RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita nusantara sebagai bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. bahwa pengaturan tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan belum diatur di dalam bentuk undangundang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang- Undang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan; Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

2 1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. 2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi. 6. Bahasa Daerah adalah bahasa yang secara turun-temurun telah digunakan oleh Warga Negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Bahasa Asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. 8. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. BAB II ASAS DAN TUJUAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Pengaturan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai simbol identitas dan eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: a. persatuan; b. kedaulatan; c. kehormatan; d. kebangsaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal Ika; g. ketertiban dan kepastian hukum; dan h. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Pengaturan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk: 2

3 a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menegakkan kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. menciptakan adanya ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. BAB III BENDERA NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk segi-empat panjang dengan ukuran lebar dua-pertiga dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya sama lebar. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang tidak luntur. (3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran: a. 200x300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan; b. 120x180 cm untuk penggunaan di lapangan umum; c. 100x150 cm untuk penggunaan di ruangan; d. 36x54 cm untuk penggunaan di mobil presiden dan wakil presiden; e. 30x45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara; f. 20x30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum; g. 100x150 cm untuk penggunaan di kapal; h. 100x150 cm untuk penggunaan di kereta api; i. 30x45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan j. 10x15 cm untuk penggunaan di meja. (4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dapat dibuat dari bahan dan ukuran yang berbeda dengan perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Bahan dan ukuran Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1). Pasal 5 (1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. (2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta. Bagian Kedua Penggunaan Bendera Negara 3

4 Pasal 6 Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran atau pemasangan. Pasal 7 (1) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan antara saat matahari terbit dan sebelum matahari terbenam. (2) Dalam keadaan tertentu pengibaran atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari. (3) Bendera Negara wajib dikibarkan atau dipasang pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh Warga Negara Indonesia di rumah, gedung atau kantor, sekolah, serta transportasi umum dan pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Dalam rangka pengibaran atau pemasangan Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada Warga Negara Indonesia yang tidak mampu. (5) Selain pengibaran atau pemasangan pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan atau dipasang pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain. Pasal 8 (1) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara. (2) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota setempat. Pasal 9 (1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan atau dipasang setiap hari di: a. Istana Presiden dan Wakil Presiden; b. Gedung atau kantor lembaga negara; c. Gedung atau kantor lembaga atau instansi pemerintah; d. Gedung atau kantor lembaga pemerintah non-departemen; e. Gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah; f. Gedung atau kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; g. Gedung atau kantor perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri; h. Gedung atau halaman sekolah negeri dan swasta; i. gedung atau kantor pemerintah dan swasta; j. makam pahlawan nasional; k. Rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; l. Rumah jabatan pimpinan lembaga negara; m. Rumah jabatan Menteri; n. Rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintah non-departemen; o. Rumah jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat; p. Pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4

5 q. Lingkungan Tentara Nasional Indonesia; dan/atau r. Gedung atau kantor atau rumah jabatan lain. (2) Penggunaan Bendera Negara di gedung atau kantor perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan menurut undang-undang ini. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar kantor perwakilan Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara yang bersangkutan. (4) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia dengan berpedoman pada undangundang ini. Pasal 10 (1) Bendera Negara wajib dikibarkan atau dipasang pada: a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden; b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia. (2) Penggunaan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis. (3) Penggunaan Bendera Negara di kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal. (4) Penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kiri ekor pesawat terbang. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 11 (1) Bendera Negara dapat dikibarkan atau dipasang pada: a. kendaraan atau mobil dinas; b. pertemuan formal pemerintah dan/atau organisasi; c. perayaan agama atau adat; d. pertandingan olahraga; dan/atau e. perayaan atau peristiwa lain. (2) Bendera Negara digunakan pada kendaraan atau mobil dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a oleh Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan. (3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang pada bagian depan mobil di tengah-tengah. 5

6 (4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang pada sisi kanan depan mobil dan bendera negara asing dipasang pada sisi sebelah kiri depan mobil. Pasal 12 (1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai: a. tanda perdamaian; b. tanda berkabung; dan/atau c. penutup peti atau usungan jenazah. (2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan atau dipasang pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian. (4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, Menteri atau pejabat setingkat Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, dan/atau pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meninggal dunia. (5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikibarkan atau dipasang setengah tiang. (6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (7) Apabila pimpinan lembaga negara dan Menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan. (8) Apabila anggota lembaga negara, Gubernur, Bupati, Walikota, dan/atau pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan. (9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang dilaksanakan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia. (10) Pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 6, ayat 7, dan ayat 8. (11) Dalam hal pengibaran atau pemasangan Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan penyelenggaraan peringatan hari-hari besar nasional, Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara penuh. (12) Penggunaan Bendera Negara sebagai Penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, Menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang 6

7 meninggal dalam tugas, dan/atau Warga Negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara. (13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah. (14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan, diberikan kepada pihak keluarga. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Bendera Negara Pasal 13 (1) Bendera Negara dikibarkan atau dipasang pada tiang yang besar dan tinggi seimbang dengan ukuran Bendera Negara. (2) Bendera Negara yang dipasang pada tali, diikatkan bagian pinggir dalam Bendera Negara. (3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata di dinding. Pasal 14 (1) Pada saat Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang, dilakukan secara perlahan-lahan, khidmat, dan tidak menyentuh tanah. (2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan. Pasal 15 (1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai. (2) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Pasal 16 (1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, sekolah, dan makam pahlawan nasional. (2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara, pemasangan dilakukan: a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan merata pada dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat; b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar. 7

8 Pasal 17 (1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang bersama dengan bendera negara asing, ukuran panjang, lebar, tinggi, dan besar bendera sama. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan atau dipasang sebagai berikut: a. apabila ada satu bendera asing, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan; b. apabila ada bendera dari beberapa negara asing, semua bendera ditempatkan pada satu baris, dengan ketentuan: 1) apabila jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan tepat di tengah; atau 2) apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan; (3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara-acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional. (4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara asing dalam pawai atau defile. Pasal 18 Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat negara Republik Indonesia dengan pejabat negara asing, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara asing ditempatkan di sebelah kiri. b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau paralel. Pasal 19 Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara asing dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera asing. Pasal 20 Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera negara asing dalam bentuk bendera meja pada konperensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk wakil negara Republik Indonesia. Pasal 21 Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan Panji Presiden dan/atau Panji Wakil Presiden, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah panji, Bendera Negara dipasang disebelah kanan; b. apabila ada dua buah panji, Bendera Negara ditempatkan di tengah; 8

9 c. Bendera Negara dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi dari panji; dan d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan panji. Pasal 22 (1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di sebelah kanan; b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah; c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi dari bendera atau panji organisasi. Pasal 23 (1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merahputih. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain. Pasal 24 Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana, dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. 9

10 Bagian Keempat Larangan Pasal 25 Setiap orang dilarang: a. merusak, merobek, menodai, dan membakar Bendera Negara; b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan perdagangan; c. mengibarkan atau memasang Bendera Negara yang robek, luntur, kusut, dan kusam; d. memanggul tiang yang dipasang Bendera Negara yang dibawa atau dipegang pada waktu pawai dan upacara; e. menaikkan atau menurunkan Bendera Negara untuk memberikan penghormatan terhadap seseorang atau apapun kecuali penggunaan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12; f. menurunkan Bendera Negara ke dalam liang kubur; g. mencetak, menyulam, menuliskan huruf, angka, gambar atau tanda lain, dan meletakkan lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan/atau h. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan penghormatan terhadap Bendera Negara. BAB IV BAHASA INDONESIA Bagian Kesatu Umum Pasal 26 (1) Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai identitas nasional, sarana pemersatu, sarana komunikasi antar daerah dan antar budaya daerah. (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam komunikasi tingkat nasional, bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional, sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bahasa media massa. Bagian Kedua Penggunaan Bahasa Indonesia Pasal 27 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam: a. penyusunan peraturan perundang-undangan; b. dokumen resmi negara; 10

11 c. pidato kenegaraan Presiden atau Wakil Presiden yang disampaikan di dalam dan luar negeri; d. pengantar dalam pendidikan nasional; e. pelayanan administrasi publik di badan-badan pemerintahan pusat dan daerah; f. penulisan naskah nota kesepahaman atau perjanjian antara lembaga negara atau lembaga swasta atau badan usaha atau perseorangan dengan pihak asing; g. forum yang bersifat nasional; h. komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta; i. laporan kegiatan dan keuangan agen, perusahaan, dan yayasan yang terdaftar di Indonesia untuk pemerintah; j. penulisan dan publikasi karya ilmiah di Indonesia; k. nama daerah atau pulau di Indonesia; l. nama bangunan atau gedung, nama jalan, nama apartemen atau pemukiman, nama perkantoran, nama komplek perdagangan, merek dagang, nama perusahaan Indonesia, nama lembaga pendidikan, dan sejenisnya; m. informasi tentang produk barang dan jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di pasar Indonesia; n. rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum; o. penyiaran melalui radio, stasiun televisi, jaringan kabel, dan penyiaran audiovisuil lainnya; dan p. informasi media cetak. Pasal 28 (1) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. (2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d tidak berlaku untuk sekolah asing atau sekolah khusus yang mendidik warga negara asing. (3) Penulisan naskah nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf f ditandatangani para pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan naskah yang menggunakan bahasa asing. (4) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf g dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional. (5) Selain Bahasa Indonesia, komunikasi di lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf h dapat menggunakan bahasa asing untuk keperluan tertentu. (6) Apabila pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf h belum mampu berbahasa Indonesia, wajib diikutsertakan dalam pelatihan kemampuan berbahasa Indonesia. (7) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf j untuk tujuan dan bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa asing, bahasa daerah, dan bahasa masyarakat sehari-hari. (8) Nama daerah atau pulau di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf k hanya memiliki 1 (satu) nama resmi dan dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing berdasarkan sejarah atau budaya dan adat istiadat. 11

12 (9) Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf m dapat disertai dengan bahasa asing. (10) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf n untuk kegiatan keagamaan, adat-istiadat, dan/atau kesenian serta tempat umum dapat disertai bahasa asing dan bahasa daerah. (11) Penyiaran melalui televisi, jaringan kabel, dan penyiaran audio-visuil lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf o dapat menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah untuk program khusus pelajaran bahasa, program berita bahasa asing atau daerah, program siaran langsung yang berbahasa asing atau daerah, atau siaran dimana sasaran pendengar khusus orang asing atau daerah. (12) Volume program berita dan program siaran langsung bahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undang. (13) Penyiaran melalui radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf o dapat menggunakan bahasa asing atau daerah untuk program tertentu. (14) Informasi media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf p dapat menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah untuk tujuan khusus atau sasaran pembaca khusus orang asing atau daerah. Bagian Ketiga Pengembangan dan Pelindungan Bahasa Indonesia Pasal 29 Pengembangan Bahasa Indonesia dapat memanfaatkan unsur bahasa daerah dan bahasa asing. Pasal 30 (1) Pelindungan Bahasa Indonesia dilakukan melalui pendidikan, penelitian, pengembangan, pembinaan, dan kodifikasi. (2) Kodifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penyusunan tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis. BAB V LAMBANG NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 31 Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan dengan perisai berupa jantung yang digantung dan rantai pada leher Garuda, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Pasal 32 12

13 (1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang berbulu 17 dan ekor yang berbulu 8. Pasal 33 (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. (2) Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan nur cahaya di ruang tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b dasar Kerakyatan dilukiskan kepala banteng di ruang sebelah kanan atas perisai sebagai lambang tenaga rakyat; c dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin di ruang sebelah kiri atas perisai sebagai lambang tempat berlindung; d dasar Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di ruang sebelah kiri bawah perisai; dan e dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi di ruang sebelah kanan bawah perisai sebagai lambang kemakmuran. Pasal 34 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di ruang sebelah kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di ruang sebelah kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang. Pasal 35 Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 terlampir dalam Undang-Undang ini. Bagian Kedua Penggunaan Lambang Negara Pasal 36 Lambang Negara wajib digunakan di: a. dalam gedung atau kantor; b. luar gedung atau kantor; c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; d. paspor, surat ijazah negara, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; e. uang logam dan uang kertas; atau f. materai. 13

14 Pasal 37 Lambang Negara dapat digunakan: a. di rumah Warga Negara Indonesia; b. sebagai cap atau kop surat jabatan; c. sebagai cap dinas untuk kantor; d. pada kertas bermaterai; e. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa dan tanda kehormatan; f. sebagai lencana oleh pejabat pemerintah dan warga-negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; g. di buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. di buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau swasta; dan/atau i. pada penyelenggaraan peristiwa resmi. Pasal 38 (1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dipasang pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung atau kantor lembaga-lembaga negara; c. gedung atau kantor lembaga pemerintah departemen; d. gedung atau kantor lembaga pemerintah non-departemen; e. gedung atau kantor Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat; dan/atau f. gedung atau kantor lain. (2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri; dan/atau d. rumah jabatan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Camat. (3) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b diletakkan pada tempat tertentu. (4) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen. (5) Penggunaan Lambang Negara sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen. Pasal 39 (1) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b digunakan oleh: a. Presiden atau Wakil Presiden; b. anggota lembaga negara; c. Menteri atau pejabat setingkat Menteri; d. pejabat lembaga pemerintah non-departemen; e. Gubernur, Bupati atau Walikota; f. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan g. notaris. (2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c digunakan untuk kantor: a. Presiden atau Wakil Presiden; b. lembaga negara; 14

15 c. Menteri atau pejabat setingkat Menteri; d. pejabat lembaga pemerintah non-departemen; e. Gubernur, Bupati atau Walikota; f. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan g. notaris. (3) Penggunaan Lambang Negara sebagai lencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf f dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. (4) Penggunaan Lambang Negara pada penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf i dipasang pada gapura dan bangunan-bangunan lain yang pantas. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Lambang Negara Pasal 40 (1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya dengan ketentuan: a. Lambang Negara ditempatkan lebih tinggi dan di sebelah kiri Bendera Negara; dan b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah dari Lambang Negara. (2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, ditempatkan di tengah dari Lambang Negara dan dipasang lebih tinggi dari gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden. Pasal 41 (1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan kepantasan ruangan dan tempat. (2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dan huruf b dibuat dari bahan yang kuat. Bagian Keempat Larangan Pasal 42 Setiap orang dilarang: a. menaruh huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lain pada Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; 15

16 c. membuat lambang perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; d. menggunakan Lambang Negara untuk tujuan perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan; dan/atau e. menggunakan Lambang Negara sebagai cap dagang, reklame perdagangan atau alat propaganda politik. BAB VI LAGU KEBANGSAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 43 (1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman. (2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampir dalam Undang-Undang ini. Bagian Kedua Penggunaan Lagu Kebangsaan Pasal 44 (1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. untuk menghormati Presiden atau Wakil Presiden; b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara; c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah; d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; e. dalam pembukaan persidangan di pengadilan; dan/atau f. untuk menghormati kepala negara asing. (2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. sebagai pernyataan perasaan nasional; b. dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran; c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau d. dalam acara atau kegiatan olah raga internasional. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan Pasal 45 (1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi atau tanpa diiringi alat musik. (2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu kali, satu strofe dengan dua kali ulangan. 16

17 (3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu bait, bait pertama dengan dua kali ulangan. Pasal 46 Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga bait, sesudah bait pertama dan bait kedua dinyanyikan ulangan satu kali, sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan satu kali, dan sesudah bait terakhir dinyanyikan ulangan dua kali. Pasal 47 Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat. Pasal 48 (1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. (2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan istana. Pasal 49 Dalam pertemuan yang bersifat umum yang diadakan oleh warga negara asing, lagu kebangsaan negara asing tersebut dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan setelah mendapat izin dari kepala daerah setempat. Bagian Keempat Larangan Pasal 50 Setiap orang dilarang memperdengarkan, menyanyikan, mempergunakan, atau mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, iringan, kata-kata, dan gubahan lain, atau untuk iklan, reklame, dan kegiatan komersial lainnya. BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Pasal 51 Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan mempergunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan 17

18 Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan Undang-Undang ini. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 52 Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pasal 25 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g,dan huruf h, Pasal 27 huruf e, huruf i, huruf l, huruf n, huruf o, dan huruf p, Pasal 28 ayat (6), dan Pasal 42 huruf a dan huruf b, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp ,- (satu juta rupiah). Pasal 53 Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dan huruf b, Pasal 27 huruf f, huruf k dan huruf m, Pasal 42 huruf c, huruf d, dan huruf e, dan Pasal 50, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun, serta denda paling sedikit Rp ,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah). BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 54 Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan pada saat Undang-Undang ini diundangkan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 55 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dibuat paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 56 18

19 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal.. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd ANDI MATALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... 19

20 RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, DAN LAGU KEBANGSAAN I. UMUM Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan simbol identitas nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi pencerminan kedaulatan negara, baik di dalam tata pergaulan dengan negara lain maupun sebagai independensi dan eksistensi sebuah negara yang merdeka, mandiri dan berdaulat penuh. Dengan begitu, Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan bukan hanya sekedar sebagai pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan Warga Negara Indonesia. Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan merupakan simpul yang menyatukan berbagai heterogenitas etnis, keragaman agama dan budaya, keragaman bahasa daerah, perbedaan lokalitas kedaerahan, perbedaan letak geografis, sekaligus stratifikasi demografi yang berbeda. Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan menjadi pilar kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah nusantara yang heterogen ke dalam bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengatur berbagai hal yang menyangkut Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan. Pada Bab XV Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Kemudian Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Selanjutnya Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan dalam Pasal 36B diatur tentang Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Keempat Pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan negara dalam hal penentuan secara resmi pengunaan simbol dan identitas bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, sebagai negara yang berkedaulatan dengan berdasarkan pada hukum, seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu sesuai amanat Pasal 36C UUD 1945 bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang. Namun faktanya Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan yang merupakan simbol dan identitas nasional bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga kini belum diatur dalam 20

21 suatu Undang-Undang. Selama ini Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Indonesia hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah yang masih merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Sementara. Sementara pengaturan mengenai Bahasa Indonesia dimasukkan dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah mengenai pendidikan tinggi. Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan, adalah: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) atau penggunaan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh orang yang tidak memiliki hak menggunakan seperti terdapat dalam Pasal 52 a; Pasal 142 a; Pasal 154 a; dan Pasal Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80), Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara 1958 No.68); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara tahun 1958 No. 69); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan; dan 10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi. Pengaturan mengenai Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana diperintahkan UUD 1945 perlu segera direalisasikan untuk mengatasi 21

22 berbagai permasalahan terkait dengan penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai simbol identitas bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selama ini masih menggunakan peraturan perundang-undangan produk Undang- Undang Dasar Sementara. Undang-Undang baru ini menjamin adanya kepastian hukum, keselarasan, keserasian, standarisasi, dan ketertiban dalam penggunaan Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas persatuan adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan asas kedaulatan adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kedaulatan negara. Huruf c Yang dimaksud dengan asas kehormatan adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan sebagai identitas yang menunjukkan harga diri, dan kebesaran bangsa dan negara. Huruf d Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme, kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan mencerminkan kepentingan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya dalam kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf g 22

23 Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan ditujukan untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penggunaannya. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa penggunaan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya. Pasal 3 Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan warna merah adalah merah dengan jernih atau secara digital, merah dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 0 biru 0. Yang dimaksud dengan warna putih adalah putih tanpa gradasi warna atau secara digital, putih dengan model warna RGB dan kode merah 255 hijau 255 biru 255. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Yang dimaksud bahan dan ukuran yang berbeda adalah bahwa bendera dapat dibuat dari bahan seperti kain, kertas, plastik, atau aluminium, serta dapat memiliki berbagai ukuran dengan perbandingan lebar dua-pertiga dari panjang. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 5 Pasal 6 Yang dimaksud dengan pengibaran adalah penaikan dan penurunan bendera dengan seutas tali yang terikat pada tiang. Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan antara saat matahari terbit dan sebelum matahari terbenam adalah waktu antara pukul hingga Ayat (2) 23

24 Yang dimaksud dalam keadaan tertentu adalah kondisi dimana pengibaran Bendera Negara dilakukan untuk mengobarkan semangat patriotisme, nasionalisme, semangat membela tanah air, kondisi darurat perang, perlombaan olah raga, renungan suci, serta untuk menandakan bahwa bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat bersuka cita atau dalam keadaan sangat berduka cita. Ayat (3) Yang dimaksud dengan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah termasuk wilayah yurisdiksi di kedutaan besar atau perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri dan kapal milik pemerintah atau Warga Negara Indonesia yang sedang berlayar atau berlabuh di luar negeri. Ayat (4) Ayat (5) Yang dimaksud dengan hari-hari besar nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah: a. tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional; b. tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional; c. tanggal 17 Agustus, hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia; d. tanggal 1 Oktober, hari Kesaktian Pancasila; e. tanggal 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda; f. tanggal 10 November, hari Pahlawan; dan g. tanggal 22 Desember, hari Ibu. Yang dimaksud dengan peristiwa lain adalah peristiwa besar atau kejadian luar biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia, misalnya kunjungan Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia ke daerah dan pada perayaan dirgahayu daerah. Pasal 8 Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Huruf b Yang dimaksud dengan lembaga negara adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang. Huruf c Huruf d 24

25 Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Huruf m Huruf n Huruf o Huruf p Huruf q Cukup jelas Huruf r Yang dimaksud dengan gedung atau kantor atau rumah jabatan lain adalah gedung atau kantor atau rumah jabatan yang diatur dengan Keputusan Presiden. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) 25

26 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud penggunaan Bendera Negara pada kapal adalah sebagai tanda kehormatan untuk menyatakan kebangsaan dan identitas kapal tersebut. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Yang dimaksud dengan perayaan lain adalah pengibaran atau pemasangan bendera sebagai tanda pernyataan nasionalisme dan kegembiraan umum. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 12 Ayat (1) Ayat (2) 26

27 Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pengibaran Bendera di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah dilakukan di seluruh halaman/rumah Warga Negara Indonesia, kantor/gedung pemerintah maupun swasta, sekolah dan seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia di luar negeri Ayat (7) Ayat (8) Ayat (9) Ayat (10) Ayat (11) Ayat (12) Ayat (13) Ayat (14) Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Pasal 16 27

28 Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Bendera Negara hanya dipasang bersilang dengan bendera negara lain, karena kedua bendera negara itu sederajat, sedangkan Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji karena tidak sederajat. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Huruf b Yang dimaksud dengan baris adalah deratan bendera yang sejajar dalam satu garis Huruf c Bendera Negara yang dibawa di depan rombongan pawai atau defile dimaksudkan untuk menghormati Bendera Negara. Huruf d Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji organisasi karena kedudukan antara Bendera Negara dan panji organisasi tidak sederajat. Ayat (2) Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 28

29 Cukup jelas Pasal 25 Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Yang dimaksud bersifat nasional adalah corak kegiatan di manapun yang dihadiri oleh perwakilan lebih dari satu daerah dan memiliki topik, tema, atau substansi yang berdampak nasional Huruf h Yang dimaksud dengan lingkungan kerja swasta adalah mencakup perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Huruf m Huruf n 29

30 Huruf o Huruf p Pasal 28 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Bahasa asing yang digunakan dalam perjanjian adalah bahasa resmi negara yang mengadakan perjanjian internasional atau bahasa Inggris sesuai kesepakatan. Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Yang dimaksud dengan tujuan khusus adalah tujuan untuk membuktikan kemahiran berbahasa selain Bahasa Indonesia. Yang dimaksud dengan bidang kajian khusus adalah kajian bahasa dan sastra selain bahasa dan sastra Indonesia. Yang dimaksud dengan bahasa masyarakat sehari-hari adalah bahasa pasaran, bahasa prokem, bahasa gaul, dan/atau bahasa yang biasa dipergunakan oleh masyarakat dalam aktifitasnya seharihari. Ayat (8) Ayat (9) Ayat (10) Ayat (11) 30

31 Ayat (12) Ayat (13) Ayat (14) Pasal 29 Yang dimaksud dengan pengembangan bahasa adalah melakukan upaya memodernkan korpus bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa secara umum serta mengupayakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas antarbangsa. Pasal 30 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembinaan adalah meningkatkan mutu pemakaian bahasa melalui penyelenggaraan pembelajaran bahasa di semua jenjang pendidikan dan pemasyarakatan bahasa. Peningkatan mutu pemakaian bahasa itu juga dimaksudkan untuk mempertinggi sikap positif masyarakat terhadap Bahasa Indonesia Ayat (2) Pasal 31 Yang dimaksud dengan Garuda Pancasila adalah lambang burung garuda yang berasal dari mitologi kuno yang dekat dengan burung elang rajawali. Garuda telah dikenal sejak lama baik dalam arkheologi, kesusasteraan dan mitologi Indonesia. Burung garuda dilukiskan di candi Dieng, Prambanan, Mendut, Sukuh dan Panataran yang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak abad 6 sampai abad 16 masehi. Lukisan garuda dapat berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap yang terdapat di candi Dieng; sementara di candi Prambanan, Mendut dan di candi Sukuh, Kedal Jawa Timur bentuknya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lambang garuda pernah dipakai sebagai lencana oleh Prabu Airlangga pada abad kesebelas dengan nama Garudamukha, yang dalam patung belahan dilukiskan Prabu Airlangga sedang mengendarai seekor garuda. Lambang garuda juga digunakan Pergerakan Indonesia Muda (1928) yang memakai panji-panji sayap garuda yang ditengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga goresan garis. Kemudian garuda menjadi lambang Negara Indonesia untuk menggambarkan Indonesia sebagai bangsa yang besar, sekaligus sebagai negara yang kuat di antara negara-negara lain. Yang dimaksud dengan perisai adalah perisai atau tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan untuk mencapai tujuan dan perlindungan diri. Perisai dimaksudkan bahwa sebagai lambang perjuangan dan perlindungan diri yang artinya tetap dan tidak berubah-ubah. Mata 31

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1951 TENTANG LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1951 TENTANG LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 1951 TENTANG LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Mendengar : bahwa menurut Undang-undang Dasar perlu ditetapkan Lambang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menyelenggarakan otonomi daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menyelenggarakan otonomi daerah,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No

2017, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No No.736, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BMKG. Panji. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PANJI BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa perlu diadakan peraturan tentang penggunaan Lambang Negara Republik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

-2- Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan

-2- Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan -2-2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. Bahwa setiap manusia berhak memperoleh penghormatan

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINANN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG IDENTITAS DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINANN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG IDENTITAS DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINANN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG IDENTITAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa keprotokolan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI 1 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG LAMBANG DAN MOTTO DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG LAMBANG DAN MOTTO DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU Menimbang : PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG LAMBANG DAN MOTTO DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI KEPULAUAN RIAU, a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 01 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 01 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 01 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan inspirasi dan motivasi kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para pejabat

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA PEKALONGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA PEKALONGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN Menimbang: Presiden Republik Indonesia, bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.125, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Acara Kenegaraan. Protokoler. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SERANG

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SERANG PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1958 BENDERA KEBANGSAAN REPUBLIK INDONESIA. Peraturan pemerintah Nr. 40 tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, 7 PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kota Serang perlu mempunyai identitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4,

Lebih terperinci

Berita Sidang MK : Langgar Kebebasan Berekspresi, Larangan Penggunaan Lambang Negara Dinyatakan Inkonstitusional

Berita Sidang MK : Langgar Kebebasan Berekspresi, Larangan Penggunaan Lambang Negara Dinyatakan Inkonstitusional Endang Yuni Purwanti - blog Berita Sidang MK : Langgar Kebebasan Berekspresi, Laran http://endangyuni.staff.ipb.ac.id/2013/01/16/berita-sidang-mk-langgar-kebebasan-berekspresi-laran g Berita Sidang MK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG HARI JADI DAERAH, LOGO DAERAH, MOTTO DAERAH DAN MARS DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SERTA PENGUNAANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LOGO DAERAH, BENDERA DAERAH DAN BENDERA JABATAN BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

Page 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEBAHASAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEBAHASAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEBAHASAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa keberagaman bahasa di Indonesia merupakan anugerah

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1645, 2014 KEMENRISTEK. Keprotokolan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JALASENA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menghargai kesetiaan, kemampuan, kebijaksanaan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa pelaksanaan tugas di udara mempunyai corak

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG LAMBANG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat : a. bahwa Kota Tasikmalaya perlu mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa Kota Tangerang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEBUDAYAAN. Bahasa. Sastra. Pengembangan. Pembinaan. Perlindungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5554) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. Bahwa Angkatan Perang dalam usahanya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 70 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1958 NO. 41), SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA SUNGAI PENUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara Indonesia

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BENDERA DAN LAMBANG ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BENDERA DAN LAMBANG ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BENDERA DAN LAMBANG ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA Dan BUPATI KAYONG UTARA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA Dan BUPATI KAYONG UTARA MEMUTUSKAN : PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Jembrana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG LAMBANG DAERAH, MOTTO DAERAH DAN HARI LAHIR KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN, Menimbang : a. bahwa dengan dimekarkannya Kabupaten Pasaman berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa Angkatan Perang dalam usahanya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk menentukan jati diri dan identitas suatu

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DPRD KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG LAMBANG DPRD KABUPATEN PANGANDARAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DPRD KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG LAMBANG DPRD KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DPRD KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG LAMBANG DPRD KABUPATEN PANGANDARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DPRD KABUPATEN PANGANDARAN, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, w w w.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagai tindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara Indonesia

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR :

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN : 2002 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : TENTANG LAMBANG KOTA CIMAHI BAGIAN HUKUM DAN HUMAS SEKRETARIAT DAERAH KOTA CIMAHI LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG LOGO / LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 95 Undang- Undang Nomor 11

Lebih terperinci

BAB V PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA, LOGO, DAN CAP DINAS

BAB V PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA, LOGO, DAN CAP DINAS BAB V PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA, LOGO, DAN CAP DINAS Lambang negara, logo, dan cap dinas digunakan dalam tata naskah dinas sebagai tanda pengenal atau identifikasi yang bersifat tetap dan resmi. Untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Pasal 2. (1) Pada kesempatan-kesempatan di mana diperdengarkan Lagu Kebangsaan dengan alat-alat musik, maka lagu itu dibunyikan lengkap satu kali, yai

Pasal 2. (1) Pada kesempatan-kesempatan di mana diperdengarkan Lagu Kebangsaan dengan alat-alat musik, maka lagu itu dibunyikan lengkap satu kali, yai Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1958 TENTANG LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA Presiden Republik Indonesia, a) Bahwa Lagu Kebangsaan Republik Indonesia adalah Lagu Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 26 Tahun 1974 1 April 1974 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TABANAN. NOMOR ; 3/DPRD./1972.- MENETAPKAN PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 65 TAHUN 1958 (65/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 65 TAHUN 1958 (65/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 65 TAHUN 1958 (65/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA) Sumber: LN 1958/116; TLN NO. 1650 Tentang: PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2001 T E N T A N G BENTUK DAN TATA CARA PENGGUNAAN LAMBANG DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh prajurit

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun No.1482, 2017 AN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. Keprotokolan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BULUNGAN Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa sehubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1009, 2014 KEMENPAN RB. Keprotokolan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAN MOTTO KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1959 NO. 19), SEBAGAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Yogyakarta, 18 September LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 7 Tahun 1980 Seri C

Yogyakarta, 18 September LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 7 Tahun 1980 Seri C Yogyakarta, 18 September 1980. LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 7 Tahun 1980 Seri C PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci