Penerapan Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Yang Baik Untuk Mewujudkan Good University Governance (Studi Pada PTM se Indonesia)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penerapan Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Yang Baik Untuk Mewujudkan Good University Governance (Studi Pada PTM se Indonesia)"

Transkripsi

1 Penerapan Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi Yang Baik Untuk Mewujudkan Good University Governance (Studi Pada PTM se Indonesia) Misbahul Anwar, SE., M.Si DR. Suryo Pratolo, M.Si., Akt., AAP-A UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

2 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 4 A. Latar Belakang... 4 B. Tujuan Khusus... 6 BAB II. STUDI PUSTAKA... 9 A. State of The Art... 9 BAB III. METODE PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

3 DAFTAR TABEL Tabel Daftar Perguruan Tinggi Muhammadiyah berbentuk Universitas... 5 Tabel Hasil Uji Validitas X Tabel Hasil Uji Validitas X Tabel Hasil Uji Validitas X Tabel Hasil Uji Validitas Y Tabel Hasil Uji Validitas Z Tabel Hasil Uji Reliabilitas Tabel Skor Jawaban Dimensi Komitmen Manajemen (X 1 ) Tabel Skor Jawaban Dimensi Keterbatasan Sistem Informasi (X2) Tabel Skor Jawaban Dimensi Otoritas Pengambil Keputusan (X3) Tabel Skor Jawaban Dimensi Penerapan Tata Kelola Keuangan Yang Baik (Y) Tabel Skor Jawaban Dimensi Good University Governance (Z) Tabel Hasil Uji Regresi Model Pertama Tabel Hasil Uji Regresi Model Kedua

4 DAFTAR GAMBAR Gambar Hubungan Kualitas Pendidikan, Minat Mahasiswa, Jumlah Mahasiswa, & Sumber Daya Gambar Hubungan Struktural Antarvariabel Lengkap Gambar Sub Struktur Pertama Gambar Sub Struktur Kedua Gambar Grafik Uji Normalitas Model Pertama Gambar Grafik Uji Hetereskedastisitas Model Pertama Gambar Model Penelitian Pertama Gambar Grafik Uji Normalitas Model Kedua Gambar Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Kedua Gambar Model Penelitian Kedua

5 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan yang dimaksudkan untuk dapat menjadi komunitas kaum intelektual suatu bangsa. Komunitas intelektual ini diharapkan untuk menjadi komunitas yang mampu menelurkan inovasi-inovasi dan pemikiran-pemikiran dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh bangsa. Komunitas pendidikan tinggi juga dijadikan sebuah garda moral dan penjaga nilai-nilai luhur yang dianut oleh suatu bangsa, termasuk budaya, adat istiadat dan sebagainya. Dengan peranan dan harapan yang besar inilah kemudian anggota komunitas pendidikan tinggi kemudian mendapat posisi yang terhormat di tengah masyarakat. Dalam mewujudkan hal tersebut, yang dilakukan oleh perguruan tinggi adalah: 1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian. 2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memerkaya kebudayan nasional. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan berbasiskan agama di Indonesia yang genap satu abad usianya sangat concern terhadap pendidikan termasuk di dalamnya adalah pendidikan tinggi sebagai bentuk da wah amar ma ruf nahi munkar dan dan bentuk gerakan pembaharuan (tajdid). Dalam mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas, Pusat Persyarikatan (PP) Muhammadiyah memiliki Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Majelis Diktilitbang) yang telah menetapkan visi di bidang pendidikan tinggi berupa terbangunnya tata kelola Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang baik atau dikenal dengan istilah Good University Governance (GUG) menuju peningkatan mutu yang berkelanjutan. Pada saat ini, dari segi jumlah, perkembangan jumlah PTM adalah 152 buah dimana 37 buah diantaranya berbentuk universitas yang bisa dipaparkan sebagai berikut: 4

6 Tabel Daftar Perguruan Tinggi Muhammadiyah berbentuk Universitas di Indonesia No Nama Universitas 1 Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara 2 Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan 3 Universitas Muhammadiyah Aceh 4 Universitas Muhammadiyah Palembang 5 Universitas Muhammadiyah Lampung 6 Universitas Muhammadiyah Metro 7 Universitas Muhammadiyah Bengkulu 8 Universitas Muhammadiyah Jakarta 9 Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka 10 Universitas Muhammadiyah Cirebon 11 Universitas Muhammadiyah Sukabumi 12 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 13 Universitas Muhammadiyah Magelang 14 Universitas Muhammadiyah Surakarta 15 Universitas Muhammadiyah Purwokerto 16 Universitas Muhammadiyah Purworejo 17 Universitas Muhammadiyah Semarang 18 Universitas Muhammadiyah Surabaya 19 Universitas Muhammadiyah Malang 20 Universitas Muhammadiyah Jember 21 Universitas Muhammadiyah Ponorogo 22 Universitas Muhammadiyah Gresik 23 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 24 Universitas Muhammadiyah Mataram 25 Universitas Muhammadiyah Kupang 26 Universitas Muhammadiyah Makassar 27 Universitas Muhammadiyah Palu 5

