ANALISA HUKUM TERHADAP KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIPIKAT JAMINAN FIDUSIA
|
|
- Sukarno Kartawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISA HUKUM TERHADAP KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIPIKAT JAMINAN FIDUSIA (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Ahmad Wahyudi KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M
2
3
4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakam hasil jiplakan dan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulfah Jakarta. Jakarta, 24 April 2014 Ahmad Wahyudi iii
5 ABSTRAK AHMAD WAHYUDI, NIM : ANALISA HUKUM TERHADAP KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIPIKAT JAMINAN FIDUSIA (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia) Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M, 75 halaman + lampiran. Penelitian ini menganalisa kekuatan eksekutorial yang melekat pada Sertipikat Jaminan Fidusia sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk khazanah keilmuan dalam bidang hukum fidusia dan tambahan referensi untuk peneliti yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen yang bersifat yuridis normatif. Sertipikat Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial tanpa melalui proses peradilan, sehingga jika seorang debitor melakukan wanprestasi kreditor bisa melakukan eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa melalui proses peradilan. Namun dalam prakteknya sering terjadi adanya keberatan dari pihak debitor maupun pihak ketiga yang merasa dirugikan dengan adanya eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia, selain itu objek benda yang akan dieksekusi terkadang sudah disita terlebih dahulu oleh orang lain tanpa sepengetahuan pihak kreditor. Jika adanya keberatan terhadap eksekusi benda objek jaminan fidusia atau objek jaminan fidusia sudah terlebih dahulu disita oleh orang lain atau sengaja dipindah tangankan oleh debitor kepada pihak ketiga maka secara otomatis akan melahirkan sengketa (dsipute) sehingga adanya proses peradilan dalam eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia sangat memungkinkan. Jika salah satu pihak ada yang keberatan terhadap eksekusi yang akan dilakukan, langkah hukum yang perlu dilakukan adalah mengajukan keberatan ke pengadilan. Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan Pengadilan dilarang menolak memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Kata kunci Pembimbing : Fidusia, Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia. : Nahrowi, SH. MH. dan Andi Syafrani, SHI. MCCL. Daftar Pustaka : Tahun 1965 sampai tahun 2011 iv
6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISA HUKUM TERHADAP KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sholawat dan salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita kepada jalan yang lurus dan diridhai oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa terdapat masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun demikian penulis tetap berusaha menyelesaikannya dengan kesungguhan dan kerja keras. Selanjutnya, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Nahrowi, SH. MH selaku pembimbing I dan Bapak Andi Syafrani, SH.I MCCL selaku pembimbing II yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. JM. Muslimin M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta v
7 3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H., selaku ketua prodi Ilmu Hukum. 4. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku sekretaris prodi Ilmu Hukum yang senantiasa memberikan perhatian kepada skripsi saya ini. 5. Abdurrauf L.c., M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukannya selama beberapa tahun kepada penulis. Semoga apa yang telah bapak arahkan kepada penulis dapat bermanfaat dan dibalas oleh Allah SWT. 6. Segenap Dosen beserta Staf Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah baik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis, serta memberikan pehatian dan kasih sayang kepada penulis sehingga meninggalkan kesan bahagia selama masa studi di lingkungan universitas. 7. Terima kasih sebesar-besaraya kepada ayahanda H.Okar dan Ibunda Hj.Rosdiana yang telah memberikan doa untuk penulis menyelesaikan skripsi ini, nafkah dan kasih sayang selama ini, serta pengorbanan kepentingannya untuk mendahulukan studi penulis. 8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara-saudara kandung sekaligus teman-teman penulis, Asep saepudin, Ade Mulyana, Susilawati, Rian Ahmad Faisal, S.H., Aris Munandar, Abdul latip Komarudin, S.E., Ahmad Taufik dan Arland Ahmad Septian yang telah memberikan dorongan berbentuk motifasi dan inspirasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Kawan-kawan angkatan 2009 Aden Daenuri, Muhamad andriansyah, Prayoza saputra, Rivianta Putra, Fikri abdullah, Muhamad Andi Firdaus, Madama Taufiq dan lain lain yang telah saling bantu-membantu selama proses perkuliahan sehingga tugas-tugas dan penulisan skripsi ini dapat selesai sebagaimana mustinya. 10. Andini Sri Dewi Mandasari yang tiada henti selalu memberikan semangat serta motivasi dalam pembuatan skripsi ini sehingga membuat penulis lebih bersemangat dalam pengerjaan skripsi ini. vi
8 11. Teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum uin yang mengenal dan berteman baik dengan penulis, semoga teman-teman semua sukses dan sejahtera di masa yang akan datang. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah memberikan berkah dan karunia-nya serta membalas semua kebaikan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan segenap civitas akademika dan masyarakat pada umumnya. Jakarta, 24 April 2014 Ahmad Wahyudi vii
