PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
|
|
- Suparman Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi perlu ditetapkan Wilayah Bebas dari Korupsi di lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir; b. bahwa untuk mewujudkan Pencanangan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi perlu dibuat Pedoman Penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Pedoman Penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Republik
2 - 2 - Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890); 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah tujuh kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 10) ; 5. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212); 6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5136 sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 155); 7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; 8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrsasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman
3 - 3 - Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilaya Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; 9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala BAPETEN Nomor 01.Rev.2/K.OTK/V-04 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Tenaga Nuklir; 10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 12 Tahun 2008 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Badan Pengawas Tenaga Nuklir; 11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Pasal 1 ( 1 ) Pedoman Penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut Pedoman WBK, sebagaimana tersebut dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini. ( 2 ) Pedoman WBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memberikan acuan bagi kepala unit kerja, Tim Penggerak dan Tim Penilai WBK dalam melaksanakan penilaian Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan BAPETEN. Pasal 2
4 - 4 - Pasal 2 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Juni 2014 KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR JAZI EKO ISTIYANTO
5 KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS KORUPSI DILINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BAB I PENDAHULUAN A. Umum Pembangunan zona integritas merupakan bentuk komitmen dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk mendukung upaya pemerintah dalam percepatan pemberantasan korupsi, di samping itu zona integritas bertujuan mencegah praktek korupsi di lingkungan BAPETEN dan menjadi model pencegahan korupsi yang efektif dan terpadu. BAPETEN sebagai lembaga pemerintah berupaya mewujudkan good governance dan clean government, dengan cara melakukan penilaian dan penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada seluruh unit kerja. Kriteria WBK pada unit kerja yang dinilai merupakan tingkat kejadian korupsi, tanpa mengabaikan atribut lainnya seperti pelaksanaan tugas pokok, disiplin dan tertib kepegawaian. Kriteria tersebut menjadi dasar untuk menentukan pendeklarasian status suatu unit kerja di lingkungan BAPETEN sebagai wilayah bebas dari korupsi. Ide ini sebagai bentuk perwujudan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Bahan penilaian utama untuk menetapkan status suatu unit kerja sebagai WBK bersumber dari hasil pengawasan, baik dari aparat pengawas internal yaitu Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) maupun eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penetapan status suatu unit kerja sebagai wilayah bebas dari korupsi merupakan cerminan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), dan kemampuan unit kerja yang bersangkutan dalam menciptakan statusnya sebagai wilayah bebas dari korupsi. B. Maksud
6 - 2 - B. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan Pedoman WBK ini untuk memberikan acuan bagi Pimpinan unit kerja, dan Tim Penggerak WBK yang dibentuk oleh Kepala BAPETEN dalam melakukan penilaian kriteria WBK di lingkungan BAPETEN. Tujuan penyusunan pedoman ini untuk menetapkan WBK di lingkungan BAPETEN. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup pelaksanaan WBK di lingkungan BAPETEN, meliputi: (a) Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. (b) Komitmen Pimpinan Unit Kerja terhadap Percepatan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi. (c) Penetapan Kinerja. (d) Penetapan Area WBK. (e) Monitoring dan Evaluasi. D. Definisi Dalam Pedoman WBK ini, yang dimaksud dengan : 1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 3. Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan pemeriksaan, reviu, pemantauan, evaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi, sosialisasi dan konsultasi terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan kenyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan lembaga dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. 4. Pemeriksaan
7 Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 5. Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian negara, lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. 6. Akuntabilitas adalah wujud pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara mulai dari tingkat kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas dari program tersebut. 7. Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 8. Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. 9. Efektif adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu singkat dan dapat dipertanggungjawabkan. 10. Efisien adalah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. 11. Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat WBK adalah unit kerja setingkat Eselon II dan Eselon III Mandiri di lingkungan BAPETEN yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. 12. Pungutan liar adalah pungutan terhadap orang/badan yang tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan tugas/jabatan BAPETEN. 13. Penilaian
8 Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran unit kerja. 14. Tim Penggerak WBK adalah tim yang dibentuk oleh Kepala BAPETEN yang mempunyai tugas menggerakkan, mengarahkan dan memfasilitasi upaya penetapan wilayah bebas dari korupsi. 15. Tim Penilai WBK adalah tim yang dibentuk oleh Kepala BAPETEN yang mempunyai tugas menilai dan mengusulkan calon unit kerja sebagai wilayah bebas dari korupsi. 16. Pakta Integritas adalah pernyataan atau janji tentang komitmen untuk melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk dengan pihak lain. 17. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cumacuma, dan fasilitas lainnya. BAB II
9 - 5 - BAB II PENILAIAN DAN PENETAPAN UNIT KERJA BERPREDIKAT WBK A. KRITERIA WBK ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap 2 (dua) kriteria, yaitu penilaian terhadap indikator proses dan indikator hasil. Penilaian dan penetapan unit kerja berpredikat WBK hanya dapat dilakukan pada K/L dan Pemda yang telah memperoleh opini serendah-rendahnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangannya. Penilaian dan penetapan unit kerja calon WBK dilaksanakan oleh Tim Penggerak WBK, dengan kriteria sebagai berikut : a. Indikator Proses Indikator Proses adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat penerapan 20 kegiatan dalam rangka pencegahan korupsi. Penilaian mandiri terhadap indikator proses dilaksanakan oleh Tim Penilai Indikator (TPI) dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi (Lampiran 3 dan Lampiran 4), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman ini. Rincian bobot indikator proses pada 20 kegiatan tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Rincian Bobot Indikator Proses Sebagai Syarat Penilaian Unit Kerja Berpredikat WBK. NO UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT (%) 1 Penandatanganan Dokumen Pakta 5 Integritas 2 Pemenuhan Kewajiban LHKPN 6 3 Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja 6 4 Pemenuhan Kewajiban Laporan 5 Keuangan 5 Penerapan Kebijakan Disiplin PNS*) 5 6. Penerapan
10 -6-6 Penerapan Kode Etik Khusus 7 Penerapan Kebijakan 4 Pelayanan 6 System 6 Publik*) 8 Penerapan Whistleblower Tindak Pidana Korupsi 9 10 Program Pengendalian Gratifikasi 6 Penanganan Kepentingan 6 Kegiatan Pendidikan/Pembinaan dan 6 Benturan (Conflicts of Interest) 11 Promosi Anti Korupsi 12 Pelaksanaan saran perbaikan yang 5 Kebijakan Pembinaan 4 Kebijakan Pelaporan 6 diberikan oleh BPK/KPK/APIP 13 Penerapan Purna Tugas*) 14 Penerapan Transaksi Keuangan yang Tidak Sesuai dengan Profil oleh PPATK 15 Promosi Jabatan Secara Terbuka*) 3 16 Rekrutmen Secara Terbuka 3 17 Mekanisme Pengaduan Masyarakat 6 18 E-Procurement 6 19 Pengukuran Kinerja Individu *) 3 20 Keterbukaan Informasi Publik 3 b. Indikator Hasil Indikator Hasil adalah indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas pencegahan korupsi melalui pelaksanaan 20 kegiatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penilaian mandiri terhadap indikator hasil dilakukan oleh TPI dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi (Lampiran 3 dan Lampiran 4), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman ini. Rincian bobot indikator hasil tertera pada Tabel 2. Tabel 2
11 -7- Tabel 2. Nilai Indikator Hasil yang Harus Dicapai dalam Penetapan Unit Kerja Berpredikat WBK. NO 1 UNSUR INDIKATOR HASIL Nilai indeks NILAI 7,0 integritas*) KETERANGAN Skala 0-10 Berdasarkan instrumen KPK 2 Penilaian Kinerja 550 Unit Pelayanan Skala Berdasarkan Publik PermenPAN dan RB Nomor 38 Tahun Persentase kerugian 0% Dalam 2 tahun terakhir negara (KN) yang Berdasarkan penilaian belum diselesaikan APIP, BPK atau (%) Keputusan Aparat Penegak Hukum (APH) 4 Persentase 3% maksimum temuan terakhir in-efektif (% Berdasarkan penilaian anggaran) 5 Persentase APIP dan BPK 5% maksimum temuan Berdasarkan penilaian anggaran) Persentase maksimum jumlah pegawai yang Dalam 2 tahun terakhir in-efisien (% 6 Dalam 2 tahun APIP dan BPK 1% Dalam 2 tahun terakhir 0% jika jumlah dijatuhi hukuman pegawai <100 orang; disiplin karena 1% jika jumlah penyalahgunaan pegawai 100 orang keuangan. 7. Presentase
12 - 8-7 Persentase pengaduan masyarakat yang belum ditindaklanjuti **) 8 Persentase pegawai yang melakukan tindak pidana korupsi. 5% Pengaduan yang telah >60 hari 0% Dalam 2 tahun terakhir berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Penilaian terhadap unit kerja yang akan diusulkan untuk mendapat predikat WBK menggunakan indikator proses dan indikator hasil dilakukan berdasarkan data selama dua tahun anggaran terakhir. Contoh: Jika penilaian dilakukan pada bulan November 2014, maka data yang diperlukan untuk penilaian adalah data tahun 2012 dan data terakhir tahun anggaran yang sedang berjalan, tahun B. SELEKSI UNIT KERJA CALON WBK Seleksi penetapan unit kerja calon WBK dilaksanakan oleh Tim Penggerak WBK yang secara aktif menyeleksi dan menilai unit kerja calon WBK. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan analisis deskriptif baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tujuannya untuk mendapatkan gambaran kinerja unit kerja, khususnya dari sudut pandang minimalisasi tindak korupsi. Seleksi terhadap unit kerja yang akan ditetapkan sebagai WBK mengacu pada mekanisme sebagai berikut: 1. Usulan dari Tim Kerja Pembinaan Tim Kerja Pembinaan beranggotakan perwakilan dari unit di lingkungan BAPETEN yang bertugas: a. Melakukan sosialisasi di lingkungan unit kerjanya mengenai Pedoman Pembentukan WBK berikut kriterianya; b. Mengusulkan unit kerja di lingkungannya untuk diuji coba sebagai WBK kepada Tim Kerja Penilaian. 2. Usulan
13 Usulan dari Tim Kerja Penilaian Inspektorat BAPETEN sebagai Tim Kerja Penilaian yang bertugas: a. Mengumpulkan data dan informasi berdasarkan laporan hasil pemeriksaan APIP dan BPK; b. Menganalisis dengan membandingkan data dan informasi yang didapat dari unit kerja dengan kriteria yang telah ditetapkan; c. Mengusulkan unit kerja yang akan diuji coba sebagai WBK kepada Tim Penggerak Penetapan WBK BAPETEN. C. PENILAIAN DAN PENETAPAN UNIT KERJA CALON WBK Penilaian dan penetapan unit kerja calon WBK dilaksanakan oleh Tim Penetapan WBK dengan mekanisme sebagai berikut: a. Unit kerja calon WBK dinilai berdasarkan kriteria indikator proses dan indikator hasil; b. Hasil penilaian dari kriteria indikator hasil dan indikator proses digunakan untuk menentukan pemeringkatan (grade) persyaratan WBK; c. Apabila unit kerja calon WBK telah memenuhi pemeringkatan (grade) persyaratan WBK, maka ditetapkan sebagai unit kerja uji coba WBK dengan Keputusan Sekretaris Utama selaku penanggung jawab penerapan WBK di lingkungan BAPETEN. Unit kerja yang diusulkan WBK, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Hasil Evaluasi LAKIP yang dilakukan Inspektorat minimal CC; b. Tidak ditemukan adanya pelanggaran disiplin pegawai di unit kerjanya; c. Hasil pemeriksaan BPK dan Inspektorat BAPETEN tidak ditemukan adanya kasus kerugian negara; d. Tidak adanya kasus pidana di unit kerjannya. D. UJI COBA Uji coba dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa status unit kerja yang akan dinyatakan sebagai WBK. Masa uji coba penerapan WBK dilakukan 3 (tiga) bulan. Apabila dalam asa uji coba tersebut terdapat pengaduan/sanggahan akan dilakukan pemeriksaan/klarifikasi, dan jika terbukti
14 terbukti benar, maka unit kerja tersebut menjadi tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan, sehingga tidak dapat ditetapkan sebagai WBK. Selama masa uji coba tersebut dilakukan monitoring terhadap unit kerja yang bersangkutan baik oleh Tim Penetapan WBK. E. PENETAPAN DAN PENCABUTAN Penetapan WBK dilakukan oleh Kepala BAPETEN jika dalam masa percobaan tidak terdapat kejadian yang dapat mengakibatkan unit kerja yang bersanggkutan menjadi tidak memenuhi kriteria. Status WBK ditetapkan berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat dikukuhkan kembali oleh Kepala BAPETEN selama unit kerja tersebut mampu mempertahankan kriteria yang telah ditetapkan. F. PENGHARGAAN (REWARD) DAN SANKSI (PUNISHMENT) a. Unit kerja yang mendapat predikat WBK diberikan penghargaan (reward) berupa sertifikat penghargaan dari Kepala BAPETEN; b. Unit kerja yang telah dilakukan penilaian, tetapi belum memenuhi persyaratan yang WBK dan selama 2 (dua) tahun sejak dilakukan penilaian oleh Tim Penetapan WBK belum mampu memenuhi kriteria WBK dikenakan sanksi (punishment) berupa teguran dari Kepala BAPETEN. G. REVIU Sebelum Tim Penetapan WBK menyampaikan hasil penilaiannya kepada Kepala BAPETEN, maka dilakukan evaluasi oleh Tim Penetapan WBK untuk memperoleh keyakinan bahwa proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penetapan WBK telah sesuai (compliant) dengan ketentuan termasuk tahap-tahap yang tercantum dalam Pedoman ini. Pelaksanaan reviu dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) dengan menelaah bukti-bukti pelaksanaan Penilaian mandiri, tanpa menilai kebenaran material hasil Penilaian mandiri. Untuk itu, pimpinan K/L dan Pemda menyampaikan permohonan reviu kepada Menteri PAN dan RB atas hasil Penilaian mandiri yang dilakukan oleh TPI. H. Penetapan
15 H. PENETAPAN Berdasarkan rekomendasi dari Tim Penetapan WBK, Kepala BAPETEN dapat menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBK. Penetapan unit kerja berpredikat WBK dituangkan dalam Keputusan Kepala BAPETEN, disertai pemberian piagam/piala/trofi, dan bentuk penghargaan lainnya. Penetapan predikat WBK berlaku sesuai yang tertera dalam Surat Keputusan Kepala BAPETEN yang bersangkutan, dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya terdapat kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator bebas dari korupsi. Penetapan predikat WBK dan penyerahan piagam/piala/trofi, atau penghargaan lainnya, diharapkan dapat dilaksanakan pada Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahun, atau pada acara yang dikaitkan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia. BAB III
16 BAB III PEMBINAAN Tim Penetapan WBK, pimpinan Eselon I, dan pimpinan Unit Kerja wajib melakukan pembinaan di lingkungan unit kerja yang dipimpinnya. Pembinaan tersebut dilakukan untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya korupsi. Pimpinan Eselon I dan pimpinan unit kerja berkewajiban untuk membuat sistem pengendalian yang berorientasi pada upaya pencegahan terjadinya tindak kecurangan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi dan bersama Tim Penetapan WBK melakukan indentifikasi atas resiko-resiko yang pontensial yang mungkin dapat menghambat tercapainya tujuan organisasi. Pembinaan dapat dilakukan melalui pengawasan meliputi pengawasan melekat, pengawasan fungsional dan pengawasan oleh masyarakat. A. ASPEK ORGANISASI Pimpinan unit kerja wajib melakukan pembinaan dengan menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif, melalui: 1. Penegakan Komitmen dan Nilai Etika Pimpinan unit kerja dalam penegakan komitmen dan nilai etika memberikan keteladanan dan diwujudkan dalam deklarasi sasaran kinerja tahunan serta melaporkan kekayaan yang dimilikinya secara berkala kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 2. Kepemimpinan yang Kondusif Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi pimpinan unit kerja harus mampu mempertimbangkan resiko dalam pengambilan keputusan, menerapkan manajemen berbasis kinerja, melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat bawahannya, merespon positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program dan kegiatan, serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusif melalui sosialisasi tujuan organisasi, dan memberdayakan sistem Pengawasan
17 pengawasan intern maupun ekstern agar cara kerjanya tidak bersifat individual. 3. Pembentukan Struktur Organisasi yang Sesuai dengan Kebutuhan Pimpinan unit kerja yang mempunyai anggaran mandiri berupa Daftar Isian Program dan Anggaran (DIPA) menetapkan pejabat pengelola anggaran sekurang-kurangnya terdiri dari: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (P4), Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan, serta petugas Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN), selain itu membentuk organisasi penunjang, antara lain panitia/pejabat pengadaan barang/jasa, panitia pemeriksa dan penerima barang/jasa yang dilengkapi dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya serta penanggung jawab kegiatan disesuaikan dengan tupoksi masingmasing. 4. Pendelegasian Wewenang yang Tepat Pendelegasian wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan program/kegiatan dengan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, melalui penegasan wewenang dan tanggung jawab secara rinci dan jelas, bekerja taat asas diikuti dengan penegakan aturan secara konsisten tanpa pengecualian, didukung keahlian, ketrampilan dan legalitas pejabat yang menerima pendelegasian. 5. Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: a. Pemetaan terhadap profil kompetensi SDM dengan baik; b. Terdapat ukuran (indikator) kinerja, jabatan dan pegawai yang dapat dilaksanakan dan dievaluasi dengan baik; c. Setiap orang dinilai berdasarkan prestasi; d. Mutasi, rotasi, dan promosi berdasarkan pada kepentingan lembaga untuk membangun budaya kerja/organisasi yang berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai dan lembaga; e. Latar
18 e. Latar belakang pendidikan, integritas baik, dan kompetensi yang lengkap. 6. Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah Terkait. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait diwujudkan dengan adanya forum komunikasi antarinstansi pemerintah terkait. B. ASPEK TATA LAKSANA Pimpinan unit kerja dalam rangka pembinaan harus dikaitkan dengan kebijakan dan prosedur dan harus ditetapkan secara tertulis, dan terhadap prosedur yang telah ditetapkan wajib dilaksanakan, serta dilakukan evaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Selain itu, pimpinan unit kerja wajib menetapkan indikator kinerja, target dan capaian kinerja secara berkala, yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan program/kegiatan yang telah ditetapkan. Untuk peningkatan kualitas pelayanan publik unit kerja yang mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), perlu dijelaskan lebih lanjut standar pelayanan apa saja yang telah, sedang, dan akan disusun, bagaimana standar pelayanan tersebut diketahui oleh masyarakat, bagaimana masyarakat dilibatkan dalam pemantauan terhadap standar pelayanan yang diterbitkan, serta bagaimana dampak dari peningkatan kualitas pelayanan publik terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Pimpinan unit kerja wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian pada unit kerjanya. C. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) Pimpinan unit kerja dalam melakukan pembinaan SDM sekurang kurangnya wajib: 1. Mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai dan strategi instansi kepada pegawai; 2. Membuat strategi perencanaan dan pembinaan SDM yang mendukung pencapaian visi dan misi; 3. Membuat uraian jabatan, program pendidikan dan latihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin
19 disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir; dan 4. Menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap peraturan kepegawaian. D. ASPEK SARANA Pembinaan terhadap aspek sarana dilakukan untuk memastikan akurasi, kelengkapan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana yang dimilik oleh unit kerja. 1. Pembinaan akurasi dilakukan melalui evaluasi secara berkala terhadap tingkat akurasi sarana yang dimiliki unit kerja, misalnya kalibrasi peralatan laboratorium untuk menjaga akurasi hasil pengujian dalam rangka peningkatan kredibilitas dan kontinuitas pelayanan dari unit kerja; 2. Pembinaan kelengkapan sarana dilakukan dengan inventarisasi keadaan fisik sarana untuk mengetahui kondisi sarana agar selalu siap digunakan untuk mendukung operasional unit kerja; 3. Pembinaan pemanfaatan sarana dilakukan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan sarana yang dimiliki unit kerja dan menghindari terjadinya kondisi pemanfaatan sarana di bawah kapasitas (idle capacity); 4. Pembinaan pemeliharan sarana dilakukan baik pada perangkat keras maupun perangkat lunak yang dimiliki agar selalu siap digunakan untuk mendukung operasional kegiatan unit kerja. BAB IV
20 BAB IV MONITORING DAN EVALUASI A. MONITORING Monitoring dan evaluasi penetapan WBK dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan, kendala dan solusi penyelesaiannya serta tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan pelaksanaan kegiatan. Hasil monitoring dan evaluasi dalam bentuk laporan tertulis, wajib disampaikan oleh Tim Penggerak Penetapan WBK melalui Kepala Inspektorat kepada Kepala BAPETEN sebagai bentuk pertanggungjawaban berkala setiap akhir tahun. secara Tim Penggerak Penetapan WBK bersama dengan Pimpinan unit kerja wajib melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap unit kerja yang diuji coba dan ditetapkan sebagai wilayah bebas dari korupsi. Monitoring dilaksanakan oleh Tim Penggerak WBK secara berkelanjutan, sedangkan evaluasi dilaksanakan oleh pihak internal (unit kerja) maupun eksternal (Tim Penggerak WBK) melalui penilaian sendiri, reviu dan pengujian terhadap efektivitas rekomendasi yang telah diberikan. B. EVALUASI Laporan monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penetapan WBK di BAPETEN. Laporan dibuat oleh Tim Penggerak Penetapan WBK secara berkelanjutan setiap akhir tahun. BAB V
21 BAB V PENUTUP Pedoman Penetapan WBK disusun untuk menjadi acuan dalam menetapkan WBK pada unit kerja di BAPETEN. Untuk membangun zona integritas menuju WBK di BAPETEN, perlu adanya komitmen dari pimpinan BAPETEN, pimpinan eselon I, pimpinan unit kerja dan seluruh pegawai BAPETEN untuk mendukung terwujudnya penerapan WBK di BAPETEN. Terwujudnya penerapan WBK pada unit kerja di BAPETEN, apabila adanya usaha nyata dari unit kerja sebagai berikut: a. Adanya komitmen Pimpinan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); b. Melaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan tepat; c. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) secara melekat yang berorientasi pada pencegahan terjadinya korupsi; d. Menindaklanjuti temuan hasil audit Inspektorat dan BPK dengan tepat waktu; e. Secara mandiri menciptakan inovasi aksi pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan unit kerjanya, baik yang bersifat preventif maupun represif. Pedoman WBK ini bersifat dinamis yang dapat diperbaharui atau disempurnakan sesuai kebutuhan seiring dengan perkembangan strategis atas masukan-masukan dari pimpinan dalam rangka mencegah terjadinya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme di BAPETEN. KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, JAZI EKO ISTIYANTO
BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: 080/KA/III/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang
Lebih terperinciBATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: 080/KA/III/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang
Lebih terperinciMENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 20 TAHUN 2012
PERATURAN MENTERI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI, Menimbang : a. bahwa Pakta Integritas
Lebih terperinci2012, No1294.
5 2012, No1294. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI
Lebih terperinciSetyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI
Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Menteri PAN dan RB, pelaksanaan proses pembangunan zona integritas harus dilaksanakan dengan perencanaan yang baik, karena di sini akan menentukan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI
Lebih terperinciSOSIALISASI PEDOMAN MENTERI PAN DAN RB NOMOR 20 TAHUN 2012
SOSIALISASI PEDOMAN MENTERI PAN DAN RB NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH Jakarta,
Lebih terperinciMenteri adalah Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2015 LEMSANEG. Zona Integritas. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH
Lebih terperinciMEMBANGUN ZONA INTEGRITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN WILAYAH BEBAS KORUPSI DAN MELAYANI
MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN WILAYAH BEBAS KORUPSI DAN MELAYANI OLEH : MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI JAKARTA, 14 FEBRUARI 2012
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciDIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM POLDA METRO JAYA
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM POLDA METRO JAYA SOSIALISASI PEDOMAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI (WBBM) DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciMENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
Lebih terperinciPERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL
KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS
Lebih terperinciBUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 504 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT
S A L I N A N BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembar
No.632, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan Benturan Kepentingan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA /PERMEN-KP/2017 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DAN PENETAPAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI/WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepoti
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2015 BNP2TKI. Zona Integritas. Pembangunan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciSURAT EDARAN MENPAN & RB NOMOR : 60 TAHUN 2012
SURAT EDARAN MENPAN & RB NOMOR : 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN ZONA INTERGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA
Lebih terperinciPEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WBK DAN WBBM
PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WBK DAN WBBM Jakarta, Mei 2015 DAFTAR ISI Halaman Pengertian.... 2 Syarat Penetapan WBK/WBBM. 3 Komponen Pengungkit dan Hasil. 3 I. Komponen Pengungkit... 3 II. Komponen
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.483, 2011 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DAN PENETAPAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH
Lebih terperinciNegara Republik Indonesia Nomor 4355);
BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR :2g TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENPAN & RB NOMOR : 60 TAHUN 2012
PERATURAN MENPAN & RB NOMOR : 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN
Lebih terperinci2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M
No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN
Lebih terperinciBUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem
BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN N RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1123, 2014 KEMEN KP. Pengawasan. Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN
BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciBMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015
BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta 10720 Phone : (62 21) 65866230, 65866231, Fax : (62
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI
BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar
No.924, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN
Lebih terperinci2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA
Lebih terperinciSOSIALISASI PERATURAN MENTERI PAN DAN RB NOMOR 20 TAHUN 2012
SOSIALISASI PERATURAN MENTERI PAN DAN RB NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH Sentul,
Lebih terperinciSALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 30 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, karena korupsi berakibat secara signifikan terhadap segala aspek kehidupan, khususnya aspek sosial dan ekonomi.
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DAN APARATUR SIPIL NEGARA DI
Lebih terperinci2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.822, 2017 KEMENLU. Pengawasan Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN DI KEMENTERIAN
Lebih terperinciEVALUASI REFORMASI BIROKRASI INSTANSI PEMERINTAH
EVALUASI REFORMASI BIROKRASI INSTANSI PEMERINTAH SASARAN REFORMASI BIROKRASI pemerintahan belum bersih, kurang akuntabel dan berkinerja rendah pemerintahan belum efektif dan efisien pemerintahan yang bersih,
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR AUDIT DAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN BAGI APARAT PENGAWAS INTERN
Lebih terperinciPenguatanPengawasan Pengawasan dan Akuntabilitas. Outline Paparan
PenguatanPengawasan Pengawasan dan Akuntabilitas Bahan Asistensi RB Daerah Hendro Witjaksono, AK, Macc. Outline Paparan Penguatan Pengawasan Penerapan SPIP. Peningkatan kapasitas APIP. Pembangunan Zona
Lebih terperinci1. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai
1. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam
Lebih terperinciPENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS APARATUR DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS APARATUR DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI Herry Yana Sutisna Deputi Bidang Pengawasan dan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA,
PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BANDUNG
TAHUN : 2010 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 49 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR :. 944 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011
BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà
- 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
- 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam
Lebih terperinciPENGUATAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PENGUATAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI ASISTEN DEPUTI PEMANTAUAN DAN EVALUASI AKUNTABILITAS KINERJA
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciBUPATI PENAJAM PASER UTARA
a BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
Lebih terperinciSetyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama
Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL
1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.78,2016 Inspektorat Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH. BIROKRASI. Pedoman.Pembangunan.Zona Integritas. Bebas Dari Korupsi. Birokrasi Bersih. BUPATI BANTUL DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.539, 2015 BNP2TKI. Laporan Harta Kekayaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,
SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH OLEH INSPEKTORAT KABUPATEN
Lebih terperinciMENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Jl. Ki Hajar Dewantoro 80 Jebres Kotak Pos 187 Surakarta 57126 Telp. (0271) 641442 Fax. (0271)648920 E-mail : rsjsurakarta@jatengprov.go.id
Lebih terperinci2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun
No.729, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Konflik Kepentingan Pencegahan dan Penanganan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dipandang perlu menetapkan Pedoman Pengawasan Intern dengan Peraturan Me
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1042, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Pengawasan. Intern. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
Lebih terperinciBUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM INTERNAL AUDIT (INTERNAL AUDIT CHARTER) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS (ZI) MENUJU WILAYAH BEBAS KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH & MELAYANI (WBBM) PADA DIREKTORAT JENDERAL
PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS (ZI) MENUJU WILAYAH BEBAS KORUPSI (WBK) DAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH & MELAYANI (WBBM) PADA DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT 1 INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) Posisi Indonesia
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciKEPUTUSAN KECAMATAN CICURUG KABUPATEN SUKABUMI NOMOR : 30 Tahun 2018
PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI KECAMATAN CICURUG Jalan Siliwangi Nomor 111 Telepon (0266) 731002 Faksimil (0266) 731002 Website: sidikcicurug@yahoo.com email: cicurug.marema@gmail.com CICURUG 43359 KEPUTUSAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI
Lebih terperinciPEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MELALUI PELAYANAN PUBLIK INSPEKTORAT JENDERAL 2016
PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS MELALUI PELAYANAN PUBLIK INSPEKTORAT JENDERAL 2016 SASARAN REFORMASI BIROKRASI Maraknya KKN Rendahnya Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Buruknya Pelayanan Publik 8 Area Perubahan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.576, 2015 BKPM. Benturan Kepentingan. Pengendalian. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMBAGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WBK / WBBM DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA DENPASAR
RENCANA KERJA PEMBAGUNAN ZONA INTEGRITAS MENUJU WBK / WBBM DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA DENPASAR A. DASAR 1. Peraturan Menteri Pendayagunanaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciKONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN
KONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN 1. Peran APIP harus lebih diitingkatkan agar permasalahan terkait masih adanya Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah yang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.738, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS. Kinerja Kelembagaan. Anggaran. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1105, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Good Public Governance. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO, PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang bahwa
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang
Lebih terperinci