7 No Nama Universitas 28 Universitas Muhammadiyah Pare-Pare 29 Universitas Muhammadiyah Luwuk Banggai 30 Universitas Muhammadiyah Buton 31 Universitas Muhammadiyah Kendari 32 Universitas Muhammadiyah Gorontalo 33 Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat 34 Universitas Muhammadiyah Riau 35 Universitas Muhammadiyah Palangka Raya 36 Universitas Muhammadiyah Pontianak 37 Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Sumber: ( Penerapan tatakelola keuangan pada universitas di lingkungan PTM sementara ini masih bervariasi. Untuk itu pada tanggal 8 Juni 2009 Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menerbitkan surat edaran no 182/1.3/D/2009 mengenai Pedoman Manajemen Keuangan PTM. Secara teori, keberhasilan penerapan sistem manajemen termasuk di dalamnya tatakelola keuangan dipengaruhi oleh banyak hal yang dapat dikelompokkan menjadi dua aspek utama yaitu aspek personil dan aspek sistem sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih dalam mengenai peran kedua aspek tersebut terhadap keberhasilan implementasi tatekelola keuangan yang baik di perguruan tinggi. Untuk itulah maka penelitian ini akan dilakukan. B. Tujuan Khusus Tidak bisa dipungkiri bahwa pada saat ini tidak sedikit Perguruan Tinggi Swasta (PTS) mengalami penurunan kuantitas peminat yang berujung pada permasalahan keuangan yang akhirnya dilakukan penutupan PTS yang bersangkutan. Kualitas dan relevansi untuk meningkatkan daya saing lulusan perguruan tinggi merupakan suatu keharusan namun masalah kualitas perlu ditinjau lebih dalam karena bisa jadi masalah kualitas perguruan tinggi bisa jadi bukanlah masalah itu sendiri namun hanyalah merupakan suatu gejala, 6

8 sehingga harus diteliti lebih dalam dan ditemukan masalah utamanya. Faktor yang terkait dengan dengan kualitas dan relevansi pendidikan pada perguruan tinggi terkait dengan aspek sistem dan sumberdaya yang lain baik sumber daya manusia (dosen dan karyawan), infrastruktur, dan sumberdaya keuangan. Pada pengelolaan PTS, terdapat trade-off antara peningkatan jumlah mahasiswa, biaya SPP dan kualitas pendidikan. Semakin rendah kualitas pendidikan maka akan menyebabkan semakin berkurangnya jumlah mahasiswa dan akhirnya semakin kecil sumberdaya keuangan yang dimiliki. Semakin kecil sumber daya keuangan yang dimiliki maka semakin menurun pula kualitas pendidikan sebuah PTS. Apabila hal ini terjadi, dikhawatirkan akan berakibat pada semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia. Saling keterkaitan antar aspek yang membentuk kualitas perguruan tinggi dipaparkan dalam gambar berikut: Kualitas pendidikan tinggi Minat mahasiswa Sumber daya keuangan Jumlah mahasiswa Gambar Hubungan Kualitas Pendidikan, Minat Mahasiswa, Jumlah Mahasiswa, & Sumber Daya. Banyak faktor yang dihadapi PTS untuk menjaga kondisi keberlanjutannya baik berupa faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal antara lain persaingan antar PTS, persaingan dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi (PT) luar negeri, kemampuan daya beli masyarakat, lapangan kerja bagi lulusan yang semakin berkurang, dan lain-lain. Faktor internal antara lain manajemen internal PTS baik aspek sistem manajemen maupun personil yang dimiliki. Yang harus dilakukan PTS untuk mencapai keunggulan dan keberlanjutan adalah dengan memfokuskan seluruh energinya pada pencapaian visi-misinya dengan menerapkan manajemen PTS yang berbasis pada kinerja. Manajemen yang berbasis kinerja merupakan manajemen yang memfokuskan 7

9 sumber daya pada pencapaian output, outcome, benefit, dan impact yang diikuti dengan sistem audit dan sistem reward dan punishment. Salah satu sumber daya utama selain sumber daya manusia yang merupakan energi dari suatu organisasi adalah sumber daya keuangan. Uang merupakan salah satu faktor yang mampu menggerakkan organisasi. Apabila uang dapat dikelola dalam pencarian sumbersumbernya dan dalam penggunaannya terfokus pada visi-misi yang telah ditetapkan maka akan dapat mendukung keunggulan kompetitif PTS. Tatakelola keuangan yang memfokuskan pada kinerja pencapaian visi-misi organsiasi dapat diistilahkan dengan Tatakelola Keuangan berbasis Kinerja. Penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk meguji faktor-faktor sistem dan personil yang mempengaruhi pengembangan sistem tatakelola keuangan perguruan tinggi swasta. Dalam tahapan selanjutnya berdasarkan hasil penelitian ini akan dibangun disain model sistem tatakelola keuangan perguruan tinggi yang mampu mendukung tercapainya GUG dengan harapan hasilnya mampu mendukung perguruan tinggi memfokuskan energinya dalam pencapaian visi-misinya sehingga memiliki keunggulan kompetitif dan pada akhirnya kualitas pendidikan tinggi di Indonesia semakin membaik. 8

10 BAB II. STUDI PUSTAKA A. State of The Art Penelitian yang diajukan ini mendasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas mengenai manajemen keuangan perguruan tinggi, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Indriasari dan Tanti (2006) mengenai persepsi manajer pendidikan pada pelaporan manajemen. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep tentang pengelola pendidikan yang profesional selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas, serta teknologi informasi dan komunikasi. Manajemen pendidikan menurut penelitian Balitbangdikbud (1991) merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualiatas pendidikan. Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen di samping peningkatan kualitas pendidik dan pengembangan sumber belajar. 2. Penelitian Yunita, Rusliyawati, dan Yustikasari (2006) mengenai perbandingan penerapan manajemen keuangan pendidikan di Indonesia dan Australia. Kesimpulan dari penelitian di atas adalah mengenai perbandingan antara manajemen keuangan pendidikan yang diterapkan di Indonesia dan di Australia. Pengukuran yang dilakukan terhadap laporan keuangan pendidikan masing-masing sekolah menunjukkan masih lemahnya manajemen keuangan pendidikan yang ada dan selama ini diterapkan di Indonesia. Laporan keuangan sekolah di Australia telah mengelompokkan kos yang ada ke dalam kos langsung dan tidak langsung, sehingga penggunaan dana dapat dengan mudah ditelusuri dan diketahui. Dengan adanya pengelompokkan kos, kos total dapat diketahui sehingga penghitungan tentang berapa besarnya kos untuk setiap siswa dapat diketahui. Berbeda dengan Indonesia, banyak sekolah yang belum membuat laporan keuangan. Laporan keuangan yang ada juga menunjukkan bahwa kos hanya dikelompokkan sesuai dengan kegiatan rutin yang dilakukan, belum dikelompokkan 9

11 berdasarkan pengelompokan kos sehingga untuk menghitung berapa kos yang harus ditanggung oleh setiap siswa masih belum akurat. Pendidikan Indonesia seharusnya mencoba mengadaptasi hal-hal yang positif dari pendidikan negara-negara barat, termasuk manajemen keuangan pendidikan yang telah diterapkan pada sistem pendidikan negara-negara tersebut. 3. Penelitian Elim, Wahyuni, dan Himawan (2006) mengenai strategi pengembangan manajemen keuangan pendidikan di Indonesia. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian di atas menunjukkan bahwa kegagalan sistem pendidikan nasional (sisdiknas) di Indonesia, selain faktor komersialisasi yang menggeser esensi tujuan pendidikan, faktor lainnya adalah kurang pahamnya penyelenggara merumuskan sisdiknas, sehingga produk undang-undang sisdiknas menimbulkan pro-kontra karena tidak berupaya mengoptimalkan potensi manusia namun lebih mengarah kepada hal-hal yang tidak substansi-esensial, hanya bersifat materi finansial-kuantifikasi. Pembenahan manajemen keuangan pendidikan di Indonesia harus dimulai dengan menyusun suatu standar khusus mengenai manajemen keuangan pendidikan yang komprehensif, dan mencakup standar manajemen keuangan pendidikan dan standar keuangan. Untuk merancang sistem manajemen keuangan pendidikan yang baik, pembuat regulasi harus memperhatikan setiap aspek yang terkait dalam sistem pendidikan nasional, yaitu operator, evaluator, dan pengawas. 4. Penelitian Hendrian dan Sutanto (2006) mengenai peran masyarakat dalam pengembangan kualitas manajemen pendidikan dalam perspektif akuntansi dan keuangan. Penelitian di atas menyimpulkan bahwa dengan rendahnya kemampuan pembiayaan pemerintah, konsep partisipasi masyarakat dalam pendidikan dengan mudah bergeser menjadi konsep mobilisasi pembiayaan dari masyarakat. Konsep mobilisasi ini masih jauh dari konsep kepedulian dan keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan, serta pengambilan keputusan yang mempengaruhi pendidikan. Berbagai aspek manajemen pendidikan dalam perspektif keuangan dan akuntansi dapat menjadi titik awal dalam menentukan dari mana pemerintah dan masyarakat harusnya memperbaiki manajemen pendidikan. Anggaran pendidikan, pola subsidi pendidikan, pelaporan pengelolaan keuangan sekolah, pengukuran dan pelaporan kinerja sekolah, costing dan pricing 10

12 layanan pendidikan, audit keuangan dan kinerja sekolah adalah elemen-elemen yang perlu segera diperbaiki dan diadakan dalam sebuah format regulasi yang mengikat para pengelola pendidikan baik pada level kebijakan hingga level mikro pengelolaan sekolah ini semua penting dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. 5. Penelitian Mahsun (2006) mengenai studi cross sectional dan scorecard terhadap kinerja perguruan tinggi terakreditasi. Kesimpulan yang dihasilkan penelitian di atas adalah: a. Ada perbedaan kinerja antara perguruan tinggi dengan status terakreditasi A, perguruan tinggi dengan status terakreditasi B, dan perguruan tinggi dengan status terakreditasi C berdasarkan perspektif keuangan. b. Ada perbedaan kinerja antara perguruan tinggi dengan status terakreditasi A, perguruan tinggi dengan status terakreditasi B, dan perguruan tinggi dengan status terakreditasi C berdasarkan perpektif mahasiswa aktif. c. Tidak ada perbedaan kinerja antara perguruan tinggi dengan status akreditasi A, perguruan tinggi dengan status akreditasi B, dan perguruan tinggi dengan status akreditasi C berdasarkan perpektif proses bisnis internal. d. Ada perbedaan kinerja antara perguruan tinggi dengan status terakreditasi A, perguruan tinggi dengan status terakreditasi B, dan perguruan tinggi dengan status akreditasi C berdasarkan perspektif inovasi dan pembelajaran. Dari- penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan baik di pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi masih perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan. Salah satu aspek utama untuk mendukung kualitas pendidikan adalah manajemen di bidang pendidikan yang salah satunya adalah manajemen keuangan pendidikan. Penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauhmana implementasi tatakelola keuangan perguruan tinggi di Indonesia dalam hal ini adalah PTM dan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik dari aspek sistem maupun dari aspek personil. Selanjutnya akan diuji pula pengaruh dari variabel-variabel di atas pada pencapaian (GUG) 11

13 B. Tinjauan Tentang Perguruan Tinggi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 pasal (19) menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Dan pada pasal 24 ayat (2) diatur bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Berkenaan dengan pendanaan, ayat (3) berbunyi perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik. Pendidikan tinggi, seperti halnya pendidikan dasar dan menengah, menurut UU Sisdiknas, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Ini artinya, masyarakat memiliki hak untuk mendirikan dan mengelola peguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara tradisional, peranan institusi perguruan tinggi berfokus pada transfer atau konservasi ilmu pengetahuan (knowledge) dan diharapkan untuk menjadi komunitas yang memegang teguh nilai-nilai (values) yang dianggap ideal atau dijunjung tinggi suatu bangsa. Ia diharapkan menjadi sebuah komunitas yang mampu melindungi dirinya dari kooptasi nilai-nilai lingkungan diluarnya yang mungkin korup atau mengandung keburukan. Inilah yang mendasari perlunya status independensi atau otonomi perguruan tinggi. Selain itu, sebuah kebebasan atau independensi juga diperlukan untuk mendukung terwujudnya inovasi atau perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kebebasan itu juga kemudian menyentuh individu-individu yang tercakup dalam komunitas tersebut, karena pada hakikatnya, inovasi dan pemikiran itu bukan dihasilkan oleh institusi, melainkan individuindividu didalamnya. Output dari perguruan tinggi diharapkan bukan hanya sumber daya manusia yang berkualitas dan siap kerja, tapi lebih dari itu, menjadi agen-agen bangsa yang sanggup mengelola dan mengarahkan perubahan di bangsa itu. Dengan dasar tujuan demikian, maka pengelolaan sebuah institusi perguruan tinggi tidak mungkin disamakan dengan pengelolaan sebuah negara maupun korporasi. Ada koridor-koridor tertentu yang berkaitan dengan nilainilai luhur (values), baik dalam hal akademik maupun social values yang harus dijaga 12

14 didalamnya. Sementara hal-hal lain dalam penyelenggaraannya harus ditempatkan sebagai means atau alat untuk mendukung pencapaian tujuan dasar tersebut. Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI. Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusiamanusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok. Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Kekuatan Politik Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Pada sisi kekuatan ekonomi, manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit-oriented yang mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan. 13

15 Sampai saat ini, belum ada lembaga pendidikan di Indonesia yang masuk dalam kategori 200 universitas terbaik dunia versi lembaga pemeringkat ternama The Times Higher Education-QS World University. Sementara itu, Global Competitiveness Report 2009/2010, yang antara lain menilai tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas pendidikan tingginya, hanya menempatkan Indonesia di peringkat ke-54 dari 133 negara, yaitu di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Cina (29),Thailand (36), serta India (49). Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, jumlah sarjana yang belum bekerja per Februari 2009 hampir mencapai 13% dari total jumlah penganggur, atau sekitar 1,2 juta orang. C. Good University Governance Salah satu konsep yang saat ini sedang menjadi mainstream dalam penyelenggaraan perguruan tinggi adalah konsep good university governance. Konsep ini sebenarnya merupakan turunan dari konsep tata kepemerintahan yang lebih umum, yaitu good governance. Governance merupakah seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu diimplementasikan atau tidak diimplementasikan. Good governance mensyaratkan 8 karakteristik umum/dasar, yaitu partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan penegakan/supremasi hukum. 1. Participation Partisipasi adalah kunci good governance. Partisipasi dapat langsung maupun melalui institusi perwakilan yang legitimate. Partisipasi harus informatif dan terorganisir. Ini mensyaratkan adanya kebebasan berasosiasi dan berekspresi di satu sisi dan sebuah civil society yang kuat dan terorganisir di sisi lain. 2. Rule of law Good governance memerlukan sebuah kerangka legal atau hukum dan peraturan yang ditegakkan secara komprehensif. Ia juga memerlukan perlindungan penuh terhadap HAM, terutama bagi kaum minoritas. Proses penegakan hukum yang imparsial membutuhkan lembaga peradilan yang independen dan kepolisian yang juga imparsial dan tidak korup. 14

16 3. Transparency Transparansi mengandung arti bahwa pengambilan dan pengimplementasian keputusan dilakukan dalam tata cara yang mengukuti hukum dan peraturan. Ia juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses langsung oleh mereka yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Informasi yang tersedia haruslah dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti. 4. Responsiveness Good governance memerlukan institusi dan proses didalamnya yang mencoba untuk melayani semua stakeholders dalam kerangka waktu tertentu yang sesuai. 5. Consensus oriented Ada lebih dari satu aktor dan banyak sudut pandang dalam suatu komunitas. Good governance memerlukan mediasi dari kepentingan-kepentingan yang berbeda di masyarakat dalam rangka mencapai sebuah konsensus umum dalam masyarakat yang merupakan kepentingan atau keputusan yang terbaik yang dapat dicapai untuk seluruh masyarakat. Ini memerlukan perspektif luas dan jangka panjang mengenai apa yang diperlukan untuk pengembangan manusia secara berkesinambungan. Ini hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang baik atas konteks historis, kultural dan sosial di komunitas atau masyarakat tersebut. 6. Equity and inclusiveness Keberadaan sebuah masyarakat bergantung pada proses memastikan bahwa seluruh anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan didalamnya dan tidak merasa dikucilkan dari mainstream masyarakat tersebut. Ini memerlukan semua kelompok, terutama yang paling lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan atau mempertahankan keberadaan mereka. 7. Effectiveness and efficiency Good governance berarti bahwa output dari seluruh proses dan institusi tepat sasaran atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat disamping efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk melakukannya. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan sumber daya alam dengan memperhatikan kesinambungan dan perlindungan lingkungan. 15

17 8. Accountability Akuntabilitas adalah salah satu kebutuhan utama dalam good governance. Tidak hanya untuk institusi pemerintahan, melainkan juga sektor swasta dan organisasi-organisasi civil society harus bisa diakun oleh publik dan stakeholders-nya. Secara umum, sebuah organisasi atau institusi bertanggung jawab pada pihak-pihak yang dipengaruhi oleh tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan mereka. Akuntabilitas tidak mungkin ditegakkan tanpa adanya transparansi dan supremasi hukum. Secara sederhana, good university governance dapat kita pandang sebagai penerapan prinsipprinsip dasar konsep good governance dalam sistem dan proses governance pada institusi perguruan tinggi, melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan secara umum. Basis pada tujuan pengembangan pendidikan dan keilmuan akademik, pengembangan manusia seutuhnya. Yang lain ditempatkan sebagai alat atau means, bukan tujuan dasar. Dalam penyelenggaraannya, sebuah institusi perguruan tinggi harus memenuhi prinsip-prinsip partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan penegakan/supremasi hukum. Yang berbeda adalah nilai dan tujuan yang menjiwainya. Prinsip-prinsip manajerial tersebut hendaknya diterapkan untuk mendukung fungsi-fungsi dan tujun dasar pendidikan tinggi. Selain itu, perbedaan lain adalah dalam hal stakeholders yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan dan perguruan tinggi. Keistimewaan institusi perguruan tinggi dibanding institusi lain terletak pada fungsi dasarnya, yaitu dalam hal pendidikan, pengajaran dan usaha penemuan atau inovasi. Fungsifungsi inilah yang kemudian mendefinisikan peranan perguruan tinggi dalam masyarakat. Wacana yang kemudian sering mengemuka dalam penyelenggaraan perguruan tinggi kemudian adalah mengenai academic excellence dan manajemen perguruan tinggi, termasuk dalam hal pembiayaan. Ada sebuah kesepahaman atau kesetujuan umum mengenai pentingnya otonomi dalam usaha pencapaian academic excellence (yaitu dalam hal pengajaran dan riset) untuk perguruan tinggi, akan tetapi hal yang sama belum berlaku dalam hal manajerial dan pembiayaan. Perbedaan pandangan ini biasanya terkait dengan pentingnya fungsi perguruan 16

18 tinggi bagi masyarakat dan mahalnya biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Kecenderungan saat ini, tingginya biaya pendidikan tinggi biasanya dianggap dapat membebani negara dan masyarakat, sehingga perguruan tinggi dianggap lebih baik berusaha mencari sumber-sumber pembiayaan mandiri. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan good university governance ini, terutama dalam hal penerapan prinsip-prinsip atau karakteristik dasarnya. 1. Penentuan stakeholders. Inti dari proses governance yang baik adalah bagaimana hubungan antar stakeholders didalamnya. Untuk itu, maka kita terlebih dahulu perlu mendefinisikan siapa para stakeholders tersebut. Stakeholder pertama adalah warga kampus, yaitu manajer eksekutif, mahasiswa, dosen, karyawan, dsb. Yang kedua adalah pihak-pihak diluar perguruan tinggi yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberadaan perguruan tinggi. Kelompok stakeholders kedua ini berarti termasuk negara, masyarakat umum, calon mahasiswa baru, sektor swasta dan sebagainya. Masyarakat secara umum merupakan entitas yang mendasari munculnya pendidikan tinggi, dan pada dasarnya pendidikan tinggi dibangun untuk mengabdi pada masyarakat, tidak hanya untuk membekali individu-individu dalam memperoleh pekerjaan yang layak baginya. Penyelenggara perguruan tinggi pada hakikatnya harus mampu memberikan pertanggungjawaban pada seluruh stakeholders ini. 2. Pendefinisian peranan dan tanggung jawab masing-masing stakeholders. Hal ini harus didahului dengan pembangunan kesadaran dalam diri seluruh stakeholders bahwa mereka memiliki kepentingan dan karenanya harus turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi. 3. Partisipasi. Partisipasi atau pelibatan aktif dari seluruh stakeholders merupakan sesuatu yang vital dalam penyelenggaraan governance yang baik. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila dari pihak stakeholders sendiri memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dan ada kesempatan atau fasilitas yang terbuka seluas mungkin untuk itu. Kesempatan dan fasilitas ini harus disediakan oleh pihak penyelenggara perguruan tinggi. Partisipasi atau pelibatan ini harus terbuka dalam setiap langkah dalam proses pembangunan atau penyelenggaraan perguruan tinggi. Artinya, usaha pelibatan harus mulai dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 17

19 Selama ini, dalam praktiknya, usaha pelibatan atau kesempatan partisipasi hanya diberikan pada tahap implementasi sebuah program, sementara belum tentu seluruh stakeholders menyetujui program tersebut. Yang lebih parah lagi, kesempatan itu seringkali lebih bersifat sosialisasi program dari rektorat pada stakeholders. Seluruh stakeholders sudah harus mulai diberi kesempatan berpartisipasi sejak awal perencanaan program-program dan sasaran kedepan. Hal ini penting untuk menjaga komitmen seluruh stakeholders dan menjadi basis legitimasi program-program pembangunan. 4. Penegakkan hukum. Pelaksanaan fungsi-fungsi perguruan tinggi tidak mungkin dapat berjalan dengan kondusif apabila tidak ada sebuah hukum atau peraturan yang ditegakkan dalam penyelenggaraannya. Aturan-aturan itu, berikut sanksi-sanksinya, hendaknya merupakan hasil konsensus dari stakeholders, untuk meningkatkan komitmen dari semua pihak untuk mematuhinya. Aturan-aturan itu dapat disusun dalam bidang akademik maupun non-akademik. Yang perlu diperhatikan adalah aturan yang dibuat tidak dimaksudkan untuk mengekang kebebasan stakeholders untuk berekspresi, melainkan untuk menjaga keberlangsungan pelaksanaan fungsifungsi perguruan tinggi dengan seoptimal mungkin. 5. Transparansi. Transparansi atau keterbukaan merupakan sebuah prasyarat dasar untuk menunjang adanya partisipasi dan menjaga akuntabilitas institusi. Proses partisipasi memerlukan ketersediaan informasi yang memadai dan kemudahan bagi seluruh stakeholders dalam mengakses informasi tersebut. Selain itu, transparansi memungkinkan seluruh stakeholders untuk dapat mengawasi dan mengevaluasi kinerja institusi. Dalam hal anggaran atau keuangan, transparansi ini menjadi sangat urgen. Akan tetapi, transparasi ini hendaknya tidak hanya dalam hal anggaran, melainkan seluruh dinamika yang terjadi dalam dinamika penyelenggaraan perguruan tinggi. 6. Responsivitas. Sifat responsif ini dapat kita bagi dalam dua konteks. Pertama, pihak penyelenggara perguruan tinggi harus mampu menangkap isu-isu dan permasalahanpermasalahan yang terjadi dalam dinamika penyelenggaraan perguruan tinggi tersebut. Mereka harus mampu merespon harapan-harapan stakeholders dan menyikapi permasalahan yang terjadi. Yang kedua, dalam konteks yang lebih luas, 18

20 perguruan tinggi secara institusi harus mampu bersikap responsif terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya dan mempu bertindak atau berpartisipasi untuk menyikapinya. Pada dasarnya, pendidikan tinggi harus mampu responsif untuk menyikapi permasalahan-permasalah di bangsa yang menaunginya dan selalu berusaha untuk memenuhi harapan-harapan dan amanat yang diembannya dari masyarakat. 7. Orientasi pada konsensus. Proses pengambilan segala keputusan atau kebijakan dalam penyelenggaraan perguruan tinggi hendaknya mengutamakan konsensus atau kesepakatan dari stakeholders. 8. Persamaan derajat dan inklusivitas. Seluruh prinsip-prinsip tadi hanya mungkin terwujud apabila ada satu kesepahaman mengenai persamaan derajat (equity) setiap entitas stakeholders. Artinya, paradigma yang dipakai bukanlah hierarkikal atau ada satu kelompok yang derajatnya lebih tinggi dibanding kelompok lain. Sebaliknya, paradigma yang dipakai adalah persamaan derajat dan adanya pemahaman bersama bahwa perbedaan antar stakeholders sebenarnya terletak pada peranan, tanggung jawab, dan amanat yang diemban. Dengan begitu akan tercipta rasa saling menghargai dan menghormati antar stakeholders, mengingat penyelenggaraan perguruan tinggi tidak akan berjalan dengan baik apabila salah satu dari peran masing-masing stakeholders tidak berfungsi. 9. Efektifitas dan efisiensi. Output dari seluruh proses penyelenggaraan atau programprogram yang digariskan harus tepat sasaran (efektif) atau sesuai dengan kebutuhan dan harapan stakeholders. Yang terutama adalah efektif dalam menunjang fungsifungsi pendidikan, khususnya dalam hal peningkatan mutu akademik dan riset. Selain itu, penyelenggaraan perguruan tinggi juga harus efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk melakukannya. 10. Akuntabilitas. Institusi perguruan tinggi harus mampu mempertanggungjawabkan seluruh rangkaian proses penyelenggaraan perguruan tinggi terhadap seluruh stakeholders, baik internal maupun eksternal, terutama pada masyarakat umum. Pertanggungjawaban ini dapat dilakukan secara rutin dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, dalam hal anggaran setiap tahun perlu dilakukan proses audit, baik audit internal maupun audit eksternal yang dilakukan oleh akuntan publik. Hasil audit 19

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1 P a g e 2 P a g e Daftar Isi DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1.1. Latar Belakang...14 1.2. Perumusan Masalah...16

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH KOMPETENSI EVALUASI PENDIDIKAN PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH EVALUASI PROGRAM SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri

Lebih terperinci

Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional

Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional 1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur dihaturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kodrat dan karunia-nya sehingga buku ; Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional dapat diselesaikan, walaupun di sana-sini masih

Lebih terperinci

MEMBANGUN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN: REFLEKSI PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI

MEMBANGUN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN: REFLEKSI PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI MEMBANGUN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN: REFLEKSI PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI Oleh: Euis Karwati * Disampaikan dalam seminar internasional (proceeding ISSn : 2086-8340) Abstrak Saat

Lebih terperinci

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG KEDIRI

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG KEDIRI PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG KEDIRI SKRIPSI Oleh AYUK WAHDANFIARI ADIBAH NIM. 3223103015 JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

Lebih terperinci

PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih

Lebih terperinci

upaya mewujudkan tujuan Nasional. Selanjutnya pendidikan luar sekolah

upaya mewujudkan tujuan Nasional. Selanjutnya pendidikan luar sekolah BAB I PNDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Pendidikan Luar Sekolah dalam Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Luar Sekolah sebagai sub sistem dari pendidikan nasional menurut Undang-undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001. Komite Nasional Kebijakan Governance Gedung Bursa Efek Jakarta Tower I - Lt.

Lebih terperinci

Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum S e k r e t a r i a t J e n d e r a l Satuan Kerja Pusat Kajian Strategis LAPORAN AKHIR Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Tahun 2010 PT. DDC CONSULTANTS Jl. Masjid

Lebih terperinci

PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA,PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI, DAN

PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA,PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI, DAN i PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA,PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI, DAN PENGENDALIAN INTERN AKUNTANSI TERHADAP NILAI INFORMASI PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH : Studi Pada Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 25 TAHUN 2000 (25/2000) Tanggal: 20 NOVEMBER 2000 (JAKARTA) Sumber: LN 2000/206 Tentang: 2000-2004 PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS)

Lebih terperinci

Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK. Strategic Governance Policy. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK. Strategic Governance Policy. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK Kebijakan Strategik Tata Kelola Perusahaan Perum LKBN ANTARA Hal. 7 Bagian Kedua KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK II.1. Kebijakan GCG ANTARA ANTARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS SISTEM AKREDITASI PROGRAM STUDI. Dalam Rangka Reformasi Birokrasi Internal

KAJIAN ANALISIS SISTEM AKREDITASI PROGRAM STUDI. Dalam Rangka Reformasi Birokrasi Internal KAJIAN ANALISIS SISTEM AKREDITASI PROGRAM STUDI Dalam Rangka Reformasi Birokrasi Internal KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL...iv BAB I...

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia: Seberapa Responsif Terhadap Pasar Kerja?

Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia: Seberapa Responsif Terhadap Pasar Kerja? Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Mei 2014 Policy Brief Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia: Seberapa Responsif Terhadap Pasar Kerja? Public Disclosure Authorized Public Disclosure

Lebih terperinci

STANDAR 4 SUMBER DAYA MANUSIA

STANDAR 4 SUMBER DAYA MANUSIA STANDAR 4 SUMBER DAYA MANUSIA 4.1. Sistem Pengelolaan Sumber Daya Manusia Jelaskan sistem pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi perencanaan seleksi/perekrutan, penempatan, pengembangan, retensi,

Lebih terperinci

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia International Labour Organization Jakarta Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Kerjasama dan Usaha yang Sukses Pedoman pelatihan untuk manajer dan pekerja Modul EMPAT SC RE Kesinambungan Daya Saing dan

Lebih terperinci

Desentralisasi Pemerintahan: Desentralisasi Sistem Perpajakan dalam Meningkatkan Efisiensi Ekonomi Sektor Publik dan Kualitas Pelayanan Publik

Desentralisasi Pemerintahan: Desentralisasi Sistem Perpajakan dalam Meningkatkan Efisiensi Ekonomi Sektor Publik dan Kualitas Pelayanan Publik Desentralisasi Pemerintahan: Desentralisasi Sistem Perpajakan dalam Meningkatkan Efisiensi Ekonomi Sektor Publik dan Kualitas Pelayanan Publik The decentralized taxation system is tax authority and fund

Lebih terperinci

Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kepemimpinan Aparatur Negara

Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kepemimpinan Aparatur Negara Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kepemimpinan Aparatur Negara The greatest challenge of leaders in 21 st century is how to be effective leaders. The era of which leaders are expected

Lebih terperinci

Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting dalam Sektor Publik dan Swasta : Suatu Pendekatan Ekonomi Kelembagaan

Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting dalam Sektor Publik dan Swasta : Suatu Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Good Governance Sebagai Suatu Konsep dan Mengapa Penting dalam Sektor Publik dan Swasta : Bayu Kharisma Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Email: bayu_kharisma@yahoo.com

Lebih terperinci

Jurnal RechtsVinding BPHN

Jurnal RechtsVinding BPHN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PEMERINTAHAN TERBUKA MENUJU TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (Public Information Disclosure in Open Government Towards Good Governance) Nunuk Febriananingsih Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan tentang Standar Proses

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan tentang Standar Proses 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Standar Proses Standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang berarti dalam standar proses pembelajaran berlangsung. Penyusunan standar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI (SPM-PT) BIDANG AKADEMIK

PANDUAN PELAKSANAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI (SPM-PT) BIDANG AKADEMIK PANDUAN PELAKSANAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI (SPM-PT) BIDANG AKADEMIK DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2006 PENGANTAR Upaya peningkatan mutu perguruan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PAGUYANGAN KABUPATEN BREBES

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PAGUYANGAN KABUPATEN BREBES PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PAGUYANGAN KABUPATEN BREBES TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH (Studi Kasus: Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal Tahun 2009-2011) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE)

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE) PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE) BAB I, PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik/Good Corporate Governance (GCG), tetap memperhatikan

Lebih terperinci

Daftar Isi KATA PENGANTAR 1 RINGKASAN EKSEKUTIF 2 I. KONTEKS 7. I.1 Kinerja Makroekonomi dan Tantangan Perdagangan 7

Daftar Isi KATA PENGANTAR 1 RINGKASAN EKSEKUTIF 2 I. KONTEKS 7. I.1 Kinerja Makroekonomi dan Tantangan Perdagangan 7 Daftar Isi Daftar isi KATA PENGANTAR 1 RINGKASAN EKSEKUTIF 2 I. KONTEKS 7 I.1 Kinerja Makroekonomi dan Tantangan Perdagangan 7 I.2. Regulasi Teknis Luar Negeri dan Akses Pasar Ekspor 8 I.3. Standar Internasional

Lebih terperinci