2014, No Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Ne

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2014, No Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Ne"

Transkripsi

1 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.764, 2014 BPKP. Keprotokolan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan penyelenggaraan kegiatan resmi di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan diperlukan keseragaman penyelenggaraan sehingga dapat berjalan dengan lancar, aman, tertib dan teratur serta khidmat sesuai ketentuan dan kebiasaan yang berlaku secara nasional maupun internasional; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang Pedoman Keprotokolan di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035);

2 2014, No Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 911, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1176); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 Tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1633); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1636); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1637); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3059); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan; 10.Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Pesiden Nomor 50 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil; 11.Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah

3 3 2014, No.2014 terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 10); 12.Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP /K/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala ini, yang dimaksud dengan: 1. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi, yang meliputi aturan mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan, sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang, sesuai dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam Negara, Pemerintah atau Masyarakat. 2. Protokol adalah pengaturan yang berisi norma norma atau kebiasaan yang dianut dan/atau diyakini dalam acara kenegaraan atau acara resmi dan/atau seseorang yang melakukan kegiatan keprotokolan. 3. Acara Kenegaraan adalah acara bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat, yang dihadiri oleh Presiden dan atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu: a. diselenggarakan oleh negara; b. dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera; c. dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara; d. dapat diselenggarakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara RI; dan e. dilaksanakan secara penuh berdasarkan peraturan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Untuk kelancaran

4 2014, No pelaksanaan tugas, Menteri Sekretaris Negara selaku Panitia Negara dibantu oleh Kepala Protokol Negara. 4. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau Lembaga Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah serta undangan lainnya. 5. Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 6. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 7. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 8. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Sang Merah Putih. 9. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 10. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Indonesia Raya. 11. Pejabat Negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang undang Nomor 43 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dari Undang- Undang nomor 43 tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang terdiri atas: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota MPR, DPR, BPK; c. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan; d. Menteri/Pejabat yang diberi kedudukan setingkat Menteri; e. Kepala Perwakilan Rl di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; f. Gubernur dan Wakil Gubernur; g. Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan h. Pejabat negara lainnya yang ditentukan undang-undang.

5 5 2014, No Pejabat Pemerintah adalah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah. 13. Tamu Negara adalah Pimpinan negara asing yang berlangsung secara kenegaraan resmi, kerja atau pribadi ke Negara Indonesia. 14. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 15. Tokoh Masyarakat Tertentu adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau pemerintah. 16. Lembaga adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 17. Kepala adalah Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 18. Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah. 19. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintah dan pembangunan. 20. Jabatan Fungsional adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. 21. Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang selanjutnya disebut Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintah atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangundangan. 22. Upacara Pelantikan adalah upacara resmi pengangkatan pejabat di lingkungan BPKP, untuk memangku jabatan tertentu, dengan cara mengangkat sumpah/janji. 23. Prasasti adalah dokumen tertulis yang dipahat di atas batu atau plat untuk mengabadikan suatu kegiatan peresmian. Pasal 2 (1) Maksud dibentuknya Peraturan Kepala ini adalah untuk memberikan acuan dan pemahaman yang sama tentang keprotokolan bagi pegawai BPKP dalam penyelenggaraan suatu kegiatan/acara resmi.

6 2014, No (2) Tujuan dibentuknya Peraturan Kepala ini adalah untuk memberikan pedoman teknis bagi petugas protokol dan panitia acara resmi BPKP dalam menyelenggarakan suatu kegiatan acara resmi agar dapat berjalan lancar, aman, tertib dan teratur serta khidmat sesuai ketentuan dan kebiasaan yang berlaku sacara nasional maupun internasional. Pasal 3 Ruang lingkup Peratuaran Kepala ini meliputi prosedur dalam rangka persiapan dan pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: a. Tata Upacara; b. Tata Tempat: c. Tata Penghormatan; d. Tata Cara Pembawa Acara; dan e. Tata Cara Kunjungan Kerja. Pasal 4 Pedoman Keprotokolan di Lingkungan BPKP diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini. Pasal 5 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2014 KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, MARDIASMO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Juni 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN

7 7 2014, No.2014 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Istilah protokol berkaitan erat dengan tata cara dan tata kelolah suatu kegiatan/acara resmi di lingkungan pemerintah atau kantor (acara kenegaraan atau acara resmi) dilaksanakan. Pelaksanaan acara resmi tanpa didukung pedoman atau aturan yang jelas akan mengakibatkan tidak seragamnya pelaksanaan acara, tetapi juga dapat membuat tidak nyamannya pejabat atau pihak yang mengikuti kegiatan tersebut. Bagi instansi pemerintah yang merupakan salah satu bagian dari alat negara, keprotokolan harus ditempatkan dan diterapkan sebagai suatu tata cara pergaulan dengan sesama lembaga pemerintah dan juga dalam hubungan dengan negara lain. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat keperotokolan merupakan tata cara pergaulan hubungan bernegara yang telah disepakati dan diterima secara internasional. Dengan melaksanakan keprotokolan tersebut akan terwujud tata hubungan pergaulan bernegara yang saling menghargai dan menghormati sesama lembaga dan dengan negara asing. Setiap negara atau instansi memiliki aturan atau Protokol sendiri, dan guna melaksanakan acara-acara yang bersifat resmi di lingkungan pemerintah atau kantor. Dengan semakin banyaknya kegiatan di lingkungan BPKP baik yang terkait dengan Kementerian, Lembaga Pemerintah non Kementerian, Pemerintah Daerah, ataupun dengan sesama unit di lingkungan BPKP sendiri, maka dipandang perlu suatu pedoman keprotokolan di lingkungan BPKP. Pedoman keprotokolan ini diharapkan akan dapat memberikan pegangan dan ketentuan yang jelas serta keseragaman terhadap setiap pelaksanaan kegiatan di lingkungan Kantor BPKP.

8 2014, No Dengan adanya pedoman keprotokolan ini diharapkan dapat: a. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat; b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antar bangsa maupun antar lembaga negara/pemerintah. B.Pengertian Keprotokolan 1. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi, yang meliputi aturan mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan, sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang, sesuai dengan jabatan dan atau kedudukannya dalam Negara, Pemerintah atau Masyarakat. 2. Protokol adalah pengaturan yang berisi norma norma atau kebiasaan yang dianut dan/atau diyakini dalam acara kenegaraan atau acara resmi dan/atau seseorang yang melakukan kegiatan keprotokolan. 3. Acara kenegaraan adalah acara bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat, yang dihadiri oleh Presiden dan atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu: a. diselenggarakan oleh negara; b. dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera c. dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara; d. dapat diselenggarakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara RI; dan e. dilaksanakan secara penuh berdasarkan peraturan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Menteri Sekretaris Negara selaku Panitia Negara dibantu oleh Kepala Protokol Negara. 4. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau Lembaga Negara dalam

9 9 2014, No.2014 melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah serta undangan lainnya. 5. Tata tempat adalah pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 6. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 7. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. 8. Bendera Negara kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. 9. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 10. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 11. Pejabat Negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang undang Nomor 43 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dari Undang-Undang nomor 43 tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang terdiri atas: i. Presiden dan Wakil Presiden; j. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota MPR, DPR, BPK; k. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan; l. Menteri/Pejabat yang diberi kedudukan setingkat Menteri; m. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; n. Gubernur dan Wakil Gubernur; o. Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan p. Pejabat negara lainnya yang ditentukan undang-undang.

10 2014, No Pejabat Pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah. 13. Tamu Negara adalah Pimpinan negara asing yang berlangsung secara kenegaraan resmi, kerja atau pribadi ke Negara Indonesia. 14. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 15. Tokoh Masyarakat Tertentu adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau pemerintah. 16. Lembaga adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 17. Kepala adalah Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 18. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi. 19. Jabatan Fungsional adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. 20. Pegawai adalah pegawai negeri sipil Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 21. Upacara pelantikkan adalah upacara resmi pengangkatan pejabat di lingkungan BPKP, untuk memangku jabatan tertentu, dengan cara mengangkat sumpah/janji. 22. Prasasti adalah dokumen tertulis yang dipahat di atas batu atau plat untuk mengabadikan suatu kegiatan peresmian. C. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 Tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara;

11 , No Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil; 8. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang; 9. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Pesiden Nomor ; 10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013; 11. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP /K/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 12. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP /K/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 11 Tahun D. Tujuan dan Ruang Lingkup 1. Tujuan a. memberikan acuan dan pemahaman yang sama tentang keprotokolan bagi pegawai BPKP dalam penyelenggaraan suatu kegiatan/acara resmi; b. memberikan pedoman teknis bagi petugas protokol dan panitia acara resmi BPKP dalam menyelenggarakan suatu kegiatan/acara resmi agar acara berjalan lancar, aman, tertib dan teratur serta khidmat sesuai ketentuan dan kebiasaan yang berlaku baik secara nasional maupun internasional dan disertai kelengkapan dan perlengkapan yang memadai; c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antar instansi pemerintah. 2. Ruang lingkup Pedoman Umum Keprotokolan ini berlaku untuk penyelenggaraan

12 2014, No kegiatan/acara resmi dilingkungan BPKP yang mencakup: a. Tata Upacara, Tata Tempat, Tata Penghormatan, Tata Cara Pembawa Acara dan Kunjungan Pimpinan; b. Prosedur yang harus dilaksanakan dalam rangka persiapan dan pelaksanaan suatu kegiatan. BAB II TATA UPACARA Tata upacara mencakup aturan untuk melaksanakan upacara baik dalam acara kenegaraan maupun acara resmi agar seluruh rangkaian acara kenegaraan atau acara resmi tersebut berjalan tertib dan khidmat. Acara kenegaraan dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai Kementerian Sekretaris Negara c.q. Biro Protokol Rumah Tangga Kepresidenan. Apabila BPKP (Petugas Protokol BPKP) dilibatkan dalam acara kenegaraan, protokol BPKP harus berkoordinasi dan mengikuti ketentuan protokol yang berlaku di lingkungan Panitia Negara dan/atau Biro Protokol Rumah Tangga Kepresidenan. Oleh karena itu, tata upacara dalam pedoman keprotokolan di lingkungan BPKP hanya mencakup aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara resmi di lingkungan BPKP. A. Jenis jenis Upacara di BPKP Jenis - jenis upacara dalam acara resmi dilingkungan BPKP yang memerlukan pengaturan protokol antara lain adalah sebagai berikut: 1. Upacara Bendera: a. hari besar nasional; b. hari ulang tahun BPKP. 2. Upacara Bukan Upacara Bendera: a. pengucapan sumpah, pelantikan dan serah terima jabatan; b. penyematan tanda kehormatan dan pemberian penghargaan; c. penandatanganan nota kesepahaman/memorandum of Understanding (MoU); d. upacara pembukaan/penutupan Rapat Kerja, Workshop, Diskusi Panel, Seminar, Lokakarya, Pendidikan dan Pelatihan; e. upacara peresmian; f. press conference; dan g. acara resmi lainnya yang melibatkan pimpinan BPKP. B. Upacara Bendera Upacara bendera di BPKP meliputi dua kegiatan yaitu Upacara Hari Besar Nasional dan Upacara Hari Ulang Tahun BPKP.

13 , No.2014 Secara garis besar, tata upacara bendera berkaitan dengan persiapan upacara dan pelaksanaan upacara. 1. Persiapan Upacara Bendera Untuk melaksanakan upacara bendera, diperlukan: a. kelengkapan personel upacara, antara lain: pembina upacara, komandan upacara, penanggungjawab upacara, petugas upacara, perwira upacara dan peserta upacara; b. perlengkapan upacara bendera, antara lain: naskah Proklamasi,naskah Pancasila, naskah Pembukaan UUD tahun 1945, teks sambutan pembina upacara, teks lagu-lagu yang diperlukan, teks do a, sound system, dan dokumentasi, serta kelengkapan lainnya; c. susunan Upacara Bendera, protokol harus dapat memastikan kelengkapan personel, perlengkapan dan susunan upacara bendera sudah siap satu hari sebelum upacara bendera dilaksanakan. 2. Penetapan Personel Kelengkapan Personel berkaitan dengan personel-personel yang terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan upacara bendera, terdiri atas: a. Penanggungjawab upacara Penanggungjawab upacara adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penyiapan rencana dan pelaksanaan upacara. Rincian tugas penanggungjawab upacara adalah: 1) mengajukan rencana upacara kepada pembina upacara; 2) menentukan/menunjuk petugas pelaksana upacara; 3) menyiapkan/memeriksa tempat dan perlengkapan upacara; 4) memberikan informasi/melapor kepada pembina upacara tentang segala sesuatu sebelum upacara dimulai; dan 5) bertanggungjawab atas jalannya upacara. b. Pembina Upacara Pembina upacara adalah pejabat dalam upacara yang kepadanya disampaikan penghormatan yang tertinggi oleh peserta yang hadir mengikuti upacara. Rincian tugas pembina upacara: 1) mensahkan susunan upacara; 2) menerima laporan penanggungjawab upacara; 3) menerima laporan pemimpin/komandan upacara;

14 2014, No ) menerima penghormatan dari peserta upacara; 5) memimpin mengheningkan cipta; dan 6) menyampaikan amanat/sambutan. c. Pemimpin upacara/komandan upacara Pemimpin upacara adalah pejabat yang bertugas memimpin peserta upacara dengan jalan memberikan aba-aba. Rincian tugas pemimpin upacara/komandan upacara adalah: 1) menyiapkan dan mengatur peserta upacara; 2) memimpin dan memberikan aba aba penghormatan kepada pembina upacara; 3) membubarkan peserta upacara bila upacara telah selesai. d. Pembawa Acara/Master of ceremony (MC) Pembawa acara adalah pemandu pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan upacara. Pembawa acara memegang peran penting untuk keberhasilan upacara, karena apa yang diucapkan akan berdampak langsung kepada pergerakan orang lain untuk melakukan sesuatu dalam upacara tersebut. Rincian tugas pembawa acara adalah: 1) membacakan acara demi acara sesuai urutan dan saat-saat yang telah ditentukan; 2) mengetahui dengan tepat siapa-siapa petugas pelaksana. e. Petugas upacara Petugas upacara terdiri atas penerima tamu, pemimpin barisan, pengibar bendera, pembawa naskah Pancasila, pembaca naskah Pembukaan UUD 1945, pembaca naskah Panca Prasetia Korpri, pemimpin do a, dan paduan suara. Pembaca naskah adalah petugas yang membacakan naskah-naskah tertentu yang ditetapkan untuk suatu upacara. 1) Rincian tugas penerima tamu upacara adalah: mengetahui dengan jelas tamu yang diundang; menunjukkan barisan/tempat duduk sesuai tempat yang telah ditentukan. 2) Rincian tugas pemimpin barisan adalah: menyiapkan dan mengatur peserta upacara unit kerja masing-masing; membubarkan peserta upacara unit kerja bila upacara selesai.

15 , No ) Rincian tugas pengibar bendera adalah: menyiapkan bendera di tempat yang telah disediakan sebelum upacara dimulai; mengibarkan bendera dengan diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. 4) Rincian tugas pembaca naskah adalah: membawa dan membacakan naskah resmi pada saat dan tempat yang telah ditentukan; mengetahui dengan jelas gerakan dan cara membaca. 5) Rincian tugas paduan suara adalah: berbaris di tempat yang telah disediakan; menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan lagu wajib lainnya sesuai dengan susunan upacara. f. Peserta upacara Peserta upacara adalah seluruh yang hadir dan mengikuti upacara. Rincian tugas peserta upacara adalah: 1) mengikuti segala aba-aba yang disampaikan oleh pemimpin upacara; 2) berpakaian dan menggunakan atribut sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Perlengkapan Upacara Perlengkapan upacara yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara bendera, terdiri atas: a. Bendera (lihat penjelasan mengenai penghormatan terhadap bendera). b. Tiang bendera sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya, sebagai berikut: 1) tiang bendera harus terbuat dari bahan yang kuat, kokoh, dan tahan lama; 2) tinggi tiang bendera harus seimbang dengan bendera yang dikibarkan. Umumnya tiang bendera yang mempunyai ketinggian 17 m menggunakan bendera berukuran 2 x 3 m; dan 3) tiang bendera didirikan di atas tanah di halaman depan gedung.

16 2014, No c. Tali pengerek bendera sebagaimana dimaksud sekurangkurangnya, sebagai berikut: 1) tali pengerek bendera harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah putus; 2) untuk memudahkan pemasangan bendera, dapat dibuatkan pengait bendera pada bagian atas dan bawahnya. d.mimbar upacara; e. Naskah-naskah yang akan dibacakan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya, sebagai berikut: 1. naskah Pancasila; 2. naskah Pembukaan UUD 1945; dan 3. teks do a; dsb. f. Lambang kehormatan negara, terdiri atas lambang negara "Garuda Pancasila", bendera kebangsaan "Sang Merah Putih", gambar resmi Presiden RI dan Wapres RI dalam hal upacara dilakukan di dalam ruangan; g. Pengeras Suara/Sound System; h.papan-papan penunjuk yang diperlukan; dan i. Pakaian dan atribut upacara. 4. Susunan Upacara Susunan upacara dibagi menjadi dua besaran yaitu Upacara Bendera dan Upacara Bukan Upacara Bendera. Upacara bendera yang dilaksanakan adalah Upacara Hari Besar Nasional dan Upacara Hari Ulang Tahun BPKP. a. Susunan Upacara Hari Besar Nasional adalah, sebagai berikut: 1) acara pendahuluan upacara hari besar nasional dimulai; laporan perwira upacara; pembina upacara memasuki tempat upacara. 2) acara pokok penghormatan umum kepada pembina upacara; laporan pemimpin upacara; pengibaran Bendera Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya; mengheningkan cipta;

17 , No.2014 pembacaan naskah Pancasila; pembacaan naskah pembukaan UUD tahun 1945; pembacaan teks lainnya; sambutan pembina upacara; menyanyikan lagu Bagimu Negeri; pembacaan teks do a; laporan pemimpin upacara; penghormatan umum. 3) acara penutup upacara hari besar nasional selesai; pembina upacara meninggalkan tempat upacara; laporan perwira upacara; pemimpin upacara membubarkan barisan. b. Susunan Upacara Hari Ulang Tahun BPKP adalah, sebagai berikut: 1) acara pendahuluan upacara Hari Ulang Tahun BPKP ke-xxx dimulai; pemimpin upacara menyiapkan barisan; laporan perwira upacara; pembina upacara memasuki tempat upacara. 2) acara pokok penghormatan umum kepada pembina upacara; laporan pemimpin upacara; pengibaran Bendera Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya; mengheningkan cipta; pembacaan naskah Pancasila; pembacaan naskah Pembukaan UUD tahun 1945; pembacaan teks lainnya; sambutan pembina upacara; menyanyikan lagu Hymne BPKP; menyanyikan lagu Bagimu Negeri;

18 2014, No pembacaan teks do a; laporan pemimpin upacara; penghormatan umum. 3) acara penutup upacara Hari Ulang Tahun BPKP ke-xxx selesai; pembina Upacara meninggalkan tempat upacara; laporan perwira upacara; pemimpin upacara membubarkan barisan. 5. Pelaksanaan Upacara Sebelum acara dimulai seluruh petugas upacara harus melakukan latihan atau gladi acara sehingga pelaksanaan upacara dapat berjalan sesuai dengan skenario/susunan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan upacara harus dilakukan dengan seksama dengan memperhatikan antara lain, sebagai berikut: a. mematuhi skenario pelaksanaan upacara yang tersusun mulai dari nomor urutan acara, waktu, penjelasan/uraian acara, uraian/ucapan pembawa acara, rincian kegiatan, dan keterangan; b.menepati waktu; dan c. para peserta memakai pakaian yang sesuai dengan yang telah ditetapkan. Contoh Skenario Pelaksanaan Upacara Bendera peringatan Hari Besar Nasional dan HUT ke-30 BPKP dan Layout Upacara Bendera di Kantor Pusat BPKP dapat dilihat pada gambar dibawah ini: K O L A M TIANG DEPUTI I BENDERA ESELON II P E S E R T A U P A C A R A UNDANGAN SETMA DEPUTI I DEPUTI II DEPUTI IV DEPUTI V DEPUTI VI INSPEKTORAT PUSLITBANG PUSINFOWAS PUSBIN JFA PERWAKILAN

19 , No Hal hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan upacara bendera, antara lain: a. Bentuk barisan Bentuk barisan harus disesuaikan dengan keadaan setempat/lapangan upacara dengan variasi bentuk-bentuk, sebagai berikut: 1) bentuk barisan SEGARIS 1, yaitu bentuk barisan disusun dalam satu garis dan menghadap ke pusat upacara (tiang bendera dan/atau posisi berdiri pembina upacara); 2) bentuk barisan "U" atau "L", yaitu barisan yang disusun dan dibentuk berbentuk huruf U atau L dan menghadap ke pusat upacara. b.pengibaran Bendera 1) Pengibaran bendera dilakukan oleh tiga orang petugas pengibar bendera, masing-masing bertugas, sebagai berikut: pengibar bendera (kanan), mengikat bendera dan memegang tali; pembawa bendera (tengah), membawa bendera dan memberi aba-aba; pengerek bendera (kiri), mengerek bendera dan mengikat tali ke tiang bendera. 2) Tempat petugas pengibar bendera diatur sedemikian rupa, sesuai dengan keadaan tempat/lapangan, sehingga tidak mengganggu ketertiban dan kekhidmatan upacara; 3) Apabila terjadi kesulitan-kesulitan pada waktu menaikkan bendera kebangsaan, maka kesulitan tersebut tidak boleh menghentikan kegiatan upacara yang sedang berlangsung, misalnya: apabila tali kerekan bendera macet, upacara berjalan terus sampai selesainya lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Pemimpin upacara memberi aba-aba "balik kanan" serta memberi aba-aba istirahat ditempat kepada peserta upacara sementara petugas upacara memperbaiki tali kerekan; apabila tali kerekan putus, petugas yang sedang menaikkan bendera harus menangkap bendera yang jatuh dan setelah itu direntangkan tegak lurus dengan dua tangan sampai upacara selesai. Kemudian bendera dilipat untuk disimpan.

20 2014, No ) Apabila karena sesuatu hal upacara bendera tidak dapat dilangsungkan dilapangan, pelaksanaan upacara dapat dilakukan di ruangan (aula), dengan ketentuan, sebagai berikut: pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan, termasuk jumlah peserta, kelengkapan dan tempat upacara tanpa harus mengurangi kekhidmatan jalannya upacara; dalam hal upacara dilaksanakan di ruangan maka tidak ada pengibaran bendera, namun bendera sudah diletakkan pada tiang/tonggak bendera disebelah kanan gambar Presiden RI atau sebelah kiri peserta upacara; pemimpin upacara langsung mengambil alih pelaksanaan upacara. 5) Pada saat pengibaran bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka setiap orang yang hadir mengambil sikap sempurna dan memberikan penghormatan, dengan meluruskan lengan ke bawah dan melekatkan telapak tangan dengan jari-jari merapat pada paha. c. Lagu Kebangsaan Lihat penjelasan Tata Penghormatan Sub Bab Penghormatan Terhadap Lagu Kebangsaan. d.pengucapan/pembacaan naskah-naskah 1) Pancasila Setelah mengucapkan/membaca kata "Pancasila", dilanjutkan dengan mengucapkan/membaca: satu Ketuhanan, dst.; dua Kemanusiaan, dst.; tiga Persatuan, dst.; Untuk sila keempat, harus diucapkan/dibaca dalam dua bait/ada pemenggalan kalimat, sebagai berikut: Empat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan"; Lima Keadilan, dst.. 2) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Dibaca: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Seribu Sembilan Ratus Empat Puluh Lima, dst..

21 , No.2014 C.Tata Cara Upacara Bukan Upacara Bendera Lingkup upacara bukan upacara bendera di Lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan antara lain, meliputi: 1. upacara pelantikan pejabat struktural; 2. upacara penandatanganan kerjasama/memorandum of Understanding (MoU); 3. upacara pengambilan sumpah pegawai negeri sipil; 4. upacara serah terima jabatan; 5. upacara pembukaan dan penutupan pendidikan dan pelatihan, kursus/penataran; 6. upacara peletakkan batu pertama; 7. upacara peresmian; 8. upacara pisah sambut; dan 9. upacara pembukaan dan penutupan kegiatan olah raga BPKP. Tata upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan acara resmi tersebut mengatur hal, sebagai berikut: 1. tata urutan upacara; 2. tata bendera negara dalam upacara bukan upacara bendera; 3. tata tempat; dan 4. tata pakaian upacara bukan upacara bendera. Adapun tata urutan pelaksanaan kegiatan upacara bukan upacara bendera meliputi: 1. pembukaan; 2. pembacaan teks do a; 3. lagu Kebangsaan Indonesia Raya dipimpin oleh dirigen dan/atau diiringi musik dan/atau paduan suara; 4. pembacaan naskah acara pokok; 5. pelaksanaan upacara; dan 6. penutup. Sedangkan terkait tata bendera negara dan lambang negara, perlu memperhatikan hal hal, sebagai berikut: 1. bendera negara terpasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan disebelah kanan mimbar; 2. bendera BPKP dan/atau bendera asing dipasang pada tiang bendera dan diletakkan disebelah kiri mimbar;

22 2014, No bendera negara dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi dari Bendera BPKP atau unit organisasi; 4. lambang negara terpasang ditempatkan disebelah tengah dan lebih tinggi dari bendera negara; dan 5. gambar resmi Presiden dan Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah dari pada lambang negara. Sementara itu terkait dengan pengaturan Tata tempat, tata pakaian, kelengkapan personel dan perlengkapan, serta susunan acara dalam upacara bukan upacara bendera disesuaikan menurut lingkup upacara itu sendiri. Berikut gambaran umum pelaksanaan kegiatan upacara bukan upacara bendera: 1. Upacara pelantikan pejabat Pejabat di lingkungan BPKP yang memangku jabatan harus mengangkat sumpah pada waktu menerima jabatan atau pekerjaannya. Pengangkatan sumpah diucapkan dihadapan pejabat yang berwenang mengambil sumpah dan dilakukan dalam suasana khidmat. Kelengkapan didalam upacara pelantikan pejabat, sebagai berikut: a. Pejabat yang melantik, antara lain: 1) Menteri/Kepala BPKP, untuk Pelantikan Pejabat eselon I dan/atau eselon II; 2) Sekretaris Utama, Para Deputi, untuk pelantikan pejabat eselon III, dan IV; Dalam hal pelantikan dilakukan secara bersamaan (gabungan pelantikan Pejabat Eselon I, II, III dan IV, maupun Pejabat Fungsional Auditor dan Pejabat Fungsional Umum dapat dilakukan oleh Kepala BPKP). Dalam hal Kepala BPKP berhalangan, maka pelantikan pejabat eselon II dapat dilakukan oleh Sekretaris Utama atau Deputi dengan surat kuasa pelantikan dari Kepala BPKP. b.pejabat yang dilantik; c. Pejabat yang digantikan; d.pejabat pembaca surat keputusan pengangkatan jabatan: 1) Pejabat eselon II, untuk keputusan pengangkatan jabatan eselon I dalam bentuk Keputusan Presiden; 2) Pejabat eselon III untuk keputusan pengangkatan jabatan eselon II dalam bentuk Keputusan Kepala BPKP; dan

23 , No ) Pejabat eselon IV untuk keputusan pengangkatan jabatan eselon III dan IV dalam bentuk Keputusan Kepala BPKP. Jika pejabat berhalangan, maka dapat dilakukan oleh pejabat lain yang setara atau pejabat yang ditunjuk. e. Rohaniawan Yang dimaksud rohaniawan dalam pengambilan sumpah jabatan adalah pejabat dari Kementerian Agama. f. Saksi Saksi yang dimaksud adalah pejabat yang memiliki jabatan, pangkat atau golongan lebih tinggi dan/atau sekurang kurangnya sama dengan pejabat yang dilantik. Dalam hal seluruh pejabat eselon I dilantik, maka saksi dapat ditunjuk dari kementrian/lembaga negara lain. g. Pejabat dan tamu undangan, antara lain: 1) Semua pejabat eselon I dan II, pendamping isteri atau suami pejabat yang dilantik, deputi dan mitra kerja, untuk upacara pelantikan pejabat eselon I; 2) Semua pejabat eselon I dan eselon II, pendamping isteri atau suami pejabat yang dilantik, deputi dan mitra kerja, untuk upacara pelantikan pejabat eselon II; 3) Semua pejabat eselon II, eselon III, eselon IV dan Pejabat Fungsional Auditor/Pejabat Fungsional Umum di lingkungan unit organisasi yang bersangkutan, untuk upacara pelantikan pejabat eselon III, IV, Pejabat Fungsional Auditor, dan Pejabat Fungsional Umum. 4) Dalam hal upacara pelantikan pejabat eselon III dan eselon IV di perwakilan, yang diundang ditentukan oleh unit organisasi masing masing. h.petugas acara pelantikan. Perlengkapan di dalam upacara pelantikan, sebagai berikut: a. susunan upacara pelantikan; b.surat keputusan pengangkatan dalam jabatan danpetikannya; c. undangan (kepada pejabat yang akan dilantik, pejabat yang akan digantikan, Rohaniawan, Saksi dan para pejabat dan tamu undangan lainnya); d.naskah berita acara penyumpahan; e. naskah sumpah pelantikan pejabat struktural;

24 2014, No f. teks sambutan pejabat yang melantik; dan g. perlengkapan lain yang diperlukan. Terkait tata tempat upacara pelantikan pejabat struktural ditentukan: a. pejabat yang dilantik berhadapan dengan pimpinan upacara; b. para saksi dan rohaniwan berada di sebelah kiri pejabat yang akan dilantik; c. undangan pejabat eselon I berada di sebelah kanan Kepala BPKP sedangkan undangan lainnya di belakang pejabat yang dilantik, untuk pelantikan pejabat eselon I dan eselon II; d.undangan pejabat eselon II berada di sebe1ah kanan Kepala BPKP sedangkan undangan lainnya di belakang pejabat yang dilantik, untuk pelantikan pejabat eselon II, III, dan eselon IV; dan e. pendamping istri atau suami pejabat eselon I dan eselon II yang dilantik berada di tempat yang sudah ditentukan. Tata pakaian upacara pelantikan pejabat struktural dan fungsional meliputi: a. pejabat yang dilantik pria, mengenakan pakaian sipil lengkap dan peci hitam polos; b.pejabat yang dilantik wanita mengenakan pakaian sipil lengkap; c. pejabat yang melantik, para saksi, dan para undangan mengenakan pakaian sipil lengkap; d. pendamping isteri atau suami pejabat yang diundang dan isteri atau suami pejabat yang dilantik mengenakan pakaian nasional atau pakaian sipil lengkap; dan e. undangan mengenakan pakaian dinas harian sedangkan untuk undangan lain menyesuaikan. Adapun tata urutan pelaksanaan upacara pelantikan jabatan, sebagai berikut: a. pembukaan; b. lagu Kebangsaan Indonesia Raya; c. penyerahan secara simbolis Keputusan Presiden/Kepala BPKP; d. pembacaan Surat Keputusan Presiden/Kepala BPKP; e. pembacaan naskah pelantikan oleh Kepala BPKP; f. pengambilan sumpah jabatan oleh pejabat yangmelantik; g. pembacaan pernyataan pengambilan sumpah;

25 , No.2014 h. penandatanganan berita acara pengambilan sumpah; i. penandatanganan berita acara serah terima jabatan disaksikan Kepala BPKP; j. sambutan Kepala BPKP; k. menyanyikan lagu Bagimu Negeri l. pemberian ucapan selamat; dan m. ramah tamah. Dalam upacara pelantikan pejabat eselon I dan II dilanjutkan dengan upacara serah terima jabatan. Untuk pelantikan di perwakilan, pelantikan pejabat eselon III dan IV dilanjutkan dengan upacara serah terima jabatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam upacara pelantikan pejabat adalah, sebagai berikut: a. pada pengucapan sumpah/janji, semua orang yang hadir dalam upacara itu harus berdiri; b. pengucapan sumpah/janji dilakukan menurut agama/ kepercayaan masing-masing dan tidak boleh mewakilkan kepada orang lain; c. pejabat yang mengambil sumpah, mengucapkan sumpah kalimat demi kalimat dan diikuti oleh pejabat yang mengangkat sumpah; d. sebagai dasar menentukan urutan berdiri para pejabat yang akan dilantik adalah urutan nomor yang tercantum Surat Keputusan tentang pengangkatan pejabat yang bersangkutan. e. jika yang dilantik mempunyai agama yang berbeda, urutan berdiri dimulai dari yang beragama: 1) islam; 2) protestan; 3) katholik; 4) hindu; dan 5) budha. Untuk poin f., dapat pula diatur urutannya berdasarkan jumlah banyaknya pejabat yang dilantik yang beragama sama, yang paling banyak didahulukan. Secara garis besar, tata upacara pelantikan pejabat, terdiri atas persiapan upacara pelantikan dan pelaksanaan upacara pelantikan. 2. MoU (Memorandum of Understanding) Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding atau MoU) adalah sebuah dokumen legal yang menjelaskan persetujuan antara

26 2014, No dua belah pihak. MoU tidak seformal sebuah kontrak. Isi dari Memorandum of Understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat. a. Susunan Acara Penandatanganan MoU Sebelum acara MoU berlangsung sebaiknya dibuatkan terlebih dahulu susunan acara sehingga pada saat pelaksanaan nanti acara akan berjalan dengan rapi dan terkontrol. b.tempat Duduk Untuk penempatan tempat duduk para undangan disesuaikan dengan Jabatan struktural. Di baris paling depan diisi oleh Kepala BPKP dan diapit oleh para Pejabat Esselon I lainnya. Sedangkan untuk para tamu undangan yang lain bisa mengisi tempat di baris belakangnya. c. Tempat berdiri sebelum tanda tangan Menjelang pelaksanaan penandatanganan MoU, kedua belah pihak yang diwakili oleh Kepala BPKP akan menempati posisi, sebagai berikut: 1) kedua belah pihak yang akan menandatangani akan berdiri sejajar didepan meja penandatanganan; 2) para saksi atau pejabat lainnya mengisi ruang yang kosong disampingnya. Adapun kelengkapan upacara Memorandum of Understanding, meliputi: a. pejabat penandatangan; b. saksi; c. pejabat pemberi sambutan; d.undangan; dan e. petugas acara. Sedangkan perlengkapan upacara Memorandum of Understanding, meliputi: a. susunan acara; b. naskah kerjasama; c. teks sambutan; d. teks ringkasan kerjasama; e. undangan; dan f. perlengkapan lain yang diperlukan.

27 , No.2014 Sementara itu terkait dengan tata pakaian upacara Memorandum of Understanding, meliputi: a. dalam hal kerjasama dengan instansi dalam negeri, mengenakan pakaian dinas harian atau pakaian sipil lengkap; dan b. dalam hal kerjasama dengan pemerintah negara asing atau organisasi internasional, mengenakan pakaian sipil lengkap. Tata acara upacara penandatanganan kerjasama antara Kepala BPKP dengan pimpinan instansi dalam negeri, Organisasi Non Pemerintah, pemerintah negara asing dan Organisasi Internasional, meliputi: a. pembukaan; b. pembacaan isi kerjasama; c. penandatanganan kerjasama d. tukar menukar dokumen; e. sambutan pejabat dari mitra kerjasama; f. sambutan Kepala BPKP; g. penutup; dan h. ramah tamah. Tata acara upacara penandatanganan kerjasama yang disaksikan oleh Kepala BPKP, meliputi: a. sambutan pihak pertama; b. sambutan pihak kedua; c. pembacaan isi naskah kerjasama; d. penandatanganan kerjasama dan tukar menukar dokumen disaksikan oleh Kepala BPKP; e. sambutan Kepala BPKP; dan f. ramah tamah. Berikut disampaikan contoh susunan acara penandatanganan MoU dan Layout Tata Tempat di Kantor Pusat BPKP:

28 2014, No Contoh SUSUNAN ACARA Penandatanganan MoU Antara BPKP dan Pemda XXX Aula Gandhi BPKP, Selasa, 30 Oktober 2012 PUKUL KEGIATAN PELAKSANA Registrasi Peserta Panitia PEMBUKAAN 1. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya 2. Pembacaan naskah MoU 1. Petugas 2. Petugas PENANDATANGANAN MoU Petugas: 1. Petugas Pelaksana 2. Panitia Sambutan: 1. Sambutan Kepala BPKP 2. Sambutan Gubernur XXX 1. Kepala BPKP 2. Gubernur XXX DO A Petugas Pelaksana Ramah Tamah Petugas Pelaksana

29 , No.2014 Dalam pelaksanaan kegiatan MoU tata letak/layout ruangan disesuaikan dengan kebutuhan. Gbr.PRESIDEN Gbr. GARUDA Gbr. WAPRES Menteri/Gub KepalaBPKP Eselon I BPKP Eselon I BPKP Eselon I Mitra Struktural BPKP Struktural BPKP Struktural BPKP Strukturan/Mitra/tamu Strukturan/Mitra/tamu Strukturan/Mitra/tamu Eselon I Mitra Meja Makan VIP Meja Makan VIP Meja Makan

30 2014, No Upacara Pengambilan Sumpah Pegawai Negeri Sipil Upacara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil dilakukan terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil atau pegawai yang belum melakukan sumpah Pegawai Negeri Sipil dan dilaksanakan oleh unit organisasi masing masing dan/atau gabungan unit organisasi. Kelengkapan upacara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut: a. pejabat pengambil sumpah; b.pegawai yang disumpah; c. rohaniawan; d. saksi; e. tamu undangan; dan f. petugas upacara. Terkait dengan kelengkapan upacara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil, pejabat pengambil sumpah adalah pimpinan unit organisasi yang bersangkutan dan/atau pejabat lain yang ditunjuk. Adapun perlengkapan didalam upacara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil, meliputi: a. undangan; b.naskah berita acara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil; c. naskah sumpah pelantikan Pegawai Negeri Sipil; d.teks sambutan; dan e. perlengkapan lain yang diperlukan. Tata pakaian upacara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil untuk Pegawai yang disumpah mengenakan pakaian KORPRI, celana panjang atau rok wama biru dan peci hitam polos. Berikut urutan acara upacara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut: a. pembukaan; b.pembacaan teks do a; c. lagu Kebangsaan Indonesia Raya; d.pembacaan naskah sumpah Pegawai Negeri Sipil; e. penandatanganan naskah berita acara pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil oleh pegawai dan saksi; f. sambutan pengambilan sumpah;

31 , No.2014 g. pemberian ucapan selamat; dan h. ramah tamah Berikut contoh Layout Tata Tempat Upacara Pengambilan Sumpah Pegawai Negeri Sipil di Kantor Pusat BPKP: 1 6 HINDU KATOLIK PROTESTA N BUDHA ISLAM 4. Upacara serah terima jabatan Upacara serah terima jabatan dilakukan untuk serah terima jabatan Kepala BPKP, pejabat eselon I, eselon II, eselon III, dan eselon IV. Kelengkapan Upacara serah terima jabatan, sebagai berikut: a. pejabat yang menyerahkan jabatan; b. pejabat yang menerima jabatan; c. pejabat yang menyaksikan serah terima; d. pejabat dan tamu undangan; dan e. petugas upacara. Terkait upacara serah terima jabatan dengan pejabat yang menyaksikan serah terima jabatan adalah, beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut: a. Kepala BPKP,untuk serah terima jabatan eselon I dan eselon II; b. Kepala Perwakilan, untuk serah terima jabatan pejabat eselon III dan eselon IV di perwakilan.

32 2014, No Adapun Perlengkapan didalam upacara serah terima jabatan, meliputi: 1) naskah berita acara serah terima jabatan; 2) undangan; 3) memorandum serah terima jabatan; 4) teks sambutan; dan 5) perlengkapan lain yang diperlukan. Terkait dengan naskah berita acara serah terima jabatan, ditandatangani secara berurutan oleh pejabat yang menyerahkan jabatan, pejabat yang menerima jabatan dan pejabat yang menyaksikan. Berikut urutan acara upacara serah terima jabatan Kepala BPKP, sebagai berikut: a. pembukaan; b. lagu Kebangsaan Indonesia Raya; c. pembacaan ringkasan berita acara serah terima jabatan; d. penandatanganan naskah berita acara serah terima jabatan; e. penyerahan memorandum serah terima jabatan; f. sambutan pejabat eselon I yang mewakili; g. sambutan mantan Kepala BPKP; h. sambutan Kepala BPKP; i. pemberian ucapan selamat; dan j. ramah tamah. Sedangkan urutan acara upacara serah terima jabatan pejabat eselon I, eselon II, eselon III, dan eselon IV, sebagai berikut: a. pembukaan; b. lagu Kebangsaan Indonesia Raya; c. pembacaan ringkasan berita acara serah terima jabatan; d. penandatanganan naskah berita acara serah terima jabatan; e. penyerahan memorandum serah terima jabatan; f. sambutan pejabat yang menyaksikan; g. pemberian ucapan selamat; dan h. ramah tamah. Berikut contoh Layout Tata Tempat Upacara Serah Terima Jabatan

33 , No.2014 (Sertijab)di Kantor Pusat BPKP: Pendamp ingpejab Undanga n 5. Upacara Pembukaan dan Penutupan Pendidikan dan Pelatihan, Kursus, Penataran atau Seminar. Pejabat dalam upacara pembukaan dan penutupan pendidikan dan pelatihan, kursus, penataran atau seminar yang bertindak selaku pimpinan upacara adalah Kepala BPKP atau pejabat yang ditunjuk. Pejabat yang bertindak selaku pimpinan upacara tersebut ditentukan, sebagai berikut: a. Kepala BPKP, apabila peserta pejabat eselon I dan/atau II; b. Pejabat eselon I, apabila peserta pejabat eselon II dan/atau eselon III; c. Pejabat eselon II, apabila peserta pejabat eselon III dan/atau eselon IV; dan d.pejabat eselon III, apabila peserta pejabat eselon IV. Kelengkapan upacara pembukaan dan penutupan pendidikan dan pelatihan, kursus, penataran atau seminar tersebut, meliputi: a. pejabat yang membuka dan/atau menutup; b.pejabat penyelenggara; c. pejabat dan tamu undangan; d.petugas upacara; dan e. peserta pendidikan dan pelatihan, kursus, penataran atau seminar. Perlengkapan upacara pembukaan dan penutupan pendidikan dan pelatihan, kursus, penataran atau seminar tersebut, meliputi: a. undangan;

34 2014, No b.teks sambutan pejabat yang membuka dan/atau menutup; c. teks laporan pejabat penyelenggara; d.tempat upacara; e. tanda pengenal dan sertifikat; dan f. perlengkapan lain yang diperlukan. Persiapan dan pelaksanaan upacara pembukaan dan penutupan pendidikan dan pelatihan, kursus, penataran atau seminar diatur, sebagai berikut: a. dalam hal Kepala BPKP, Sekretaris Utama bertindak selaku pimpinan upacara, maka dikoordinasi melalui Biro Umum; dan b. dalam hal pejabat eselon I di luar Sekretaris Utama bertindak selaku pimpinan upacara, maka dikoordinasikan melalui sekretariat masing masing unit organisasi. Urutan upacara pembukaan untuk acara pendidikan dan pelatihan, meliputi: a. pembacaan teks do a; b.lagu Kebangsaan Indonesia Raya; c. laporan penyelenggaraan; d.penyematan tanda peserta oleh pejabat yang membuka; e. sambutan pejabat yang membuka dilanjutkan pernyataan pembukaan; dan f. ramah tamah. Adapun urutan upacara pembukaan untuk acara kursus, penataran atau seminar, meliputi; a. lagu Kebangsaan Indonesia Raya; b.pembacaan teks do a; c. laporan panitia; d. sambutan pejabat yang membuka dilanjutkan penyataan pembukaan; dan e. istirahat, ramah tamah. Berikut tata upacara penutupan untuk acara pendidikan dan pelatihan, meliputi: a. laporan penyelenggaran; b. penanggalan tanda peserta dan penyerahan sertifikat oleh pejabat yang menutup;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, w w w.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1009, 2014 KEMENPAN RB. Keprotokolan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN

Lebih terperinci

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang No

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang No No.131, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Tata Upacara. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA UPACARA DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1645, 2014 KEMENRISTEK. Keprotokolan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan. Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan

Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan. Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan - 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika tentang Keprotokolan di Lingkungan

Lebih terperinci

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL, Menimbang :

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN KEPALA DAERAH DAN/ATAU WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2078, 2014 BNPB. Keprotokolan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para pejabat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. Bahwa setiap manusia berhak memperoleh penghormatan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BSN^ BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG

BSN^ BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG BSN^ PERATURAN KEPALA NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN KEPALA, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentxian Pasal 7 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan,

Lebih terperinci

PERATURANMENTERI PERHUBUNGANREPUBLIKINDONESIA NOMOR PM. 27 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN

PERATURANMENTERI PERHUBUNGANREPUBLIKINDONESIA NOMOR PM. 27 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURANMENTERI PERHUBUNGANREPUBLIKINDONESIA NOMOR PM. 27 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN : a. bahwa Keputusan Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

2015, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi

2015, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi No.1726, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNASHAM. Keprotokolan. Pedoman. PERATURAN KETUA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 001/KOMNAS HAM/I/2015 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa keprotokolan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagai tindak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.125, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Acara Kenegaraan. Protokoler. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Pelantikan. Wakil Gubernur. Wakil Bupati. Wakil Walikota. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGUCAPAN SUMPAH/JANJI DAN PELANTIKAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGUCAPAN SUMPAH/JANJI DAN PELANTIKAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGUCAPAN SUMPAH/JANJI DAN PELANTIKAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun No.1482, 2017 AN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. Keprotokolan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat

Lebih terperinci

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E

L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.94, 2012 Komisi Pemilihan Umum. Keprotokolan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA DI SEKOLAH

PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA DI SEKOLAH PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA DI SEKOLAH Disampaikan pada Pelatihan Pembina Pasukan Pengibar Bendera Tingkat SMP/MTs, SMA/MA dan SMK Kabupaten Bintan Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN WAKIL GUBERNUR WAKIL BUPATI, DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 18 TAHUN 2004 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN dan ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 167 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 167 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 167 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN Menimbang: Presiden Republik Indonesia, bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 98 TAHUN 2007 TENTANG UPACARA PELANTIKAN WALIKOTAMADYA/WAKIL WALIKOTAMADYA, BUPATI/WAKIL BUPATI, CAMAT/WAKIL CAMAT, DAN LURAH/WAKIL LURAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 51 TAHUN 2005 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 51 TAHUN 2005 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 51 TAHUN 2005 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

QLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

QLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI QLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 1999 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI NOMOR : 71 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN ACARA RESMI DAN UPACARA BENDERA Nomor: SOP /TU 02 01/UM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN ACARA RESMI DAN UPACARA BENDERA Nomor: SOP /TU 02 01/UM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN ACARA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2016 Halaman : 2 dari 14 DAFTAR DISTRIBUSI DISTRIBUSI NOMOR SALINAN Copy 1 Copy 2 JABATAN Kepala Biro/Pusat/Ketua STTN/Inspektur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 2 SERI E TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996 PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PROTOKOL DAN KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 4 TAHUN : 1993. TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON NOMOR 9 TAHUN 1993 SERI D. 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON NOMOR 9 TAHUN 1993 SERI D. 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON NOMOR 9 TAHUN 1993 SERI D. 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON NOMOR : 12 TAHUN 1993 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 1 Tahun 2006 Seri E PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

9. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1992;

9. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1992; 9. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-Jenis Pakaian Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1992; 10. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005

BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005 1 BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 Asasi Manusia tentang Pedoman Keprotokolan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 te

2 Asasi Manusia tentang Pedoman Keprotokolan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 te BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1384, 2012 KEMENTERIAN. HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Keprotokolan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PROTOKOL KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 1994 SERI : D NO : 6 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 1994 SERI : D NO : 6 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 1994 SERI : D NO : 6 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 1993 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PRABUMULIH,

WALIKOTA PRABUMULIH, PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang: a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Nega

2016, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Nega No.805, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Tata Naskah Dinas. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAGIAN TATA USAHA DAN PROTOKOL, BIRO KEUANGAN DAN UMUM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

BAGIAN TATA USAHA DAN PROTOKOL, BIRO KEUANGAN DAN UMUM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI BAGIAN TATA USAHA DAN PROTOKOL, BIRO KEUANGAN DAN UMUM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PERSETUJUAN INTERNASIONAL 1. Konvensi Wina Tahun 1815 tentang Dinas Diplomatik 2. Konvensi Wina

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. LAN. Keprotokolan. Peraturan.Pencabutan. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. LAN. Keprotokolan. Peraturan.Pencabutan. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1877, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LAN. Keprotokolan. Peraturan.Pencabutan. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. Bahwa setiap manusia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH. 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Daerah Tingkat I Sumatera Selatan;

PERATURAN DAERAH. 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Daerah Tingkat I Sumatera Selatan; PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 3 TAHUN 1993 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 26 TAHUN 2004 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 9 TAHUN : 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT dan BUPATI BANDUNG BARAT MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT dan BUPATI BANDUNG BARAT MEMUTUSKAN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL GEDUNG DJUANDA I LANTAI 4. JALAN DR. WAHIDIN RAYA NO.1, JAKARTA 10710. KOTAK POS 21 T!::L!::PON (021) 3449230 (20 SALURAN) PESAWAT 6116.3811686;

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUAPTEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA ================================================================

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA ================================================================ PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.990, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Cuti. PNS. Pendelegasian. Wewenang. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG

Lebih terperinci

SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS SALINAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2005 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 01 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 01 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 01 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2005 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

Nomor : 159 Tahun 2004 Seri : D PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

Nomor : 159 Tahun 2004 Seri : D PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 159 Tahun 2004 Seri : D PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU BUPATI INDRAMAYU, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 44 TAHUN 2004 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUMAJANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 2 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci