BAB V PENUTUP 1. KESIMPULAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENUTUP 1. KESIMPULAN"

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP 1. KESIMPULAN Fasilitas olahraga merupakan aspek penting dalam membangun olahraga. Pengelolaan fasilitas olahraga yang buruk dapat mempengaruhi perkembangan atlet maupun pendapatan daerah, sehingga fasilitas olahraga perlu dikelola dengan baik. Pada tulisan ini, Stadion Maguwoharjo merupakan alat untuk menunjang para atlet dalam berolahraga. Bahkan dalam perkembangannya, Stadion Maguwoharjo ini selain untuk kegiatan olahraga juga digunakan untuk kegiatan bisnis. Dalam konteks ini, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo belum terlihat baik dalam mengelola Stadion Maguwoharjo. Hal ini disebabkan karena tidak seriusnya UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dalam mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis. Ketidakseriusan dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini terlihat melalui variabel (ukuran) prosedural, kapasitas, dan output. Pertama, pada variabel prosedural. Penulis menggunakan empat (4) kriteria yang tersedia pada variabel prosedural, yakni jabatan yang ada pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo sesuai dengan hirarki yang terdapat pada aturan yang melandasinya, adanya perbedaan dalam tugas dan fungsi yang melekat pada tiap jabatan dalam UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, adanya pemisahan antara kepemilikan dan manajemen dalam UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, adanya disiplin dan kontrol yang ketat pada birokrat UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Hal ini dilakukan untuk melihat keseriusan dari pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dalam mengelola Stadion Maguwoharjo melalui tingkatan formalitas (prosedural). Pertama, pada variabel ini terlihat bahwa susunan struktur pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo masih berantakan. Hal ini dikarenakan tidak 137

2 adanya birokrat yang berada pada pos Kelompok Jabatan Fungsional. Padahal pada susunan struktur organisasi dalam Peraturan Bupati Nomor 57 Tahun 2011, tertera aturan adanya Kelompok Jabatan Fungsional. Hal ini mengakibatkan susunan struktur UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak diatur sesuai hirarkinya. Kedua, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak memiliki tugas dan fungsi yang melekat pada setiap jabatan dalam hirarkinya. Padahal hal ini diperlukan untuk membedakan perkerjaan dari jabatan yang satu dengan lainnya. Kenyataannya, tidak ada birokrat yang berada pada pos Kelompok Jabatan Fungsional. Hal ini dapat diartikan bahwa tugas dan fungsi yang melekat pada para birokrat UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak sesuai dengan tingkatan yang ada pada susunan struktur organisasi. Ketiga, Pemisahan antara kepemilikan dan manajemen tidak terlihat. Artinya, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo melakukan tindakan yang tidak adil terhadap penyewanya. Dalam hal ini penyewa tersebut adalah, Klub Sepakbola PSS Sleman dan Klub Sepakbola Persiram Raja Ampat. Ketika UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dihadapkan dengan Klub Sepakbola Persiram Raja Ampat, terlihat bertindak tegas dalam menyewakan stadionnya. Sebaliknya, ketika UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dihadapkan dengan Klub Sepakbola PSS Sleman, terlihat melunak dalam menyewakan stadionnya. Hal ini cukup menjelaskan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memperlakukan kedua klub sepakbola tersebut secara berbeda. Hal ini pun diperparah dengan adanya pemberian hak istimewa terhadap Outlet Slemania oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Padahal, Stadion Maguwoharjo adalah milik Pemerintah Daerah Sleman. Bukan milik PT. Putra Sleman Sembada maupun Outlet Slemania. Selain itu, terkait dengan pemisahan antara kepemilikan dan manajemen ini kembali tidak terlihat ketika UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo berhadapan dengan penyewanya, seperti, Berkah Ria 08, panitia Acara Charity Glow Run, dan SAT PJR Ditlantas Polda DIY. Pada Berkah Ria 08 dikenakan tarif sewa yang lebih mahal dari aturan yang dituliskan pada perda. Berkah Ria

3 dikenakan tarif sewa sebesar 17 Juta. Padahal, perda terkait menetapkan tarif sewa untuk halaman sebelah Timur (luar) Stadion Maguwoharjo sebesar 5 Juta per even. Pada Acara Charity Glow Run juga dikenakan tarif sewa yang lebih mahal dari aturan yang dituliskan pada perda. Sebab, seharusnya panitia dikenakan tarif sewa sebesar 5 Juta. Kenyataannya, panitia menyewa halaman Utara dengan tarif sewa sebesar 7,5 Juta. Sedangkan, pada pihak SAT PJR Ditlantas Polda DIY sewaktu menggunakan Stadion Maguwoharjo hanya membayar uang kebersihan tanpa nominal yang jelas. Dalam kasus-kasus tersebut, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo terkesan tidak menggunakan dasar aturan yang jelas dalam menetapkan tarif sewa kepada penggunanya (penyewa). Keempat, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak memiliki disiplin dan kontrol yang ketat. Hal ini dikarenakan, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak memiliki kedisiplinan dalam pemasangan tarif sewa maupun pemberian ijin bagi Klub Sepakbola PSS Sleman maupun Outlet Slemania. Hal tersebut tampak terlihat pula, ketika UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo berhadapan dengan Berkah Ria 08, panitia Acara Charity Glow Run, dan SAT PJR Ditlantas Polda DIY. Artinya, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo belum memiliki disiplin dan kontrol yang ketat. Selain kedisiplinan yang kurang baik dalam pemasangan tarif sewa tersebut. Kedisiplinan yang kurang baik ini juga terlihat dalam pelaksanaan proses-proses yang harusnya dilalui. Proses yang terabaikan tersebut terlihat, ketika PT. Putra Sleman Sembada (PT. PSS) menggunakan space stadion sebagai Mess Pemain. Padahal, PT. Putra Sleman Sembada belum membayar tarif sewa pemakaian Stadion Maguwoharjo. Hal ini dikarenakan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo menahan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD). Padahal UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo diwajibkan mengeluarkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) bagi yang terutang. Terkait dengan hutang yang harus dibayar oleh Klub Sepakbola PSS Sleman (PT. PSS) ini juga tidak dilanjuti oleh klub dengan mengajukan surat keberatan kepada Bupati Sleman maupun UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. 139

4 Hal tersebut terbukti dengan tidak adanya pemakaian Stadion Maguwoharjo oleh Klub Sepakbola PSS Sleman dalam mengarungi Kompetisi Divisi Utama pada daftar pemakaian Stadion Maguwoharjo Tahun Selain itu terkait dengan proses kedisiplinan yang kurang baik ini, tampak terlihat kembali, ketika tidak adanya petugas ditempat disaat Lembaga Akreditasi Mobil ingin membayar tarif sewa. Lembaga Akreditasi Mobil pun harus kembali membayar dilain waktu kepada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dengan tambahan pembayaran denda. Hal ini dikarenakan Lembaga Akreditasi Mobil dalam membayar tarif sewa melewati batas pembayaran (terlambat membayar). Hal ini pun merugikan Lembaga Akreditasi Mobil. Temuan-temuan pada empat (4) kriteria tersebut, mempengaruhi kinerja dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, sehingga secara prosedural kinerja dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini pun terlihat buruk. Terlebih, dalam hubungannya dengan Klub Sepakbola PSS Sleman maupun pengguna lainnya. Hal ini mengartikan bahwa posisi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) berjalan belum cukup baik dalam mengelola Stadion Maguwoharjo. Variabel prosedural tersebut, dapat mempengaruhi kapasitas dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) sehingga kapasitas dari Pemerintah Daerah Sleman terancam tidak berjalan baik dalam rangka mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang mengedepankan aspek hiburan, olahraga, dan komersil. Kedua, pada variabel kapasitas. Kapasitas dari Pemerintah Daerah Sleman ini terlihat pada dua (2) alur, Pertama, kapasitas yang didasarkan pada tingkat pendidikan dan profesionalisasi. Alur ini meyakini bahwa ketika ada seorang profesional (cakap) maka posisinya tidak mengartikan bahwa Ia aman. Sebab dunia birokrasi sangat banyak yang mempengaruhi baik secara internal maupun eksternal. Artinya, birokrat yang cakap tidak berarti birokrat tersebut sama cakapnya ketika terdapat perubahan kondisi atau perubahan teknologi. Kedua, kapasitas yang didasarkan pada mengekstrak pajak. Pada alur kedua ini terdapat tiga (3) keterbatasan, diantaranya, Pertama, tarif pajak diatur tidak hanya dengan potensi bahan galian tetapi juga pilihan kebijakan mengenai 140

5 tingkat optimal dan jenis perpajakan, contohnya, Amerika Serikat (AS) memiliki potensi untuk mengekstrak pajak secara signifikan selama Perang Dunia ke II, namun mengesampingkan kepentingan nasional. Kedua, Pendapatan terbuang siasia karena adanya administrasi yang buruk, transfer yang tidak produktif, atau korupsi. Pada keterbatasan kedua ini juga disebutkan bahwa Output birokrasi, tidak hanya hasil dari input sumberdaya, namun hal-hal seperti budaya organisasi, seperti: buruk dan kurangnya sumberdaya di negara Timur Laut Brasil yang tetap mencapai hasil tata kelola yang baik. Ketiga, Bagi banyak negara terdapat argumen bahwa jika pajak akan digunakan sebagai ukuran kapasitas, maka sumber daya sewa harus dikesampingkan Terkait dengan alur pertama (profesionalisasi/ pendidikan). UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo terlihat belum cukup baik dalam mengelola Stadion Maguwoharjo. Sebab, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) belum terlihat pro bisnis. Hal ini ditandai dengan adanya perlakukan yang berbeda terhadap penyewanya. Khusus untuk PT. Putra Sleman Sembada dan Outlet Slemania, mereka diperlakukan secara lunak. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memberikan keringanan kepada PT. Putra Sleman Sembada maupun Outlet Slemania, karena dianggap telah mendapatkan persetujuan dari Bupati Sleman. Padahal, tidak ada Surat Keputusan Keberatan dari Bupati Sleman terkait hal ini, sehingga dalam hal ini UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo secara profesional melakukan tindakan yang egois. Dalam arti, memberikan keistimewaan kepada Klub Sepakbola PSS Sleman maupun Outlet Slemania. Meski hal tersebut merupakan tindakan lazim dalam kaitannya mengelola Stadion Maguwoharjo. Namun, hal tersebut mengartikan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo belum cukup profesional dalam membangun Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis. Dengan kata lain, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dapat dikatakan belum mampu menerima perubahan kondisi pada PT. Putra Sleman Sembada (klub) yang telah dituntut untuk profesional dan Outlet Slemania sebagai penyewa space yang harus membayar tarif sewa space. 141

