INTEGRASI INFORMASI RADAR PESAWAT KOMERSIAL SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRASI INFORMASI RADAR PESAWAT KOMERSIAL SKRIPSI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA INTEGRASI INFORMASI RADAR PESAWAT KOMERSIAL SKRIPSI ACHMAD GUNAWAN WIBISONO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA INTEGRASI INFORMASI RADAR PESAWAT KOMERSIAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana ACHMAD GUNAWAN WIBISONO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012

3

4

5

6 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Achmad Gunawan Wibisono : Teknik Elektro : Integrasi Informasi Radar Pesawat Komersial Skripsi ini membahas tentang informasi data data radar kedalam satu display. Terdapat tiga bagian utama didalam sistem radar yaitu antena, transmitter dan receiver. Proses didalam data data radar ini berdasarkan sinkronisasi database pada radar processor yang diolah didalam satu layar. Penggabungan ini bertujuan memudahkan bagian Air Traffic Controller dalam mengawasi dan memonitoring pergerakan pesawat. Hasil dari aplikasi ini dapat menjadi pengembangan teknologi radar di Indonesia. Kata kunci: Radar processor, database, Air Traffic Controller

7 ABSTRACT Name Study Program Title : Achmad Gunawan Wibisono : Teknik Elektro : Integration Information Of Radar Commercial Plane The focus of this study is telling about information about data some radar into a display. In this radar system have 3 main part. There are antenna, transmitter and receiver. Radar can get information about object because electromagnet wave. The distance of wave having parameter. In the process of join some radar have synchronize database in the radar processor and then have output to be display in one monitor. This application have some benefit such as for the operator in Air Traffic Controller (ATC). They can operate easier because can monitoring plane in one display. The result of this thesis can be developing for radar technology in Indonesia. Keywords: Radar processor, database, Air Traffic Controller

8 DAFTAR ISI JUDUL... i PERNYATAAN ORISINALITAS ii LEMBAR PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR PUBLIKASI... v ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembatasan Masalah Tujuan Penulisan Metode Penyelesaian Masalah Sistematika Penulisan... 3 BAB II. DASAR TEORI 2.1. Definisi Radar Jenis Jenis Radar Primary Surveillance Radar Secondary Surveillance Radar Block Diagram Radar Sinyal Pulsa Plan Position Range Angular Location Bit Track Code Komunikasi Radar BAB III. PERENCANAAN DAN REALISASI 3.1. Cara Kerja Sistem Diagram Alir Program Radar Kode Bit Radar Tipe Pesawat Ketinggian Pesawat Koordinat Pesawat Direction Pesawat Display Radar BAB VI PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Jenis Pesawat Koordinat Wilayah Direction Penerbangan Perbandingan Display Radar 38

9 4.5. Analisa Pulsa Pulsa dan Bit Bit RF Reply Code dengan mode interogasi tipe A Indentitas Reply Code dengan mode Interogasi tipe C. 42 BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan DAFTAR ACUAN...48 DAFTAR PUSTAKA. 49

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jarak Pulsa Mode Interogasi Tabel 3.1 Tabel alokasi Database radar Tabel 3.2. Keterangan Jenis Pesawat Tabel 3.3 Database Maskapai Penerbangan Komersial 31 Tabel 3.4 Format Database Ketinggian Pesawat Tabel 3.5 Database Ketinggian Pesawat Tabel 3.6 format Database posisi pesawat Tabel 3.7 Kode bit Longitude. 33 Tabel 3.8 Kode Bit Latitude.. 33 Tabel 3.9 Database Direction Pesawat Tabel 4.1 Format Database Radar

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Arah Pantulan Radar... 4 Gambar 2.2. Contoh Display Radar... 6 Gambar 2.3. Interogator Radar SSR RS Gambar 2.4. Proses Interogator dan Transponder Radar SSR 10 Gambar 2.5. Blok Diagram Radar sederhana secara umum.. 12 Gambar 2.6. Format sinyal...14 Gambar 2.7. Contoh sinyal jawaban 15 Gambar 2.8. Angular Location 17 Gambar 2.9. Proses track. 18 Gambar 2.10.Contoh hubungan telekomunikasi antar bandara, 20 Gambar 3.1. Diagram Kerja Sistem Radar. 22 Gambar 3.2. Peta untuk display.. 23 Gambar 3.3. Proses Pengiriman Sinyal Gambar 3.4. Diagram alir Input Data dalam database Gambar 3.5. Diagram Alir Peta Gambar 3.6. Format Sinyal Interogasi Gambar 3.8. Format Sinyal Jawaban Gambar 3.8. Sinyal Jawaban Mode 3/A ditujukan dengan identitas Gambar 3.9. Simbol warna maskapai Penerbangan 30 Gambar 4.1. Legend Maskapai Penerbangan Gambar 4.2. Koordinat Wilayah Gambar 4.3. Contoh Display Radar saat ini...39 Gambar 4.4. Contoh Display Radar Saat ini...39 Gambar 4.5. Display Radar yang dibua Gambar 4.6. Pulsa Reply Code...41

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini transportasi penerbangan sedang berkembang pesat ditandai dengan muncul berbagai jenis maskapai penerbangan. Hal ini Dikarenakan oleh mobilitas individu kiat padat dan mengingat waktu yang terbatas sehingga transportasi udara sangat dibutuhkan. Untuk mengatur system transportasi udara dibutuhkan suatu alat system yang digunakan mengatur lalu lintas penerbangan. Dibutuhkan peralatan radar yang digunakan untuk memonitor pergerakan transportasi udara tersebut. Radar ini secara umum berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mendeteksi posisi, kecepatan, dan identifikasi suatu objek yang ada didalam jangkauan radar baik itu di darat, laut maupun udara dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Konsep radar adalah mengukur jarak dari sensor ke target. Radar didalam dunia penerbangan digunakan sebagai pendeteksi keberadaan pesawat baik pesawat sipil, militer maupun pesawat musuh. Radar ini juga berfungsi untuk menyimpan data data yang berhubungan didalam pesawat. Data data yang dihasilkan ini akan diberikan kepada bagian Air Traffic Controller yang bertugas untuk mengatur setiap pesawat agar tidak terjadi insiden tabrakan dan berbagai macam insiden lainnya. Di Indonesia sendiri peralatan radar sangat minim dan sudah berumur. Oleh karena itu didalam skripsi ini akan mengembangkan aplikasi didalam teknologi radar khususnya yang berada di Indonesia dengan judul Integrasi Informasi Radar Pesawat Komersial. Tujuan dibuat aplikasi ini agar memudahkan operator ATC karena radar sekarang ini hanya terbatas pada cakupan wilayah tertentu pada tampilan monitor. Untuk itu akan dibuat yang dapat memonitoring seluruh pergerakan pesawat yang ada. Dan dapat sebagai pusat monitor dari lalu lintas penerbangan di Indonesia. System radar ini sangat diperlukan diberbagai titik. Salah satunya di Indonesia terdapat di berbagai tempat dengan naungan PT Angkasa Pura. Untuk di Jakarta diatur oleh PT Angkasa Pura II yang berlokasi di bandara Soekarno Hatta. Area yang dicakup yaitu untuk wilayah Indonesia Bagian Barat.

13 Banyak kelemahan didalam lalu lintas penerbangan komersial di Indonesia. Salah satunya jika sistem diwilayah Indonesia bagian barat mengalami gangguan, tidak adanya hand over di area lainnya dikarenakan cakupan wilayahnya yang kurang. Hal ini yang mendasari untuk dibuat aplikasi ini. Didalam penggabungan radar ini diperlukan suatu sinkronisasi antara radar baik bagian transmitter maupun bagian receiver. Pensinkronsasian radar ini didasari oleh penyamaan pulsa dalam bentuk bit yang dihasilkan didalam transmitter dan receiver. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bab selanjutnya tentang dasar teori, cara kerja, dan analisis percobaan Pembatasan masalah Batasan masalah untuk skripsi ini yaitu hanya membahas data yang dihasilkan didalam data processing track berupa bit bit yang digunakan sebagai input untuk aplikasi menggabungkan radar ke satu komputer. Kemudian hanya dibahas tentang aplikasi yang ditujukan untuk peta wilayah Indonesia dan sebagian Negara tetangga Tujuan Penulisan 1. Skripsi dibuat untuk melengkapi syarat-syarat yang diperlukan guna memperoleh Strata Satu Universitas Indonesia 2. Mengimplementasikan pengetahuan yang telah dipelajari dengan mengembangkan teknologi radar yang ada di Indonesia 3. Memberikan informasi tentang teknologi radar 1.4. Metode Penyelesaian Masalah Dalam penyusunan Laporan skripsi ini, digunakan beberapa metode, antara lain : 1. Metode Study Literatur dan Observasi. Mengambil dan mengumpulkan teori-teori dasar serta teori pendukung dari berbagai sumber, terutama meminta data dari pihak PT Angkasa Pura, buku-buku referensi dan situs-situs dari internet tentang apa-apa yang menunjang dalam analisa ini. 2. Metode Konsultasi. Melakukan konsultasi dengan pembimbing skripsi dan operator yang berada di Soekarno Hatta.

14 3. Metode Eksperimen Metode ini dilakukan dengan mengembangan teknologi radar yang ada agar didapat suatu hasil yang dapat mempermudah dan mempercepat proses monitoring khususnya dalam transportasi udara Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan proyek akhir ini, dibagi dalam beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut terdiri dari bab demi bab dan dalam setiap bab dibagi dalam sub bab. Hal ini agar penulis lebih sistematis dan efisien dalam penulisan. Adapun penulisan ini disusun dalam sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Dasar Teori Pada bab ini berisi landasan teori yang berhubungan dan menunjang dalam pengerjaan proyek akhir ini. BAB III : Perencanaan dan Realisasi Pada bab ini berisikan mengenai Perencanaan dari sistem yang ada. BAB IV : Pengujian dan Analisa Data Pada bab ini berisikan antara lain realisasi dari rancangan yang ada. BAB V : Penutup Pada bab ini mengakhiri suatu laporan yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban atas masalah yang dikemukakan dalam pendahuluan.

15 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Radar Radar merupakan singkatan dari Radio Detecting And Ranging. Radar secara umum adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi posisi, kecepatan, dan identifikasi suatu objek yang ada didalam jangkauan baik itu di darat, laut maupun udara dengan menggunakan gelombang elektromagnetik (Air And Spacebone Radar System,2001). Konsep radar ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 mulai dari sensor ke target dan kembali lagi ke sensor dan dengan sinkronisasi ini akan didapat jarak antara sensor ke target. Kelebihan dari Radar adalah mampu menyinari volume suatu tempat dengan menggunakan energi elektromagnetik dan mendeteksi energi yang dipantulkan oleh objek pada tempat tersebut. Gambar 2.1 Arah Pantulan Radar Ilmuwan yang paling berperan penting dalam pengembangan radar adalah Robert Watson-Watt yang berasal dari Skotlandia, yang mulai melakukan penelitiannya mengenai cikal bakal radar pada tahun 1915 [1]. Di tahun 1920-an, ia bergabung dengan bagian radio National Physical Laboratory. Di tempat ini, ia mempelajari dan mengembangkan peralatan navigasi dan juga menara radio. Watson-Watt kemudian menciptakan radar yang dapat mendeteksi pesawat terbang yang sedang mendekat dari jarak 40 mil (sekitar 64 km) [2].

16 Radar berkembang hingga saat ini dan pada umumnya menggunakan band frekuensi gelombang mikro berkisar antara 0,5 sampai dengan 100 GHz. Penggunaan Radar banyak untuk berbagai hal keperluan, diantaranya: a) Navigasi pesawat udara dan kapal laut pada cuaca buruk dan malam hari b) Mendeteksi, mengatur jalur dan mengidentifikasi pesawat terbang dalam pengaturan lalu lintas udara (Air Traffic Control) c) Mengukur ketinggian diatas permukaan laut untuk pesawat udara dan navigasi peluru kendali atau rudal d) Mendeteksi dan mengatur jalur pada saat cuaca buruk untuk lalu lintas darat, laut dan keselamatan penerbangan e) Memberikan peringatan kepada pesawat musuh dan pesawat luar angkasa ketika jarak mereka sejauh ratusan atau ribuan mil dari station Radar f) Pemetaan daerah daratan dan lautan dari pesawat terbang dan pesawat luar angkasa Radar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : a) Doppler Radar : jenis radar yang mengukur kecepatan radial dari sebuah objek yang masuk ke dalam daerah tangkapan radar dengan menggunakan Efek Doppler. Hal ini dilakukan dengan memancarkan sinyal microwave (gelombang mikro) ke objek lalu menangkap refleksinya, dan kemudian dianalisis perubahannya. Doppler radar merupakan jenis radar yang sangat akurat dalam mengukur kecepatan radial. Contoh Doppler radar adalah Weather Radar yang digunakan untuk mendeteksi cuaca. b) Bistatic Radar : sistem radar yang komponennya terdiri dari pemancar sinyal (transmitter) dan penerima sinyal (receiver), di mana kedua komponen tersebut terpisah. Kedua komponen itu dipisahkan oleh suatu jarak yang dapat dibandingkan dengan jarak target/objek. Objek dapat dideteksi berdasarkan sinyal yang dipantulkan oleh objek tersebut ke pusat antena. Contoh Bistatic radar adalah Passive radar. Passive radar adalah sistem radar yang mendeteksi dan melacak objek dengan proses refleksi dari sumber non-kooperatif pencahayaan di lingkungan, seperti penyiaran komersial dan sinyal komunikasi.

17 Di Indonesia pada penerbangan komersial dibawah naungan PT Angkasa Pura, radar yang digunakan menggunakan Radar Thomson. Radar ini dapat mengidentifikasikan pesawat dalam radius 200 NM (Nautical Mile) atau 360 km. Radar Thomson merupakan radar deteksi aktif dengan pesawat terpasang transponder yang digunakan sebagai feedback bagian transmitter. Penjalaran Gelombang elektromagnetik sebagai feedback dapat dilihat pada persamaan 2.1 S c. t Dimana : c : kecepatan cahaya( m/s) S : jarak antara pesawat dengan target di permukaan bumi (m) t: waktu tempuh gelombang elektromaknetik (s) Data-data yang didapatkan melalui alat penerima gelombang mikro yang dipantulkan kemudian diolah, dan biasanya ditampilkan dalam bentuk Gambar (Imaging Radar). Imaging radar ini yang akan dibuat didalam skripsi ini sebagai tampilan hasil proses input dan output yang didapat. Contoh display ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. pada Gambar ini terhadap point berwarna hijau yang merupakan symbol pesawat dan disamping point tersebut terdapat keterangan data data pesawat. Gambar 2.2 Contoh Display Radar

18 2.2 Jenis Jenis Radar Jenis Radar ATC yang ada di Bandara Soekarno-Hatta terbagi menjadi dua, yaitu: A. Primary Surveillance Radar B. Secondary Surveillance Radar Primary Surveillance Radar Primary Surveillance Radar merupakan salah satu jenis Radar ATC yang ada di Bandara Soekarno-Hatta, dimana dalam pendeteksian objeknya tidak memerlukan peran aktif dari objek tersebut akan tetapi hanya mengandalkan echo yang dipantulkan oleh pesawat terhadap sinyal (RF energy) yang dikirimkan. PSR (Primary Surveilance Radar) dapat diklasifikasikan menurut prinsip dasar operasional sebagai berikut: A. Continuous Wave (CW) Radar B. Frequency Modulator (FM) Radar C. Pulse Radar Dari ketiga klasifikasi diatas Pulse Radar merupakan radar yang banyak digunakan, terutama pada dunia penerbangan. Pulse Radar adalah suatu system radar yang pada teknis operasionalnya menggunakan pulsa pulsa radio frekwensi untuk mendeteksi objek. Seperti sudah dijelaskan bahwa PSR tidak memerlukan kerjasama dengan objek. Pada umumnya prinsip dasar dari Primary Surveillance Radar ini adalah ketika objek yang melintasi daerah jangkauan Radar terdeteksi oleh Radar, kemudian Radar memancarkan RF energy ke pesawat yang terdeteksi dan menerima echo yang dipantulkan oleh pesawat tersebut. Pada Primary Surveillance Radar ini tidak memerlukan peran aktif dari objek (pesawat) maka untuk memancarkan RF energy tersebut diperlukan daya sebesar 3,5 MW dengan frekuensi sebesar 1350 MHz. Akan tetapi kelemahan dari pada Primary Surveillance Radar ini adalah mampu mendeteksi objek apa saja yang dapat memantulkan RF energy, sehingga objek yang akan diterima dapat berupa objek yang bergerak (moving target) ataupun objek yang diam (fixed target). Hal ini dapat menimbulkan masalah yang cukup besar di dalam pendeteksian objek, karena bisa saja objek yang diam seperti gunung, awan yang tebal, hujan es, sekumpulan burung yang terbang dapat dianggap sebagai objek

19 karena dapat memantulkan echo ke Radar station, sedangkan objek yang diinginkan hanya pesawat yang melintasi jangkauan Radar yang dianggap sebagai objek yang bergerak (moving target). Untuk dapat mengatasi hal ini terutama untuk memisahkan atau membedakan jenis objek diam (fixed target) dan objek yang bergerak (moving target), maka pada bagian penerima di Radar station dilengkapi dengan System Moving Target Indicator (MTI). Sistem MTI ini digunakan untuk mendeteksi objek-objek yang bergerak seperti pesawat dan mengeliminir objek-objek yang diam, sehingga objek yang dapat ditampilkan pada display hanyalah objek-objek yang bergerak saja. RF energy yang dipancarkan oleh Radar tidak semuanya dipantulkan kembali oleh pesawat, akan tetapi ada sebagian energy yang diserap oleh lapisan atmosfer, sehingga energi yang dipancarkan sampai mengenai target dan energi yang dipantulkan kembali ke antenna Radar semuanya tidak sempurna seperti energi RF yang pertama kali dipancarkan. Peredaman energi Radarakan terjadi di lapisan atmosfer ketika sedang tidak turun hujan, terutama oleh oksigen dan uap air. Energi yang diserap merupakan hasil transisi dari satu rotasi level energi dalam suatu molekul terhadap molekul yang lain. Atenuasi oleh oksigen dan uap air pada puncak resonansi untuk uap air terjadi pada frekuensi 22.3 GHz sampai 180 GHz, sedangkan untuk molekul oksigen memiliki resonansi pada frekuensi 60 GHz sampai 120 GHz. Pengaruh peredaman pada atmosfer tidak terlalu besar dan dapat diabaikan terutama pada frekuensi dibawah 1 GHz (L Band). Akan tetapi untuk frekuensi diatas 10 GHz, hal ini perlu diperhatikan. Untuk panjang gelombang dalam ukuran millimeter, peredamannya relative besar dan hal; inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa Radar ground based jarang digunakan pada frekuensi diatas 35 GHz Secondary Durviellance Radar Radar SSR ini dalam pendeteksian objeknya memerlukan peran aktif dari objek tersebut, sehingga diperlukan suatu alat yang dapat menjawab sinyal yang kirimkan oleh radar station. Alat yang terdapat di objek (dalam hal ini pesawat) yang digunakan untuk menjawab sinyal dari radar station disebut transponder. Dengan adanya bantuan transponder tersebut, maka station radar tidak lagi

20 mengandalkan pantulan echo di pesawat, selain itu karena sinyal yang dikirimkan oleh radar secondary ini juga berbeda dengan sinyal dari radar Primary seperti ditujukan pada Gambar 2.4. Sinyal interogasi yang dikirimkan oleh radar station disebut Mode, sedangkan sinyal jawaban yang dikirmkan oleh transponder di pesawat adalah Code. Pada Radar Secondary diperlukan daya untuk mengirimkan sinyal interogasi (mode) sebesar 2,5 KW dengan frekuensi sebesar 1030 MHz. Karena pada Radar Secondary ini memerlukan objek yang pasif, maka frekuensi yang digunakan untuk menerima sinyal jawaban (code) sebesar 1090 MHz. Gambar 2.3 menunjukkan Interogator Radar SSR RS 870 yang berada di Soekarno Hatta. Gambar 2.3 Interogator Radar SSR RS 870 Bagian transmitter pada interrogator memancarkan pulsa RF dengan konfigurasi tertentu yang memiliki makna kode tertentu pula (interogation mode). Konfigurasi

21 pulsa-pulsa RF tersebut dipancarkan keudara melalui antenna yang berputar seperti pada antenna PSR, kemudian pulsa-pulsa RF diterima oleh bagian receiver pada transponder. Interogation Mode P 1 P 2 P 3 Transponder Transmitter Receiver F 2 Replay Code F 1 Interrogator Transmitter Receiver Gambar 2.4 Proses interrogator dan Transponder Radar SSR Pulsa-pulsa RF yang diterima dideteksi dan diterjemahkan makna kodenya, kemudian transmitter pada transponder memancarkan pulsa-pulsa RF (replay code) dengan makna kode tertentu yang sesuai dengan makna kode yang diterima, pulsa-pulsa RF tersebut kemudian diterima pada bagian receiver interrogator yang kemudian memprosesnya untuk memperoleh informasi pendeteksian. Peralatan yang ada di ground SSR terdiri dari pemutar antenna, tower dengan perlengkapan turning antenna, transmitter-receiver yang biasanya disebut sebagai interrogator, prossesor sinyal jawaban yang disebut sebagai plot extractor atau digitizer. Interrogator dan plot extractor SSR umumnya dipasang di ruangan perlengkapan (equipment room). Plot extractor merubah data jawaban ke dalam bentuk laporan target untuk setiap pesawat dan mengirimkan laporan ini melalui jalur bawah tanah ke bagian pusat ATC. Data laporan target ditampilkan di

22 display air traffic controller dalam bentuk seperti gambar peta. Display tersebut menunjukkan posisi dari tiap-tiap pesawat, dengan nomor identitas pesawat yang akan dibandingkan dengan data pada nomor penerbangan, dan juga ketinggian pesawat. Antenna yang digunakan pada ground station memiliki dua beam yang utama, yaitu beam interogasi yang memiliki gain yang tinggi dengan main lobe yang sempit dan side lobe yang rendah, dan beam control yang cukup besar dengan gain puncaknya yang kecil. Pada dasarnya kedua hal tersebut merupakan kelebihan yang ada pada antenna radar, dimana gain pada beam control harus lebih besar dari pada gain yang ada pada beam interogasi dalam semua arah, kecuali untuk main lobe yang sempit. Pesawat dengan jarak yang cukup dekat dapat menutupi tempat untuk sinyal yang akan dideteksi oleh sidelobe beam interogasi. Tanpa dilakukan pengukuran yang khusus, maka jawaban yang diperoleh akan sangat banyak karena jarak pesawat yang dekat, jumlah pesawat yang terdeteksi juga akan berlebihan dan arah pesawat yang sebenarnya menjadi salah dalam pengukurannya. Beam control digunakan untuk meghalangi sinyal jawaban dari pesawat karena sinyal yang dipancarkan oleh sidelobe beam interogasi. 2.3 Blok Diagram Radar Gambar 2.3 menunjukan blok diagram radar secara umum dimana terdapat empat bagian yaitu antenna yang berfungsi mengumpulkan sinyal dalam suatu beam yang sempit kemudian dipancarkan dalam sebuah antenna directive tunggal, dan menangkap sinyal echo dari target dengan arah yang sama Antenna dapat dikendalikan, sehingga radar dapat mencari atau tracking target dari berbagai arah. Pada Gambar 2.5 terdapat bagian transmitter yang berfungsi mendeteksi target dan menerima signal yang dipantulkan oleh pesawat. Transmitter yang dapat digunakan adalah transmitter jenis amplifier, dimana bentuk gelombang yang dihasilkan berada pada level yang rendah dan masih perlu untuk dikuatkan lagi. Sinyal Radar yang berupa deretan pulsa pendek yang berulang-ulang (repetitive) dihasilkan oleh transmitter ini dan dipancarkan dengan menggunakan antenna.

23 Antenna Transmitter Data Processor Display Ext. user Duplexer Receiver Gambar 2.5 Blok Diagram Radarr sederhana secara umum Receiver pada Gambar 2.5 digunakan untuk menguatkan sinyal sampai dengan level yang sesuai dengan komponen-komponen system. Receiver memfilter sinyal yang datang dan mengeluarkannya dari band yang terinterferensi dan mengoptimalkan respon pada jenis interferensi khusus. Objek yang dideteksi dapat menangkap sinyal yang dikirimkan oleh Radar dan dipantulkan kembali sebagian dari sinyal tersebut ke arah Radar. Radar pada umumnya menentukan lokasi sebuah target pada jarak dan sudut tertentu, akan tetapi sinyal echo juga dapat memberikan informasi mengenai keadaan dari target tersebut. Output pada receiver akan ditampilkan pada display, kemudian operator yang akan menentukan apakah target yang dideteksi tersebut ada atau tidak, atau output pada receiver akan untuk menunjukkan keberadaan target dan menentukan track target dari pendeteksian yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

24 Dengan menggunakan automatic detection and track (ADT) dalam proses pendeteksian, operator biasanya ditunjukkan dengan proses track target daripada pendeteksian yang dilakukan dengan menggunakan Radar biasa. Dalam beberapa aplikasi tertentu, proses output radar akan dilakukan secara langsung untuk mengontrol system (misalnya: peluru kendali) tanpa menggunakan campur tangan atau peran dari operator. Aplikasi yang dibuat didalam skripsi ini terdapat pada proses didalam data processor display. Data prosessor befungsi untuk menyimpan proses pengolahan data mengenai lokasi target yang dideteksi. Pada beberapa radar, prosessor data mengolah data-data yang sangat banyak dan dapat memperkirakan posisi target. Beberapa Radar mengirimkan data target ke tempat lain melalui jaringan data dalam satu proses yang disebut netting. Dalam hal ini prosessor data mengubah posisi target ke dalam system koordinat yang dapat dipahami/dimengerti oleh semua system dalam jaringan tersebut. Pada system penerima, prosessor data mengubah data jaringan menjadi sistem koordinat lokal yang dapat dimengerti oleh system lokal Sinyal Pulsa Sinyal yang dipancarkan oleh interogator terdiri dari beberapa pulsa. Dalam mengirimkan sinyal, ada karakteristik khusus dari ketiga pulsa tersebut. untuk mengetahui jenis sinyal tersebut tergantung dari pensinkronan kode kode berupa bit bit yang terdapat didalam database. Pulsa - pulsa ini dikeluarkan oleh beam interogasi untuk mengetahui identitas dan data pesawat. Pada Gambar 2.6 merupakan format sinyal yang digunakan didalam radar yang terdiri dari 3 bagian P1, P2 dan P3. Ketiga bagian ini merupakan kode yang digunakan dalam mengenditifikasi pesawat baik itu pesawat militer atau pesawat komersial. Sinyal yang digunakan untuk mengidentifikasi yaitu sinyal P1 dan P3 atau lebih dikenal dengan main lobe. Pada SSR Radar ini sinyal yang dihasilkan terdiri dari 2 jenis main lobe dan side lobe oleh karena itu terdapat Pulsa P2 digunakan untuk menghilangkan efek side Lobe dari antenna.

25 P1 P2 P3 Gambar 2.6 Format sinyal Pulsa P1 dan pulsa P3 dipancarkan melalui chanel interogasi, dengan perbedaan jarak antara P1 dan P3 yang menentukan jenis mode yang akan dipancarkan. Tabel 2.1 menunjukkan daftar jarak antara pulsa P1 dan P3 yang digunakan. Semua pulsa yang dipancarkan baik itu pulsa P1, P2 maupun P3 memiliki durasi Tabel 2.1 Jarak pulsa mode interogasi Mode Jarak pulsa P1 dan P3 (mikro secon) Fungsi Pengguna 1 3 Identifikasi Militer 2 5 Identifikasi Militer 3/A 8 Identitas Militer / Sipil B 17 Tidak digunakan Militer / Sipil C 21 Ketinggian Sipil D 25 Tidak digunakan Sipil Khusus untuk sipil atau penerbangan komersial menggunakan mode A dan mode C, untuk mengetahui identitas dan ketinggian pesawat. Sedangkan untuk militer digunakan mode identifikasi untuk mengetahui apakah pesawat yang dideteksi tersebut pesawat sekutu atau pesawat musuh, oleh karena itu disebut dengan Interogated Friend or Foe (IFF). Akan tetapi ada mode keempat yang digunakan untuk militer yang disebut dengan Mode 4, yakni mode keamanan yang dibuat untuk menghalangi kemungkinan mode yang lain disalin oleh pesawat musuh. Berdasarkan persetujuan internasional, suatu bagian tertentu dari nomor identitas menunjukkan tipe penerbangan, baik itu tujuan penerbangan maupun

26 tempat asal penerbangan. Ada tiga kode khusus yang secara umum digunakan untuk keadaan darurat, yaitu : a) 7700 Darurat b) 7600 Gangguan Radio c) 7500 Pembajakan atau Perampokan. Kode-kode khusus ini sangat berguna untuk menunjukkan suatu kesulitan kepada ground station setempat ketika pilot tidak dapat berkomunikasi menggunakan chanel suara secara normal. Sinyal sinyal pulsa diatas merupakan kode yang dipancarkan oleh sistem radar. Untuk pesawat itu sendiri sinyal jawaban dikirim dalam bentuk pulsa pulsa seperti dilihat pada Gambar 2.7. F1 A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 Gambar 2.7 Contoh sinyal jawaban Contoh sinyal jawaban pada Gambar 2.7 menunjukan 3 bentuk informasi yaitu jenis pesawat kemudian ketinggian pesawat dan longitude dan latitude pesawat Plan Position Penentuan plan position yang akan dijelaskan kali ini hanya untuk mengetahui posisi pesawat yang dideteksi oleh Primary Radar berdasarkan waktu pengiriman sinyal dan diterimanya echo yang dipantulkan oleh pesawat tersebut. Sedangkan untuk Secondary Radar tidak menggunakan plan position karena sinyal jawaban yang diterima oleh ground station sudah dalam bentuk kode-kode pulsa. Untuk dapat mengetahui posisi pesawat yang dideteksi oleh Radar Primary, ada dua buah unsur yang paling utama yaitu : Range Range adalah jarak antara ground station dengan pesawat yang dideteksi. Untuk mengetahui besarnya jarak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dapat dilihat pada persamaan 2.2.

27 1 Radar Mil C Dimana : Radar Mil yaitu waktu yang diperlukan oleh RF energy untuk merambat pada jarak satu nauticalmile (1nm) dengan satuan mikrosecon ( s). Berdasarkan rumus diatas dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan oleh RF energy untuk merambat sejauh 1nm adalah 12,35 s, dengan perhitungannya sebagai berikut : 1 nm 1,852 km C m s km s km s 1 nm 1,852 km 3 10 C km s 1,852 km 5 km s maka dapat diketahui bahwa : 1 RADAR Mil 2 C s Anguler Location nm Anguler Location adalah suatu sudut yang menunjukkan posisi pesawat terhadap arah referensi, yakni arah utara (North Signal). Pada Gambar 2.8 menunjukan contoh angular location suatu pesawat

28 North Gambar 2.8 Angular Location Dalam satu lingkaran penuh memiliki sudut sebesar 360 o dan pada system pengolahan data di Radar Primary dikenal adanya Increment, dimana dalam satu lingkaran penuh dengan sudut sebesar 360 o terdapat 1 Increment. Dalam 1 Increment terbagi menjadi beberapa bagian (bit) Bit Track Code Bit Track Code merupakan hasil sinkronisasi yang terdapat pada primary extractor dan secondary extractor yang diproses oleh radar processor PR 800 yang digunakan sebagai tampilan display, proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.9. Kode bit track merupakan lanjutan hasil dari pulsa pulsa yang diconvert menjadi bentuk bentuk bit yang kemudian diolah menjadi bentuk kode bit. Pada bagian radar Processor PR 800 hasil convert tersebut menggunakan port RS 232 yang digunakan sebagai penghubung antara radar processor PR800 dengan display. Didalam processor PR 800 terdapat validation card yang berfungsi mengeluarkan kode - kode yang sesuai dengan plot dimana kode kode yang masuk sudah ditentukan. Didalam validation card ini juga sebagai pengalokasian bit sesuai dengan ketentuan yaitu : a) Mode pertama digunakan untuk bit pertama (penentuan identitas pesawat) b) Mode kedua digunakan untuk ketinggian pesawat c) Mode ketiga digunakan untuk koordinat pesawat.

29 Primary Extractor Secondary Extractor Radarr Processor PR 800 (Plot or Tracks) Operation Center Gambar 2.9 proses track Didalam plot atau tracks terdapat extractor video yang dirancang dalam sistem yang bekerja dengan memanfaatkan beberapa rangkaian teknik logika untuk dapat dipakai memproses semua data data yang dihasilkan oleh unit Secondary Survaillance Radar (SSR). Dalam sistem ini cara kerja yaitu memisahkan menjadi 2 bagian yaitu bagian S (secondary) dan bagian T Transmission atau biasa disebut S part dan T part. S part ini digunakan untuk merubah bentuk raw signal kedalam digital signal dan juga untuk mengetahui posisi longitude dan latitude suatu pesawat. T part pada bagian ini berfungsi untuk memproses bagaimana suatu data radar dikirimkan kedalam Air Traffic Controller Komunikasi Radar Radar memiliki beberapa jenis jenis alat komunikasi yaitu : 1. VHF-ADC (Aerodrame Control Tower) Merupakan alat komunikasi darat-udara yang dipakai untuk mengatur lalu lintas udara dalam radius 10 NauticaMil. 2. VHF-APP (Approach Control) Merupakan alat komunikasi darat-udara yang dipakai untuk mengatur lalu lintas udara dalam radius 100 NauticaMil. 3. VHF-ER (External Range)

30 Fungsinya sama dengan ADC dan APP tetapi mencakup area yang lebih luas. Di Indonesia alat ini hanya berpusat di dua bandara, Bandar udara Soekarno-Hatta Cengkareng dan Bandar Udara Sultan Hasanudin Makasar. 4. VHF-EMERGENCY Berfungsi jika terjadi keadaan darurat di pesawat, seperti kegagalan mesin ataupun pembajakan pesawat 5. ATIS (Automatic Terminal Information Service) Sejenis mesin penjawab otomatis yang berfungsi untuk memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi Bandar udara yang akan dituju oleh pesawat. Informasi yang ada diperbaharui setiap 1 jam. 6. HF-RDARA (Region Domestic Air Route Area) Alat komunikasi darat-udara yang sifatnya hanya memberikan informasi kepada pilot mengenai kondisi lalu lintas udara namun tidak dapat memberi perintah kepada pilot. Biasanya digunakan untuk menjangkau bandara kecil yang tidak memiliki unit APP dan tidak terjangkau oleh VHF-ER (External Range). 7. HF-SSB (Single Side Band) Alat komunikasi antar bandara untuk memberikan informasi penerbangan. Dapat bersifat suara (voice) ataupun dalam bentuk tulisan dan hanya terbatas untuk komunikasi dua Bandar udara. Sama seperti HF- RDARA alat ini hanya digunakan untuk menjangkau bandara kecil yang tidak memiliki unit APP dan tidak terjangkau oleh VHF-ER (External Range). 8. AMSC (Automatic Message Switching Center) Merupakan alat komunikasi antar bandara dalam ataupun luar negeri yang memberikan informasi penerbangan melalui tulisan seperti telex dan fax. Umumnya menggunakan satelit. 9. ADF (Automatic Direction Finder) Merupakan alat komunikasi yang memanfaatkan frekuensi yang diset dari APP dan ADC untuk menentukan arah pesawat yang akan menuju ataupun meninggalkan bandara dalam bentuk azimuth.

31 10. NDB (Non Directional Beacon) Merupakan suatu alat navigasi yang berfungsi untuk memberikan informasi homing suatu bandara (letak suatu bandara). 11. DVOR (Doppler Veri High Omni Range) Merupakan suatu alat navigasi yang berfungsi untuk memberikan informasi azimuth (sudut) pesawat terhadap suatu bandara. 12. DME (Distance Measuring Equipment) Merupakan suatu alat navigasi yang berfungsi untuk memberikan informasi jarak pesawat terhadap suatu bandara. 13. ILS (Instrumen Landing System) Perangkat ini terdiri dari dua bagian alat yaitu: a) LLZ (Localizer) Merupakan suatu alat navigasi yang berfungsi untuk menuntun pesawat pada saat landing agar tepat berada ditengah tengah landasan, dengan memancarkan gelombang elektromagnetik. b) GP (Glide Path) Merupakan suatu alat navigasi yang berfungsi untuk memberikan informasi sudut kemiringan pesawat pada saat melakukan landing. Dimana sudut kemiringannya yaitu sebesar 3. Seluruh peralatan di atas telah ada di Bandar Udara Soekarno Hatta.Untuk mengetahui lebih jelas mengenai koordinasi dari beberapa peralatan telekomunikasi dan navigasi di atas dapat dilihat pada Gambar 2.10 MD MK ADC APP ER ADC APP Gambar 2.10 Contoh hubungan telekomunikasi antar bandara

32 Seperti telah dijelaskan sebelumnya lalu-lintas udara diatur oleh unit Air Traffic control (ATC), yakni ADC (Aerodrome Control Tower) dan APP (Approach Control). Setelah pesawat melakukan take off dari Bandar udara Soekarno Hatta otomatis pilot akan langsung diberi petunjuk oleh unit ADC sampai melewati batas jangkauan dari ADC. Kemudian pesawat akan dituntun oleh unit APP yang memiliki jangkauan yang lebih luas. Dan ketika jarak jangkauan unit APP telah terlampaui maka pilot akan menggunakan VHF-ER (External Range) yang berpusat di Makasar untuk menuntunnya sampai kepada jarak jangkauan unit APP Makasar dan kemudian dilanjutkan ke unit ADC Makasar. Dan untuk mengawasi semua penerbangan maka dibutuhkan RADAR untuk memantau secara visual dimana posisi pesawat dan apakah sudah berada pada rute penerbangan yang telah ditentukan.

33 BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI 3.1. Cara Kerja Sistem Pada Gambar 3.1 dijelaskan 3 buah bagian radar yaitu input, processing radar, dan display Plot atau tracks. Input berisikan kode bit yang telah masuk didalam database. Kemudian diproses di bagian processing radar. Input ( kode bit ) tersebut dihubungkan melalui kabel coaxial. Didalam processing radar data bit bit tersebut diproses dan dibagi menjadi beberapa bagian didalam database untuk menentukan data data dari pesawat berdasarkan database yang dibuat. Data data pesawat tersebut terdiri dari 5 bagian yaitu : a) Tipe Pesawat b) Maskapai Penerbangan c) Ketinggian Pesawat d) Koordinat Pesawat e) Direction Pesawat. Input (kode bit) Processing radar RS232 Display plot/tracks Gambar 3.1 Diagram Kerja Sistem Radar Pada bagian terakhir akan ditampilkan melalui Display Plot/ tracks. Display Plot track ini dihubungkan melalui connector RS 232 dari radar processor. Bagian display menjadi hasil akhir dan kemudian dikirim kebagian ATC dan menjadi tugas dari operator Air Traffic Controller untuk mengatur dan memonitoring lalu lintas penerbangan. Pada skripsi ini dibuat suatu pengembangan aplikasi yaitu pada display plot / tracks tersebut dimana data yang dihasilkan pada processing radar didalam database diolah kemudian ditampilkan didalam satu display komputer. Didalam display ini terdapat pengembangan yaitu tidak hanya menampilkan berdasarkan cakupan wilayah seperti Indonesia Bagian Barat, tengah atau timur tetapi

34 ditampilkan seluruh wilayah indonesia dan sebagian negara tetangga dapat dilihat pada Gambar 3.2 bentuk map yang digunakan. Gambar 3.2 Peta untuk Display Didalam skripsi ini menggunakan bantuan software bloodshed C++ yang digunakan untuk membuat program yang telah masuk di dalam processing radar. Untuk dapat membuat aplikasi ini dibutuhkan data data Input dan Diagram Alir algoritma pemrograman. Data data tersebut merupakan format yang berada didalam database untuk diolah untuk menjadi output dalam display. Didalam pengolahan ini terdapat algoritma pseudocode yang digunakan sebagai langkah awal pembuatan aplikasi ini. Langkah langkah tersebut yaitu : a) Menetapkan jenis warna pesawat b) Menetapkan koordinat koordinat beberapa kota atau negara c) Mengambil database input direction tiap tiap maskapai penerbangan d) Menggabungkan antara database dengan koordinat 3.2. Diagram Alir Program Radar Didalam perencanaan aplikasi penggabungan radar ke satu komputer ini diperlukan beberapa tahap bagian perencanaan salah satunya yaitu membuat Diagram Alir. Diagram Alir ini berguna sebagai pedoman dalam pembuatan program radar. Diagram Alir dibagi menjadi beberapa bagian yang akan dijelaskan pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5. Pada Gambar 3.4 merupakan

35 algoritma Diagram Alir untuk memproses data data yang dihasilkan oleh input untuk proses sinkronisasi menjadi 2 bagian yaitu a. Plane Processing akan digunakan untuk membagi input menjadi bagian bagian seperti ditunjukan pada Tabel 3.1 b. Code Processing akan digunakan untuk menterjemahkan atau mengkonversi jawaban yang dikirim oleh peralatan ATC Transponder dari pesawat udara. Didalam Diagram Alir pada Gambar 3.4 terdapat bagian looping. Bagian looping ini merupakan direction pada saat perjalanan pesawat dimana pesawat ini akan terus memberikan report berupa bit bit yang dihasilkan transporder sampai posisi pesawat itu berhenti. Bit bit ini yang akan disimpan melalui database. Gambar 3.3 menunjukan proses signal yang dikirim radar dan feedback yang dikirim pesawat. Proses signal ini memang memiliki banyak kendala dikarenakan ada beberapa maskapai penerbangan yang memiliki transporder error. Oleh karena itu data yang dikirim oleh pesawat kurang presisi dengan keadaan actual. Untuk itu diperlukan suatu pengawasan untuk memonitoring part part pesawat tiap maskapai penerbangan. Pesawat Radar Gambar 3.3 Proses pengiriman sinyal

36 START Pembacaan data Input Sinkronisasi Input Dan Output dalam Database Pengolahan data file Looping sampai batas Track end Gambar 3.4 Diagram Alir input data dalam Database Setelah mengunakan tahapan Diagram Alir input data terdapat proses yang ditujukan pada Gambar Diagram Alir 3.5. pada Diagram Alir ini bertujuan untuk menyamakan data data pesawat seperti ploting terhadap peta (map) agar tidak terjadi salah pembacaan baik itu posisi maupun ketinggian pesawat. Penyamaan ini berdasarkan format table 3.1 yang merupakan format database didalam sistem display track. Pada Gambar Diagram Alir 3.4 terdapat looping coordinat yang berfungsi untuk menyamakan hasil direction coordinat yang telah ditetapkan.

37 START Init Screen Init Buffer Image Sinkronisasi Input Dan Output dalam Database Adjust Direction (city to city) Drawing Coordinat Running Coordinat AccepTabe l? end Gambar 3.5 Diagram Alir Peta

38 3.3. Kode Bit Radar Sinyal yang dipancarkan oleh interrogator terdiri dari beberapa pulsa, yakni pulsa P1, P2 dan P3. Dalam mengirimkan sinyal interogasi (mode), ada karakteristik khusus dari ketiga pulsa tersebut. untuk mengetahui jenis pertanyaan yang ada pada sinyal interogasi tersebut tergantung dari jarak/interval antara pulsa P1 dan pulsa P3 yang biasa disebut sebagai mode. Pulsa P1 dan P3 ini dikeluarkan oleh beam interogasi untuk mengetahui identitas dan ketinggian pesawat. Sedangkan khusus untuk pulsa P2 digunakan untuk mengontrol sinyal jawaban yang dipancarkan juga oleh sidelobe beam interogasi. Gambar 3.6 menunjukkan perubahan amplitude pulsa terhadap arah antenna, seperti pulsa P2 harus lebih besar dari pada pulsa P1 dalam semua arah kecuali untuk main lobe pada beam interogasi. Dengan membandingkan besar P1 dan P2, maka transponder di pesawat dapat mengetahui apakah sinyal tersebut berasal dari main lobe atau dari sidelobe. Oleh karena itu dapat diketahui apakah sinyal jawaban ini diperlukan atau tidak. Dengan proses ini respon sinyal jawaban pada sidelobe dapat ditekan. Fasilitas tersebut biasa disebut dengan Interogator Side Lobe Supression (ISLS atau SLS). Sinyal yang dipancarkan oleh ground station disebut interogasi. Gambar 3.6 menunjukkan karakteristik sinyal interogasi. Kedua pulsa yaitu P1 dan P3 dipancarkan melalui beam interogasi dari antenna dan jarak antara dua pulsa ini akan menentukan isi data dari jawaban pada transponder. Sedangkan pulsa P2 dipancarkan dari beam control. 0.8 s P1 P2 P3 2 s 8 s Mode A, 21 s Mode C Gambar 3.6 Format sinyal interogasi

39 Pulsa P1 dan pulsa P3 dipancarkan melalui chanel interogasi, dengan perbedaan jarak antara P1 dan P3 yang menentukan jenis mode yang akan dipancarkan. Khusus untuk sipil biasanya menggunakan mode A dan mode C, untuk mengetahui identitas dan ketinggian pesawat. Akan tetapi ada mode keempat yang digunakan untuk militer yang disebut dengan Mode 4, yakni mode keamanan yang dibuat untuk menghalangi kemungkinan mode yang lain disalin oleh pesawat musuh. Gambar 3.7 dibawah ini menunjukkan sinyal jawaban yang dipancarkan oleh pesawat untuk merespon sinyal interogasi. Dua pulsa yang ada pada sinyal jawaban adalah F1 dan F2 yang disebut sebagai pulsa frame atau bracket. Data dari pulsa-pulsa yang ada didalam frame sebanyak 12 pulsa berupa pulsa A, B, C dan D yang masing-masing terdiri dari pulsa 1, 2 dan 4. Pulsa yang ada dibagian tengah disebut pulsa X, akan tetapi pulsa X ini tidak digunakan dalam sinyal jawaban. Pulsa yang terakhir adalah pulsa Special Position Indicator (SPI) yang digunakan hanya pada saat-saat tertentu. 12 pulsa yang digunakan terdiri dari 4096 kode yang menunjukkan data jawaban. Data yang ada pada jawaban dihubungkan dengan pertanyaan yang diajukan melalui mode interogasi. Akan tetapi tidak semua kode jawaban dari 4096 kode digunakan pada semua jenis mode, seperti yang ditunjukkan dibawah ini : Mode 1 32 Kode Mode Kode Mode 3/A 4096 Kode Mode C 2048 Kode (pulsa D1 tidak digunakan). F1 C1 A1 C2 A2 C4 A4 X B1 D1 B2 D2 B4 D4 F2 SPI 1.45 s 0.45 s 20.3 s 4.35 s Gambar 3.7 Format sinyal jawaban

40 Mode interogasi yang paling utama dan sering digunakan adalah Mode 3/A, mode ini digunakan baik untuk keperluan sipil maupun militer. Mode 3/A ini digunakan secara umum untuk identifikasi dengan nomor identitas pada pesawat yang diketahui dari nilai octal pada pulsa jawaban dalam orde ABCD, sebagai contoh ditunjukkan pada gambar 3.8 F1 C2 A4 X B1 D1 B2 F2 A=4, B=3, C=2, D=1 Gambar 3.8 Sinyal jawaban Mode 3/A ditunjukkan dengan nomor identitas 4321 Pada sinyal jawaban Mode 3/A selanjutnya pulsa dapat ditambahkan kepada deretan pulsa jawaban yang disebut dengan pulsa SPI yang ditempatkan 4,35 mikrosecon setelah pulsa F2. Pulsa ini diatur oleh pilot yang berfungsi sebagai switch pada unit control transponder. Dengan menekan switch ini maka SPI akan bekerja/aktif selama kurang lebih 20 secon, dan selama periode ini semua jawaban interogasi pada Mode 3/A ditambahkan pada pulsa ini. Pulsa SPI biasanya digunakan atas permintaan dari ground ATC untuk keperluan identifikasi. Mode C merupakan mode yang paling sering digunakan. Mode ini digunakan untuk menunjukkan kepada ground ATC mengenai ketinggian pesawat yang akan ditunjukkan oleh Barometer Aneroid. Pada jawaban Mode C hanya 11pulsa yang digunakan (pulsa D1 diabaikan), akan tetapi 2048 kode akan dihasilkan secara berturut-turut untuk menunjukkan ketinggian pada increment 100 ft mulai dari ft sampai dengan ft. Setelah membuat analisa pulsa pulsa yang akan dikonversi menjadi bit bit kemudian beberapa Diagram Alir, penentuan algoritma bit bit perlu dilakukan agar didalam sinkronisasi pembacaan bit di dalam database tidak terjadi kesalahan. Oleh karena itu dibedakan menjadi 5 sub bagian yang terlihat pada table 3.1

41 Tabel 3.1 Tabel alokasi database radar Tipe Pesawat Maskapai Penerbangan Komersial Ketinggian Pesawat Koordinat Pesawat Direction Posisi Longitude Posisi Latitude Ratusan Puluhan Satuan Ratusan Puluhan Satuan Kota Asal Kota Tujuan Tabel 3.1 menjelaskan bagian data data berupa bit yang berada didalam processor radar yang sudah tersimpan didalam database. Data data itu berupa tipe pesawat, maskapai penerbangan komersial, ketinggian pesawat, koordinat pesawat dan direction Tipe Pesawat Tipe Pesawat ini dibedakan menjadi 3 jenis yaitu Pesawat komersial, pesawat militer dan pesawat musuh. kondisi logic dapat dilihat pada Tabel 3.2. perbedaan jenis pesawat didasarkan pada bit logic yaitu 01, 10 dan 11. Didalam aplikasi yang dibuat, hanya ditampilkan contoh dari penerbangan pesawat komersial. Tabel 3.2 Keterangan Jenis Pesawat Bit Logic Jenis Pesawat Symbol Pesawat 01 Pesawat Komersial 10 Pesawat militer 11 Pesawat Musuh Setelah penentuan kondisi ketiga pesawat tersebut, dilakukan pembagian untuk jenis pesawat komersial berdasarkan maskapai penerbangan yang terdapat di Indonesia. Pembagian ini dilakukan agar tidak terjadi bentrok antara maskapai penerbangan dan memudahkan operator ATC (Air Traffic Controller) dalam memonitoring pergerakan tiap maskapai penerbangan. terdapat pengembangan dalam teknologi radar untuk pembagian jenis maskapai radar. Untuk penerapan di PT Angkasa Pura menggunakan bentuk nama singkatan.

42 Sedangkan untuk implementasi penggabungan radar ini menggunakan bentuk dari perbedaan warna tiap maskapai penerbangan dapat dilihat pada Gambar 3.9. Alasan perbedaan warna ini yaitu menghindari salah pembacaan operator dalam mengatur lalu lintas penerbangan. Dan juga untuk mempermudah operator dalam menghitung jumlah total pesawat dan jumlah pesawat berdasarkan maskapai penerbangan. Didalam perencanaan implementasi penggabungan radar, menggunakan 5 jenis maskapai penerbangan yang dibedakan melalui database yang terdapat pada Tabel 3.3. Didalam Tabel ini juga terdapat 2 bit logic cadangan N/A yang digunakan untuk menambahkan jika terdapat maskapai penerbangan baru. Kelima maskapai penerbangan ini menggunakan maskapai penerbangan yang berada di Indonesia yaitu Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Air Asia, dan Batavia Air. Tabel 3.3 Database Maskapai Penerbangan Komersial Bit Logic Maskapai Penerbangan N/A Garuda Indonesia Lion Air Sriwijaya Air Air Asia Batavia Air N/A N/A Garuda Indonesia Lion Air Sriwijaya air Air Asia Batavia Air Gambar 3.9 Simbol warna Maskapai Penerbangan

43 3.3.2 Ketinggian Pesawat Pembagian berikutnya yaitu ketinggian pesawat. Ketinggian pesawat dilakukan untuk mengetahui kondisi actual diantara pesawat. Ketinggian pesawat juga untuk menghindari adanya posisi ketinggian yang sama dan posisi yg berdekatan. Untuk pembacaan bit dilakukan dengan membagi 4 bagian sesuai dengan format Tabel 3.4 dan Tabel 3.5. terdapat 16 bit untuk menentukan ketinggian suatu pesawat. 16 bit ini dibagi menjadi 4 bagian untuk menentukan jumlah ribuan ratusan puluhan dan satuan. Tabel 3.4 Format database Ketinggian Pesawat Ketinggian Ribuan Ratusan Puluhan Satuan Tabel 3.5 Database Ketinggian Pesawat Bit Logic Ketinggian Output Koordinat Pesawat Koordinat pesawat merupakan hal yg sangat penting didalam radar. Penentuan longitude dan latitude pesawat diperlukan agar tidak terjadi miss communication antara pilot dan operator radar. Koordinat pesawat ini dibagi menjadi 2 yaitu longitude dan latitude. Terdapat total 24 bit didalam penentuan koordinat pesawat. Format bit yang sama antara koordinat dan ketinggian dapat dilihat pada Tabel bit logic untuk longitude dan 12 bit logic untuk latitude dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8

44 Tabel 3.6 format Database posisi pesawat Bit Longitude Bit Latitude Ratusan Puluhan Satuan Ratusan Puluhan Satuan Tabel 3.7 Kode bit Longitude Kode bit Longitude Output Tabel 3.8 Kode Bit Latitude Kode bit Latitude Output Direction Pesawat Tahap selanjutnya yaitu alokasi bit sistem radar ini ditambahkan direction pesawat. Direction pesawat ini berfungsi untuk mengetahui kondisi pesawat asal dan tujuan pesawat itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk mempermudah bagian operator dalam memonitoring pergerakan lalu lintas antar pesawat. Didalam Tabel 3.9 dapat dilihat terdapat 11 kota di Indonesia dan 4 negara tetangga yang sering dilalui jalur penerbangan

45 3.4. Display Radar Tabel 3.9 Direction Pesawat Pada bagian ini merupakan perencanaan dalam pembuatan legenda atau data data yang telah dimasukan dapat dilihat pada Gambar 3.7. Dan gabungan antara peta dan data data pesawat dapat dilihat pada Gambar 3.8. data data pesawat ini akan berubah selama 2 detik untuk memberikan informasi mengenai tiap tiap maskapai penerbangan Kode Logic Output Kota Jakarta Bandung Surabaya Yogyakarta Aceh Medan Riau Pekanbaru Lampung Balikpapan Bali Singapura Malaysia Brunei D Australia Gambar 3.8 Display Perencanaan Radar Display

46 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Jenis Pesawat Didalam pengujian aplikasi ini yaitu menentukan jenis warna dari tiap tiap maskapai penerbangan. Hasil bentuk display dapat dilihat dari gambar legend pada gambar 4.1. Warna - warna ini dibedakan untuk mempermudah bagian ATC dalam mengendetifikasi suatu maskapai penerbangan. Pembagian warna warna ini yaitu : a) #define GARUDA RGB_Blue b) #define LION_AIR RGB_Yellow c) #define SRIWIJAYA RGB_Green d) #define AIR_ASIA RGB_Red e) #define BATAVIA RGB_Purple Gambar 4.1 Legend Maskapai Penerbangan 4.2 Koordinat Wilayah Penentuan database selanjutnya yaitu koordinat wilayah yang menjadi direction tiap tiap maskapai penerbangan. Koordinat ini sangat penting dikarenakan menjadi acuan penentuan longitude dan latitude tiap maskapai penerbangan. Didalam display dapat dilihat pada gambar 4.2. Untuk penentuan ini dapat dilihat list program dibawah ini : a) #define jakarta_drw drawlabel(190, 320, "jakarta"); b) #define balikpapan_drw drawlabel(340, 280, "balikpapan"); c) #define aceh_drw drawlabel(10, 130, "aceh"); d) #define medan_drw drawlabel(60, 170, "medan");

47 e) #define bali_drw drawlabel(340, 360, "bali"); f) #define riau_drw drawlabel(135, 220, "riau"); g) #define surabaya_drw drawlabel(300, 340, "surabaya"); h) #define brunei_drw drawlabel(330, 140, "brunei"); i) #define yogya_drw drawlabel(260, 360, "yogya"); j) #define manado_drw drawlabel(500, 200, "manado"); k) #define singapore_drw drawlabel(150, 220, "singapore"); l) #define lampung_drw drawlabel(160, 310, "lampung"); Gambar 4.2 Koordinat wilayah 4.3 Direction Penerbangan Didalam Pengujian dan análisis data ini dibuat beberapa contoh penerbangan dari tiap tiap maskapai penerbangan. Beberapa contoh penerbangan ini adalah : a) Garuda Indonesia (Jakarta Medan) b) Lion Air (Aceh Surabaya) c) Sriwijaya Air (Medan Balikpapan) d) Air Asia (Singapura Jakarta) e) Batavia Air (Jakarta Bali)

48 Penerbangan maskapai ini berlangsung pada waktu yang sama. Terdapat 7 spot yang menjadi contoh untuk asal dan tujuan maskapai penerbangan. Untuk direction ini telah ditetapkan sesuai database format Tabel 4.1 Tabel 4.1 Format database radar Tipe Pesawat Maskapai Penerbangan Komersial Ketinggian Pesawat Koordinat Pesawat Direction Posisi Longitude Posisi Latitude Ratusan Puluhan Satuan Ratusan Puluhan Satuan Kota Asal Kota Tujuan Analisis selanjutnya yaitu posisi awal dan posisi akhir pesawat. Untuk itu dibutuhkan longitude dan latitude berdasarkan peta yang dibuat. Longitude dan latitude ini dibuat sebagai pedoman bagian Air Traffic Controller untuk mengatur arah tiap tiap maskapai penerbangan. Hal yang dilakukan dalam Position pesawat ini yaitu mengatur agar dalam proses penerbangan tidak terjadi bentrok antar maskapai penerbangan. Penerbangan ini telah selesai jika telah menempati posisi longitude dan latitude daerah tujuan a) Garuda Indonesia (Jakarta Medan) I. Posisi Awal 1) Longitude 200 2) Latitude 340 II. Posisi Akhir 1) Longitude 60 2) Latitude 80 b) Lion Air (Aceh Surabaya) I. Posisi Awal 1) Longitude 10 2) Latitude 150 II. Posisi Akhir 1) Longitude 300 2) Latitude 350 c) Sriwijaya Air ( Medan Balikpapan)

49 I. Posisi Awal 1) Longitude 60 2) Latitude 80 II. Posisi Akhir 1) Longitude 300 2) Latitude 170 d) Air Asia ( Singapore Jakarta) I. Posisi Awal 1) Longitude 150 2) Latitude 200 II. Posisi Akhir 1) Longitude 200 2) Latitude 340 e) Batavia Air ( Jakarta Bali) I. Posisi Awal 1) Longitude 200 2) Latitude 340 II. Posisi Akhir 1) Longitude 340 2) Latitude Perbandingan Display Radar Dari pengujian display ini dapat dibandingkan dua buah hasil yang berbeda. Dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 menunjukan kondisi display sekarang ini dimana suatu maskapai penerbangan memiliki kode didalam database. Sedangkan didalam Gambar 4.5 merupakan aplikasi radar yang dibuat dengan perbedaan warna pada tiap maskapai penerbangan. Pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 cakupan wilayah untuk monitoring lalu lintas penerbangan terbatas. Sedangkan pada Gambar 4.5 cakupan wilayah luas sehingga dapat memonitoring seluruh wilayah yang ada di dalam display. Hal yang menjadi keunggulan dari

50 aplikasi ini yaitu terdapat direction dari tiap tiap maskapai penerbangan. Hal ini mempermudah bagian ATC dalam mengontrol tiap tiap maskapai penerbangan. Gambar 4.3 Contoh Display Radar saat ini Gambar 4.4 Contoh Display Radar saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada setiap bandar udara terutama yang jalur penerbangannya padat, pendeteksian posisi pesawat baik yang sedang menuju maupun yang meninggalkan bandara sangat penting.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 RADAR ( RADIO DETECTION AND RANGING ) Sejarah perkembangan radar Diakhir tahun 1940-an, radar telah diintegrasikan ke dalam sistem pemanduan lalu lintas udara. Sejak itu telah

Lebih terperinci

STUDY TENTANG SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) UNTUK MENENTUKAN BERBAGAI INFORMASI PESAWAT TERBANG DI PT. ANGKASA PURA II POLONIA MEDAN SKRIPSI

STUDY TENTANG SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) UNTUK MENENTUKAN BERBAGAI INFORMASI PESAWAT TERBANG DI PT. ANGKASA PURA II POLONIA MEDAN SKRIPSI STUDY TENTANG SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) UNTUK MENENTUKAN BERBAGAI INFORMASI PESAWAT TERBANG DI PT. ANGKASA PURA II POLONIA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan untuk memenuhi syarat

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC) BAB I PENDAHULUAN I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC) Sistem Air Traffic Control (ATC) merupakan sistem kompleks yang melibatkan sumber daya manusia, lembaga otoritas, manajemen, prosedur operasi dan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek. Defriko Christian Dewandhika (L2F009106) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Makalah Seminar Kerja Praktek. Defriko Christian Dewandhika (L2F009106) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Makalah Seminar Kerja Praktek PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG Defriko Christian Dewandhika (L2F009106)

Lebih terperinci

FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG

FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG Makalah Seminar Kerja Praktek FASILITAS DISTANCE MEASURING EQUIPMENT (DME) AWA LDB 101 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG Rian Aditia (L2F006077) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG PROSEDUR PENGUJIAN DI DARAT ( GROUND INSPECTION) PERALATAN FASILITAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT ALCATEL FSD-45 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA

PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT ALCATEL FSD-45 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA Makalah Seminar Kerja Praktek PENGGUNAAN DISTANCE MEASURING EQUIPMENT ALCATEL FSD-45 SEBAGAI ALAT NAVIGASI UDARA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SURAKARTA M. Fuad Hasan (L2F006063) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

TUGAS BESAR SISTEM KOMUNIKASI I SISTEM KOMUNIKASI RADAR

TUGAS BESAR SISTEM KOMUNIKASI I SISTEM KOMUNIKASI RADAR TUGAS BESAR SISTEM KOMUNIKASI I SISTEM KOMUNIKASI RADAR DISUSUN OLEH : Intan Budi Harjayanti 15101105 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015 BAB

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM CAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235

TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM CAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235 Makalah Seminar Kerja Praktek TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM (TCAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235 Bramono Hanindito (L2F 008 019) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM

Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM ANALISA RADAR ULTRASONIK MENDETEKSI PESAWAT TERBANG LANDING MENGGUNAKAN MATLAB DAN ARDUINO SEBAGAI SISTEM PENGENDALI Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / 28110177 Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Blok diagram sistem radar [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Blok diagram sistem radar [2] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi begitu pesat, dari generasi ke generasi lahir berbagai inovasi yang merupakan objek pembaharuan penunjang kehidupan manusia. Di bidang komunikasi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base).

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Navigasi merupakan hal yang sangat penting dalam lalu lintas udara untuk mengarahkan pesawat dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam prakteknya pesawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta merupakan kantor cabang utama Pusat Pengendali atau Pengatur lalu lintas Penerbangan yang

Lebih terperinci

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS)

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 48 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 57 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET ANTENA SIDEBAND DOPPLER VERY HIGH OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) PADA JALUR LINTASAN PENERBANGAN

ANALISIS LINK BUDGET ANTENA SIDEBAND DOPPLER VERY HIGH OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) PADA JALUR LINTASAN PENERBANGAN ANALISIS LINK BUDGET ANTENA SIDEBAND DOPPLER VERY HIGH OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) PADA JALUR LINTASAN PENERBANGAN Eka Wahyudi 1 Wahyu Pamungkas 2 Bayu Saputra 3 1,2,3 Program Studi Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH RADAR DAN NAVIGASI

DIKTAT KULIAH RADAR DAN NAVIGASI DIKTAT KULIAH RADAR DAN NAVIGASI Disusun Oleh Wahyu Pamungkas,ST.MT Akademi Teknik Telekomunikasi Sandhy Putra 011 DIKTAT KULIAH RADAR & NAVIGASI A. ELEMENTARY CONCEPTS Radar merupakan nama dari sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 34 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini akan dibahas tentang analisis data dan pembahasan berdasarkan perencanaan dari sistem yang dibuat. Rancangan alat indikator alarm ini digunakan untuk

Lebih terperinci

Rahasia RADAR. Analogi dengan prinsip gema pada gelombang suara

Rahasia RADAR. Analogi dengan prinsip gema pada gelombang suara Rahasia RADAR Militer! Pasti itu yang terlintas di benak kita kalau mendengar istilah Radar. Padahal radar sangat luas aplikasinya, tidak hanya dalam dunia militer! Teknologinya sendiri sangat sederhana

Lebih terperinci

PEMBUATAN PERANGKAT APLIKASI PEMANFAATAN WIRELESS SEBAGAI MEDIA UNTUK PENGIRIMAN DATA SERIAL

PEMBUATAN PERANGKAT APLIKASI PEMANFAATAN WIRELESS SEBAGAI MEDIA UNTUK PENGIRIMAN DATA SERIAL PEMBUATAN PERANGKAT APLIKASI PEMANFAATAN WIRELESS SEBAGAI MEDIA UNTUK PENGIRIMAN DATA SERIAL Oleh : Zurnawita Dikky Chandra Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang ABSTRACT Serial data transmission

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi

I. PENDAHULUAN. Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi konsumen, karena dapat melakukan perjalanan yang jauh hanya dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1]. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radio Detecting and Ranging (Radar) Radio Detecting and Ranging (Radar) adalah perangkat yang digunakan untuk menentukan posisi, bentuk, dan arah pergerakan dari suatu objek yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi VSAT VSAT merupakan singkatan dari Very Small Aperture Terminal, awalnya merupakan suatu trademark untuk stasiun bumi kecil yang dipasarkan sekitar tahun 1980 oleh

Lebih terperinci

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

Kawasan keselamatan operasi penerbangan Standar Nasional Indonesia Kawasan keselamatan operasi penerbangan ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang RADAR (selanjutnya ditulis sebagai radar) ialah singkatan dari Radio Detection and Ranging dimana merupakan sistem elektromagnetik untuk mendeteksi & memberi informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan salah satu alat yang

BAB I PENDAHULUAN. Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan salah satu alat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan salah satu alat yang menerapkan sistem komunikasi di dalamnya. Radar berfungsi untuk mendeteksi benda-benda yang jaraknya

Lebih terperinci

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super BAB 11 MICROWAVE ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai antenna microwave desain, aplikasi dan cara kerjanya. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, perkembangan teknologi berkembang pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, perkembangan teknologi berkembang pesat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan teknologi berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan terutama perkembangan teknologi dibidang telekomunikasi. Penulis mengakui bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : M.36 TAHUN 1993 TENTANG KRITERIA KLASIFIKASI BANDAR UDARA MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : M.36 TAHUN 1993 TENTANG KRITERIA KLASIFIKASI BANDAR UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : M.36 TAHUN 993 TENTANG KRITERIA KLASIFIKASI BANDAR UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : bahwa untuk menetapkan klasifikasi bandar udara sesuai dengan keberadaannya,

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan dengan pesawat terdiri dari 3 (tiga) fasa, yaitu lepas landas (take-off), menempuh perjalanan ke tujuan (cruise to destination), dan melakukan pendaratan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

adalah pengiriman data melalui sistem transmisi elektronik dengan komputer adalah hubungan dua atau lebih alat yang membentuk sistem komunikasi.

adalah pengiriman data melalui sistem transmisi elektronik dengan komputer adalah hubungan dua atau lebih alat yang membentuk sistem komunikasi. Sistem Informasi Akuntansi Data Communication adalah pengiriman data melalui sistem transmisi elektronik dengan komputer Jaringan kerja atau (network) adalah hubungan dua atau lebih alat yang membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transmisi. Selain sebagai media transmisi, gelombang elektromagnetik juga biasa

I. PENDAHULUAN. transmisi. Selain sebagai media transmisi, gelombang elektromagnetik juga biasa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telekomunikasi merupakan salah satu bidang dari teknik elektro yang saat ini perkembangannya cukup pesat. Perkembangan tersebut menjadikan banyaknya perangkat yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat.

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin banyaknya pesawat udara yang melintas di wilayah udara Indonesia, membuat beberapa rute perjalanan pesawat udara bisa saling berdekatan atau berada di atas

Lebih terperinci

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1509, 2016 KEMENHUB. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan. Bagian 174. Peraturan Keselamatan Penerbangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan

BAB I PENDAHULUAN. anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai bagian dari jalur penerbangan sipil internasional dan anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan peraturan internasional

Lebih terperinci

LABORATORIUM SWTICHING &TRANSMISI MODUL PRAKTIKUM KOMUNIKASI SATELIT DISUSUN OLEH: WAHYU PAMUNGKAS, ST

LABORATORIUM SWTICHING &TRANSMISI MODUL PRAKTIKUM KOMUNIKASI SATELIT DISUSUN OLEH: WAHYU PAMUNGKAS, ST LABORATORIUM SWTICHING &TRANSMISI MODUL PRAKTIKUM KOMUNIKASI SATELIT DISUSUN OLEH: WAHYU PAMUNGKAS, ST AKADEMI TEKNIK TELEKOMUNIKASI SANDHY PUTRA PURWOKERTO 2005 MODUL PRAKTIKUM KOMUNIKASI SATELIT LAB

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran GELOMBANG ELEKTRO MAGNETIC SPEKTRUM FREKUENSI PENGATURAN FREKUENSI Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

Studi Working Party. a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan

Studi Working Party. a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan AGENDA ITEM 1.10 Latar Belakang Agenda item 1.10 bertujuan untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dalam rangka mendukung pelaksanaan system keselamatan kapal dan pelabuhan serta bagian-bagian terkait

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf Sutoyo 1, Andi Putra 2 1 Dosen Jurusan Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU Jl HR Soebrantas KM

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. untuk efisiensi energi listrik pada kehidupan sehari-hari. Perangkat input untuk

BAB III PERANCANGAN SISTEM. untuk efisiensi energi listrik pada kehidupan sehari-hari. Perangkat input untuk BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Dasar Perancangan Sistem Perangkat keras yang akan dibangun adalah suatu aplikasi mikrokontroler untuk efisiensi energi listrik pada kehidupan sehari-hari. Perangkat input

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau 7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM

AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM Dandy Firdaus 1, Damar Widjaja 2 1,2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus III, Paingan, Maguwoharjo, Depok,

Lebih terperinci

Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4

Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4 Realisasi Sistem Pemantau Kepadatan Lalu-Lintas Menggunakan Teknologi Radar RTMS G4 Egne Novanda / 0422028 E-mail : E.novanda@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri

Lebih terperinci

KONSEPSI ALAT PENDUKUNG RADAR YANG SESUAI UNTUK DIGUNAKAN DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

KONSEPSI ALAT PENDUKUNG RADAR YANG SESUAI UNTUK DIGUNAKAN DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA KONSEPSI ALAT PENDUKUNG RADAR YANG SESUAI UNTUK DIGUNAKAN DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA ( Studi Kasus di Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta ) SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket

Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket Wahyu Widada dan Sri Kliwati Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jln. Raya LAPAN Rumpin Bogor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara

I. PENDAHULUAN. UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang UAV (Unnmaned Aerial Vehicle) secara umum dapat diartikan sebuah wahana udara jenis fixed-wing, rotary-wing, ataupun pesawat yang mampu mengudara pada jalur yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. MWARA dipakai dalam penerbangan saat ini adalah tipe JRS 753AS. Gambar 4.1 ; Bentuk MWARA JRS 753AS

BAB IV PEMBAHASAN. MWARA dipakai dalam penerbangan saat ini adalah tipe JRS 753AS. Gambar 4.1 ; Bentuk MWARA JRS 753AS BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengertian MWARA MWARA ( Major World Air Route Area ), untuk pelayanan penerbangan International, dengan menggunakan pemancar sebesar 3-5 KW. Bagi setiap stasiun ditentukan suatu

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sensor RF (Radio Frekuensi) Sensor RF (Radio Frekuensi) adalah komponen yang dapat mendeteksi sinyal gelombang elektromagnetik yang digunakan oleh sistem komunikasi untuk mengirim

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON CARA KERJA PENERIMA RADIO Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

Simulasi Pendeteksian Sinyal Target Tunggal Yang Mengalami Gangguan Pada Radar ABSTRAK

Simulasi Pendeteksian Sinyal Target Tunggal Yang Mengalami Gangguan Pada Radar ABSTRAK Simulasi Pendeteksian Sinyal Target Tunggal Yang Mengalami Gangguan Pada Radar Imanudin Muchtiar / 0122180 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri 65, Bandung 40164, Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dalam implementasi Passive

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dalam implementasi Passive BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dalam implementasi Passive Bistatic Radar (PBR) berbasis Wi-Fi IEEE 802.11 dalam pendeteksian objek diam. Pembahasan diawali

Lebih terperinci

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. SONAR Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. Cara Kerja Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah

Lebih terperinci

STRUKTUR DIAGRAM PONSEL FUNGSI DAN GEJALA KERUSAKAN KOMPONEN

STRUKTUR DIAGRAM PONSEL FUNGSI DAN GEJALA KERUSAKAN KOMPONEN STRUKTUR DIAGRAM PONSEL FUNGSI DAN GEJALA KERUSAKAN KOMPONEN Pada bab ini kami akan memberikan beberapa penjelasan mengenai struktur diagram ponsel beserta fungsi dan gejala kerusakan dari setiap komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi data telah menjadi layanan utama pada sistem telekomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi data telah menjadi layanan utama pada sistem telekomunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perkembangan teknologi saat ini kebutuhan manusia untuk informasi data semakin berkembang. Perkembangan teknologi ini mengganti komunikasi suara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wahana udara tanpa awak (WUT) merupakan alternatif dari pesawat berawak

I. PENDAHULUAN. Wahana udara tanpa awak (WUT) merupakan alternatif dari pesawat berawak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wahana udara tanpa awak (WUT) merupakan alternatif dari pesawat berawak untuk banyak keperluan penerbangan baik dibidang militer maupun sipil. Dibandingkan dengan wahana

Lebih terperinci

DOPPLER VERY HIGH FREQUENCY OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB 51D SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG

DOPPLER VERY HIGH FREQUENCY OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB 51D SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG DOPPLER VERY HIGH FREQUENCY OMNI-DIRECTIONAL RANGE (DVOR) AWA VRB 51D SEBAGAI SALAH SATU ALAT NAVIGASI UDARA DI BANDARA AHMAD YANI SEMARANG Cahyo Utomo (L2F 005 524) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Simulasi Pelacakan Target Tunggal Untuk Mengetahui Jarak, Sudut Azimuth, Sudut elevasi dan kecepatan target ABSTRAK

Simulasi Pelacakan Target Tunggal Untuk Mengetahui Jarak, Sudut Azimuth, Sudut elevasi dan kecepatan target ABSTRAK Simulasi Pelacakan Target Tunggal Untuk Mengetahui Jarak, Sudut Azimuth, Sudut elevasi dan kecepatan target Willy Sukardi / 0322041 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS SISTEM. diharapkan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan analisis. Selain itu,

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS SISTEM. diharapkan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan analisis. Selain itu, BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS SISTEM Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah sistem beroperasi dengan baik, juga untuk menunjukkan bahwa sistem tersebut sesuai dengan yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

Bagan Kerja Handphone Beserta cara kerjanya

Bagan Kerja Handphone Beserta cara kerjanya 2012 Bagan Kerja Handphone Beserta cara kerjanya Telepon seluler atau yang lebih dikenal dengan ponsel dari duiu sampai sekarang telah mengalami perubahan baik teknologinya yang dulu hanya dapat untuk

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran STASIUN RELAY SISTEM SATELIT CARA KERJA STASIUN RELAY DAN SATELIT Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

Bab I Garis-garis Besar Sistem Komunikasi

Bab I Garis-garis Besar Sistem Komunikasi Bab I Garis-garis Besar Sistem Komunikasi Berbagai cara dalam melakukan komunikasi Suara Gerak gerik Lambang / gambar Bentuk-bentuk Komunikasi a. Komunikasi suara Komunikasi radio siaran Informasi dipancarkan

Lebih terperinci

melibatkan mesin atau perangkat elektronik, sehingga pekerjaan manusia dapat dikerjakan dengan mudah tanpa harus membuang tenaga dan mempersingkat wak

melibatkan mesin atau perangkat elektronik, sehingga pekerjaan manusia dapat dikerjakan dengan mudah tanpa harus membuang tenaga dan mempersingkat wak PINTU GERBANG OTOMATIS DENGAN REMOTE CONTROL BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535 Robby Nurmansyah Jurusan Sistem Komputer, Universitas Gunadarma Kalimalang Bekasi Email: robby_taal@yahoo.co.id ABSTRAK Berkembangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bandara sebagai transportasi udara memberikan kontribusi yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi karena setiap waktu terjadi pergerakan lalu-lintas

Lebih terperinci

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran Stasiun Relay Fungsi stasiun relay : menerima gelombang elektromagnetik dari stasiun pemancar, kemudian memancar luaskan gelombang itu didaerahnya.

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BABII TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2 2.1 Tinjauan Pustaka Adapun pembuatan modem akustik untuk komunikasi bawah air memang sudah banyak dikembangkan di universitas-universitas di Indonesia dan

Lebih terperinci

Pemancar&Penerima Televisi

Pemancar&Penerima Televisi Pemancar&Penerima Televisi Pemancar Bagian yg sangat vital bagi stasiun penyiaran radio&tv agar tetap mengudara Pemancar TV dibagi 2 bagian utama: sistem suara&sistem gambar Diubah menjadi gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

Jaringan VSat. Pertemuan X

Jaringan VSat. Pertemuan X Jaringan VSat Pertemuan X Pengertian VSat VSAT atau Very Small Aperture Terminal adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan terminalterminal stasiun bumi dengan diameter yang sangat kecil.

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran SPEKTRUM FREKUENSI TELEVISI PROSES PENGIRIMAN SINYAL TELEVISI PROSES PENERIMAAN SINYAL TELEVISI Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Didalam merancang sistem yang akan dibuat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelumnya, pertama-tama mengetahui prinsip kerja secara umum dari sistem yang akan dibuat

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan secara umum perancangan sistem pengingat pada kartu antrian dengan memanfaatkan gelombang radio, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu blok diagram

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. objek yang terdeteksi. Pada mulanya radar digunakan sebagai salah satu alat

BAB II LANDASAN TEORI. objek yang terdeteksi. Pada mulanya radar digunakan sebagai salah satu alat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Radio Detecting and Ranging (Radar) Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk menentukan posisi objek, arah pergerakannya maupun bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS WIRELESS COMMUNICATION Oleh: Eko Marpanaji INTRODUCTION Seperti dijelaskan pada Chapter 1, bahwa komunikasi tanpa kabel menjadi pilihan utama dalam membangun sistem komunikasi dimasa datang. Ada beberapa

Lebih terperinci

MOTOR DRIVER. Gambar 1 Bagian-bagian Robot

MOTOR DRIVER. Gambar 1 Bagian-bagian Robot ACTION TOOLS OUTPUT INFORMATION MEKANIK MOTOR MOTOR DRIVER CPU SISTEM KENDALI SENSOR Gambar 1 Bagian-bagian Robot Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian robot secara garis besar. Tidak seluruh bagian ada pada

Lebih terperinci

Abstrak Rancangan dalam makalah ini menunjukkan bahwa perangkat ESM (Electronic Support Measure) merupakan suatu perangkat pendukung militer

Abstrak Rancangan dalam makalah ini menunjukkan bahwa perangkat ESM (Electronic Support Measure) merupakan suatu perangkat pendukung militer Abstrak Rancangan dalam makalah ini menunjukkan bahwa perangkat ESM (Electronic Support Measure) merupakan suatu perangkat pendukung militer (tentara) yang dipakai dalam peperangan elektronika (electronic

Lebih terperinci

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang adalah energi getar yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoidal. Selain radiasi elektromagnetik,

Lebih terperinci

GPS (Global Positioning Sistem)

GPS (Global Positioning Sistem) Global Positioning Sistem atau yang biasa disebut dengan GPS adalah suatu sistem yang berguna untuk menentukan letak suatu lokasi di permukaan bumi dengan koordinat lintang dan bujur dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

SISTEM UNTUK MENGAKSES INTERNET

SISTEM UNTUK MENGAKSES INTERNET BAB 2 SISTEM UNTUK MENGAKSES INTERNET Peta Konsep Sistem untuk Mengakses Internet Jaringan Komputer Topologi Bus Topologi Jaringan Protokol Jaringan Media Transmisi Jaringan Berdasarkan Area Kerja Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu: Gambar 3.1 Prosedur Penelitian 1. Perumusan Masalah Metode ini dilaksanakan dengan melakukan pengidentifikasian

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DATA PADA MARITIM BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT

SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DATA PADA MARITIM BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DATA PADA MARITIM BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT Muhammad Sa ad 2408100106 Dosen Pembimbing Ir. Syamsul Arifin, MT. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Uji coba dan Analisa Tujuan dari pengujian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebab

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unmanned Surface Vehicle (USV) Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV) merupakan sebuah wahana tanpa awak yang dapat dioperasikan pada permukaan air.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN I. UMUM Bandar udara sebagai satu unsur dalam penyelenggaraan penerbangan memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler

Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler Muhammad Taufiqurrohman Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran

Lebih terperinci

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar

Lebih terperinci