9 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... LEMBAR PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi Masalah... C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah... D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... E. Review Kajian Terdahulu... F. Metodologi Penelitian... G. Sistematika Pembahasan BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG HUKUM JAMINAN A. Hak Tanggungan... B. Hipotek... C. Gadai... D. Fidusia viii
10 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENYITAAN A. Tujuan Penyitaan... B. Syarat dan Alasan Penyitaan C. Macam-macam penyitaan (Beslag)... BAB IV ANALISIS HUKUM KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIPIKAT JAMINAN FIDUSIA A. Sertipikat Jaminan Fidusia Menurut UU Jaminan Fidusia... B. Eksekusi Jaminan Fidusia... C. Kemungkinan Adanya Proses Peradilan dalam Eksekusi... D. Dasar Hukum Adanya Proses Peradilan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... B. Saran... Daftar Pustaka LAMPIRAN ix
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia disebutkan, bahwa dalam rangka meneruskan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun swasta, baik perorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang sangat besar. Sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam dari lembaga keuangan, terutama bank. Tingginya kebutuhan perusahaa-perusahaan dalam rangka mendapatkan modal segar untuk membiayai kegiatan usahanya mengakibatkan lahirnya persaingan usaha antar bank semakin tajam. Hal ini mendorong munculnya berbagai jenis produk, terutama penawaran kredit terhadap perusahaan-perusahaan non jasa keuangan semakin banyak dan dipermudah. 1 Namun sebelum bank memberikan kredit, bank harus menilai dengan seksama watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor. Faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam menentukan pemberian kredit, disamping ketentuan tersebut, di dalam bank berlaku 1 Chaerudin Syah Nasution, Manajemen Kredit Syariah Bank Muamalat. Diakses dari : 1
12 2 asas commaneteringverbod yaitu adanya plarangan bagi bank untuk tidak menanggung resiko debitor. 2 Setiap kegiatan usaha yang memerlukan fasilitas kredit, disyaratkan harus ada jaminan dalam pelaksanaannya. Kredit akan diberikan kepada nasabah apabila terdapat jaminan kredit terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena pemberian kredit mengandung resiko sehingga dalam pelaksanannya harus berdasarkan pemberian kredit yang sehat. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka kemudian lahirlah sejumlah peraturan yang mengatur tentang jaminan dalam kredit, yang kemudian disebut dengan Hukum Jaminan yang merupakan salah satu bagian dari hukum ekonomi (the economic law). 3 Hukum jaminan mempunyai fungsi sebagai penunjang kegiatan perekonomian dan kegiatan pembangunan pada umumnya. 4 Bagi pihak debitor, bentuk jaminan yang baik adalah jaminan yang tidak akan mengganggu kegiatan usahanya. Sedangkan bagi kreditor, jaminan yang baik adalah jaminan yang dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum, bahwa kredit yang 2 Sri Soedewi M Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fidusaia di Dalam Praktek dan Pelaksanannya di Indonesia, (Jogjakarta : FH UGM, 1980), h Sri Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan (Yogyakarta : Liberti, 1980), h R. Subekti & R. Tjiptosoedibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet XXV, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1992), h. 269.
13 3 diberikan dapat diperoleh kembali tepat pada waktunya sesuai dengan yang diperjanjikan. Salah satu bentuk jaminan yang sudah lama diakui adalah fidusia, yang telah dilembagakan dan diatur secara lengkap dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Fidusia merupakan salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi debitor (Pemberi Fidusia). Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin pihak kreditor (Penerima Fidusia). Pemberi Fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia. Dalam undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, diatur tentang pendaftaran jaminan fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lain. Fidusia dianggap sebagai jaminan yang lebih cocok bagi bank ataupun nasabahnya untuk barang bergerak, hal ini dikarenakan kreditor tidak perlu repot-repot merawat dan menyediakan tempat menyimpan barang jaminan. Dalam sistem jaminan fidusia, barang tidak diserahkan kepada kreditor, tetapi masih berada dalam kekuasaan debitor, namun sebelum utang
14 4 dibayar lunas oleh debitor, hak milik barang berpindah untuk sementara waktu kepada kreditor. 5 Fidusia merupakan suatu jenis jaminan yang timbul dari suatu perjanjian, dalam hal ini adalah perjanjian utang-piutang yang dilakukan antara kreditor dengan debitor. Setelah ada perjanjian utang-piutang antara kreditor dengan debitor maka selanjutnya harus dibuat perjanjian fidusia yang dibuat dalam bentuk tertulis dan dituangkan dalam akta notaris, hal ini dilakukan untuk melindungi dan memudahkan kreditor dalam pembuktian bahwa telah ada suatu penyerahan hak kepemilikan terhadap kreditor. Perjanjian ini kemudian sering disebut dengan akta jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi : Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Perjanjian fidusia bersifat accesoir (ikutan) karena perjanjian fidusia merupakan pelengkap dari perjanjian utang-piutang (perjanjian kredit). 6 Suatu perjanjian akan terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang 5 Gatot Suparmono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan, (Jakarta: Jambatan, 1995), h Meriam Darus Badrul zaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 89.
15 5 dirugikan. Namun adakalanya salah satu pihak melakukan wanprestasi (cederajanji) sehingga sebuah perjanjian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Wanprestasi itu sendiri adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaiannya, debitor tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa (force majeure). 7 Dalam kenyatannya, sering kali debitor cederajanji terhadap perjanjian kredit yang telah disepakatinya sehingga hal ini menimbulkan suatu permasalahan yang butuh penyelesaian secara tepat. Selain itu, dengan adanya cederajanji yang dilakukan oleh debitor tentunya menimbulkan kerugian yang dialami oleh kreditor. Untuk melindungi hak hukum kreditor jika seorang debitor wanprestasi dalam pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang N0. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan : Ayat 2 : Sertipikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat 3 : Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. 7 Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), h. 21.
16 6 Selanjutnya dalam Penjelasan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut Dari penjelasan di atas maka kita dapat memahami bahwa Sertipikat Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial tanpa melalui proses peradilan. Namun dalam prakteknya sering terjadi adanya keberatan dari pihak debitor maupun pihak ketiga yang merasa dirugikan dengan adanya sita jaminan yang dilakukan terhadap asset yang menjadi objek jaminan fidusia. Sehingga jika adanya keberatan terhadap eksekusi maka menurut penulis, hal ini memungkinkan adanya proses peradilan dalam melakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memberi judul skripsi ini dengan judul : ANALISA HUKUM TERHADAP KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIPIKAT JAMINAN FIDUSIA (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia) B. Identifikasi Masalah Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Sertipikat Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial tanpa melalui proses peradilan. Namun dalam prakteknya sering terjadi adanya keberatan dari pihak debitor maupun pihak ketiga
17 7 yang merasa dirugikan dengan adanya eksekusi yang dilakukan terhadap asset yang menjadi objek jaminan fidusia. Sehingga jika adanya keberatan terhadap eksekusi benda objek jaminan fidusia maka menurut penulis, hal ini memungkinkan adanya proses peradilan dalam eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Jika ada salah satu pihak yang keberatan terhadap eksekusi, maka secara otomatis akan melahirkan sengketa (dispute) sehingga proses peradilan sangat mungkin terjadi. Namun kemungkinan adanya proses peradilan terhadap eksekusi benda objek jaminan fidusia ini memerlukan dasar hukum dan alasan-alasan yang jelas. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah ini. C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Agar skripsi ini terfokus dan pembahasannya tidak melebar, penulis membatasi dan merumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut: 1. Pembatasan Masalah Fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah kekuatan eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia menurut pasal 15 ayat (2) dan (3) UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa Sertipikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan Eksekutorial layaknya putusan pengadilan. Selain itu penerima fidusia
18 8 boleh menyita asset yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa melalui proses peradilan jika debitor cederajanji. Namun menurut penulis hal tersebut tidak berlaku mutlak karena dalam situasi tertentu memungkinkan adanya proses peradilan seperti keberatan dari pihat debitor (pemberi fidusia) maupun pihak ketiga yang merasa dirugikan akibat eksekusi asset objek jaminan fidusia. 2. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis hendak membahas persoalan terkait kekuatan eksekutorial sertipikat jaminan fidusia yang menurut pasal 15 ayat (2) dan (3) UU No. 42 Tentang Jaminan Fidusia tidak perlu lagi melalui proses peradilan dalam melakukan sita jaminan. Dari persoalan di atas penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana kekuatan eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia menurut UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? b. Apakah kekuatan eksekutorial yang melekat pada sertipikat jaminan fidusia berlaku mutlak?
19 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengetahui sejauh mana kekuatan eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia menurut UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. b. Tujuan Khusus Mengetahui kekuatan eksekutorial yang melekat pada Sertipikat Jaminan Fidusia sebagaimana diatur dalam pasal 15 ayat (2) dan (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Manfaat Penelitian a. Sebagai sumbangan untuk khazanah keilmuan dalam bidang hukum fidusia; b. Sebagai tambahan referensi untuk peneliti yang akan datang dalam bidang hukum fidusia. E. Review Kajian Terdahulu Kajian hukum fidusia ini pernah dikaji dalam skripsi yang ditulis oleh Ichwan Kurnia mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Skripsi ini diberi judul Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan Hukum Islam. Skripsi ini menjelaskan
20 10 perjanjian kredit dengan jaminan secara fidusia menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan hukum Islam. Walaupun skripsi ini bersifat komparasi hukum fidusia menurut hukum positif dan hukum Islam, tetapi skripsi ini sudah cukup baik dalam memaparkan dasar-dasar hukum fidusia secara umum. Sedangkan skripsi yang akan disusun oleh penulis tidak bersifat komparatif karena dalam skripsi ini penulis hanya akan membahas fidusia dalam perspektif hukum positif saja, selain itu topik pembahasan dalam skripsi ini lebih khusus mengenai pasal 15 ayat (2) dan (3) UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif. Karena dalam penelitian normatif menelaah asas-asas hukum, meneliti sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, dan perbandingan hukum. 2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen. Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan dalam data sekunder. Namun, dalam penelitian hukum, data sekunder ini mencakup bahan hukum primer (konstitusi, peraturan perundang-undangan, dll).
21 11 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berwujud dokumentasi naskah, baik itu buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan bahasan-bahasan yang berkaitan dengan hukum fidusia. Berikut adalah sumber-sumber data yang akan dikumpulkan dan menjadi rujukan dalam penelitian ini: a. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh penulis langsung dari sumber utamanya, data primer yang dimaksud dalam skripsi ini antara lain sebagai berikut: 1) Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia 2) Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia 3) Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang berasal dari hasil penelitian orang lain yang penulis gunakan untuk tujuan berbeda. Data ini bersumber dari buku-buku, contohcontoh sertipikat jaminan fidusia yang sering digunakan dll. 3. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan disini adalah analisis isi (content analysis), Analisis Isi (Content Analysis) secara sederhana diartikan sebagai metode untuk
22 12 mengumpulkan dan menganalisis muatan dari sebuah teks. Teks dapat berupa katakata, makna gambar, simbol, gagasan, tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan. Analisis Isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung dalam sebuah teks agar memperoleh pemahaman terhadap pesan yang direpresentasikan. 8 Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan teks tersebut tidak lain adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan fidusia yang masih berlaku di Indonesia. 4. Teknik Penulisan Skripsi Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun G. Sistematika Pembahasan Skripsi ini akan disusun menggunakan pembahasan secara sistematis yang akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut : 8 Agus s. Ekomadyo, Prospek Penerapan Metode Analisis Isi (Content Analysis) Dalam Penelitian Media Arsitektur. Dimuat dalam Jurnal Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni, No.2 Vol.10. Agustus 2006, h
23 13 Bab pertama berisi pendahuluan. Yang terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metodologi Penelitian dan Sitematika Penulisan Skripsi Ini. Bab kedua, Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan. Terdiri dari : Hak Tanggungan, Hipotik, Gadai, Fidusia. Bab ketiga, Tinjauan Yuridis Tentang Penyitaan. Terdiri dari : Judicial Execution, non Judicial Execution. Bab keempat, Analisis Hukum Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia. Terdiri dari : Sertipikat Jaminan Fidusia Menurut UU Jaminan Fidusia, Eksekusi Jaminan Fidusia, Kemungkinan Adanya Proses Peradilan Dalam Eksekusi dan Dasar Hukum Adanya Proses Peradilan. Bab kelima, Penutup. Terdiri dari : Kesimpulan dan Saran.
24 BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG HUKUM JAMINAN Hukum Jaminan merupakan suatu peraturan yang mengatur mengenai hubungan timbal balik antara seorang debitor selaku orang yang berhutang dengan seorang kreditor selaku orang yang mempunyai piutang. Hubungan kreditor dengan debitor melahirkan suatu perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban untuk masing-masing pihak. Hak seorang kreditor adalah menerima pembayaran untuk pelunasan utang sebagaimana tertuang dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan hak seorang debitor adalah menerima objek benda yang dijadikan pinjaman. Untuk memberikan rasa aman dan kepastian seorang kreditor agar benda yang dijadikan objek pinjamannya bisa kembali sesuai dengan perjanjian maka seorang debitor memberikan suatu benda yang dijaminkan kepada kreditor, benda jaminan ini bersifat preventif agar jika debitor tidak mampu melunasi utang-utangnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, kreditor bisa melakukan sita eksekusi terhadap benda yang dijadikan objek jaminan. Untuk lebih jelasnya berikut penulis jelaskan beberapa macam Hukum Jaminan yang ada di Indonesia. 14
25 15 A. Hak Tanggungan Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 bahwa Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain (preferen). Hak Tanggungan adalah sebagai hak jaminan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun Adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 diamanatkan dari Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang menyediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah sebagai pengganti hipotek. Berdasarkan pasal 4 pada Undang-Undang Hak Tanggungan, objek hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. B. Hipotek Hipotek menurut Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak,
26 16 untuk mengambil penggantian bagi pelunasan suatu perikatan. Ada dua pihak yang berkaitan dalam perjanjian pembebanan hipotek, yaitu pemberi hipotek (hypotheekgever) dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan (hipotek) atas bendanya yang tidak bergerak. Penerima hipotek disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer. Hypotheekhouder atau Hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek biasanya adalah lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 1 Benda yang bisa dijadikan objek hipotek diatur dalam pasal 1164 KUH Perdata, yaitu : barang-barang tak bergerak yang dapat diperdagangkan beserta semua yang termasuk bagiannya, sejauh hal yang tersebut terakhir ini dianggap sebagai barang tak bergerak; hak pakai barang-barang itu dengan segala sesuatu yang termasuk bagiannya; hak numpang karang dan hak usaha; bunga tanah yang terutang baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil tanah; hak sepersepuluh; bazar atau pekan raya yang diakui oleh pemerintah beserta hak istimewanya yang melekat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah tidak berlaku lagi, tetapi yang digunakan dalam pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek Salim, PerkembanganHukumJaminandi Indonesia, (Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2007), h.
27 17 sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Ukuran minimal kapal lautnya 20 m3 (dua puluh meter kubik), sedangkan di bawah itu berlaku ketentuan yang termasuk benda-benda bergerak dengan jaminan fidusia. 2 Di dalam Pasal 1209 KUH Perdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu : Hapusnya perikatan pokoknya, pelepasan hipotek oleh kreditor dan Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan. C. Gadai Berdasarkan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijk wetboek) gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biayabiaya mana harus didahulukan. Objek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) yang merupakan hak untuk 2 Ibid, h. 200.
28 18 mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga, hal ini diatur dalam pasal 1152 dan 1153 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek). D. Fidusia Istilah jaminan fidusia terdiri dari 2 kata, yaitu kata jaminan dan kata fidusia. Kata jaminan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti tanggungan atas pinjaman yang diterima. 3 Sedangkan dalam Kamus Manajemen disebutkan bahwa kata fidusia (fiduciare) mempunyai arti suatu hak tanggungan atas barang bergerak, di mana barang jaminan dikuasai oleh debitor tetapi kepemilikannya diserahkan kepada kreditor. 4 Dalam kamus English-Indonesia, fidusia berasal dari kata fiduciary yang mempunyai tiga arti, yaitu : yang berkenaan dengan wali atau orang kepercayaan dalam hubungan perwalian, dikuasai atau dipegang oleh wali dan tergantung pada kesepakatan bersama. Dalam istilah hukum agraria, fidusia berarti hak jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda berdsarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditor. 5 Dalam hukum perdata, arti fidusia secara bahasa adalah kepercayaan sedangkan arti menurut istilah adalah barang yang oleh debitor dipercayakan kepada kreditor sebagai jaminan utang. 6 Kata fidusia menurut 3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cet II, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h BN. Marbun, Kamus Manajemen, Cet I, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2003), h CST Kansil dan Christian ST Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet I, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000), h Ibid, h. 159.
29 19 kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pendelegasian wewenang pengolahan uang dari pemilik kepada pihak yang didelegasi. Dari berbagai macam definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa jaminan fidusia merupakan suatu bentuk jaminan terhadap perjanjian utang-piutang dimana barang yang menjadi objek jaminan tetap di bawah kekuasaan debitor, sedangkan kepemilikan sementara dialihkan kepada kreditor selama utang belum dapat dilunasi. Apabila debitor cederajanji, maka kreditor sebagai penerima fidusia tidak dapat memiliki benda yang menjadi objek jaminan tersebut, melainkan benda tersebut harus terlebih dahulu dijual/lelang untuk kemudian mengambil hak pelunasan piutangnya sesuai dengan hak preferen yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditor. 7 Dengan demikian dapat disimpulkan dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah pemberi fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat sedangkan penerima fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis. 8 Dari berbagai pengertian di atas mengenai jaminan fidusia, maka jaminan fidusia memiliki unsurunsur berikut : a. Adanya hak jaminan; b. Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud maupun benda tidak bergerah yang tidak dibebani hak tanggungan; 7 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (bandung: Alimni, 2004), h Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, h. 22.
30 20 c. Benda yang menjadi objek jaminan tetap berada di bawah kekuasaan pemberi fidusia (debitor); d. Memberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditor lain (hak preferen). Dari uraian di atas mengenai jaminan fidusia dan fidusia, jelas sekali bahwa fidusia dibedakan dari jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia Latar Belakang Jaminan Fidusia Fidusia merupakan lembaga jaminan yang sudah lama dikenal dalam masyarakat Romawi yang berakar dari hukum kebiasaan, kemudian lahir dalam yurisprudensi dan sekarang ini diformalkan dalam Undang-Undang. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law. 10 Menurut hukum Romawi dikenal 2 bentuk fidusia yaitu, fidusia Cum creditore dan fidusia cum amico. Kedua bentuk fidusia tersebut timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciary kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iurre cession. Dari kata cum creditore dapat diduga bahwa penyerahan bukan dimaksudkan 2003), h Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 10 Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, h. 35.
31 21 untuk sungguh-sungguh peralihan pemilikan, tetapi hanya sebagai jaminan saja. Dalam fidusia cum creditore isi janji yang dibuat oleh debitor dan kreditornya adalah bahwa debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditornya sebagai jaminan untuk utangnya dengan kesepakatan bahwa bilamana utangnya terbayar, benda terebut akan dikembalikan kepada debitor. 11 Selain bentuk fidusia cum creditore dikenal juga bentuk fidusia cum amico, yang terjadi bilamana seseorang menyerahkan kewenangannya kepada pihak lain atau menyerahkan suatu barang kepada pihak lain untuk diurus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fidusia cum amico merupakan hubungan yang tidak ditujukan untuk jaminan utang melainkan untuk urusan pengurusan harta. 12 Ketika hukum Romawi diresepsi oleh hukum Belanda, lembaga fidusia tidak turut diambil alih, oleh karena itu tidak mengherankan bahwa fidusia sebagai lembaga jaminan tidak terdapat dalam Burgelijk Wetboek (BW). Dengan berkembangnya gadai dan hipotek, lembaga fidusia yang berasal dari Romawi ini tidak populer dan tidak digemari dan kemudian hilang dari lalu lintas perkreditan. 13 Namun demikian setelah sekian lama praktek jaminan fidusia tidak lagi digunakan, pada abad ke-19 di Eropa terjadi kelesuan ekonomi akibat kemerosotan hasil panen, sehingga semua perusahaan-perusahaan pertanian membutuhkan modal, sementara lembaga hipotek tidak dapat diandalkan sebab para petani mempunyai luas 11 Ibid, h Ibid, h Ibid, h. 47.
32 22 tanah yang sangat terbatas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Disisi lain agar petani dapat mengambil kreditnya pihak perbankan juga meminta jaminan lain dalam bentuk gadai, akan tetapi para petani tidak dapat menyerahkan barang-barangnya karena dibutuhkan untuk proses produksi pertanian, di sisi lain pihak bank juga tidak membutuhkan barang-barang tersebut untuk diserahkan kepada pihak bank sebagai jaminan hutang. 14 Konsekuensi dari statisnya sektor hukum perkreditan dan lembaga jaminan tersebut melahirkan upaya-upaya untuk mencari jalan keluar dan terobosan secara yuridis, maka di Belanda mulailah dihidupkan kembali kosntruksi hukum pengalihan hak kepemilikan secara kepercayaan atas barang-barang bergerak sebagaimana telah dipraktekan oleh masyarakat Romawi yang dikenal dengan fiducia cum creditore. Pengakuan terhadap eksistensi jaminan fidusia bermula dari adanya yurisprudensi melalui putusan pertamanya tentang fidusia dalam perkara yang dikenal dengan nama Bier Brouwrij Arrest tanggal 25 Januari 1929 yang menyatakan bahwa jaminan fidusia tidak dimaksudkan untuk menyelundupkan/menggagalkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang dengan secara tidak pantas. Sistem hukum Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan hukum Belanda karena adanya pertautan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordasi (concordantie beginsel) Munir Fuady, Jaminan Fidusia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000), h C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1982) hal 198.
33 23 Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia juga diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerrecht (HGH) tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus sebagai berikut : Pedro Clignent meminjam uang dari Bataafsche Petroeum Maatschapji (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil berdasarkan kepercayaan. Clignent tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignent lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil BPM. Ketika Clignent benar-benar tidak melunasi utang-utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignent,namun ditolaknya dengan alasan perjanjian yang dibuat tidak sah. Menurut Clignent perjanjian yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut menjadi tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) BW. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignent bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoggeraad dalam Bier Brouwrij Arrest, Clignent diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM. 16 Dalam perjalanannya fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya sebagai pemegang jaminan saja. Tidak hanya sampai di sana, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitor, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek jaminan fidusia. Mengenai objek jaminan fidusia ini, Hoogeraad Belanda maupun Mahkamah h Yasmine Nurul Fitriasti, Analisi Yuridis Hukum Jaminan Fidusia, ( FH UI: Skripsi, 2010),
34 24 Agung Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang bergerak saja. Namun pada praktek kemudian orang juga melakukan fidusia terhadap barang tidak bergerak, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UU No 5 Tahun 1960) perbedaan antara bergerak dengan tidak bergerak menjadi kabur karena undang-undang tersebut menggunakan pembedaan berdasarkan tanah dan bukan tanah. Dengan lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia maka objek jaminan fidusia meliputi benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan dan hak-hak atas tanah yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Objek dan Subjek Jaminan Fidusia Objek yang menjadi jaminan fidusia biasanya adalah barang bergerak. Namun dalam perkembangannya barang tidak bergerak juga dapat diikat dengan fidusia. Pendapat MA pada mulanya membatasi fidusia hanya terbatas pada barang-barang bergerak saja, hal ini tampak pada putusan No. 372K/Sip/1970. Namun kemudian dalam UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun mengakui fidusia terhadap tanah hak pakai atas tanah negara (pasal 12 ayat (1) huruf a) Ibid, h Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1997), h. 93.
35 25 Selain diakui keberadaannya oleh undang-undang, ternyata objek fidusia telah diperluas bukan hanya barang-barang bergerak, tetapi undang-undang menetapkan objeknya dapat pula barang-barang tidak bergerak yaitu tanah hak pakai atas negara beserta bangunan di atasnya. Selanjutnya objek fidusia terus mengalami perkembangan dalam praktek sampai kepada tanah yang belum didaftarkan/belum bersertipikat. Dalam praktek juga dapat ditemui dimana bank-bank menerima tanah yang belum bersertipikat sebagai jaminan fidusia terutama untuk kredit yang jumlahnya kecil. 19 Dengan berlakunya undang-undang Jaminan Fidusia, maka objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas: berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undangundang Jaminan Fidusia, Objek jaminan Fidusia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 1. Benda bergerak; baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud; Semua benda bergerak yang dapat dijadikan jaminan. Kenderaan bermotor, barangbarang persediaan, hasil tanaman dan lainnya. Sedangkan barang bergerak tidak berwujud contohnya adalah piutang/tagihan, hak merek, paten dll. 2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Bangunan yang tidak dibebani tanggungan disini maksudnya adalah bangunan yang berdiri di atas tanah yang bukan tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai atas tanah negara. Sebagai contohnya yaitu 19 Ibid, h. 93.
36 26 bangunan seperti gedung yang berdiri di atas tanah milik orang lain, dimana gedung tersebut dijaminkan, akan tetapi tanahnya tidak, karena gadai, hipotek dan hak tanggungan tidak bisa menampung kebutuhan jaminan untuk itu, maka fidusia bisa menjadi jalan keluarnya. Dalam pasal 1 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan, bahwa objek fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan dan hak hipotek. Sedangkan yang dimaksud dengan subjek fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia bisa perorangan atau bedan hukum/korporasi yang menjadi pemilik benda yang dijadikan objek jaminan fidusia. Begitupun dengan penerima fidusia bisa orang perorangan atau badan hukum/korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia Asas-asas Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan 20 H. Salim, HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), h. 64.
37 27 tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, pembentuk Undang-Undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan fidusia dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang- Undang Jaminan Fidusia tersebut. 21 Adapun asas pokok dalam Jaminan Fidusia, yaitu: 1. Asas Spesialitas atas Fixed Loan Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Objek jaminan fidusia merupakan agunan atau jaminan atas pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Oleh karena itu, objek jaminan fidusia harus jelas dan tertentu pada satu segi, dan pada segi lain harus pasti jumlah utang debitor atau paling tidak dipastikan atau diperhitungkan jumlahnya. 2. Asas asscesoir Menurut Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan dari perjanjian pokok (principal agreement). Perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang. Dengan demikian keabsahan perjanjian jaminan fidusia 21 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, h. 19.
38 28 tergantung pada perjanjian pokok, dan penghapusan benda objek jaminan fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok. 3. Asas Droit de Suite Menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia dinyatakan Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun berada, kecuali keberadaannya pada tangan pihak ketiga berdasarkan pengalihan hak atas piutang atau cessie berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata. Dengan demikian, hak atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak atau in rem bukan hak in personam. 4. Asas Preferen (Droit de Preference) Pengertian Asas Preferen atau hak didahulukan ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu memberi hak didahulukan atau diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain untuk mengambil pemenuhan pembayaran pelunasan utang atas penjualan benda objek fidusia. Kualitas hak didahulukan penerima fidusia tidak hapus meskipun debitor pailit atau dilikuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia Ibid, h
39 29 4. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia Pengalihan Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menetapkan bahwa pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan Jaminan Fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditor baru. Peralihan itu didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. 23 Dalam ilmu hukum, Pengalihan hak atas piutang seperti yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut dikenal dengan istilah cessie yaitu pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie terhadap perjanjian dasar yang menerbitkan utangpiutang tersebut, maka Jaminan Fidusia sebagai perjanjian assesoir demi hukum juga beralih kepada penerima hak cessie dalam pengalihan perjanjian dasar. Ini berarti pula segala hak dan kewajiban kreditor (sebagai penerima fidusia) lama beralih kepada kreditor (sebagai penerima fidusia) baru. 24 Sedangkan hapusnya jaminan fidusia diatur dalam pasal 25 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Basarkan pasal tersebut maka jaminan fidusia hapus dengan sendirinya apabila : 1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia; 2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau 3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 23 Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, h Ibid, h. 148.
40 30 Hapusnya jaminan fidusia karena lunasnya hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia adalah konsekuensi logis dari karakter perjanjian assessoir. Jadi jika perjanjian hutang piutangnya tersebut hapus karena sebab apapun maka jaminan fidusia tersebut menjadi hapus pula. Sementara itu hapusnya jaminan fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima jaminan fidusia adalah wajar karena sebagai pihak yang mempunyai hak ia bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya tersebut. Hapusnya jaminan fidusia karena musnahnya barang jaminan fidusia tersebut dapat dibenarkan karena tidak ada manfaat lagi fidusia itu dipertahankan, jika barang objek jaminan fidusia tersebut sudah tidak ada, akan tetapi jika ada asuransi maka hal tersebut menjadi hak dari penerima fidusia dan pemberi fidusia tersebut harus membuktikan bahwa musnahnya barang yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut adalah diluar dari kesalahannya. Jika membaca UU Hak Tanggungan dan UU Jaminan Fidusia, maka Hak Tanggungan dan Fidusia mempunyai banyak sekali kemiripan, namun yang paling membedakan dari keduanya adalah objek bendanya, hak tanggungan lebih khusus pada tanah dan benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, sedangkan fidusia lebih umum termasuk benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan benda tidak berwujud. Untuk dapat mengetahui perbedaan dan persamaan dari masing-masing bentuk jaminan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
41 31 Bentuk Jaminan Objek Jaminan Keterangan Hak Tanggungan Tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain (preferen). Hipotek Gadai Fidusia barang-barang tak bergerak yang dapat diperdagangkan beserta semua yang termasuk bagiannya, sejauh hal yang tersebut terakhir ini dianggap sebagai barang tak bergerak; hak pakai barangbarang itu dengan segala sesuatu yang termasuk bagiannya; hak numpang karang dan hak usaha; bunga tanah yang terutang baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil tanah; hak sepersepuluh; bazar atau pecan raya yang diakui oleh pemerintah beserta hak istimewanya yang melekat Benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud Benda bergerak; baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya. pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa bendayang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
42 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENYITAAN Dalam hukum jaminan tindakan penyitaan merupakan suatu hal yang sangat umum dilakukan. Tindakan penyitaan biasanya dilakukan ketika seorang debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran hutang sebagaimana telah disepakati dalam perjanjiannya dengan kreditor, mengenai perjanjian diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) pasal 1338 menyatakan : semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam jaminan fidusia, tindakan penyitaan merupakan suatu hal yang biasa dilakukan karena seorang pemberi fidusia tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran hutang. Proses penyitaan dalam hukum jaminan fidusia diatur dalam pasal 29 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. A. Tujuan Penyitaan Penyitaan berasal dari terminologi Beslag (Belanda), namun istilah bakunya ialah kata sita atau penyitaan. Sita merupakan tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Sering sita itu dilakukan pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan. 32
Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh suatu pihak
Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA 2.1.Sejarah Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fiduciair yang berarti secara kepercayaan, ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara timbal balik
Lebih terperinciBAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA
BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk
Lebih terperinciEKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciBAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti
BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.
1 1 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1.1 Sejarah Jaminan Fidusia a. Zaman Romawi Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. Bagi masyarakat pada saat itu, fidusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciPERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan
Lebih terperinciBAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013
27 BAB II PROSEDUR HUKUM PENDAFTARAN AKTA FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERMENKUMHAM NOMOR 9 TAHUN 2013 A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Fidusia 1. Sejarah
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*
Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan
BAB III TINJAUAN UMUM A. Kajian Umum Hukum Perbankan Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Kesinambungan pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian
Lebih terperinciBAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH
UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang Keluarnya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana
Lebih terperinciEKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK
EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK Oleh : Masyhuri Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang Email : ABSTRAK Jaminan fidusia merupakan bentuk jaminan yang sangat disukai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam mendukung kegiatan ekonomi yang berkesinambungan. Masyarakat sangat memerlukan bantuan dana karena
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah perekonomian yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan usahanya,
Lebih terperinciASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak
ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas
Lebih terperinciPembebanan Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan
1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia adalah suatu lembaga jaminan yang bersifat perorangan, yang kini banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT
TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT Responsibility of debtor to elimination of fidusia warrant goods in credit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.
Lebih terperinci3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339
KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul
Lebih terperinciHAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA
HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang
1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan
Lebih terperinciPENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA
PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA Oleh: Ni Putu Ni Putu Nugrahaeni Gde Made Swardhana Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study entitled "Setting Transfer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dalam menjalankan bisnisnya harus berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN
TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada
Lebih terperincipada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)
Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang
BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI
25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992
PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan
1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini bangsa Indonesia masih berada di dalam krisis multidimensi dimana krisis tersebut bermula dari krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis itu bermula dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciKEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lebih terperinciBAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam
BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari berbagai macam kebutuhan hidup dan itu mendorong manusia itu sendiri untuk melakukan kegiatan atau usaha untuk
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2
HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT Oleh I Dewa Gede Indra Eka Putra Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat
Lebih terperinci