KAJIAN BEBERAPA ASPEK AGRONOMI TANAMAN OBAT MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN BEBERAPA ASPEK AGRONOMI TANAMAN OBAT MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L."

Transkripsi

1 KAJIAN BEBERAPA ASPEK AGRONOMI TANAMAN OBAT MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) EVA OKTAVIDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul : Kajian Beberapa Aspek Agronomi Tanaman Obat Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) dan Meniran Merah (Phyllanthus urinaria L.) adalah benar-benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing, bukan hasil jiplakan atau tiruan serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Eva Oktavidiati NIM. A

3 ABSTRACT EVA OKTAVIDIATI. Study of Agronomic character of Medicinal Plants Meniran (Phyllanthus niruri L. and Phyllanthus urinaria L.) Supervised by : M. AHMAD CHOZIN as the chairman, NURHENI WIJAYANTO, MUNIF GHULAMAHDI and LATIFAH K. DARUSMAN as the member of advisory committee. Phyllanthus niruri L. and Phyllanthus urinaria L. were identified as weeds in rice plants and used as a medicinal plant. The objectives of this research were (1) to identify and analyze public opinion which is the existence and used of phyllanthus as medicinal plants, (2) to identify and analyze the morphological character and contain of bioactive that can be used as selection criteria for biomass production and high production of bioactive, (3) to identify and analyze the diversity and genetic proximity 13 accessions of morphological character, anthocyanin content and RAPD markers, (4) to identify and analyze the effects of environmental factors (light, water and nutrients) on growth, biomass production and contain of bioactive meniran. Exploration in Bangkalan and Gresik, East Java Province, get 13 accessions belonging to six green meniran (Phyllanthus niruri L.) accessions from Bangkalan, one red meniran (Phyllanthus urinaria L.) accession from Bangkalan and six green meniran (Phyllanthus niruri L.) accessions from Gresik. The results of a survey of public opinion indicated that the meniran plant have already known and used by the community. Morphological characters are correlated positively and significantly to the production of dry biomass were plant height, leaf number, branch number, stem diameter and total wet weight. Stem diameter, number of branches, total wet weight and leaf number directly affects the production of dry biomass and can be used as characters for selection. Exploration result carried out 13 accessions and 2 types meniran, green meniran (Phyllanthus niruri L.) and red meniran (Phyllanthus urinaria L.), that developed two groups including group A consists of all accessions green meniran and group B consist of one red meniran accessions, based on RAPD markers. Among 12 accessions of green meniran 2 accessions, green meniran from Bangkalan (A6) and Gresik (A7), were higher on potential growth and biomass production than the others. Though, red meniran from Bangkalan accession (A13) has the great potential bioactive production. Based on the analysis, Phyllanthus response to the differences treatment of shade, fertilization and soil water level shown that to achieve the high growth and biomass production, green meniran (A6 and A7) need opening condition until 25% shading, combination of fertilizer manure + NPK and 100% soil water available to plants.green meniran (A7) could produce the high contain phyllantin under the without shade condition and manure treatment. The high contain of hypophyllantin on green meniran (A7) need 50% shading there with given manure. Red meniran on considerably conditions (manure + NPK treatment and the availability of 50% soil water for the plants) produce the high contain of anthocyanin leaf. Key words: Phyllanthus, phyllantin, hypophyllantin, anthocyanin, flavonoid

4 RINGKASAN EVA OKTAVIDIATI. Kajian Beberapa Aspek Agronomi Tanaman Obat Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) dan Meniran Merah (Phyllanthus urinaria L.). Komisi Pembimbing : M. AHMAD CHOZIN (Ketua), NURHENI WIJAYANTO, MUNIF GHULAMAHDI dan LATIFAH K. DARUSMAN (Anggota). Meniran (Phyllanthus niruri L. dan Phyllanthus urinaria L.) teridentifikasi sebagai gulma tanaman padi yang keberadaannya tidak dikehendaki. Meskipun demikian, sebagian masyarakat sudah mengenal dan menggunakan meniran sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat. Hasil penelitian farmakologi menunjukkan bahwa meniran mempunyai aktivitas antihepatotoksik, hipoglikemik, antibakteri, diuretik, aktivitas antimicrobial dan aktivitas antiplasmodial. Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas tanaman obat maka usaha pembudidayaan tanaman obat menjadi penting untuk dilakukan agar ketersediaannya berlangsung secara terus menerus. Sejauh ini belum banyak ditemukan teknik agronomi yang tepat dalam pembudidayaan tanaman meniran. Penelitian dilakukan dalam lima kegiatan yaitu (1) Eksplorasi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur, (2) Analisis keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan hubungan kekerabatan 13 aksesi meniran menggunakan penanda molekuler, (3) Pertumbuhan dan kandungan total filantin dan hipofilantin aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) pada berbagai tingkat naungan, (4) Pertumbuhan dan kandungan total filantin dan hipofilantin meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) pada berbagai cara pemupukan, (5) Pertumbuhan dan kandungan antosianin daun meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) pada berbagai kadar air tanah tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi dan kandungan bioaktif yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan produksi bioaktif yang tinggi, (3) mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin dan hubungan kekerabatan aksesi meniran berdasarkan penanda RAPD, (4) mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor lingkungan (cahaya, air dan unsur hara) terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif meniran. Eksplorasi meniran di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur mendapatkan 13 aksesi meniran yang terdiri dari enam aksesi meniran hijau asal Bangkalan, satu aksesi meniran merah asal Bangkalan dan enam aksesi meniran hijau asal Gresik. Hasil survei terhadap pendapat masyarakat menunjukkan bahwa tanaman meniran sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini sangat mendukung untuk menjadikan tanaman meniran menjadi tanaman obat yang dapat dibudidayakan di masyarakat mengingat keberadaannya akan punah apabila dilakukan pengambilan secara terus menerus tanpa ada kegiatan pembudidayaan.

5 Karakter morfologi yang berkorelasi positif dan nyata terhadap produksi biomassa kering adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total. Diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun berpengaruh langsung terhadap produksi biomassa kering dan dapat dijadikan sebagai karakter untuk seleksi. Dari karakter morfologi yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kandungan flavonoid. Hasil eksplorasi 13 aksesi meniran mendapatkan 2 jenis meniran yaitu meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) yang membentuk 3 kelompok berdasarkan keragaman karakter morfologi dan kandungan antosianin daun. Diantara 12 aksesi meniran hijau terdapat 2 aksesi yaitu aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan Gresik (A7) mempunyai potensi pertumbuhan dan produksi biomassa yang lebih tinggi. Sedangkan aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13) mempunyai potensi produksi bioaktif yang besar. Selanjutnya aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan Gresik (A7) dipilih untuk digunakan pada penelitian selanjutnya. Berdasarkan kekerabatan secara molekuler terdapat 2 kelompok yaitu kelompok A terdiri dari semua aksesi meniran hijau dan kelompok B terdiri dari satu aksesi meniran merah. Berdasarkan hasil analisis tanggap tanaman meniran terhadap perlakuan pemberian naungan, pemupukan dan kadar air tanah yang berbeda didapatkan hasil bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, meniran hijau (A6 dan A7) membutuhkan kondisi terbuka hingga ternaungi 25%, pemberian pupuk berupa kombinasi pemberian pupuk kandang + NPK dan kadar air tanah 100% tersedia bagi tanaman. Meniran hijau (A7) membutuhkan kondisi tanpa naungan dan pemberian pupuk kandang untuk menghasilkan kandungan filantin yang tinggi. Kandungan hipofilantin yang tinggi pada meniran hijau (A7) membutuhkan kondisi ternaungi 50% disertai pemberian pupuk kandang. Meniran merah (A13) dengan pemberian pupuk kandang + NPK, kadar air tanah 50% tersedia bagi tanaman menghasilkan kandungan antosianin daun yang tinggi Kata kunci : Meniran merah, meniran hijau, biomassa, bioaktif, potensi

6 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 KAJIAN BEBERAPA ASPEK AGRONOMI TANAMAN OBAT MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) EVA OKTAVIDIATI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. Dr. Ani Kurniawati, SP, M.Si Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc Dr. James Sinambela, Apt.

9 Judul Disertasi : Kajian Beberapa Aspek Agronomi Tanaman Obat Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) dan Meniran Merah (Phyllanthus urinaria L.) Nama : Eva Oktavidiati NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. M.Ahmad Chozin, M.Agr Ketua Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S Anggota Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S Anggota Prof. Dr. Ir. Latifah K.Darusman, M.S Anggota Diketahui Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 10 Januari 2012 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanawataa la atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul Kajian Beberapa Aspek Agronomi Tanaman Obat Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) dan Meniran Merah (Phyllanthus urinaria L.). Penelitian dan penulisan disertasi ini berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, M.Agr selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto. M.S, Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S selaku anggota Komisi Pembimbing. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam mengarahkan dan membimbing penulis. Semoga semua ini menjadi ilmu yang bermanfaat dan amal jariah dimana pahalanya mengalir terus sampai ke Yaumil Akhir. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Koordinator Kopertis Wilayah II Palembang dan Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang telah memberikan izin belajar. 2. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS. 3. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. 4. Dr. Ir. Ahmad Junaidi, MSc dan Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc selaku penguji luar komisi saat Ujian Kualifikasi Program Doktor yang telah memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif. 5. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S dan Dr. Ani Kurniawati, SP, M.Si selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup yang telah memberikan saransaran dan koreksi konstruktif. 6. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc dan Dr. James Sinambela, Apt. selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka yang telah memberikan saransaran dan koreksi konstruktif.

11 7. Dosen di Fakultas Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB atas semua ilmu yang telah diberikan, khususnya kepada (Almarhumah) Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS, Dr. Muhammad Syukur,SP,MSi dan Dr. Rahmi Yuniarti, SP, MSi yang banyak memberikan Ilmu tentang Pemuliaan Tanaman dan nasehat agar penulis tetap semangat. 8. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MS berturutturut sebagai moderator pada kolokium dan seminar hasil penelitian di Pascasarjana IPB. 9. Dekan dan rekan-rekan Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu atas semua bantuan dan doanya. 10. Staf dan Pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB atas kerjasama dan bantuannya. 11. Ibunda tercinta Hj. Aminah Djamil yang telah menemani hari-hari penulis menempuh dan menyelesaikan pendidikan dari kecil hingga saat ini dengan kasih sayang dan doa yang tak putus-putusnya agar ananda dapat berhasil dan berguna dalam kehidupan ini. Almarhun Ayahanda Syamsulbahri semoga dilapangkan kuburnya dan diampuni oleh Allah Subhanawataa la seluruh khilaf dan dosanya yang sampai akhir hidupnya selalu mendoakan ananda agar dapat menyelesaikan studi S3 di IPB. 12. Ibu Mertua Hj. Soepatmi yang selalu memberikan doa dan pengertiannya. 13. Suami tercinta Dr. Ir. Sunaryadi, MS dan ananda tersayang Yesa Vadina Afrasari, Divka Rayadi Ichmantara dan Davincka Muhammad Rayadi atas pengertian, pengorbanan, doa dan kasih sayangnya, yang telah menguatkan mama selama ini. 14. Bapak Adang Ruhiat selaku Kepala Kebun Percobaan Sawah Baru, Bapak Milin selaku Kepala Kebun Percobaan Rumah Kaca Cikabayan, Bapak Yudiansyah, Bapak Joko Mulyono, Ibu Ismi, Pak Ari, Agung Zaim, Mbak Nunuk di Laboratorium. 15. Saudaraku Ir. Yulius Hero, MSc, Trismana Fitra Jaya, SE, Yopita Sari S.Hut dan Nova Dewi Yani, S.Agb dan keluarga masing-masing, serta keluarga Dr. Ir. Dwi Wahyuni Ganefianti, MSi atas semua bantuan dan doanya.

12 16. Saudara ipar Eliyawati, SP dan John Harry atas semua bantuan dan doanya. 17. Teman-teman di semua angkatan, Mbak Siti, Mbak Robi, Mbak Ika, Mbak Arifah, Yuk Atra, Yuk Mega, Mbak Reni, Mbak Ririn, Pak Amin, Pak Ismail, Pak Edison, Pak Bahar, Pak Agus, Bu Widi, Mbak Sri, Mbak Mawi, Ajis, Amis Naipa, Hilda, Maisura, Safrizal, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, diucapkan banyak terima kasih. 18. Rekan-rekan seperjuangan satu bimbingan, Pak Haris, Bu Selvie, Pak Hadi dan Pak Dwi yang telah sama-sama berbagi semangat dan satu cita-cita untuk bisa menyelesaikan program doktor tepat waktu sebelum dieliminasi. Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangaan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian. Bogor, Januari 2012 Eva Oktavidiati

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu Selatan pada tanggal 5 Oktober 1968, merupakan putri ketiga dari lima bersaudara, dari Ayahanda Syamsulbahri (Almarhum) dan Ibunda Aminah Djamil. Penulis menikah dengan Dr. Ir. Sunaryadi, M.Si. pada tanggal 14 Mei Sampai saat ini penulis telah dikaruniai tiga orang anak, seorang putri bernama Yesa Vadina Afrasari (Dina) dan dua orang putra Divka Rayadi Ichmantara (Divka) dan Davincka Muhammad Rayadi (Davi). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, lulus pada tahun Jenjang strata dua (S2) di Program Studi Agronomi Program Pascasarjana IPB lulus tahun Selanjutnya, sejak tahun 2002 mengikuti jenjang starata tiga (S3) pada Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis adalah penerima Tunjangan Ikatan Dinas (TID) dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan ditempatkan di Kopertis Wilayah II Palembang diperbantukan (dpk) pada Universitas Muhammadiyah Bengkulu pada tahun 1994 dan sampai sekarang penulis merupakan Staf Pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Karya ilmiah yang berjudul Pertumbuhan Tanaman dan Kandungan Total Filantin dan Hipofilantin Aksesi Meniran (Phyllanthus sp. L.) pada Berbagai Tingkat Naungan telah diterbitkan pada Jurnal Penelitian Tanaman Industri 17(1): Maret Karya ilmiah ini merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang.. 1 Perumusan Masalah. 4 Tujuan Penelitian. 5 Hipotesis 5 Ruang lingkup penelitian.. 6 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Meniran.. 9 Manfaat dan Kandungan Kimia 10 Senyawa Bioaktif Golongan Flavonoid 11 Senyawa Bioaktif Golongan Lignan. 15 Jalur Pembentukan Lignan 17 Pengaruh Cahaya, Air dan Unsur Hara. 19 EKSPLORASI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) DI KABUPATEN BANGKALAN DAN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR Abstrak.. 23 Abstract. 23 Pendahuluan.. 24 Bahan dan Metode 26 Hasil dan Pembahasan.. 30 Simpulan 46 ANALISIS KERAGAMAN KARAKTER MORFOLOGI, KANDUNGAN ANTOSIANIN DAUN DAN HUBUNGAN KEKERABATAN 13 AKSESI MENIRAN MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER Abstrak 47 Abstract 47 Pendahuluan 48 Bahan dan Metode.. 49 Hasil dan Pembahasan. 55 Simpulan. 64 xvii Xx xxi

15 Halaman PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN DAN HIPOFILANTIN AKSESI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN Abstrak. 65 Abstract 65 Pendahuluan 66 Bahan dan Metode.. 67 Hasil dan Pembahasan. 71 Simpulan.. 77 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN DAN HIPOFILANTIN MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI CARA PEMUPUKAN Abstrak. 79 Abstract 79 Pendahuluan 80 Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan. 87 Simpulan.. 97 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN DAUN MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI KADAR AIR TANAH TERSEDIA Abstrak. 99 Abstract 99 Pendahuluan 100 Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan. 107 Simpulan PEMBAHASAN UMUM. 113 SIMPULAN DAN SARAN. 127 DAFTAR PUSTAKA 129 LAMPIRAN. 139

16 DAFTAR TABEL Halaman 1 Daftar aksesi meniran beserta asal-usulnya yang diperoleh dari hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bangkalan Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Gresik 34 4 Uraian deskripsi informasi masyarakat tentang tanaman meniran 37 5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, bobot basah total, bobot kering total dan kandungan flavonoid 13 aksesi meniran 39 6 Koefisien korelasi antar pasangan karakter pada 13 aksesi meniran Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter morfologi terhadap bobot kering total Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter morfologi terhadap kandungan flavonoid 43 9 Bahan reaksi PCR analisis RAPD keragaman 13 aksesi meniran Pengaruh aksesi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, diameter batang dan bobot 1000 biji meniran umur 10 MST Pengaruh aksesi terhadap bobot basah akar (BBA), batang (BBB), daun (BBD) dan bobot basah total (BBT) meniran umur 10 MST Pengaruh aksesi terhadap bobot kering akar (BKA), batang (BKB), daun (BKD) dan bobot kering total (BKT) meniran umur 10 MST Pengaruh aksesi terhadap kandungan antosianin daun meniran umur 10 MST Nilai ciri dua komponen utama 14 karakter 13 aksesi meniran Karakter morfologi pembentuk komponen utama Jumlah pita polimorfisme yang dihasilkan oleh 5 primer Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk dan diameter batang 13 aksesi meniran umur 10 minggu setelah tanam. 71

17 Halaman 18 Pengaruh interaksi naungan terhadap jumlah cabang 13 aksesi meniran Pengaruh aksesi terhadap bobot basah daun, bobot basah batang, bobot basah akar dan bobot basah total meniran umur 10 minggu setelah tanam Pengaruh aksesi terhadap bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering akar dan bobot kering total meniran umur 10 minggu setelah tanam Kandungan total filantin dan hipofilaantin dari tiga aksesi meniran pada berbagai tingkat naungan Pengaruh pemupukan terhadap jumlah cabang dan diameter batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Interaksi pemupukan terhadap tinggi tanaman dua jenis meniran umur 4 minggu setelah tanam Interaksi pemupukan terhadap jumlah daun majemuk meniran umur 2 minggu setelah tanam Interaksi pemupukan terhadap bobot basah batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Pengaruh pemupukan terhadap bobot kering akar, bobot kering daun, bobot kering total dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Interaksi pemupukan terhadap bobot kering batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Pengaruh pemupukan terhadap bobot kering akar, bobot kering daun, bobot kering total dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Interaksi pemupukan terhadap kandungan antosianin daun dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada berbagai cara pemupukan Pengaruh kadar air tanah tersedia terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan diameter batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Pengaruh kadar air tanah tersedia terhadap bobot kering akar, bobot kering batang, bobot kering daun dan bobot kering total dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Interaksi kadar air tanah tersedia terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, total klorofil dan antosianin daun dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Persyaratan mutu simplisia meniran berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia (2008). 125

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alur penelitian Penampilan meniran hijau dan meniran merah Jalur pembentukan metabolisme primer dan sekunder pada tanaman Jalur pembentukan fenilpropanoid dan jalur biosintesis flavonoid Struktur kimia antosianin 15 6 Struktur kimia filantin dan hipofilantin Senyawa aromatik berasal dari asam 5-dehidrokuinat Senyawa aromatik berasal dari asam p-kumarat 18 9 Peta Kabupaten Bangkalan dan letak lokasi pengambilan sampel Peta Kabupaten Gresik dan letak lokasi pengambilan sampel Diagram lintas beberapa karakter morfologi yang berpengaruh terhadap bobot kering total Diagram lintas beberapa karakter morfologi yang berpengaruh terhadap kandungan flavonoid Dendrogram analisis gerombol karakter morfologi 13 aksesi meniran Analisis komponen utama karakter morfologi 13 aksesi meniran Dendrogram 13 aksesi meniran berdasarkan profil pola pita DNA dengan teknik RAPD Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran aksesi tujuh pada berbagai tingkat naungan Kandungan hara N, P, dan K pada jaringan tanaman meniran hijau dan meniran merah pada berbagai cara pemupukan Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran hijau asal Gresik (A7) pada berbagai cara pemupukan Penampilan (a) meniran hijau terserang hama, (b) dan meniran merah yang sehat Tepi daun (a) meniran hijau tanpa trikoma, (b) meniran merah dengan trikoma.. 121

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data biner 32 pita DNA dari 5 primer RAPD pada 13 aksesi meniran Metode analisis kandungan klorofil dan antosianin daun (mg g- 1 bobot kering) Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar Nitrogen (N) Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar Posfor (P) Prosedur analisis jaringan tanaman untuk penetapan kadar Kalium (K) Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum penelitian pemupukan Hasil analisis kandungan unsur hara, kadar air dan abu pupuk kandang (kotoran ayam) Hasil analisis kandungan NPK jaringan tanaman meniran Kromatografi hasil analisis HPLC dan contoh perhitungan kandungan total filantin dan hipofilantin meniran 148