6 Sebaliknya, hal berbeda dilakukan oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Ketika UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo melakukan tindakan tidak lazim dengan mengesampingkan terlebih dahulu perjanjian yang dilakukan Pemerintah Daerah Sleman dengan Pemerintah Desa Maguwoharjo. Inti perjanjiannya ialah bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak berhak menyewakan tanah kepada pihak ke tiga (3). Hal ini disadari betul oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Kenyataannya, Provider Tri maupun IM3 diperbolehkan untuk mendirikan tower di Halaman Stadion Maguwoharjo sehingga UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memperoleh pendapatan dari tarif sewa yang dibayarkan oleh pihak Tri maupun IM3. Hal ini pun mendukung UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dalam mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis. Selain itu, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo kembali melakukan tindakan tidak lazim ketika berhadapan dengan panitia Acara Charity Glow Run. Hal ini dikarenakan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo menyarankan panitia untuk menggunakan barikade. Terkait dengan barikade tersebut, per pintunya dikenakan tarif sewa sebesar 35 Ribu Rupiah. Padahal, aturan yang melandasi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak ada satu pun yang menyebutkan tarif sewa untuk barikade. Artinya, pada kasus ini, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun mendapatkan tambahan tarif sewa Stadion Maguwoharjo dari Panitia Acara Charity Glow Run. Melihat hal tersebut, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dapat dikatakan telah mampu mengakui perubahan kondisi pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo sehingga tindakannya sangat pro bisnis. Terkait dengan kapasitas tingkat profesionalisasi (pendidikan) ini, juga melekat pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo yang tidak dapat segera merespon bangunan (infrastruktur) yang mengalami kerusakan. Bangunan atau infrastruktur yang mengalami kerusakan tersebut, seperti, keramik, coretan di dinding, tidak adanya bak pada tempat sampah, dan batas tempat penyobekan tiket. Hal ini dikarenakan tidak adanya Pekerja Harian Lepas (PHL) yang fokus pada bidang infrastruktur sehingga keprofesionalan dari pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun mengalami hambatan dalam memberi kenyamanan bagi penyewa (pengunjung). 142

7 Kapasitas yang didasarkan pada tingkat profesionalisasi (pendidikan) tersebut, mempengaruhi kapasitas yang didasarkan pada mengekstrak pajak (alur kedua) sehingga berdampak terhadap kapasitas UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) dalam mengekstrak pajak. Kapasitas untuk mengekstrak pajak pun mengalami kekaburan sehingga UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) tidak dapat memaksimalkan pendapatannya. Hal ini dikarenakan, keterbatasan pertama, adanya penerapan kebijakan yang tidak sesuai oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, sehingga mengakibatkan munculnya kebijakan yang tidak pro bisnis dan tidak tegas kepada PT. Putra Sleman Sembada maupun Outlet Slemania dalam perijinan penggunaan Stadion Maguwoharjo maupun penyewaan space. Keterbatasan kedua, adanya transfer yang tidak produktif oleh PT. Putra Sleman Sembada dan Outlet Slemania terkait penyewaan Stadion Maguwoharjo. Selain itu, hal ini juga terganjal oleh sifat dari pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo yang statusnya belum Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) maupun aturan yang melandasi Organisasi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo untuk wajib menyetor penerimaan ke kas daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh bupati. Kedua keterbatasan tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi yang terbangun pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo berjalan buruk. Padahal UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini memiliki potensi besar untuk mencapai tata kelola yang baik. Keterbatasan ketiga, adanya argumen jika pajak digunakan sebagai ukuran kapasitas maka sumber daya sewa menjadi dikesampingkan. Hal ini terjadi pada banyak negara. Artinya disini, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo merupakan organisasi yang menghandalkan penerimaan dari penyewa stadion. Jika hal tersebut tidak terjadi dengan baik maka daerah kehilangan potensi memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang baik dari Stadion Maguwoharjo. Ketiga keterbatasan yang ada pada variabel kapasitas alur kedua ini mengakibatkan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo kesulitan menghasilkan 143

8 sumberdaya yang dapat dioperasikan pada domain lainnya. Jadi berdasarkan variabel kapasitas ini dapat dikatakan bahwa, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo mengalami gangguan atau hambatan terkait dengan kapasitasnya. Artinya secara umum kapasitas dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) pun mengalami pelemahan (tidak berjalan baik) dalam rangka mengelola Stadion Maguwoharjo. Sampai disini rupanya prosedural yang buruk benar-benar mempengaruhi kapasitas dari pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Hal ini berdampak pada output yang dihasilkan oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, seharusnya output yang dihasilkan oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ialah keberhasilannya dalam mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis, kenyamanan bagi penyewa, maupun dalam memberikan pelayanan yang baik bagi penyewa atau pun keberhasilannya meningkatkan prestasi penyewa. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini sebenarnya berhasil mencapai target pendapatan Tahun 2014 dari Stadion Maguwoharjo, yang mana target tersebut dipatok sebesar 400 Juta. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun berhasil meraup pendapatan dari Stadion Maguwoharjo sebesar Rp ,00. Keberhasilan mencapai target tersebut, tidak berarti kinerja UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo berjalan dengan baik. Sebabnya ialah, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini sebenarnya dapat memperoleh pendapatan yang lebih lancar dari beberapa penyewanya. Output kinerja UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun akan jauh lebih signifikan keberhasilannya. Kenyataannya, output yang dihasilkan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini ialah belum mampunya UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo untuk mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis. Sebab, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini belum mampu memperlakukan penyewa secara adil. Bahkan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini dapat dikatakan tidak (belum) mampu merangkul Curva Sud Shop maupun PSS Store untuk berjualan di dalam lingkungan Stadion Maguwoharjo. Padahal, Curva Sud Shop maupun PSS Store kedudukannya sama dengan Outlet Slemania. Mereka (alat dagang suporter) sangat dekat dengan Klub Sepakbola PSS Sleman. 144

9 Ketiga, pada variabel output. Variabel ini meyakini bahwa pemerintah memiliki output seperti menyediakan sekolah, keamanan publik, pertahanan nasional, dan lain sebagainya. Variabel output ini memiliki keterbatasan, pertama, pendidikan memiliki ketergantungan jauh lebih besar kepada faktor-faktor seperti teman dan keluarga siswa dari pada yang pemerintah lakukan dalam bidang pendidikan. Selain itu, variabel ouput ini juga mengakui adanya negara lemah dan masyarakat kuat dalam mengukur tingkat outputnya, sehingga kemampuan pemerintah mengatur suatu masyarakat tergantung pada dua faktor, yakni, kapasitas negara dan organsisasi mandiri. Kedua, terdapat kesulitan secara metodologis, sehingga sektor publik yang bergerak pada bidang jasa sulit diukur. Pada konteks UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo seharusnya memiliki output berhasilnya mewujudkan stadion yang pro bisnis maupun keamanan stadion yang baik. Namun terkait dengan keterbatasan pertama dari variabel output, rupanya terdapat masyarakat kuat diluar lingkungan Stadion Maguwoharjo. Masyarakat kuat tersebut ialah Curva Sud Shop (CSS) dan PSS Store notabene organisasi mandiri yang berhasil berkoordinasi sebaik mungkin dalam mewujudkan masyarakat yang pro bisnis. Hasilnya, mereka dapat mendirikan ruko di luar lingkungan Stadion Maguwoharjo untuk membantu Klub Sepakbola PSS Sleman secara finansial. Sebaliknya, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dalam menciptakan iklim yang pro bisnis dapat dikatakan mengalami kebuntuan. Hal ini pun mengartikan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo menjadi aktor yang lemah. Hal tersebut kembali terulang (merembet) pada kasus penyewaan Stadion Maguwoharjo oleh Klub Sepakbola PSS Sleman. Pada kasus tersebut berkaitan dengan urusan parkir. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo sebenarnya memiliki output keamanan yang terjamin bagi seluruh penyewa (penggunanya) maupun pengunjung. Namun, hal tersebut tidak terjadi. Dalam arti, masyarakat Kampung Daengan RT 04 memiliki tindakan untuk mengatur atau mengelola urusan parkir pada Stadion Maguwoharjo sehingga UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun terbantu dengan adanya partisipasi masyarakat dalam urusan parkir tersebut. 145

10 Terkait dengan keterbatasan kedua dari variabel output. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) boleh memberikan keistimewaan terhadap Klub Sepakbola PSS Sleman, namun masyarakat mempercayai bahwa Stadion Maguwoharjo ini harus profesional (pro bisnis). Hal tersebut sesuai dengan logika pada contoh kedua. Ketika polisi menangkap pelaku kejahatan lalu menyiksanya. Hal ini menjadi tidak dibenarkan. Sebab, kebanyakan orang mempercayai bahwa Demokrasi Liberal menerima tingkat kejahatan yang lebih tinggi dari pada perlindungan prosedural hak-hak individu. Artinya, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman) dalam memberikan keistimewaan tersebut, tidak dapat dibenarkan dalam rangka mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis. Terlebih, Bupati Sleman (Pemerintah Daerah Sleman) tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan Keberatan terkait dengan Klub Sepakbola PSS Sleman. Hal ini mengakibatkan output sulit untuk diukur secara metodologis. Pada situasi yang lain terkait dengan variabel output ini, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo juga sempat menunjukkan output yang belum baik dalam hubungannya dengan beberapa penyewa. Hubungan antara UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dengan Berkah Ria 08 dan Panitia Acara Charity Glow Run menghasilkan keuntungan berlebih bagi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Hal ini dikarenakan Berkah Ria 08 dikenakan tarif sewa halaman luar sebelah Timur Stadion Maguwoharjo sebesar 17 Juta, sedangkan Panitia Acara Charity Glow Run dikenakan tarif sewa halaman Utara Stadion Maguwoharjo 7,5 Juta dengan tambahan tarif sewa barikade sebesar 35 Ribu per pintu. Kedua penyewa tersebut dikenakan tarif sewa tidak sesuai dengan aturan yang melandasi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Hubungan antara UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dengan SAT PJR Ditlantas Polda DIY, Outlet Slemania, dan PT. PSS menghasilkan kerugian bagi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo itu sendiri. Hal ini dikarenakan ketiga penyewa tersebut terbukti dikenakan tarif sewa yang mencurigakan. Sebabnya, ketiga penyewa tersebut memiliki alasan terkait dengan penggunaan Stadion Maguwoharjo. Pihak SAT PJR Ditlantas Polda DIY memiliki alasan 146

11 bahwa penggunaan atau penyewaan Halaman Timur Stadion Maguwoharjo hanya pinjam pakai dan SAT PJR Ditlantas Polda DIY hanya sekedar membayar tarif kebersihan. Pihak Outlet Slemania sendiri memiliki alasan bahwa space (ruang) yang dimanfaatkan merupakan pemberian jatah dari pemerintah sehingga tidak dikenakan tarif sewa. Sedangkan, PT. PSS memiliki alasan bahwa penggunaan Stadion Maguwoharjo harusnya mendapatkan keringanan dari pemerintah. Meski demikian, PT. PSS yang bersikeras menginginkan keringanan tersebut, tidak memiliki proses yang kuat. Dalam artian, keringanan yang dimaksud oleh PT. PSS tersebut, terbukti dengan tidak adanya penggunaan Stadion Maguwoharjo oleh Klub Sepakbola PSS Sleman dalam mengarungi Kompetisi Divisi Utama 2014 pada daftar pemakaian Stadion Maguwoharjo. Klub Sepakbola PSS Sleman pun dapat dikatakan memperoleh penggratisan disaat menggunakan Stadion Maguwoharjo tersebut. Padahal kita tahu terdapat aturan-aturan yang melekat pada pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini. Tidak adanya Surat Keputusan Keberatan dari Bupati Sleman terkait keringanan atau penggratisan untuk Klub Sepakbola PSS Sleman pun memperjelas hal tersebut. Hubungan antara UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dengan Lembaga Akreditasi Mobil menghasilkan kerugian bagi keduanya. Hal ini dikarenakan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memberi keleluasaan bagi Lembaga Akreditasi Mobil bila halaman Stadion Maguwoharjo tidak ada yang memanfaatkan. Padahal, Lembaga Akreditasi Mobil hanya menyewa halaman Barat Stadion Maguwoharjo. Meski begitu, ketika Lembaga Akreditasi Mobil ingin membayar tarif sewanya, pernah mengalami tidak adanya petugas ditempat sehingga Lembaga Akreditasi Mobil dianggap terlambat dalam membayar tarif sewa. Melihat hal tersebut, maka sebenarnya UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dapat lebih tegas untuk menjalankan fungsinya sehingga memperoleh tambahan pendapatan yang jauh lebih lancar. Hal ini dilakukan supaya Lembaga Akreditasi Mobil juga tidak merasa dirugikan. Dengan demikian secara keseluruhan dalam variabel output ini, ditemukan bahwa Curva Sud Shop (CSS), PSS Store, dan Masyarakat Kampung Daengan RT 04 memiliki kadar output yang tinggi, sehingga ketiga aktor tersebut 147

12 dapat menjadi masyarakat kuat. Sedangkan, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo mengalami pelemahan. Pada situasi tertentu, maka Curva Sud Shop (CSS), PSS Store, dan Masyarakat Kampung Daengan RT 04 dapat dikatakan menggantikan peran dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Sedangkan, beberapa penyewa seperti PT. PSS, Outlet Slemania, SAT PJR Ditlantas Polda DIY, Berkah Ria 08, Panitia Charity Glow Run, dan Lembaga Akreditasi Mobil belum dapat dikatakan sebagai masyarakat kuat, sehingga tidak menggantikan peran dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Hal-hal ini pun memperjelas bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini belum cukup mampu mewujudkan Stadion Maguwoharjo yang pro bisnis atau pun menjalankan fungsinya dengan baik. Jadi berdasarkan analisis variabel (ukuran) prosedural, kapasitas, dan output yang berlangsung pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo (Pemerintah Daerah Sleman), maka dapat diartikan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memiliki kemampuan yang kurang baik dalam mengelola Stadion Maguwoharjo. Hal tersebut pun menimbulkan dinamika tersendiri dalam dunia Stadion Maguwoharjo. Dinamika yang dimaksud dapat ditelusuri pada variabel prosedural, kapasitas, maupun output yang berlangsung pada Stadion Maguwoharjo. Pada variabel prosedural, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini terbukti cacat dikarenakan tidak adanya birokrat yang berada pada pos (tingkatan) Jabatan Kelompok Fungsional. Hal tersebut mempengaruhi sifat hirarkis yang terbangun pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Selain itu, hal tersebut juga mempengaruhi kinerja (fungsi) yang dilakukan oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, sehingga kedisiplinan yang kurang baik dan kaburnya pemisahan antara manajemen dan kepemilikan menjadi melekat pada organisasi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Kemampuan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun menjadi berubah-ubah, yakni terdapat kemampuan pelayanan yang terlampau baik maupun kemampuan pelayanan yang tidak baik. Pelayanan terlampau baik oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini terlihat disaat memberikan pelayanan kepada PT. PSS, Outlet Slemania, dan SAT 148

13 PJR Ditlantas Polda DIY. Dengan kata lain, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memperoleh pengaruh yang kurang baik dari ketiga penyewa tersebut. Sedangkan, Pelayanan yang tidak baik oleh UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo terlihat disaat memberikan pelayanan kepada Panitia Charity Glow Run, Berkah Ria 08, dan Lembaga Akreditasi Mobil. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun terlihat memberikan pengaruh yang kurang baik kepada ketiga penyewanya tersebut. Artinya dari dua bentuk pelayanan yang berbeda tersebut, menunjukkan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo belum cukup mampu mengelola kemampuannya baik hubungannya dengan organisasinya sendiri maupun penyewanya. Alhasil, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun menjadi kesulitan mempertahankan prinsip-prinsip yang tertuang pada aturan yang melekat pada pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Tentu saja, pada aspek tertentu UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun terlihat sangat kelabakan. Pada aspek menunjukkan sikap pro bisnis. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini terbilang lebih lemah ketimbang Curva Sud Shop (CSS) maupun PSS Store. Hal ini dikarenakan Curva Sud Shop (CSS) dan PSS Store mampu mendukung Klub Sepakbola PSS Sleman untuk profesional maupun pro bisnis ketimbang UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Curva Sud Shop (CSS) berhasil mendirikan sejumlah ruko diluar lingkungan Stadion Maguwoharjo. Selain itu, Curva Sud Shop dengan menjual kebutuhan suporter dapat memberikan sumbangsih nyata kepada Klub Sepakbola PSS Sleman, seperti, pemberian royalti dan jaket. PSS Store sendiri didirikan juga untuk mendukung keprofesionalan Klub Sepakbola PSS Sleman, sehingga tidak mengherankan PSS Store yang menjual merchandise resmi Klub Sepakbola PSS Sleman dapat memberikan royalti kepada Klub Sepakbola PSS Sleman. Sedangkan, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo malah memberikan keistimewaan kepada Klub Sepakbola PSS Sleman, sehingga Klub Sepakbola PSS Sleman ini merasa Stadion Maguwoharjo adalah milik mereka. Hal ini dibuktikan, dengan tidak adanya pemakaian stadion oleh Klub Sepakbola PSS Sleman untuk menjalani laga di kompetisi Divisi Utama pada daftar pemakaian Stadion Maguwoharjo Tahun Dengan demikian, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini dapat dikatakan kalah dari Curva Sud Shop (CSS) dan PSS Store sebagai pesaing pada 149

14 situasi tertentu. Dalam perjalanannya, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo pun juga dapat dikatakan kalah dari PT. PSS sebagai penyewa. Pada aspek menjamin keamanan. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini kembali terbilang lemah ketimbang Masyarakat Kampung Daengan RT 04. Hal ini dikarenakan, Masyarakat Kampung Daengan RT 04 mampu menjamin keamanan kendaraan pengunjung di luar stadion. Masyarakat Kampung Daengan RT 04 melihat sebuah acara pertandingan di stadion sebagai peluang untuk mengais rejeki dari jasa penjagaan (pengamanan) kendaraan. Hal tersebut membuat UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo kesaing untuk mewujudkan keamanan stadion 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo tidak mampu menjamin keamanan seluruh kendaraan pengunjung stadion karena adanya partisipasi masyarkat pada aspek tersebut. Pada kedua kesempatan (aspek) tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Curva Sud Shop dan PSS Store menggantikan peran dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo yang seharusnya dapat menunjukkan sikap pro bisnis kepada Klub Sepakbola PSS Sleman. Sedangkan, Masyarakat Kampung Daengan RT 04 dapat dikatakan berhasil pula menggantikan peran dari UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo untuk menjamin keamanan kendaraan pengunjung. Selain itu, pada kesempatan lain beberapa penyewa stadion, seperti Klub Sepakbola PSS Sleman, Outlet Slemania, Kepolisian (SAT PJR POLDA DIY), Panitia Charity Glow Run, Berkah Ria 08, dan Lembaga Akreditasi Mobil, dapat dikatakan berhasil mengelabui UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo untuk tidak mematuhi aturan-aturan yang melandasi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Dinamika yang kental dengan hubungan kuasa yang terjadi diantara UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dan beberapa penyewa tersebut pun menghasilkan kerugian (kekalahan) bagi UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo. Artinya sampai disini, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo belum mampu menegakkan aturan sebagaimana mestinya yang tertera pada Peraturan Bupati No. 57 Tahun 2011, Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2010, dan Peraturan Daerah No. 5 Tahun Dengan demikian dapat dipastikan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini belum mampu memberikan pelayanan dengan baik 150

15 kepada beberapa penyewanya. Hal ini pun menunjukkan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo memiliki kemampuan kinerja yang buruk, sehingga fungsi yang diemban terlihat tidak berjalan sesuai harapan. Oleh sebab itu, pada situasi tertentu, UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini dapat dikatakan melemah dari pada PSS Store, Curva Sud Shop, dan Masyarakat Kampung Daengan RT 04. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo ini juga dapat dikatakan bekerja tidak sesuai dengan aturan ketika berhadapan dengan Klub Sepakbola PSS Sleman, Outlet Slemania, Kepolisian (SAT PJR POLDA DIY), Panitia Charity Glow Run, Berkah Ria 08, dan Lembaga Akreditasi Mobil. Melihat kenyataan yang terjadi pada UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo, maka dapat diartikan bahwa UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dalam mengelola Stadion Maguwoharjo belum berjalan dengan baik. Dengan kata lain, kemampuan UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo dalam menaati aturan maupun menjalankan fungsinya masih berjalan belum baik. UPT Pengelolaan Stadion Maguwoharjo seharusnya mengelola Stadion Maguwoharjo mengawalinya dengan membangun pelayanan yang profesional, sehingga aktor yang berkepentingan pada Stadion Maguwoharjo pun terdorong untuk mewujudkan Stadion Maguwoharjo pro bisnis. Dengan demikian, upaya mencapai Stadion Maguwoharjo yang mengedepankan sifat olahraga, hiburan, maupun ekonomi akan jauh lebih mudah terrealisasi. Hal tersebut juga harus didasarkan pada aturan-aturan maupun prinsip-prinsip yang mendasari kinerja mereka. 151

BAB 6 PENUTUP. mewujudkan klub sepakbola yang profesional telah berusaha maksimal dalam

BAB 6 PENUTUP. mewujudkan klub sepakbola yang profesional telah berusaha maksimal dalam BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari pembahasan bab dapat ditarik kesimpulan mengenai peran dari Brigata Curva Sud dalam rangka memajukan klub sepakbola PSS Sleman mewujudkan klub sepakbola yang profesional

Lebih terperinci

SIKAP FANS KLUB PSS SLEMAN TERHADAP PROGRAM SPONSORSHIP DAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPUTUSAN PEMBELIAN DI CURVA SUD SHOP ARTIKEL E-JOURNAL

SIKAP FANS KLUB PSS SLEMAN TERHADAP PROGRAM SPONSORSHIP DAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPUTUSAN PEMBELIAN DI CURVA SUD SHOP ARTIKEL E-JOURNAL SIKAP FANS KLUB PSS SLEMAN TERHADAP PROGRAM SPONSORSHIP DAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPUTUSAN PEMBELIAN DI CURVA SUD SHOP ARTIKEL E-JOURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara yang dibayarkan oleh masyarakat. Pajak juga sebagai iuran pemungutan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN. Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi:

BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN. Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi: BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN A. Dasar Hukum Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi: 1. Keputusan Mendagri RI No.43 Tahun 1980 tentang pedoman pengelolaan perparkiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemungutan serta pengelolaan pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah suatu pajak yang dikelola dan dipungut oleh Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dihasilkanlah beberapa simpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. dihasilkanlah beberapa simpulan sebagai berikut: 71 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pengkajian secara mendalam tentang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah digunakan sebagai acuan Perda Nomor

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA,

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA, BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG Menimbang a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum pajak diartikan sebagai pungutan dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DAN PENGABUAN MAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah menyelenggarakan

Lebih terperinci

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan yang utama dan juga sebagai alat pengatur. Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (SIUJK)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (SIUJK) PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (SIUJK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa tempat khusus

Lebih terperinci

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD./NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA BANGUNAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK, IZIN OPERASI DAN KARTU PENGAWASAN KENDARAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA

SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA 1. Arti penting dan peran analisis kebijakan belanja publik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

TENTANG RETRIBUSI. Menimbang. tentang. Daerah; Tahun. Republik. Negaraa. Tahun. (Lembaran. Nomor 1821); Indonesia. Jalan. Tahun ); Nomor

TENTANG RETRIBUSI. Menimbang. tentang. Daerah; Tahun. Republik. Negaraa. Tahun. (Lembaran. Nomor 1821); Indonesia. Jalan. Tahun ); Nomor PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 08 TAHUN 2011 RETRIBUSI TENTANG PELAYANAN PARKIR DITEPI JALAN UMUM Menimbang : a. bahwaa untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas, kenyamanan bagi pengguna

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA PROV NO.1,LD.2011/NO.1 SETDA PROV KALIMANTAN BARAT : 21 HLM PERATURAN DAERAH PROV KALIMANTAN BARAT TENTANG RETRIBUSI

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA PROV NO.1,LD.2011/NO.1 SETDA PROV KALIMANTAN BARAT : 21 HLM PERATURAN DAERAH PROV KALIMANTAN BARAT TENTANG RETRIBUSI RETRIBUSI JASA USAHA PERDA PROV NO.1,LD./NO.1 SETDA PROV KALIMANTAN BARAT : 21 HLM PERATURAN DAERAH PROV KALIMANTAN BARAT TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA ABSTRAK : Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, instansi pemerintahan dihadapkan pada semakin tingginya tuntutan terhadap pelayanan yang baik kepada masyarakat. Menyikapi tuntutan ini, tantang terbesar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sisi Retribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Menariknya kajian ini

I. PENDAHULUAN. sisi Retribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Menariknya kajian ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan retribusi pasar secara lebih mendalam merupakan hal yang menarik, terutama dari sisi Retribusi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Menariknya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA 21 Desember 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C 2/C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 1 Tahun 2010 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DENGAN

Lebih terperinci

CATATAN : - Hal-hal yang belum ditentukan dalam perda ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati - Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan

CATATAN : - Hal-hal yang belum ditentukan dalam perda ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati - Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan Irigasi PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 ABSTRAK : a. Bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam perekonomian nasional dan irigasi merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PARKIR INSIDENTAL DI KABUPATEN SIDOARJO. (Studi Kasus di GOR Gelora Delta Sidoarjo) SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PARKIR INSIDENTAL DI KABUPATEN SIDOARJO. (Studi Kasus di GOR Gelora Delta Sidoarjo) SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PARKIR INSIDENTAL DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus di GOR Gelora Delta Sidoarjo) SKRIPSI Oleh : YORDAN BOY YULDAHARIES NPM. 0541010047 YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA ANGKUTAN PENUMPANG, IZIN USAHA ANGKUTAN BARANG, IZIN USAHA ANGKUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan sumber pendapatan daerah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 4 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

- 2 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2010 NOMOR 13

- 2 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2010 NOMOR 13 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2010 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 3 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 3 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 3 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DAN PENDAFTARAN DI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sepakbola di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1930, pada era penjajahan kolonial Belanda. Sejak itu sepakbola di Indonesia terus mengalami kemajuan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM a PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

-26 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2007

-26 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2007 -26 - Huruf b poin 4 (empat) bahwa penggunaan Lapangan Persibo untuk kegiatan olahraga bagi anak sekolah dibebaskan dari biaya. Pasal 9 : Cukup jelas. Pasal 10 : Cukup jelas. Pasal 11 : Cukup jelas. Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa beberapa jenis kekayaan daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DITEPI JALAN UMUM DAN RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat nasional di Indonesia yang diselenggarakan PSSI. Galatama juga menjadi pioner berdirinya kompetisi semi-profesional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat nasional di Indonesia yang diselenggarakan PSSI. Galatama juga menjadi pioner berdirinya kompetisi semi-profesional dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 PENDAHULUAN PSSI mulai menggulirkan liga sepakbola Indonesia pertama kali pada tahun 1931 setelah terbentuk satu tahun sebelumnya, liga sepakbola nasional tersebut diberi nama Perserikatan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : a. bahwa dalam rangka lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN STADION OLAH RAGA SULTAN AGUNG BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN STADION OLAH RAGA SULTAN AGUNG BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN STADION OLAH RAGA SULTAN AGUNG BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa Stadion Olah Raga Sultan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda dan iuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda dan iuran masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam melancarkan kegiatan perekonomian negaranya, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut didapatkan dari segala potensi sumberdaya yang dimiliki

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta )

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta ) LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta ) Nomor 2 Tahun 1995 Seri D ============================================================= PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menetapkan Jenis/Golongan Retribusi daerah ke dalam tiga golongan, yaitu: retribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan dalam penentuan dan pengaturan kebijakan-kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan dalam penentuan dan pengaturan kebijakan-kebijakan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia sebagian besar sumber pendapatan dan pemasukan pemerintah barasal dari pajak. Peranan pajak yang sangat penting, karena ada banyak potensipotensi-potensi

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 04 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 9 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orde baru tumbang pada tahun 1988, karena sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik dianggap tidak baik dan tidak sesuai lagi, karena rencana pembangunan ditentukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN DAN BUPATI PESISIR SELATAN M E M U T U S K A N

DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN DAN BUPATI PESISIR SELATAN M E M U T U S K A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR : 05 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DALAM KABUPATEN PESISIR SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PNDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepak bola merupakan olah raga paling popular dan digemari bukan hanya di Indonesia bahkan juga didunia saat ini. Sepak bola telah menjadi suatu fenomena tersendiri.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan pelaksanaan pembangunan Kota Bontang, penerimaan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Hotel merupakan sumber pendapatan daerah yang penting

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA 9 BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL TANAH LAUT. Daerah

RETRIBUSI TERMINAL TANAH LAUT. Daerah LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH NOMOR 2 TAHUN 2013 LAUT TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa Retribusi Terminal

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa Retribusi Tempat

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 46 TAHUN 2000 (46/2000) TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 46 TAHUN 2000 (46/2000) TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2000 Seri: B ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DI KABUPATEN SEMARANG Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah XXII Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bentuk pengelolaan keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 22 TAHUN 2001 T E N T A N G RETRIBUSI TEMPAT WISATA DAN BUDAYA KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 22 TAHUN 2001 T E N T A N G RETRIBUSI TEMPAT WISATA DAN BUDAYA KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 22 TAHUN 2001 T E N T A N G RETRIBUSI TEMPAT WISATA DAN BUDAYA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN PERTOKOAN BULIAN BISNIS CENTER

PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN PERTOKOAN BULIAN BISNIS CENTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 4 TAHUN 2005 T E N T A N G PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN PERTOKOAN BULIAN BISNIS CENTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANDAR UDARA BLIMBINGSARI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANDAR UDARA BLIMBINGSARI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANDAR UDARA BLIMBINGSARI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Retribusi Terminal salah satu sumber

Lebih terperinci