PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,
|
|
- Erlin Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup; b. bahwa segala bentuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan akan memberikan dampak terhadap lingkungan hidup dan oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Agam; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3299); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam yati, dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); 1
2 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219); 11. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 12. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 14. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2
3 16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 18. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 12); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3338); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran 3
4 Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 29. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM dan BUPATI AGAM MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Agam. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Agam. 3. Bupati adalah Bupati Agam. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Agam. 4
5 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait selanjutnya disebut SKPDT adalah unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Agam yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab membina secara administratif dan fungsional Pengelolaan Lingkungan Hidup di wilayah Kabupaten Agam. 6. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. 7. Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. 8. Pem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pem untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 9. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 10. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan kedalamnya. 11. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, dan sumber daya buatan. 12. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 13. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkan. 14. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. 15. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 16. Bahan berbahaya dan racun adalah setiap bahan karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. 17. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan 5
6 hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. 18. Pemulihan lingkungan adalah usaha untuk mengembalikan kondisi lingkungan yang hampir menyerupai kondisi awal sebelum usaha dan/atau kegiatan dilaksanakan. 19. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 20. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). 21. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disebut dengan SPPL adalah suatu pernyataan berupa komitmen dari pemrakarsa kegiatan dan/atau usaha yang tidak wajib memiliki UKL dan UPL. 22. Orang adalah Orang Perseorangan, dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum. Pasal 2 Ruang Lingkup Lingkungan hidup meliputi ruang dan tempat Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN Pasal 3 Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab, berkelanjutan, dan bermanfaat serta tujuan untuk mewujudkan pem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pem manusia seutuhnya dan pem masyarakat seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 4 Sasaran Pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; b. terwujudnya manusia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; 6
7 BAB III WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 5 (1) Sumber daya alam Daerah dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, yang pengaturannya ditetapkan oleh Bupati; (2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah: a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup; b. Mewujudkan, menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan, masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup; Pasal 6 Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Daerah dapat menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kecamatan yang sifatnya tidak teknis. Pasal 7 Kewenangan Daerah dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup terdiri dari : 1. Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup; 2. Pelaksanaan kegiatan operasional pengelolaan lingkungan hidup; 3. Pengendalian pengelolaan lingkungan hidup; 4. Pemanfaatan dan evaluasi kualitas lingkungan; 5. Konservasi; 6. Penegakan hukum lingkungan; 7. Pengembangan Sumber Daya Manusia pengelola lingkungan hidup; 8. Pemberdayaan dunia usaha dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. BAB IV PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP Pasal 8 (1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; 7
8 (2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampung diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 9 (1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup baik dampak besar dan kecil wajib memiliki dokumen lingkungan (Dokumen AMDAL, UKL/UPL dan SPPL); (2) Tata cara penyusunan dokumen sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 10 Jenis-jenis rencana dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL dan UKL/UPL adalah sebagai mana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 11 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain. Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang membuang limbah ke media lingkungan hidup Daerah tanpa izin. (2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3). (3) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi : menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang. (4) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 13 (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. (2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran sertanya dalam pengelolaan lingkungan hidup. (3) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. 8
9 BAB VI PERSYARATAN PENATAAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian Kesatu Perizinan Pasal 14 (1) Kelayakan Lingkungan merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh Bupati. (2) Dalam izin sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. (3) Bupati menolak permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan dokumen pengelolaan lingkungan hidup. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 15 (1) Bupati melakukan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin pengelolaan lingkungan hidup; (2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan. Pasal 16 (1) Untuk melakukan tugasnya pejabat pengawas sebagaimana tersebut dalam pasal 15 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan. (2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut. Bagian Ketiga Pemulihan Lingkungan Pasal 17 (1) Setiap orang atau badan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup wajib melaksanakan pemulihan lingkungan hidup. 9
10 (2) Seluruh pembiayaan usaha pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat (1) sepenuhnya ditanggung oleh pemilik usaha dan/atau kegiatan. Bagian Keempat Sanksi Administrasi Pasal 18 (1) Bupati dapat mencabut izin usaha dan/atau kegiatan apabila melakukan pelanggaran terhadap pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada Bupati untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya. BAB VII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang sesuai dengan KUHAP Pasal 6 ayat (1) huruf b. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan lingkungan hidup agar laporan menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang priobadi atau badan tenang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidanabidang pengelolaan lingkingan hidup; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan dengan tindak pidana dibidang pengelolaan lingkungan hidup; d. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik tindak pidana di bidang pengelolaan lingkungan hidup; e. Memotrek seseorang yang berkaitan dengan tindak bidana bidang pengelolaan lingkungan hidup; f. Memanggil orang untuk mendengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Menghentikan penyidikan; h. Melakuan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidik tindak pidana dibidang pengelolaan lingkungan hidup menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan; (3) Penyidik sebagaimana diamksud ayat (1) sesuai dengan KUHAP pasal 109 dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang 10
11 merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu pada Penuntut Umum dengan surat pemberitahuan penyidikan. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 20 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak ,- (Lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 l-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam. Ditetapkan di Lubuk Basung pada tanggal 26 Agustus 2009 BUPATI AGAM, Diundangkan di Lubuk Basung Pada tanggal 26 Agustus 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN AGAM, ARISTO MUNANDAR SYAFIRMAN, SH NIP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN AGAM TAHUN 2009 NOMOR 11 11
12 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1.UMUM Lingkungan hidup merupakan tanggungjawab semua pihak, Pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kelestariannya yang diakibatkan dari tangantangan yang tidak bertanggung jawab untuk merubah ekosistemnya, mengakibatkan terjadinya perusakan lingkungan baik dampaknya yang dapat dirasakan sekarang maupun dimasa yang akan datang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka Pemerintah Daerah berkewajiban menjaga, mengawasi penyelenggaraan pemeliharaan lingkungan di daerah. Pemerintah Daerah juga wajib menciptakan kenyamanan, kelestarian alam, kemudahan dan menjamin terselenggaranya pengelolaan lingkungan hidup di Daerah. Mengingat kepentingan-kepentingan di atas dan sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tersebut, maka pengelolaan lingkungan hidup perlu diatur dengan Peraturan Daerah. 1.1.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Cukup Jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas 12
13 Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas 13
14 LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR: 11 TAHUN 2009 TANGGAL: 26 AGUSTUS 2009 JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN DOKUMEN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL), UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL/UPL) I. JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP A. Bidang Pertahanan Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi menimbulkan resiko lingkungan dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan penggunaan lahan yang cukup luas. No Jenis Kegiatan 1 Pem Pangkalan TNI AL 2 Pem Pangkalan TNI AU 3 Pem Pusat Latihan Tempur - Luas Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus Kelas A dan B Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi mengubah ekosistem laut dan pantai Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair dan sampah padat. Kelas A dan B Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair, sampai padat dan kebisingan pesawat Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup bagi masyarakat. Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair, sampah padat dan kebisingan akibat ledakan. B. Bidang Pertanian Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air akibat kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama, penyakit dan gulma pada saat beroperasi, serta perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan 14
15 pestisida/herbisida. Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik. Skala/Besaran yang tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan potensi dampak penting kegiatan terhadap ekosistem, hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran tersebut merupakan luasan rata-rata dari berbagai uji coba untuk masing-masing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi. No Jenis kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1 Budidaya tanaman pangan dan hortikultura a. Semusim dengan atau tanpa unit pengolahannya - Luas b. Tahunan dengan atau tanpa unit pengolahannya. - Luas 2 Budidaya tanaman perkebunan a. Semusim dengan atau tanpa unit pengolahannya: - Dalam kawasan budidaya non - Kehutanan, luas - Dalam kawasan budidaya kehutanan, luas ha ha ha Kegiatan akan berdampak pada ekosistem, hidrologi dan bentang alam. b. Tahunan dengan tanpa atau unit pengolahannya: - Dalam kawasan budidaya non kehutanan luas - Dalam kawasan kehutanan, luas ha C. Bidang Perikanan Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang, ikan adalah perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan hutan mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelipatan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada di kawasan tersebut. No Jenis kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1. Usaha budidaya perikanan a. Budidaya tambak udang/ikan tingkat teknologi maju dan madya dengan atau 15 Rusaknya ekosistem mangrove yang menjadi tempat pemijahan dan pertumbuhan ikan (nursery areas) akan mempengaruhi produktivitas daerah setempat.
16 tanpa unit pengolahannya - Luas 50 ha b. Usaha budidaya perikanan terapung (jaringan apung dan pen system): - Di air tawar (danau) Luas, atau Jumlah - Di air laut Luas, atau Jumlah 2,5 ha 500 unit 5 ha unit Beberapa komponen lingkungan yang akan terkena dampak adalah: kandungan bahan organik, perubahan BOD, COD, DO, kecerahan air, jumlah pythoplankton maupun peningkatan virusdan bakteri. Semakin tinggi penerapan teknologi maka produksi limbah yang di indikasikan akan menyebabkan dampak negatif terhadap perairan/ekosistem di sekitarnya. Perubahan kualitas perairan. Pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang perairan. Pengaruh terhadap estetika perairan. Mengganggu alur pelayaran. D. Bidang Kehutanan Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem hutan, hidrologi, keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan potensi konflik sosial. No Jenis kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1. Usaha Pemanfaatan sil Hutan a. Usaha Pemanfaatan sil Hutan Kayu (UPHHK) dari hutan Alam (HA) b. Usaha Pemanfaatan sil Hutan Kayu (UPHHK) dari Hutan Tanaman (HT) Semua besaran ha/etat Pemanenan pohon dengan diameter tertentu berpotensi merubah struktur dan komposisi tegakan. Mempengaruhi kehidupan satwa liar dan habitatnya. Usaha hutan tanaman dilaksanakan melalui sistem silvikultur Tebang bis Permukaan Buatan (THPB) berpotensi menimbulkan dampak erosi serta perubahan komposisi tegakan (menjadi homogen), satwa liar dan habitatnya. E. Bidang Perhubungan 16
17 No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1. Pem Jaringan Jalan Kereta Api - Panjang 25 km Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis dan dampak sosial. 2. Konstruksi jalan rel di bawah permukaan tanah Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan kestabilan lahan (land subsidence), air tanah serta gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar kegiatan tersebut. 3. Pem terminal terpadu Moda dan fungsi - Luas 2 ha Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran ekologis, tata ruang dan sosial. 4. a. Pengerukan perairan dengan Capital Dredging - Volume b. Pengerukan perairan sungai dan/atau capital dreging yang memotong material karang dan/atau batu 5. Pem pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut: a. Dermaga dengan bentuk kontruksi seet pile atau open pile - Panjang, atau - Luas m3 200 m m2 Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sistem hidrologi dan ekologis yang lebih luas dari batas tapak kegiatan itu sendiri, perubahan batimetri, ekosistem, dan mengganggu proses-proses alamiah di daerah perairan (sungai dan laut) termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial. Kegiatan ini juga akan menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas pelayaran perairan. Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar DWT serta draf kapal minimum 4-7 m sehingga kondisi kedalaman yang dibutuhkan menjadi 5 s/d 9 m LWS. b. Dermaga dengan konstruksi masif 17 Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap perubahan harus pantai / pendangkalan dan sistem hidrologi, ekosistem, kebisingan dan dapat
18 c. Penahan gelombang (talud) dan/atau pemecah gelombang (break water) - Panjang d. Prasarana pendukung pelabuhan (terminal, gudang, peti kemas, dan lain-lain) - Luas 200 ha 5 ha Menganggu proses-proses alamiah di daerah pantai (Coastal processes). Berpotensi menimbulkan dampak terhadap ekosistem, hidrologi, garis pantai dan batimetri serta menganggu proses-proses alamiah yang terjadi di daerah pantai. Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, aksesibilitas trasportasi, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologis, dampak sosial dan keamanan di sekitar kegiatan serta membutuhkan area yang luas. e. Single Point Mooring Boey - untuk kapal 6. Reklamasi ( Pengurugan): - Luas, atau - Volume 7. Kegiatan penempatan hasil keruk ( dumping ) di darat : - Volume, atau - Luas area dumping 8. Pem bandar udara baru beserta fasilitasnya ( untuk fixed wing maupu rotary wing ) DWT m m3 5 kelompok bandar udara (A, B, dan C) berserta hasil studi rencana 18 Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar DWT serta draft kapal minimum 4-7 m sehingga kondisi kedalaman yang dibutuhkan menjadi 5 s/d 9 m LWS. Berpotensi menimbulkan dampak berupa gangguan alur pelayaran, perubahan batimentri, ekosistem, dan mengganggu proses- proses alamiah di daerah pantai terutaman apabila yang dibongkiar muat minyak mentah yang berpotensi menimbulkan pencemaran laut dari tumpahan minyak. Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial, ekologis, perubahan garis pantai, kestabilan lahan, lalu lintas serta mengganggu proses- proses alamiah di daerah pantai. Menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan yang akan mempengaruhi ekologis, hidrologi setempat. Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi, harus memperhatikan ketentuan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional.
19 9. Pengembangan bandar udara beserta salah satu fasilitas berikut : a. Landasan pacu - panjang b. Terminal penumpang atau terminal kargo - Luas c. Pengambilan air tanah 10. Perluasan bandar udara beserta/atau fasilitasnya : a. Pemindahan penduduk, atau Pembebasan lahan b. Reklamasi pantai : - Luas, atau - Volume urugan c. Pemotongan bukit dan pengurungan lahan dengan volume induk yang telah disetujui 200 m m2 50 liter/dtk (dari 1 sumur s/d 5 sumur dalam satu area KK m m3 Berpotensi menimbulkan dampak berupa kebisingan getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara. Adanya ketentuan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) yang membatasi pemanfaatan ruang udara serta berpotensi menimbulkan dampak sosial. Termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional. Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara, mobilisisi penumpang meningkat. Dampak petensial berupa limbah padat, limbah cair,udara dan bau yang padat mengganggu kesehatan Pengoperasian jenis pesawat yang dapat dilayani oleh bandara. termasuk kegiatan berteknologi tinggi, harus memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional. Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangitan transportasi baik darat dan udara. F. Bidang Teknologi Satelit 19
20 No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1. Pem fasilitas peluncuran satelit G. Bidang Perindustrian Kegiatan ini memerlukan persyaratan lokasi yang khusus (sepi penduduk, di daerah khatulistiwa/ekuator, dekat laut), teknologi canggih, dan tingkat pengamanan yang tinggi Bangunan peluncuran satelit dan fasilitas pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup bagi masyarakat. No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1. Industri semen (yang dibuat melalui produksi klinker) Industri semen dengan proses Klinker adalah Industri semen yang kegiatannya bersatu dengan kegiatan penambangan, dimana terdapat proses penyiapan bahan baku, pengilingan bahan baku (raw mill process), penggilingan batu bara (coal mill) serta proses pembakaran dan pendinginan klinker (rotary Kiln and Clinker Cooler) Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh: Debu yang keluar dari cerobong. Pengunaan lahan yang luas. Kebutuhan air cukup besar (3,5 ton semen membutuhkan 1 ton air) Kebutuhan energi cukup besar baik tenaga listrik ( kwh/ton) dan tenaga panas ( Kcal/ton). Tenaga kerja besar (±1-2 TK/3000 ton produk). Potensi berbagai jenis limbah: padat (tailing), debu (CaO, SiO2, Al2O3, FeO2) dengan radius 2-3 km, limbah cair (sisa cooling mengandung minyak lubrikasi/pelumas), limbah gas, (CO2,Sox, Nox) dari pembakaran energi batubara, minyak dan gas. 2. Industri pulp/ industri Proses pembuatan pulp meliputi 20
21 kertas yang terintegrasi dengan industri pulp, kecuali pulp dari kertas berkas dan pulp untuk kertas budaya. kegiatan penyiapan bahan baku, pemasakan serpihan kayu, pencucian pulp, pemutihan pulp (bleaching) dan pembentukan lembaran pulp yang dalam prosesnya banyak mengunakan bahan-bahan kimia, sehingga berpotensi menghasilkan limbah cair (BOD,COD, TTS), limbah gas,(h2s, SO2, Nox, Cl2) dan limbah padat (ampas kayu, serat pulp, lumpur kering). Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh: Pengunaan lahan yang luas (0,2 ha/1000 ton produk). Tenaga kerja besar. Kebutuhan energi besar (0,2 MW/1000 ton produk) 3. Industri petrokimia hulu Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah hasil tambang mineral (konsendat) terdiri dari Pusat Olefin yang menghasilkan Benzena, Propilena dan Butadiena Serta Pusat Aromatik yang menghasilkan Benzena, toluene,xylena, dan etil benzena. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh: Kebutuhan lahan yang luas. Kebutuhan air cukup besar (untuk pendingin 1l/dt/1000 ton produk). Tenaga kerja besar. Kebutuhan energi relatif besar (6-7 kw/ton produk) disamping bersumber dari lisrik juga energi listrik gas. Potensi berbagai limbah gas (SO2 dan Nox), debu (SiO2), limbah cair (TTS, BOD, COD, NH4Cl) dan limbah sisa katalis bekas yang bersifat B3. 4. Kawasan Industri (termasuk komplek industri yang terintegrasi) Kawasan industri (industrial estate) merupakan lokasi yang dipersiapkan untuk berbagai jenis indusri manufaktur yang masih prediktif, sehingga dalam pengembangannya diperkirakan akan menimbulkan berbagai dampak penting antara lain 21
22 disebabkan: Kegiatan grading (pembentukan muka tanah) dan run off (air larian). Pengadaan dan pengoperasian alat-alat berat. Mobilisasi tenaga kerja ( TK/ha) Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial. Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan rata-rata 0,55-0,75 I/dt/ha. Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam kaitan dengan jenis pembangkit ataupun trace jaringan (0,1 MW/ha). Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang masih prediktif terutama dalam cara hal pengelolaannya. Bangkitan lalu lintas. 5. Industri galangan kapal dengan sistem graving dock DWT Sistem graving dock adalah galangan kapal yang di lengkapi dengan kolam perbaikan dengan ukuran panjang 150 m, lebar 30 m, dan kedalaman 10 m dengan sistem sirkulasi. Pembuatan kolam graving ini dilakukan dengan mengeruk laut yang dikawatirkan akan menyebabkan longsoran ataupun abrasi pantai. Perbaikan kapal berpotensi menghasilkan limbah cair (air ballast, pengecatan lambung kapal dan bahan kimia B3) maupun limbah gas dan debu dari kegiatan sand blasting dan pengecatan. 6. Industri amunisi dan bahan peledak 7. Kegiatan indusri yang tidak termasuk angka 1 s/d 6 Pengunaan areal: Industri amunisi dan bahan peledak merupakan industri yang dalam proses produksinya mengunakan bahan-bahan kimia yang bersifat B3, disamping kegiatannya membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi. Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan: Tingkat pembebasan lahan. Daya dukung lahan; sperti 22
23 a. Urban: - Metropolitan, luas - Kota besar, luas - Kota sedang, luas - Kota kecil, luas b. Rural/pedesaan, luas H. Bidang Pekerjaan Umum 5 ha 10 ha 15 ha 20 ha 30 ha daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan perhektar dan lain-lain. Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa: Bangkitan lalu lintas Konflik sosial Penurunan kualitas lingkungan. Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum mempertimbangkan skala/besaran kota yang menggunakan ketentuan yang menggunakan populasi, yaitu: Kota metropolitan : > jiwa Kota besar : jiwa Kota sedang : jiwa Kota kecil : jiwa No Jenis Kegiatan Skala/Besaran Alasan Ilmiah Khusus 1. Pem Bendungan/waduk atau Jenis tampungan air lainnya: - Tinggi, atau 15 m Termasuk dalam kategori large dam (Bendungan besar). Pada skala ini dibutukan spefikasi khusus baik bagi material dan desain konstruksinya. Pada skala ini diperlukan quarry/burrow area yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan dampak. Dampak pada hidrologi. - Luas genangan 2. Daerah Irigasi a. Pem baru dengan luas 200 ha ha 23 Kegagalan bendungan pada luas genangan sebesar ini berpotensi mengakibatkan genangan yang cukup besar dibagian hilirnya. Akan mempengaruhi pola iklim mikro pada kawasan sekitarnya dan ekosistem daerah hulu dan hilir bendungan / waduk. Dampak pada hidrologi. Mengakibatkan perubahan pola iklim mikro dan ekosistem kawasan. Selalu memerlukan utama (headworks) dan pelengkapan (opportenants structures) yang besar dan sangat banyak sehingga berpotensi untuk mengubah ekosistem yang ada. Mengakibatkan mobilisasi
24 tenaga kerja yang signifikan pada daerah sekitarnya, baik pada saat pelaksanaan maupun setelah pelaksanaan. Membutuhkan pembebasan lahan yang besar sehingga berpotensi menimbulkan dampak sosial. b. Peningkatan dengan luas tambahan c. Pencetakan sawah, luas ( perkelompok ) ha ha Berpotensi menimbulkan dampak negatif akibat perubahan ekosistem pada kawasan tersebut. Memerlukan tambahan yang berpotensi untuk merubah ekosistem yang ada. Mengakibatkan mobilisasi manusia yang dapat menimbulkan dampak sosial. Memerlukan alat berat dalam jumlah yang cukup banyak. Perubahan tata air. 3. Pengembangan Rawa : Reklamasi Rawa untuk kepentingan irigasi ha Berpotensi mengubah ekosistem dan iklim migro pada kawasan tersebut dan berpengaruh pada kawasan di sekitarnya. Berpotensi mengubah sistem tata air yang ada pada kawasan yang luas secara drastis. 4. Pem pengaman pantai dan perbaikan muara sungai : - jarak dihitung tegak lurus pantai. 5. Normalisasi sungai (termasuk sodetan) dan 500 m 24 Pem pada rentang kawasan pantai sebesar 500 m berpotensi merubah ekologi kawasan pantai dan muara sungai sehingga berdampak terhadap keseimbangan ekosistem yang ada. Gelombang pasang laut (tsunami) di Indonesia berpotensi menjangkau kawasan sepanjang 500 m dari tepi pantai, sehingga di perlukan kajian khusus untuk pengembangan kawasan pantai yang mencakup rentang lebih dari 500 m dari garis pantai. Terjadi timbunan tanah galian di kanan kiri sungai yang
25 pembuatan kanal banjir a. Kota besar / metropolitan - panjang, atau - Volume pengerukan b. Kota sedang - panjang, atau - Volume pengerukan 5 km m3 10 km m3 menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial, dan gangguan. Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dan dampak. Terjadi timbunan tanah galian dikanan kiri sungai yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial dan gangguan. Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dan dampak. c. Pedesaan Terjadi timbunan tanah galian - panjang, atau 15 km di kanan kiri sungai yang - Volume pengerukan m3 menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial dan gangguan. Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan gangguan dan dampak. 6. Pem Jalan Tol 5 km Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. 7. Pem dan/ atau peningkatan jalan dengan pelebaran yang membutuhkan pengadaan tanah a. Kota besar/ metropolitan - panjang, atau - pembebasan lahan b. Kota sedang - panjang, atau - pembebasan lahan c. Pedesaan - panjang, atau - pembebasan lahan. 8. a. Pem subway/underpass, terowongan/ tunnel b. Pem jabatan 15 km m3 15 km m3 15 km m3 2 km 500 m 25 Bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi gangguan visual dan dampak sosial. Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan kestabilan lahan (land subsidence), air tanah serta gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) dan
26 9. Persampahan a. Pem TPA sampah domestik pembuangan dengan sistem control landfill/ sanitary landfill termasuk instalansi penunjangnya - luas kawasan TPA, atau - kapasitas total b. TPA didaerah pasang surut, - luas landfill, atau - kapasitas total 10 ha ton 5 ha ha dampak sosial di sekitar kegiatan tersebut. Dampak potensial adalah pencemaran gas / udara, resiko kesehatan masyarakat pencemaran dari leachate. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate, udara, bau, vektor penyakit dan gangguan kesehatan c. Pem transfer station - kapasitas d. Pem Instalansi Pengolahan Sampah Terpadu - kapasitas ton/hari 500 ton/hari Dampak potensial berupa pencemaran udara, bahu, vektor penyakit dan gangguan kesehatan. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate (lindi), udara, bau, gas beracun, dan gangguan kesehatan. e. Pengolahan dengan insinerator - kapasitas 500 ton/hari Dampak potensial berupa fly ash dan bottom ash, pencemaran udara, emisi biogas ( H2S, NOx, SOx, COx, dioxin) air limbah, cooling water, bau dan gangguan kesehatan. f. Composting plant - kapasitas 100 ton/hari Dampak potensial berupa pencemaran dari bau dan gangguan dan kesehatan. g. Trasportasi sampah dan kereta Api - Kapasitas 10. Pem Perumahan/permukiman a. Kota metropolitan, luas b. Kota besar, luas c. Kota sedang dan 500 ton/hari Dampak potensial berupa pencemaran dari air sampah dan sampah yang tercecer, bau, gangguan kesehatan dan aspek sosial masyarakat di daerah yang dilalui kereta api. Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan: Tingkat pembebasan lahan Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah, kapasitas
27 kecil, luas resapan air tanah, tingkat kepadatan per hektar. Tingkat kebutuhan air seharihari. Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil kegiatan perumahan dan permukiman Efek pem terhadap lingkungan sekitar (mobilisasi material dan manusia). KDB (koefisien dasar ) dan KLB (koefisien luas ). 11. Air Limbah Domestik a. Pem instalansi Pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk pasilitas penunjangnya - Luas, atau - Kapasitasnya b. Pem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya - Luas, atau - Beban organik c. Pem sistim perpipaan air limbah, luas layanan. - luas layanan, atau - debit air limbah 12 Pem saluran drainase ( primer dan atau sekunder) di permukiman. a. Kota besar /metropolitan, panjang. b. Kota sedang, panjang 2 11 m3/hari 3 2,4 ton/hari m3/hari 5 km 10 km Setara dengan layanan untuk orang. Dampak potensial berupa bau dan gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual. Setara dengan layanan untuk orang. Setara dengan layanan orang. Setara dengan unit sambungan air limbah Dampak potensial berupa gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau nilai kompensasi. Berpotensi menimbulkan gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana dan sarana umum, pencemaran di daerah hilir, perubahan tata air di sekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan perubahan perilaku masyarakat di sekitar jaringan. Pem drainase sekunder di kota sedang yang melewati permunkiman padat. 13 Jaringan air bersih di kota besar/metropolitan. 27 Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan persoalan
28 a. Pem jaringan distribusi. - luas layanan b. Pem jaringan transmisi - panjang 500 ha 10 km keterbatasan air. 14 Pengambilan air dari danau, sungai, mata air permukaan, atau sumber air permukaan lainnya - debit pengambilan 250 l/dt 15 Pem pusat perkantoran,pendidikan, olah raga, kesenian, tempat ibadah, pusat perdagang / perbelanjaan relatif terkonsentrasi - luas lahan, atau - 5 ha m2 Setara kebutuhan air bersih orang. Setara kebutuhan kota sedang. Besaran diperhitungkan berdasarkan: Pembebasan lahan Daya dukung lahan Tingkat kebutuhan air seharihari. Limbah yang dihasilkan. Efek pem terhadap lingkungan sekitar (getaran kebisingan, polusi udara, dan lain-lain) KDB (koefisien Bangunan) dan KLB. (Koefisien Luas Bangunan) Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang. Khusus bagi pusat perdagangan dan perbelanjaan relatif terkonsentrasi dengan luas tersebut diperkirakan akan menimbulkan dampak penting: Konflik sosial akibat pembebasan lahan (umumnya berlokasi di pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi) Struktur bertingkat tinggi dan basement menyebabkan masalah dewatering dan gangguan tiang-tiang pancang terhadap ekuifer sumber air sekitar. Bangkitan pergerakan (traffic) dan kebutuhan permunkiman dari tenaga kerja yang besar. Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parker pengunjung. Produksi sampah 16. Pem kawasan permukiman untuk pemindahan penduduk/transmigrasi (Permukiman Berpotensi menimbulkan dampak yang disebabkan oleh: Pembebasan lahan. Tingkat kebutuhan air. Daya dukung lahan seperti 28
29 Transmigrasi Baru Pola Tanaman Pangan) - Luas lahan daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan per hektar, dan lain-lain. I.Bidang Sumber Daya Energi dan Mineral No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah Khusus A MINERAL, BATU BARA,DAN PANAS BUMI 1. Mineral, batu bara, dan panas bumi - luas perizinan ( KP ), atau - luas daerah terbuka untuk pertambangan 2 Tahap eksploitasi : a. Eksploitasi dan pengembangan uap panas bumi dan / atau pengembangan panas bumi. b. Batu bara/gambut - Kapasitas, dan/atau - Jumlah material penutup yang dipindahkan c. Biji primer - Kapasitas, dan/ atau - Jumlah material penutup yang dipindah kan d. Biji Sekunder / endapan alluvial - Kapasitas dan atau - Jumlah material penutup yang dipindahkan e. Bahan galian bukan logam atau bahan galian golongan C - kapasitas dan, atau - jumlah material penutup yang (kumulatif / tahun) 55 MW ton/tahun ton ton/tahun ton ton/tahun ton m3/tahun ton 29 Dampak penting terhadap lingkungan antara lain: merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi. Lama kegiatan juga akan memberikan dampak penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran apabila mengunakan peledak, serta dampak dari limbah yang dihasilkan. Berpotensi menimbulkan dampak terhadap air, udara, flora, fauna, sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar. Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap intensitas dampak yang akan terjadi. Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap intensitas dampak yang akan terjadi. Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap intensitas dampak yang akan terjadi. Jumlah pemindahan material berpengaruh terhadap Intensitas dampak yang akan terjadi.
30 dipindahkan f. Bahan galian radioaktif, temasuk pengolahan, penambangan dan pemurnian Sampai saat ini bahan radioaktif digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir maupun senjata nuklir. Oleh sebab itu, selain dampak penting yang dapat ditimbulkan, keterkaitan dengan masalah pertahanan dan keamanan menjadi alasan mengapa kegiatan ini wajib dilengkapi AMDAL untuk semua besaran. g. Pengambilan air bawah tanah (Sumur tanah dangkal, sumur tanah dalam, dan mata air h. Tambang di laut 3. Melakukan penempatan tailingdi bawah laut (Submarine Tailing Disposal) 4. Melakukan pengolahan bijih dengan proses sianidasi atau amalgamasi 50 lt/dtk (dari 1 sumur s/d 5 sumur dalam area 10 ha) Potensi perubahan dan gangguan sistem hidrologi. Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat sekitar. Memerlukan lokasi khusus dan berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah di daerah pantai termasuk menurunya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak social, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat sekitar. Sianida dan air raksa merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berpotensi menimbulkan pencemaran air permukaan, air tanah dan udara. B MINYAK DAN GAS BUMI 1. Eksploitasi migas dan pengembangan produksi a. Di darat: - Lapangan minyak BOPD Potensi menimbulkan Limbah B3 dari lumpur pengeboran. Potensi ledakan. Pencemaran udara, air dan 30
31 - Lapangan gas b. Di laut - Lapangan minyak - Lapangan gas 2. Transmisi MIGAS di laut - panjang, atau - bertekanan 3. Pem kilang: - LPG - LNG - Minyak 30 MMSCFD BOPD 90 MMSCFD Jumlah total lapangan semua sumur 100 km 16 bar 50 MMSCFD 550 MMSCFD BOPD 31 tanah. Potensi kerusakan ekosistem Pertimbangan ekonomis. Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran. Potensi ledakan. Pencemaran udara, air dan tanah. Pertimbangan ekonomis. Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran. Potensi ledakan. Pencemaran udara, air Pertimbangan ekonomis. Perubahan ekosistem laut. Termasuk distribusinya dilakukan dari rumah ke rumah. Pemamfaatan lahan yang tumpang tindih dengan aktivitas nelayan dianggap cukup luas lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu aktivitas nelayan. Penyiapan area konstruksi dapat menimbulkan gangguan terhadap daerah sensitf. Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan aktivitas lalu lintas kapal buang sauh, penambangan pasir. Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga berbahaya terhadap aktivitas/kegiatan nelayan, tambang pasir dan alur pelayaran. Potensi komflik social Merupakan industri strategis. Potensi dampak dari sarana penunjang khusus. Proses pengolahan menggunakan bahan yang berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat turunan. Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan cair yang cukup besar. Membutuhkan area yang cukup luas. Khusus LNG, berpotensi menghasilakan limbah gas H2S. Potensi perubahan dan gangguan sistem geohidrologi.
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG TATA KERJA KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP.
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA KERJA KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang: a. bahwa Keputusan
Lebih terperinciBUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 Tentang : Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Menimbang : MENTERI NEGARA
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 3 TAHUN 2000 TENTANG JENIS USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 05 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN LUMAJANG BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,
Lebih terperinciUSAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG AUDIT LINGKUNGAN HIDUP USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI Kriteria penetapan usaha dan/ kegiatan berisiko
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO
PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa Sumber
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : TAHUN 000 TENTANG JENIS USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan Sumber Daya Alam,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 218 /KPTS/013/2011 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 218 /KPTS/013/2011 TENTANG KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 45 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 45 TAHUN 2005 T E N T A N G
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 45 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 45 TAHUN 2005 T E N T A N G DOKUMEN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN ATAU UPAYA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 3 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
1 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN
Lebih terperinciPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 79 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dilingkungan hidup adalah merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa beberapa
Lebih terperinciPERATURAN NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa sungai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO
PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
-1- PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa air merupakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G Menimbang : a. bahwa lingkungan
Lebih terperinciAMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.
AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG Menimbang NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN TABALONG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2012 009 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa air
Lebih terperinciWALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 522 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/192/KPTS/013/2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/192/KPTS/013/2009 TENTANG KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG
Lebih terperinci1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 4 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 4 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG PENYUSUNAN DOKUMEN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN ATAU UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Lebih terperinciLampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal :
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP 1. Pendahuluan Jenis
Lebih terperinci20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG
1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN DAMPAK LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN DAMPAK LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan
Lebih terperinciPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 8 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang :
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAMASI UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN BARU (KPPB) DENGAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2010 SERI E ------------------------------------------------------------------ PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
Lebih terperinciPeraturan ini Tidak Berlaku dan Digantikan Oleh MENLH
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa hutan mangrove di Kota Bontang merupakan potensi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 45 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 3
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 45 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2004 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH
30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
p PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengendalian
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN
1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO
PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa permasalahan
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO
PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan limbah
Lebih terperinciDAFTAR JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
2012, No.408 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH BUPATI SLEMAN,
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan
Lebih terperinciBUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU
BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciBUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA
- 1 - BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINTANG
PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang : a. bahwa air merupakan
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR
BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa air merupakan sumberdaya
Lebih terperinciBUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH
BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NATUNA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci