumen tersebut dilakukan dengan menjadikan dokumen RZWP-3-K sebagai input dalam penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Daerah), RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), Renstra SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), dan Renja SKPD. Perencanaan Spasial Gambar 1.2 Kedudukan Perencanaan Pengelolaan WP3K dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Fungsi dan Manfaat RZWP-3-K RZWP-3-K Provinsi, antara lain berfungsi: 1) Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2) Sebagai acuan dalam penyusunan RPWP-3-K dan RAPWP-3-K 3) Sebagai instrumen penataan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil 4) Memberikan kekuatan hukum terhadap alokasi ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil 5) Untuk memberikan rekomendasi dalam pemberian perizinan di perairan laut wilayah pesisir, I-9

18 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi dan pulau-pulau kecil 6) Sebagai acuan dalam rujukan konflik di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil 7) Sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil 8) Sebagai acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan di WP3K. Manfaat RZWP-3-K Provinsi adalah untuk : 1) Memfasilitasi akselerasi pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil 2) Mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai untuk dimanfaatkan 3) Mendorong pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang efisien 4) Mengurangi kemungkinan dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulaupulau kecil 5) Mengidentifikasi daerah-daerah yang penting secara ekologi dan kelangsungan kehidupan habitat pesisir dan pulau-pulau kecil dan mengurangi konflik dengan pemanfaatan ekonomi 6) Menjamin dan memastikan alokasi ruang untuk keanekaragaman hayati dan konservasi alam 7) Mendorong kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui keterlibatan dalam proses perencanaan 8) Melindungi ruang yang secara turun-temurun dimanfaatkan untuk kepentingan sosial budaya masyarakat seperti untuk upacara adat, wilayah ulayat, wilayah suci laut 9) Mengurangi konflik pemanfaatan ruang baik antara pemanfaatan yang tidak kompatibel maupun konflik antara pemanfaatan manusia dan kelestarian lingkungan alam 1.4. Maksud dan Tujuan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan RZWP-3-K Provinsi oleh pemerintah daerah provinsi dan para pemangku kepentingan lainnya. Tujuan disusunnya pedoman ini adalah untuk mewujudkan RZWP-3-K Provinsi yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun Masa Berlaku RZWP-3-K Provinsi RZWP-3-K Provinsi berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung mulai sejak ditetapkan dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. I-10

19 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Bab II Ketentuan Teknis Muatan RZWP-3-K Provinsi 2.1 Batas Wilayah Perencanaan RZWP-3-K Provinsi Batas wilayah perencanaan RZWP3K provinsi ke arah darat adalah Kecamatan Pesisir dan ke arah laut hingga batas wilayah pengelolaan perairan Provinsi sejauh 12 mil laut. Bagi daerah yang telah memiliki cakupan wilayah di perairan laut berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, batas wilayah perencanaan RZWP-3-K mengacu pada peraturan tersebut. Penentuan batas wilayah perencanaan untuk daerah yang memiliki pulau-pulau kecil mengacu pada peraturan Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, sebagai berikut : A. Untuk mengukur batas daerah di laut pada suatu pulau yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil laut yang berada dalam satu provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk provinsi dan sepertiganya untuk kabupaten/kota. Gambar 2.1 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Lebih Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1 (Satu) Provinsi (Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012) B. Untuk mengukur batas daerah di laut pada suatu pulau yang berjarak kurang dari 2 (dua) kali 12 mil laut yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk Batas Laut Provinsi dan sepertiganya merupakan kewenangan pengelolaan Kabupaten dan Kota di laut. II-1

20 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Gambar 2.2 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Dalam 1(Satu) Provinsi (Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012) C. Untuk mengukur Batas Daerah di Laut pada suatu Gugusan Pulau-Pulau yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk batas kewenangan pengelolaan laut provinsi dan sepertiganya merupakan kewenangan pengelolaan Kabupaten/kota di laut. Gambar 2.3 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Gugusan Pulau-Pulau yang Berada Dalam Satu Provinsi (Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012) D. Untuk mengukur Batas Daerah di Laut pada Pulau yang berada pada daerah yang berbeda provinsi dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil laut, diukur menggunakan prinsip garis tengah (median line). II-2

21 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Gambar 2.4 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari 2 (Dua) Kali 12 Mil Laut yang Berada Pada Provinsi yang Berbeda (Sumber : Permendagri No. 76 Tahun 2012) 2.2 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten/Kota Tujuan, Kebijakan, dan Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan terjemahan dari visi dan misi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pengembangan provinsi untuk mencapai kondisi ideal pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil provinsi yang diharapkan. A. Tujuan Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan arahan perwujudan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi memiliki fungsi: 1) sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi RZWP-3-K provinsi; 2) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama RZWP-3-K provinsi; dan 3) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi. Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; 2) karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; 3) isu strategis; dan 4) kondisi objektif yang diinginkan. Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan dengan kriteria: II-3

22 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi 1) tidak bertentangan dengan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil nasional; 2) jelas dan dapat tercapai sesuai jangka waktu perencanaan; dan 3) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. B. Kebijakan Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan arah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi. Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi sebagai: 1) sebagai dasar untuk memformulasikan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; 2) sebagai dasar untuk merumuskan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 3) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; dan 4) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan berdasarkan: 1) tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; 2) karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; 3) kapasitas sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dalam mewujudkan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 4) ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan dengan kriteria: 1) mengakomodasi kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil nasional dan provinsi yang berlaku pada wilayah provinsi bersangkutan; 2) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi bersangkutan; 3) mampu menjawab isu-isu strategis baik yang ada sekarang maupun yang diperkirakan akan timbul di masa yang akan datang; dan 4) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. C. Strategi Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan penjabaran kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi ke dalam langkahlangkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi: 1) sebagai dasar untuk penyusunan rencana alokasi ruang, dan penetapan kawasan strategis provinsi; II-4

23 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi 2) memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RZWP-3-K provinsi; dan 3) sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi. Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dirumuskan berdasarkan: 1) kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah provinsi; 2) kapasitas sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 3) ketentuan peraturan perundang-undangan. Strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah provinsi dirumuskan dengan kriteria: 1) memiliki kaitan logis dengan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 2) tidak bertentangan dengan tujuan, kebijakan, dan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil nasional; 3) jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi bersangkutan secara efisien dan efektif; 4) harus dapat dijabarkan secara spasial dalam rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; dan 5) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan, kebijakan, dan strategi tersebut diatas diadopsi dari tujuan, kebijakan, dan strategi yang tertuang dalam dokumen RSWP-3-K. Apabila belum ada, maka harus merumuskan Tujuan, kebijakan, dan strategi Pengelolaan WP-3-K. 2.3 Rencana Alokasi Ruang WP-3-K Provinsi RZWP3K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota yang secara spasial diwujudkan dalam alokasi ruang. Alokasi ruang terbentuk dari distribusi peruntukan ruang yang terdiri dari alokasi-alokasi ruang dengan fungsi-fungsi tertentu. RZWP-3-K provinsi memuat: a. pengalokasian ruang dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut; b. keterkaitan antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut dalam suatu Bioekoregion; c. penetapan pemanfaatan ruang laut; dan d. penetapan prioritas Kawasan laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan. II-5

24 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Ketentuan mengenai alokasi ruang dalam RZWP3K Provinsi diatur sebagai berikut: Tabel 2.1 Ketentuan Pengaturan Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi Hirarki Rencana Ketentuan Alokasi Ruang Keterangan RZWP-3-K Provinsi 1. Kawasan Pemanfaatan Umum 2. Kawasan Konservasi 3. Kawasan Strategis Nasional Tertentu 4. Alur Laut RZWP-3-K Provinsi meliputi: a. wilayah perairan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota; dan b. wilayah perairan yang menjadi kewenangan provinsi. Pengaturan antara batas akhir wilayah Kabupaten/Kota (4 mil) s/d 12 mil ke arah laut adalah sampai dengan zona Tabel 2.2 Pembagian Alokasi Ruang RZWP-3-K Provinsi dalam Wilayah Perairan yang Menjadi Kewenangan Provinsi ARAHAN PEMANFAATAN Kawasan 1. Kawasan Pemanfaatan Umum Zona 1. pariwisata; 2. pemukiman; 3. pelabuhan; 4. pertanian; 5. hutan; 6. pertambangan; 7. perikanan tangkap; 8. perikanan budidaya; 9. industri; 10. fasilitas umum; dan/atau 11. pemanfaatan lainnya sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya. 2. Kawasan Konservasi 1. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K); 2. Kawasan Konservasi Maritim (KKM); 3. Kawasan Konservasi Perairan (KKP); dan 4. Sempadan pantai. 3. Kawasan Strategis Nasional Tertentu 1. pengelolaan batas-batas maritim kedaulatan negara; 2. pertahanan dan keamanan negara; 3. pengelolaan situs warisan dunia; 4. kesejahteraan masyarakat; dan/atau 5. pelestarian lingkungan. 4. Alur Laut 1. alur pelayaran; 2. pipa/kabel bawah laut; dan 3. migrasi biota laut. II-6

25 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi berfungsi : a. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam WP-3-K provinsi; b. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional; c. Sebagai alokasi ruang untuk kepentingan perlindungan cadangan sumberdaya ikan; d. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang darat laut dan di ruang pesisir itu sendiri; e. Mengatur keseimbangan, keserasian, dan sinergitas peruntukan ruang di laut; dan f. Sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang perairan laut pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi. g. Sebagai dasar penentuan lokasi reklamasi, yang meliputi lokasi reklamasi dan lokasi sumber material reklamasi. Zona yang sesuai untuk reklamasi harus mengikuti Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Rencana alokasi ruang WP3K dirumuskan dengan memperhatikan : a. Kebijakan dan strategi Pengelolaan WP-3-K provinsi; b. Kesesuaian dan Keterkaitan antar kegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; c. Daya dukung dan daya tampung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; d. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait; e. kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang bersangkutan; f. Rencana alokasi ruang di wilayah pesisir daratan mengikuti nomenklatur RTRW, sedangkan di wilayah perairan mengikuti RZWP-3-K; g. Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang berbatasan dengan provinsi yang bersangkutan; h. Sistem klaster dengan mempertimbangkan keterkaitan ekologi, ekosistem, dan sosial budaya; Rencana alokasi ruang RZRWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis tiga dimensi ruang, yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Pada setiap dimensi, alokasi ruang laut dapat mengakomodasi kegiatan yang multifungsi pada zona tertentu. Dalam kolom perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara vertikal dapat dialokasikan untuk berbagai zona/subzona peruntukan. Pemanfaatan ruang dimaksud didasarkan pada hasil analisis peruntukan ruangnya secara vertikal. Walaupun demikian, alokasi berbagai zona/subzona tersebut harus disertai dengan peraturan pemanfaatan ruang yang memuat aturan-aturan kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan tidak diperbolehkan, serta kegiatan yang hanya boleh dilakukan dengan syarat, yang disertai pengaturan tata waktu. Sebagai contoh, misalnya didalam praktek biasanya pada layer permukaan dapat digunakan untuk kegiatan pelayaran dan wisata bahari, pada layer kolom perairan dapat digunakan untuk penangkapan II-7

26 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi ikan, sedangkan pada layer perairan dasar laut dapat digunakan untuk kegiatan konservasi dan wisata selam. Gambar 2.5 Ilustrasi Alokasi Ruang Laut Tiga Dimensi 2.4 Peraturan Pemanfaatan Ruang Peraturan pemanfaatan ruang provinsi berisi ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang disusun untuk setiap zona peruntukan dalam RZWP-3-K. RZWP-3-K provinsi memuat peraturan pemanfaatan ruang pada wilayah perairan yang menjadi kewenangan provinsi. Ketentuan peraturan pemanfaatan ruang berfungsi: 1) sebagai alat pengendali pengembangan kawasan/zona/subzona; 2) menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana zonasi; 3) menjamin agar kegiatan pemanfaatan baru tidak mengganggu pemanfaatan ruang yang telah berjalan dan sesuai dengan rencana alokasi ruang; dan 4) mencegah dampak pembangunan yang merugikan. Ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang merupakan persyaratan kegiatan pemanfaatan kawasan/zona yang meliputi: a. jenis kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan/zona (dinyatakan dalam kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan tidak diperbolehkan, serta kegiatan yang hanya boleh dilakukan dengan syarat) b. Besaran kegiatan pemanfaatan pada kawasan/zona (dinyatakan dalam luas jenis kegiatan pemanfaatan yang boleh dilakukan pada kawasan/zona) c. ketentuan teknis kegiatan pemanfaatan kawasan/zona (sesuai dengan ketentuan peraturan teknis kegiatan sektor bersangkutan) II-8

27 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan melalui instrumen perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan pengenaan sanksi. Gambar 2.6. Hubungan Instrumen Perencanaan, Pengendalian, dan Program Peraturan pemanfaatan ruang memuat ketentuan umum persyaratan kegiatan pemanfaatan kawasan/zona yang meliputi : 1. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona adalah penjabaran secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang yang mencakup seluruh wilayah administratif; 2. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona berfungsi sebagai: a. bagi penentuan persyaratan kegiatan pemanfaatan kawasan/zona; b. bagi bahan pertimbangan pemberian izin ; dan c. pengawasan kegiatan pemanfaatan ruang. 3. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona yang ditetapkan dalam RZWP-3- K berisikan: a) jenis alokasi ruang, deskripsi atau definisi alokasi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana alokasi ruang WP-3-K; b) ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin; c) ketentuan tentang prasarana minimum yang perlu diatur terkait pemanfaatan ruang; d) ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan provinsi untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, seperti pada kawasan konservasi. 2.5 Arahan Pemanfaatan Ruang WP-3-K II-9

28 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Provinsi Arahan pemanfaatan ruang WP3K dijabarkan ke dalam indikasi program utama dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan hingga akhir tahun perencanaan 20 (duapuluh) tahun. Arahan pemanfaatan ruang WP3K provinsi berfungsi sebagai : 1. acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan/pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi; 2. arahan dalam penyusunan program sektoral (besaran, lokasi, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan); 3. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan setiap jangka waktu 5 (lima) tahun; dan 4. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi Arahan pemanfaatan ruang WP3K provinsi disusun berdasarkan: 1. rencana alokasi ruang; 2. ketersediaan sumber daya dan sumber pendanaan; 3. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan 4. prioritas pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pentahapan rencana pelaksanaan program sesuai dengan RPJPD atau RSWP-3-K. Indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi meliputi : a. Usulan program utama Usulan program utama adalah program-program utama pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama atau diprioritaskan untuk mewujudkan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi sesuai tujuan. b. Lokasi Lokasi adalah tempat yang dijabarkan dalam koordinat geografis serta dituangkan diatas peta, dimana usulan program utama akan dilaksanakan. c. Besaran Besaran adalah perkiraan jumlah/luas satuan masing-masing usulan program utama pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan dilaksanakan. d. Sumber Pendanaan Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD provinsi, APBN, swasta dan/atau masyarakat. e. Instansi Pelaksana Instansi pelaksana adalah pelaksana program utama yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, serta masyarakat. f. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan Usulan program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Program utama 5 (lima) tahun dapat dirinci kedalam program utama tahunan. II-10

29 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Bab III Prosedur dan Proses Penyusunan RZWP-3-K 3.1. Prosedur Penyusunan RZWP-3-K Prosedur penyusunan RZWP-3-K merupakan tahapan yang dilalui sebelum disusun RZWP-3-K, meliputi tahap pra penyusunan RZWP-3-K, yaitu kegiatan identifikasi stakeholder, sosialisasi, dan pelatihan/bimbingan Teknis (Bimtek), dan tahap pembentukan tim penyusun RZWP-3-K Pra Penyusunan RZWP-3-K 1) Identifikasi Stakeholder Langkah awal sebelum disusun RZWP-3-K, harus dilakukan identifikasi Stakeholders users laut dengan menggunakan pendekatan Stakeholders Analysis yang meliputi identifikasi pemangku kepentingan, tingkat otoritas yang dimiliki, tingkat kepentingan masing-masing pemangku kepentingan terhadap sumberdaya dan perencanaan RZWP-3- K, pengaruh pemangku kepentingan dalam implementasi RZWP-3-K. Kegunaannya adalah untuk melihat potensi-potensi peluang serta hambatan yang akan terjadi selama pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K, dan agar apabila terjadi hambatan dalam penyusunan RZWP-3-K, dapat segera dianalisis pihak-pihak mana yang berpengaruh dan untuk segera ditangani. Analisis ini diharapkan dapat menghasilkan pendekatan dan strategi untuk melancarkan pelaksanaan penyusunan RZWP-3-K. Tabel 3.1 Contoh Identifikasi Stakeholders 1. Daftar Stakeholders; SKPD, kelompok users dan masy pesisir Kelompok nelayan bagan tancap 2. Otoritas dan tingkat kepentingan Stakeholders Tidak ada otoritas, pengguna aktif di laut, sangat tergantung dgn kualitas air. 3. Tingkat kepentingan dan lokasinya Sangat tinggi karena butuh kualitas air yang baik di lokasinya, pendukung sumber ekonomi nelayan 4. Tingkat kepentingan Stakeholders dalam proses perencanaan? Sangat berpengaruh and memiliki kelompok nelayan yang terorganisir baik. Dekat dengan DKP setempat krn mendapatkan bantuan modal/alat tangkap,dll 5. Saran Keterlibatan dalam proses penyusunan RZWP-3-K Anggota Pokja/ FGD/ Konsultasi Publik/ Responden / Gatekeeper/ Key Informan Person/ dll 6. Pengaruh Stakeholders dalam Implementasi RZWP-3-K Kepatuhan dan kerjasama Stakeholders ini sangat penting Catatan : Langkah ini ditambahkan skoring analysis stakeholder, termasuk disertainya berita acara berisikan data kuota anggota untuk verifikasi. 2) Sosialisasi Sosialisasi perlu dilakukan sebelum dilakukan penyusunan RZWP3K. Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk di dalamnya terkait kebijakan dan program terkait penyusunan RZWP-3-K, menumbuhkan rasa kepemilikan dari para III-1

30 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi pemangku kepentingan terhadap rencana yang berlangsung di daerahnya. Sosialisasi perlu dilakukan untuk meminimalisir konflik di kemudian hari, oleh karena itu pada saat sosialisasi harus melibatkan berbagai pihak terkait. Sosialisasi selayaknya diikuti oleh target peserta seperti tercantum dalam tabel berikut : Tabel 3.2 Tujuan dan Target Peserta Sosialisasi Penyusunan RZWP-3-K Tujuan Agar masyarakat mengenal, mengetahui, dan memahami tentang kebijakan dan program Menjelaskan rencana penyusunan dokumen perencanaan WP-3-K dan menumbukan rasa kepemilikan Stakeholder terhadap rencana yang berlangsung di daerahnya Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan Stakeholder terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Target Peserta 1) Pemerintah SKPD daerah yang terdiri dari : 1. Bappeda 2. Dinas Kelautan dan perikanan 3. Dinas Pekerjaan Umum 4. BPN 5. Dinas Kehutanan 6. Dinas Pertanian 7. Dinas Pariwisata 8. Dinas Perhubungan 9. Dinas Perindustrian 10. Dinas Lingkungan hidup. 11. Dinas Pendapatan Daerah 12. Dinas Pertambangan/ESDM 13. BUMD 14. dll. 2) TNI AL dan POLAIRUD 3) DPRD 4) LSM 5) Perguruan Tinggi/Akademisi 6) Kelompok Masyarakat (Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional) 7) Camat, Lurah/Kepala Desa 8) Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan Perikanan 9) Pers Sosialisasi penyusunan RZWP-3-K harus memiliki strategi komunikasi agar tercapai tujuan secara efektif. Penentuan target, pesan utama yang akan disampaikan (key message), media penyampaian (channeling) dan metode penyampaian harus disusun sedemikian rupa agar masing-masing Stakeholders memahami perlunya RZWP-3-K. Identifikasi target sosialisasi dapat diselaraskan dengan identifikasi Stakeholders sehingga dapat disinkronkan satu sama lain. Materi, jadwal pelaksanaan, metode, serta output sosialisasi penyusunan RZWP-3-K provinsi, adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Materi, Metode, Output dan Lokasi Sosialisasi Penyusunan RZWP-3-K Materi Metode Output Lokasi Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan amanat UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pengumuman Pemutaran film berisikan contoh kasus Adanya kesamaan cara pandang dan pola pikir yang sama para eksekutif dan legislatif di tingkat - Provinsi sasaran sosialisasi - Kantor Pemerintah III-2

31 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Kebijakan RZWP-3-K Harmonisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil (RZWP-3-K) Diskusi/ seminar/ pertemuan terbuka Media cetak dan media elektronik daerah dalam perencanaan WP-3-K. Adanya dukungan dan partisipasi dari pemerintah daerah agar didapatkan suatu komitmen baik dari pemerintah daerah maupun badan legislatif setempat. Adanya pemahaman tentang RZWP-3-K sebagai instrumen penataan ruang perairan laut. Daerah (Dinas Kelautan dan perikanan atau Bappeda) 3) Pelatihan/Bimbingan Teknis (Bimtek) Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan anggota Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang pada lembaga yang mengkoordinasikan penataan ruang di daerah/bkprd (Tim Penyusun RZWP-3-K) dalam menyusun dokumen RZWP-3-K. Tabel 3.4 Tujuan dan Target Peserta Bimtek Penyusunan RZWP-3-K Tujuan Agar peserta memahami kebijakan dan tahapan penyusunan RZWP-3-K Agar peserta memahami kebutuhan data dasar dan tematik, pengumpulan data, survey lapangan, penyusunan peta tematik dan paket sumberdaya Agar peserta memahami pengertian dan jenis bencana, konsep mitigasi bencana dalam penyusunan RZWP-3-K Agar peserta memahami pengertian zona dalam kawasan konservasi, kebutuhan data dan informasi, pertimbangan dan ketentuan, delineasi serta pengaturan Agar peserta memahami pengertian zona (perikanan budidaya, perikanan tangkap, pertambangan, pariwisata, permukiman dan perdagangan, industri), kebutuhan data dan informasi, pertimbangan dan ketentuan, delineasi serta pengaturan. Agar peserta memahami kriteria, pertimbangan, dan penentuan alokasi ruang RZWP-3-K Agar peserta memahami pengertian Alur Laut, kebutuhan data dan informasi pertimbangan dan ketentuan, delineasi serta pengaturan. Agar peserta memahami prosedur penanganan konflik dalam RZWP-3-K Agar peserta memahami peran dan pelibatan pemangku kepentingan dalam RZWP-3-K Target Peserta Peserta terdiri atas anggota Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang BKPRD (Tim Penyusun RZWP-3-K) III-3

32 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tabel 3.5 Materi, Metode, Output dan Lokasi Bimtek Penyusunan RZWP-3-K Materi Metode Output Lokasi Proses penyusunan RZWP-3-K Pengumpulan dan analisis data spasial serta pemetaan RZWP-3-K berbasis Mitigasi Bencana Data Informasi, Kriteria, Pertimbangan dan Penentuan, Delineasi, serta Pengaturan Kawasan Konservasi, Alur Laut, Zona perikanan budidaya, perikanan tangkap, Zona pertambangan, Zona pariwisata, Zona permukiman dan perdagangan, Zona industri Kriteria, pertimbangan, dan penentuan alokasi ruang Resolusi Konflik dalam RZWP-3-K Pelibatan pemangku kepentingan dalam RZWP-3-K Simulasi Pemutaran film berisikan contoh kasus Diskusi/ seminar/ pertemuan terbuka Adanya peningkatan pemahaman dalam penyusunan RZWP-3-K - Provinsi sasaran Bimtek - Kantor Pemerintah Daerah (Dinas Kelautan dan perikanan atau Bappeda) 3.2. Penyusunan RZWP-3-K Seluruh tahapan dalam proses penyusunan RZWP-3-K merupakan langkah yang mutlak dilalui untuk mencapai dokumen final yang merupakan hasil perencanaan bersama. Proses penyusunan RZWP-3-K, meliputi tahapan sebagai berikut : 1. Persiapan Penyusunan RZWP-3-K 2. Penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K 3. Penetapan Ranperda RZWP-3-K III-4

33 Penetapan Ranperda RZWP-3-K Penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K Persiapan Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi TAHAPAN PROSES / OUTPUT 1 Persiapan Penyusunan Rencana Kerja Penyusunan TOR/RAB 2 Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder 3 Survei Lapangan Pengumpulan data primer (apabila data sekunder yang telah dikumpulkan belum memenuhi kebutuhan) 4 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data untuk disusun dalam peta-peta tematik Deskripsi Potensi & Kegiatan Pemanfaatan Penyusunan Dokumen Awal Konsultasi Publik Pendeskripsian terhadap peta-peta tematik yang telah disusun Peta-peta tematik Hasil pendeskripsian terhadap peta-peta tematik yang disusun Penyampaian Draft Dokumen Awal RZWP3K Menjaring masukan 8 Penentuan Usulan Alokasi Ruang Tumpang susun peta-peta tematik dalam Dokumen Awal yang telah diperbaiki dari hasil Konsultasi Publik (Penyusunan Paket Sumberdaya) Analisis kesesuaian terhadap kriteria kawasan, zona, sub zona, dan/atau pemanfaatannnya Penentuan usulan kawasan, zona, sub zona, dan/atau pemanfaatannnya 9 10 Penyusunan Dokumen Antara Konsultasi Publik Hasil perbaikan dokumen awal Analisis non spasial Analisis konflik pemanfaatan ruang (resolusi konflik) Penentuan Alokasi Ruang Penyelarasan, penyerasian dan penyeimbangan dengan RTRW Penyusunan pernyataan pemanfaatan ruang peraturan pemanfaatan ruang Penyusunan Indikasi Program Draft Rancangan Perda RZWP-3-K 11 Penyusunan Dokumen Final Penyampaian Draft Dokumen Antara RZWP-3-K Menjaring masukan Hasil perbaikan Dokumen Antara 12 Permohonan Tanggapan/Saran Permohonan tanggapan/saran terhadap Dokumen Final 13 Pembahasan Ranperda Pembahasan Draft Ranperda oleh DPRD Evaluasi 14 Penetapan Penetapan Ranperda menjadi Perda RZWP-3-K Gambar 3.1 Tahapan dan Proses/Output Penyusunan RZWP-3-K Provinsi III-5

34 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Secara umum, tahapan dalam proses penyusunan dokumen Final RZWP-3-K dapat dilihat dalam diagram berikut: III-6

35 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Gambar 3.2 Proses Penyusunan RZWP-3-K Provinsi melalui Pelibatan Masyarakat III-7

36 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Gambar 3.3 Contoh Jangka Waktu Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses penyusunan RZWP-3-K provinsi hingga dokumen final selesai diupayakan seefektif mungkin, minimal selama 12 (duabelas) bulan / 24 (dua puluh empat) bulan dan jangka waktu maksimal adalah 5 (lima) tahun. Ilustrasi jangka waktu minimal proses penyusunan RZWP-3-K dapat dilihat pada Gambar 3.3. Tahap penyusunan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi aspek politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, keuangan/pembiayaan pembangunan daerah, ketersediaan data, dan faktor lainnya di dalam wilayah provinsi bersangkutan, sehingga perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap penyusunan RZWP-3-K disesuaikan dengan situasi dan kondisi kabupaten yang bersangkutan Persiapan Penyusunan RZWP-3-K Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, meliputi: 1) Persiapan awal pelaksanaan, meliputi: penyusunan rencana kerja, Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Terms of Reference (TOR) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Rencana kerja adalah langkah-langkah yang dibuat untuk mencapai target yang disertai dengan jadwal waktu pelaksanaan dan personil yang melaksanakan. Target yang akan dicapai adalah tersusunnya Peraturan Daerah (PERDA) mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kerangka Acuan Kerja (KAK) / Terms of Reference (TOR) adalah dokumen perencanaan yang memberikan gambaran umum mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan. Contoh lengkap TOR dan RAB sebagaimana dalam lampiran 8 dan 9. 2) persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi: a. Penyiapan personil dalam tim kerja b. Penyiapan administrasi c. Studi literatur sebagai awal atau referensi untuk pelaksanaan kegiatan. d. Penyusunan rencana kerja - Jadwal pekerjaan - Metode pengumpulan data/survei lapangan berdasarkan Peta RBI, LPI, Peta Laut Dishidros TNI AL, dan Citra Satelit di wilayah perencanaan. - Peta rencana lokasi sampling 3) pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukannya penyusunan RZWP-3-K. III-8

37 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K Secara umum, tahapan dalam proses penyusunan Dokumen Final RZWP-3-K adalah sebagai berikut (Draft Revisi permen KP 16 Tahun 2008): 1) pengumpulan data; 2) survei lapangan; 3) pengolahan dan analisis data 4) deskripsi potensi dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau - pulau kecil; 5) penyusunan dokumen awal; 6) konsultasi publik; 7) penentuan usulan alokasi ruang; 8) penyusunan dokumen antara; 9) konsultasi publik; 10) penyusunan dokumen final; dan 11) permintaan tanggapan dan/atau saran. III-9

38 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 1 : Pengumpulan Data Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang tersedia berupa spasial dan non spasial. Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri dari 2 (dua) dataset dasar (terrestrial dan batrimetri) dan 10 (sepuluh) dataset tematik (geologi dan geomorfologi laut, oseanografi, Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan (jenis dan kelimpahan ikan), penggunaan lahan dan status lahan, Data Pemanfaatan Wilayah Laut Eksisting, Sumberdaya Air, Infrastruktur, Demografi, Ekonomi Wilayah dan resiko bencana dan pencemaran). Data dan informasi tersebut diatas dapat diperoleh dari lembaga atau institusi terkait dalam bentuk laporan, buku, diagram, peta, foto, dan media penyimpanan lainnya. Data dasar dan tematik untuk pemetaan rencana zonasi WP-3-K provinsi memiliki skala, ketelitian dan kedetilan informasi, yaitu: skala minimal 1: Ketersediaan data harus memenuhi persyaratan secara kualitas maupun kuantitas, yaitu : a) Kualitas 1. skala; 2. akurasi geometri; 3. kedetailan data; 4. kedalaman data; 5. kemutakhiran data; 6. sumber data. b) Kuantitas secara kuantitas memenuhi ketentuan kelengkapan jenis data (12 dataset). Apabila ketersediaan data belum memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas di atas maka perlu dilakukan survei lapangan. Dalam penyusunan rencana zonasi WP-3-K, dibutuhkan data dasar dan tematik dengan skala, ketelitian data dan kedetilan informasi yang berbeda. Jenis data yang digunakan dalam penyusunan rencana zonasi dibedakan untuk kabupaten/kota, yang terdiri atas : 1) Peta Dasar dan Citra Satelit 2) Data Spasial Dasar 3) Data Spasial dan Non Spasial Tematik Jenis, fungsi, dan manfaat data yang diperlukan dapat mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan Peta RZWP-3-K. Untuk alokasi ruang yang memerlukan kegiatan reklamasi diperlukan data tambahan berupa data geoteknik. III-10

39 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 2 : Survei Lapangan Survei lapangan dilaksanakan dalam rangka melengkapi data yang belum sesuai kebutuhan. Adapun jenis data yang akan dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data primer bertujuan untuk: o Melakukan verifikasi terhadap data sekunder yang sudah terkumpul sebelumnya o Melakukan pengumpulan data primer yang belum tersedia. Data primer yang dikumpulkan, antara lain : 1. Data Terestrial a. tanah b. topografi c. kemiringan lereng 2. Data Bathimetri 3. Data Geologi dan Geomorfologi Laut (substrat dasar laut) 4. Data Oseanografi (arus, pasang surut, gelombang, kualitas air, biologi perairan) 5. Data Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan a. Data ekosistem pesisir (terumbu karang, mangrove, lamun) b. Data jenis dan kelimpahan ikan 6. Data Penggunaan Lahan dan Status Lahan (kepemilikan lahan) 7. Data Pemanfaatan Wilayah Laut Eksisting (misalnya : perikanan budidaya, perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, pelabuhan, alur pelayaran, alur biota, kawasan konservasi) 8. Data Sumberdaya Air 9. Data Infrastruktur 10. Data Demografi dan Sosial a. Jumlah penduduk b. Jumlah tenaga kerja c. Kepadatan penduduk d. Proyeksi pertumbuhan penduduk e. Mata pencaharian penduduk f. Jumlah nelayan dan dan pembudidaya ikan g. wilayah masyarakat hukum adat h. wilayah penangkapan ikan secara tradisional i. kondisi dan karakteristik masyarakat setempat termasuk tempat suci dan kegiatan peribadatannya j. aktifitas/ritual keagamaan dan situs cagar budaya. 11. Data Ekonomi Wilayah a. PDRB b. Pendapatan per kapita c. Angkatan kerja dan tingkat pengangguran d. Laju pertumbuhan ekonomi sektoral dan kabupaten e. Komoditi unggulan III-11

40 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi f. Kegiatan perekonomian perikanan dan kelautan g. Produksi perikanan 12. Data Resiko Bencana dan Pencemaran a. Jenis, lokasi, batas riwayat kebencanaan, tingkat kerusakan dan kerugian bencana b. Sumber dan lokasi pencemaran Teknik untuk melakukan survei di lapangan yang antara lain meliputi: Observasi Pengambilan sampel Pengukuran Wawancara Penyebaran kuesioner Focus Group Discussion (FGD) FGD bertujuan untuk menjaring aspirasi dan masukan dari masyarakat dan para pemangku kepentingan lain, terkait dengan permasalahan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. FGD ini melibatkan instansi pemerintah terkait, unsur perwakilan masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat (tokoh adat), kelompok-kelompok masyarakat yang bergerak di wilayah pesisir dan laut dan LSM. Metode survei tiap data akan dibahas lebih lanjut pada Pedoman Teknis Penyusunan Peta RZWP-3-K. III-12

41 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 3 : Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan peta rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di tingkat Provinsi membutuhkan data dasar dan tematik pendukung dalam proses penyusunannya. Data/peta dasar yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi tematik yang disusun dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) dataset dasar, terdiri dari data terestrial dan bathimetri. Data/peta dasar tersebut secara umum telah disediakan oleh instansi terkait, namun apabila tidak tersedia maka perlu dilakukan pemetaan dan analisis sesuai dengan kebutuhan perencanaan yang dilakukan. Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan peta-peta tematik. Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh data yang siap digunakan untuk analisis. Pengolahan data meliputi: 1. Konversi data non spasial ke format spasial 2. Standarisasi format dan kelengkapan data 3. Perbaikan data Analisis data dilakukan untuk memperoleh informasi sesuai dengan tema yang dibutuhkan. Aktivitas yang dilakukan adalah: 1. Interpolasi spasial/pemodelan ruang untuk menghasilkan keseragaman data melalui pendekatan nilai yang sama. 2. Pemodelan matematis 3. Simbolisasi dan penyajian hasil analisis menjadi peta-peta tematik Data tematik yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana zonasi terdiri dari 10 (sepuluh) dataset peta, meliputi geologi dan geomorfologi; oseanografi; penggunaan lahan, status lahan dan rencana tata ruang wilayah; pemanfaatan wilayah laut; sumberdaya air; ekosistem wilayah pesisir dan sumberdaya ikan; infrastruktur; demografi dan sosial; ekonomi wilayah; dan kerawanan dan risiko bencana. Fungsi data/peta tematik tersebut adalah sebagai dasar penyusunan peta paket sumberdaya dan kesesuaian lahan/perairan. Pengolahan dan analisis peta tematik dilakukan sesuai dengan hirarki perencanaan, baik provinsi, kabupaten maupun kota. Beberapa komponen yang harus diperhatikan antara lain input data, proses pengolahan data dan output peta tematik yang dihasilkan. Input data untuk penyusunan peta tematik provinsi, kabupaten dan kota berbeda, demikian pula proses pengolahan yang dilakukan dan kerincian informasi tematik pada output peta. III-13

42 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 4 : Deskripsi Potensi dan Kegiatan Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulaupulau Kecil Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data serta disajikan dalam bentuk peta tematik selanjutnya dilakukan pendeskripsian terhadap peta-peta tematik yang telah disusun. a. Deskripsi potensi sumberdaya Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Deskripsi potensi sumberdaya dilakukan untuk mengetahui potensi sumberdaya saat ini (eksisting) berdasarkan peta tematik yang telah disusun. Potensi sumberdaya yang dapat dideskripsikan antara lain potensi sebaran ikan, potensi ekosistem pesisir, potensi pariwisata, potensi pertambangan, dll. 2). Deskripsi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Deskripsi ini meliputi deskripsi terhadap potensi kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya di masa lalu dan saat ini (eksisting) yang terdiri dari rona -rona dan fasilitas yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam (penangkapan ikan, budidaya perairan, pertanian, penambangan, kehutanan, wisata, habitat cagar alam laut, kapabilitas sumberdaya), pelabuhan, lokasi-lokasi industri, lokasi-lokasi pemukiman dan perkotaan, serta fasilitas wisata. III-14

43 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 5 : Penyusunan Dokumen Awal Penyusunan dokumen awal dilaksanakan setelah Tim Teknis melakukan pengolahan dan analisis data untuk disusun dalam peta-peta tematik. Output dokumen awal adalah peta-peta tematik. Sistematika Dokumen Awal, sekurang-kurangnya memuat : 1) Pendahuluan - Dasar Hukum Penyusunan RZWP-3-K - Profil Wilayah - Isu-isu Strategis Wilayah - Peta-peta yang minimal mencakup peta orientasi wilayah 2) Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 3) Deskripsi Potensi Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Kegiatan Pemanfaatan 4) Album Peta Tematik, yang mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan Peta RZWP-3-K III-15

44 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 6 : Konsultasi Publik I Selanjutnya Dokumen awal RZWP-3-K wajib dilakukan konsultasi publik untuk memverifikasi data dan informasi, dan untuk mendapatkan masukan, tanggapan atau saran. Konsultasi publik adalah suatu proses penggalian dan dialog masukan, tanggapan dan sanggahan antara pemerintah daerah dengan pemerintah, dan pemangku kepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan antara lain melalui rapat, musyawarah/rembug desa, dan lokakarya. Tahap ini merupakan pelaksanaan konsultasi publik I (pertama). Hasil konsultasi publik dituangkan ke dalam Berita Acara (Lampiran 6), dilengkapi dengan notulensi, daftar hadir, dan dokumentasi. Tabel 3.6 Tujuan, Output dan Target Peserta Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K Tujuan Output Target Peserta Informasi potensi dan permasalahan di wilayah perencanaan verifikasi data dan informasi Tanggapan berupa masukan/usulan Memverifikasi data dan informasi Menjaring masukan, tanggapan, koreksi dan usulan terhadap data dan informasi. 1) Pemerintah SKPD daerah yang terdiri dari : 1. Bappeda 2. Dinas Kelautan dan perikanan 3. Dinas Pekerjaan Umum 4. BPN 5. Dinas Kehutanan 6. Dinas Pertanian 7. Dinas Pariwisata 8. Dinas Perhubungan 9. Dinas Perindustrian 10. Dinas Lingkungan hidup. 11. Dinas Pendapatan Daerah 12. BUMD 13. BPBD 14. Administrasi Pelabuhan 15. dll. 2) TNI AL dan POLAIRUD 3) LSM 4) Perguruan Tinggi/Akademisi 5) Ormas 6) Kelompok Masyarakat (Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional) 7) Camat, Lurah/Kepala Desa 8) Dunia Usaha di Bidang Kelautan dan Perikanan Tabel 3.7 Materi, Metode, dan Lokasi Konsultasi Publik I Penyusunan RZWP-3-K Materi Metode pelaksanaan Lokasi Draft Dokumen Awal yang memuat : data dan informasi penyusunan rencana zonasi peta-peta tematik Fokus group Discussion (FGD) Rembug Desa (dapat dilakukan dengan menerapkan model Simulasi) Kantor Pemerintah Daerah (Dinas Kelautan dan perikanan atau Bappeda) Kantor kecamatan/ kelurahan III-16

45 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Tahap 7 : Penentuan Usulan Alokasi Ruang Setelah dokumen awal diperbaiki sesuai dengan masukan, tanggapan, atau saran pada saat konsultasi publik I, maka dilanjutkan dengan kegiatan penentuan usulan alokasi ruang. Peta-peta tematik yang telah disepakati pada saat Konsultasi Publik I (pertama) dan tersusun dalam Dokumen Awal, selanjutnya dianalisis melalui dua metode, yaitu : a) penyusunan Paket Sumberdaya terhadap kriteria kawasan; dan/atau b) kesesuaian lahan (perairan pesisir dan/atau daratan pulau kecil) terhadap kawasan, zona. Hasil analisis ini berupa usulan alokasi ruang. Untuk mempertajam usulan alokasi ruang maka dilakukan analisis non spasial. 1). Penyusunan Paket Sumberdaya Paket atau satuan sumberdaya merupakan informasi mengenai kondisi sumberdaya yang ada di area tertentu di dalam satu unit perencanaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Unit perencanaan merupakan kawasan tertentu yang ada di suatu wilayah perencanaan (Provinsi atau Kabupaten/kota). Batas spasial unit perencanaan merupakan kombinasi dari kondisi topografi, oseanografi, ekologi, pemanfaatan/penggunaan lahan/perairan saat ini (eksisting). Di dalam setiap unit perencanaan terdapat paket-paket sumberdaya yang memiliki potensi untuk dikembangkan sesuai dengan karakteristik biofisik dan lingkungannya. Berbagai kegiatan pemanfaatan umum yang dapat dikembangkan diantaranya perikanan tangkap, budidaya perairan, wisata bahari, permukiman, rekreasi, industri, pertambangan, hutan dan sebagainya. Secara umum, peta paket sumberdaya secara spasial merupakan kombinasi dari 2 (dua) dataset dasar (baseline dataset) dan 10 (sepuluh) dataset tematik (thematic dataset) yang diperoleh melalui tumpangsusun (overlay) peta tematik. Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya hasil proses matching, kemudian dilakukan pendeskripsian nilai-nilai sumberdaya yang ada di setiap unit pemetaan sumberdaya yang ada. Secara teknis, proses penyusunan Paket Sumberdaya dan identifikasi nilai-nilai sumberdaya mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan Peta RZWP-3-K. 2). Analisis Kesesuaian Lahan (Perairan Pesisir dan/atau Daratan Pulau Kecil) Terhadap Kawasan, Zona Analisis kesesuaian lahan dilakukan terhadap wilayah perairan pesisir dan/atau daratan pulau kecil. Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan cara mendeliniasi masing-masing parameter peta-peta tematik berdasarkan kriteria kesesuaian zona/subzona tertentu. Hasil deliniasi masing-masing parameter peta-peta tematik tersebut diatas dilakukan overlay/tumpang susun. Proses ini dilakukan dengan cara yang sama terhadap parameter peta-peta tematik tertentu berdasarkan kriteria kawasan/zona lainnya. Hasil dari proses overlay tersebut diatas adalah peta-peta kesesuaian untuk masing-masing kawasan/zona dengan kategori kesesuaiannya (sesuai (S1), kurang sesuai (S2), dan tidak sesuai (N)). Masing-masing peta-peta kesesuaian kawasan/zona tersebut kemudian dioverlay sehingga menghasilkan peta multikesesuaian untuk kawasan/zona. Berdasarkan peta multikesesuaian dilakukan penilaian kesesuaian akhir untuk kawasan/zona, sehingga dihasilkan usulan alokasi ruang dalam bentuk peta Alokasi Ruang. III-17

46 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Apabila dalam satu lokasi memiliki beberapa kategori kesesuaian yang sama maka perlu dilakukan analisis non spasial. III-18

47 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Gambar 3.4 Contoh Proses Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Zona Pariwisata III-19 III-19

48 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi 3). Penentuan Alokasi Ruang Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi merupakan rencana distribusi peruntukan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di provinsi yang meliputi rencana peruntukan ruang yang ada di kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu, dan alur laut. Klasifikasi kawasan pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: Tabel 3.8 Klasifikasi Kawasan dalam RZWP-3-K Klasifikasi Kawasan (Berdasarkan UU Nomor 27 tahun 2007) Kawasan Konservasi merupakan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan Kawasan Pemanfaatan Umum merupakan kawasan yang dipergunakanuntuk kepentingan ekonomi, sosial budaya seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, permukiman, dan pertambangan Alur merupakan perairan yang dimanfaatkan antara lain untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut yang perlu dilindungi Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional Keterangan Kawasan Konservasi pada UU No 27 tahun 2007 setara dengan Kawasan Lindung pada UU No 26 tahun 2007 Kawasan Pemanfaatan Umum pada UU No 27 tahun 2007 setara dengan Kawasan Budidaya pada UU No 26 tahun 2007 Aturan mengenai alur pelayaran dapat mengikuti Permen Perhubungan No.68 tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut Kawasan Strategis Nasional Tertentu memperhatikan kriteria; batas-batas maritim kedaulatan negara; kawasan yang secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara; situs warisan dunia; pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal dan/atau habitat biota endemik dan langka Klasifikasi Kawasan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dapat dilihat pada ilustrasi gambar di bawah ini. III-20

49 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Gambar 3.5 Contoh Ilustrasi Klasifikasi Kawasan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Subandono, 2008) Peta Rencana Alokasi Ruang WP-3-K Provinsi disusun berdasarkan peta paket sumberdaya dan/atau kesesuaian terhadap kriteria. Diagram alir penyusunan peta rencana alokasi ruang berdasarkan peta paket sumberdaya sebagai berikut: III-21

50 Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K Provinsi Gambar 3.6 Diagram Penyusunan Peta Alokasi Ruang Wilayah Laut/Perairan Provinsi Berdasarkan Peta Paket Sumberdaya Penentuan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus memperhatikan hal-hal, sebagai berikut: 1) Penentuan Kawasan Konservasi Penentuan Kawasan konservasi harus memperhatikan keberadaan wilayah yang berpotensi menjadi kawasan konservasi. Kawasan konservasi ditetapkan untuk wilayah yang memiliki ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Pembagian kawasan konservasi disesuaikan dengan jenis/kategori kawasan konservasi yang ada di Kabupaten/Kota. III-22

SAMBUTAN. Jakarta, Desember 2013 Sudirman Saad. Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

SAMBUTAN. Jakarta, Desember 2013 Sudirman Saad. Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil SAMBUTAN Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara maritim dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km 2 yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km 2 dan ZEE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2014 WILAYAH. Kepulauan. Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL 1 of 65 8/29/2007 12:06 PM 28/08/07 - Program Khusus: RUU Pesisir UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 [ kembali ] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

2 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54

2 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 54 No.1178, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Wilayah Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan. Perencanaan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL.

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SUKAMARA TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 2TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2014 WILAYAH. Kepulauan. Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.862, 2013 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Wilayah Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 074 TAHUN 2015

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 074 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 074 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 23 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2007 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2007 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA PADA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU PULAU KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU PULAU KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Kriteria, Prinsip Dasar dan Mekanisme Perizinan Dalam Pelaksanaan Reklamasi Wilayah Perairan

Kriteria, Prinsip Dasar dan Mekanisme Perizinan Dalam Pelaksanaan Reklamasi Wilayah Perairan Kriteria, Prinsip Dasar dan Mekanisme Perizinan Dalam Pelaksanaan Reklamasi Wilayah Perairan KEWENANGAN DAN PERYARATAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL MENURUT PERPRES 122 TAHUN 2012,

Lebih terperinci

Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan WP3K

Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan WP3K 1 SAMBUTAN Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara maritim dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km 2 yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km 2 dan ZEE

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Rapat Koordinasi BKPRN tingkat Es. II Rabu, 12 Maret

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Kesepakatan Rakernas BKPRN 2013 terkait Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kesepakatan Rakernas BKPRN 2013 terkait Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kesepakatan Rakernas BKPRN 2013 terkait Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Direktur Tata

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN BATANG TAHUN 2014 2034 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 1 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 1 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 1 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH LOMBOK BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR Arlius Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci