DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

2 DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TEN TANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 2. Menimbang ; a. bahwa penyelenggaraan tugas kewajiban negara, khususnya oleh aparat penyelenggara pemerintahan dan perekonomian nasional perlu diberikan pelayanan dan perlindungan sebaikbaiknya kepada anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah, peradilan, lembagalembaga negara Iainnya sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik dan benar menurut hukum yang demokratis dan berintikan keadilan; 3. b bahwa pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk Pemerintah mohon penjelasan mengenai frasa "Republik Indonesia" yang ditempatkan setelah kata "Ombudsman" karena hal ini terkait dengan kelembagaan negara sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan, seperti lembaga yang kita kenal selama ini yakni : Kejaksaan Republik Indonesia; Kepolisian Negara Republik Indonesia; Bank Indonesia; Pemerintah mempertanyakan apakah Ombudsman akan disejajarkan dengan lembaga tersebut di atas atau dengan lembaga negara Iainnya. Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: a bahwa aparat penyelenggara negara, khususnya oleh aparat penyelenggara pemerintahan, perekonomian, peradilan, dan lembaga negara Iainnya wajib meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada anggota masyarakat, sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang balk dan benar menurut hukum yang demokratis dan berintikan kebenaran dan keadilan; Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: b bahwa penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya untuk menciptakan pemerintahan

3 menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan efisien, meningkatkan kesejahteraan secara merata kepada masyarakat dan menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara dan penduduk Indonesia; 4. c bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan negara merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, pelayanan wewenang atau jabatan oleh aparatur dapat dihapuskan; 5. d bahwa dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat agar penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat senantiasa berlangsung secara adil, patut dan benar penu dibentuk lembaga Ombudsman Republik Indonesia yang mandiri; 6. e bahwa lembaga Ombudsman Republik Indonesia mengemban fungsi melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara kepada masyarakat agar menjadi lebih lancar, jujur, bersih, transparan serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; 7. f bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Ombudsman yang baik, bersih, dan efisien, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan secara merata dan menciptakan keadilan dan kepastian hukum kepada anggota masyarakat; Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: c bahwa pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengawasan terhadap penyelenggara negara merupakan implementasi demokrasi yang penu dikembangkan dan diaplikasikan agar penyalahgunaan wewenang atau jabatan oleh aparatur dapat dihapuskan; Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan yang menggabungkan rumusan huruf d dan huruf e sebagai berikut: d bahwa dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat agar terwujud aparatur penyelenggara negara yang jujur, bersih, transparan serta bebas dan korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlu dibentuk lembaga Ombudsman Republik Indonesia yang mandin sebagai pengawas eksternal; Dihapus karena sudah tertampung dalam huruf d, sehingga huruf e menjadi huruf d dan huruf f menjadi huruf e. Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: e bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Ombudsman

4 Republik Indonesia; 8. Mengingat : 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 9. 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara Nomor 125 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4150); 12. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Republik Indonesia; Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena Undang- Undang ini tidak terkait secara langsung atau sebagai undang-undang yang memerintahkannya. Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena Undang- Undang ini tidak terkait secara langsung atau sebagai undang-undang yang memerintahkannya. Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena Undang- Undang ini tidak terkait secara langsung atau sebagai undang-undang yang memerintahkannya.

5 13. MEMUTUSKAN: MENETAPKAN : UNDANG-UNDANG TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. 14. BAB I KETENTUAN UMUM 15. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : Ombudsman Republik Indonesia selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang diadakan untuk mengawasi penyelenggaraan tugas pelayanan negara di pusat dan daerah kepada masyarakat, oleh aparat penyelenggara negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut : Pasal 1 angka 1, diubah sebagai berikut: 1 Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga yang mandiri untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan negara. Catatan : Pemerintah mengusulkan agar ada suatu ketentuan yang menyatakan bahwa ombudsman dibentuk oleh Undang- Undang ini dan struktur organisasinya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Dengan Undang-Undang ini juga dapat dibentuk ombudsman di daerah, yang pembentukannya sesuai dengan kemampuan daerah. Pemerintah mempertanyakan mengenai istilah "lembaga negara" kaitannya dengan lembaga ombudsman. Dipertanyakan pula mengenai sejauhmana kewenangan Ombusman untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara. Kewenangan mengawasi harus dijabarkan dalam RUU agar tidak tumpang tindih dengan tugas pengawasan yang

6 17. 2 Ombudsman Nasional adalah Ombudsman yang berkedudukan di ibukota negara menangani tindakan maladministrasi yang terjadi di seluruh wilayah Republik Indonesia Ombudsman Daerah adalah lembaga daerah yang diadakan untuk mengawasi penyelenggaraan tugas pelayanan pemerintahan daerah kepada masyarakat di daerah provinsi dan/atau daerah kabupaten / kota Lembaga negara adalah lembaga yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan kekuasaan negara di pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan lainnya Lembaga daerah adalah lembaga yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan kekuasaan negara di daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar clan peraturan perundang-undangan lainnya Pejabat penyelenggara negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta setiap pejabat dalam instansi, badan, lembaga, atau organisasi yang: dilakukan oleh lembaga negara yang lain. Kewenangan mengawasi 1 melakukan klarifikasi; 2 monitoring atau; 3 pemeriksaan atas laporan masyarakat Pemerintah mengusulkan dihapus dan hal ini tergantung pada kesepakatan hasil pembahasan DIM No. 16 Pemerintah mengusulkan dihapus dan hal ini tergantung pada kesepakatan hasil pembahasan DIM No. 16 Pemerintah mengusulkan dihapus karena lembaga negara tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Jika hal ini dipertahankan, Pemerintah mengusulkan agar ditempatkan dalam penjelasan umum. Pemerintah mengusulkan dihapus karena lembaga negara tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah mohon penjelasan terlebih dahulu mengenai "Lembaga daerah". Pemerintah mempertanyakan istilah "Pejabat Penyelenggara Negara". Pemerintah berpendapat bahwa istilah yang digunakan dalam UU No. 28 Tahun 1999 adalah "Penyelenggara Negara". 22. a melaksanakan sebagian tugas pemerintahan Pembahasan DIM ini tergantung hasil pembahasan DIM No.

7 dan/atau bertugas melaksanakan pelayanan publik kepada setiap orang, pejabat, kelompok, atau masyarakat organisasi profesi; 23. b bertugas melaksanakan dan menegakkan hukum; dan 24. c mengadili, melindungi, dan membantu pencari keadilan Penegak Hukum adalah pejabat yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk menegakkan hukum menurut peraturan perundang-undangan Departemen adalah lembaga pemerintahan yang dipimpin oleh menteri Dewan adalah organ, badan, komisi, atau organisasi yang didirikan berdasarkan undang-undang, keputusan presiden, keputusan menteri, atau keputusan kepala daerah Dewan Perwakilan Rakyat Repulik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah lembaga negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan lainnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga legislatif di pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, atau kota sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan Kepala daerah adalah kepala daerah provinsi (Gubernur), kabupaten/kota (Bupati/Walikota) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan Menteri yang bertanggung jawab adalah menteri yang lembaganya ataupun pejabatnya dilaporkan kepada 21. Pembahasan DIM ini tergantung hasil pembahasan DIM No. 21. Pembahasan DIM ini tergantung hasil pembahasan DIM No. 21. Pemerintah mempertanyakan mengenai istilah "Penegak Hukum" karena dalam substansi istilah tersebut tidak disebutkan atau digunakan. Pemerintah menyarankan agar pengertian "Departemen" dimasukkan dalam penjelasan pasal. Pemerintah mempertanyakan istilah "Dewan" apakah bagian dari ombudsman atau di luar ombudsman. (Lihat DIM No. 185/Pasal 28 ayat (2)) Pemerintah menyarankan agar pengertian "Dewan Perwakilan Rakyat" dimasukkan dalam penjelasan pasal. Pemerintah menyarankan agar pengertian "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah" dimasukkan dalam penjelasan pasal. Pemerintah menyarankan agar pengertian "Kepala Daerah" dimasukkan dalam penjelasan pasal. Pemerintah mengusulkan dihapus karena istilah "Menteri yang

8 Ombudsman Nasional dan/atau memperoleh rekomendasi dari Ombudsman Nasional Tindakan maladministrasi adalah perbuatan atau pengabaian kewajiban hukum oleh instansi dan/atau pejabat negara yang melanggar asas umum pemerintahan yang balk dan/atau menimbulkan kerugian dan/atau ketidakadilan Ketidakadilan tindakan maladministrasi adalah apabila seseorang tidak mendapat pelayanan atau manfaat yang menjadi haknya, atau terlambat mendapat pelayanan, atau bila menderita kerugian yang tidak semestinya ia derita Asas umum pemerintahan yang balk adalah asas yang menjunjung tinggi etika pemerintahan, norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih, efektif dan efisien, bebas dari korupsi, kolusi serta nepotisme Laporan adalah pengaduan, penyampaian fakta yang dianggap perlu diselesaikan atau ditindaklanjuti oleh Ombudsman yang disampaikan secara tertulis maupun lisan oleh setiap orang yang merasa telah menjadi korban tindakan maladministrasi atau ketidakadilan Pelapor adalah Warga Negara Indonesia (WNI) atau penduduk Indonesia yang memberikan laporan kepada Ombudsman Republik Indonesia, bertanggung jawab" tidak tercantum dalam pasal. Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: 14. Tindakan maladministrasi adalah perilaku, perbuatan atau kelalaian yang melawan hukum, melampaui wewenang, penggunaan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, atau pengabaian kewajiban hukum oleh instansi atau pejabat negara dengan melanggar asas umum pemerintahan yang balk, termasuk apabila seseorang tidak diberikan pelayanan yang semestinya oleh penyelenggara negara atau aparatur negara. Pemerintah mengusulkan dihapus karena istilah "Ketidakadilan tindakan maladministrasi" tidak tercantum dalam pasal. Untuk itu, disarankan dimasukkan dalam Penjelasan Umum. Pemerintah mengusulkan istilah "Asas umum pemerintahan yang baik" dimasukkan dalam Penjelasan Umum karena istilah tersebut tidak tercantum dalam pasal. Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: Laporan adalah pengaduan atau penyampaian fakta yang diselesaikan atau ditindaklanjuti oleh Ombudsman yang disampaikan secara tertulis atau lisan oleh setiap orang yang telah menjadi korban tindakan maladministrasi. Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: 18. Pelapor adalah setiap orang atau badan hukum; yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melaporkan perbuatan maladministrasi;