20 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu tumbuhan jauh melebihi daerah tropis lainnya seperti Amerika Selatan dan Afrika barat. Diketahui, sekitar 9600 spesies berkhasiat obat dan sekitar 200 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sampoerno 1999, Zuhud et al. 2001; Azmy 2002). Pada tahun 2008 penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional termasuk diantaranya obat herbal mencapai 22.26% (BPS 2009). Menteri kesehatan dalam laporannya menyebutkan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia bergantung pada pengobatan tradisional, termasuk obat herbal (Depkes 2009). Perubahan pola pikir masyarakat menuju gerakan hidup kembali ke alam (back to nature) yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami, semua yang serba natural semakin digemari dan dicari orang (WHO 2000; Wayland 2004; Lynch dan Berry 2007). Kecenderungan untuk kembali ke alam sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan pada berbagai kalangan masyarakat, tidak hanya di pedesaan, masyarakat di perkotaan dan kalangan menengah ke atas juga mulai banyak mengkonsumsi jamu untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuhnya. Meniran (Phyllanthus sp. L.) teridentifikasi sebagai gulma tanaman padi (Soerjani et al. 1987) yang keberadaannya tidak dikehendaki. Meskipun demikian, sebagian masyarakat sudah mengenal dan menggunakan meniran sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat. Hasil penelitian farmakologi menunjukkan bahwa meniran mempunyai aktivitas antihepatotoksik (Syamasundar et al. 1985; Sabir dan Rocha 2008; Manjrekar et al. 2008), hipoglikemik, antibakteri, diuretika (Narayana et al. 2001; Manjrekar et al. 2008; Lopez-Lazaro 2009), aktivitas antimicrobial (Chitravadivu et al. 2009; Akin-Osanaiye et al. 2011)) dan aktivitas antiplasmodial (Oluwafemi dan Debiri 2008; Njomnang Soh et al. 2009). Uji toksiksitas akut terhadap Phyllanthus niruri L. termasuk dalam kelas toksik ringan

21 2 berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan percobaan. Dengan demikian herba meniran aman untuk digunakan bagi manusia (Halim 2010). Uji fitokimia yang dilakukan pada tanaman meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu menunjukkan meniran mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin dan lignan (Wahyuni 2010). Akin-Osanaiye et al. (2011) menyatakan pada daun, akar dan batang Phyllanthus amarus (Schum dan Tonn) terdapat alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, glikosida tetapi tidak ditemukan steroid. Sejauh ini kualitas meniran ditentukan berdasarkan kandungan senyawa penanda tunggal dari golongan lignan (Elfahmi 2006; Murugaiyah dan Chan 2008). Lignan utama dari genus ini adalah filantin dan hipofilantin. Keberadaan filantin dapat digunakan sebagai senyawa identitas dalam menganalisis ekstrak kental herba meniran (BPOM 2004). Figuera et al. (2006) mendapatkan kandungan lignan dari 0.65 hingga 1.24% bobot kering diantara 4 daerah yang diteliti. Kultivar amarus CIM-Jeevan mempunyai kandungan filantin % bobot kering (tanaman kontrol filantin % bobot kering) sedangkan kandungan hipofilantin berkisar antara % bobot kering (tanaman kontrol % bobot kering) ( Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas tanaman obat maka usaha pembudidayaan tanaman obat menjadi penting untuk dilakukan agar ketersediaannya berlangsung secara terus menerus. Sejauh ini belum banyak ditemukan teknik agronomi yang tepat dalam pembudidayaan tanaman meniran. Beberapa pustaka menunjukkan pengaruh dari naungan terhadap pertumbuhan dan produksi biomassa meniran (Tunggal 2002, Tresnawati 1993; Emmyzar et al. 1993) tetapi tidak ada informasi adanya hubungan antara perlakuan budidaya terhadap kandungan bioaktifnya. Sampai saat ini sangat sulit menemukan petani atau pihak tertentu yang membudidayakan meniran secara khusus. Ghulamahdi (2003) menyatakan bahwa untuk berproduksi tinggi maka budidaya tanaman obat harus dilakukan di tempat yang lingkungannya cocok untuk kebutuhan spesies tersebut. Adapun kondisi lingkungan yang diperlukan untuk masing-masing spesies dapat dilihat dari tempat asal spesies tersebut

22 3 ditemukan. Pengetahuan mengenai taksonomi berupa pengelompokan jenis spesies dalam famili akan sangat membantu cara perbaikan dan budidaya spesies tersebut. Hal ini yang mendasari penyusunan perbaikan cara budidaya, peningkatan produksi per satuan luas dan peningkatan kandungan bioaktif tanaman. Berdasarkan hal yang telah dikemukakan maka deskripsi tanaman merupakan hal penting untuk dilakukan karena dapat memberikan informasi tentang ciri-ciri dan sifat-sifat tanaman yang dapat digunakan sebagai pedoman di dalam penelitian para pemulia dan budidayanya. Identifikasi tanaman dan analisis hubungan kekerabatan antar tanaman dapat dilakukan secara kombinasi menggunakan penanda morfologi, sifat agronomi atau analisis biokimia seperti isozim (Waugh 1997). Analisis keragaman morfologi dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan atau pengukuran karakter morfologi tertentu. Kelemahan analisis genetik menggunakan penanda morfologi adalah biasanya dipengaruhi oleh lingkungan makro dan mikro serta umur suatu individu. Kesulitan lain akan terjadi apabila karakter kuantitatif yang diatur oleh banyak gen terekspresi pada akhir pertumbuhan seperti karakter hasil (Weising et al. 1995). Informasi mengenai keragaman genetik tanaman merupakan modal dasar bagi para ahli pemuliaan dalam upaya melakukan perbaikan dan pengembangan tanaman. Karakterisasi fenotip perlu didukung oleh karakterisasi yang dilakukan melalui penanda molekuler. Analisis pada tingkat molekul dapat dilakukan dengan teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Teknik RAPD memiliki kelebihan dibanding dengan teknik lainnya yaitu lebih sederhana. Dengan hanya menggunakan beberapa nanogram DNA total genom telah mampu mendeteksi pola pitanya. Primer oligonukleotida yang digunakan relatif lebih pendek yaitu hanya 10 sampai 20 mer. Namun teknik ini memiliki kekurangan karena tidak mampu mengidentifikasi heterozigot (Waugh 1997). Stimulasi produksi bioaktif pada tanaman dapat dilakukan melalui manipulasi faktor lingkungan seperti cahaya, air dan pemupukan. Gould dan Lister (2006) mendapatkan terjadinya peningkatan kandungan flavonoid pada tanaman yang mengalami cekaman cahaya. Peningkatan ini akan semakin tinggi

23 4 apabila diikuti dengan terjadinya cekaman air. Hal ini merupakan mekanisme sistem pertahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dengan mengeluarkan senyawa metabolit sekunder (Gould dan Lister 2006). Unsur hara esensial seperti nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur penting yang diperlukan dalam proses metabolisme pertumbuhan tanaman. Pupuk anorganik (NPK) dapat menyediakan unsur hara tersedia langsung bagi tanaman. Sedangkan pupuk kandang sebagai pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik memberikan bagian yang terbesar untuk lokasi pertukaran kation di dalam tanah dengan kapasitas buffer bahan organik yang rendah (Babbar dan Zak 1994). Perumusan Masalah Meniran (Phyllanthus niruri L. dan Phyllanthus urinaria L.) merupakan tanaman berkhasiat obat. Produksi kandungan bioaktif meniran dibutuhkan sebagai bahan baku obat yang keberadaanya harus tersedia terus menerus. Hal ini membutuhkan penyediaan bahan tanam maupun teknik budidaya yang tepat di lapangan. Mengingat meniran masih dianggap sebagai tumbuhan liar dan ada juga yang mengelompokan sebagai gulma maka penelitian mengenai keberadaan meniran yang ada di alam maupun meniran yang sudah dibudidayakan perlu dilakukan. Penelitian dimulai dengan melakukan eksplorasi terhadap keberadaan tanaman meniran di alam. Sebagai pembanding dilakukan penanaman meniran dari alam dalam kondisi lingkungan yang sama untuk melihat gambaran pertumbuhan tanaman dari penanaman hingga panen. Dari beberapa aksesi yang ada selanjutnya dilakukan seleksi terhadap karakter morfologi yang berhubungan dengan peningkatan bobot kering total dan kandungan flavonoid. Selanjutnya dilakukan analisis keragaman morfologi dan genetik untuk melihat hubungan kekerabatan diantara aksesi yang ada. Untuk melengkapi data dilakukan penelitian melalui pengumpulan data dari masyarakat sekitar lokasi pengumpulan tanaman. Data yang dituju adalah seberapa besar pengetahuan masyarakat tentang tanaman meniran, manfaat sebagai tanaman obat maupun kegiatan budidayanya. Kegiatan penelitian berikutnya adalah melihat respon yang ditunjukkan oleh tanaman terhadap faktor lingkungan tanaman seperti cahaya, unsur hara dan air. Sejauh ini,

24 5 informasi tentang respon pertumbuhan dan produksi bioaktif terhadap perlakuan naungan, pemupukan dan penentuan kadar air tersedia bagi tanaman meniran belum banyak dilaporkan. Hal ini sangat perlu dilakukan karena kondisi ideal untuk tanaman obat adalah kombinasi biomassa dan bioaktif yang tinggi. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keragaman plasma nutfah meniran dan mendapatkan rancangan teknologi budidaya (naungan, pemupukan dan kadar air) terbaik dalam rangka menghasilkan produksi bioaktif yang tinggi. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi dan kandungan bioaktif yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan produksi bioaktif yang tinggi. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan hubungan kekerabatan aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler (genetik). 4. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor lingkungan (cahaya, air dan unsur hara) terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif meniran. Hipotesis Dari setiap tahapan penelitian dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Ada sebagian masyarakat yang telah mengetahui keberadaan tanaman meniran dan manfaatnya sebagai obat. 2. Terdapat keragaman karakter morfologi antar aksesi meniran, diperoleh karakter morfologi yang dapat dijadikan kriteria seleksi untuk perbaikan produksi biomassa dan kandungan bioaktif meniran.

25 6 3. Diperoleh keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan hubungan kekerabatan beberapa aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler. 4. Terdapat perbedaan tanggap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif aksesi meniran pada naungan, pemupukan dan kadar air tanah yang berbeda. Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian di atas, maka strategi penelitian yang dilakukan harus mempunyai keterkaitan yang satu dengan penelitian lainnya. Penelitian ini terdiri atas dua aspek : (1) keragaman plasma nutfah meniran dan (2) tanggap perubahan karakter meniran. Kedua kelompok tersebut dikelompokan menjadi 5 judul penelitian : (1) eksplorasi meniran (Phyllanthus niruri L. dan Phyllantus urinaria L.) di Kabupaten Bangkalan dan Gresik. (2) analisis keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan hubungan kekerabatan 13 aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler, (3) pertumbuhan dan kandungan total filantin dan hipofilantin aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) pada berbagai tingkat naungan, (4) pertumbuhan dan kandungan total filantin dan hipofilantin meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) pada berbagai cara pemupukan, (5) pertumbuhan dan kandungan antosianin daun meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) pada berbagai kadar air tanah tersedia. Garis besar dari keseluruhan kegiatan penelitian disajikan dalam Gambar 1.

26 7 Keragaman Tanaman di Lapangan (Survei di Kabupaten Bangkalan dan Gresik) Keragaman morfologi dan genetik pada kondisi terkontrol Pengaruh faktor Lingkungan Keragaman karakter agronomi Keragaman produksi biomassa dan kandungan bioaktif Keragaman genetik Cahaya Air Unsur hara Tanggap pertumbuhan, produksi biomassa dan produksi bioaktif beberapa aksesi meniran terhadap pengaruh faktor lingkungan Rancangan Teknologi Budidaya Meniran Gambar 1 Diagram alur penelitian.

27 8

28 9 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani, dan Syarat Tumbuh Meniran Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili Euphorbiaceae, genus Phyllanthus (Webster 1986; de Padua et al. 1999). Penyebarannya di seluruh Asia termasuk Indonesia (Heyne 1987; Soerjani et al. 1987), Malaysia, India, Peru, Afrika, Amerika dan Australia (Taylor 2003). Penyebarannya di seluruh Indonesia teridentifikasi dengan adanya nama daerah yang berbeda untuk menyebutkan tanaman meniran. Di Sumatera dikenal dengan nama sidukung anak, dudukung anak, ba me tano. Di Sulawesi dikenal dengan nama bolobungo. Di Maluku dikenal dengan nama gosau ma dungi, gosau ma dongi roriha, belalang babiji (Kardinan dan Kusuma 2004). Meniran tumbuh di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian ± 1000 m di atas permukaan laut (Heyne 1987). Tumbuh secara liar di tempat yang berbatu dan lembab seperti di tepi sungai, pantai, semak, lahan bekas sawah atau tumbuh di sekitar pekarangan rumah, baik di pedesaan maupun di perkotaan ( De Padua et al. 1999). Iklim tropis merupakan syarat tumbuh tanaman meniran. Tanaman meniran berakar tunggang, batang tegak, tinggi mencapai cm, batang bulat berkayu, permukaan kasar dan bercabang. Daun tersusun majemuk, duduk melingkar pada batang, anakan daun mengkilap, bentuk bulat telur dengan panjang cm, lebar cm, ujung daun runcing, pangkal tumpul dan tepi yang rata. Daun berwarna hijau (Soerjani et al. 1987, De Padua et al. 1999, Dalimartha 2000). Bakal buah beruang enam, mahkota berbentuk tabung, ujung membulat berwarna kuning. Buahnya bulat, mempunyai 5-6 ruang, diameter 5-10 mm. Apabila masih muda buah berwarna hijau setelah tua menjadi coklat. Biji buah berbentuk ginjal, pipih berwarna coklat (De Padua et al. 1999). Spesies meniran yang biasa digunakan untuk pengobatan hanya dua spesies yaitu meniran hijau dan meniran merah (Gambar 2). Khusus untuk pengobatan, Phyllanthus niruri L. (meniran hijau) lebih dominan digunakan dibandingkan dengan Phyllanthus urinaria L. (meniran merah). Komponen yang terkandung dalam meniran hijau lebih banyak dibandingkan dengan meniran merah (Taylor 2003).

29 10 Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran hijau mampu menghambat aktivitas virus hepatitis B sebesar 70%, lebih baik daripada meniran merah yang hanya mampu menghambat sebesar 28%. Terdapat perbedaan morfologi antara meniran hijau dan meniran merah. Meniran hijau memiliki batang berwarna hijau muda atau hijau tua. Setiap cabang atau ranting terdiri dari 8-25 helai daun. Daun berwarna hijau. Ukurannya x cm. Buah bertekstur licin, bulat pipih dengan diameter mm. Kepala sari meniran hijau yang sudah matang akan pecah secara membujur. Sedangkan meniran merah memiliki batang berwarna merah coklat. Setiap cabang terdiri dari 7-13 helai daun. Warna daun hijau coklat dengan ukuran cm x 1-8 mm. Buah bertekstur kasar, bulat dengan diameter 3 mm. Kepala sari meniran merah yang sudah matang akan pecah secara melintang (Soedibyo 1998; Soerjani et al. 1987). a b Gambar 2 Penampilan (a) meniran hijau, (b) meniran merah Manfaat dan Kandungan Kimia Meniran memiliki bahan aktif alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, glikosida tetapi tidak ditemukan steroid (Akin-Osanaiye et al. 2011), Uji fitokimia yang dilakukan pada tanaman meniran asal B2P2TO-OT Tawangmangu menunjukkan meniran mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, tanin, saponin dan lignan (Wahyuni 2010). Flavonoid dalam tanaman meniran diidentifikasi sebagai quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin dan rutin (Taylor 2003). Hasil penelitian farmakologi menunjukkan bahwa meniran mempunyai aktivitas antihepatotoksik (Syamasundar et al. 1985; Sabir dan Rocha

30 ; Manjrekar et al. 2008), hipoglikemik, antibakteri, diuretika (Narayana et al. 2001; Manjrekar et al. 2008; Lopez-Lazaro 2009), aktivitas antimicrobial (Chitravadivu et al. 2009; Akin-Osanaiye et al. 2011)) dan aktivitas antiplasmodial (Oluwafemi dan Debiri 2008; Njomnang Soh et al. 2009). Khasiat yang beragam dari tanaman meniran berhubungan erat dengan zat atau senyawa yang dikandungnya. Than et al. (2006) mendapatkan niruriflavone yang merupakan senyawa antioksidan baru flavone sulfonic acid dari ekstrak Phyllantus niruri. Senyawa flavonoid yang ada dalam meniran merupakan senyawa anti oksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E. Senyawa ini mampu merangsang kekebalan tubuh. Flavonoid rutine dan quercetin mampu menghambat sintesis histamin yang merupakan mediator penting penyakit dermatitis alergika (eksim). Nirurin dan quercetin yang terdapat dalam meniran berkhasiat sebagai peluruh air seni (diuretik). Filantin, hipofilantin, tanin berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai hepatoprotektor. Hasil penelitian Rudiyanto (2006) mendapatkan terjadinya regenerasi sel parenkim hati yang telah mengalami kerusakan akibat paparan karbon tetraklorida dengan pemberian ekstrak etanol meniran. Hal ini berkaitan dengan kemampuan menahan oksigen dalam darah sehingga antibodi dapat berkembang. Ekstrak meniran merupakan salah satu imunomodulator dari bahan biologi aktif nonsitokin yang tidak berefek samping. Selama ini obat-obatan imunomodulator banyak digunakan pada pasien dengan gangguan pada sistem imun tubuh yang banyak ditemukan pada pasien AIDS. Imunomodulator adalah obat yang bekerja dengan cara melakukan modulasi pada sistem imun (Elfahmi 2006). Senyawa Bioaktif Golongan Flavonoid Flavonoid adalah golongan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman. Markham (1988) menyebutkan bahwa sekitar 2% (1 x 10 9 ton per tahun) dari seluruh karbon yang difotosintesis diubah menjadi flavonoid yang merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji (Gould dan Lister 2006). Flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, yaitu suatu kombinasi antara gula dan alkohol. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan

31 12 tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas (Harborne 1988). Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O- glikosida (satu atau lebih gugus hidroksi flavonoid terikat pada gula), pengaruh glikolisasi menyebabkan flavonoid menjadi kurang efektif sehingga mudah larut dalam air, kondisi seperti ini memungkinkan flavonoid tersimpan dan berada dalam vakuola sel (Markham 1988, Gould dan Lister 2006). Gould dan Lister (2006) menyebutkan bahwa pada tumbuhan flavonoid dapat meningkatkan dormansi, meningkatkan pembentukan sel-sel kalus, sebagai enzim penghambat pembentukan protein, menghasilkan warna pada bunga untuk merangsang serangga, burung dan satwa lainnya untuk mendatangi tumbuhan tersebut sebagai agen dalam penyerbukan dan penyebaran biji. Dalam dunia pengobatan beberapa senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibiotik, misalnya anti virus dan jamur, peradangan pembuluh darah, dan dapat digunakan sebagai racun ikan. Davies dan Schwinn (2006) menyebutkan bahwa proses biosintesis flavonoid merupakan biosintesis gabungan dari jalur asam sikimat dan jalur asetat malonat. Pada jalur sikimat akan terbentuk phenylalanine yang merupakan salah satu senyawa asam amino aromik yang selanjutnya akan menghasilkan p-coumaric acid, sedangkan pada jalur asetat malonat akan terbentuk acetyl CoA yang akan menghasilkan malonyl CoA, setelah mengikat satu molekul CO 2. Secara garis besar jalur pembentukan metabolisme primer merupakan awal dari pembentukan jalur pembentukan fenilpropanoid dan jalur biosintesis flavonoid disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

32

33

34

35

36

37

38 19 mendapatkan terjadinya peningkatan kandungan flavonoid pada tanaman yang mengalami cekaman cahaya. Naungan merupakan salah satu bentuk stress cahaya rendah. Studi tentang pengaruh cekaman intensitas cahaya rendah terhadap menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta terganggunya berbagaai metabolisme tanaman telah terdokumentasi cukup baik pada beberapa tanaman. Defisit cahaya pada padi gogo menyebabkan respon metabolisme terganggu, yang berimplikasi pada menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Chozin et al. 2000). Naungan menyebabkan menurunnya pertumbuhan dan produksi padi gogo (Supriyono et al. 2000). Padi gogo yang ditanam di bawah pohon karet berumur 3 tahun (± 50% naungan) hasil bijinya berkisar 5-55% dari tanaman kontrol, sedangkan pada naungan pohon karet umur 4 tahun berkisar antara 5-35% dari kontrol. Sejalan dengan hasil penelitian Sopandie et al. (2003) pada tanaman padi gogo yang mendapatkan adanya perbedaan morfologi daun tanaman dan kandungan klorofil a, b serta nisbah klorofil a/b antara tanaman yang toleran dan peka terhadap naungan. Luas daun genotipe padi gogo toleran naungan lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe yang peka, tetapi ketebalan daun, ketebalan mesofil dan kerapatan stomata lebih rendah. Nisbah klorofil a/b pada genotipe toleran dan peka terjadi penurunan pada naungan 50% dibandingkan dengan kontrol, namun penurunan yang tertinggi terjadi pada genotipe peka. Chozin et al. (2000) menyatakan daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka, disebabkan oleh pengurangan jumlah lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Pada tanaman kedelai. Pemberian naungan 35% menurunkan hasil 2-56% (Asadi et al. 1997). Naungan 50% menyebabkan terjadinya penurunan pada jumlah polong, jumlah polong bernas dan jumlah polong hampa lebih rendah pada kedelai toleran naungan dibandingkan dengan yang peka (Elfarisna 2000). Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan tergantung kepada kemampuannya dalam melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya. Pada tanaman obat seperti pegagan, naungan 25% menghasilkan kandungan flavonoid, steroid dan triterpenoid yang cukup tinggi sedangkan pada naungan 55-75% kandungan tiga metabolit sekunder tersebut mengalami penurunan (Rachmawaty 2004). Pada kedelai pigmen antosianin meningkat pada persentase naungan yang semakin tinggi (Lamuhuria et al. 2006), daun jinten menghasilkan

39 20 kadar fumarat dan fanilat tertinggi pada naungan 75% (Urnemi et al. 2002), sedangkan beberapa klon daun dewa yang ditumbuhkan pada kondisi 100% cahaya menghasilkan kadar antosianin yang tidak berbeda nyata (Ghulamahdi et al. 2006). Peningkatan kandungan flavonoid akan semakin tinggi apabila diikuti dengan terjadinya cekaman air. Hal ini merupakan mekanisme sistem pertahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dengan mengeluarkan senyawa metabolit sekunder (Vickery dan Vickery 1981; Gould dan Lister 2006). Rahardjo et al. (1999) mendapatkan terjadinya peningkatan asam asiatikosida pada pegagan dengan adanya perlakuan cekaman air 60% kapasitas lapang atau tingkat kekeringan 40%. Penelitian terhadap penggunaan Polietilen Glikol (PEG) menunjukkan gejala yang terjadi akibat adanya cekaman air pada tanaman. PEG merupakan kimia organik yang dapat digunakan sebagai osmotikum dan menyebabkan cekaman air pada tanaman. Pemberian PEG akan menghambat penyerapan air sehingga kalus atau akar rambut mengalami cekaman. Kekurangan air akan menginduksi protein mengkode gen-gen pembentuk enzim yang terlibat dalam metabolisme sekunder. Dengan meningkatnya kandungan enzim dalam jaringan tanaman maka diharapkan kandungan metabolisme dapat meningkat pula. Aktivitas enzim dipengaruhi antara lain oleh adanya prekusor senyawa yang bersangkutan dan akumulasi produk metabolisme sekunder tersebut (Ernawati 1992). Bozhkov dan Arnold (1998) menyebutkan bahwa gejala spesifik yang terjadi akibat cekaman air adalah berkurangnya kemampuan pembesaran sel sehingga ukuran sel menjadi kecil, komposisi dinding sel berubah yaitu terjadinya penurunan perbandingan selulosa dan hemiselulosa dan mempengaruhi akumulasi bahan metabolisme primer maupun metabolisme sekunder dalam sel tanaman. Pupuk anorganik (NPK) dapat menyediakan unsur hara tersedia langsung bagi tanaman. Sedangkan pupuk kandang sebagai pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik memberikan bagian yang terbesar untuk lokasi pertukaran kation di dalam tanah dengan kapasitas buffer bahan organik yang rendah (Babbar dan Zak 1994). Pupuk organik yang banyak digunakan pada budidaya tanaman adalah pupuk kandang. Penggunaan pupuk kandang dapat menjadi sumber bahan organik yang membantu dalam pembentukan struktur tanah dan pembentukan humus (Laegreid et al. 1999). Oades (1984)

40 21 menambahkan bahwa disamping sebagai sumber bahan organik, pupuk kandang dapat mendorong agregasi atau dispersi agregat. Peningkatan agregasi terjadi melalui pengikatan oleh polisakarida dan mucilage yang dihasilkan oleh bakteri, hifa jamur maupun melalui akar. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan lainnya. Penelitian pada tanaman daun dewa menunjukkan pemberian dosis pupuk kandang ayam 100g + SO g tanaman -1 menghasilkan pertumbuhan tanaman, serapan hara NPK dan SO 4, produksi flavonoid dan antosianin per tanaman tertinggi dibanding tanpa pemupukan, sedangkan produksi kuersetin tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk kandang ayam 50g + SO g tanaman -1 (Nirwan et al. 2007). Sedangkan pada tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) menunjukkan kecenderungan terjadinya penurunan kandungan total bahan bioaktif kualitatif flavonoid, steroid, saponin dan tanin pada daun dan umbi dengan semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang diberikan (Susanti et al. 2007). Hasil Penelitian Mualim et al. (2009) menunjukkan produksi antosianin kolesom dipengaruhi oleh pemupukan. Pemupukan yang memberikan antosianin yang tertinggi dengan media tanah dan pupuk kandang adalah NK (100 kg urea ha -1 dan 100 kg KCl ha -1 ), dimana kalium merupakan faktor pembatas pada produksi antosianin.

41 22

42 23 EKSPLORASI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) DI KABUPATEN BANGKALAN DAN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR Abstrak Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplorasi meniran di Kabupaten Bangkalan dan Gresik mendapatkan 13 aksesi yang terdiri dari 6 meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Bangkalan, 6 meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Gresik dan 1 meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) asal Bangkalan. Masyarakat telah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran sebagai obat diuretik, obat penurun panas, sakit gigi dan perawatan setelah persalinan. Diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun berpengaruh langsung dan dapat dijadikan sebagai karakter untuk seleksi terhadap produksi biomassa kering. Dari 6 karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kandungan flavonoid. Aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Bangkalan (A6) dan asal Gresik (A7) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai produksi biomassa tinggi. Sedangkan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) asal Bangkalan (A13) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai kandungan flavonoid tinggi. Kata kunci : eksplorasi, flavonoid, seleksi, aksesi, karakter Abstract The objectives of this research were (1) to identify and analyze public opinion which is the existence and used of plant Phyllanthus as medicinal plants (2) to identify and analyze the morphological characters that can be used as selection criteria of biomass production and its high flavonoid. The results of the research show that Phyllanthus exploration in Bangkalan and Gresik acquire 13 accessions including 6 green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan, 6 green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Gresik and 1 red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan. The community has been known and used this plant as drugs for diuretic, febrifuge, toothache and treatment after childbirth. Stem diameter, number of branches, total wet weight and number of leaves were direct influences and can be used as characters for selection the production of dry biomass. The six characters were observed but neither of them ca be use as a selection character for the flavonoid. Accession green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan (A6) and from Gresik (A7) were selected as the accession potentially had high biomass production. The red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan (A13) was selected as the accession potentially had high flavonoid. Keywords: exploration, flavonoids, selection, accession, character

43 24 Pendahuluan Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan, diare sampai nyeri ginjal banyak menggunakan herba meniran. Pemanfaatan meniran untuk mengobati demam dan sebagai peluruh air seni (diuretik) banyak dilakukan di Thailand. Dalam pengobatan tradisional India, meniran digunakan untuk pengobatan penyakit kuning (jaundice), diabetes, gangguan pada kulit dan gangguan menstruasi (Soerjani et al. 1987; Heyne 1987; Sulaksana dan Jayusman 2004). Efek pengobatan yang dimiliki oleh tanaman ini antara lain disebabkan oleh adanya senyawa bioaktif seperti flavonoid, lignan, alkaloid, triterpenoid, tanin dan asam lemak yang terkandung di dalamnya. Eksplorasi terhadap tanaman obat unggulan telah dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka bekerjasama dengan BPOM terhadap daerah sentra produksi tanaman obat di Indonesia. Jawa Timur termasuk dalam daerah sentra tanaman obat mengingat kapasitas daerah dalam menghasilkan komoditas tanaman obat yang termasuk dalam kelompok unggulan. Eksplorasi terhadap tanaman meniran yang tumbuh secara liar di alam dilakukan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan kondisi agrobiofisik dan sampel tanaman di lapangan. Data ini dapat digunakan sebagai data pembanding untuk menyusun kegiatan budidaya pada tahapan selanjutnya. Ghulamahdi (2003) menyatakan bahwa untuk berproduksi tinggi maka budidaya tanaman obat harus dilakukan di tempat yang lingkungannya cocok untuk kebutuhan spesies tersebut. Adapun kondisi lingkungan yang diperlukan untuk masing-masing spesies dapat dilihat dari tempat asal spesies tersebut ditemukan. Pengetahuan mengenai taksonomi berupa pengelompokan jenis spesies dalam famili akan sangat membantu cara perbaikan dan budidaya spesies tersebut. Hal ini yang mendasari penyusunan perbaikan cara pembiakan, budidaya, peningkatan produksi per satuan luas dan peningkatan kandungaan bioaktif tanaman. Langkah awal dalam kegiatan pemuliaan untuk perbaikan genetik adalah memiliki koleksi plasma nutfah dengan keragaman genetik yang tinggi. Belum ada informasi yang lengkap tentang data karakterisasi dan hubungan kekerabatan antar aksesi meniran yang ada di alam maupun yang telah dibudidayakan.

44 25 Karakterisasi dilakukan untuk mendapatkan data sifat atau karakter morfoagronomis (deskripsi morfologi dasar) dari aksesi plasma nutfah. Dari data karakterisasi dapat dibedakan dengan cepat dan mudah fenotipe dari setiap aksesi dan jumlah aksesi yang sebenarnya untuk menghindari adanya duplikasi dalam rangka mengurangi biaya pemeliharaan koleksi. Pada tanaman meniran, produksi biomassa dan kandungan bioaktif merupakan faktor penting yang menentukan produktivitas tanaman meniran sebagai tanaman obat secara keseluruhan. Untuk meningkatkan produktivitas meniran perlu diketahui komponen pertumbuhan yang dapat digunakaan sebagai kriteria seleksi dengan cara memilih karakter yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi biomassa dan kandungan bioaktifnya. Pengetahuan mengenai korelasi antar komponen pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif sangat diperlukan untuk menentukan kriteria seleksi tidak langsung terhadap produksi biomassa dan kandungan bioaktifnya. Hubungan yang dinyatakan dengan korelasi sederhana seringkali mengakibatkan diperolehnya informasi yang semu disebabkan adanya interaksi yang akan menutup pola hubungan yang sebenarnya. Analisis lintas (path analysis) dapat digunakan untuk mengatasi masalah dimana masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan produksi biomassa maupun dengan produksi bioaktif dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Penggunaan analisis korelasi dan sidik lintas untuk mempelajari keeratan hubungan antar komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil serta untuk pengembangan kriteria seleksi telah banyak dilakukan. Martono et al. (2010) menggunakan analisis korelasi dan analisis lintas untuk mempelajari keeratan hubungan antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna dan asiatikosida pada pegagan. Ganefianti et al. (2006) pada tanaman cabe, Mursito (2003), Wirnas et al. (2006) pada kedelai, Nasution (2008) pada tanaman nenas dan Sinaga (2008) pada tanaman manggis. Hubungan kekerabatan antar aksesi dapat memberikan informasi tentang ciri khas karakter dari tiap kelompok aksesi yang terbentuk. Informasi ini dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk menentukan aksesi potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Penelitian yang mempelajari seberapa kuat hubungan

45 26 antara karakter morfologi meniran belum terungkap. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang tinggi. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Eksplorasi dilakukan pada bulan September 2006 sampai dengan Januari 2007 di dua lokasi di Propinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik. Pada setiap kabupaten diambil tiga kecamatan dan selanjutnya dipilih enam desa berdasarkan ketinggian tempat dan tipe lahan yang berbeda (Tabel 1). Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah enam aksesi meniran hijau asal Bangkalan, enam aksesi meniran hijau asala Gresik dan satu aksesi meniran merah asal Bangkalan, satu set bahan kimia untuk analisis tanah, dan analisis kandungan bioaktif tanaman. Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan survei lapangan, data primer dan sekunder, peralatan analisis tanah dan peralatan analisis kandungan bioaktif tanaman. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode eksplorasi (survei) yaitu dengan cara mengamati morfologi meniran di lapangan, pengamatan anatomi di laboratorium dan analisis kandungan bioaktif di laboratorium. Tanaman yang dijadikan sampel adalah tanaman yang telah memasuki fase generatif yang ditandai dengan adanya bunga dan buah. Selama kegiatan eksplorasi berlangsung dilakukan kegiatan pengambilan data dari penduduk setempat dalam bentuk kuisioner. Penentuan responden dilakukan secara acak di tempat pengambilan sampel tanaman. Masing-masing titik diambil 10

46 27 orang responden sehingga secara keseluruhan terdapat 120 orang responden. Data dan informasi yang dibutuhkan meliputi : 1. Data primer berupa data tanaman, lingkungan dan data kuisioner, diperoleh melalui penelitian lapangan berupa inventarisasi dan identifikasi aksesi meniran dan pendapat setiap responden dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan dan wawancara mendalam terhadap setiap responden untuk pertanyaan yang memerlukaan keterangan yang lebih luas. 2. Data sekunder, diperoleh dari berbagai sumber antara lain Instansi pemerintah daerah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan, Biro Pusat Statistik, Badan Meteorologi dan Geofisika, dan bahan pustaka lainnya yang mendukung penelitian. Pelaksanaan Kegiatan dimulai dengan cara menentukan lokasi Kabupaten Bangkalan dan Gresik secara sengaja. Setiap tempat yang dijadikan titik pengamatan ditemukan minimal 10 tanaman meniran per kuadran (50 cm x 50 cm). Dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel tanaman, sampel tanah dan pengisian kuisioner. Pengamatan 1. Pengumpulan data berupa pendapat masyarakat dilakukan secara langsung di lapangan. 2. Pengamatan terhadap kartakter morfologi tanaman meliputi : (1). Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk tanaman. (2). Jumlah daun majemuk, dihitung apabila daun telah membuka sempurna (3). Jumlah cabang, dihitung cabang yang terbentuk dari batang utama, maupun dari cabang primer. (4). Diameter batang (mm), dilakukan pengukuran panjang diameter pada sisi tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital. (5). Produksi biomassa basah total (g), didapat dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik seluruh tanaman. (6). Produksi biomassa kering total (g), didapat dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik seluruh bagian tanaman yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam.

47

48

49 30 Hasil dan Pembahasan Eksplorasi Berdasarkan kapasitas daerah dalam menghasilkan komoditas tanaman obat yang termasuk dalam kelompok unggulan, Jawa Timur termasuk daerah sentra tanaman obat di Indonesia. Tabel 1 Daftar aksesi meniran beserta asal-usulnya yang diperoleh dari hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur. Jenis meniran Meniran hijau Meniran merah Nomor aksesi Lokasi (kabupaten) Asal-usul Habitat Ketinggian tempat (m dpl) A1 Bangkalan Kebun naungan 18 mangga A2 Bangkalan Tegalan terbuka 86 A3 Bangkalan Tegalan terbuka 57 A4 Bangkalan Tegalan terbuka 72 A5 Bangkalan Pekarangan terbuka 74 A6 Bangkalan Pekarangan terbuka 27 A7 Gresik Tegalan terbuka 5 A8 Gresik Tegalan terbuka 1 A9 Gresik Kebun naungan 2 mangga A10 Gresik Kebun naungan 4 mangga, pisang A11 Gresik Kebun naungan 13 pisang A12 Gresik Tegalan terbuka 10 A13 Bangkalan Tegalan terbuka 27 Dari observasi pada 13 titik pengamatan didapatkan 12 aksesi meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik dan 1 aksesi meniran merah asal Bangkalan. Keadaan Umum Propinsi Jawa Timur Propinsi Jawa Timur terletak pada 110 o 54 BT sampai 115 o 57 BT 5 o 371 LS sampai 8 o 48 LS. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur

50 31 berbatasan dengan Laut Bali dan Selat Bali, sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasaan dengan Samudera Hindia. Berdasarkan karakteristik tinggi tempat diatas permukaan laut (dpl), Jawa Timur terbagi atas 3 kelompok wilayah yaitu : m dpl meliputi 83% dari luas wilayah dan morfologinya relatif datar m dpl meliputi sekitar 11% dari luas wilayah dengan morfologi berbukit dan bergunung-gunung m dpl meliputi sekitar 6% dari luas wilayah dengan morfologi terjal. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, 52% wilayah mempunyai iklim tipe D. Keadaan suhu maksimum rata-rata mencapai 33 o C sedangkan suhu minimum rata-rata mencapai 22 o C. Keadaan curah hujan pertahun mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Kurang dari 1750 mm per tahun meliputi 35.54% wilayah sampai dengan 2000 mm per tahun meliputi 44.00% wilayah 3. Lebih dari 2000 mm per tahun meliputi 20.46% Kabupaten Bangkalan Kabupaten Bangkalan terletak diantara koordinat 6 o o Lintang Selatan dan 112 o o Bujur Timur mempunyai luas areal kurang lebih sebesar km 2 terdiri dari 18 kecamatan yaitu Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, Modung, Blega, Konang, Galis, Tanah Merah, Tragah, Socah, Bangkalan, Burneh, Arosbaya, Geger, Kokop, Tanjung Bumi, Sepulu dan Klampis. Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian m di atas permukaan laut. Wilayah yang terketak di pesisir pantai, seperti Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan Kecamatan Burneh mempunyai ketinggian antara 2 10 m di atas permukaan laut. Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara m di atas permukaan laut, tertinggi adalah kecematan Geger dengan ketinggian 100 m diatas permukaan laut.

51 32 A13 Gambar 9 Peta Kabupaten Bangkalan dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber : Bangkalan dalam Angka, 2008). Tanah di Kabupaten Bangkalan sebagian besar memiliki kemiringan 2 15 % yaitu sekitar 50.45% atau hektar dan kemiringan 0 2 % sekitar 45.43% atau hektar. Apabila dilihat dari tekstur tanahnya maka sebagian besar bertekstur sedang yaitu seluas hektar atau sekitar 93.10%. Berdasarkan kedalaman spektip tanahnya maka persentase terbesar adalah tanah yang kedalamannya 90 cm yaitu sekitar hektar atau 51.35%. Tata guna lahan daerah Kabupaten Bangkalan terbagi menjadi dua yaitu : lahan basah yang meliputi sawah, waduk rawa dan tambak dan lahan kering yang terdiri dari pemukiman, tegalan, kebun, hutan dan lain- lain.

52 33 Tabel 2 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bangkalan No. Iklim Kadar air tanah Keasaman Aksesi Suhu ( o C) Kelembaban (%) Intensitas cahaya (fc) (%) tanah (ph H 2 0) A A A A A A A Keterangan : A1-A6= meniran hijau asal Bangkalan, A13 : meniran merah asal Bangkalan, suhu dan kelembaban : diukur pada waktu pengambilan sampel, kadar air tanah dan ph H 2 0 : hasil analisis di Laboratorium fisikadan kimia tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Kabupaten Bangkalan mempunyai iklim tipe Monsoon dengan dua musim yaitu hujan yang berlangsung antara bulan Nopember April dan Kemarau antara bulan Mei Oktober. Kondisi topografi, disamping angin Monsoon sangat mempengaruhi besarnya curah hujan, semakin tinggi letaknya di atas permukaan laut semakin besar pula curah hujannya bila dibandingkan dengan daerah dataran. Bagian tengah berupa perbukitan dan gunung, curah hujannya jauh lebih besar daripada curah hujan di dataran yang merupakan pantai, baik di bagian utara maupun di bagian selatan. Di daerah perbukitan curah hujan bahkan > 2000 mm per tahun yang memberikan kontribusi yang besar terhadap resapan air kedalam tanah. Sedangkan di daerah pantai curah hujan berkisar antara mm per tahun. Kabupaten Gresik Kabupaten Gresik berada antara 7 o dan 8 o Lintang Selatan dan antara 112 o dan 113 o Bujur Timur. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut kecuali sebagian kecil di bagian utara (Kecamatan Panceng) mempunyai ketinggian sampai 25 meter di atas permukaan laut.

53 34 Tabel 3 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Gresik Lokasi Iklim Kadar air tanah Keasaman Aksesi Suhu ( o C) Kelembaban (%) Intensitas cahaya (fc) (%) tanah (ph H 2 0) A A A A A A Keterangan : A7-A12 : meniran hijau asal Gresik, Suhu dan Kelembaban : diukur pada waktu pengambilan sampel, kadar air tanah dan ph H 2 0 : hasil analisis di Laboratorium fisika dan kimia tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Bagian Utara Kabupaten Gresik dibatasi oleh Laut Jawa, bagian Timur dibatasi oleh Selat Madura dan Kota Surabaya, bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto, sementara bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial, Grumusol, Mediteran Merah dan Litosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah relatif rendah, yaitu rata-rata 2000 mm per tahun sehingga hampir setiap tahun mengalami musim kering yang panjang.

