BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011"

Transkripsi

1 BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan tentang Tata Cara Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Produk Hukum Nagari; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25), Jis Undang-Undang Nomor 21 Drt. Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 77) Jo Undang-Undang Nomor 58 Tahun 1958 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1643); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara

2 Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa; 12. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN dan BUPATI PESISIR SELATAN M E M U T U S K A N :

3 Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Bupati adalah Bupati Pesisir Selatan. 3. Perangkat daerah adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Bagian Hukum dan HAM adalah Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Selatan. 6. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batasbatas wilayah tertentu, mempunyai harta kekayaan sendiri serta berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan asal dan usul dari adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Perangkat Nagari adalah unsur pembantu Wali Nagari dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari. 8. Pemerintah Nagari adalah Wali Nagari dan perangkat nagari sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari. 9. Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Badan Permusyawaratan Nagari yang selanjutnya disebut Bamus Nagari adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Nagari. 11. Produk Hukum Nagari adalah peraturan perundang-undangan tertulis yang dibuat untuk penyelenggaraan pemerintahan nagari yang terdiri dari Peraturan Nagari, Peraturan Wali Nagari dan Keputusan Wali Nagari. 12. Peraturan Nagari adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Bamus Nagari bersama Wali Nagari. 13. Peraturan Wali Nagari adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Wali Nagari yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Nagari dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

4 14. Keputusan Wali Nagari adalah keputusan yang ditetapkan oleh Wali Nagari yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Nagari maupun Peraturan Wali Nagari. 15. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari dalam Berita Daerah BAB II PRODUK HUKUM NAGARI Pasal 2 Jenis produk hukum nagari terdiri dari : a. Peraturan Nagari; b. Peraturan Wali Nagari; dan c. Keputusan Wali Nagari. Pasal 3 Produk hukum nagari bersifat pengaturan dan penetapan. Pasal 4 (1) Produk hukum nagari yang bersifat pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi : a. Peraturan Nagari ;dan b. Peraturan Wali Nagari. (2) Produk hukum nagari yang bersifat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah Keputusan Wali Nagari. Pasal 5 (1) Produk hukum nagari berupa Peraturan Nagari dibuat oleh Bamus Nagari bersama Wali Nagari dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Nagari yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Produk hukum nagari berupa Peraturan Wali Nagari dibuat oleh Wali Nagari untuk melaksanakan Peraturan Nagari dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang bersifat pengaturan. (3) Produk hukum nagari berupa Keputusan Wali Nagari dibuat oleh Wali Nagari untuk melaksanakan Peraturan Nagari maupun Peraturan Wali Nagari yang bersifat penetapan. Pasal 6 Dalam membentuk produk hukum nagari harus berdasarkan pada azas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi : a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

5 c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. Pasal 7 (1) Materi muatan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, pembangunan Nagari, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (2) Materi muatan Peraturan Wali Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Nagari yang bersifat pengaturan. (3) Materi muatan Keputusan Wali Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang bersifat penetapan. Pasal 8 (1) Materi muatan produk hukum nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilarang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, norma agama dan adat istiadat. (2) Materi muatan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dapat memuat ketentuan yang bersifat memungut biaya untuk peningkatan pendapatan asli nagari maupun yang bersifat sanksi administrasi dalam pelaksanaan Peraturan Nagari sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. (3) Peraturan Nagari dapat memuat ancaman hukuman sesuai dengan adat istiadat dan kesepakatan yang berlaku dalam nagari, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. BAB III PENYUSUNAN DAN MEKANISME PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM NAGARI Bagian Kesatu Perencanaan Penyusunan Pasal 9 (1) Rancangan produk hukum nagari berupa Peraturan Nagari dapat diprakarsai oleh Pemerintah Nagari dan dapat berasal dari usul inisiatif Bamus Nagari.

6 (2) Rancangan Peraturan Nagari yang telah disiapkan oleh Pemerintah Nagari disampaikan dengan surat pengantar Wali Nagari kepada Bamus Nagari untuk dilakukan pembahasan. (3) Rancangan Peraturan Nagari yang telah disiapkan oleh Bamus Nagari disampaikan oleh pimpinan Bamus Nagari kepada Wali Nagari untuk dilakukan pembahasan. Pasal 10 (1) Penyebarluasan rancangan Peraturan Nagari yang berasal dari Wali Nagari dilaksanakan oleh Sekretaris Nagari. (2) Penyebarluasan rancangan Peraturan Nagari yang berasal dari Bamus Nagari dilaksanakan oleh Bamus Nagari. Pasal 11 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Nagari. (2) Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam proses penyusunan rancangan Peraturan Nagari. Pasal 12 (1) Penyusunan rancangan produk hukum nagari yang terdiri dari rancangan Peraturan Nagari, Peraturan Wali Nagari,dan Keputusan Wali Nagari dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan produk hukum nagari. (2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan produk hukum nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Pembahasan Pasal 13 Rancangan Peraturan Nagari dibahas secara bersama oleh Pemerintah Nagari dan Bamus Nagari. Pasal 14 Apabila dalam suatu masa sidang, Wali Nagari dan Bamus Nagari menyampaikan rancangan Peraturan Nagari mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Peraturan Nagari yang disampaikan oleh Bamus Nagari, sedangkan rancangan Peraturan Nagari yang disampaikan oleh Wali Nagari digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

7 Pasal 15 (1) Rapat pembahasan rancangan Peraturan Nagari dapat mengundang pejabat yang terkait. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan saran dan pertimbangan atas izin pimpinan rapat. Pasal 16 (1) Rancangan Peraturan Nagari yang berasal dari Pemerintah Nagari dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Bamus Nagari. (2) Rancangan Peraturan Nagari yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Wali Nagari dan Bamus Nagari. Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan tata cara penarikan kembali rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diatur dengan Peraturan Tata Tertib Bamus Nagari. Pasal 18 (1) Rancangan Peraturan Nagari tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintahan Nagari, pungutan dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan Bamus Nagari sebelum ditetapkan oleh Wali Nagari paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Wali Nagari kepada Bupati untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan oleh Bupati kepada Wali Nagari paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan nagari tersebut diterima. (3) Apabila Bupati belum memberikan hasil evaluasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wali Nagari dapat menetapkan Rancangan Peraturan Nagari tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintahan Nagari menjadi Peraturan Nagari. Pasal 19 Evaluasi rancangan Peraturan Nagari tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Nagari dimaksud dalam Pasal 18 dapat didelegasikan kepada Camat.

8 Bagian Ketiga Penetapan dan Pengesahan Pasal 20 (1) Rancangan Peraturan Nagari yang telah disetujui bersama oleh Wali Nagari dan Bamus Nagari disampaikan oleh pimpinan Bamus Nagari kepada Wali Nagari untuk ditetapkan menjadi Peraturan Nagari. (2) Penyampaian rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 21 (1) Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 wajib ditetapkan menjadi Peraturan Nagari oleh Wali Nagari dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rancangan Peraturan Nagari tersebut. (2) Dalam hal rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak ditandatangani oleh Wali Nagari dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Peraturan Nagari tersebut diterima, maka rancangan Peraturan Nagari tersebut sah menjadi Peraturan Nagari dan wajib diundangkan. (3) Dalam hal sahnya rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi, Peraturan Nagari ini dinyatakan sah, dengan mencantumkan tanggal sahnya. (4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Nagari sebelum pengundangan naskah Peraturan Nagari ke dalam Lembaran Nagari. Pasal 22 Peraturan Nagari wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan. Pasal 23 (1) Peraturan Nagari sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat setelah diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Nagari tersebut. (2) Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berlaku surut.

9 Bagian Keempat Pengundangan dan Penyebarluasan Pasal 24 Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Berita Daerah. Pasal 25 (1) Peraturan Nagari wajib diregistrasi dalam register Peraturan Nagari. (2) Peraturan Wali Nagari wajib diregistrasi dalam register Peraturan Wali Nagari. (3) Keputusan Wali Nagari wajib diregistrasi dalam register Keputusan Wali Nagari. Pasal 26 Pengundangan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Pasal 27 Peraturan Wali Nagari mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang bersangkutan Pasal 28 Pemerintah Nagari wajib menyebarluaskan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang telah diundangkan dalam Berita Daerah. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 29 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan yang meliputi : a. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi penyusunan produk hukum nagari; b. pemberian pendidikan dan pelatihan legal drafting. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Wali Nagari dan perangkat nagari serta anggota Bamus Nagari.

10 (3) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Bagian Hukum dan HAM. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 30 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari. (2) Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari sebelum diundangkan wajib disampaikan kepada Pemerintah Daerah melalui Camat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk mendapatkan klarifikasi. (3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Bagian Hukum dan HAM Pasal 31 Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (2) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan / atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan Keputusan Bupati berdasarkan usulan Bagian Hukum dan HAM. Pasal 32 Keputusan Bupati tentang pembatalan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari ditetapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari diterima oleh Pemerintah Daerah. Pasal 33 (1) Bupati dapat membatalkan Peraturan Nagari yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, norma agama, dan adat istiadat. (2) Keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada pemerintah nagari yang bersangkutan dan Bamus Nagari dengan menyebutkan alasan-alasannya. (3) Pemerintah Nagari yang tidak menerima keputusan pembatalan Peraturan nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan keberatan kepada Pemerintah Daerah.

11 BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 (1) Setiap Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini harus diklarifikasi kepada Pemerintah Daerah, selanjutnya diundangkan oleh Sekretaris Daerah dalam Berita Daerah yang pelaksanaannya paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. (2) Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang belum diklarifikasi sampai batas waktu sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) dianggap batal dengan sendirinya. (3) Semua Keputusan Wali Nagari yang ada di Nagari yang sifatnya mengatur (regeling) yang sudah ada sebelum Peraturan Daerah ini berlaku harus dibaca Peraturan Wali Nagari sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. (4) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 35 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Paraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 08 Tahun 2003 tentang Pedoman dan Tata Cara Penyusunan Produk Hukum Nagari dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

12 BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pesisir Selatan. Diundangkan di Painan pada tanggal 30 Juni 2011 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN, dto H.ROSMAN EFFENDI,SE,SH,MM,MBA Pembina Utama Muda NIP Ditetapkan di Painan pada tanggal 30 Juni 2011 BUPATI PESISIR SELATAN, dto LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 16 H. NASRUL ABIT

13 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN I. UMUM Berdasarkan amanat pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Pasal 19 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa bahwa pedoman pembentukan dan mekanisme penyusunan Produk Hukum Nagari diatur dengan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Produk Hukum Nagari merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan Peraturan Perundang-undangan di Nagari yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua Perangkat Nagari dan Lembaga yang terlibat dan berwenang membuat peraturan perundang-undangan di Nagari. Sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Nagari diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui. Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, Badan Permusyawaratan Nagari bersama Pemerintah Nagari menyusun Peraturan Nagari dan Wali Nagari menyusun peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Wali Nagari dan Keputusan Wali Nagari. Untuk menyusun dan merumuskan produk hukum nagari, Aparatur Pemerintah Nagari dituntut memiliki pengetahuan dan memahami teori dan praktek penyusunan produk hukum nagari. Peraturan Nagari, Peraturan Wali Nagari dan Keputusan Wali Nagari disusun secara benar sesuai dengan kaidah kaidah hukum dan teknik penyusunannya. Untuk itu perlu adanya pedoman penyusunan dan standarisasi bentuk Peraturan Nagari, Peraturan Wali Nagari dan Keputusan Wali Nagari. Adapun yang perlu dipahami oleh Perangkat Nagari dan Aparatur Nagari lainnya dalam menyusun dan merumuskan produk hukum nagari adalah sebagai berikut : 1. jenis-jenis dan bentuk produk hukum nagari; 2. kaidah-kaidah hukum; 3. teknik penyusunan produk hukum nagari;dan 4. ragam bahasa yang digunakan. Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman tersebut, semua jenis dan bentuk produk hukum nagari diharapkan dapat dipenuhi baik kualitas maupun kuantitasnya.

14 Produk hukum nagari terdiri dari : 1. Peraturan Nagari. Adalah produk hukum nagari yang dibuat oleh Bamus Nagari bersama dengan Wali Nagari dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan di Nagari sesuai dengan kewenangan yang ada pada Nagari serta sebagai pelaksanaan dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 2. Peraturan Wali Nagari. Adalah produk hukum nagari yang ditetapkan oleh Wali Nagari untuk melaksanakan Peraturan Nagari dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi yang bersifat pengaturan. 3. Keputusan Wali Nagari. Adalah produk hukum nagari yang ditetapkan oleh Wali Nagari yang bersifat konkrit, individual, dan final yang materi muatannya hanya menetapkan hal-hal tertentu dan tidak mengikat secara umum. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Huruf a Yang dimaksud dengan azas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan produk hukum nagari harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Huruf b Yang dimaksud dengan azas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis produk hukum nagari yang dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk produk hukum nagari yang berwenang. Produk hukum nagari tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. Huruf c Yang dimaksud dengan azas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa pembentukan produk hukum nagari harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis produk hukum nagari. Huruf d Yang dimaksud dengan azas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan produk hukum nagari harus memperhitungkan efektifitas produk hukum nagari tersebut di

15 dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. Huruf e Yang dimaksud dengan azas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap produk hukum nagari dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Huruf f Yang dimaksud dengan azas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap produk hukum nagari harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan produk hukum nagari, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Huruf g Yang dimaksud dengan azas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan produk hukum nagari mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan produk hukum nagari. Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Cukup Jelas. Pasal 10 Maksud penyebarluasan dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan Peraturan Nagari yang sedang dibahas oleh Bamus Nagari guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet, maupun media cetak seperti surat kabar, majalah dan edaran. Pasal 11 Ayat (1) Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan tata tertib Bamus. Ayat (2) Pasal 12 Pasal 13

16 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Ayat (1) Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali rancangan peraturan nagari. Pasal 17 Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ketentuan ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan nagari dan kebijakan daerah, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur nagari. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Rancangan Peraturan Nagari yang telah disetujui bersama Bamus Nagari dan Wali Nagari disampaikan oleh Bamus Nagari kepada Wali Nagari dengan disertai surat pengantar pimpinan Bamus Nagari, yang berarti secara formil rancangan tersebut telah disahkan oleh Wali Nagari. Ayat (2) Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan rancangan Peraturan Nagari oleh Wali Nagari sampai dengan penandatanganan pengesahan Peraturan Nagari oleh Wali Nagari dan penandatanganan sekaligus pengundangan ke Lembaran Nagari oleh Sekretaris Nagari. Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Dengan diundangkannya Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari dalam Lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya. Pasal 25

17 Pasal 26 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Berlakunya Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari tersebut. Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR..

18 LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR : TENTANG : PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI. SISTIMATIKA TEKNIK PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI BAB I. KERANGKA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI A. JUDUL B. PEMBUKAAN 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 2. Jabatan Pembentuk Produk Hukum Nagari 3. Konsiderans 4. Dasar Hukum 5. Diktum C. BATANG TUBUH 1. Ketentuan Umum 2. Materi Pokok yang diatur 3. Sanksi ( jika diperlukan) 4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) 5. Ketentuan Penutup D. PENUTUP E. PENJELASAN F. LAMPIRAN BAB II. HAL-HAL KHUSUS A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN B. PENCABUTAN C. PERUBAHAN PRODUK HUKUM NAGARI BAB III. RAGAM BAHASA PRODUK HUKUM NAGARI A. BAHASA PRODUK HUKUM NAGARI B. PILIHAN KATA ATAU ISTILAH C. TEKNIK PENGACUAN BAB IV. BENTUK RANCANGAN PRODUK HUKUM NAGARI A. BENTUK RANCANGAN PERATURAN NAGARI B. BENTUK RANCANGAN PERATURAN NAGARI PERUBAHAN PERATURAN NAGARI C. BENTUK RANCANGAN PERATURAN NAGARI PENCABUTAN PERATURAN NAGARI D. BENTUK RANCANGAN PERATURAN WALI NAGARI E. BENTUK RANCANGAN KEPUTUSAN WALI NAGARI BAB I KERANGKA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM NAGARI Kerangka produk hukum nagari terdiri atas : A. Penamaan / Judul B. Pembukaan

19 C. Batang Tubuh D. Penutup E. Penjelasan (jika diperlukan) F. Lampiran (jika diperlukan) A. PENAMAAN / JUDUL a. Setiap produk hukum nagari mempunyai penamaan/judul. b. Judul produk hukum nagari memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan nama produk hukum nagari. c. Penomoran produk hukum nagari yang bersifat pengaturan menggunakan nomor bulat, sedangkan yang bersifat penetapan menggunakan nomor kode klasifikasi penomoran. d. Nama dibuat secara singkat dan mencerminkan isi. e. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca titik. Contoh penulisan penamaan / judul : a) Jenis Peraturan Nagari PERATURAN NAGARI... (Nama Nagari) NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAHAN NAGARI... (Nama Nagari) TAHUN ANGGARAN 2010 b) Jenis Peraturan Wali Nagari PERATURAN WALI NAGARI... (Nama Nagari) NOMOR... TAHUN... TENTANG IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN NAGARI c. Jenis Keputusan Wali Nagari. KEPUTUSAN WALI NAGARI... (Nama Nagari) NOMOR /.../Kpts-WN/ TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN REPUBLIK INDONESIA KE 65 f. Pada judul produk hukum nagari perubahan ditambahkan perubahan atas di depan nama produk hukum nagari yang diubah. PERATURAN NAGARI... (Nama Nagari) NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NAGARI... ( Nama Nagari ) NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAHAN NAGARI... (Nama Nagari) TAHUN ANGGARAN 2010 g. Jika produk hukum nagari telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, diantara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya. PERATURAN NAGARI... (Nama Nagari)

20 NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN NAGARI... ( Nama Nagari ) NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAHAN NAGARI... (Nama Nagari) TAHUN ANGGARAN 2010 h. Pada judul produk hukum nagari pencabutan disisipkan kata pencabutan di depan nama produk hukum nagari yang dicabut. PERATURAN NAGARI... (Nama Nagari) NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN PERATURAN NAGARI... ( Nama Nagari ) NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAHAN NAGARI... (Nama Nagari) TAHUN ANGGARAN 2010 B. PEMBUKAAN Pembukaan produk hukum nagari terdiri atas : a. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa; b. Jabatan Pembentuk Produk Hukum Nagari; c. Konsiderans; d. Dasar Hukum; dan e. Diktum. 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Pada pembukaan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari sebelum nama jabatan pembentuk produk hukum nagari tersebut dicantumkan frase DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah margin tanpa diakhiri tanda baca titik. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 2. Jabatan Pembentuk Produk Hukum Nagari Jabatan pembentuk produk hukum nagari ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah margin dan diakhiri dengan tanda baca koma. WALI NAGARI... (NAMA NAGARI), 3. Konsiderans a. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang. b. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan produk hukum nagari. c. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Peraturan Nagari memuat unsur filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya. d. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa produk hukum nagari dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya produk hukum nagari tersebut.

21 e. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiaptiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian. f. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma. Menimbang : a. bahwa... ; b. bahwa...; c. bahwa...; g. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut : a) untuk Peraturan Nagari : Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Nagari tentang... ; b) untuk Peraturan Wali Nagari : Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Wali Nagari ; h. Konsiderans Peraturan Wali Nagari pada dasarnya cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal dari Peraturan Nagari yang memerintahkan pembuatan Peraturan Wali Nagari tersebut. Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Nagari...Nomor.. Tahun... tentang... perlu menetapkan Peraturan Wali Nagari tentang...; 4. Dasar Hukum a. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. b. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan produk hukum nagari dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan produk hukum nagari tersebut.

22 c. Peraturan perundang undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. d. Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang akan dicabut dengan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang akan dibentuk atau Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasar hukum. e. Jika jumlah peraturan perundang undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya, atau apabila peraturan perundang-undangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundangundangan tersebut. f. Penulisan undang-undang, kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital. g. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden perlu dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan diantara tanda baca kurung. h. Jika dasar hukum memuat lebih dari satu peraturan perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1,2,3, dan seterusnya, dan diakhiri dengan tanda baca titik koma ( ; ) Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25), Jis Undang-Undang Nomor 21 Drt. Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 77) Jo Undang-Undang Nomor 58 Tahun 1958 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1643); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik

23 Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa ; 5. Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari ; 6. Peraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 6 Tahun 2009 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah Kabupaten Pesisir Selatan; 5. Diktum a. Diktum terdiri atas : a. kata Memutuskan; b. kata Menetapkan; c. nama produk hukum nagari. b. Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi diantara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ) serta diletakkan ditengah margin. c. Pada Peraturan Nagari, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN NAGARI... (Nama Nagari) dan WALI NAGARI... (Nama Nagari) yang diletakkan ditengah margin. Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN NAGARI... (Nama Nagari) dan WALI NAGARI...(Nama Nagari) MEMUTUSKAN : d. Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : ). e. Nama yang tercantum dalam judul produk hukum nagari dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan dan didahului dengan pencantuman jenis produk hukum nagari tanpa frase nama nagari, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik. a) Jenis Peraturan Nagari : MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN NAGARI TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAHAN NAGARI... (Nama Nagari ). b) Jenis Peraturan Wali Nagari :

24 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALI NAGARI TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH. c) Jenis Keputusan Wali Nagari : MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN WALI NAGARI TENTANG PENUNJUKAN PETUGAS JAGA SISKAMLING. C. BATANG TUBUH a. Batang tubuh produk hukum nagari memuat semua substansi yang dirumuskan dalam pasal-pasal atau diktum-diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang bersifat mengatur, sedangkan jenis Keputusan Wali Nagari yang bersifat penetapan, batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum. b. Pada umumnya substansi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam : 1) Ketentuan Umum; 2) Materi Pokok yang diatur; 3) Sanksi ( jika diperlukan ); 4) Ketentuan Peralihan (jika diperlukan); 5) Ketentuan Penutup. c. Dalam pengelompokan substansi sedapat mungkin dihindari adanya bab ketentuan lain atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan, diupayakan untuk masuk ke dalam bab yang ada atau dapat pula dimuat dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai dengan materi yang diatur. d. Substansi yang berupa sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran suatu norma, dirumuskan menjadi satu pasal dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan. Sanksi administratif dapat berupa antara lain berupa pencabutan izin, pembubaran, pemberhentian sementara, denda administratif. Sanksi keperdataan dapat berupa antara lain ganti kerugian. e. Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan terdapat lebih dari satu pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam pasal terakhir dari pasal tersebut. f. Pengelompokan materi Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari dapat disusun secara sistematis dalam bab, bagian dan paragraf atas dasar kesamaan materi. g. Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut : a. bab dengan pasal tanpa bagian dan paragraf; b. bab dengan bagian dan pasal tanpa paragraf; atau c. bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal. h. Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.

25 BAB I KETENTUAN UMUM i. Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi judul. j. Huruf awal kata bagian, urutan bilangan dan setiap kata pada judul bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Bagian Kelima Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Kampung k. Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul. l. Huruf awal dari kata paragraf dan setiap kata pada judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Paragraf 1 Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris m. Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas dan lugas. n. Materi Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. o. Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab p. Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kapital Pasal 34 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 26 tidak meniadakan kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. q. Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat. r. Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab diantara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik. s. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh. t. Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kecil. Pasal 8 (1) Pendaftaran keluarga miskin hanya dapat diajukan melalui Kepala Kampung.

26 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Wali Nagari. u. Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka di samping dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan rincian, dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusan dalam bentuk tabulasi. Pasal 8 Panitia Pemilihan Wali Nagari mempunyai tugas melakukan penjaringan bakal calon Wali Nagari, melakukan pendaftaran pemilih, melakukan pemeriksaan berkas administrasi bakal calon, melakukan kegiatan teknis pemilihan bakal calon Wali Nagari dan menetapkan KPPS dan TPS.. Isi pasal tersebut dapat lebih mudah dipahami jika dirumuskan sebagai berikut : Pasal 8 Panitia Pemilihan Wali Nagari mempunyai tugas sebagai berikut : a. melakukan penjaringan bakal calon Wali Nagari; b. melakukan pendaftaran pemilih; c. melakukan pemeriksaan berkas administrasi bakal calon; d. melakukan kegiatan teknis pemilihan bakal calon Walli Nagari; dan e. menetapkan KPPS dan TPS. v. Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frase pembuka; 2) setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil dan diberi tanda baca titik; 3) setiap frase dalam rincian diawali dengan huruf kecil; 4) setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma ( ; ) ; 5) jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, maka unsur tersebut dituliskan masuk ke dalam; 6) di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua; 7) pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik ; angka arab diikuti dengan tanda baca titik ; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup; 8) pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian melebihi empat tingkat, perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam pasal atau ayat lain.

27 w. Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif, ditambahkan kata dan yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir. x. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata atau yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir. y. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternatif, ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir. z. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian. 1) Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya. Pasal 9 (1).... (2).... (3)... : a....; b... ; (dan, atau, dan/atau) c.... 2) Jika suatu rincian memerlukan lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1, 2, dan seterusnya. Pasal 12 (1)... (2)... : a....; b....; (dan, atau, dan/atau) c....; 1....; 2....; (dan, atau, dan/atau) ) Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan huruf a), b), dan seterusnya. Pasal 20 (1)... (2)... (3)...; a....; b....; (dan, atau, dan/atau) c....; 1....; 2....; (dan, atau, dan/atau) a)... ;

28 b)... ; (dan,atau, dan/atau) c).... 4) Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetil, rincian itu ditandai dengan angka 1), 2), dan seterusnya. Pasal 22 (1)... (2)... (3)... ; a....; b....; (dan, atau, dan/atau) c.... ; 1....; 2....; (dan, atau, dan/atau) a)...; b)...; (dan, atau, dan/atau) c)... 1)...; 2)...;(dan,atau, dan/atau) 3).... Batang tubuh produk hukum nagari terdiri dari : 1. Ketentuan Umum; 2. Materi Pokok yang diatur; 3. Sanksi ( jika diperlukan ); 4. Ketentuan Peralihan ( Jika diperlukan ); dan 5. Ketentuan Penutup. 1. Ketentuan Umum a. Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu. Jika dalam Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal awal. b. Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal. c. Ketentuan umum berisi : 1) batasan pengertian atau definisi; 2) singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan; 3) hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan azas, maksud, dan tujuan. d. Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari berbunyi Dalam Peraturan Nagari / Peraturan Wali Nagari ini yang dimaksud dengan : a) Jenis Peraturan Nagari

29 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Nagari ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Pemerintah Nagari adalah...dst. b) Jenis Peraturan Wali Nagari BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Wali Nagari ini yang dimaksud dengan : 1. Nagari adalah.. 2. Wali Nagari adalah.dst. e. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik. f. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasalpasal selanjutnya. g. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi definisi. h. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut. i. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda. j. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1) pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus; 2) pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan 3) pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.

30 2. Materi Pokok yang Diatur a. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal ketentuan umum. b. Dihindari adanya bab tentang ketentuan lain-lain. Materi yang akan dijadikan materi ketentuan lain-lain hendaknya ditempatkan dalam kelompok materi yang diatur dengan judul yang sesuai dengan materi tersebut. Ketentuan lain-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang lain dari materi yang diatur, namun mempunyai kaitan dan perlu diatur. Penempatan bab ketentuan lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal terakhir sebelum bab ketentuan peralihan. c. Materi yang diatur adalah semua objek yang diatur secara sistematik, sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Materi yang diatur harus memperhatikan dasar-dasar dan kaidahkaidah yang ada seperti : 1) landasan hukum materi yang diatur, artinya dalam menyusun materi produk hukum nagari harus memperhatikan dasar hukumnya; 2) landasan filosofis artinya landasan yang mendasari diterbitkannya produk hukum nagari; 3) landasan sosiologis, maksudnya agar produk hukum nagari yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat dan agama; 4) landasan politis, maksudnya agar produk hukum nagari yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat. 3. Ketentuan Sanksi ( jika diperlukan ) a. Ketentuan sanksi memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan hukuman atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah. b. Dalam menentukan jenis sanksi perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku. c. Ketentuan sanksi ditempatkan dalam bab tersendiri yaitu bab ketentuan sanksi yang letaknya sesudah materi pokok yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan, jika bab ketentuan peralihan tidak ada diletakkan sebelum bab ketentuan penutup. d. Sanksi hanya dibuat dalam Peraturan Nagari. 4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) a. Ketentuan peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara azas mengenai akibat kehadiran Peraturan Nagari dan Peraturan Wali

31 Nagari baru dengan keadaan sebelum Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari baru itu berlaku. Pada azasnya pada saat Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari baru berlaku maka semua Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari lama berserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau azas ini diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah berlaku, maka dapat timbul kekacauan hukum, ketidakpastian hukum atau kesewenangwenangan hukum. Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap peraturan lama, diadakan ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian ketentuan peralihan berfungsi : 1. Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum. 2. Menjamin kepastian hukum. 3. Perlindungan hukum bagi rakyat, atau kelompok tertentu atau orang tertentu. b. Ketentuan peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan ditempatkan diantara bab ketentuan sanksi dan bab sebelum ketentuan penutup, jika dalam Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari tidak diadakan pengelompokan bab, pasal yang memuat ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal yang memuat ketentuan penutup. c. Pada saat suatu Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat, maupun sesudah Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang baru itu dinyatakan mulai berlaku tunduk pada ketentuan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari baru. d. Di dalam Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang baru, dapat dimuat pengaturan yang memuat penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu. e. Penyimpangan sementara itu berlaku juga bagi ketentuan yang diberlakusurutkan. f. Jika suatu Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari diberlakukan surut, Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum yang terjadi atau hubungan hukum yang ada di dalam tenggang waktu antara tanggal mulai berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya. g. Penentuan daya laku surut sebaiknya tidak diadakan bagi Peraturan Nagari yang memuat ketentuan yang memberi beban konkrit kepada masyarakat. h. Jika penerapan suatu ketentuan Peraturan Nagari dinyatakan ditunda sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu, ketentuan Peraturan Nagari tersebut harus memuat secara tegas dan rinci tindakan hukum dan hubungan hukum mana yang dimaksud, serta jangka waktu atau syarat-syarat berakhirnya penundaan sementara tersebut.

PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA

PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELUMA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELUMA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2010 Seri: D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 8 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 8 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 8 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN KERANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

Jika ketentuan dari pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah tetap berlaku dapat digunakan. BUPATI BARITO UTARA, ttd

Jika ketentuan dari pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah tetap berlaku dapat digunakan. BUPATI BARITO UTARA, ttd Jika ketentuan dari pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah tetap berlaku dapat digunakan. BUPATI BARITO UTARA, ttd H. ACHMAD YULIANSYAH PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UU NO. 10 TAHUN Oleh : Tim Pusat Kajian Hukum Dan Kemitraan Daerah Fakultas Hukum Unsoed

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UU NO. 10 TAHUN Oleh : Tim Pusat Kajian Hukum Dan Kemitraan Daerah Fakultas Hukum Unsoed TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UU NO. 10 TAHUN 2004 Oleh : Tim Pusat Kajian Hukum Dan Kemitraan Daerah Fakultas Hukum Unsoed Kerangka Peraturan Perundang-undangan terdiri dari : A. Judul;

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG RANCANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG RANCANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 728 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PERATURAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan dan mendukung

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2016

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA, KEPUTUSAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2007 TANGGAL : 22 Agustus 2007

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2007 TANGGAL : 22 Agustus 2007 LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2007 TANGGAL : 22 Agustus 2007 I. UMUM TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA Sesuai dengan

Lebih terperinci

14 LEMBARAN DAERAH Agustus KABUPATEN LAMONGAN 11/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG

14 LEMBARAN DAERAH Agustus KABUPATEN LAMONGAN 11/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG 14 LEMBARAN DAERAH Agustus KABUPATEN LAMONGAN 11/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2008 SERI E PERATURAN DERAH KABUPATEN PURWAKARTA. NOMOR : 5 TAHUN 2008 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2008 SERI E PERATURAN DERAH KABUPATEN PURWAKARTA. NOMOR : 5 TAHUN 2008 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2008 SERI E PERATURAN DERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2008 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATACARA PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I SALINAN P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : a. bahwa sebagai landasan hukum dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN SISTEMATIKA PENULISAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, 1 SALINAN 2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2007 No. 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, penyusunan, peraturan, desa.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, penyusunan, peraturan, desa. 1 2015 No.23,2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, penyusunan, peraturan, desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, NOMOR : 004/KA/I/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN/KEPUTUSAN

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, NOMOR : 004/KA/I/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN/KEPUTUSAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NOMOR : 004/KA/I/2006 PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN/KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.50,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PERATURAN DESA. Pedoman Teknis. Penyusunan Peraturan Desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1 SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN DAN SISTEMATIKA PENULISAN

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT RANPERDA PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 17 TAHUN 2008 TANGGAL : 27 JUNI 2008

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 17 TAHUN 2008 TANGGAL : 27 JUNI 2008 LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 17 TAHUN 2008 TANGGAL : 27 JUNI 2008 TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA I. UMUM Sesuai dengan prinsip

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN 2007 TENTANG PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 16 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PRODUK HUKUM DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 20 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C 17 Desember 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C 7/C PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 705 TAHUN : 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA BUPATI BANGGAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA BUPATI BANGGAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA BUPATI BANGGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KAMPUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KAMPUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAY KANAN, Menimbang

Lebih terperinci

NO SERI E. PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TANGGAL 24 Maret 2006 TENTANG TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

NO SERI E. PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TANGGAL 24 Maret 2006 TENTANG TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TANGGAL 24 Maret 2006 TENTANG TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH I. KERANGKA PERATURAN DAERAH Kerangka Peraturan Daerah terdiri atas : A. Judul;

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 24 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON, LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON, LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 6 TAHUN 2000 SERIE D PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA MEMBUAT PERATURAN DAERAH DAN PENERBITAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 13 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran penyelenggaraan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN PERDA

TEKNIK PENYUSUNAN PERDA TEKNIK PENYUSUNAN PERDA Sumber: Bagian Hukum dan HAM SETDA Kab. Garut I. KERANGKA PERATURAN DAERAH Kerangka Peraturan Daerah terdiri atas : A. Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 48 TAHUN 2002, TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 48 TAHUN 2002, TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 48 TAHUN 2002, TENTANG TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 05 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 05 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 05 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2008 PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Dengan Rahmat Allah Swt Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang

Dengan Rahmat Allah Swt Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang PERATURAN FAKULTAS NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS TATA PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TATA PEMBENTUKAN PERATURAN FAKULTAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No. 01, 2014 Bagian Hukum Setda Kab. Bantul, Pengawasan, Produk Hukum, Desa PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENGAWASAN PRODUK HUKUM DESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR : 05 TAHUN 2015 TANGGAL : 07 SEPTEMBER 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR : 05 TAHUN 2015 TANGGAL : 07 SEPTEMBER 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR : 05 TAHUN 2015 TANGGAL : 07 SEPTEMBER 2015 PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH BAB I BAB II KERANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 42 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 42 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 42 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG TEKNIK PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 2 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Peraturan. Teknik. Penyusunan. Ketentuan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Peraturan. Teknik. Penyusunan. Ketentuan. Pedoman. No.114, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Peraturan. Teknik. Penyusunan. Ketentuan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN FAKULTAS NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG TATA PEMBENTUKAN PERATURAN FAKULTAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

LAMPIRAN I PERATURAN FAKULTAS NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG TATA PEMBENTUKAN PERATURAN FAKULTAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG LAMPIRAN I PERATURAN FAKULTAS NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG TATA PEMBENTUKAN PERATURAN FAKULTAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN FAKULTAS SISTEMATIKA BAB I KERANGKA

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN GAMPONG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN GAMPONG QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI

Lebih terperinci

LD NO.2 LAMPIRAN V PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

LD NO.2 LAMPIRAN V PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN V PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA BAB I KERANGKA PERATURAN DAERAH A. JUDUL B. PEMBUKAAN

Lebih terperinci