9 Terlapor adalah pejabat pemerintahan negara, Dewan, dan/atau instansi yang yang dilaporkan kepada Ombudsman melakukan tindakan maladministrasi. 38. BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN 39. Pasal 2 Ombudsman Republik Indonesia yang terdiri dari Ombudsman Nasional dan Ombudsman Daerah berasaskan kebenaran, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, dan transparansi dengan tetap menjunjung tinggi asas-asas pemerintahan yang balk dan memegang teguh kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya demi perlindungan hak asasi para pihak. 40. Pasal 3 Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga Pemerintah mengusulkan alternatif rumusan sebagai berikut: 19. Terlapor adalah penyelenggara negara yang melakukan tindakan maladministrasi yang dilaporkan kepada Ombudsman. Pemerintah mengusulkan penambahan istilah "Rekomendasi" dalam Pasal 1 Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik. Sesuai dengan usul Pemerintah pada DIM No. 16, DIM ini disesuaikan dengan hasil pembahasan tersebut. Pemerintah mempertanyakan apakah yang dijadikan asas tersebut ombudsman atau kegiatan penyelenggaraannya? Rumusan alternatif: Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan a kebenaran; b keadilan; c non-diskriminasi; d tidak memihak; e akuntabilitas; f keseimbangan; dan g transparansi. Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

10 negara yang mandiri yang tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara/daerah maupun lembaga lainnya dan bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. bersifat mandiri yang tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara, lembaga di daerah, atau lembaga lainnya dan bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Catatan : Konkordan dengan pertanyaan Pemerintah pada DIM No.19. Pemerintah mohon penjelasan mengenai Frasa "Hubungan Organik" 41. Pasal 4 Ombudsman Republik Indonesia bertujuan: Ombudsman bertujuan: Pemerintah mengusulkan menambah 1 (satu) butir baru yang ditempatkan pada huruf a, sehingga huruf a lama menjadi huruf b dan seterusnya. a. turut menciptakan negara hukum yang adil dan sejahtera; 42. a mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih di pusat dan daerah, sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik, berdasarkan asas-asas negara hukum yang demokratis, transparan, dan bertanggungjawab; 43. b meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik; 44. c membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme; b. mendorong penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Catatan : Konsistensi istilah penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan negara. Catatan : Konsistensi istilah pelayanan negara dan pelayanan pemerintahan. 45. d meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran tetap

11 hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan. 46. BAB III KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA 47 Pasal 5 (1) Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik, lembaga penyelenggaraan negara harus memiliki: 48 a standar prosedur pelayanan umum kepada masyarakat yang diketahui oleh segenap jajaran instansinya; 49 b Sistem penerimaan dan penanganan laporan internal dari masyarakat tentang terjadinya tindakan maladministrasi atau ketidakadilan. 50 (2) Standar prosedur dan sistern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijabarkan dan diuraikan secara rinci yang meliputi asas kewajaran, kejujuran, dan ketidakberpihakan yang disebarkan kepada masyarakat dalam bentuk pedoman tertulis. Pemerintah mengusulkan agar BAB III dan isinya dihapus karena bukan materi RUU ini. Idem Jika disepakati usulan Pemerintah pada DIM No.46 maka DIM No.47 s/d No.50 disarankan dihapus pula. Pemerintah mengusulkan menambah 1 (satu) butir baru yang ditempatkan pada huruf a, sehingga huruf a lama menjadi huruf b dan seterusnya. a. Asas-asas umum pemerintahan yang baik dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; a. standar prosedur pelayanan umum kepada masyarakat yang diketahui segenap jajaran instansinya dan dapat diakses oleh masyarakat; b. Sistem penerimaan dan penanganan keluhan dan laporan internal dari masyarakat tentang terjadinya tindakan maladministrasi. (2) Standar prosedur dan sistem sebagaimana dimaksud pads ayat (1) harus dijabarkan dan diuraikan secara rinci yang meliputi asas kewajaran, kejujuran, ketidakberpihakan, dan kepatutan yang diinformasikan kepada seluruh masyarakat dalam bentuk pedoman tertulis. 51 BAB IV

12 TEMPAT KEDUDUKAN 52 Pasal 6 (1) Ombudsman Republik Indonesia terdiri dan Ombudsman Nasional, Perwakilan Ombudsman Nasional di daerah dan Ombudsman daerah 53 (2) Ombudsman Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. 54 (3) Ketua Ombudsman Nasional dapat mendirikan kantor perwakilan Ombudsman Nasional di ibukota Propinsi, apabila dipandang perlu. 55 (4) Di setiap Kabupaten atau Kota dibentuk Ombudsman Daerah 56 (5) DPRD dapat membentuk Ombudsman Kabupaten atau Kota sesuai dengan kebutuhan, apabila dipandang perlu 57 (6) Tata cara pembentukan, susunan, dan hubungan Ombudsman Daerah dengan Ombudsman Nasionai diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengusulkan rumusan yang telah disarankan dalam DIM No. 16 yakni: (1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Ombudsman. (2) Ombudsman berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Di daerah dapat dibentuk Ombudsman Daerah. Catatan : Pembentukan Ombudsman di daerah dibatasi pada pemerintah provinsi. Apakah Ombudsman Daerah sebagai perpanjangan tangan Ombudsman RI atau sebagai perangkat daerah yang mandin yang lepas dan Ombudsman RI. Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pemerintah menyarankan agar pembentukan Ombudsman di daerah hanya di pemerintahan provinsi Pemerintah mempertanyakan kewenangan DPRD dalam membentuk Ombudsman. Lihat pula usulan Pemerintah pada DIM No. 55. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, dan hubungan Ombudsman dan Ombudsman di Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

13 58 BAB V FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG OMBUDSMAN NASIONAL 59 Bagian Pertama Fungsi dan Tugas 60 Pasal 7 Ombudsman Nasional berfungsi mengawasi penyelenggaraan tugas penyelenggara negara untuk melindungi serta meningkatkan kehidupan masyarakat yang adil, aman, tertib, damai, dan sejahtera. 61 Pasal 8 Ombudsman Nasional bertugas: 52 a melayani laporan masyarakat atas keputusan, tindakan dan/atau perilaku penyelenggara negara yang dapat dikategorikan sebagai tindakan maladministrasi ; 63 b menerima laporan dari masyarakat yang berisi pengaduan atas keputusan, tindakan dan/atau perilaku pejabat penyelenggara negara yang dirasakan tidak adil,tidak patut, memperlambat, merugikan, atau bertentangan dengan kewajiban hukum instansi yang bersangkutan atau tindakan maladministrasi lainnya ; 64 c mempelajari Iaporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman Nasional; 65 d Menindaklanjuti laboran atau informasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a; 66 e atas prakarsa sendiri karena jabatannya melakukan halhal sebagaimana dimaksud pada huruf d; Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 d. menindaklanjut, mengadakan penelitian dan melakukan investigasi lapangan atas laporan atau informasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a; Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16

14 67 f melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembagalembaga negara atau pemerintahan lainnya,badanbadan kemasyarakatan, atau perorangan untuk memaksimalkan pelaksanaan fungsi dan wewenang Ombudsman Nasional; 68 g mempersiapkan jaringan, organisasi, dan sumber daya Ombudsman di daerah; 69 h melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Undang- Undang. 70 Bagian Kedua Ruang Iingkup Wewenang 71 Pasal 9 (1) Ombudsman Nasional berwenang: 72 a meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai statu laporan yang disampaikan kepada Ombudsman Nasional; 73 b memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen-dokumen lain baik yang ada pada Pelapor atau Terlapor untuk mendapatkan kebenaran laporan terhadap Terlapor; 74 c meminta klarifikasi dan/atau salinan atau foto kopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun juga untuk pemeriksaan laporan dari instansi Terlapor; 75 d membuat rekomendasi atau usul-usul mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16

15 pihak yang dirugikan; 76 e demi kepentingan umum, mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk diketahui umum. 77 (2) Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman Nasional berwenang: 78 a menyampaikan saran kepada Presiden atau kepala daerah guna perbaikan dan penyempumaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan aparatur pemerintahan kepada masyarakat; 79 b menyampaikan saran kepada DPR dan/atau Presiden agar terhadap ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku, diadakan perubahan dalam rangka mencegah tindakan maladministrasi yang serupa terulang kembali. 80 Pasal 10 Dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman Nasional dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan. 81 BAB VI SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN OMBUDSMAN NASIONAL 82 Bagian Pertama Susunan Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16

16 83 Pasal 11 (1) Ombudsman Nasional terdiri dari: Pasal 11 ayat (1) kata "nasional" disarankan dihapus. (Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 ) 84 a seorang Ketua; Dipertanyakan apakah Ombudsman ini merupakan kerja kolegial. Jika kolegial maka ketua juga merangkap sebagai anggota. 85 b seorang Wakil Ketua; dan Dipertanyakan apakah Ombudsman ini merupakan kerja kolegial. Jika kolegial maka wakil ketua juga merangkap sebagai anggota (idem DIM No.84). 86 c beberapa orang Anggota. Pemerintah mengusulkan untuk menetapkan jumlah anggota sebanyak 5 (lima) orang. 87 (2) Jumlah Anggota Ombudsman Nasional yang terdiri dan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman harus ganjil. 88 (3) Dalam hal Ketua Ombudsman Nasional berhalangan, Wakil Ketua Ombudsman menjalankan tugas dan kewenangan Ketua. 89 Pasai 12 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Ombudsman Nasional dibantu oleh Asisten Ombudsman. 90 (2) Asisten Ombudsman diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Ombudsman Nasional. Pasal 11 ayat (2), kata "nasional" dihapus (Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 ) Pasal 11 ayat (3) kata "nasional" dihapus (Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 ) kata "nasional"dihapus (Pembahasan DIM ini tergantung dan pembahasan DIM No.16 ) (1) Dalam menjalankan tugasnya, setiap anggota Ombudsman dibantu oleh asisten Ombudsman. kata "nasional" dihapus (Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 )

17 91 (3) Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Asisten Ombudsman diatur lebih lanjut dengan keputusan Ketua Ombudsman Nasional. 92 Pasal 13 (1) Ombudsman Nasional dilengkapi dengan Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. kata "nasional" dihapus (Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 ) (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Asisten Ombudsman diatur dengan Peraturan Ombudsman. kata "nasional" dihapus (Pembahasan DIM ini tergantung dari pembahasan DIM No.16 ) 93 (2) Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 94 (3) Syarat-syarat dan tats cars pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan. 95 Bagian Kedua Keanggotaan 96 Pasal 14 Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman Nasional dipilih oleh DPR dan diresmikan pengangkatannya oleh Presiden untuk masa jabatan 6 (enam) tahun. Dalam pelaksanaan tugasnya Ombudsman dibantu oleh Sekretariat Ombudsman yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal yang bertugas memberikan pelayanan administrasi bagi pelaksanaan kegiatan Ombudsman. Pasal 13 ayat (2) ditambahkan frasa "dari PNS atas usul Ketua Ombudsman". (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal diatur dengan Peraturan Presiden. Pemerintah mempertanyakan mengenai kewenangan DPR untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua serta anggota Ombudsman dan masa jabatan 6 (enam) tahun. (apakah proses pemilihan tersebut dilakukan dengan (fitt and proper test).

18 97 (2) Anggota Ombudsman diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Ombudsman dengan pertimbangan DPR untuk masa jabatan 6 (enam) tahun. 98 (3) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. 99 (4) Dalam hal Presiden belum meresmikan Ketua, Wakil Ketua, dan Angggota Ombudsman selama 14 (empat belas) hari kerja sejak diusulkan oleh DPR, Presiden dianggap telah menyetujui usulan DPR. 100 Pasal 15 Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman berhak atas penghasilan, uang kehormatan, dan hak-hak lain yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 101 Pasal 16 Untuk dapat diangkat menjadi Ketua,Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman seseorang harus memenuhi syaratsyarat: Pemerintah mengusulkan adanya mekanisme pemilihan anggota ombudsman seperti pemilihan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Yudisial. Pemerintah mengusulkan rumusan: (1) Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Catatan: Ketentuan ini disesuaikan dengan masa jabatan yang terdapat pada lembaga-lembaga negara atau pemerintah yang lain Ketentuan ini tergantung pada kesepakatan dalam pembahasan DIM No.96 Ketentuan ini tergantung pada kesepakatan dalam pembahasan DIM No.96 Disarankan dihapus karena mengenai mekanisme penggajian diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. 102 a warga negara Republik Indonesia;

19 103 b berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun; Pemerintah mempertanyakan mengapa untuk dapat diangkat menjadi anggota Ombudsman sekurang-kurangnya berumur 40 (empat puluh) tahun. 104 c berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang memahami secara mendalam masalah hukum dan atau kemasyarakatan yang menyangkut penyelenggaraan negara dan pemerintahan di bidang pelayanan umum atau penegakan hukum; 105 d profesional dan memegang teguh nilai-nilai kebenaran dan keadilan, asas-asas pemerintahan yang baik dan patuh pada asas-asas negara hukum yang berintikan keadilan; 106 e mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas mengenai filsafah hidup dan kenegaraan, hukum, politik dan ekonomi dalam kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat, maupun dalam hubungan dan pergaulan internasional; 107 f mengenal pelbagai aspek keombudsmanan dan sudah mendapat pelatihan dan/atau penataran yang khusus diadakan bagi Ombudsman, balk yang diselenggarakan oleh Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia, maupun oleh lembaga lain di luar negeri; Pemerintah mempertanyakan kriteria sarjana hukum atau sarjana lain yang memahami secara mendalam masalah hukum dan atau kemasyarakatan yang menyangkut penyelenggaraan negara dan pemerintahan di bidang pelayanan umum atau penegakan hukum. Pemerintah mempertanyakan mengenai ukuran profesional dan memegang teguh nilai-nilai kebenaran. Pemerintah khawatir hal ini sulit dipenuhi untuk menjadi anggota Ombudsman. Pemerintah berpendapat bahwa persyaratan ini terlalu sulit kriteria dan parametemya dan dikhawatirkan tidak ada orang yang ingin menjadi anggota Ombudsman. Pemerintah mempertanyakan bagaimana memilih anggota pertama kali yang memenuhi syarat berdasarkan Undang- Undang ini. (lihat DIM No.253) 108 g tidak pernah dipidana penjara; g. tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 109 h sehat jasmani dan rohani. 110 Pasal 17 Ketua,Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman tidak boleh merangkap jabatan:

20 111 a Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, anggota DPR, DPRD Kabupaten/Kota, anggota Dewan Perwakilan Daerah; anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, dan jabatan lain di lingkungan Lembaga Negara lainnya; 112 b Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda pada Kejaksaan Agung; 113 c Menteri atau Menteri Negara atau yang disamakan dengan jabatan Menteri; 114 d Sekretaris Jenderal atau Direktur Jenderal atau Jabatan yang disamakan dengan Pejabat Eselon I Departemen; 115 e Gubernur, Bupati, Walikota, dan jabatan lain sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; Pemerintah mengusulkan rumusan: a. lembaga negara lainnya Pemerintah mengusulkan rumusan: b. hakim pada badan peradilan Pemerintah mengusulkan rumusan: c. pegawai negeri, pegawai pada BUMN/BUMD dan atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD Catatan: Menteri atau Menteri Negara atau yang disamakan dengan jabatan Menteri" disarankan diganti menjadi "Menteri Negara atau jabatan yang disetarakan dengan Menteri". (lihat pada rumusan yang sudah ada dalam undang-undang). Pemerintah mengusulkan rumusan: d. Sekretaris Jenderal atau Direktur Jenderal atau Jabatan yang disamakan dengan Pejabat Eselon I pada sebuah Departemen" disarankan diganti menjadi "Kepala LPND dan/atau Pejabatan Struktural Eselon I yang disetarakan. Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena sudah ditentukan dalam huruf a. 116 f Pimpinan dan Pengurus Partai Politik; 117 g Polisi, jaksa, hakim, anggota militer dan lain-lain jabatan di dalam pemerintahan dan peradilan; atau 118 h Profesi hukurn lainnya yaitu pengacara, konsultan hukum, notaris, dan wasit (arbiter). Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena telah tertampung dalam DIM No. 113 usulan Pemerintah