54 35 A7 A9 Gambar 10 Peta Kabupaten Gresik dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber : Gresik dalam Angka, 2008). Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Gresik dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu: 1. Kabupaten Gresik Bagian Utara meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar adalah bagian dari daerah pegunungan Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur (wilayah Kecamatan Panceng). Sebagian dari daerah ini adalah daerah hilir aliran Bengawan Solo yang bermuara di pantai Utara Kabupaten Gresik (Kecamatan Ujung pangkah). Daerah hilir Bengawan solo tersebut sangat potensial karena mampu menciptakan lahan yang cocok untuk permukiman maupun usaha pertambakan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial

55 36 terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C. Kondisi tanah tidak termasuk Pulau Bawean 2. Kabupaten Gresik Bagian Tengah meliputi wilayah : Duduk Sampeyan, Balong Panggang, Benjeng, Cerme, Gresik, Kebomas merupakan kawasan dengan tanah relatif subur. Wilayah ini mempunyai sungai-sungai kecil antara lain Kali Lamong, Kali Corong, Kali Manyar sehingga di bagian tengah wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian dan pertambakan. 3. Kabupaten Gresik Bagian Selatan meliputi Menganti, Kedamean, Driyorejo dan Wringin Anom adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur dan sebagian merupakan daerah bukit-bukit (Gunung Kendeng). Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini diduga cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C, bahan galian yang bukan strategis dan juga bukan vital seperti batu kapur, posphat, dolomit, batu bintang, tanah liat, pasir dan bahan galian lainnya. Sebagian dari bahan golongan C ini telah diusahakan dengan baik, dan sebagian lainnya masih dalam taraf eksplorasi. 4. Kabupaten Gresik Wilayah Kepulauan Bawean dan pulau kecil sekitarnya yang meliputi wilayah Kecamatan Sangkapura dan Tambak berpusat di Sangkapura. Pengetahuan dan Pemanfaatan Tanaman Meniran Sebagai Tanaman Obat Berdasarkan data hasil survei (Tabel 4) diketahui bahwa sebagian besar (81.67%) masyarakat di Kabupaten Bangkalan dan Gresik sudah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran, hanya 18.33% yang belum mengenal dan mengetahui manfaat tanaman meniran sebagai tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat.

56 37 Tabel 4 Uraian deskripsi informasi masyarakat tentang tanaman meniran No. Informasi Masyarakat Jawaban Jumlah (frekuensi) (%) 1. Mengenal tanaman meniran Mengenal 98 (81.67) Tidak mengenal 22 (18.33) 2. Nama yang diketahui Meneran, memeniran 50 (41.67) Meniran 48 (40) 3. Mengambil tanaman Dari alam 98 (81.67) Budidaya 0 (0%) 4. Bagian yang digunakan untuk pengobatan Seluruh tanaman 98 (81.67) Daun 56 (46.67) 5. Cara memanen tanaman Mencabut seluruh bagian tanaman 98 (81.67) Memetik daun 56 (46.67) 6. Penyakit yang diobati Susah buang air kecil 75(62.50) Sakit gigi 45(37.50) Panas karena demam 65(54.17) Perawatan persalinan 25(20.83) Perbedaan dalam menyebutkan nama tanaman hanya disebabkan kebiasaan dalam pengucapan yang berbeda dimana di Kabupaten Bangkalan dikenal sebagai meneran atau memeniran, sedangkan di Gresik mengenal dengan sebutan meniran. Masyarakat yang mengenal meniran di dua kabupaten (81.67%), sebagian besar masih mengambil tanaman meniran dari alam dan belum ditemukan masyarakat yang membudidayakannya. Yang menarik (hasil wawancara mendalam) masyarakat

57 38 telah mengetahui siklus hidup tanaman meniran sehingga mereka mengambil dengan cara rotasi atau bergiliran antara tempat satu dengan tempat lainnya. Masyarakat menggunakan dua cara pengambilan tanaman. Pengambilan seluruh bagian tanaman dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman dari bagian akar hingga bagian ujung daun (81.67%). Sedangkan % menggunakan hanya bagian daun saja dengan cara memetik sejumlah daun yang akan digunakan untuk mengobati penyakit. Beberapa penyakit biasa diobati dengan menggunakan tanaman meniran. Untuk penyakit susah buang air kecil dan panas karena demam biasanya masyarakat merebus seluruh bagian tanaman dari akar hingga pucuk tanaman. Air rebusan diminum sampai gejala berkurang. Selain itu untuk sakit gigi dan penyembuhan sehabis persalinan menggunakan daun meniran yang dicampur dengan beberapa tanaman obat lainnya. Hasil survei menunjukkan bahwa tanaman meniran sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dimana tanaman meniran berada sebagai tanaman obat. Pengetahuan tentang manfaat tanaman didapat secara turun temurun dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat mendukung untuk menjadikan tanaman meniran menjadi tanaman obat yang dapat dibudidayakan di masyarakat mengingat keberadaannya akan punah apabila dilakukan pengambilan secara terus menerus tanpa ada kegiatan pembudidayaan tanaman. Korelasi fenotipik dan sidik lintas keragaman morfologi 13 aksesi meniran Aksesi meniran menunjukkan variasi yang besar dalam beberapa karakter morfologi. Pada Tabel 5 dapat dilihat rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot basah total, bobot kering total dan kandungan flavonoid 13 aksesi meniran. Uji korelasi antar karakter dilakukan terhadap tujuh karakter komponen pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang diduga saling berkorelasi. Koefien korelasi antar karakter ditunjukkan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa tinggi tanaman (X1), jumlah daun (X2), jumlah cabang (X3), diameter batang (X4) dan bobot basah total (X5) mempunyai korelasi positif sangat nyata terhadap bobot kering total, masing-masing dengan nilai r1y =

58 , r2y = 0.86, r3y = 0.64, r4y = 0.89 dan r5y = Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan nilai pada karakter tersebut maka produksi biomassa kering akan meningkat. Tabel 5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, bobot basah total, bobot kering total dan kandungan flavonoid 13 aksesi meniran Aksesi TT JD JC DB BBT BKT Flavonoid (cm) (mm) (g) (g) Keterangan : Aksesi 1-6 : meniran hijau asal Bangkalan, Aksesi 7-12 : meniran hijau asal Gresik, Aksesi 13 : meniran merah asal Bangkalan, TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g), analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria : 3 = kuat, 2 = sedang, 1 = lemah. Tabel 6 Koefisien korelasi antar pasangan karakter 13 aksesi meniran Karakter TT JD JC DB BBT Flavonoid BKT TT ** 0.779** 0.897** 0.909** ** JD ** 0.835** ** JC * * DB ** ** BBT ** Flavonoid BKT 1 Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g) analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3 = kuat, 2 = sedang, 1 = lemah.

59 40 Produksi biomassa kering yang tinggi disebabkan karena pertambahan tinggi tanaman yang diikuti dengan semakin banyak cabang, semakin banyak daun dan semakin besar diameter batang sehingga menghasilkan produksi biomassa basah yang tinggi. Produksi biomassa basah yang tinggi mengakibatkan bertambahnya produksi biomassa kering. Hasil ini didukung oleh data hasil korelasi antar pasangan karakter yang menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman berkorelasi positif sangat nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total. Karakter jumlah daun berkorelasi positif sangat nyata terhadap diameter batang dan bobot basah total. Karakter diameter batang berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot basah total. Sedangkan karakter kandungan flavonoid berkorelasi negatif tidak berbeda nyata pada semua karakter yang lain. Analisis lintas karakter morfologi dan kandungan flavonoid terhadap produksi biomassa kering Dalam analisis korelasi diasumsikan bahwa selain kedua karakter yang dipasangkan, yang lain dianggap konstan. Selain itu analisis korelasi tidak dapat digunakan untuk menggambarkan besarnya sumbangan dari suatu peubah terhadap peubah yang lain. Dengan analisis lintas masalah ini dapat diatasi karena masingmasing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Mursito (2003) menyatakan karena banyaknya peubah yang harus dipertimbangkan dalam matriks korelasi, maka kriteria seleksi tak langsung menjadi kompleks dan kurang menentu. Kontribusi setiap karakter terhadap produksi biomassa kering baik langsung maupun tidak langsung dianalisis melalui analisis lintas. Dari Tabel 7 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung terbesar ditunjukkan oleh karakter diameter batang (C4 = 0.69, r4y = 0.89). Diameter batang memiliki pengaruh langsung yang kuat yang menentukan bobot kering total diikuti oleh karakter jumlah cabang (C3 = 0.41, r3y = 0.64), tinggi tanaman (C1 = -0.30, r1y = 0.85), bobot basah total (C5 = 0.26, r5y = 0.90) dan jumlah daun (C2 = 0.11, r2y =. 0.86). Tinggi tanaman mempunyai hubungan langsung yang bernilai negatif. Jika koefisien korelasi bernilai positif tetapi pengaruh langsungnya negatif maka pengaruh tidak langsung menjadi penyebab korelasi. Dengan demikian semua variabel bebas harus diperhatikan dan diperhitungkan secara serempak.

60 41 Hasil analisis terhadap pengaruh tidak langsung menunjukkan bahwa karakter jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total mempunyai pengaruh tidak langsung yang negatif, hanya karakter kandungan flavonoid yang menunjukkan pengaruh langsung yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tinggi tanaman menyebabkan penurunan pada bobot kering total. Keadaan ini karena karakter tinggi tanaman pada waktu survei dilakukan sangat beragam karena umur tanaman yang diambil untuk sampel sangat bervarisi dengan rentang yang lebar. Karakter kandungan flavonoid tidak dapat digunakan karena analisis sidik terhadap kandungan flavonoid menunjukkan koefisien korelasi yang tidak berbeda nyata. Tabel 7 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung beberapa karakter morfologi, kandungan flavonoid terhadap bobot kering total (BKT) Peubah bebas Pengaruh langsung Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh total yang dibakukan (C i ) Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 (r xy ) TT Z JD Z JC Z DB Z BBT Z Flavo* Z Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (gram), BKT : bobot kering total (gram), flavonoid : analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3=kuat, 2=sedang, 1=lemah. Analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan enam karakter sebagai karakter bebas mampu menjelaskan ragam produksi biomassa kering sebesar 0.89 atau 89% sedangkan pengaruh karakter lain yang tidak dimasukkan dalam diagram lintas berupa pengaruh sisaan adalah sebesar 0.11 atau 11% artinya model yang digunakan sudah dapat menggambarkan hubungan kausal secara keseluruhan.

61

62 43 Analisis lintas karakter morfologi terhadap kandungan flavonoid Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tinggi tanaman berkorelasi negatif tidak nyata (r1y = -0.30) terhadap kandungan flavonoid. Sedangkan tinggi tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, bobot basah total dan bobot basah kering. Korelasi tidak berbeda nyata terhadap flavonoid juga ditunjukkan oleh karakter jumlah daun (r2y = -0.16), jumlah cabang (-0.36), diameter batang (-0.24), bobot basah total (r5y = -0.20) dan bobot basah kering (r6y = 0.11). Tabel 8 Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter morfologi terhadap kandungan flavonoid Peubah bebas Pengaruh langsung Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh total yang dibakukan (Ci) Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 (r xy ) TT Z JD Z JC Z DB Z BBT Z BKT Z Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g), flavonoid : analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3=kuat, 2=sedang, 1=lemah. Dari Tabel 8 dan Gambar 12 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung terbesar ditunjukkan oleh karakter bobot kering total (C6 = 2.25, r4y = 0.11) diikuti oleh karakter diameter batang (C4 = -1.70, r4y = -0.24), jumlah cabang (C3 = -1.00, r3y = -0.36), tinggi tanaman (C1 = 0.60 r2y = -0.30), bobot basah total ( C5 = -0.48, r5y = -0.20) dan jumlah daun (C2 = r2y = -0.16). Diameter batang, jumlah cabang, tinggi tanaman, bobot basah total dan jumlah daun menunjukkan hubungan langsung yang negatif. Peningkatan diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun akan menurunkan

63 44 kandungan flavonoid pada meniran. Dengan demikian karena semua koefisien korelasi ini positif dan negatif tidak berbeda nyata maka semua karakter tidak dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe meniran yang berpotensi memiliki kandungan flavonoid yang tinggi. Penelitian terhadap pegagan (Martono et al. 2010), menunjukkan tidak ada satupun karakter morfologi yang berhubungan dengan pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan kandungan asiatikosida pegagan yang tinggi. Pada penelitian meniran ini, analisis fitokimia kandungan flavonoid berupa data kualitatif sehingga belum menggambarkan keberadaan flavonoid sebenarnya. Analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan enam karakter sebagai karakter bebas dapat menjelaskan ragam sebesar 0.74 atau 74%. Pengaruh faktor lain yang tidak dimaasukkan dalam diagram lintas adalah sebesar 0.26 atau 26%.

64

65 46 Simpulan 1. Masyarakat di sekitar lokasi eksplorasi telah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran sebagai tanaman obat sehari-hari. 2. Karakter morfologi yang berkorelasi positif dan nyata terhadap produksi biomassa kering adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total. 3. Diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun berpengaruh langsung terhadap produksi biomassa kering dan dapat dijadikan sebagai karakter untuk seleksi. 4. Dari enam karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kandungan flavonoid. 5. Aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan asal Gresik (A7) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai produksi biomassa tinggi. Sedangkan meniran merah asal Bangkalan (A13) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai kandungan flavonoid tinggi.

66 47 ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI, KANDUNGAN ANTOSIANIN DAUN DAN HUBUNGAN KEKERABATAN 13 AKSESI MENIRAN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan menganalisis kekerabatan 13 aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler (genetik). Sebanyak 13 aksesi meniran yang berasal dari eksplorasi meniran di Kabupaten Bangkalan dan Gresik dianalisis keragaman genetiknya. Peubah yang diamati menggunakan penanda morfologi adalah 12 karakter kuantitatif dan 2 karakter kualitatif. Sebanyak 5 primer digunakan dalam analisis RAPD untuk proses amplifikasi DNA. Hasil analisis komponen utama mendapatkan 2 komponen utama dengan proporsi keragaman kumulatif sebesar 91.90%. Analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi dan kandungan antosianin pada taraf kesamaan sekitar % terbentuk 3 kelompok. Pada taraf kesamaan 69.82% terbentuk 2 kelompok utama yang terdiri dari kelompok A beranggotakan semua aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan kelompok B beranggotakan aksesi meniran merah (Phyllanthus urinaria L.). Pengelompokan berdasarkan RAPD, pada tingkat kesamaan 63% terbentuk 2 kelompok utama yang terdiri dari kelompok A beranggotakan semua aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan kelompok B beranggotan aksesi meniran merah (Phyllanthus urinaria L.). Berdasarkan keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan penanda molekuler terdapat 2 jenis meniran hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik yaitu meniran hijau dan meniran merah yang membentuk 2 kelompok terdiri dari kelompok A semua aksesi meniran hijau dan kelompok B satu aksesi meniran merah. Kata kunci : morfologi, genetik, RAPD, gerombol, analisis komponen utama Abstract The objectives of this research were to identify and analyze the variability and genetic relationship of 13 accessions of Phyllanthus based on morphological characters, anthocyanin content and RAPD markers. There were 13 accessions that come from Phyllanthus exploration in Bangkalan and Gresik that analyzed by its genetic diversity. The five primers with RAPD analysis. The result of principal component analysis had two primary components 91.90% cumulative proportion of diversity. Cluster analysis based on morphological character and anthocyanin content at the similarity coefficient range from formed three groups. Two primary group at similarity of coefficient 0.70 : group A consist of all accession green meniran (Phyllanthus niruri L.) and red meniran (Phyllanthus urinaria L.) in group B. In general, clustering analysis based on RAPD, at similarity of coefficient 0.63 formed two main groups consist of all green meniran (Phyllanthus niruri L.) accession in group A and red meniran (Phyllanthus urinaria L.) accession in group B. Bassed on RAPD markers results of exploration in Bangkalan and Gresik found two types of meniran, green (Phyllanthus niruri L.) and red meniran (Phyllanthus

67 48 urinaria L.) by grouping all accession green meniran (Phyllanthus niruri L.) in group A and red meniran (Phyllanthus urinaria L.) in group B. Key words: morphology, genetics, RAPD,clustering, principal component analysis. Pendahuluan Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili Euphorbiaceae, genus Phyllanthus (Webster 1986; de Padua et al 1999). Penyebarannya di seluruh Asia termasuk Indonesia (Heyne 1987; Soerjani et al 1987), Malaysia, India, Peru, Afrika, Amerika dan Australia (Taylor 2003). Genus Phyllanthus mempunyai lebih dari 600 spesies tetapi yang lebih dikenal dan biasa digunakan untuk pengobatan hanya dua spesies yaitu Phyllanthus niruri L. dan Phyllanthus urinaria L. Khusus untuk pengobatan, Phyllanthus niruri L. (meniran hijau) lebih dominan digunakan dibandingkan dengan Phyllanthus urinaria L. (meniran merah). Komponen yang terkandung dalam meniran hijau lebih banyak dibandingkan dengan meniran merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran hijau mampu menghambat aktivitas virus hepatitis B sebesar 70%, lebih baik daripada meniran merah yang hanya mampu menghambat sebesar 28% (Taylor 2003). Perbedaan morfologi ditemukan antara meniran hijau dan meniran merah. Meniran hijau memiliki batang berwarna hijau muda atau hijau tua. Setiap cabangnya terdiri dari 8-25 helai daun. Daunnya berwarna hijau, berukuran x cm. Buahnya bertekstur licin, bulat pipih dengan diameter mm. Kepala sari meniran hijau yang sudah matang akan pecah secara membujur. Sedangkan meniran merah memiliki batang berwarna merah coklat. Setiap cabang terdiri dari 7-13 helai daun. Warna daun hijau coklat dengan ukuran cm x 1-8 mm. Buah bertekstur kasar, bulat dengan diameter 3 mm. Kepala sari meniran merah yang sudah matang akan pecah secara melintang (Heyne 1987; Soerjani et al. 1987, Soedibyo 1998). Menurut Roy (2000), koleksi plasma nutfah harus dievalusi secara tepat. Karakter yang dievalusi dapat berupa karakter anatomi, morfologi, kimia, biokimia maupun fisiologis. Karakter morfogi lazim digunakan untuk karakterisasi dan

68 49 analisis kekerabatan pada kondisi lingkungan yang normal. Van Beuningen dan Bush (1997) menyatakan analisis molekuler (marka molekuler) dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh faktor lingkungan terhadap karakter morfologi yang jumlahnya terbatas. Salah satu marka molekuler yang dapat digunakan adalah analisis RAPD yang merupakan teknik yang lebih cepat dan lebih mudah dilakukan. Menurut Sjamsuhidajat dan Nurendah (1992) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan zat kimia dalam tanaman antara lain habitat, pemupukan dan umur tanaman. Khan et al. (2010) mendapatkan pengaruh faktor lingkungan dan faktor genetik terhadap peningkatan kandungan filantin pada Phyllanthus amarus (Phyllanthus niruri). Keberagaman karakter dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan, sehingga perlu dilakukan evaluasi kekerabatan antara aksesi meniran yang ada di alam. Keragaman genetik dan hubungan kekerabatan di antara aksesi meniran dapat terungkap dengan menggunakan analisis morfologi dan molekuler. Penanda morfologi ditujukan pada karakter kuantitatif dan kualitatif yang mengarah pada karakter agronomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter morfologi, kandungan antosianin daun dan hubungan kekerabatan 13 aksesi meniran berdasarkan penanda molekuler (genetik). Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan Januari Penanaman dilakukan di lahan penelitian Desa Padasuka Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Produksi Departemen AGH IPB dan Laboratorium Molekuler dan Kloning Departemen AGH IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji meniran hasil eksplorasi dari Kabupaten Bangkalan dan Gresik berupa 6 aksesi meniran hijau (A1,A2,A3,A4,A5,A6) dan 1 aksesi meniran merah (A13) yang berasal dari Kabupaten Bangkalan dan 6 aksesi meniran hijau (A7,A8,A9,A10,A11,A12) yang

69 50 berasal dari Kabupaten Gresik. Bahan untuk penanaman adalah pupuk kandang, pupuk NPK, tanah, polibag ukuran (25 x 30) cm, insektisida hayati. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis RAPD antara lain : SIGMA-Aldrich TM Extraction and dellution kit, aquabidestilata, campuran chloroform dan isoamilalkohol (CIA) 24:1, Etanol Absolut, PCR amplification reagents dari Vivantis, DNA ladder, primer acak, gel agarose, buffer TAE (Tris Acetic Acid EDTA) 1x, Loading die, dan Ethidium Bromide. Peralatan budidaya yang digunakan adalah alat budidaya secara umum. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan adalah meteran, penggaris, kaca pembesar dan jangka sorong. Peralatan yang digunakan dalam analisis RAPD adalah gunting, oven, water bath, microtube 2 ml, pelampung microtube, mikro pipet 1000 μl, mikro pipet 100 μl, rak tip dan microtube, centrifuge, desicator vacuum pump, timbangan analitik, hot plate, labu Erlenmeyer, elektroforesis chamber, sisir gel mesin PCR, mesin elektroforesis dan UV transiluminator. Metode Penelitian Keragaman morfologi tanaman Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAK) dengan satu faktor yaitu 13 aksesi meniran dengan 3 kali ulangan (kelompok) sehingga terdapat 39 kombinasi percobaan. Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag yang berukuran (25 x 30) cm. Bibit yang dipindah telah mempunyai minimal empat daun majemuk. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari selama satu bulan pada awal penanaman dengan asumsi tidaak ada hujan. Selanjutnya penyiraman dilakukan sesuai dengan keperluan.

70 51 Pengendalian hama dan penyakit dengan insektisida organik. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan. Pengamatan karakter morfologi 1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk tanaman, diamati setiap 2 minggu. 2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna, diamati setiap 2 minggu. 3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu. 4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital. 5. Bobot 1000 biji (g), diamati pada buah yang telah masak, pecah dan biji telah keluar dengan cara menimbang 1000 biji dengan menggunakan timbangan neraca analitik. 6. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun dan batang. 7. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan batang yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam. 8. Analisis antosianin daun. Sampel daun adalah daun yang telah terbentuk sempurna dan daun yang terkena matahari secara langsung. Cara kerja disajikan pada Lampiran 2. Penanda Molekuler dengan analisis RAPD Pelaksanaan Pelaksanaan analisis RAPD dibagi dalam dua kegiatan utama, yakni isolasi DNA dan amplikasi DNA menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction). Analisis RAPD dilakukan pada 13 aksesi meniran dengan menggunakan 10 primer acak. Dari 10 primer yang dipilih secara acak, ada 5 primer menunjukkan hasil yang polimorfik yang selanjutnya digunakan dalam analisis RAPD.

71 52 Isolasi DNA Metode yang digunakan adalah metode ekstraksi menggunakan Kit SIGMA yang dimodifikasi. Larutan ekstrak dari kit Sigma yang digunakan sebanyak 100 μl yang ditempatkan dalam mikrotube 2 ml. Gunting yang akan digunakan dicuci dengan alcohol 70% kemudian dikeringkan dengan tissue. Sampel daun dipotong sebanyak 0.02 gram dan dimasukkan ke dalam microtube yang sudah berisi ekstrak kit. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 95 o C menggunakan water bath selama 5 menit. Setelah dipanaskan, ke dalam microtube ditambahkan larutan dilusi sebanyak 100 μl dan aquabides sebanyak 500 μl. Selanjutnya cairan dalam microtube diambil tanpa mengikutkan potongan daunnya. Cairan tersebut dimasukkan ke dalam tabung baru yang berukuran 1.5 ml (militube) dan ditambahkan chloroform isoamylalkohol (CIA 24:1) sebanyak 150 μl kemudian diaduk dengan vortex mix selama kurang lebih 10 detik dan dicentrifuge pada kecepatan RPM atau kurang lebih G selama 5 menit. Setelah dicentrifuge, supernatant dipindahkan pada microtube 1500μl. Kemudian ditambahkan etanol absolute 2 kali volume supernatant. Jika gumpalan lender tidak terlihat, maka larutan tersebut dimasukkan ke dalam freezer selama 10 menit kemudian dicentrifuge pada kecepatan RPM (± 5000 G) selama 5 menit. Kemudian larutan etanol dibuang dan sisa lender yang berupa pellet (DNA) dikeringkan di atas kertas tissue. Jika alkohol sudah tidak ada yang menetes, DNA dikeringkan dengan vacum pump sampai kering. Yang terakhir DNA dilarutkan dengan air double destilate μl. DNA hasil isolasi ini disimpan dalam freezer jika tidak digunakan langsung untuk amplifikasi PCR. Amplifikasi DNA dengan PCR Amplifikasi DNA dilakukan dengan PCR reagent dari Vivantis dengan modifikasi konsentrasi taq DNA polymerase 1.5 kali konsentrasi anjuran (Tabel 9). Campuran bahan PCR terdiri dari 10 μl PCR reagent vivantis, 5 μl primer acak, dan 5 μl DNA template. Semua campuran bahan PCR sebanyak 20 μl tersebut dimasukkan ke dalam PCR tube dan diamplifikasi pada mesin PCR Effendorf. Proses amplifikasi DNA dibagi dalam tiga bagian yaitu : 1) denaturation (penguraian utas ganda DNA menjadi utas tunggal) selama 5 menit pada suhu 95 o C, 2) anneling (penempelan primer) selama 30 detik pada suhu annealing (TM(melting

72 53 temperature) primer -4 o C) dan 3) elongation (pemanjangan utas DNA primer yang komplemen dengan DNA template menggunakan enzyme taq DNA Polymerase) selama 1 menit pada suhu 72 o C. Proses amplifikasi PCR dilakukan sebanyak 45 siklus. Tabel 9 Bahan reaksi PCR analisis RAPD keragaman 13 aksesi meniran Bahan reaksi PCR Konsentrasi Volume yang diambil (stock solution) (per reaksi) 10 x Vivantis Buffer A 400 μl 2 μl 2 mm dntp mix 160 μl 0.8 μl 50 mm MgCl μl 0.6 μl Taq DNA polymerase 48 μl 0.24 μl Double destilate water μl 6.36 μl Primer μl 5 μl DNA μl 5 μl Volume total μl 20 μl Elektroforesis Fragmen DNA hasil amplifikasi menggunakan PCR dapat dilihat melalui elektroforesis. Media yang digunakan adalah gel yang dibuat dari agarose sebanyak 0.6 gram yang ditambah dengan TAE 1x sebanyak 40 ml. Gel ditempatkan pada alat elektroforesis dan dibuat sumur untuk menempatkan DNA hasil amplifikasi kemudian ditambah TAE 1x hingga rata menutupi gel. Campuran DNA yang dielektroforesis adalah 9 μl hasil reaksi PCR dicampur dengan 1-2 μl loading dye. Kemudian 5 μl dari 1000 bp DNA ladder disimpan pada salah satu sumur untuk mengukur pita-pita DNA yang dihasilkan dari masing-masing aksesi meniran. Elektroforesis dilakukan selama 90 menit pada 90 Volt. Gel hasil elektroforesis diwarnai dengan Ethidium bromide selama 15 detik kemudian direndam dalam aquades selama 30 menit. Selanjutnya gel yang telah diwarnai divisualisasikan di atas ultra violet transluminator dan didokumentasikan dengan kamera. Analisis Data Analisis gerombol. Metode pengerombolan yang digunakan adalah metode aglomeratif dan ukuran ketidakmiripan yang digunakan adalah jarak euclide.

73 54 Peubah yang menjadi dasar pengerombolan adalah peubah yang telah direduksi dari hasil analisis komponen utama. Pengolahan data ini dibantu oleh program MINITAB Analisis komponen utama. Analisis komponen utama (Principal Componen Analysis) dilakukan untuk menyederhanakan variabel yang baru menjadi lebih sedikit, namun informasi tidak berubah. Analisis ini memberikan gambaran berupa besarnya pengaruh persentase nilai keragaman dari beberapa komponen utama (biasanya 3 komponen utama) yang dapat dibentuk dari minimal 70% keragaman yang dimiliki oleh karakter-karakter pada populasi yang dikarakterisasi (Nasution 2008). Pengolahan data dibantu oleh program MINITAB 15.0 Data hasil RAPD diskoring berdasarkan ada tidaknya pita. Skor 0 jika tidak ada pita dan skor 1 jika ada pita pada tingkat migrasi yang sama antar aksesi meniran. Setiap profil pita DNA berhubungan dengan lokus yang mengandung alel tertentu. Pita hasil amplifikasi pada posisi yang sama pada laju elektroforesis yang sama untuk setiap tanaman meniran, dianggap sebagai satu lokus homolog. Selanjutnya data hasil skoring dianalisis menggunakan Seguential Agglomerative, Hierarchical and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted pair-group method, arithmetic average) pada program NTSYSpc untuk menganalisis kemiripan antar aksesi (matriks jarak genetik). Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendrogram.

74 55 Hasil dan Pembahasan Keragaman morfologi 13 aksesi meniran Tabel 10 Pengaruh aksesi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, diameter batang dan bobot 1000 biji meniran umur 10 MST Aksesi Peubah pengamatan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun majemuk Jumlah cabang Diameter batang (mm) Bobot 1000 biji (g) Meniran hijau A abc a ab 2.07 c 0.17 b A d a ab 1.93 c 0.17 b A bcd a ab 2.07 c 0.16 b A abc a a 2.07 c 0.17 b A abc a ab 2.07 c 0.17 b A a a ab 2.57 a 0.17 b A ab a ab 2.33 ab 0.17 b A ab a ab 2.30 ab 0.17 b A ab a ab 2.07 c 0.17 b A ab a ab 2.07 c 0.16 b A abc a a 2.00 c 0.17 b A cd a b 2.27 b 0.17 b Meniran merah A e b c 1.57 d 0.21 a Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Kisaran tinggi tanaman aksesi meniran adalah cm. Aksesi tanaman tertinggi adalah aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan terendah adalah aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13). Jumlah daun majemuk pada 12 aksesi meniran hijau asal Bangkalan berbeda nyata dengan meniran merah (A13). Antara kedua belas aksesi meniran hijau (A1-A12), jumlah daun majemuknya tidak berbeda nyata. Jumlah daun majemuk 12 aksesi meniran hijau berkisar antara sampai dengan daun, sedangkan meniran merah (A13) mempunyai jumlah daun majemuk paling sedikit (99.02 daun). Demikian juga dengan bobot 1000 biji, semua aksesi meniran hijau (A1 sampai A12) bobot 1000 bijinya tidak berbeda nyata. Bobot 1000 biji meniran hijau (12 aksesi) berbeda nyata dengan meniran

75 56 merah (A13). Kisaran bobot 1000 biji meniran hijau gram. Meniran merah mempunyai bobot 1000 biji terbesar 0.21 gram. Jumlah cabang per tanaman 13 aksesi meniran bervariasi dengan kisaran cabang. Berdasarkan hasil uji Duncan keragaman jumlah cabang dapat dibedakan menjadi 3 kelompok. Kelompok yang memiliki jumlah cabang tertinggi adalah kelompok I terdiri dari A11, A4, A5, A7, A2, A1, A8, A10, A6, A9, A3 dengan jumlah cabang , kelompok II adalah A12 (21.67 cabang) dan kelompok III adalah aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13) dengan cabang. Diameter batang maksimal (2.57 mm) ditunjukkan aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6), diikuti meniran hijau asal Gresik (A7 dan A8). Meniran merah asal Bangkalan (A13) mempunyai diameter batang terendah (1.57 mm). Tabel 11 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah akar (BBA), batang (BBB), daun (BBD) dan bobot total (BBT) meniran umur 10 MST Aksesi Peubah pengamatan Bobot basah akar (g tan -1 ) Bobot basah daun (g tan -1 ) Bobot basah total (g tan -1 ) Bobot basah batang (g tan -1 ) Meniran hijau A abc 9.22 bcd 7.39 bc cd A c 9.16 d 7.38 c d A bc 9.26 bcd 7.39 bc cd A abc 9.23 bcd 7.39 bc cd A bc 9.24 bcd 7.38 c cd A a 9.52 a 7.44 a a A abc 9.43 ab 7.42 ab ab A abc 9.40 abc 7.38 c abc A bc 9.24 bcd 7.36 c cd A bc 9.26 bcd 7.38 c cd A bc 9.19 cd 7.39 bc cd A bc 9.36 abcd 7.40 bc bcd Meniran merah A ab 7.85 e 7.39 bc e Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Bobot basah akar per tanaman bervariasi dengan kisaran gram. Bobot basah batang bervariasi dengan kisaran gram per tanaman. Bobot

76 57 basah daun bervariasi dengan kisaran gram per tanaman. Bobot basah total bervarisai dengan kisaran gram per tanaman. Aksesi dengan bobot basah akar, batang, daun dan bobot basah total tertinggi adalah aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6). Tabel 12 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering akar (BKA), batang (BKB), daun (BKD) dan bobot kering total (BKT) meniran umur 10 MST Aksesi Peubah pengamatan Bobot kering Bobot kering Bobot kering Bobot kering akar (g tan -1 ) batang (g tan -1 ) daun (g tan -1 ) total (g tan -1 ) Meniran hijau A abc 1.67 bcd 0.84 bc 3.27 cd A c 1.61 d 0.83 c 3.14 d A bc 1.71 bcd 0.84 bc 3.27 cd A abc 1.68 bcd 0.84 bc 3.25 cd A bc 1.69 bcd 0.83 c 3.24 cd A a 1.97 a 0.89 a 3.64 a A abc 1.88 ab 0.87 ab 3.52 ab A abc 1.85 abc 0.83 c 3.42 abc A bc 1.69 bcd 0.81 c 3.21 cd A bc 1.71 bcd 0.83 c 3.25 cd A bc 1.64 cd 0.84 bc 3.20 cd A bc 1.81 abcd 0.85 bc 3.36 bcd Meniran merah A ab 1.30 e 0.84 bc 2.90 e Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Bobot kering akar per tanaman bervariasi dengan kisaran gram per tanaman. Bobot kering batang bervariasi dengan kisaran gram per tanaman. Bobot kering daun bervariasi dengan kisaran gram per tanaman. Bobot kering total bervarisai dengan kisaran gram per tanaman. Aksesi dengan bobot kering akar, batang, daun dan bobot kering total tertinggi adalah aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6).

77 58 Keragaman kandungan antosianin daun Tabel 13 Pengaruh aksesi terhadap kandungan antosianin daun meniran umur 10 MST Aksesi Kandungan antosianin daun (mg g -1 ) Meniran hijau A bcd A bcd A cd A cd A cd A b A bc A d A bcd A cd A cd A cd Meniran merah A a Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13) mempunyai kandungan antosianin daun tertinggi (0.84 mg g -1 ). Aksesi meniran hijau asal Gresik (A8) mempunyai kandungan antosianin daun terendah (0.46 mg g -1 ). Keragaman 13 aksesi meniran berdasarkan karakter morfologi dan kandungan antosianin daun Dengan metode analisis gerombol menggunakan program MINITAB 15 dapat dilihat keragaman aksesi berdasarkan seluruh peubah yang diamati. Hasil analisis dapat menampilkan jarak perbedaan dan kesamaan berbagai aksesi dalam bentuk dendrogram disajikan pada Gambar 13.

78

79 60 Tabel 14 Nilai ciri dua komponen utama 14 karakter 13 aksesi meniran Komponen utama Nilai ciri Persen keragaman Persen akumulasi keragaman Tabel 15 Karakter morfologi pembentuk komponen utama. Komponen utama Jumlah karakter Jenis karakter Nilai KU I 9 Bobot basah total Bobot basah batang Tinggi tanaman Bobot 1000 biji Jumlah daun Bobot kering batang Diameter batang Jumlah cabang Bobot kering total KU II 4 Bobot basah akar Bobot kering akar Bobot kering daun Bobot basah daun Hasil analisis komponen utama pada penanda morfologi dan kandungan antosiani daun dapat dijelaskan oleh 2 komponen utama yang mencakup 91.90% data dari total keseluruhan data (Tabel 14). Analisis komponen utama menunjukkan akumulasi keragaman komponen tinggi, hanya dengan dua komponen utama pertama sudah menghasilkan nilai akumulasi 91.90% keragaman. Artinya dua komponen utama telah mewakili 91.90% dari 14 karakter diperoleh dari 2 komponen utama. Jumlah karakter penentu pembentuk pengelompokan terpilih adalah selaras dengan nilai ciri yaitu sembilan karakter pada komponen utama 1 dan empat karakter pada komponen utama 2 (Tabel 15). Berdasarkan hasil analisis komponen utama terbentuk 3 kelompok. Kelompok A terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 1,2,3,4,5, aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 8,9,10,11,12. Kelompok B terdiri dari aksesi 6 berupa meniran hijau asal Bangkalan dan nomor 7 aksesi meniran hijau asal Gresik.

80 61 Kelompok C terdiri dari aksesi nomor 13 meniran merah asal Bangkalan (Gambar 14). Gambar 14 Analisis komponen utama karakter morfologi dan kandungan antosianin daun 13 aksesi meniran Analisis kekerabatan berdasarkan penanda molekuler Hasil pengelompokan berdasarkan penanda molekuler (RAPD) menunjukkan kedua belas akesesi meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik (A1 sampai A12) memiliki hubungan genetik yang cukup dekat yang ditunjukkan dengan mengelompoknya keduabelas aksesi meniran hijau dalam satu kelompok. Aksesi meniran merah asal Bangkalan (A13) cenderung memisah dan membentuk kelompok sendiri. Hasil analisis RAPD menggunakan 5 primer pada 13 aksesi meniran menunjukkan tingkat polimorfisme yang relatif tinggi. Menurut Jubera et al. (2009) data marka molekuler dalam hubungannya dengan data morfologi berguna untuk menetapkan tingkat perbedaan dan kemiripan antar kultivar.

81 MH-1 MH-3 MH-4 MH-6 MH-7 MH-8 MH-9 MH-10 MH-5 MH-2 MH-11 MH-12 MM-13 No Nama Primer Sekuen (5 3 ) Jumlah pita polimorfik 1. OPE-1 CCCAAGGATCC 5 2. OPE-19 ACGGCGTATG 6 3. OPH-5 AGTCGTCCCC 8 4. OPH-13 GACGCCACAC 8 5. OPM-20 AGGTCTTGGG 5

82 63 Data hasil skoring pita polimorfik selanjutnya digunakan untuk menganalisis tingkat kemiripan dari 13 aksesi meniran yang diamati. Pada Gambar 15 dapat dilihat pada tingkat kemiripan dari 100% sampai 63%, 13 aksesi yang dianalisis dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok. Kelompok A terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 3, 4, 6, dan aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 7, 8, 9, 10 yang mempunyai tingkat kemiripan sebesar 100%. Kelompok B terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 1 dengan aksesi kelompok A dengan tingkat kemiripan sebesar 97%. Kelompok C terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 5 dengan kelompok B dengan tingkat kemiripan 96%. Kelompok D terdiri dari aksesi meniran hijau asal Bangkalan nomor 2 dengan aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 11 yang mempunyai kemiripan sebesar 94%. Kelompok E yaitu gabungan kelompok C dan kelompok D dengan tingkat kemiripan sebesar 90% sampai dengan 100%. Kelompok F merupakan gabungan dari kelompok E dan aksesi meniran hijau asal Gresik nomor 12 dengan tingkat kemiripan sebesar 83% sampai dengan 100%. Kelompok G terdiri dari gabungan semua meniran hijau (aksesi nomor 1 hingga aksesi nomor 12) dan meniran merah (aksesi nomor 13) dengan tingkat kemiripan sebesar 63% atau perbedaannya sebesar 27%. Hasil pengelompokan aksesi meniran berdasarkan marka RAPD tidak selaras dengan kelompok berdasarkan karakter morfologi. Aksesi yang mengerombol dalam satu kelompok dalam dendrogram berdasarkan RAPD memiliki karakter morfologi yang berbeda. Ketidakselarasan tersebut menunjukkan bahwa pita-pita DNA tersebut tidak berhubungan dengan karakter-karakter yang diamati di lapangan. Pengelompokan berdasarkan marka RAPD juga menunjukkan bahwa aksesi yang berasal dari wilayah yang berdekatan tidak selalu mengerombol dalam satu kelompok. Demikian pula sebaliknya aksesi yang berasal dari wilayah yang berbeda dan jauh secara geografis dapat mengerombol dalam satu kelompok. Hal ini dapat terjadi karena adanya mutasi spontan dan seleksi alami yang terjadi sehingga timbul perbedaan genetik antar aksesi. Menurut Indriani (2000), aksesi yang berasal dari satu negara atau letak geografis yang sama cenderung memiliki jarak genetik yang dekat. Keragaman genetik yang terjadi cenderung disebabkan oleh adaptasi yang terus menerus sehingga terjadi perubahan-perubahan baik secara biokimia maupun fisiologisnya. Sebaliknya menurut Hartati (2007), pengelompokan tidak

83 64 berhubungan dengan letak geografis melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Seleksi akan sulit dilakukan pada karakter yang mempunyai keragaman genetik yang sempit. Fehr (1987) menyatakan bahwa efektivitas seleksi sangat ditentukan antara lain oleh keragaman genetik. Keragaman genetik yang luas diharapkan akan membawa kemajuan genetik yang besar. Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat keragaman karakter morfologi dan kandungan antosianin daun 13 aksesi meniran hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik yang membentuk 3 kelompok. 2. Karakter pembentuk komponen utama 1 terdiri dari 9 karakter yaitu bobot basah total, bobot basah batang, tinggi tanaman, bobot 1000 biji, jumlah daun majemuk, bobot kering batang, diameter batang, jumlah cabang dan bobot kering total. Karakter pembentuk komponen utama 2 adalah bobot basah akar, bobot kering akar, bobot kering daun, dan bobot basah daun. 3. Berdasarkan analisis molekuler terdapat 2 kelompok aksesi terdiri dari kelompok A semua aksesi meniran hijau (Aksesi 1 sampai aksesi 12) dan kelompok B satu aksesi meniran merah.

84 65 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN & HIPOFILANTIN AKSESI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin beberapa aksesi meniran. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru IPB, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m dpl dari Maret 2009 sampai September Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah taraf naungan (N) terdiri dari 0% (N0), 25% naungan (N1) dan 50% naungan (N2). Anak petak adalah aksesi meniran (A) terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6 merupakan meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dari Bangkalan dan A7, A8, A9, A10, A11, A12 merupakan meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dari Gresik. A13 merupakan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dari Bangkalan. Hasil penelitian menunjukkan untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, meniran hijau (A6 dan A7) membutuhkan kondisi terbuka hingga naungan 25%. Meniran hijau (A7) pada kondisi tanpa naungan menghasilkan kandungan total filantin yang tinggi (0,12% bobot kering) pada kondisi ternaungi 50% menghasilkan kandungan hipofilantin yang tinggi (0.13%). Meniran merah (A13) pada naungan 50% terdeteksi menghasilkan kandungan total filantin tertinggi. Kata kunci : filantin, hipofilantin, naungan, aksesi, biomassa Abstract The objectives these researches were to identify the effect of intensity of shade on the growth, biomass production and total containt of phyllanthin and hypophyllanthin from some accession Phyllanthus sp. L. The experiment was arranged in split plot design with three replications. The main plot was intensities of shade (N) throughout 0% (N0), 25% shading (N1) and 50% shading (N2). The sub plot was accessions of Phyllanthus (A) that consist of A1, A2, A3, A4, A5, A6, green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan and A7, A8, A9, A10, A11, A12 green meniran from Gresik. A13 was red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan. The result of this research indicated that high level on growth and biomass production can achieve, green meniran (A6 and A7) need to open condition until 25% shading. Green meniran (Phyllanthus niruri L.) without shading identified the high total phyllantin content (0,12% dry weight) with 50% shading reached the high total hypophyllantin content (0,13% dry weight). The highest total phyllantin came from red meniran (Phyllanthus urinaria L.) were considerably shading (50%). Key words : phyllanthin, hypophyllanthin, shading, accession, biomass

85 66 Pendahuluan Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, juga sebagai pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis khususnya pada tahap awal pertumbuhan tanaman (Mc Nellis dan Deng 1995). Spektrum cahaya yaang dibutuhkan tanaman berkisar antara nm, yang biasanya disebut photosynthetically active radiation (PAR). Chozin et al. (2000), Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa daun yang ternaungi memiliki total klorofil tiap pusat reaksi yang lebih banyak, memiliki rasio klorofil b/a yang lebih besar dan daunnya lebih tipis. Sel palisade lebih pendek dan konsentrasi rubisco lebih sedikit. Daun yang ternaungi mempunyai laju fotosintsis yang lebih rendah daripada daun yang tidak ternaungi. Titik kejenuhan akan cahaya pada sun plant μmol m -2 s -1 dan shade plant sekitar 1-5 μmol m -2 s -1. Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah karena laju respirasinya sangat rendah sehingga dengan sedikit saja fotosintesis netto dihasilkan sudah cukup membuat laju pertukaran netto CO 2 menjadi nol. Laju respirasi yang rendah menunjukkan bentuk adaptasi tanaman bertahan terhadap lingkungan dengan cahaya yang terbatas. Stimulasi produksi bioaktif pada tanaman dapat dilakukan melalui manipulasi faktor lingkungan seperti cahaya, air dan pemupukan. Khan et al. (2010) mendapatkan pengaruh faktor lingkungan dan faktor genetik terhadap peningkatan kandungan filantin pada P. amarus (P. niruri). Gould dan Lister (2006) mendapatkan terjadinya peningkatan kandungan flavonoid pada tanaman yang mengalami cekaman cahaya. Hasil penelitian Nirwan et al. (2007) pada tanaman daun dewa menunjukkan terjadinya perubahan mekanisme adaptasi tanaman daun dewa antara yang tumbuh pada cahaya 100% dan dalam naungan dengan periode pencahayaan yang berbeda-beda. Jumlah stomata, jumlah trikoma dan tebal daun cenderung lebih rendah pada naungan yang semakin tiinggi dibandingkan dengan cahaya penuh. Kandungan enzim superoxide dismutase (SOD) mengalami peningkatan dengan srmakin meningkatnya persentase naungan, sedangkan rasio klorofil a/b semakin rendah dan kloroplas mengalami pembengkakan (dilatasi).

86 67 Struktur kloroplas antara 50-25% naungan memiliki bentuk yang proporsional. Naungan dan periode pencahayaan yang optimum yang menghasilkan antosianin, total flavonoid kasar (17.371%) dan kadar kuersetin tertinggi adalah naungan 50% dibandingkan dengan periode pencahayaan 25 dan 100%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin beberapa aksesi meniran. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat pada bulan April 2009 sampai dengan September Analisis antosianin dan klorofil di Laboratorium Molekuler dan Kloning Departemen AGH IPB. Analisis anatomi daun di Laboratorium Teknik mikro Departemen AGH IPB. Analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin di Laboratorium Terpadu Pusat Studi Biofarmaka IPB berakhir pada Desember Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan 13 aksesi meniran yang berasal dari Jawa timur terdiri dari enam aksesi meniran hijau (A1, A2, A3, A4, A5, A6) asal Kabupaten Bangkalan, enam aksesi meniran hijau (A7,A8,A9,A10,A11,A12) asal Kabupaten Gresik dan satu aksesi meniran merah (A13) asal Kabupaten Bangkalan. Paranet 25%, dan 50%, 400 kg ha -1 Urea (46% N), 150 kg ha -1 SP-36 (36% P205) dan 200 kg ha -1 KCl (60% K 2 0) serta pupuk kandang (pupuk organik) 20 ton per hektar, insektisida hayati, bambu dan bahan pembantu untuk penanaman. Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk analisis kadar antosianin, klorofil, dan analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin. Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan tanam, satu set peralatan pengamatan anatomi daun, analisis antosianin, klorofil dan analisis bahan bioaktif filantin dan hipofilantin.

87 68 Metodologi Penelitian Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah (split plot design) dengan 3 ulangan. Petak utama adalah persentase naungan (N) yang terdiri dari tanpa naungan (No), naungan 25% (N1), dan naungan 50% (N2). Sebagai anak petak adalah aksesi meniran (A) yang berasal dari Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik yang terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11, A12, A13. Secara keseluruhan terdapat 39 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga terdapat 117 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdapat 10 polibag tanaman sehingga terdapat 1170 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah : Yijk = µ + Ki +Nj +δij +Kk +(NK)jk + Єijk Dengan : Yijk = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-i, naungan ke-j dan aksesi ke-k µ = nilai rata-rata umum Ki Nj δij Kk = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-i = nilai pengamatan akibat pengaruh naungan ke-j = galat akibat pengaruh kelompok ke-i dan naungan ke-j = nilai pengamatan akibat pengaruh aksesi ke-k (NK)jk = nilai interaksi antara faktor naungan ke-j dengan aksesi ke-k Єijk = galat akibat pengaruh kelompok ke-i, naungan ke-j dan aksesi ke-k Data pengamatan diuji keragamannya. Analisis sidik ragam menggunakan software SAS versi 9.1, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie 1993; Mattjik dan Sumertajaya 2002). Penataan tempat percobaan Naungan dibuat dengan sistem para-para dengan ukuran 5 m x 4 m dengan tinggi 2 meter dan disusun sesuai dengan pengacakan perlakuan. Polibag diisi media tanah dan pupuk kandang sehingga bobot akhirnya menjadi 5 kg.

88 69 Kemudian disusun pada lokasi penelitian dan dibiarkan selama satu minggu. Pengukuran jumlah cahaya yang masuk ke dalam naungan menggunakan lux meter. Penanaman Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag. Bibit yang dipindah telah mempunyai minimal 4 daun majemuk. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari pada awal tanam selama sebulan dengan asumsi tidak ada hujan. Selanjutnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pengendalian hama dan penyakit dengan cara mekanis dan bila perlu menggunakan insektisida hayati. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan. Pengamatan 1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk tanaman, diamati setiap 2 minggu. 2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna, diamati setiap 2 minggu. 3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu. 4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital. 5. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun dan batang.

89 70 6. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan batang yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam. 7. Analisis High Performance Liquid Chromatography (HPLC) kandungan total filantin (% bobot kering) dan hipofilantin (% bobot kering) berdasarkan Tripathi et al. (2006) yang dimodifikasi. Prosedur analisis : 1 gram sampel kering meniran yang telah dihaluskan diekstraksi dengan metanol (3 x 10 ml masing-masing 10 jam) pada suhu kamar (25 ± 5 o C), selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat yang ditera menjadi 50 ml. Analisis HPLC : menggunakan Shimadzu (Tokyo, Japan) model LC 20AD yang dilengkapi dengan dioda Shimadzu SPD-M20A dilengkapi PAD (Photodiode Array Detector) untuk menentukan kemurnian puncak dan kesamaan uji lignan. Pelarut HPLC disaring dengan nylon membrans filter 0.45 μm x 47 mm. Kolom menggunakan LiChroCART 250-4RP- 18e(5μm). Panjang gelombang deteksi 220 nm. Volume injeksi untuk standar dan sampel 20 μl. Contoh perhitungan kandungan total filantin dan hipofilantin meniran disajikan pada Lampiran 9.

90 71 Hasil dan Pembahasan Perlakuan naungan dan aksesi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk dan diameter batang (Tabel 17). Perlakuan naungan secara nyata meningkatkan tinggi tanaman. Makin tinggi persentase naungan makin tinggi pertumbuhan tanaman meniran. Pada keadaan tanpa naungan rata-rata tinggi tanaman adalah cm, lebih rendah dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada naungan 25% sebesar cm dan naungan 50% sebesar cm. Tabel 17 Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman,jumlah daun majemuk dan diameter batang 13 aksesi meniran umur 10 minggu setelah tanam Peubah pengamatan Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun majemuk Diameter batang (mm) Aksesi Meniran hijau A b b 3.59 abc A b b 3.63 abc A b b 3.47 bc A b b 3.31 c A b b 3.49 bc A a a 3.87 ab A a a 3.91 a A b b 3.47 bc A b b 3.55 abc A b b 3.39 c A b b 3.32 c A b b 3.42 c Meniran merah A c c 3.41 c Naungan 0% c a 3.99 a 25% b b 3.41 b 50% a c 3.17 c Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : yang sama Sebaliknya, perlakuan naungan secara nyata menurunkan jumlah daun majemuk dan diameter batang. Semakin tinggi persentase tingkat naungan semakin rendah jumlah daun majemuk dan diameter batang. Pada keadaan terbuka menghasilkan daun majemuk sebanyak dengan diameter batang 3.99 lebih tinggi dan berbeda nyata dengan jumlah daun majemuk dan diameter batang pada

91 72 naungan 25% (244.69; 3.41) dan naungan 50% (225.92; 3.17). Salisbury dan Ross (1995) mendapatkan tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan menunjukkan gejala etiolasi. Perubahan yang lebih tinggi pada tanaman yang ternaungi disebabkan karena morfogenesis tanaman yang lebih cepat karena peningkatan zat pengatur tumbuh tanaman terutama auksin dan giberelin. Devlin dan Witham (1983) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi ternaungi memiliki kandungan auksin dan giberelin yang tinggi dan berpengaruh pada plastisitas dinding sel sehingga morfogenesis pada tanaman mengalami peningkatan. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya interaksi naungan terhadap parameter jumlah cabang 13 aksesi meniran (Tabel 18). Tabel 18 Pengaruh interaksi naungan terhadap jumlah cabang 13 aksesi meniran Aksesi Naungan 0% 25% 50% Meniran hijau A cde efghij hij A bc fghij hij A bc efghij ij A defg defgh hij A cd efghij hij A ab bc defghi A a bc fghij A bc defg hij A defg ghij j A defghi efghij hij A cde defg hij A def defg ghij Meniran merah A fghij ij ghij Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap jumlah cabang terdapat 3 kelompok aksesi yang mempunyai respon yang berbeda terhadap naungan. Kelompok 1 terdiri dari A1, A4, A6, A9, A10, A11 dan A12. Jumlah cabang pada aksesi kelompok ini turun secara nyata bila berada pada kondisi ternaungi hingga 50%. Kelompok 2 terdiri dari A2, A3, A5, A7 dan A8 dimana naungan 25% telah dapat menurunkan secara nyata jumlah cabang. Sedangkan kelompok 3 adalah A13. Aksesi nomor 13 mempunyai jumlah cabang yang tidak berbeda

92 73 nyata antara kondisi tanpa naungan dengan naungan 25% maupun 50%. Hal ini menunjukkan bahwa A13 merupakan aksesi yang memiliki kemampuan dapat beradaptasi pada kondisi cahaya matahari penuh maupun di bawah naungan. Meniran merah (A13) toleran terhadap intensitas cahaya yang berbeda dan dapat digunakan sebagai sumber genetik apabila ingin mengembangkan tanaman meniran dengan gen yang toleran terhadap cahaya. Adanya perbedaan respon meniran terhadap cahaya berhubungan dengan asal usul tanaman yang berbeda habitatnya. Khan et al. (2010) mendapatkan terjadinya perbedaan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah biji P. amarus dengan adanya perbedaan ketinggian tempat karena faktor lingkungan dan genetik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tunggal (2004), penggunaan taraf naungan yang semakin meningkat dan jarak tanaman yang lebar dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi herba meniran. Pembudidayaan meniran pada kondisi tanpa naungan menghasilkan pertumbuhan dan produksi herba yang tertinggi, sedangkan penggunaan naungan dapat menurunkan hasil. Tabel 19 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah daun (BBD), bobot basah batang (BBB), bobot basah akar (BBA) dan bobot basah total (BBT) meniran umur 10 minggu setelah tanam Aksesi Peubah Pengamatan BBD (g tan -1 ) BBB (g tan -1 ) BBA (g tan -1 ) BBT (g tan -1 ) Meniran hijau A bc 7.68 bc 1.05 bc cd A c 7.15 bc 0.99 bc cd A bc 6.10 bc 1.12 bc d A b 8.35 ab 1.21 bc bc A bc 7.27 bc 1.15 bc cd A a a 1.14 bc a A a 8.17 ab 1.18 bc ab A bc 7.46 bc 1.16 bc cd A bc 6.91 bc 1.03 bc cd A c 5.82 c 0.79 c d A bc 7.79 bc 1.25 ab cd A c 7.01 bc 1.06 bc cd Meniran merah A bc 6.72 bc 1.59 a cd Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : 0.05.

93 74 Tabel 19 menunjukkan perlakuan aksesi mempunyai pengaruh nyata terhadap bobot basah daun, batang, akar dan bobot basah total. Perlakuan naungan menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap bobot basah daun, batang, akar dan total. Sejalan dengan pertumbuhan tanaman, aksesi no. 6 diikuti aksesi no. 7 merupakan aksesi dengan bobot basah daun, bobot basah batang dan bobot basah total tertinggi. Bobot basah akar tertinggi ditunjukkan pada A13 (1.59 gram tanaman -1 ). Meniran merah (A13) mempunyai keunggulan dalam perakaran. Kondisi di lapangan menunjukkan adanya pertumbuhan akar serabut pada cabang tanaman paling bawah yang berhubungan dengan tanah disamping akar utama yang berkembang sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa meniran merah kemungkinan toleran terhadap kekeringan dan potensial digunakan sebagai aksesi yang toleran terhadap kekeringan. Tabel 20 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering daun (BKD), bobot kering batang (BKB), bobot kering akar (BKA) dan bobot kering total (BKT) meniran umur 10 minggu setelah tanam Aksesi Peubah Pengamatan BKD (g tan -1 ) BKB (g tan -1 ) BKA (g tan -1 ) BKT (g tan -1 ) Meniran hijau A c 2.92 ab 0.57 bcd 6.48 cd A c 2.63 abcd 0.51 cd 6.01 cd A c 2.31 cd 0.60 bcd 5.89 cd A c 2.31 cd 0.58 bcd 5.79 cd A c 2.45 bcd 0.56 bcd 6.05 cd A a 3.31 a 0.88 a 9.25 a A b 3.05 ab 0.68 bc 7.91 b A c 2.84 abc 0.60 bcd 6.76 bc A c 2.13 de 0.51 cd 5.32 cd A c 2.08 de d 4.95 d A c 2.72 abc 0.55 bcd 6.19 cd A c 2.36 cd 0.52 cd 6.09 cd Meniran merah A c 1.73 e 0.75 ab 5.28 cd Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Aksesi meniran menunjukkan keragaman yang nyata dalam bobot kering daun, batang, akar dan bobot kering total. Perlakuan naungan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun, batang, akar dan total (Tabel 20). Aksesi

94 75 meniran hijau asal Bangkalan (aksesi nomor 6) mempunyai bobot kering daun (5.05 g tanaman -1 ), bobot kering batang (3.31 g tanaman -1 ), bobot kering akar (0.88 g tanaman -1 ) dan bobot kering total (9.25 g tanaman -1 ) tertinggi diikuti aksesi nomor 7 mempunyai bobot kering daun 4.18 g tanaman -1, bobot kering batang 3.05 g tanaman -1 dan bobot kering total 7.19 g tanaman -1. Aksesi nomor 6 dan nomor 7 menunjukkan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun majemuk dan jumlah cabang maksimal. Hal ini akan mempengaruhi laju fotosintesis di dalam daun yang akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Pada aksesi nomor 6 dan nomor 7 didapatkan bobot kering daun, batang, akar dan bobot kering total yang maksimal. Penambahan bobot kering daun, batang, akar dan bobot total maksimal terdapat pada A6 yaitu 5.05 gram tanaman -1, 3.31 gram tanaman -1, 0.88 gram tanaman -1 dan 9.25 gram tanaman -1 (Tabel 20). Hal ini sejalan dengan pertumbuhan vegetatif yang baik pada A6 menyebabkan tanaman dapat menghasilkan bobot kering yang maksimal. Perbedaan diantara aksesi akibat perlakuan naungan menunjukkan hasil kandungan total filantin maupun hipofilantin yang berbeda. Aksesi enam dan aksesi tujuh dipilih untuk dilakukan analisis lebih lanjut karena memperlihatkan respon terhadap parameter pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan aksesi meniran hijau lainnya. Aksesi nomor 13 merupakan meniran merah yang menunjukkan potensi kandungan bioaktif yang tinggi. Data ini tidak dianalisis statistik karena merupakan hasil analisis komposit (analisis dilakukan dengan cara mencampurkan bahan contoh menjadi satu pada perlakuan yang sama dari 3 ulangan). Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 16, kandungan total filantin tertinggi (0.12 % bobot kering) dihasilkan aksesi meniran hijau asal Gresik (A7) tanpa naungan (N0). Kandungan total hipofilantin tertinggi (0.13 % bobot kering) ditunjukkan oleh perlakuan pemberian naungan 50% pada aksesi meniran hijau asal Gresik (A7).

95 76 Tabel 21 Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada berbagai tingkat naungan Aksesi Naungan A6 (meniran hijau) A7 (meniran hijau) A13 (meniran merah) Filantin (%) 0% td 25% td 50% Hipofilantin (%) 0% td 25% td 50% td Keterangan : td = tidak terdeteksi persen (%) filantin hipofilantin Tingkat naungan (%) Gambar 16 Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran aksesi tujuh pada beberapa tingkat naungan. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan total filantin maupun hipofilantin meniran pada perlakuan naungan yang berbeda. Perlakuanan pemberian naungan 50% meningkatkan kandungan total hipofilantin sedangkan perlakuan tanpa naungan didapatkan kandungan total filantin tertinggi. Hasil penelitian Figuera et al. (2006) menunjukkan adanya produksi biomassa, kandungan lignan (filantin dan hipofilantin) yang berbeda diantara 4 daerah yang

96 77 diteliti. Produksi biomassa berkisar antara hingga g tanaman -1 dan kandungan lignan dari 0.65 hingga 1.24 % berat berat -1. Untuk meniran merah asal Bangkalan (A13), kandungan total filantin dapat terdeteksi pada perlakuan naungan 50% sebesar %, sedangkan pada perlakuan yang lain tidak terdeteksi. Meniran merah (A13) pada hampir semua perlakuan naungan tidak terdeteksi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Tripathi et al. (2006) yang menggunakan analisis HPLC dan HPTLC terhadap P. amarus, P. fraternus, P. urinaria, P. maderaspatensis, P. virgatus dan P. debilis yang menunjukkan bahwa P. urinaria dan P. debilis tidak terdeteksi. Kandungan total filantin pada naungan 50% menunjukkan bahwa terpacunya pembentukan filantin pada meniran merah (A13) dengan adanya naungan. Simpulan 1. Meniran hijau membutuhkan kondisi terbuka hingga ternaungi 25% untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi. 2. Meniran hijau membutuhkan kondisi tanpa naungan, merah memerlukan naungan 50% untuk menghasilkan filantin. 3. Meniran hijau membutuhkan naungan 50% untuk menghasilkan kandungan total hipofilantin yang tinggi.

97 79 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN & HIPOFILANTIN MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI CARA PEMUPUKAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai cara pemupukan terhadap pertumbuhan dan kandungan filantin dan hipofilantin dua jenis meniran (Phyllanthus niruri L. dan Phyllantus urinaria L.) Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB di Babakan Sawah Baru, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m dpl dari dari bulan Pebruari sampai dengan Mei Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah Pemupukan (P) yang terdiri dari tanah (P0 = tanpa pupuk), pupuk kandang (P1), pupuk NPK (P2), pupuk kandang + pupuk NPK (P3). Faktor kedua adalah jenis meniran (M) yang terdiri dari M1 = meniran hijau (Phyllantus niruri L.) asal Bangkalan (A6), M2 = Meniran hijau (Phyllantus niruri L.) asal Gresik (A7), dan M3 = meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) asal Bangkalan (A13). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, aksesi meniran hijau (A6 dan A7) membutuhkan pemberian pupuk berupa kombinasi pemberian pupuk kandang + NPK. Meniran hijau (A7) membutuhkan pemberian pupuk kandang untuk menghasilkan kandungan total filantin tertinggi (0,17 % bobot kering) dan hipofilantin tertinggi (0,26% bobot kering). Meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) membutuhkan pemberian pupuk kandang + NPK menghasilkan antosianin tertinggi (5.00 mg g -1 ). Kata kunci : meniran hijau, meniran merah, filantin, hipofilantin, antosianin Abstract The objective of this research was to identify the effects of various ways of fertilizer on growth and phyllantin contents and also hypophyllantin of two species Phyllanthus (Phyllanthus niruri L. and Phyllantus urinaria L.) The research conducted at Lahan Penelitian IPB Babakan Sawah Baru, Bogor, West Java with an altitude of 250 m above sea level from February to May Experiment based on randomized block design (RGD) factorial which divided in two factors. The first factor is about the fertilization (P) that consist of soil (P0 = without fertilizer), manure (P1), fertilizer NPK (P2), manure + NPK fertilizer (P3). The second factor is the type meniran (M) which consists of M1 = green meniran (Phyllantus niruri L.) from Bangkalan (A6), M2 = green meniran (Phyllantus niruri L.) from Gresik (A7), and M3 = red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan (A13). The results said that to increase growth and achieve high biomass production; green meniran (Phyllantus niruri L.) accession (A6 and A7) need a combination of fertilizer manure + NPK. Green meniran (A7) found to contain the highest amounts of phyllanthin (0.17% dry weight) and hypophyllantin (0.26% dry weight) with given of manure. On the other side, red

98 80 meniran (Phyllanthus urinaria L.) needs manure + NPK to produce the highest contain of anthocyanin (5.00 mg g -1 ). Key words: green meniran, red meniran, phyllantin, hypophyllantin, anthocyanin Pendahuluan Produksi pada tanaman obat tidak hanya ditentukan oleh kuantitas produksi, tetapi juga oleh kandungan bioaktif yang terdapat di dalam tanaman. Kandungan bioaktif berhubungan dengan kandungan metabolit sekunder yang dihasilkan dari perubahan metabolit primer dalam metabolit sekunder. Kandungan dan jumlah metabolit primer dan sekunder sebagai komponen produksi dalam tanaman obat dipengaruhi oleh unsur hara yang diserap tanaman. Kecukupan jumlah dan jenis unsur hara dalam bentuk pupuk maupun yang alami dari tanah sangat menentukan dalam pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman yang optimal. Menurut Fageria (2009) Kebutuhan jumlah hara makro yang lebih tinggi berhubungan dengan perannya dalam pembentukan karbohidrat, protein daan lemak. Sedangkan hara mikro berperan paling besar dalam proses enzimatis dalam tanaman. Jumlah metabolit sekunder dalam tanaman obat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah unsur hara (Saharkhiz dan Omidbaigi 2008). Winarto (2003) menyatakaan, pengaruh ini bisa berupa peningkatan dan penurunan dan diduga akan mengakibatkan perubahan efek atau khasiat tanaman obat. Menurut Indriani (2002) aplikasi pupuk kandang ke lahan-lahan pertanian memberikan keuntungan antara lain : memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara bagi tanaman, menambah kandungan humus atau bahan organik dalam tanah, meningkatkan aktivitas jasad renik, meningkatkan kapasitas menahan air, mengurangi erosi dan pencucian dan meningkatkan kapasitas tukar kation dalam tanah. Pemupukan dapat berupa pupuk organik maupun anorganik. Menurut Prasad dan Power (1997) pupuk organik meliputi bahan-bahan yang berasal dari tanaman atau hewan dalam berbagai bentuk berbeda dari dekomposisi yang ditambahkan ke tanah untuk memasok hara kepada tanaman dan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah. Salah satu pupuk organik yang banyak digunakan adalah

99 81 pupuk kandang. Pupuk kandang memiliki kelebihan karena mengandung unsur hara yang cukup lengkap dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Aplikasi pupuk kandang 20 ton ha -1 dapat menambah jumlah hara dalam jumlah besar. Pupuk kandang juga mengandung hara mikro sehingga penggunaan secara berkesinambungan dapat mencegah defisiensi hara mikro akibat penggunaan pupuk anorganik dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu lama. Pupuk anorganik memiliki kelebihan dibandingkan pupuk kandang, yaitu jumlah dan kandungan unsur hara yang sudah pasti sehingga jumlah yang diberikan ke dalam tanaman lebih akurat. Disamping itu ketersediaannya di tanah setelah aplikasi juga lebih cepat. Penggunaan pupuk organik sebagai sumber tunggal hara tanaman memiliki beberapa masalah. Kandungan hara yang rendah, beragam dan secara umum tidak seimbang agak menyulitkan dalam memenuhi ketersediaan hara yang tepat dan seimbang. Berdasarkan hal tersebut dan adanya pemikiran akan sistem pertanian berkelanjutan menimbulkan gagasan untuk memadukan penggunaan pupuk organik dan anorganik (Prasad dan Power 1997). Chand et al. (2001) menyatakan aplikasi hara secara terpadu mempunyai pengaruh yang baik untuk pertumbuhan, hasil dan kualitas tanaman. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui pemupukan. Djauharia et al. (1993) mendapatkan pertumbuhan dan produksi herba meniran meningkat dengan penggunaan 400 kg ha -1 Urea (46% N), 150 kg ha -1 SP-36 (36% P205) dan 200 kg ha -1 KCl (60% K 2 0) serta pupuk kandang (pupuk organik) 20 ton per hektar. Namun belum diketahui peningkatan kandungan bioaktif tanaman karena pemupukan. Secara umum produksi bahan bioaktif merupakan perkalian antara bobot bagian tanaman yang dipanen dengan kandungan bahan bioaktifnya. Pemupukan lengkap NPK pada peppermint (Mentha piperita L.) meningkatkan tinggi dan bobot biomassa sebesar 18-79% sedangkan kadar minyak atsiri meningkat 23-86%. Pemupukan tanaman menthe juga meningkatkan kadar menthol dalam minyak menthe (Jeliazkova et al. 1999). Pupuk kalium dapat meningkatkan kadar pyrethrin yang berkorelasi dengan konsentrasi K dalam jaringan apical pada tanaman pyrethrum (Tanacetum cinerariifolium). Pengaruhnya berlangsung selama 2 musim. Sedangkan pupuk P meningkatkan bioaktif pyrethrum dan berkorelasi dengan peningkatan konsentrasi

100 82 P dalam tanah, dalam jaringan daun, produksi biomassa dan konsentrasi pyrethrin (Salardini et al. 2006). Pertumbuhan tanaman Datura inoxia meningkat dengan meningkatnya pemberian nitrogen dari 150 mg/l hingga 450 mg/l dan mengalami penurunan dengan kenaikan dosin 600 mg/l. Pemberian N dalam bentuk NH 4 atau urea lebih memacu pertumbuhan dibandingkan dalam bentuk NO 3. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara persentase N dalam organ tanaman dan konsentrasi alkaloid (Ruminska dan El Gamal 1978). Sedangkan pemupukan N pada medicinal pumpkin (Cucurbita pepo convar, pepo var styriaca) meningkatkan jumlah klorofil dan kandungan N daun dibandingkan tanaman yang tidak dipupuk N. Peningkatan klorofil dan N tertinggi pada dosis 225 dan 300 kg N/ha, sedangkan kandungan B-sitosterol tertinggi didapatkan pada dosis 75 kg N/ha (Aroiee dan Omidbaigi 2004). Lillo et al. (2008) melaporkan kandungan flavonoid meningkat sebagai respon kekurangan nitrogen dan posfor pada tanaman. Manipulasi senyawa ini kemungkinan dapat digunakan untuk mengontrol tingkat senyawa yang diinginkan dan memperbaiki kualitas tanaman. Enzim kunci dalam shikimate pathway yang merupakan penghasil prekusor untuk lintasan flavonoid, diatur transkripsinya sebagai umpan balik asam amino aromatik dan mungkin dikontrol redox melalui fotosintesis. Analisis transkripsi pada Arabidopsis menyimpulkan bahwa level transkripsi pada shikimate pathway yang dipengaruhi oleh hara lebih kecil dibandingkan dengan flavonoid pathway. Cyanidin dan turunan flavonol meningkat sebagai respon terhadap kekurangan nitrogen. Kaemferols merupakan flavanol dominan dalam daun Arabidopsis pada kondisi normal, tetapi akumulasi quercetin dapat ditriger oleh kekurangan nitrogen dengan kombinasi faktor-faktor abiotik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif antosianin, filantin dan hipofilantin dua jenis meniran.

101 83 Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB, Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat dari bulan Pebruari 2010 sampai dengan Mei Analisis unsur hara tanah dan pupuk kandang dilakukan di Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Jurusan Ilmu Tanah Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Analisis NPK jaringan tanaman di Laboratorium Pusat Penelitian Tanah Bogor. Analisis antosianin di Laboratorium RGCI AGH IPB, analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin di Laboratorium Terpadu Pusat Studi Biofarmaka IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian lapangan adalah biji dua jenis meniran yaitu meniran hijau asal Bangkalan, meniran hijau asal Gresik dan meniran merah asal Bangkalan, pupuk NPK terdiri dari 400 kg ha -1 Urea (46% N), 150 kg ha -1 SP-36 (36% P205) dan 200 kg ha -1 KCl (60% K 2 0). Pupuk kandang (kotoran ayam) 20 ton per hektar, dan pestisida hayati. Bahan yang dipakai untuk analisis di laboratorium adalah : satu set bahan untuk analisis unsur hara, analisis antosianin, klorofil dan analisis kandungan total filantin dan hipofilantin. Alat yang dipakai dalam percobaan di lapangan adalah, satu set peralatan untuk penanaman, pengamatan dan satu set alat tulis. Sedangkan alat yang digunakan dalam analisis laboratorium adalah satu set peralatan analisis unsur hara, analisis antosianin, klorofil dan analisis kandungan total filantin dan hipofilantin. Metodologi Penelitian Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah Pemupukan (P) yang terdiri dari tanah (P0 = tanpa pupuk), pupuk kandang (P1), pupuk NPK (P2), pupuk kandang + pupuk NPK (P3). Faktor kedua adalah jenis meniran (M) yang terdiri dari M1 = meniran hijau asal Bangkalan (A6) M2 = Meniran hijau asal Gresik (A7) dan M3 = meniran merah asal Bangkalan (A13). Terdapat 12 kombinasi

102 84 perlakuan yang diulang 3 kali sehingga secara keseluruhan terdapat 36 kombinasi perlakuan. Model linier rancangan yang digunakan adalah : Yijk = μ + άi + βj + (άβ)ij + έijk Yijk = nilai pengamatan karena adanya pengaruh pemupukan ke-i atau jenis meniran ke-j pada kelompok ke-k μ = nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan άi = nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan pemupukan ke-i βj = nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan jenis meniran ke-j (άβ)ij = nilai pengamatan karena pengaruh interaksi pemupukan ke-i dan jenis meniran ke-j έijk i j k = pengaruh galat pada perlakuan pemupukan ke-i, jenis meniran ke-j dan kelompok ke-k = 1,2,3,4 untuk perlakuan pemupukan = 1,2,3 untuk perlakuan jenis meniran = pengaruh ulangan/kelompok Data pengamatan diuji keragamannya. Analisis sidik ragam menggunakan software SAS 9.1, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie 1993; Mattjik dan Sumertajaya 2002). Persiapan Media Tanam Tanah dikeringanginkan dan diayak. Sebagian tanah dipisah, sedangkan sebagian yang lain dicampur dengan dengan pupuk kandang ayam sebanyak 10 ton hektar -1. Pupuk NPK diberikan dalam bentuk 400 kg Urea hektar -1, 150 kg SP- 36 hektar -1 dan 200 kg KCl hektar -1. Pupuk kandang dan SP-36 diberikan seluruhnya pada waktu tanam sedangkan urea dan KCl diberikan dua kali yaitu pertama pada saat tanaman umur 1 bulan setelah tanam dan kedua pada saat umur tanaman 1.5 bulan setelah tanam. Masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam polibag ukuran (25 x 30) cm. Dilakukan inkubasi selama 7 hari.

103 85 Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag. Bibit yang dipindah telah mempunyai minimal empat daun majemuk. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari selama satu bulan pada awal penanaman dengan asumsi tidaak ada hujan. Selanjutnya penyiraman dilakukan sesuai dengan keperluan. Pengendalian hama dan penyakit dengan insektisida organik. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan. Pengamatan 1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk tanaman, diamati setiap 2 minggu. 2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna, diamati setiap 2 minggu. 3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu. 4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital. 5. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun dan batang. 6. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan batang yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam. 7. Analisis kesuburan tanah sebelum percobaan. Disajikan pada Lampiran 6.

104 86 8. Analisis kandungan N,P dan K pada pupuk kandang kotoran ayam yang digunakan. Disajikan pada Lampiran Analisis jaringan tanaman tanaman untuk penetapan N (metode Kjedahl), penetapan P dan K (metode pengabuan kering). Disajikan pada Lampiran Analisis antosianin daun. Sampel daun adalah daun yang telah terbentuk sempurna dan daun yang terkena matahari secara langsung. Sampel diambil pada akhir penelitian. Analisis menggunakan metode Yosida et al. (1976) yang telah dimodifikasi (Sims dan Gamon 2002). Disajikan pada Lampiran Analisis High Performance Liquid Chromatography (HPLC) kandungan total filantin (% bobot kering) dan hipofilantin (% bobot kering) berdasarkan Tripathi et al. (2006) yang dimodifikasi. Prosedur analisis : 1 gram sampel kering meniran yang telah dihaluskan diekstraksi dengan metanol (3 x 10 ml masing-masing 10 jam) pada suhu kamar (25 ± 5 o C), selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat yang ditera menjadi 50 ml. Analisis HPLC : menggunakan Shimadzu (Tokyo, Japan) model LC 20AD yang dilengkapi dengan dioda Shimadzu SPD-M20A dilengkapi PAD (Photodiode Array Detector) untuk menentukan kemurnian puncak dan kesamaan uji lignan. Kolom menggunakan LiChroCART 250-4RP- 18e(5μm). Penyaringan menggunakan nylon membrans filter 0.45 μm x 47 mm. Panjang gelombang deteksi 220 nm. Volume injeksi untuk standar dan sampel 20 μl. Kromatografi hasil analisis HPLC dan contoh perhitungan disajikan pada Lampiran 9.

105 87 Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan tanaman Perlakuan pemupukan dan jenis meniran berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan diameter batang (Tabel 22). Tanaman meniran yang diberi pupuk menunjukkan peningkatan jumlah cabang dan diameter batang. Pada keadaan tanpa pupuk, rata-rata jumlah cabang sebesar dengan diameter batang sebesar 4.07 mm lebih rendah dan berbeda nyata dengan jumlah cabang dan diameter batang pada tanaman yang diberi pupuk kandang sebesar dan 5.41 mm, pupuk NPK sebesar dan 5.97 mm, dan pupuk kandang + NPK sebesar dan 7.49 mm. Tabel 22 Pengaruh pemupukan terhadap jumlah cabang dan diameter batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Perlakuan Peubah pengamatan Jumlah cabang Diameter batang (mm) Jenis Meniran Hijau asal Bangkalan (A6) a 6.59 a Hijau asal Gresik (A7) b 6.89 a Merah asal Bangkalan (A13) b 3.73 b Pemupukan Tanpa pupuk c 4.07 c Pupuk kandang b 5.41 b Pupuk NPK a 5.97 b Pupuk kandang + NPK a 7.49 a Keterangan : angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk kandang + NPK menghasilkan jumlah cabang yang tidak berbeda nyata. Demikian pula dengan pemberian pupuk kandang maupun pemberian pupuk NPK menghasilkan diameter batang tidak berbeda nyata. Pemberian pupuk kandang + NPK menunjukkan penambahan jumlah cabang dan diameter batang yang maksimal. Pada Tabel 22 dapat dilihat, meniran hijau asal Bangkalan mempunyai jumlah cabang maksimal (112.54) dan berbeda nyata dengan meniran hijau asal

106 88 Gresik (79.38) dan meniran merah asal Bangkalan (71.21). Sedangkan meniran hijau asal Gresik mempunyai diameter batang terbesar (6.89 mm) dan tidak berbeda nyata dengan meniran hijau asal Bangkalan (6.59 mm). Meniran merah asal Bangkalan mempunyai diameter batang terkecil (3.73 mm). Meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik secara umum menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan meniran merah. Diduga hal ini berhubungan dengan kemampuan menggunakan unsur hara yang ada secara efektif dan efisien. Meniran hijau menunjukkan kemampuan untuk menggunakan hara nitrogen, fospor dan kalium yang lebih tinggi dibandingkan dengan meniran merah. Tabel 23 Interaksi pemupukan terhadap tinggi tanaman dua jenis meniran umur 4 minggu setelah tanam Jenis Meniran Pemupukan Hijau asal Bangkalan (A6) Hijau asal Gresik (A7) Merah asal Bangkalan (A13) Tanpa pupuk de de 6.40 f Pupuk kandang cd bc 8.53 ef Pupuk NPK ab ab 9.27 ef Pupuk kandang + NPK a a ef Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Hasil analisis statistik menunjukkan pada umur 4 MST terjadi interaksi antara pemupukan dengan jenis meniran terhadap tinggi tanaman. Tabel 23 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata diantara jenis meniran terhadap perbedaan pupuk yang diberikan. Pada 4 MST tinggi tanaman yang tertinggi (31.53 cm) ditemukan pada meniran hijau asal Bangkalan dengan pemberian pupuk kandang + NPK diikuti meniran hijau asal Gresik dengan pemberian pupuk kandang + NPK (30.87 cm), meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik dengan pemberian pupuk NPK (26.67 cm; cm). Pemberian pupuk pada meniran hijau meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini berkaitan erat dengan jumlah hara yang meningkat dan serapan hara yang relatif meningkat pula. Meniran merah asal Bangkalan tanpa pemupukan mempunyai tinggi tanaman terendah (6.40 cm).

107 89 Demikian juga dengan meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik tanpa pemupukan mempunyai tinggi tanaman yang rendah (13.73 cm; cm). Terdapat perbedaan pengaruh yang nyata antara pemberian pupuk pada meniran hijau dibandingkan meniran merah. Sebaliknya pada berbagai perlakuan pemupukan, meniran hijau asal Bangkalan menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dengan meniran hijau asal Gresik. Hasil sidik ragam menunjukkan jenis meniran dan pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun majemuk. Pada 2 MST terdapat interaksi antara jenis meniran dengan pemupukan terhadap jumlah daun majemuk (Tabel 24). Interaksi antara pemupukan dengan jenis meniran terhadap jumlah daun majemuk menujukkan meniran hijau asal Gresik yang diberi pupuk kandang + NPK mempunyai jumlah daun majemuk terbanyak (21.13) diikuti meniran hijau asal Bangkalan dengan pemberian pupuk yang sama (18.93). Meniran merah asal Bangkalan menunjukkan jumlah daun majemuk lebih sedikit dan terendah pada perlakuan tanpa pemupukan (5.60; 5.73; 7.13; 8.00). Tabel 24 Interaksi pemupukan terhadap jumlah daun majemuk dua jenis meniran umur 2 minggu setelah tanam Jenis Meniran Pemupukan Hijau asal Bangkalan (A6) Hijau asal Gresik (A7) Merah asal Bangkalan (A13) Tanpa pupuk efg 8.00 fgh 5.60 h Pupuk kandang def cde 5.73 h Pupuk NPK bcd bc 7.13 gh Pupuk kandang + NPK ab a 8.00 fgh Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Kandungan NPK pada jaringan tanaman Gambar 16 menunjukkan bahwa pemberian pupuk meningkatan kadar hara N,P dan K pada jaringan tanaman semua jenis meniran. Meniran hijau asal Bangkalan yang diberi pupuk kandang + NPK mempunyai kadar hara N, P dan K yang lebih tinggi (2.31%; 0.35%; 2.36%), meniran hijau asal Gresik yang diberi

108 90 pupuk kandang +NPK mempunyai kadar hara N,P dan K pada jaringan tanaman yang lebih tinggi (3.04%; 0.32% %; 2.45%). Meniran merah asal Bangkalan yang diberi pupuk kandang + NPK mempunyai kadar hara N, P dan K lebih tinggi (2.88%; 0.34%; 2.15%) dibandingkan dengan berbagai perlakuan pemupukan lainnya. 4 Persen (%) Nitrogen Fospor Kalium Kombinasi Perlakuan Gambar 17 Kandungan hara N,P dan K pada jaringan tanaman meniran hijau dan meniran merah dengan perlakuan pemupukan (data tidak dianalisis). Meniran hijau asal Gresik dengan pemberian pupuk kandang + NPK mempunyai kadar hara N (3.04%) dan K (2.45%) tertinggi, sedangkan meniran hijau asal Bangkalan yang diberi pupuk kandang + NPK mempunyai kadar hara fospor tertinggi (0.35%). Meniran merah asal Bangkalan dengan berbagai kombinasi pemupukan menunjukkan kadar hara K terendah. Bobot Basah Tanaman Hasil sidik ragam menunjukkan pemupukan dan jenis meniran berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah batang, bobot basah akar dan bobot basah total tanaman. Sedangkan jenis meniran pengaruhnya tidak berbeda nyata terhadap bobot basah akar. Ada interaksi antara jenis meniran dengan pemupukan terhadap bobot basah batang.

109 91 Tabel 25 Interaksi pemupukan terhadap bobot basah batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Jenis Meniran Pemupukan Hijau asal Bangkalan (A6) Hijau asal Gresik (A7) Merah asal Bangkalan (A13) Tanpa pupuk 2.76 e 2.14 e 1.67 e Pupuk kandang 6.36 dc 3.13 e 2.18 e Pupuk NPK 9.34 abc 7.37 bc 2.73 e Pupuk kandang + NPK a ab 3.40 de Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Meniran hijau asal Bangkalan dengan pemberian pupuk kandang + NPK mempunyai bobot basah batang maksimal (13.40 g tanaman -1 ) diikuti meniran hijau asal Gresik dengan pemberian pupuk kandang + NPK (10.32 g tanaman -1 ) dan meniran hijau asal Bangkalan yang diberi pupuk NPK (9.34 g tanaman -1 ). Secara umum, meniran hijau menunjukkan penambahan bobot basah batang dengan adanya penambahan pemberian pupuk NPK dan pupuk kandang + NPK. Meniran merah asal Bangkalan tanpa pemupukan mempunyai bobot basah batang (1.67 g tanaman -1 ) terendah dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pupuk kandang (2.18 g tanaman -1 ), pupuk NPK (2.73 g tanaman -1 ) maupun pemberian pupuk kandang + NPK (3.40 g tanaman -1 ). Sedangkan meniran hijau asal Gresik mempunyai pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot basah batang antara perlakuan tanpa pemupukan dengan perlakuan pemberian pupuk kandang saja. Meniran hijau asal Bangkalan mempunyai bobot basah batang terendah pada perlakuan tanpa pemupukan (1.67 g tanaman -1 ). Tanaman membutuhkan unsur hara seiring dengan meningkatnya pertumbuhan. Kekurangan unsur hara esensial akan menghambat proses metabolisme primer dan sekunder yang berlangsung dalam tanaman.

110 92 Tabel 26 Pengaruh pemupukan terhadap bobot basah akar, daun dan total dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Peubah pengamatan Perlakuan Bobot basah akar (g tan -1 ) Bobot basah daun (g tan -1 ) Bobot basah total (g tan -1 ) Jenis Meniran Hijau asal Bangkalan (A6) a a Hijau asal Gresik (A7) b a Merah asal Bangkalan (A13) b b Pemupukan Tanpa pupuk 3.43 c 4.87 c d Pupuk kandang 5.18 b 6.76 c c Pupuk NPK 6.55 b 9.96 b b Pupuk kandang + NPK 8.62 a a a Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Meniran hijau asal Bangkalan mempunyai bobot basah daun (10.76 g tanaman -1 ) dan bobot basah total (24.22 g tanaman -1 ) tertinggi. Bobot basah total meniran hijau asal Bangkalan tidak berbeda nyata dengan bobot basah total (20.79 g tanaman -1 ) meniran hijau asal Gresik. Sedangkan bobot basah daun (7.62 g tanaman -1 ) terendah terdapat pada meniran merah asal Bangkalan dan tidak berbeda nyata dengan bobot basah daun (8.59 g tanaman -1 ) meniran hijau asal Gresik. Perlakuan pemupukan meningkatkan bobot basah akar, bobot basah daun dan bobot basah total tanaman. Bobot basah akar (8.62 g tanaman -1 ), bobot basah daun (14.37 g tanaman -1 ) dan bobot basah total (32.03 g tanaman -1 ) tertinggi didapat pada pemberian pupuk kandang + NPK. Penambahan pupuk akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Unsur hara yang tersedia di dalam pupuk kandang ayam mengandung sejumlah unsur hara makro seperti N, P, K, Mg dan S sedangkan pupuk NPK yang ditambahkan menyediakan unsur hara makro esensial yang langsung tersedia. Semua unsur hara tersebut dibutuhkan tanaman dalam proses metabolisme (Marschner 1995). Nirwan (2007) mendapatkan peningkatan bobot basah tajuk yang dipengaruhi oleh pemupukan pada tanaman daun dewa.

111 93 Peningkatan bobot basah tajuk tertinggi dihasilkan pada penggunaan pupuk kandang ayam dan penambahan SO 4. Bobot Kering Tanaman Hasil sidik ragam menunjukkan jenis meniran dan pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering batang dan bobot kering total tanaman. Sedangkan bobot kering akar dan bobot kering daun pengaruhnya tidak berbeda nyata. Ada interaksi antara jenis meniran dengan pemupukan terhadap bobot kering batang. Tabel 27 Interaksi pemupukan terhadap bobot kering batang dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Jenis Meniran Pemupukan Hijau asal Bangkalan (A6) Hijau asal Gresik (A7) Merah asal Bangkalan (A13) Tanpa pupuk 0.87 f 1.05 f 0.70 f Pupuk kandang 4.42 cde 1.78 ef 1.07 f Pupuk NPK 7.09 abc 5.26 bcd 1.44 ef Pupuk kandang + NPK a 8.17 ab 2.10 def Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Tabel 27 menunjukkan meniran hijau asal Bangkalan dengan pemberian pupuk kandang + NPK mempunyai bobot kering batang (11.19 g tanaman -1 ) maksimal diikuti meniran hijau asal Gresik dengan pupuk kandang + NPK (8.17 g tanaman -1 ) dan meniran hijau asal Bangkalan dengan pupuk NPK (7.09 g tanaman -1 ). Meniran hijau asal Bangkalan mempunyai respon yang baik pada parameter bobot kering batang dengan adanya pemupukan baik dengan penggunaan pupuk kandang, pupuk NPK maupun gabungan keduanya. Meniran hijau asal Gresik memberikan respon yang baik terhadap pupuk NPK dan gabungan pupuk kandang + NPK pada bobot kering batang. Sedangkan bobot kering batang terendah (0.70 g tanaman -1 ) ditunjukkan meniran merah asal Bangkalan pada berbagai perlakuan pemupukan.

112 94 Tabel 28 Pengaruh pemupukan terhadap bobot kering akar, daun dan total dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Peubah pengamatan Perlakuan Jenis Meniran Bobot kering akar (g tan -1 ) Bobot kering daun (g tan -1 ) Bobot kering total (g tan -1 ) Hijau asal Bangkalan (A6) a Hijau asal Gresik (A7) a Merah asal Bangkalan (A13) b Pemupukan Tanpa pupuk 1.48 c 2.58 c 4.94 d Pupuk kandang 3.21 b 4.17 c 9.81 c Pupuk NPK 4.48 ab 6.59 b b Pupuk kandang + NPK 6.39 a a a Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, bobot kering daun dan bobot total meniran. Perlakuan jenis meniran berpengaruh nyata terhadap bobot kering total dan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar dan bobot kering daun. Pemberian pupuk kandang + NPK mempunyai bobot kering akar (6.39 g tanaman -1 ), bobot kering daun (10.06 g tanaman -1 ) dan bobot kering total (23.61 g tanaman -1 ) maksimal. Bobot kering akar maksimal pada perlakuan pemberian pupuk kandang + NPK tidak berbeda nyata dengan penggunaan pupuk NPK saja. Perlakuan tanpa pemupukan mempunyai bobot kering akar (1.48 g tanaman -1 ), bobot kering daun (2.58 g tanaman -1 ) dan bobot total tanaman (4.94 g tanaman -1 ) terendah dimana bobot kering daun tanpa pemupukan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pupuk kandang. Meniran hijau asal Bangkalan mempunyai bobot total tanaman tertinggi (16.31 g tanaman -1 ) dan tidak berbeda nyata dengan bobot total (14.58 g tanaman - 1 ) meniran hijau asal Gresik. Meniran merah asal Bangkalan mempunyai bobot kering total (9.63 g tanaman -1 ) terendah (Tabel 28).

113 95 Hasil analisis statistik menunjukkan terjadi interaksi jenis meniran dengan pemupukan terhadap kandungan antosianin daun meniran umur 10 minggu setelah tanam. Tabel 29 Interaksi pemupukan terhadap kandungan antosianin daun dua jenis meniran umur 10 minggu setelah tanam Jenis Meniran Pemupukan Hijau asal Hijau asal Merah asal Bangkalan Gresik Bangkalan (A6) (A7) (A13) Tanpa pupuk 2.38 cd 2.07 d 2.37 cd Pupuk kandang 3.15 b 3.05 bc 2.71 bcd Pupuk NPK 2.60 bcd 3.25 b 2.94 bc Pupuk kandang + NPK 3.23 b 2.72 bcd 5.00 a Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : Meniran merah asal Bangkalan dengan pemberian pupuk kandang + NPK mempunyai kandungan antosianin daun (5.00 mg g -1 ) tertinggi. Meniran hijau asal Gresik tanpa pupuk mempunyai kandungan antosianin (2.07 mg g -1 ) terendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran merah secara genetis mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Disamping itu peningkatan kandungan antosianin juga dipengaruhi oleh penambahan unsur hara melalui pemberian pupuk kandang + pupuk NPK. Berdasarkan hasil analisis kesuburan tanah dan kandungan hara pada pupuk kandang, ditemukan kandungan hara makro esensial yang terdiri dari N, P, dan K. Penambahan unsur hara makro N, P dan K melalui pemupukan semakin memberikan kecukupan hara bagi pertumbuhan tanaman. Unsur hara makro N, P dan K dalam tanaman secara bersama-sama berperan penting dalam pembentukan klorofil daun, pembentukan metabolit sekunder dan proses translokasi dalam tanaman (Marschner 1995, Malkin dan Niyogi 2000). Hornok (1992) menyatakan bahwa produksi senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid dipacu dengan adanya unsur S dalam tanaman. Sulfur dalam berntuk sulfat menstimulasi pembentukan senyawa asetil CoA yang memacu pembentukan senyawa golongan flavonoid.

114 96 Hasil Penelitian Mualim (2009) Produksi antosianin kolesom dipengaruhi oleh pemupukan. Pemupukan yang memberikan antosianin yang tertinggi dengan media tanah dan pupuk kandang adalah NK (100 kg urea ha -1 dan 100 kg KCl ha - 1 ), dimana kalium merupakan faktor pembatas pada produksi antosianin. Tabel 30 Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada berbagai perlakuan pemupukan Jenis meniran Pemupukan Hijau asal Bangkalan (A6) Hijau asal Gresik (A7) Filantin (%) Merah asal Bangkalan (A13) Tanpa pupuk Pupuk kandang Pupuk NPK Pupuk kandang NPK Hipofilantin (%) Tanpa pupuk Pupuk kandang Pupuk NPK Pupuk kandang + NPK

115 Persen (%) Filantin Hipofilantin Tanpa pupuk Pupuk kandang Pupuk NPK Pupuk kandang + NPK Pemupukan Gambar 18 Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran hijau asal Kabupaten Gresik pada berbagai perlakuan pemupukan. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 30 dan Gambar 18, belum terlihat pola penurunan maupun peningkatan kandungan total filantin dan hipofilantin pada berbagai perlakuan pemupukan. Meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik menunjukkan kandungan total filantin dan hipofilantin yang lebih tinggi dibandingkan dengann meniran merah. Pemberian pupuk kandang pada meniran hijau asal Gresik menunjukkan kandungan total filantin yang tertinggi sebesar 0.18 % berat kering dan hipofilantin tertinggi sebesar 0.26 % berat kering. Simpulan 1. Meniran hijau membutuhkan pemberian pupuk berupa kombinasi pemberian pupuk kandang + NPK untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi 2. Meniran hijau membutuhkan pemberian pupuk kandang untuk menghasilkan kandungan total filantin dan hipofilantin yang tinggi. 3. Meniran merah membutuhkan pemberian pupuk kandang + NPK untuk menghasilkan kandungan antosianin daun yang tinggi.

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu tumbuhan jauh melebihi

Lebih terperinci

10 Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran hijau mampu menghambat aktivitas virus hepatitis B sebesar 70%, lebih baik daripada meniran merah yang h

10 Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran hijau mampu menghambat aktivitas virus hepatitis B sebesar 70%, lebih baik daripada meniran merah yang h 9 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani, dan Syarat Tumbuh Meniran Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili

Lebih terperinci

114 biomassa. Produksi bioaktif ditunjukkan oleh kandungan flavonoid. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah tota

114 biomassa. Produksi bioaktif ditunjukkan oleh kandungan flavonoid. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah tota 113 PEMBAHASAN UMUM Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili Euphorbiaceae, genus Phyllanthus (Webster 1986;

Lebih terperinci

SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I)

SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I) SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I) Meniran Klasifikasi Meniran Famili : Euphorbiaceae Spesies : Phylanthus urinaria Linn. atau Phyllanthus niruri Sinonim : Phylanthus alatus Bl. ; P. cantonensis

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN DAN WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI ANTOSIANIN DAUN DAN KUERSETIN UMBI TANAMAN DAUN DEWA (Gynura pseudochina (L.

PENGARUH PEMUPUKAN DAN WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI ANTOSIANIN DAUN DAN KUERSETIN UMBI TANAMAN DAUN DEWA (Gynura pseudochina (L. PENGARUH PEMUPUKAN DAN WAKTU PEMANENAN TERHADAP PRODUKSI ANTOSIANIN DAUN DAN KUERSETIN UMBI TANAMAN DAUN DEWA (Gynura pseudochina (L.) DC) MUSTIKA TRIPATMASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A34101039 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

66 Pendahuluan Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, jug

66 Pendahuluan Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, jug 65 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN & HIPOFILANTIN AKSESI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

(Piper retrofractum VAHL.) DAN CABE JAWA PERDU DARI TIGA SENTRA PRODUKSI DENGAN KERAGAMAN INTENSITAS CAHAYA DAN PEMUPUKAN.

(Piper retrofractum VAHL.) DAN CABE JAWA PERDU DARI TIGA SENTRA PRODUKSI DENGAN KERAGAMAN INTENSITAS CAHAYA DAN PEMUPUKAN. STUDI CABE JAWA BIASA (Piper retrofractum VAHL.) DAN CABE JAWA PERDU DARI TIGA SENTRA PRODUKSI DENGAN KERAGAMAN INTENSITAS CAHAYA DAN PEMUPUKAN (Hibah Bersaing) 1. Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc (Peneliti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER FISIOLOGI DAN ANATOMI SAMBUNG NYAWA (Gyanura procumbens (L) Merr.) YANG DIPAPAR DENGAN SINAR UV-B

STUDI KARAKTER FISIOLOGI DAN ANATOMI SAMBUNG NYAWA (Gyanura procumbens (L) Merr.) YANG DIPAPAR DENGAN SINAR UV-B STUDI KARAKTER FISIOLOGI DAN ANATOMI SAMBUNG NYAWA (Gyanura procumbens (L) Merr.) YANG DIPAPAR DENGAN SINAR UV-B OLEH BHASKORO DWI WIDHIANTO A24052444 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan pakchoy di Indonesia Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, dan masuk ke Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY AGROEKOTEKNOLOGI - BPP

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY AGROEKOTEKNOLOGI - BPP TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY 080301097 AGROEKOTEKNOLOGI - BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI OLEH: RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI 1 RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : MUTIA DINULIA PUTRI / 120301185 AGROEKOTEKNOLOGI-PET

Lebih terperinci

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan 120 PEMBAHASAN UMUM Asiatikosida merupakan salah satu kandungan kimia pada pegagan yang memiliki aktivitas biologis. Pegagan dikenal aman dan efektif untuk mengobati berbagai macam penyakit, tumbuhan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah

Lebih terperinci

24 Pendahuluan Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan,

24 Pendahuluan Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan, 23 EKSPLORASI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) DI KABUPATEN BANGKALAN DAN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR Abstrak Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A34304039 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI /Pemuliaan Tanaman

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI /Pemuliaan Tanaman KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.)TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM SKRIPSI OLEH: WIWIK MAYA SARI 080307008/Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH :

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055 BDP-AGRONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, seperti Peru, Ekuador, dan Meksiko. Selanjutnya, tomat menyebar ke seluruh Amerika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

RESPONS DUA VARIETAS TANAMAN KEDELAI HITAM (Glycine soja) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH :

RESPONS DUA VARIETAS TANAMAN KEDELAI HITAM (Glycine soja) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH : RESPONS DUA VARIETAS TANAMAN KEDELAI HITAM (Glycine soja) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH : DION S PRATAMA SITEPU 080301029 AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

80 meniran (Phyllanthus urinaria L.) needs manure + NPK to produce the highest contain of anthocyanin (5.00 mg g -1 ). Key words: green meniran, red m

80 meniran (Phyllanthus urinaria L.) needs manure + NPK to produce the highest contain of anthocyanin (5.00 mg g -1 ). Key words: green meniran, red m 79 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN & HIPOFILANTIN MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI CARA PEMUPUKAN Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

DOSIS PUPUK CAIR ANORGANIK DAN JARAK TANAM BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. var. TUK TUK ) ASAL BIJI

DOSIS PUPUK CAIR ANORGANIK DAN JARAK TANAM BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. var. TUK TUK ) ASAL BIJI DOSIS PUPUK CAIR ANORGANIK DAN JARAK TANAM BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. var. TUK TUK ) ASAL BIJI SKRIPSI Oleh: FERDINANTA SEMBIRING 040301053 BDP/AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT SKRIPSI OLEH: VICTOR KOMALA 060301043 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN PEMBAHASAN PENDAHULUAN Taksonomi tanaman memaminkan peranan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati, karena itu memerlukan karakterisasi yang tepat untuk distribusi serta lokalisasi daerah pada spesies dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Gladiol 2.1.1 Taksonomi Tanaman Gladiol Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

SELEKSI DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH SALIN

SELEKSI DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH SALIN SELEKSI DUA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH SALIN SKRIPSI Oleh: RICHA SILVIA 070307013 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) VARIETAS TOSAKAN (CAISIM BANGKOK) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) VARIETAS TOSAKAN (CAISIM BANGKOK) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) VARIETAS TOSAKAN (CAISIM BANGKOK) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI Oleh : EKO WAHYU DESMIANTO 050301011/BDP AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat psikotropika yang saat ini paling luas penggunannya (Halim et al., 2006). Pada tahun 2010, konsumsi alkohol murni di seluruh dunia mencapai 6,2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kondisi tanah di Indonesia yang merupakan negara tropis basah. tahunnya diperlukan penambahan unsur hara yaitu untuk lahan kering sekitar

PENDAHULUAN. Kondisi tanah di Indonesia yang merupakan negara tropis basah. tahunnya diperlukan penambahan unsur hara yaitu untuk lahan kering sekitar PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi tanah di Indonesia yang merupakan negara tropis basah menyebabkan terjadinya pengikisan unsur hara yang berada pada lapisan top soil. Setiap tahunnya terjadi pengikisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR PADA SAWAH BUKAAN BARU SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR PADA SAWAH BUKAAN BARU SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR PADA SAWAH BUKAAN BARU SKRIPSI RYAN ISKANDAR 060301050 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Kentang Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.)

KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) Fauzi, Sutarmin, Endang Broto Joyo Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak varietasnya (Rukmana, 2005). Kedudukan tanaman kacang hijau

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI PAKHCOY (Brassica rapa. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KASCING SKRIPSI OLEH:

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI PAKHCOY (Brassica rapa. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KASCING SKRIPSI OLEH: RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI PAKHCOY (Brassica rapa. L) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KASCING SKRIPSI OLEH: BERLIAN LIMBONG 070307037 BDP PEMULIAAN TANAMAN Hasil Penelitian Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci