PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT Erlina Eka Wati 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 2 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta erlinaeka24@gmail.com 2 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta Abstract The authority of the Attorney as corruption investigator, the prosecutor's investigation is required to carry out the professional order completion corruption cases more optimal. Attorney authority to investigate corruption contained in Article 30 paragraph (1) letter d of Law No. 16 Th on the Attorney RI and Article 27 of Law No. 20 Th 2001 on the amendment of Law No. 31 Th on Corruption Eradication. The formulation of the problem is, 1) How is the implementation of the investigation of corruption in the State Attorney Simpang Empat West Pasaman?. 2) What are the obstacles encountered in the investigation of corruption in the State Attorney Simpang Empat West Pasaman?. This type of research is the socio-juridical. The data used include primary data and secondary data. Data were obtained through interviews and document study. The collected data were analyzed qualitatively. The results of this study concluded 1) the implementation of the investigation started from making reports of criminal acts, then make a warrant investigation and notification commencement of the investigation, until the transfer of the case file to the Public Prosecutor. 2) obstacles encountered was the lack of power and the investigating prosecutor in the case of examination of witnesses. Keywords: Investigation, Action, Criminal, Corruption. PENDAHULUAN Latar Belakang Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang selain melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan juga diberi wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu. Hal ini termuat dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk 1

2 menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, seperti tindak pidana korupsi. Hal ini diperkuat oleh rumusan Pasal 27 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu, dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung. Selain Lembaga Kejaksaan, Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP jo. Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundangundangan lainnya, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Pasal 6 huruf c Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, juga diberi wewenang sebagai penyidik terhadap tindak pidana korupsi. Jaksa mempunyai wewenang dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan pada Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu apabila dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan petunjuk adanya korupsi, kolusi, atau nepotisme, maka hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku untuk ditindaklanjuti. Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 antara lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan instansi yang berwenang adalah Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. Kewenangan yang dimiliki oleh jaksa sebagai penyidik tindak pidana korupsi, maka jaksa bertugas untuk melakukan penyidikan guna 2

3 menyelesaikan suatu perkara yang diduga tindak pidana korupsi dan agar tersangka atau terdakwanya dapat diberikan hukuman yang pantas sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Dalam melakukan penyidikan, jaksa dituntut harus profesional agar penyelesaian perkara tindak pidana korupsi semakin optimal. Sama halnya dengan penyelesaian kasus-kasus korupsi yang ditangani di Kejaksaan Negeri Simpang Empat Kabupaten Pasaman Barat, dimana tercatat 11 kasus tindak pidana korupsi selama tahun Diantara kasus yang telah selesai disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Padang adalah seorang yang berinisial M Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Kabupaten Pasaman Barat telah melanggar prosedur dalam pengadaan kapal tahun Selain Harga Perkiraan Sementara (HPS) tidak benar, juga pelaksanaannya tidak sesuai dengan kontrak karena kapal yang dibeli ternyata kapal bekas dan kapal tersebut tidak bisa dimanfaatkan. Dari hasil penyidikan, akibat perbuatan Kepala Dinas Perhubungan tersebut negara dirugikan sekitar Rp (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Perkara tindak pidana korupsi lain yang ditangani di Kejaksaan Negeri Simpang Empat yang telah selesai disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Padang adalah di Unit Layanan Pengaduan (ULP), kasus korupsi pengadaan kapal di Dinas Perhubungan. Sedangkan kasus yang sedang dalam penyidikan diantaranya kasus dugaan korupsi proyek Mikrohidro pada Dinas Pertambangan, kasus korupsi Balai Benih Ikan dan kasus korupsi mobil Dinas Pemkab Pasaman Barat. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka pokok permasalahan yang akan di bahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi di Empat Kabupaten Pasaman Barat? 2. Apa sajakah kendala-kendala yang ditemui dalam penyidikan tindak pidana korupsi di 3

4 Empat Kabupaten Pasaman Barat? Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada di atas maka peneliti mempunyai tujuan penelitian yaitu : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi di Empat Kabupaten Pasaman Barat. 2. Untuk mengetahui kendalakendala yang ditemui dalam penyidikan tindak pidana korupsi di Empat Kabupaten Pasaman Barat. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis (socio-legal research), yaitu penelitian yang berupa studi empiris untuk menemukan teoriteori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam masyarakat. 2. Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu data yang diperoleh di lapangan dengan melakukan wawancara langsung dengan 2 (dua) orang Jaksa, yaitu Jaksa Ihsan dan Jaksa Nazif Firdaus yang pernah menyidik perkara tindak pidana korupsi di Empat Kabupaten Pasaman Barat. 2. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan adalah data yang diperoleh peneliti dari Kejaksaan Negeri Simpang Empat, Kabupaten Pasaman Barat berupa data statistik kriminal kasus tindak pidana korupsi dari tahun 2013 sampai tahun 2014, buku-buku serta jurnal yang berkaitan dengan penelitian. 3. Teknik Pengumpulan data a. Wawancara Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan tekhnik semi terstruktur yaitu dimulai dengan beberapa pertanyaan spesifik dan diikuti dengan pemikiran responden yang berhubungan dengan 4

5 pertanyaan yang dilakukan secara langsung dengan informan. b. Studi Dokumen Studi dokumen dilakukan dengan cara mempelajari bahan kepustakaan atau literatur-literatur yang ada, terdiri dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, bukubuku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian. 4. Analisis Data Setelah data dikumpulkan dari lapangan dengan lengkap dan disusun terstruktur, maka selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif. Anilisis kualitatif adalah suatu analisis data yang dilakukan dengan cara menguraikan kalimat dan memberikan pengertianpengertian terhadap data yang disusun dan diolah sedemikian rupa. Tinjauan tentang Kejaksaan 1. Pengertian Kejaksaan Pengertian Jaksa berdasarkan Pasal 1 ayat (6) KUHAP, sebagai berikut : a) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b) Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Rumusan pada Pasal 1 ayat (6) a ini mengenai Jaksa diperluas dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) bagian ketentuan umum sebagai berikut : a) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan undang- undang. 5

6 b) Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. c) Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. d) Jabatan fungsional adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan. Sedangkan yang dimaksud Kejaksaan menurut Undangundang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam Pasal 2 memberikan pengertian : a) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. b) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka. 2. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Berdasarkan Undangundang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Pasal 30, tugas dan wewenang Kejaksaan adalah : 1) Dibidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a. Melakukan penuntutan. b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan putusan lepas bersyarat. 6

7 d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undangundang. e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik. 2) Dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar Pengadilan untuk dan atas nama Negara dan Pemerintah. 3) Dibidang Ketertiban dan Ketentraman Umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan : a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat. b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum. c. Pengamanan peredaran barang cetakan. d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara. e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Pengertian tindak pidana korupsi yaitu suatu tindak pidana yang dengan penyuapan, manipulasi dan perbuatanperbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan dapat merugikan kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum. Perbuatan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat di tarik unsurunsur sebagaii berikut: a. Setiap orang. 7

8 b. Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. c. Perbuatan tersebut sifatnya melawan hukum. d. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. e. Dalam hal tertentu pelaku tindak pidana korupsi dapat dijatuhi hukuman mati. 2. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Korupsi a. Kerugian keuangan Negara b. Suap c. Penggelapan dalam jabatan d. Pemerasan e. Perbuatan curang f. Benturan dalam pengadaan g. Gratitifikasi 3. Faktor-faktor Terjadinya Tindak Pidana Korupsi a. Faktor Internal Merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi: 1) Sifat tamak/rakus 2) Moral yang tidak kuat 3) Gaya hidup konsumtif b. Faktor Eksternal Merupakan pemicu perilaku korupsi yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku yang dapat dilihat dari aspek ekonomi, aspek politik, aspek organisasi. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Empat Kabupaten Pasaman Barat. Dalam penanganannya, pelaksanaan penyidikan perkara tindak pidana korupsi di Empat, yaitu: 1. Membuat laporan terjadinya tindak pidana. 2. Membuat surat perintah penyidikan. 3. Membuat rencana penyidikan. 4. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. 5. Pemberitahuan penyidikan kepada penuntut umum. 6. Pemanggilan saksi-saksi, ahli dan tersangka. 7. Pemeriksaan saksi-saksi, ahli dan tersangka. 8. Melakukan penahanan terhadap tersangka. 8

9 9. Melakukan penggeledahan dan penyitaan. 10. Membuat berita acara (BAP) untuk setiap tindakan. 11. Memberkas 12. Melimpahkan berkas perkara kepada penuntut umum. 13. Menyempurnakan hasil penyidikan. 14. Menyerahkan tanggung jawab atas berkas perkara, tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. 15. Penyidikan selesai. B. Kendala-kendala Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Empat Pasaman Barat. 1. Faktor Internal a. Kurangnya jumlah tenaga jaksa penyidik di Kejaksaan Negeri Simpang Empat mengakibatkan penyidikan perkara tindak pidana korupsi memakan waktu yang cukup lama. Jumlah jaksa penyidik Tindak Pidana Khusus sebanyak 5 (lima) orang. Terkadang untuk menutupi kekurangan jumlah jaksa penyidik pada Tindak Pidana Khusus maka jaksa penyidik dari berbagai bidang seperti Bidang Pidana Umum (pidum) harus digabungkan. Hal seperti ini menyebabkan beban pekerjaan jaksa penyidik menjadi bertumpuk sehingga kurang efektifnya hasil yang dicapai dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. b. Staf administrasi pembantu terbatas, hanya berjumlah 2 (dua) orang dibagian Tindak Pidana Khusus. Hal ini mengakibatkan proses yang menyangkut keadministrasian memakan waktu yang cukup lama. Misalnya dalam hal pengurusan surat menyurat atau penyusunan data-data penyidikan menjadi tidak terselesaikan tepat waktu. 9

10 2. Faktor Ekstenal Kendala dari faktor eksternal ini maksudnya adalah faktor yang memengaruhi kinerja Empat terhadap perkembangan penyidikan kasus tindak pidana korupsi, seperti : a. Jadwal dalam hal memeriksa dan menghadirkan saksi tidak sesuai, terkadang pihak kejaksaan menjadwalkan saksi untuk hadir di hari, waktu dan tempat yang telah ditentukan, akan tetapi saksi tidak bisa hadir. Sebaliknya jika saksi yang mempunyai jadwal untuk hadir, pihak kejaksaan mempunyai waktu yang tidak memungkinkan dikarenakan jadwal yang padat untuk tugas-tugas yang lainnya. b. Saksi masih bersikap tidak terbuka atau menutupnutupi karena saksi khawatir nantinya dapat menyusahkan diri sendiri, apabila menyangkut perkara korupsi yang melibatkan pejabat daerah. Hal ini tentu saja dapat menghambat pengungkapan dan membuat titik terang untuk mengungkap tersangkanya. Simpulan Dari uraian-uraian yang penulis kemukakan di atas, mengenai pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Simpang Empat, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Simpang Empat tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan penyidikan tersebut yakni; (1) Membuat laporan terjadinya tindak pidana (P-6), (2) Membuat surat perintah penyidikan (P-8), surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (pidsus-12) dan pemberitahuan penyidikan kepada Penuntut Umum dan 10

11 KPK (pidsus-13), (3) Membuat rencana penyidikan, (4) Memanggil saksi-saksi, ahli dan atau tersangka, (5) Memeriksa saksi-saksi, ahli dan atau tersangka, (6) Melakukan penggeledahan dan atau penyitaaan, (7) Menyampaikan laporan perkembangan penyidikan dan atau hasil penyidikan, (8) Memaparkan perkembangan dan atau hasil penyidikan/ekspos perkara, (9) Melakukan penahanan terhadap tersangka, (10) Membuat berita acara, (11) Memberkas, (12) Melimpahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Penuntut Umum untuk diteliti, (13) Menyempurnakan hasil penyidikan, (14) Menyerahkan tanggung jawab atas berkas perkara, tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum, (15) Penyidikan selesai. 2. Kendala yang ditemui oleh jaksa penyidik di Kejaksaan Negeri Simpang Empat yaitu dalam hal jumlah tenaga jaksa penyidik, dan dalam hal menghadirkan dan pemeriksaan saksi. Jumlah penyidik Tindak Pidana Khusus sebanyak 5 (lima) orang, mengakibatkan penyidikan perkara tindak pidana koupsi memakan waktu yang cukup lama, dan dalam pemeriksaan saksi, saksi masih terkesan menutup-nutupi dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi yang saksi ketahui. Saran Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah : 1. Penyidikan tindak pidana korupsi oleh Empat,perlu adanya penambahan jaksa penyidik lagi demi kelancaran penyidikan tindak pidana korupsi agar tidak memakan waktu yang cukup lama, mengingat jaksa penyidik hanya berjumlah 5 (lima) orang. Begitu pula halnya dengan staf administrasi pembantu penyidik tindak pidana korupsi di Empat Pasaman Barat. 2. Dalam melakukan penyidikan, penyidik di Kejaksaan Negeri Simpang Empat harus menjelaskan dan menegaskan 11

12 kepada saksi mengenai hak-hak saksi dalam mengungkap tindak pidana korupsi yang terjadi, agar saksi bersikap terbuka dan saksi tidak terkesan menutup-nutupi mengenai tindak pidana yang terjadi karena khawatir nantinya dapat menyusahkan diri sendiri. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Andi Hamzah, 2006, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasioal, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Bambang Sungguno, 2012, Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-13, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Elwi Danil, 2011, Korupsi; Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 165. Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. Lilik Mulyadi, 2007, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik Dan Masalahnya, P.T. Alumni, Bandung. Mahrus Ali, 2013, Asas, Teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, UII Press, Yogyakarta. Marwan Effendi, 2005, Kejaksaan RI Posisi Dan Fungsinya Dalam Perspektif Hukum, Gramedia Utama, Jakarta. Nanang T. Puspito, 2011,Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Kemendikbud, Jakarta. R.Wiyono, 2008, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. Serli Patulak, 2013, PelaksaanKewenanganJaksaDa lampenyidikan Dan PenututanTindakPidanaKorupsi,JurnalIlmuHukumAmmannaGa ppa Volume 20 Nomor 4, UniversitasHasanuddinMakasar. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Sumber Lain Reza, 2014, Jaksa Tahan Kadishub Pasbar, 12

13 /read/detail/ /jaksatahan-kadishub-pasbar. Wahyu, 2013, Kejaksaan Tangani Kasus TIPIKOR Pasbar, saan-tangani-12-kasus-tindakpidana-korupsi html. 13