21 119 Pasal 18 (1) Sebelum menduduki jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman harus mengangkat sumpah atau mengucapkan janji menurut agamanya. (2) Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya untuk memperoleh jabatan ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun". 120 "Saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Ketua Ombudsman/Wakil Ketua Ombudsman/Anggota Ombudsman dengan sebaikbaiknya dan seadil-aditnya". 121 "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dan siapapun suatu janji atau pemberian". 122 "Saya bersumpah/berjanji akan memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundangundangan yang berlaku", 123 "Saya bersumpah/berjanji akan memelihara kerahasiaan mengenai hal-hal yang diketahui sewaktu memenuhi kewajiban saya." 124 Pasal 19 (1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombusman berhenti dari jabatannya karena: 125 a habis masa jabatan;

22 a. berakhir masa jabatannya; 126 b mengundurkan diri; 127 c meninggal dunia. menjadi huruf d d. meninggal dunia. 128 (2) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman dapat diberhentikan dan jabatannya, karena 129 a bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 130 b tidak lagi memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16; Pemerintah mengusulkan menambah 1 (satu) butir baru menjadi huruf c sehingga huruf c lama menjadi huruf d dan seterusnya. c. diberhentikan dan jabatannya; 131 c dinyatakan melanggar sumpah/janji; 132 d terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17; 133 e dijatuhi pidana berdasarkaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 134 f berhalangan tetap karena kesehatan fisik atau mental untuk dapat menjalankan tugasnya. 135 (3) Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman yang mengundurkan diri harus mendapat persetujuan Ketua Pemerintah mengusulkan adanya pembatasan waktu maksimum dan terns-menerus. Rumusan alternatif: Sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan tugasnya selama 30 (tiga puluh) hari secara terus-menerus. Pemerntah mohon penjelasan mengapa pertimbangan pengunduran diri harus mendapat persetujuan Ketua DPR.

23 DPR. Hal ini terkait dengan usulan Pemerintah dalam DIM No. 84 dan 85 serta usulan Pemerintah mengenai mekanisme pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman dalam DIM No. 96. Jika usulan Pemerintah disepakati, maka pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman diserahkan sepenuhnya kepada seluruh anggota. Dengan demikian, kedudukan Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman sama dengan anggota yang seluruhnya dipilih oleh DPR melalui fit and propertest. 136 (4) Apabila Ketua Ombudsman berhalangan tetap, Wakil Ketua Ombudsman menjalankan tugas dan wewenang Ketua Ombudsman sampai masa jabatan berakhir. 137 (5) Pemberhentian dan jabatan karena alasan-alasan yang disebut dalam ayat (2): 138 a terhadap Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman dilakukan oleh Presiden berdasarkan keputusan DPR. 139 b terhadap Anggota Ombudsman dilakukan oleh Presiden berdasarkan usul Ketua Ombudsman dengan pertimbangan DPR 140 BAB VII LAPORAN 141 Pasal 20 (1) Setiap warganegara Indonesia dan penduduk berhak menyampaikan laporan kepada Ombudsman Nasional Pemerintah mengusulkan kata "Apabila" diganti dengan kata "Dalam hal" sebelum kata "Ketua Ombudsman". Rumusan alternatif: Dalam hal Ketua Ombudsman berhalangan tetap, Wakil Ketua Ombudsman menjalankan tugas dan wewenang Ketua Ombudsman sampai masa jabatan berakhir. Pemerntah mengusulkan penyempurnaan rmusan: (5) Pemberhentian dan jabatan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2): Pemerintah minta penjelasan mengenai mekanisme pemberhentian. b. terhadap Anggota Ombudsman dilakukan oleh Presiden berdasarkan usul Rapat Pleno Anggota Ombudsman. Pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52.

24 mengenai tindakan pelayanan atau keputusan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b Undang- Undang ini. (1) Setiap warga negara Indonesia dan penduduk berhak menyampaikan laporan kepada Ombudsman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b. 142 (2) Penyampaian laporan dan tindak lanjutnya sebagaimana dimaksud pads ayat (1) tidak dipungut biaya atau imbalan berupa apapun. 143 Pasal 21 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 144 a menyebutkan nama, umur, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat Pelapor; 145 b menguraikan peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci; 146 c sudah menempuh semua upaya hukum atau upaya administrasi yang tersedia, termasuk menyampaikan langsung kepada pihak Terlapor, tetapi tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya. 147 (2) Dalam kondisi khusus, nama, dan identitas Pelapor dapat tidak diumumkan. 148 (3) Peristiwa, tindakan atau keputusan tertulis yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud pada (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya atau menerima imbalan apapun. Pasal 21 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) harus memuat: a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status, pekerjaan, dan alamat lengkap Pelapor; b. uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci; atau Pemerintah mempertanyakan apakah ketentuan huruf c ini tidak mempersulit Pelapor. Pemerintah mengusulkan rumusan alternative dan penempatan ayat (2) menjadi pasal tersendiri setelah Pasal 21: Pasal... Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor tidak boleh diumumkan. Pemerintah mengusulkan rumusan alternatif dan penempatan ayat (3) ini ke dalam Pasal 20 menjadi ayat (2) baru: Penjelasan pasal disesuaikan istilahnya yakni frasa "kondisi khusus" diganti "dalam keadaan tertentu".

25 ayat (1) belum lewat dua tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi. 149 (4) Dalam Kondisi yang tidak memungkinkan, Pelapor menyampaikan laporan secara lisan dan tertulis yang dapat dikuasakan kepada orang lain. 150 BAB VIII MEKANISME DAN TATA KERJA OMBUDSMAN NASIONAL (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum lewat 2 (dua) tahun terhitung sejak peristiwa atau tindakan terjadi atau keputusan dikeluarkan. Catatan : Pemerintah mempertanyakan mengapa waktu penyampaian laporan 2 (dua) tahun. Pemerintah mengusulkan rumusan alternatif dan penempatan ayat (4) ini ke dalam Pasal 20 menjadi ayat (3) barn dan dan ayat (2) menjadi ayat (4): (4) Dalam keadaan tertentu, penyampaian laporan dapat dikuasakan kepada orang lain. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Pemerintah mengusulkan judul Bab VIII alternatif: Frasa "dalam keadaan tertentu" diberikan penjelasan. BAB VIII TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIAN LAPORAN 151 Pasal 22 (1) Tata cara kerja Ombudsman Nasional diatur dengan Keputusan Ombudsman Nasional. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Mengenai rumusan DIM 151 diusulkan untuk ditempatkan pada akhir Bab VIII.(Pasal 36 baru) Pasal... Ketentuan Iebih lanjut mengenai tata kerja pemeriksaan dan penyelesaian laporan diatur dengan Peraturan Ombudsman. 152 (2) Pemeriksaan dan penyelesaian keluhan sebagaimana Jika usulan Pemerintah pads DIM No. 151 disepakati, maka

26 dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pelayanan yang tidak sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang balk, asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan kebiasaan yang berlaku. 153 Pasal 23 (1) Ombudsman Nasional wajib menentukan apakah terdapat cukup alasan untuk mengadakan pemeriksaan terhadap laporan dari masyarakat. 154 (2) Pelapor wajib menyerahkan berbagai dokumen dan memberi informasi yang diperlukan oleh Ombudsman Nasional untuk melakukan pemeriksaan. 155 (3) Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Ombudsman Nasional wajib memelihara kerahasiaan mengenai halhal yang diketahuinya, kecuali apabila dikehendaki oleh Pelapor atau apabila diperlukan demi kepentingan umum. 156 (4) Kewajiban itu tidak gugur setelah ia berhenti sebagai Ombudsman. 157 Pasal 24 Ombudsman Nasional wajib menolak laporan yang diajukan atau menghentikan pemeriksaan sebagaimana dimaksud DIM No. 152 menjadi Pasal 22. Pasal 22 Pemeriksaan dan penyelesaian laporan dilakukan terhadap pelayanan yang tidak sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang balk, asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan/atau kebiasaan yang berlaku. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. (4) Kewajiban menyimpan rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak gugur setelah anggota berhenti sebagai Ombudsman; Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Pemerintah mengusulkan dalam penjelasan pasal yang berbunyi: Kewajiban menyimpan rahasia dalam ayat ini berlaku seumur hidup bagi anggota Ombudsman, walaupun anggota yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan.

27 dalam Pasal 20 dalam hal 158 a laporan tersebut tidak memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 21 Undang-Undang ini; 159 b laporan yang diterima oleh Ombudsman Nasional hanya merupakan tembusan mengenai masalah atau perkara yang sudah diajukan oleh Pelapor kepada penyelenggara negara; 160 c keluhan dan permohonan yang diajukan dapat dipastikan tidak berdasar; 161 d perilaku pejabat yang dilaporkan, tidak cukup beralasan untuk diperiksa berdasarkan tolok ukur yang baku menurut ketentuan peraturan perundang-undangan; 162 e Pelapor adalah orang lain yang tidak diberi kuasa untuk melaporkan oleh orang yang menerima perlakuan yang merugikan atau perlakuan yang tidak patut dari pejabat yang dilaporkan; 163 f masalah yang dilaporkan sedang diperiksa oleh penyelenggara negara, kecuali yang dilaporkan adalah cara atau prosedur instansi tersebut dalam melakukan a. laporan tersebut tidak memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. b. laporan yang diterima oleh Ombudsman hanya merupakan tembusan mengenai masalah atau perkara yang sudah diajukan oleh Pelapor kepada penyelenggara negara dan/atau badan peradilan c. laporan permohonan yang diajukan tidak mempunyai landasan hukum; d. perilaku pejabat yang dilaporkan, tidak cukup beralasan untuk diperiksa berdasarkan tolok ukur yang baku menurut hukum, ketentuan peraturan perundang-undangan dan kepatutan; Catatan : Pemerintah mempertanyakan mengenai frasa "tolok ukur yang baku menurut ketentuan peraturan perundang-undangan". Mohon diberikan contoh. e. yang melapor orang lain, yang tidak diberi kuasa oleh Pelapor; f. masalah yang dilaporkan sedang diperiksa oleh

28 pemeriksaan; 164 g masalah yang bersangkutan sudah diselesaikan oleh instansi tersebut pada huruf f; 165 h terhadap perilaku yang dilaporkan sudah terdapat peraturan perundang-undangan yang memberi cara penyelesaian administratif, akan tetapi oleh Pelapor kesempatan ini tidak dipergunakan; 166 i aparat penyelenggara negara yang dilaporkan tidak diberitahu tentang perilakunya yang tidak patut, dan yang bersangkutan tidak berkesempatan untuk menjelaskan pendapatnya sendiri tentang masalah itu. 167 Pasal 25 Ombudsman Nasional tidak melanjutkan pemeriksaan laporan yang masuk, dalam hal: 168 a masalah yang dilaporkan merupakan kebijaksanaan umum pemerintah termasuk kebijaksanaan untuk memelihara ketertiban dan keamanan, atau kebijaksanaan umum dari instansi pemerintah yang bersangkutan; 169 b perilaku atau keputusan pejabat yang dilaporkan ternyata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; penyelenggara negara atau badan peradilan, kecuali yang dilaporkan adalah cara atau prosedur instansi tersebut dalam melakukan pemeriksaan; g. masalah yang dilaporkan sudah diselesaikan oleh instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1); Pemerintah mints penjelasan siapa yang memberitahukan aparat penyelenggara Negara yang dilaporkan. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dan hasil pembahasan DIM No. 52. a. masalah yang dilaporkan merupakan kebijakan umum pemerintah termasuk kebijakan untuk memelihara ketertiban dan keamanan, atau kebijakan umum dan instansi pemerintah yang bersangkutan; Catatan : Pemerintah mempertanyakan mengenai "kebijaksanaan umum". b. perilaku atau keputusan pejabat yang dilaporkan ternyata sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 170 c masalah yang dilaporkan masih dapat diselesaikan

29 sesuai dengan ketentuan hukum administratif; 171 d berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c masih berlangsung suatu proses pemeriksaan administratif; 172 e masalah yang dilaporkan sedang diperiksa di pengadilan, atau masih terbuka kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan banding atau kasasi di pengadilan yang lebih tinggi ; 173 f terhadap masalah yang dilaporkan tercapai kesepakatan antara Pelapor dan Terlapor balk karena prakarsa keduabelah pihak atau karena mediasi Komisi Ombudsman Nasional; Pemerintah mengusulkan ketentuan huruf d digabung dengan huruf c, sehingga rumusannya berbunyi sebagai berikut: c. masalah yang dilaporkan masih dalam proses atau dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum administratif; Catatan Jika usul Pemerintah disepakati maka urutan huruf disesuaikan. e. masalah yang dilaporkan sedang diperiksa di pengadilan atau masih terbuka kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan banding atau kasasi; Pemerintah mempertanyakan mengenai istilah "Komisi Ombudsman Nasional". 174 g Pelapor meninggal dunia; 175 h Pelapor mencabut laporannya. 176 Pasal 26 (1) Dalam hal Ombudsman Nasional berdasarkan Pasal 23 dan/atau Pasal 24 menolak untuk memeriksa atau tidak melanjutkan pemeriksaan terhadap laporan Pelapor, maka dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari kerja sejak pengambilan keputusan, hal tersebut harus diberitahukan kepada Pelapor dengan menebut alasan mengapa pemeriksaan ticlak dapat dilanjutkan. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Dalam hal Ombudsman berdasarkan Pasal 24 menolak untuk memeriksa atau berdasarkan Pasal 25 tidak melanjutkan pemeriksaan terhadap laporan Pelapor, maka hal tersebut harus diberitahukan kepada Pelapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak pengambilan keputusan, dengan menyebutkan alasan mengapa ditolak atau pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan. 177 (2) Apabila pemeriksaan telah dimulai clan telah diambil Pemerintah mohon penjelasan mengenai makna dan maksud

30 langkah-langkah dengan memberitahukan instansi yang berwenang secara tertulis bahwa pemeriksaannya tidak akan dilanjutkan, kepada Pelapor wajib diberitahukan instansi atau pejabat mana yang harus dihubungi olehnya dan bagaimana cara terbaik untuk mengajukan keluhannya kepada instansi dan/atau pejabat yang bersangkutan. 178 (3) Ombudsman Nasional memberikan salinan atau ringkasan dari surat pemberitahuan Ombudsman Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara cuma-cuma. 179 (4) Dalam hal Pelapor tidak dapat menerima keputusan penolakan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelapor dapat mengajukan surat permohonan kepada Ketua Ombudsman Nasional dengan tembusannya dikirimkan kepada DPR untuk dipertimbangkan kembali. ayat (2) Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. (3) Ombudsman memberikan salinan atau ringkasan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara cuma-cuma. Mengenai Ombudsman Nasional, pembahasan DIM ini tergantung dari hasil pembahasan DIM No. 52. Pemerintah mempertanyakan mengapa ada prosedur mengenai pengajuan kembali dari Pelapor kepada Ketua Ombudsman dan tembusannya kepada DPR. Hal ini akan memperpanjang proses dan Ombudsman harus tegas menentukan penolakan atau tidak dilanjutkannya pemeriksaan. 180 Pemerintah mengusulkan penambahan ayat baru yang berbunyi sebagai berikut: (5) Dalam hal ditemukan fakta dan/atau bukti baru yang cukup mendukung laporan Pelapor maka Ombudsman dapat memproses kembali laporan yang sudah ditolak untuk dilakukan pemeriksaan dan investigasi lebih lanjut. 181 Pasal 27 (1) Ombudsman Nasional berwenang meminta kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dan/atau kepada Pelapor untuk menjelaskan masalah yang dilaporkan secara lisan atau tertulis. (1) Ombudsman berwenang meminta klarifikasi kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dan/atau kepada Pelapor untuk menjelaskan masalah yang dilaporkan secara lisan atau tertulis.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pelayanan kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Henry MP Siahaan Kemitraan

Henry MP Siahaan Kemitraan Disampaikan untuk: Lokakarya Community of Practice : Penguatan Kerangka Kerja Kelembagaan Provinsi Mengenai Perubahan Iklim dan Pembangunan Rendah Emisi, 24 & 25 November Henry MP Siahaan Kemitraan Periode

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM BAGI ANGGOTA DAN JAJARAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1035, 2017 OMBUDSMAN. Laporan. Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN 1.

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN 1. DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL 1. RANCANGAN 2. Menimbang: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA http://welcome.to/rgs_mitra ; rgs@cbn. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA OMBUDSMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci