BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Peningkatan beban gempa rencana yang disebabkan karena perubahan peta gempa nasional dan juga perubahan peraturan perencanaan bangunan tahan gempa, merupakan salah satu langkah dalam upaya menanggulangi dampak yang timbul akibat gempa yang terjadi. Banyak metode yang bisa digunakan untuk meminimalisir dampak gempa tersebut. Penelitian tentang metode perkuatan terhadap gempa sendiri telah banyak dilakukan oleh peneliti di seluruh dunia. Salah satu inovasi perkuatan yang berkembang ditahun 2015 adalah Breising Kabel CFC (Carbon Fibre Composite). Breising Kabel CFC ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah tahan karat dan ringan, dimana ketahanan dan berat kabel ini didapat dari material penyusun yang terbuat dari karbon. Selain itu Kabel CFC memiliki kuat tarik strand yang mirip dengan strand baja. 2.2 Carbon Fibre Composite Cable (CFCC) CFCC dikembangkan oleh Tokyo Rope, Kabel CFC ini dibentuk dari serat karbon dan resin thermosetting dengan kulit polyester, serta menggunakan teknologi komposit baru untuk menciptakan strand kabel. Karakteristik yang dihasilkan CFCC sama dengan strand serat karbon yang tidak memiliki perilaku plastis. Gambar 2.1 memperlihatkan gambar optik dari CFCC, termasuk terminal fixernya. CFCC mengekploitasi baik sifat mekanis dari serat karbon, dan memperlihatkan kekuatan tarik yang tinggi (kurang lebih sama dengan Strand baja pada beton prategang), ringan (kurang lebih 1/5 massa Strand baja), dan memiliki ketahanan tehadap korosi yang baik (ketahanan terhadap alkali dan asam yang tinggi). 5

2 Gambar 2.1 Gambar optik standar CFCC, (a) 19-strand, diameter 25.5 mm, dan (b) tujuh strand, dengan diameter 12.5 mm, (c) sebuah terminal fixer untuk satu kabel, (d) sebuah terminal fixer untuk beberapa kabel Sumber: Tokyo Rope (2013) Perkuatan CFCC sudah digunakan pada lingkungan teknik sipil, seperti sebagai tendon pada pre-stress jembatan beton, kabel kantilever dan kabel internal beton pre-stress jembatan, sebagai tendon yang mengangkur tanah, dan cable stay untuk perkuatan catwalks pada jembatan. Teknik perkuatan CFCC pada struktur belum banyak diinvestigasi, Lee (2015) merupakan peneliti pertama menggunakan teknik X-breising menggunakan CFCC sebagai perkuatan bangunan beton bertulang (Lee, 2015). Tabel 2.1 Spesifikasi standar CFCC Sumber: Tokyo Rope (2013) 6

3 2.3 Elemen Kabel pada SAP 2000 Perilaku Elemen kabel pada SAP2000 bergantung pada berat sendirinya, temperatur, dan tegangan awal pada kabel. Perilaku ini dianalisis dengan case type nonlinear dan dapat mengaktifkan parameter geometrik P-delta plus large displacements. Kondisi kendur dan kencangnya kabel diperhitungkan secara otomatis pada SAP2000 dengan menggunakan fasilitas edit cable geometry. Ketika kabel tidak diberikan tegangan, kabel akan menjadi kendur dan tidak stabil, hal ini dapat terjadi ketika Load Cases dirun pada kondisi linear atau besarnya tegangan awal pada kabel tidak diberikan. Sebagai solusinya, semua Linier Load Cases seharusnya dirubah menjadi nonlinear yang mana seluruh kabel akan menerima beban sendiri dan tegangan tarik yang sudah ditentukan pada edit cable geometry dan target load. Untuk kasus dimana kabel menjadi kendur karena tidak adanya tegangan tarik dan berat sendiri kabel, program SAP2000 akan mengasumsikan tegangan awal yang sangat kecil, tetapi lebih disarankan untuk memberikan beban sendiri (berat kabel) dan tegangan awal seperti yang direncanakan. Elemen kabel digambarkan dengan hubungan curva pada dua joint, joint I dan J. Kedua joint harus tidak berada pada lokasi yang sama. Kedua ujung elemen dilambangkan I sebagai titik dekat dan J sebagai titik jauh (CSI, 2015) Edit Cable Geometry Tujuan adanya edit cable geometry adalah untuk mengetahui panjang kabel yang dibutuhkan dan juga besarnya tegangan pada kabel yang diperlukan untuk mencapai panjang kabel yang diinginkan, baik berada pada kondisi kencang (undeformed) ataupun mengalami lendutan (deformed). Normalnya, panjang kabel yang kencang (undeformed) diasumsikan sama dengan panjang diantara dua titik posisi awal dan akhir pada joinnya. Berikut adalah hal-hal yang berpengaruh terhadap deformasi kabel : 1. Beban sendiri dari kabel (selalu diperhitungkan dalam kalkulasi bentuk). 2. Beban tambahan (target load) pada kabel saat proses pengencangan. Salah satu pilihan ini bisa diikuti untuk mengkalkulasi panjang kabel undeformed atau deformed : 7

4 1. Menentukan panjang kabel undeform, atau menentukan relative Length terhadap panjang kedua titik posisi awal dan akhir pada joinnya 2. Menentukan the maximum vertical-sag, terukur dari garis chord sampai posisi kabel 3. Menentukan the maximum low-point sag, terukur dari joint dengan elevasi Z terendah sampai poin terendah pada kabel. 4. Menentukan tarik pada salah satu ujung kabel Gambar 2.2 Elemen kabel, Sumbu Lokal, and parameter bentuk Sumber: CSI Analysis Reference Manual, Target Force Target force merupakan beban khusus yang memberikan tarik awal pada kabel dengan tujuan untuk mengatur deformasi kabel saat target force telah tercapai. Selain memberikan besarnya gaya aksial kabel pada target force, hal lain yang harus diperhatikan adalah lokasi dimana tarik itu diberikan, apakah pada ujung jauh (J-end) ataupun pada ujung dekat (I-end). Target force hanya dapat digunakan saat analisis nonlinier static saja, dan jika ini digunakan pada load case type yang lain, target force tidak akan diaktifkan pada model (CSI, 2015). 8

5 2.3.3 Nonlinear Analysis Nonlinier analisis dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang lebih relaistis pada elemen kabel. Linear analysis bisa digunakan, tetapi kita seharusnya selalu menggunakan kekakuan yang dihasilkan setelah nonlinear load case pada kabel yang telah dibebani dengan tarik dan memperhitungkan deformasi akibat berat sendirinya ataupun beban lainnya. Pada kasus dimana tidak adanya beban tarik pada kabel (kendur), program akan mengasumikan gaya tarik yang kecil. Bagaimanapun, menggunakan beban target load dengan analisis nonlinear akan memberikan hasil yang lebih realistis dan sesuai dengan harapan (CSI, 2015). 2.4 Penelitian Terkait Lee (2015) melakukan penelitian laboratorium mengenai perkuatan seismik rangka beton bertulang menggunakan sistem breising kabel CFCC (Carbon Fibre Comopite Cable). Dalam penelitiannya, Lee membuat 3 spesimen yang diuji, diantaranya adalah rangka beton bertulang tanpa perkuatan dan rangka beton bertulang dengan perkuatan breising kabel joint flat plate dan protrusion. Gambar 2.3 Perkuatan struktur dengan menggunakan breising kabel CFCC (a) Flate-plate, dan (b) Protrusion Configuration Sumber: Lee (2015) 9

6 Detail tulangan spesimen rangka beton bertulang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Dimana dimensi balok dan kolom yang digunakan memiliki ukuran 30 x 30 cm dan 21 x 30 cm, dengan mutu beton 24 MPa seperti yang ditampilkan pada tabel 2.2, dimensi tulangan longitudinal kolom yang digunakan adalah D13 dan sengkang D6, serta tegangan leleh baja (fy) yang digunakan adalah 400 MPa. Kabel CFC yang digunakan seperti pada Gambar 2.5 memiliki diameter 15.2 mm dengan kuat tarik 270 kn dan berat per meternya 221 g/m. Pada spesimen Lee terdapat dinding bata dengan tinggi 480 mm, tebal 57 mm dan mutu bata 8 MPa. Gambar 2.4 Detail Tulangan Spesimen Sumber: Lee (2015) Tabel 2.2 Material propertis beton Sumber : Lee (2015) 10

7 Gambar 2.5 Detail kabel CFCC Sumber : Lee (2015) Prosedur Pengujian Tujuan utama dari tes ini adalah untuk melihat ketahanan gempa pada breising kabel CFCC pada kapasitas beban yang mampu untuk ditahan, deformasi yang terjadi, dan histeresis akibat beban lateral. Gambar 2.6 memperlihatkan Set-up tes pembebanan siklik pada spesimen. Beban diaktifkan oleh dua jenis actuator dengan kapasitas 300 kn dan 500 kn. Kedua kolom diberikan beban konstan vertikal sebesar 219 kn selama beban siklik menggunakan actuator dengan kapasitas 300 kn, sedangkan beban siklik lateral dikerjakan oleh actuator berkapasitas 500 kn. Gambar 2.6 Konfigurasi eksperimental untuk beban siklik Sumber: Lee (2015) 11

8 Tabel 2.3 Beban siklik yang digunakan pada tes ekperimental Sumber: Lee (2015) Spesimen yang tidak diperkuat Spesimen rangka beton bertulang yang tidak diperkuat diberikan kode RCFR pada penelitian Lee (2015), Gambar 2.7 memperlihatkan spesimen rangka beton bertulang tanpa breising pada kondisi akhir dari beban siklik, dan Gambar 2.8 menampilkan kurva load-drift untuk spesimen tanpa perkuatan. Pengamatan retak pertama terjadi pada beban positif 37 kn, dan retak kecil akibat beban lentur terjadi pada bagian bawah permukaan kolom setelah tiga siklik pada step pembebanan ke-4 (R = 0.15%). Retak tidak diamati pada bagian dalam kolom. Retak akibat lentur merambat ke bagian tengah kolom setelah step ke-4. Selanjutnya pembebanan step ke-7 (R = 0.31%), dengan beban positif sebesar 68kN dan negative -65 kn, retak akibat geser terjadi pada permukaan atas kolom, dan sebuah nomer retak geser diagonal muncul, terdapat beberapa retak yang memiliki lebar lebih dari 3 mm. Saat beban mencapai 148 kn, pada step beban empat belas (R = 1.54%) positif, Retak geser semakin besar terlihat semakin melebar. Pengelupasan pada beton terjadi karena gaya geser. Hal ini terjadi akibat kurangnya sengkang. Gambar 2.7 Spesimen rangka beton bertulang tanpa breising (UBF) Sumber: Lee (2015) 12

9 Gambar 2.8 Kurva load-drift untuk spesimen tanpa perkuatan Sumber: Lee (2015) Keruntuhan geser terjadi pada bagian atas kedua kolom pada beban 99 kn, serta dengan lateral drift 44 mm (R= 2.6%). Kapasitas beban maksimum frame yang tidak diperkuat adalah 163 kn, dengan lateral drift 32.9 mm (R= 2.0%). Kapasitas beban positif maksimum sama dengan kapasitas beban negative maksimum yaitu 160 kn, dengan lateral drift 33.6 mm Flate Plate Speciment Spesimen rangka beton bertulang yang diperkuat breising kabel dengan sambungan Flate Plate diberikan kode CFCC-1 pada penelitian Lee (2015). Gambar 2.9 menampilkan photo specimen (CFCC-1) yang sedang diberikan beban siklik, dan Gambar 2.10 memperlihatkan kurva load-drift Spesimen CFCC- 1 menggunakan sistem X-breising kabel CFCC dengan sambungan berupa flat plate pada joint hubungan antara kabel dengan frame. Retak pertama muncul dengan beban positif sebesar 29 kn, dan retak akibat beban lentur yang kecil terjadi pada bagian atas dan bawah permukaan kolom akibat dua siklik pada step beban kedua. Retak akibat lentur bertambah dari segi jumlah dan lebarnya, dan retak geser muncul pada pembebanan step ke-4 (R = 0.15%), dengan beban positif 46kN. Retak geser ini menjalar menuju bagian tengah dari kedua kolom. 13

10 Kapasitas beban maksimum yang ditahan oleh CFCC-1 adalah positif 263 kn, dengan lateral drift 33 mm (R = 1.96%). Kegagalan geser terjadi pada bagian atas dan bawah kedua kolom pada beban negative 228 kn, dengan lateral drift 31.2 mm (R = 1.8%), seperti yang ditampilkan pada Gambar Perlu dicatat bahwa kegagalan pada breising tidak diamati. Oleh karena itu, perkuatan dengan breising X kabel CFCC pada sistem rangka beton bertulang sangat efektif karena mampu meningkatkan kekuatan struktur. Gambar 2.9 Specimen (CFCC-1) yang sedang diberikan beban siklik Sumber: Lee (2015) Gambar 2.10 Kurva load-drift Spesimen CFCC-1 Sumber: Lee (2015) 14

11 2.4.4 Protrusion Speciment (CFCC-2) Spesimen rangka beton bertulang yang diperkuat breising kabel dengan sambungan Protrusion diberikan kode CFCC-2 pada penelitian Lee (2015), Gambar 2.11 memperlihatkan photo CFCC-2 yang sedang dibebani siklik, dan Gambar 2.12 memperlihatkan grafik kurva load-drift. CFCC-2 adalah specimen dengan perkuatan X-breising sistem menggunakan kabel dengan sambungan protrusion pada join hubungan antara kabel dengan frame. Retak pertama terlihat pada beban negative -40 kn dan dengan lateral drift 1.34 mm. Retak akibat lentur terjadi sedikit pada bagian atas dan bawah permukaan kolom setelah tiga cycles dari step pembebanan awal (R = 0.08%). Retak lentur juga terjadi pada step pembebanan kedua dan ketiga, dan retak geser merambat menuju ke tengah kolom pada step beban keempat. Beban kapasitas maksimum dari specimen (CFCC-2) terjadi pada beban negatif -293 kn dengan lateral drift dengan 32.3 mm (R= 1.92%). Kegagalan geser terjadi pada atas dan bawah kedua kolom. Gambar 2.11 Specimen (CFCC-2) yang sedang diberikan beban siklik Sumber: Lee (2015) 15

12 Gambar 2.12 Kurva load-drift Spesimen CFCC-2 Sumber: Lee (2015) Kekuatan dan Deformasi Gambar 2.13 memperlihatkan kurva hubungan load-drift lateral untuk spesimen RCFR, CFCC-1, dan CFCC-2. Tabel 2.4 menampilkan kapasitas kekuatan geser maksimum dan kapasitas deformasi. Tegangan geser maksimum didefinisikan sebagai beban maximum shear strength Vmax pada kondisi RCFR, CFCC-1, dan CFCC-2 dan drift at the maximum point mengindikasikan perpindahan maksimum δmax dari spesimen dengan perkuatan X-breising dan RCFR. 16

13 Gambar 2.13 Hubungan load-drift tiga Spesimen Sumber: Lee (2015) Tabel 2.4 Ringkasan kapasitas deformasi dan kekuatan Sumber: Lee (2015) 2.5 Strat Diagonal Dinding pengisi pada spesimen penelitian Lee dapat dimodel dengan menggunakan strat diagonal, dimana pemodelan dinding pengisi sebagai strat diagonal sudah lama diterapkan dan sudah banyak pula referensi terkait hal tersebut. Dinding pengisi diasumsikan menerima gaya dari struktur rangka di sekelilingnya yang telah menerima gaya lateral sehingga dinding mengalami gaya tekan. Gaya yang diberikan oleh struktur rangka tersebut akan ditahan oleh dinding secara diagonal. Perumpamaan tersebut yang menjadi dasar untuk memodel dinding pengisi sebagai strat. Strat dalam desainnya juga hanya mampu menerima gaya aksial tekan atau tidak menerima gaya tarik. Asumsinya bahwa dinding pengisi tersusun atas material yang tidak homogen sehingga kuat tarik yang dimiliki material ini diabaikan. Perumusan untuk lebar strat pun sudah 17

14 banyak berkembang. Salah satu rumus yang cukup banyak digunakan termasuk dalam peraturan FEMA-356 terkait analisis dinding pengisi. r h kolom a h dinding? θ Gambar 2.14 Model Dinding Pengisi Sebagai Strat Diagonal Sumber : FEMA 356 (2.1) dimana λ1 adalah: (2.2) (2.3) dengan a adalah lebar strat diagonal, rinf adalah panjang strat, Eme adalah modulus elastisitas dinding pengisi, Efe Icol adalah modulus elastisitas dan momen inersia kolom, tinf adalah tebal dinding dan tebal strat, hcol adalah tinggi kolom di antara as balok, hinf adalah tinggi dinding pengisi, dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh strat diagonal. 2.6 Beban Gempa Beban Gempa merupakan salah satu pertimbangan vital pada perencanaa bangunan di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng benua yaitu Indo-Australia di bagian utara, Eurasia di bagian barat, dan Pasifik. Lempeng-lempeng tersebut terus bergerak dan bisa bertabrakan setiap waktu. 18

15 Maka dari itu, perencanaan beban gempa ini perlu diatur sedemikian rupa sebagai salah satu langkah mitigasi terhadap bencana yang terjadi. Tindakan mitigasi ini direalisasikan dengan adanya aturan mengenai disain seismik SNI 1726: 2012 yang menggantikan SNI sebelumnya 1726 : Perubahan desain gempa ini tentunya berdampak pada penyesuaian bangunan yang sebelumnya didisain dengan SNI 1726:2002 menjadi SNI 1726: SNI 1726 : 2002 Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI 1726:2002 digunakan faktor-faktor perencanaan seismik suatu struktur yang terdiri dari wilayah gempa, percepatan puncak muka tanah (Ao), faktor keutamaan gedung (I), faktor reduksi gempa (R), dan waktu getar alami (Tc). Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C) dengan rumus: Untuk nilai T Tc : Untuk nilai T > Tc : (2.4) (2.5) dengan dimana: Ar = Pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C Am = Percepatan respons maksimum T = Waktu getar alami struktur gedung (detik) ζ = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung n = Jumlah tingkat (2.6) (2.7) (2.8) Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor. 19

16 (2.9) di mana I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel 2.5. Tabel 2.5 Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan SNI 1726 : 2002 Sumber: SNI 1726:2002 Nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan untuk masing-masing wilayah gempa dan masing-masing jenis tanah. Waktu getar alami sudut Tc sebesar 0,5 detik, 0,6 detik dan 1,0 detik untuk jenis tanah berturut-turut tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. 20

17 Tabel 2.6 Spektrum respon gempa rencana Sumber: SNI 1726:2002 Gempa arah vertikal juga diperhitungkan dengan mencari nilai faktor respon gempa vertikal (Cv) dengan rumus: (2.10) dengan ψ adalah koefisien yang disesuaikan dengan wilayah gempa tempat struktur gedung berada. Tabel 2.7 Koefisien untuk menghitung faktor respon gempa vertikal Cv Sumber: SNI 1726: SNI 1726 : 2012 Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di Indonesia yang berlaku saat ini diatur dalam SNI Gempa 1726:2012. Pada peraturan ini dijelaskan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan untuk analisis beban gempa sebagai berikut: 21

18 1. Geografis Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari lokasi gedung tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah yang berbeda memiliki percepatan batuan dasar yang berbeda pula. Parameter percepatan batuan dasar perioda pendek (Ss) dan percepatan batuan dasar perioda 1 detik (S1) harus ditetapkan masing-masing dari respon spektral 0.2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismic pasal 14 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun. Peta gerakan tanah sesuai dengan Gambar A.1 dan A.2 pada lampiran A. 2. Faktor keutamaan gedung Faktor ini ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan gedung. Gedung dengan kategori risiko I dan II memiliki faktor keutamaan gedung 1, untuk kategori resiko III memiliki faktor 1.25, dan kategori resiko IV memiliki faktor 1.5. Tabel kategori resiko dan faktor keutamaan ditampilkan dalam tabel A.1 dan A.2 pada lampiran A. 3. Kategori Desain Seismik Pembagian kategori desain seismik dari rendah ke tinggi yaitu A, B, C, D, E, dan F. Penentuan kategori ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel A.3 untuk kategori desain sismik berdasarkan parameter respon percepatan pada perioda pendek dan Tabel A.4 untuk kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada perioda 1 detik. 4. Sistem penahan gaya seismik Struktur dengan sistem penahan gaya seismik memiliki faktor reduksi gempa atau koefisien modifikasi respon (R), faktor kuat lebih sistem (Ω0), dan faktor pembesaran defleksi (C d ) yang berbeda-beda sesuai dengan Tabel A.5 pada lampiran A. 2.7 Simpangan Antar Lantai Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau, hal ini dapat dilihat sesuai dengan Gambar 2.15 (BSN, 2012). Defleksi 22

19 pusat massa di tingkat x (δx) (mm) harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : (2.11) Keterangan : Cd = factor amplifikasi defleksi dalam Tabel 9 SNI δxe Ie = defleksi pada lokasi yang disyaratkan pada pasal ini yang ditentukan dengan analisi elastis = faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan pasal SNI Gambar 2.15 Penentuan simpangan antar lantai Sumber : SNI Simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) seperti yang ditentukan pada persamaan 2.11 tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat izin (Δa) seperti didapatkan dari Tabel 2.8 Tabel 2.8 Simpangan antar lantai ijin Sumber : SNI

20 Untuk sistem penahan gaya gempa yang terdiri dari hanya momen pada struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, atau F, simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) tidak boleh melebihi Δa / ρ untuk semua tingkat. Ρ harus ditentukan sesuai dengan pasal pada SNI Tingkat Daktilitas Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk melakukan deformasi inelastis diatas titik lelehnya akibat beban bolak-balik (gempa) tanpa kehilangan kekuatan yang cukup berarti Daktilitas Struktur Disain kapasitas dari struktur terhadap gempa bergantung pada tingkat daktilitas yang berarti ratio antara simpangan maksimum sebelum runtuh dan simpangan leleh awal dari struktur, pada perancangan umumnya struktur tahan gempa didasarkan pada tiga jenis tingkat daktilitas : a. Tingkat 1 (Struktur Elastis) adalah struktur yang diproposikan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang ringan, struktur akan berespon terhadap gempa kuat secara elastik. b. Tingkat 2 (Daktilitas Parsial) adalah struktur yang diproporsikan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang khusus, struktur mampu berespon terhadap gempa kuat secara inelastik tanpa mengalami keruntuhan getas. c. Tingkat 3 (Daktilias Penuh) adalah struktur yang diproporsikan sedemikian rupa, sehingga dengan memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang lebih rinci, struktur mampu berespon terhadap gempa kuat secara inelastik sambil mengembangkan sendi plastis di dalam balokbaloknya dengan kapasitas pemancaran energi yang baik tanpa mengalami keruntuhan. Dengan demikian daktilitas struktur dapat dirumuskan : (2.12) 24

21 Dimana : δm = Simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan. δy = Simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama. Dalam persamaan 2.11, μ = 1 adalah tingkat daktilitas untuk struktur yang berprilaku elastis penuh, sedangkan adalah tingkat daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang bersangkutan. Berikut ini adalah parameter daktilitas untuk struktur gedung dengan beberapa nilai (BSN, 2002). Tabel 2.9 Parameter daktilitas struktur gedung Sumber : SNI Analisis Pushover Analisis Pushover merupakan metode analisis berbasis kinerja (performance-based design) yang pada perhitungannya mengerjakan beban yang ditingkatkan untuk menunjukkan hasil berupa kinerja dari suatu struktur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan analisis ini meliputi: Langkah-langkah Analisis Pushover Dalam melaksanakan analisis nonlinear static pushover, maka perlu diketahui langkah-langkah dalam mengaplikasikannya (Dewobroto, 2005). Langkah-langkah analisis pushover: 25

22 1. Membuat model struktur dengan memasukkan semua elemen bangunan yang berkaitan dengan berat, kekuatan, kekakuan dan stabilitas yang memenuhi ketentuan. 2. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva kapasitas (kurva pushover). 3. Analisis beban dorong dilakukan dalam dua tahap : pertama, struktur diberi beban gravitasi (kombinasi beban mati dan beban hidup yang dikalikan faktor beban). Analisis pertama belum memperhitungkan kondisi nonlinear. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan memberikan pola beban lateral yang dimasukkan secara bertahap. 4. Intensitas pembebanan lateral ditingkatkan sampai komponen struktur yang paling lemah berdeformasi yang menyebabkan kekakuannya berubah secara signifikan (terjadi leleh dari penampang) dan akhirnya keruntuhan struktur. 5. Untuk setiap tahapan beban, gaya dalam dan deformasi elastis maupun plastis dihitung dan direkam. Gaya dan deformasi untuk setiap tahapan beban sebelumnya akan terakumulasi untuk menghasilkan gaya dan deformasi total (elastis dan plastis) dari semua komponen pada semua tahap pembebanan. 6. Proses pembebanan dilanjutkan sampai batas kinerja terdeteksi dari perpindahan titik kontrol pada atap. 7. Langkah 4-6 dilakukan secara sistematis dan otomatis oleh program komputer yang mempunyai kemampuan untuk analisis struktur nonlinear static pushover, yakni SAP2000. Prosesnya dilakukan melalui iterasi berulang-ulang sampai diperoleh kesetimbangan pada gaya-gaya intenalnya. Terkadang iterasi membutuhkan waktu yang lama tanpa mencapai konvergen, hal ini umumnya menunjukan kondisi struktur yang mencapai keruntuhan, bila belum maka kontrol perpindahan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. 26

23 8. Perpindahan titik kontrol versus gaya geser dasar untuk setiap tahapan beban diplotkan sebagai kurva kapasitas yang menggambarkan respon perilaku nonlinear struktur Kenonlinieran Material Sifat-sifat nonlinear dari material seperti perbandingan tegangan dan regangan secara otomatis akan diperhitungkan oleh program ketika menggunakan analisis nonlinear. Namun pada program SAP2000 hanya mengenal material beton dan baja saja, sehingga dalam mendefinisikan sifat nonlinear dari material lainnya seperti elemen kabel CFC harus dimodel dalam bentuk lain, dan harus melalui validasi sebelum pengaplikasiannya (CSI, 2015) Sendi Plastis Sendi plastis adalah penggambaran dari perilaku pasca leleh yang terkonsentrasi dalam satu atau lebih derajat kebebasan, selain itu sendi plastis juga dapat diberikan pada satu atau lebih elemen rangka struktur gedung. Perilaku gaya-perpindahan plastis dapat ditentukan untuk tiap derajat kebebasan gaya (aksial dan geser), begitu pula perilaku momen-rotasi plastis dapat ditentukan untuk tiap derajat kebebasan momen (lentur dan torsi). Derajat kebebasan yang tidak ditentukan tetap dalam kondisi elastis. Pada SAP2000, sendi plastis hanya dapat diaplikasikan pada elemen rangka. Untuk tiap derajat kebebasan, kurva gaya-perpindahan (forcedisplacement) didefinisikan agar memberikan nilai leleh dan deformasi plastis setelah leleh. Hal ini dilakukan dalam hubungan dari kurva dengan nilai pada lima titik seperti yang ditunjukkan pada Gambar Lima titik yang diberi nama A, B, C, D dan E digunakan untuk mendefinisikan perilaku deformasi selama pembebanan. Antara titik A dan B, struktur berdeformasi elastis selama pembebanan. Pada titik B, sendi plastis pertama mulai terbentuk begitu pula pada titik C dan D. Antara titik B dan C, struktur melewati batas elastis dan mulai berdeformasi inelastis. Selama deformasi inelastis ini, FEMA 356 mendefinisikan 3 kondisi struktur yakni I0 = Immediate Occupancy (segera dapat dihuni), LS = Life Safety (keselamatan penghuni dapat terjamin), dan CP = Collapse Prevention 27

24 (terhindar dari keruntuhan total). Setelah berdeformasi inelastis, struktur akan memasuki kondisi plastis (C-E) hingga mencapai keruntuhan. Gambar 2.16 Kurva deformasi plastis untuk gaya-perpindahan Sumber: CSI Analysis Reference Manual, Kontrol Pembebanan Ada 2 macam bentuk kontrol pembebanan untuk analisa statik nonlinear yaitu a load-controlled dan displacement-controlled. A load-controlled dipakai apabila kita tahu pembesaran beban yang akan diberikan kepada struktur yang diperkirakan dapat menahan beban tersebut, contohnya adalah beban gravitasi. Pada a load-controlled semua beban akan ditambahkan dari nol hingga pembesaran yang diinginkan. Displacement-controlled dipakai apabila kita mengetahui sejauh mana struktur kita bergerak tetapi kita tidak tahu beban yang harus dimasukkan. Ini sangat berguna untuk mengetahui perilaku struktur tidak stabil dan mungkin kehilangan kapasitas pembawa beban selama analisa dilakukan (CSI, 2015) Idealisasi Kurva Pushover Hubungan nonlinear antara gaya geser dan perpindahan titik control, dapat diidealisasikan agar mendapatkan kekakuan efektif (Ke) dan gaya geser dasar saat leleh (Vy) pada bangunan, seperti terlihat pada Gambar

25 Gambar 2.17 Idealisasi Kurva Pushover Sumber : FEMA 356 Hubungan ini harus membentuk kurva bilinier dengan kemiringan awal Ke dan kemirigan pasca leleh berupa sudut α. Kekakuan lateral Ke merupakan nilai secant stiffness yang dihitung dari gaya geser yang mempunyai nilai 60% kuat leleh efektif dari struktur. