KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014"

Transkripsi

1

2 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : /HK../C/ /2014 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) PADI DAN JAGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka ketahanan pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maka perlu diupayakan peningkatan produksi tanaman pangan; b. bahwa untuk mewujudkan peningkatan produksi tanaman pangan terutama padi dan jagung tahun 2014 difokuskan melalui pendekatan SL-PTT; c. bahwa dalam DIPA Satuan Kerja Dinas yang menangani Tanaman Pangan di Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2014 terdapat Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia melalui Pelaksanaan SL-PTT; d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu menerbitkan Pedoman Teknis SL-PTT Padi dan Jagung Tahun Anggaran 2014; 1

3 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5462); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2

4 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara 5165); 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 8. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014; 9. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, sebagamana telah diubah beberapa kali, juncto Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 10. Keputusan Presiden Nomor 84/P/Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode ; 11. Keputusan Presiden Nomor 157/M Tahun 2010 tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian; 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2013 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2014; 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan juncto Peraturan 3

5 Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010; 15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 124/Permentan/OT.140/12/2013 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Anggaran 2014; 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 125/Permentan/OT.140/12/2013 tentang Penugasan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Provinsi Tahun Anggaran 2014; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 126/Permentan/OT.140/12/2013 tentang Penugasan Kepada Bupati/Walikota Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2014; 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 129/Permentan/OT.140/12/2013 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2014; 4

6 Memperhatikan : 1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Induk Tahun Anggaran 2014 Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Nomor : DIPA /AG/2014 Tanggal 5 Desember Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2014 Nomor : SPDIPA /2013 Tanggal 5 Desember Menetapkan : KESATU M E M U T U S K A N: : Pedoman Teknis SL-PTT Padi dan Jagung Tahun Anggaran 2014, seperti tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. KEDUA : Pedoman Teknis sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU merupakan acuan pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Melalui Pelaksanaan SL- PTT Tahun Anggaran KETIGA : Segala biaya yang diperlukan akibat ditetapkannya Keputusan ini dibebankan kepada DIPA Induk dan DIPA Petikan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berakhir pada tanggal 31 Desember

7 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal. Januari 2014 DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, UDHORO KASIH ANGGORO Nip SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth: 1. Menteri Pertanian; 2. Wakil Menteri Pertanian; 3. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 4. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 5. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia; 6. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 7. Kepala Dinas Pertanian Provinsi yang membidangi Tanaman Pangan di seluruh Indonesia; 8. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang membidangi Tanaman Pangan di seluruh Indonesia. 6

8 Draft Lampiran KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR :... Tanggal... DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 II. A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Sasaran... 5 C. Pengertian-Pengertian Dalam SL-PTT... 7 KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN SERTA PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI TAHUN A. Keragaan Produksi B. Sasaran Produksi Tahun C. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi III. STRATEGI DAN UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI TAHUN A. Strategi B. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Tahun IV. PTT PADI DAN JAGUNG A. Prinsip-prinsip PTT B. Tahapan Penerapan PTT C. Komponen PTT Padi D. Komponen PTT Jagung i iii iv v

9 Draft E. Peran Komponen PTT F. Pemilihan Teknologi PTT G. Keuntungan Penerapan Teknologi PTT V. SEKOLAH LAPANGAN PTT PADI DAN JAGUNG A. Model Pemberdayaan Petani Melalui SL-PTT B. Tipe, Kriteria dan Batasan Kawasan SL-PTT C. Kriteria Kawasan D. Penentuan Calon Lokasi E. Ketentuan Pelaksana SL-PTT F. Persyaratan Kelompoktani Pelaksana SL-PTT G. Bantuan SL-PTT H. Mekanisme Pelaksanaan SL-PTT I. Pertemuan Kelompok SL-PTT VI. PENGORGANISASIAN DAN OPERASIONAL SL-PTT A. Pengorganisasian SL-PTT B. Operasionalisasi SL-PTT VII. PEMBIAYAAN, MEKANISME PENYALURAN BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN PENGADAAN A. Pembiayaan B. Mekanisme Penyaluran Bantuan Sosial Melalui Transfer Uang C. Mekanisme Pengadaan VIII. BIMBINGAN / PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN IX. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN X. PENUTUP LAMPIRAN ii

10 Draft DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (ARAM II BPS) Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung (ARAM II BPS) Tabel 3. Persentase Kenaikan Angka Sasaran 2014 Terhadap ARAM II Tahun Tabel 4. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun Tabel 5. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun Tabel 6. Komponen PTT Padi Dasar Tabel 7. Komponen PTT Padi Pilihan Tabel 8. Tipe, Kriteria dan Orientasi Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Tanaman Pangan Tabel 9. Batasan Pengembangan Kawasan Padi dan Jagung Tahun Tabel 10. Plafon Stimulan/Bantuan Saprodi SL-PTT Padi dan Jagung Tahun iii

11 Draft DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Hal Sketsa Model Pemberdayaan Petani Melalui SL-PTT Gambar 2. Kriteria Kawasan Ha Gambar 3. Laboratorium Lapangan (LL) Gambar 4. Pola SL-PTT Kawasan Pertumbuhan Gambar 5. Pola SL-PTT Kawasan Pengembangan Gambar 6. Pola SL-PTT Kawasan Pemantapan iv

12 Draft DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Hal Sasaran Inidkatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun Sasaran Inidkatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagungi Tahun Lampiran 3. Alokasi SL-PTT Padi dan Jagung Tahun Lampiran 4. Blangko Calon Lokasi Bantuan Sosial Budidaya (SL-PTT/Kawasan) Tanaman Pangan Tahun Lampiran 5. Contoh SK Penetapan Kelompoktani Lampiran 6. Rencana Usaha Kelompok (RUK) Lampiran 7. Surat Pernyataan Penerima dan Penggunaan Dana Bansos Lampiran 8. Mekanisme Pencairan Dana Bantuan SL-PTT Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Rencana Jadwal Pelaksanaan SL-PTT Padi Dan Jagung Tahun Blangko Laporan Bulanan Kecamatan Realisasi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan/ Pengembangan/Pemantapan Blangko Laporan Bulanan Kabupaten Realisasi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan/ Pengembangan/Pemantapan Blangko Laporan Bulanan Provinsi Realisasi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan/ Pengembangan/Pemantapan Blangko Laporan Akhir Provinsi/Kabupaten Realisasi SL-PTT Kawasan Pertumbuhan/ Pengembangan/Pemantapan Form Isian Hasil Ubinan SL-PTT Padi /Jagung v

13 Draft I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan produktivitas usahatani padi dan jagung adalah dengan mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah dalam pengembangan usaha pertanian. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula peningkatan konsumsi per-kapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan guna mengimbangi laju pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi. Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri 1

14 Draft pangan dan pakan sehingga dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Sasaran produksi padi tahun 2014 sebesar ton GKG dan sasaran produksi jagung sebesar ton PK dengan rincian sasaran per provinsi seperti pada Lampiran 1 dan Lampiran 2, diupayakan dapat dicapai untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas. Karena itu diperlukan upaya peningkatan produksi yang luar biasa untuk mencapai sasaran tersebut. Berbagai upaya peningkatan produksi dan produktivitas telah dilaksanakan melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sejak tahun 2008 maupun melalui PTT atau peningkatan mutu intensifikasi pada tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan SL-PTT sebagai pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung nasional telah terbukti, namun kedepan dengan tantangan yang lebih beragam maka perlu penyempurnaan dan peningkatan kualitas. Oleh karena itu pada tahun 2014, upaya peningkatan produksi melalui penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) tetap akan difokuskan melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas, terintegrasi dari hulu sampai hilir, bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan. 2

15 Draft Kawasan pertumbuhan merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya masih di bawah produktivitas rata-rata wilayahnya (daerah-daerah sub-optimal) dan berpeluang untuk ditingkatkan misalnya melalui pergantian varietas, kawasan pengembangan merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya sudah mencapai rata-rata produktivitas di wilayahnya akan tetapi belum sesuai dengan potensi hasil dan masih berpeluang untuk ditingkatkan misalnya dengan pergantian varietas atau mengusahakan varietas hibrida, sedangkan kawasan pemantapan adalah daerah yang tingkat produktivitasnya sudah di atas ratarata produktivitas wilayahnya namun masih berpeluang untuk ditingkatkan melalui penggunaan varietas hibrida. Luas SL-PTT Padi tahun 2014 adalah ha, yang dialokasikan pada kawasan pertumbuhan (padi pasang surut, padi rawa lebak, padi lahan kering dan padi sawah) seluas ha, kawasan pengembangan (padi sawah, padi hibrida dan padi lahan kering) seluas ha dan luas kawasan pemantapan (padi sawah dan padi lahan kering) seluas ha. Sedangkan SL-PTT Jagung seluas ha, dialokasikan pada kawasan pertumbuhan (jagung hibrida dan jagung komposit) seluas ha, kawasan pengembangan (jagung hibrida) seluas ha dan kawasan pemantapan (jagung hibrida) seluas ha. Lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), 3

16 Draft mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. Melalui penerapan SL-PTT petani akan mampu mengelola sumberdaya yang tersedia secara terpadu dalam melakukan budidaya di lahan usahataninya berdasarkan spesifik lokasi sehingga petani menjadi lebih terampil serta mampu mengembangkan usahataninya dalam rangka peningkatan produksi padi dan jagung. Namun demikian wilayah di luar SL-PTT harus tetap dilakukan pembinaan, pendampingan dan pengawalan sehingga produksi dan produktivitas tetap dapat meningkat. Dengan fasilitasi tersebut diharapkan pelaksanaan SL-PTT berbasis kawasan skala luas dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktivitas dan produksi tahun Agar upaya pencapaian sasaran produksi padi dan jagung melalui kegiatan SL-PTT tahun 2014 dapat tercapai, maka perlu untuk menyusun Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan. Dengan adanya pedoman teknis ini, semua pihak terkait akan berkontribusi secara positif sehingga akhirnya kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran produksi padi dan jagung. Mengingat tingginya 4

17 Draft keberagaman kondisi di masing-masing daerah dan kemampuan adopsi inovasi, maka pedoman teknis ini diharapkan dijabarkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dalam bentuk Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lapangan agar lebih operasional sesuai kebutuhan di lapangan dan tidak multitafsir sedangkan Dinas Pertanian Provinsi menjabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan, sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran. B. Tujuan dan Sasaran. 1. Tujuan. a. Menyediakan acuan pelaksanaan SL-PTT padi dan jagung melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas untuk mendukung kegiatan peningkatan produksi tahun 2014 di Provinsi dan Kabupaten/Kota. b. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan SL- PTT padi dan jagung melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas, antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani guna mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi dan jagung dalam usahataninya agar 5

18 Draft replikasi/penyebarluasan teknologi ke petani sekitarnya berjalan lebih cepat. d. Meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani padi dan jagung. 2. Sasaran. a. Tersedianya acuan pelaksanaan SL-PTT padi dan jagung melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas untuk mendukung kegiatan peningkatan produksi tahun 2014 di provinsi dan kabupaten/kota. b. Terkoordinasi dan terpadunya pelaksanaan SL-PTT padi dan jagung melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. c. Meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sehingga penerapan adopsi teknologi PTT padi dan jagung berjalan lebih cepat, dan keberlanjutan serta replikasi ke areal yang lebih luas dapat terwujud. d. Meningkatnya produktivitas padi inbrida sawah 0,50 ton/ha, padi hibrida 1,0 ton/ha, padi pasang surut 0,25 ton/ha, padi rawa lebak 0,25 ton/ha dan padi lahan kering/gogo 0,5 ton/ha pada areal SL-PTT seluas 4,625 juta ha. Untuk jagung hibrida 1,5 ton/ha dan jagung komposit 0,5 ton/ha pada areal SL-PTT seluas 260 ribu ha, untuk mendukung 6

19 Draft sasaran produksi padi tahun 2014 sebesar 76,57 juta ton GKG dan produksi jagung sebesar 20,82 juta ton PK. C. Pengertian Pengertian dalam SL-PTT. 1. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. PTT merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas padi. Teknologi intensifikasi padi bersifat spesifik lokasi, bergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment). Komponen teknologi PTT dasar/compulsory adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi. Komponen teknologi PTT pilihan adalah teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan. Komponen teknologi PTT pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP (Kajian Kebutuhan dan Peluang) memprioritaskan komponen teknologi yang dimaksud menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu 7

20 Draft wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. 2. Kawasan adalah suatu daerah tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Dalam konteks pertanian kawasan yang dimaksud adalah suatu areal (sawah, lahan kering, tadah hujan, rawa lebak, rawa pasang surut) di lokasi tertentu tanpa memperhitungkan batas-batas administrasi wilayah (desa/kampung), sungai, jalan, atau batas-batas lainnya. 3. Kawasan Pertumbuhan merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya masih di bawah produktivitas rata-rata wilayahnya (daerah-daerah sub-optimal) dan berpeluang untuk ditingkatkan misalnya melalui pergantian varietas, penerapan teknologi usaha tani belum optimal, indeks pertanaman (IP) belum optimal, tingkat kehilangan hasil masih tinggi. 4. Kawasan Pengembangan merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya sudah mencapai rata-rata produktivitas di wilayahnya akan tetapi belum sesuai dengan potensi hasil dan masih berpeluang untuk ditingkatkan misalnya dengan pergantian varietas atau mengusahakan varietas hibrida, penerapan teknologi usaha tani sudah lebih baik dan masih berpotensi menurun karena faktor ketidakstabilan modal usaha tani, pemanfaatan lahan hampir optimal, tingkat kehilangan hasil sedang tetapi mutu hasil belum optimal. 5. Kawasan Pemantapan merupakan daerah yang tingkat produktivitasnya sudah di atas rata-rata produktivitas 8

21 Draft wilayahnya namun masih berpeluang untuk ditingkatkan melalui penggunaan varietas hibrida, penerapan teknologi usaha tani sudah sesuai anjuran namun masih berpotensi menurun karena faktor ketidakstabilan modal usaha tani mutu hasil belum optimal, efisiensi usaha belum berkembang dan optimalisasi pendapatan melalui produksi subsektor tanaman sudah maksimal (kecuali ada introduksi teknologi baru). 6. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT) adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. Indikator keberhasilan SL-PTT dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap, penerapan budidaya yang baik dan benar, peningkatan produktivitas dan keberlanjutan serta replikasinya. 7. Laboratorium Lapangan (LL) adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-PTT yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompoktani/petani. 9

22 Draft 8. Pemandu Lapangan (PL) adalah Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT dan berperan sebagai pendamping dan pengawal pelaksanaan SL-PTT. 9. Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) adalah tahapan pendekatan PTT yang diawali dengan kelompoktani melakukan identifikasi masalah di wilayah setempat dan membahas peluang kemungkinan mengatasi masalah tersebut. 10. POSKO I - V adalah Pos Simpul Koordinasi sebagai tempat melaksanakan koordinasi dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan SL-PTT. POSKO yang dimaksud adalah POSKO yang telah ada misalnya POSKO P2BN. 11. Rencana Usahatani Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompoktani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompoktani yang memuat uraian kebutuhan, jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi sesuai kebutuhan di lapangan (spesifik lokasi). 12. Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral 10

23 Draft dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 13. Pengawalan dan Pendampingan oleh Petugas Dinas adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk Penyuluh, POPT, PBT, Mantri Tani dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan SL-PTT. 14. Pengawalan dan Pendampingan oleh Aparat adalah kegiatan yang dilakukan oleh TNI-AD beserta jajarannya (Babinsa), Camat, Kades dan atau petugas lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam melakukan pengawalan dan pendampingan, guna lebih mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan SL-PTT. 15. Pengawalan dan Pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi narasumber pada pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru, demplot, dan supervisi penerapan teknologi. 16. Pengawalan dan Pendampingan oleh Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan 11

24 Draft penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala hadir di lokasi LL dan SL dalam rangka pemberdayaan kelompoktani sekaligus memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi. Penyuluh diharapkan hadir pada setiap pertemuan kelompoktani di lapangan. Pada kawasan pertumbuhan, pertemuan kelompok minimal 8 kali selama satu musim tanam, pada kawasan pengembangan minimal 6 kali, sedangkan pada kawasan pemantapan minimal 4 kali selama satu musim tanam. 17. Pengawalan dan Pendampingan oleh POPT (Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian hama terpadu. 18. Pengawalan dan Pendampingan oleh PBT (Pengawas Benih Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka pengawasan benih. 19. Wilayah Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas/ip di areal/kawasan SL-PTT. 20. Wilayah Non-Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas/ip di luar areal/kawasan SL-PTT. 21. Carry Over adalah sisa pertanaman kegiatan tahun berjalan tetapi produksi tidak berkontribusi pada tahun tersebut, dan akan berkontribusi pada tahun berikutnya. 12

25 Draft 22. Kelompoktani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu hamparan/wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain. 23. Swadaya adalah semua upaya yang berasal dari modal petani sendiri. 24. Benih bersubsidi adalah sejumlah tertentu benih varietas unggul bermutu padi inbrida, padi hibrida, padi gogo/lahan kering, jagung hibrida dan jagung komposit yang disalurkan oleh pemerintah dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan oleh Pemerintah/Menteri Pertanian dan digunakan untuk mendukung pelaksanaan Program Pembangunan Tanaman Pangan (SL-PTT dan Non SL-PTT). 13

26 Draft II. KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN SERTA PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI TAHUN 2014 A. Keragaan Produksi. Produksi padi dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 2,45 %/tahun, dari 64,39 juta ton GKG pada tahun 2009 menjadi 70,86 juta ton GKG pada tahun 2013 (ARAM II) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai 0,74 %/tahun dan luas panen meningkat rata-rata 1,68 %/tahun, sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. TAHUN Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (ARAM II BPS) Ha % Ku/Ha % Ton % , ,87 50,15 0, , (0,38) 49,80 (0,70) (1,07) ,83 51,36 3, , ,41 51,46 0, ,62 Rata-Rata LUAS PANEN PRODUKTIVITAS PRODUKSI 1,68 0,74 2,45 Produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 1,40 %/tahun dari 17,62 juta ton PK pada tahun 2009 menjadi 18,51 juta ton PK pada tahun 2013 (ARAM II) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai 3,22 %/tahun dan luas panen rata-rata 14

27 Draft menurun sebesar 1,82 %/tahun, sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Tabel 2.Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung (ARAM II BPS) TAHUN LUAS PANEN PRODUKTIVITAS PRODUKSI Ha % Ku/Ha % Ton % , (0,70) 44,36 4, , (6,46) 45,65 2, (3,73) ,40 48,99 7, , (2,53) 47,99 (2,04) (4,52) Rata-Rata -1,82 3,22 1,40 B. Sasaran Produksi Tahun Padi. Sasaran produksi padi tahun 2014 adalah 76,57 juta ton GKG atau meningkat 6,25 % dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya sebesar 72,06 ton GKG. Untuk Tahun 2014, sasaran tanam 14,82 juta ha, sasaran panen 14,31 juta ha, sasaran produktivitas 53,50 ku/ha. Apabila dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2013 (ARAM II), sasaran produksi tahun 2014 adalah 8,04 % di atas produksi 2013 (ARAM II) yaitu sebesar 70,87 juta ton GKG, Sasaran produktivitas tahun 2014 ditetapkan sebesar 53,50 ku/ha atau meningkat 3,96 % 15

28 Draft dibanding produktivitas 2013 (ARAM II) yaitu sebesar 51,46 ku/ha. 2. Jagung. Sasaran produksi jagung tahun 2014 adalah 20,82 juta ton PK atau 12,48 % diatas produksi tahun 2013 (ARAM II) yaitu sebesar 18,51 juta ton PK. Sasaran tanam 4,46 juta ha, sasaran panen 4,15 juta ha dan sasaran produktivitas 50,16 ku/ha. Tabel 3. Persentase Kenaikan Angka Sasaran 2014 Terhadap ARAM II Tahun 2013 KOMODITAS PADI JAGUNG URAIAN ARAM II 2013 SASARAN 2014 Luas Tanam (jt Ha) 14,25 14,86 4,31 Luas Panen (jt Ha) 13,77 14,31 3,92 Produktivitas (Ku/Ha) 51,46 53,50 3,96 Produksi (jt ton GKG) 70,87 76,57 8,04 Luas Tanam (jt Ha) 3,99 4,46 11,68 Luas Panen (jt Ha) 3,86 4,15 7,51 Produktivitas (Ku/Ha) 47,99 50,16 4,52 Produksi (jt ton PK) 18,51 20,82 12,48 % Sasaran produksi padi dan jagung tahun 2014, disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. C. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi. Kendala antar sektoral dalam peningkatan produksi tanaman pangan yang semakin kompleks karena berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan strategis diluar sektor pertanian berpengaruh dalam peningkatan produksi tanaman pangan. 16

29 Draft Tantangan utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan adalah : 1). Meningkatnya permintaan beras sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk, 2). Terbatasnya ketersediaan beras dunia, dan 3). Kecenderungan meningkatnya harga pangan. Disamping tantangan, upaya peningkatan produksi tanaman juga dihadapi oleh sejumlah permasalahan, yaitu antara lain : 1). Dampak Perubahan Iklim (DPI) dan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), 2). Rusaknya infrastruktur irigasi, lingkungan dan semakin terbatasnya sumber air, 3). Konversi lahan sawah, 4). Keterbatasan akses petani terhadap sumber-sumber pembiayaan, 5). Kompetisi antar komoditas, 6). Tingginya konsumsi beras sebagai pangan pokok sumber karbohidrat dan 7). Belum sinerginya antar sektor dan Pusat Daerah dalam menunjang pembangunan pertanian khususnya produksi padi dan jagung. Disamping tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningatan produksi tanaman pangan, terdapat sejumlah peluang yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan memberikan kontribusi pada upaya peningkatan produksi. Peluang tersebut antara lain : 1). Kesenjangan hasil antara potensi dan kondisi di lapangan masih tinggi, 2). Tersedia teknologi untuk meningkatkan produktivitas, 3). Potensi sumberdaya lahan sawah, rawa/lebak, lahan kering (perkebunan, kehutanan) yang masih luas, 4). Pengetahuan/Keterampilan SDM (Petani, Penyuluh/PPL, POPT, Pengawas Benih Tanaman/PBT, dan Petugas Pertanian Lainnya) 17

30 Draft masih dapat dikembangkan, 5). Tersedianya potensi pengembangan produksi berbagai pangan pilihan selain beras, 6). Dukungan Pemerintah Daerah dan 7). Ketersediaan sumber genetik. 18

31 Draft III. STRATEGI DAN UPAYA PENCAPAIAN PRODUKSI TAHUN 2014 A. Strategi. Strategi peningkatan produksi tanaman serealia tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Produktivitas. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pemakaian benih varietas unggul bermutu produktivitas tinggi termasuk benih padi hibrida dan jagung hibrida, sistem jarak tanam jajar legowo, pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk organik serta pupuk bio-hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya disertai pengawalan, pendampingan, pemantauan dan koordinasi, dll. Strategi ini terutama dilaksanakan di wilayah dimana perluasan areal sudah sulit dilakukan, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya. Hal lain yang dapat diterapkan adalah dengan mengurangi potensi kehilangan hasil melalui penanganan panen dan pasca panen yang lebih baik. 2. Perluasan Areal Tanam dan Pengelolaan Lahan. Perluasan areal dilakukan melalui upaya optimalisasi lahan melalui upaya perbaikan seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi dan penambahan baku lahan sawah (cetak sawah baru), disertai konservasi lahan yang berkelanjutan serta peningkatan indeks pertanaman, pengelolaan air irigasi, dll. 19

32 Draft 3. Pengamanan Produksi. Pengamanan produksi dimaksudkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan serta pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), dan pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida serta mengurangi kehilangan hasil pada saat penanganan panen dan pasca panen yang masih cukup besar. 4. Penyempurnaan Manajemen. Manajemen yang telah ada dan berjalan saat ini perlu lebih disempurnakan agar pelaksanaan program dapat berjalan sesuai rencana. Penyempurnaan manajemen tersebut berupa dukungan kebijakan dan regulasi, penyempurnaan manajemen teknis serta penyempurnaan data dan informasi. Dengan kegiatan penyempurnaan diharapkan pelaksanaan peningkatan produksi tanaman pangan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan pada akhirnya dapat mendukung pencapaian sasaran produksi tahun 2014 dan surplus beras 10 juta ton pada tahun B. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Tahun 2014 Upaya pencapaian sasaran produksi padi dan jagung tahun 2014 adalah sebagai berikut : 1. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun 2014 Fokus Utama pencapaian sasaran produksi padi tahun 2014 adalah peningkatan produktivitas padi melalui peningkatan 20

33 Draft PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 kualitas SL-PTT berbasis pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas, terintegrasi dari hulu sampai hilir, bantuan sebagai instrument stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan pada areal seluas 4,625 juta ha. Sedangkan di luar fokus utama melalui upaya peningkatan produksi lainnya pada kawasan areal tanam seluas 9,46 juta ha, dan perluasan areal tanam seluas 734 ribu ha sebagaimana terlihat dalam Tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Padi Tahun 2014 No. Uraian Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 1. Peningkatan Produktivitas , a. Pertanaman Okt-Des , b. Kegiatan SL-PTT , c. Kegiatan SL-PTT , d. Kegiatan SRI , e. GP3K , f. Pertanaman oleh Kadin dan Grup Solaria , g. Dukungan APBD , Perluasan Areal Tanam , a. Pencetakan Sawah Baru , b. Pemanfaatan Hasil Cetak Sawah , c. Pengembangan Jaringan Irigasi , c. Optimasi Lahan , Swadaya Murni Petani (KKPE/KUR/Dukungan PPL Swadaya) , Sasaran Produksi , a. Fokus utama peningkatan produktivitas padi melalui SL- PTT berbasis kawasan adalah upaya pencapaian sasaran produksi padi tahun 2014 yang difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas di kawasan areal tanam SL-PTT padi seluas 4,625 juta ha, yang terdiri dari: 21

34 Draft 1) Kawasan Pertumbuhan seluas : ha. a. Padi inbrida sawah seluas ha yang dialokasikan di 56 Kabupaten/Kota pada 18 Provinsi. b. Padi inbrida pasang surut seluas ha yang dialokasikan di 17 Kabupaten/Kota pada 8 Provinsi. c. Padi inbrida rawa lebak seluas ha yang dialokasikan di 14 Kabupaten/Kota pada 5 Provinsi d. Padi inbrida lahan kering seluas ha yang dialokasikan di 78 Kabupaten/Kota pada 13 Provinsi. 2) Kawasan Pengembangan seluas : ha. a. Padi inbrida sawah seluas seluas ha yang dialokasikan di 190 Kabupaten/Kota pada 27 Provinsi. b. Padi hibrida seluas ha yang dialokasikan di 117 Kabupaten/Kota pada 14 Provinsi. c. Padi inbrida lahan kering seluas ha yang dialokasikan di 58 Kabupaten/Kota pada 9 Provinsi. 3) Kawasan Pemantapan seluas : ha. a. Padi inbrida sawah seluas ha yang dialokasikan di 345 Kabupaten/Kota pada 27 Provinsi. b. Padi inbrida lahan kering seluas ha yang dialokasikan di 44 Kabupaten/Kota pada 10 Provinsi. Alokasi SL-PTT Padi Tahun 2014, per Provinsi dan Kabupaten/Kota, disajikan pada Lampiran 2. 22

35 Draft b. Upaya peningkatan produksi padi di luar wilayah fokus Upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi areal di luar wilayah fokus dilakukan melalui serangkaian pembinaan, pengawalan, pendampingan dan bimbingan yang terkoordinasi dan terintegrasi dengan memanfaatkan benih bersubsidi, benih non subsidi dan atau benih dari sumbersumber lain, pupuk bersubsidi (urea, ZA, SP-36/Superphos, NPK dan pupuk organik), alsintan, SRI, Pertanaman oleh Kadin dan Grup Solaria, GP3K, dukungan APBD, cetak sawah baru, pemanfaatan hasil cetak sawah 2013, pengembangan jaringan irigasi, optimasi lahan dan swadaya murni petani melalu KKPE/KUR/Dukungan Penyuluh/PPL Swadaya. Areal yang dikelola dengan pola ini seluas 10,2 juta ha dengan kontribusi produksi sebesar 60 juta ton GKG. Agar upaya ini dapat berhasil maka dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan melalui dukungan dan gerakan yang luar biasa antara lain :(1). gerakan pengolahan tanah, (2). gerakan tanam dan panen serentak, (3). gerakan pemupukan berimbang, (4). gerakan penerapan teknologi, (5). gerakan pengendalian OPT, (6). gerakan penanganan panen dan pasca panen, dan (7). gerakan lainnya dengan dukungan dana APBN maupun APBD I dan APBD II serta dana masyarakat dan stakeholder. Penyuluh Pertanian/PPL, POPT dan PBT tetap harus melakukan pengawalan dan pendampingan pada areal 23

36 Draft tanam di luar SL-PTT. Pada prinsipnya semua dana yang ada dikelola oleh Dinas Pertanian dan Bakorluh/Bapeluh ditujukan untuk meningkatkan produksi padi dan jagung baik di areal SL-PTT maupun di luar areal SL-PTT. Posko I P2BN di Pusat, Posko II di Provinsi, Posko III di Kabupaten/Kota, Posko IV di Kecamatan/BPP, dan Posko V di Desa, agar dioperasionalkan secara optimal sesuai dengan Permentan Nomor 45 Tahun 2011 mengenai Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). 2. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun 2014 Fokus utama pencapaian sasaran produksi jagung tahun 2014 adalah peningkatan produktivitas melalui SL-PTT berbasis kawasan seluas 260 ribu ha. Sedangkan di luar fokus utama melalui upaya peningkatan produksi lainnya pada kawasan areal tanam seluas 3,59 ha dan perluasan areal tanam seluas 603 ribu ha, sebagaimana padatabel 5 berikut ini : 24

37 Draft Tabel 5. Upaya Pencapaian Sasaran Produksi Jagung Tahun 2014 No. Uraian Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton PK) 1 Peningkatan Produktivitas , a. SLPTT , b. Swasta , Perluasan Areal , a. Optimalisasi dengan Dukungan Subsidi Benih , b. Pengembangan Areal Tanam (Pemerintah Daerah) , Swadaya Murni Petani , Jumlah , a. Fokus utama peningkatan produktivitas jagung melalui SL-PTT berbasis kawasan adalah upaya pencapaian sasaran produksi jagung tahun 2014 yang difokuskan pada kegiatan peningkatan produktivitas jagung di kawasan areal tanam seluas 260 ribu ha yang terdiri dari : 1) Kawasan Pertumbuhan seluas : ha. a. Jagung hibrida seluas ha yang dialokasikan di 10 Kabupaten/Kota pada 7 Provinsi. b. Jagung komposit seluas ha yang dialokasikan di 64 Kabupaten/Kota pada 14 Provinsi. 2) Kawasan Pengembangan seluas : ha. a. Jagung hibrida seluas ha yang dialokasikan di 139 Kabupaten/Kota pada 24 Provinsi. 3) Kawasan Pemantapan seluas : ha. a. Jagung hibrida seluas ha yang dialokasikan di 29 Kabupaten/Kota pada 10 Provinsi. 25

38 Draft Alokasi SL-PTT Jagung Tahun 2014, per Provinsi dan Kabupaten/Kota, disajikan pada Lampiran 2. b. Upaya peningkatan produksi jagung di luar fokus utama peningkatan produktivitas dan produksi dilakukan dengan pembinaan, pendampingan dan bimbingan yang terkoordinasi dan terintegrasi dengan memanfaatkan benih bersubsidi, benih non subsidi dan atau benih dari sumbersumber lainnya, pupuk bersubsidi, dan swadaya murni petani serta stakeholders. Upaya ini diperkirakan mampu menyumbangkan produksi pada tahun 2014 sebesar 19,22 juta ton PK dari areal tanam seluas 4,20 juta ha. Upaya peningkatan produktivitas jagung agar dilakukan dengan perluasan penggunaan benih jagung hibrida produktivitas tinggi disamping peningkatan pemupukan berimbang. Lokasi-lokasi yang masih menggunakan varietas lokal dan varietas komposit produktivitas rendah agar diupayakan dapat diganti dengan jagung hibrida atau jagung komposit produktivitas tinggi. Upaya penggunaan benih jagung hibrida atau jagung komposit produktivitas tinggi, antara lain dapat dilakukan dengan : 1). mendekatkan para produsen benih jagung hibrida atau jagung komposit produktivitas tinggi kepada para petani, 2). memotivasi produsen benih tersebut melakukan demonstrasi di lokasi-lokasi sasaran, 3). mendorong kemitraan petani dengan produsen benih atau dengan 26

39 Draft pengusaha pakan ternak (konsumen jagung). Dengan demikian penggunaan benih jagung hibrida diharapkan dapat meningkat. Upaya perluasan areal tanam jagung agar diupayakan pula dengan peningkatan indeks pertanaman (IP) di lahan yang masih mempunyai potensi atau perluasan pada lokasi/lahan baru (Optimalisasi dengan dukungan subsidi benih dan pengembangan areal tanam oleh pemerintah daerah). 27

40 Draft IV. PTT PADI DAN JAGUNG Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung pada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment). PTT sebagai suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani serta sebagai suatu pendekatan pembangunan tanaman pangan khususnya dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung melalui SL-PTT telah dilaksanakan secara Nasional mulai tahun 2008 dan berlanjut hingga sekarang dengan berbagai perbaikan dan penyempurnaan dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. A. Prinsip-prinsip PTT. 1. Terpadu : PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu. 2. Sinergis : PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi. 3. Spesifik lokasi : PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat. 28

41 Draft 4. Partisipatif : Petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan (LL). B. Tahapan Penerapan PTT. 1. Langkah pertama penerapan PTT adalah pemandu lapangan bersama petani melakukan Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Identifikasi masalah peningkatan hasil di wilayah setempat dan membahas peluang mengatasi masalah tersebut, berdasarkan cara pengelolaan tanaman, analisis iklim/curah hujan, kesuburan tanah, luas pemilikan lahan, lingkungan sosial ekonomi. 2. Langkah kedua adalah merakit berbagai komponen teknologi PTT berdasarkan kesepakatan kelompok untuk diterapkan di lahan usahataninya. 3. Langkah ketiga adalah penyusunan RUK berdasarkan kesepakatan kelompok. 4. Langkah keempat adalah penerapan PTT. 5. Langkah kelima adalah pengembangan/replikasi PTT ke petani lainnya. C. Komponen PTT Padi. Komponen dasar/compulsory dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan. Komponen teknologi pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP 29

42 Draft memprioritaskan komponen teknologi dimaksud menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. Adapun komponen PTT padi dasar/compulsory, dikemukakan pada Tabel 6 sedangkan komponen pilihan pada Tabel 7 berikut. Tabel 6. Komponen PTT Padi Dasar Padi sawah irigasi Padi sawah tadah hujan Padi gogo Padi rawa lebak Varietas moderen (VUB, PH, PTB) Bibit bermutu dan sehat Pengaturan cara tanam (jajar legowo) Pemupukan berimbang dan efisien menggunakan BWD dan PUTS/petak omisi/permentan No. 40/2007 PHT sesuai OPT sasaran. Varietas moderen (VUB, PTB) Benih bermutu dan sehat Pengelolaan hara P dan K berdasar PUTS Pemberian bahan organik Pengendalian gulma terpadu Pergiliran varietas (VUB, PTB) Benih bermutu dan sehat Pemberian bahan organik Pemupukan berdasar status kesuburan tanah Konservasi tanah dan air Varietas moderen (VUB, PTB) Bibit bermutu dan sehat Pemupukan N granul, P dan K berdasarkan PUTS PHT sesuai OPT sasaran. Tabel 7. Komponen PTT Padi Pilihan Padi sawah irigasi Bahan organik/pupuk kandang/amelioran** Umur bibit Pengolahan tanah yang baik Pengelolaan air optimal (pengairan berselang) Pupuk cair (PPC, ppk organik, pupuk biohayati)/zpt, pupuk mikro) Penanganan panen dan pasca panen Padi sawah tadah hujan Pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll) Cara tanam dilarik dengan populasi tanaman tinggi menggunakan alat tanam row seeding PHT sesuai OPT sasaran Penanganan panen dan pasca panen Padi gogo Pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll) PHT sesuai OPT setempat Pengendalian gulma terpadu Pola tanam berbasis padi gogo Penanganan panen dan pasca panen Padi rawa lebak Pengelolaan tanaman yang meliputi populasi dan cara tanam (legowo, larikan, dll) Umur bibit Pengelolaan air, pembuatan saluran/ caren keliling Pengendalian gulma terpadu Penanganan panen dan pasca panen *: Komponen teknologi pilihan dapat menjadi compulsory apabila hasil KKP memprioritaskan komponen teknologi yang dimaksud menjadi keharusan untuk pemecahan masalah utama suatu wilayah, demikian pula sebaliknya bagi komponen teknologi dasar. **: Prioritas (Sumber : Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang 2012 dan Analisis) 30

43 Draft Adapun PTT padi di lahan pasang surut yaitu : 1).Penggunaan varietas unggul adaptif, 2). Pemupukan spesifik lokasi, 3). Amelioran (digunakan abu dan/atau kapur untuk meningkatkan ph), 4). Pengendalian terpadu untuk hama, penyakit dan gulma dan 5). Menggunakan alsin untuk pra dan pasca panen. Pengolahan tanah sempurna dimaksudkan untuk pencucian racun dan meratakan tanah.(sumber : Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang, 2012). D. Komponen PTT Jagung. Komponen dasar dan pilihan disesuaikan spesifik wilayah setempat yang paling tepat diterapkan. Komponen PTT Jagung dasar yaitu : 1). Varietas unggul baru, hibrida atau komposit, 2). Benih bermutu dan berlabel, 3). Populasi tanaman/ha dan 4). Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Sedangkan komponen PTT Jagung pilihan adalah : 1). Penyiapan lahan, 2). Pemberian pupuk organik, 3). Pembuatan saluran drainase pada lahan kering, atau saluran irigasi pada lahan sawah, 4). Pembumbunan, 5). Pengendalian gulma secara mekanis atau dengan herbisida kontak, 6). Pengendalian hama dan penyakit, dan 7). Panen tepat waktu dan pengeringan segera. Dalam rangka peningkatan Indeks Pertanaman (IP) 400 jagung, persyaratan yang harus dipenuhi adalah : 1). Lokasi tersedia cukup air saat diperlukan, terutama saat musim kemarau, 2). Lahan bebas genangan air saat musin hujan, 3). Tenaga kerja cukup tersedia setiap saat dan 4). Umur varietas yang ditanam tidak lebih 100 hari. 31

44 Draft E. Peran Komponen PTT. Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan pertumbuhan gulma, terhindar dari kelebihan dan kekurangan air, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam serta hasil yang tinggi. Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman mencapai hasil tinggi. Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu air sebagai pelarut sekaligus pengangkut hara dari tanah ke bagian tanaman. Kebutuhan akan air disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan meningkatkan hasil dan menekan terjadinya stres pada tanaman yang diakibatkan karena kekurangan dan kelebihan air. 32

45 Draft Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan mengendalikan serangan OPT dan DPI dengan meminimalkan kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang merugikan lingkungan. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada waktu dan cara yang tepat yaitu tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman, kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas. Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil. Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil tetap terjaga dan tidak tercecer. F. Pemilihan Teknologi PTT. Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani dalam melaksanakan SL-PTT adalah komponen teknologi PTT. Perakitan komponen teknologi budidaya dilakukan dengan cara penelusuran setiap alternatif komponen teknologi, jumlah yang mempengaruhi 33

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 1 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Nomor : 6/HK.310/C/1/2013 T E N T A N G PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR

PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR PEDNIS SL-PTT PADI DAN JAGUNG 2014 KATA PENGANTAR Padi (Beras) merupakan salah satu pangan pokok bagi Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, perkembangan perpadian (perberasan) di Indonesia telah mengalami

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2009 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara SALINAN PROVINSI MALUKU PERATURAN WALIKOTA TUAL NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2015 WALIKOTA TUAL,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Laporan Kinerja 2014 KATA PENGATAR

Laporan Kinerja 2014 KATA PENGATAR KATA PENGATAR Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 setiap Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian/Lembaga wajib menyusun Laporan Kinerja

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara

stakeholders dalam melaksanakan program pengembangan jagung secara KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sekarang ini jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 2010 KATA PENGANTAR Tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 63 TAHUN 2015

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 63 TAHUN 2015 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIDOARJO

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SERANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN/KOTA SE-NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSUSI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA BUPATI PENAJAM 9 PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 PERATURAN GUBERNUR BANTEN MOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, HASIL SEMBIRING NIP

DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Saat ini, jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SALINAN BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA SURABAYA TAHUN

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN:

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN: 1 RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN: PENDAMPINGAN PROGRAM SLPTT PADI DAN JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI ( HET ) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN PENETAPAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KEBUTUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN TENTANG WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PAREPARE TAHUN ANGGARANN

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG 1 PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI TANAM JAJAR LEGOWO DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Padi (Beras) merupakan salah satu pangan pokok bagi Indonesia. Sejak Indonesia merdeka,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BOGOR TAHUN

Lebih terperinci