BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari kehidupan
|
|
- Yandi Hendra Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masyarakat Aceh dalam sejarahnya yang cukup panjang telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Masyarakat Aceh tunduk dan taat kepada Islam serta memperhatikan ketetapan atau fatwa ulama. Penghayatan terhadap ajaran Islam kemudian melahirkan budaya Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat. Adat tersebut hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, yang kemudian diakumulasikan lalu disimpulkan menjadi Adat bak Poteumourehom, Hukom bak Syiah Kuala, Kanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamana yang artinya, Hukum Adat di tangan pemerintah dan Hukum Syariat ditangan Islam. Ungkapan ini merupakan pencerminan dari perwujudan syariat islam dalam kehidupan sehari-hari (Perda No 5, 2000). Sejarah telah mencatat bahwa kerajaan Aceh adalah termasuk ke dalam lima kerajaan yang terbesar di dunia Islam pada abad ke Dari Aceh, Islam berkembang ke seluruh nusantara, bahkan kehebatan Islamnya tersebar sampai ke pelosok dunia lain. Dulu, kerajaan Aceh telah menerapkan syariat Islam baik di dalam sistem pemerintahannya maupun di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat biasa. Tidak ada seorang pun yang menggugat pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Juga tidak ada pertentangan-pertentagan antara yang pro dan yang kontra. Seakan-akan seluruh masyarakat Aceh dilahirkan dalam keadaan menerima ikhlas konsep syariat Islam tanpa ada yang menggerutu apa lagi 1
2 membantah. Jangankan untuk rakyat jelata, untuk raja saja tetap berlaku syariat Islam. Hal ini dapat dilihat manakala raja Iskandar Muda mengeluarkan keputusan untuk merajam mati anak lelaki tunggalnya karena telah didapati berzina. Padahal setelah anak lelakinya itu meninggal, tidak ada keturunan dari sang raja untuk meneruskan tahtanya di kemudian hari kelak. Namun, demi menjalankan syariat Islam, anak sendiripun wajib dihukum. Dari sini jelas nampak bahwa syariat Islam telah terpatri sampai di lubuk hati masyarakat Aceh, mulai dari raja sampai rakyat jelata tanpa kecuali. Dan dengan syariat Islam pula Aceh dulu telah terkenal serta disegani oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia (Zulhelmi, 2007). Menurut Ismail, (2002) Adat aceh sebagai aspek budaya, tidak identik dalam pemahaman budaya pada umumnya, karena bersumber dari agama atau syariat yang menjiwai kreasi budayanya. adat ngon agama lagei zat ngon sifeut yang artinya adat dan agama bagaikan zat dan sifat. Roh islami ini telah menjiwai dan menghidupkan budaya Aceh, sehingga melahirkan nilai-nilai filosofis yang pada akhirnya menjadi patron landasan budaya Aceh yang ideal. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah berdasarkan Undangundang Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 44 Tahun 1999, tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh dan UU Nomor 18 Tahun 2001, salah satu undang-undang yang telah diterapkan dalam masyarakat adalah pelaksanaan Syariat Islam yang diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun Bertujuan melaksanaan dan mengembangkan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (Djalil, 2003). Penerapan Syariat Islam di bumi Serambi Mekkah merupakan fenomena sangat menarik sekaligus menantang. Menantang di sini dimaksudkan terutama 2
3 berkaitan dengan kesiapan pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan masyarakatnya secara keseluruhan dalam menerima dan melaksanakan Syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) (Djalil, 2003). Secara umum, penerapan syariat Islam di Aceh menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Setidaknya ada tiga permasalahan yang dipandang paling mencolok. Pertama, masalah yang menyangkut kehendak politik (political will) pemerintah daerah mulai dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kedua, implementasi syariat Islam masih terkesan kurang maksimal, diskriminatif, tidak adil, dan bias. Terakhir, adanya dualisme dasar hukum antara hukum positif dan hukum syariat (Keumala, 2006). Pemerintah melalui undang undang nomor 13 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 13 menjelaskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang untuk Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan peraturan daerah (Qanun) (Fasya, 2006) Pelaksanaan peraturan daerah (qanun) itu tidak lepas dari kontroversi. Masyarakat dan kalangan praktisi hukum menanggapi pro kontra. Beberapa alasan yang mendasarinya antara lain; pelaksanaan peraturan daerah (qanun) tersebut dinilai diskriminatif, hanya membidik masyarakat kecil. Selain itu, ada yang menganggap seharusnya peraturan daerah (qanun) tentang korupsi diberlakukan lebih dulu karena paling merugikan rakyat banyak dibandingkan dengan qanun tentang perjudian (maisir) (Elsam, 2005). Pada tanggal 9 Juni 2005 pelaksanaan hukuman cambuk (hukuman badan : Aqubat) terhadap kejahatan syariah Islam berdasarkan Qanun No 13 tahun 2003 resmi diberlakukan dengan ditandatanganinya SK tentang petunjuk teknis hukum 3
4 cambuk bagi pelanggaran syariat Islam (Peraturan Gubernur Aceh No 10 tahun 2005) oleh pelaksana tugas Gubernur NAD, Azwar Abubakar (Elsam, 2005) Meskipun sudah disahkan sebagai peraturan daerah (qanun), tetapi dalam implementasinya tidak semua daerah menggunakan qanun sebagai rujukan. Kabupaten Bireuen tercatat sebagai daerah pertama yang memberlakukan qanun Nomor 13/2003 tentang perjudian (maisir). Belasan warga yang didakwa melanggar syariat Islam, dihukum cambuk di halaman Masjid Jamik Bireuen dengan disaksikan ribuan warga dan diliput secara besar-besaran oleh wartawan dari barbagai media (Keumala, 2006). Masyarakat Aceh disuguhi pertunjukan dramatis hukuman cambuk atas 15 orang yang terbukti berjudi. Para penjudi tersebut dicambuk 6-10 kali oleh Mahkamah Syariah di halaman Masjid Jamik Bireun, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Mereka tertangkap basah berjudi dengan omset yang tak lebih dari seratus ribu rupiah. Tapi itu sudah cukup membuktikan bahwa mereka melanggar Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2003 tentang perjudian (maisir). Dalam qanun disebutkan, setiap orang dilarang melakukan perjudian (maisir), dan yang melanggar diancam sanksi cambuk di muka umum sebanyak 6-12 kali. Kini, ada tiga qanun khusus syariat Islam di Aceh, yakni tentang perjudian, minuman keras, dan zina (Rumadi, 2005) Penerapan hukuman cambuk ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia ini merupakan impelementasi dari pemberlakuan Undang-undang Syariat Islam di NAD. Ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh No 10/2005 tentang Petunjuk Teknis Hukum Cambuk bagi Pelanggar Syariat Islam. Pergub ini sudah diterapkan di Aceh sejak 10 Juni
5 sebagai pengganti perda (qanun) untuk melaksanakan Syariat Islam sesuai dengan UU 44/1999 tentang Keistimewaan Aceh dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus (Hanafiah, 2006). Hukum cambuk yang dilaksanakan di Bireuen itu merupakan sejarah baru bagi Provinsi Aceh dalam melaksanakan Syariat Islam. Cambuk dianggap jenis hukum produk Tuhan yang bernilai sakral ketika diterapkan. Cambuk dipandang sebagai hukum Islam yang otentik, dan diyakini akan efektif menyelesaikan berbagai problem sosial. Jenis hukuman lain seperti penjara, bukan saja dianggap kreasi manusia, tapi juga dipandang sebagai produk sistem hukum sekuler yang mengandung ideologi Barat (Rumadi, 2005). Meski cambuk sering diidentifikasi sebagai hukum primitif karena menyakiti secara fisik, namun sanksi ini masih dipraktikkan di beberapa negara seperti Malaysia, Pakistan, dan Iran. Di Malaysia, ketentuan cambuk setidaknya terdapat dalam empat undang-undang jinayat, yaitu Undang-undang Pidana (F.M.S. Cap. 45), Undang-undang Persenjataan 1960 (Akta 206), Senjata Api (hukuman tambahan Akta 1971), dan Ordonansi Obat-obat Berbahaya Dalam hukum pidana, soal cambuk terdapat dalam 35 seksi, yang sebagian besar merupakan hukuman tambahan untuk penahanan dan alternatif untuk sebuah denda (Rumadi, 2005). Pelaksanaan hukum cambuk ini mendapatkan berbagai respon. Sebagian besar umat Islam, khususnya masyarakat Aceh, menyambut hangat pelaksanaan hukuman ini. Harapannya hukuman tersebut dapat menekan tindak kriminal yang makin merajalela saat ini dan berharap agar diperlakukan secara adil dan bukan 5
6 hanya bagi orang-orang kecil, supaya ketenteraman sosial bisa terjamin (Kurniawan,2005). Para pejabat Aceh menganggap pelaksanaan cambuk tersebut sebagai prestasi hukum luar biasa dalam penerapan syariat Islam. Sambutan Pelaksana Tugas Gubernur NAD, Azwar Abu Bakar, sebelum eksekusi cambuk menunjukkan hal itu. Hari ini kami mengukir sejarah baru di bidang hukum dengan melaksanakan hukum cambuk yang pertama di NAD dan Indonesia. Kami berharap daerah lain di NAD bisa mengikuti prosesi yang monumental ini agar kemaksiatan bisa hilang dari Serambi Mekah, (Rumadi, 2005). Alfaruqi (2000) mengatakan diberlakukannya syariat Islam atau hukum Islam, termasuk di dalamnya cambuk, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk melindungi kepentingan umum (maslahat al ammah). Kalau hukum Islam dalam beberapa bentuk dinilai tidak manusiawi dan kejam, hal itu tidak lebih karena untuk melindungi yang manusiawi dan anti kekejaman. Berdasarkan hal ini, beratnya hukuman, baik secara meteriil maupun sosial dalam Islam pada dasarnya bukan semata-mata untuk menanamkan ketakutan, tetapi lebih dari itu, untuk menanamkan sikap jera pada pelaku. Sebab dalam Islam, mencegah terjadinya suatu keburukan itu lebih didahulukan dan diutamakan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Charita (2005) mengatakan Sebenarnya hukuman cambuk ini tidak perlu dipertanyakan kemanusiawiannya asalkan dilakukan dengan tata cara yang benar. Enam hingga delapan kali cambukan memang menyakitkan, tapi tetaplah merupakan luka fisik yang mudah disembuhkan. Apalagi sebelum dicambuk si terhukum diperiksa dulu kesehatannya. Jika ketidakmanusiawian itu dilihat dari 6
7 mempertontonkan hukuman, maka perlakuan hormat terhadap si terhukum akan mengurangi ketidakmanusiawian itu. kalau kita masih memandang hukuman itu sekedar sebagai punishment ( balasan setimpal bagi kesalahannya), maka mempertontonkan hukuman itu akan kita lihat sebagai sekedar mempermalukan si terhukum, menambahi hukuman fisiknya dengan hukuman psikis berupa rasa malu. Namun jika kita mau memandang dari sisi yang lain, bahwa hukuman itu juga reinforcer negatif bagi orang yang tidak melakukan (konsekuensi tidak enak yang membuatnya menghindar dari melakukan sesuatu), maka sebenarnya acara hukuman ini memiliki tempat terhormat sebagai lahan kita belajar. Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Dr Muslih Ibrahim, MA. Mengatakan hukuman cambuk yang diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) karena ada ketentuan yang tertuang dalam qanun (Peraturan Daerah), "Saya sudah berkonsultasi dengan seorang wanita Jerman yang membuat UU HAM PBB. Ia menyatakan bahwa hukuman cambuk tidak melanggar HAM, karena memang sudah diatur dalam qanun," Ketika penerapan syariat Islam diberlakukan di Provinsi Aceh, banyak kalangan terutama negara-negara barat, bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mempertanyakan masalah hukuman cambuk yang dinilai melanggar HAM. Tapi, setelah dijelaskan permasalahnnya, akhirnya mereka menerima, karena hukuman cambuk yang diterapkan di Aceh ada peraturannya, yaitu qanun, yang sudah disepakati oleh eksekutif dan legislatif yang merupakan lembaga negara. "Hukuman cambuk yang diberlakukan di Aceh bukan sembarangan, tapi berdasarkan peraturan yang sah. Jadi, setelah kita jelaskan persoalannya, maka orang-orang barat itu memahami, bahkan mereka menyatakan hukuman cambuk itu tidak melanggar HAM," (Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi NAD, 2007). Sebaliknya, beberapa kalangan lainnya memberikan respon negatif. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), misalnya, menolak eksekusi hukuman cambuk terhadap para pelaku judi di NAD. Alasannya, hukuman 7
8 tersebut akan menimbulkan penderitaan besar, bukan saja luka fisik melainkan juga trauma psikologis bagi terpidana dan keluarganya. ELSAM juga menuntut agar Komnas HAM segera memantau usaha penegakan hak asasi manusia pada kasus ini dan segera mengeluarkan rekomendasi untuk menolak praktik hukuman cambuk (Kurniawan, 2006). Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga menyatakan menolak dilakukannya eksekusi cambuk terhadap para pelaku yang didasarkan kepada Undang-undang No 18 tahun 2001, Undang-undang No 44 tahun 1999 dan Qanun No 13 tahun Rencana ekekusi hukuman tersebut menurut ELSAM merupakan langkah mundur dari penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hukuman cambuk ini merupakan hukuman yang masuk kategori perlakuan atau hukuman lain yang kejam tidak masnusiawi dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia yang selama ini dilarang dan diatur dalam berbagai legislasi nasional maupun konvensi Internasional yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (Ahmada, 2005). Aldin (2005) mengatakan penerapan hukum cambuk belum tepat diberlakukan sekarang. Dia beralasan sosialiasasi hukum cambuk terhadap pemain judi masih kurang dilakukan karena itu belum saatnya dilakukan sekarang. Sebenarnya terjadi penolakan terhadap hukum cambuk pada masyarakat yang dapat dilihat dari setengah hati warga menjalankan syariat Islam,. Semestinya, sosialisasi harus lebih gencar dilakukan sehingga warga mengetahui. Dengan demikian, jangankan hukum cambuk, hukum gantung pun bisa dilakukan di Aceh. 8
9 Selanjutnya Aldin (2005) juga mengatakan apakah hukum cambuk ini hanya berlaku kepada warga sipil saja yang lemah. Bagaimana aparat yang main judi, apakah mereka menggunakan peradilan militer atau peradilan syariah?. Penerapan sanksi cambuk pada rakyat kecil dinilai hanya sekadar cara mencari sensasi karena problem Aceh bukan terletak pada masyarakat, tapi pada aparat pemerintah. Masyarakat kecil yang dicambuk merasa dirinya sekadar kelinci percobaan para pejabat yang ingin mendapat keuntungan tertentu dari sanksi itu. Pejabat Pemerintah NAD tentu ingin menanam investasi politik agar tercatat sebagai pejuang hukum Islam. Para penjudi dengan barang bukti lima puluh ribu rupiah dihukum cambuk, sementara para koruptor bebas berkeliaran tanpa hukuman. Demi keadilan, para koruptor inilah yang lebih patut dicambuk pertama kali. Permasalahan-permasalahan mengenai kontroversi pelaksanaan hukuman cambuk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatas tergambar dari hasil wawancara terhadap beberapa warga Aceh sebagaimana dikutip dibawah ini. Wawancara pertama peneliti lakukan terhadap seorang warga Aceh yang berprofesi sebagai aktifis LSM Save the Children. "Kalau ketentuan sebuah hukum sudah diterima oleh masyarakat, tokoh dan semua elemen di tempat setempat, maka tak ada masalah pelaksanaan hukuman itu ditegakkan. Namun selama ini yang sering menolak itu kan orang luar. " (Komunikasi personal, Mei 2008) Subjek berikutnya yang diwawancara oleh peneliti adalah salah seorang tokoh masyarakat Aceh yang berdomisili di kota Banda Aceh : Sebenarnya itu juga satu hal yang saya tidak setuju. Tetapi persoalannya hari ini kan ada pengambil kebijakan yang telah membuatnya menjadi sebuah peraturan formal yang sudah berdasarkan sebuah hukum. Yang 9
10 hari ini harus ditunjukkan sebenarnya bagaimana sih Islam yang penuh damai, yang penuh cinta, dan penuh kasih dan seperti itu. Tapi kalau memang terus menerus yang dimunculkan adalah berbagai bentuk hukuman atau simbol-simbol yang menggambarkan kekerasan, akhirnya kan orang menilai dari segi negatif. Ketika kita mengatakan tidak setuju, ya ada konsekuensinya bahwa ini kan ada soal anda dianggap sebagai muslim yang baik atau tidak baik. (komunikasi personal, mei 2008). Berdasarkan pemaparan berbagai fenomena di atas, pada penelitian ini. Peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh. I.B. Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena di atas peneliti ingin mengetahui beberapa hal yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan dibawah ini : 1. Bagaimana gambaran umum sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh. 2. Bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh ditinjau dari lembaga pendidikan. 3. Bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh dilihat dari pengalaman pribadi menyaksikan 4. Bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh dilihat dari jenis kelamin. 5. Bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh dilihat dari tingkat pendidikan. I.C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh. 10
11 I.D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan ada dua manfaat yang dapat diambil, diantaranya, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dalam penelitian ini dapat membantu mengembangkan ilmu psikologi khususnya psikologi sosial dan bidang lainnya dalam aplikasinya dan memberikan sumbangsih karya ilmiah yang berhubungan dengan gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh 2. Manfaat Praktis Penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai : 1. Sebagai masukan bagi pihak pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam hal ini Dinas syariat Islam tentang bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh. Sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan dalam penerapan Syariat Islam. 2. Sebagai masukan bagi pihak majelis adat Aceh, pengamat sosial, dan Wilayatul Hisbah tentang bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh. 3. Sebagai masukan dan informasi bagi masyarakat aceh sehingga dapat mengetahui dan memahami bagaimana gambaran sikap terhadap penerapan hukuman cambuk pada masyarakat Aceh. I. D. Sistematika Penulisan. Penelitian ini dibagi atas tiga bab dan masing-masing bab dibagi atas beberapa sub-bab. Sistematika penulisan penelitian ini adalah: 11
12 Bab I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Bab III : Metodologi Penelitian Bab ini menceritakan tentang metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian yang meliputi identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, populasi, dan metode pengambilan sampel, instrumen/ alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisis data. 12
BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh adalah sebuah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG HUBUNGAN TATA KERJA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA DENGAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF DAN INSTANSI LAINNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nanggroe Aceh Darussalam dikenal dengan sebutan Seramoe Mekkah (Serambi Mekkah) memiliki prinsip bahwa Syariat Islam merupakan satu kesatuan adat, budaya dan
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2000 PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2000 T E N T A N G PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH Menimbang
Lebih terperinci-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH
-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang :
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,
QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa para ulama telah memberikan kontribusi
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,
QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa para ulama telah memberikan kontribusi
Lebih terperinciLAMPIRAN TEMUBUAL. Ketua Majlis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe, Aceh.
LAMPIRAN TEMUBUAL Drs. Hj. Asnawi Abdullah, MA Ketua Majlis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe, Aceh. Pensyarah Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Negeri (STAIN) Lhokseumawe, Aceh. Pengkaji : Bagaimana
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM BIDANG AQIDAH, IBADAH DAN SYI AR ISLAM
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM BIDANG AQIDAH, IBADAH DAN SYI AR ISLAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SYARIAT ISLAM DAN KELUARGA SEJAHTERA KOTA BANDA ACEH
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SYARIAT ISLAM DAN KELUARGA SEJAHTERA KOTA BANDA ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KABUPATEN ATAU KOTA DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciKEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI - II MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH TAHUN 2014
KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI - II MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH TAHUN 2014 MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciPrinsip Dasar Peran Pengacara
Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Otonomi khusus yang diberlakukan di Indonesia dapat dikatagorikan desentralisasi asimetris. Sebenarnya konsep otonomi daerah alternatif atau devolusi berbasis kewilayahan/regional
Lebih terperinci-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA
-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciF A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA,
F A T W A NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG TINDAK e PIDANA KORUPSI MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini telah menghancurkan sistem pemerintahan,
Lebih terperinciRUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
!"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciOANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG TUGAS FUNGSIONAL KEPOLISIAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM
OANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG TUGAS FUNGSIONAL KEPOLISIAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciMoral Akhir Hidup Manusia
Modul ke: 07Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik Moral Akhir Hidup Manusia Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M Program Studi Psikologi Bagian Isi TINJAUAN MORAL KRISTIANI AKHIR HIDUP MANUSIA (HUKUMAN
Lebih terperinciPENGANTAR KONVENSI HAK ANAK
Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp
Lebih terperinciUNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SYARI AT ISLAM FUNGSINYA SEBAGAI KONTROL SOSIAL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SYARI AT ISLAM FUNGSINYA SEBAGAI KONTROL SOSIAL (Studi Deskriptif di Desa Leuge Kec.Peureulak Kota, Kab. Aceh Timur). DIAJUKAN OLEH : FAKHRUDDIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aceh, pemerintah Aceh telah mengesahkan beberapa Qanun untuk pelaksanaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengaplikasikan syari at Islam dalam kehidupan masyarakat di Aceh, pemerintah Aceh telah mengesahkan beberapa Qanun untuk pelaksanaan syari at Islam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciRANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa perempuan sebagai
Lebih terperinciKEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH
KEPUTUSAN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI MAJELIS PERMUSYAWARATAN e ULAMA ACEH Menimbang : a. bahwa Majelis Permusyawaratan Ulama sebagai lembaga bebas (indepeden) dan merupakan mitra
Lebih terperinciPERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
DRAFT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH BISMILLAHIRRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciPROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
1 PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG KHAMAR DAN SEJENISNYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :
Lebih terperinciPEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap
PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI
Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.
Lebih terperinciBAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP
40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinci2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU
No.547, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPR-RI. Kode Etik. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DENGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH
KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH e MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH Menimbang : a. bahwa memperhatikan
Lebih terperinciPELAKSANAAN SYARI AT ISLAM DI ACEH ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Oleh : BAIDHOWI. HB
PELAKSANAAN SYARI AT ISLAM DI ACEH ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Oleh : BAIDHOWI. HB PENDAHULUAN Menyimak ungkapan salah seorang tokoh/ulama di Aceh di dalam salah satu harian di Aceh menerangkan;... hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciDesak Pemerintah untuk Meninjau Ulang Qanun Jinayat, Pasca 3 Tahun Pengesahan
Rilis Media Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi Qanun Jinayat, 22 Oktober 2017 Desak Pemerintah untuk Meninjau Ulang Qanun Jinayat, Pasca 3 Tahun Pengesahan A. Latar Belakang. Otonomi daerah merupakan
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 02/JN/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 02/JN/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara jinayat dalam tingkat
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 139 TAHUN 2016 TENTANG
1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 139 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN WILAYATUL HISBAH ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. melalui pernyataan bahwa manusia adalah makhluk zoonpoliticon 75, yaitu bahwa
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah perkembangan manusia, manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, kecuali dalam keadaan terpaksa manusia dapat berpisah dari kelompoknya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI - II MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH
KEPUTUSAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI - II e Menimbang : a. bahwa Majelis Permusyawatan Ulama sebagai lembaga indepeden dan merupakan mitra sejajar dengan pemerintah daerah, perlu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan
Lebih terperinciTUGAS DAN FUNGSI WILAYATUL HISBAH DALAM PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DI ACEH TAMIANG. (Studi Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir)
TUGAS DAN FUNGSI WILAYATUL HISBAH DALAM PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DI ACEH TAMIANG (Studi Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir) S K R I P S I Diajukan oleh: JHONI AKBAR Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijawab dalam pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan hukum ini antara lain sebagai berikut: 1. Awal mula
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT LEMBAGA KEISTIMEWAAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG
Lebih terperinci- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan
Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam
Lebih terperinci-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT GAMPONG
-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT GAMPONG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor : 08/JN/2011/MS-ACEH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tanggal lahir : 47 Tahun/04 Mei 1962
PUTUSAN Nomor : 08/JN/2011/MS-ACEH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar iyah Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara Jinayat pada tingkat banding telah menjatuhkan putusan
Lebih terperinciP U T U S A N No. 04 K/AG/JN/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G
P U T U S A N No. 04 K/AG/JN/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara jinayat dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciMuchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI
Lebih terperinciRANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN
RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang
Lebih terperinciRANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG
RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS KABUPATEN ACEH
Lebih terperinci*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 01/JN/2008/MSy-Prov.
P U T U S A N Nomor : 01/JN/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA
Lebih terperinciQANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,
QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa Tuha Peuet Gampong yang merupakan lembaga permusyawaratan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA
66 BAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA A. Pelaksanaan Eksekusi Putusan Dalam Kasus Pembunuhan Dan Pengeroyokan di Kejaksaan Negeri
Lebih terperinciKONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinci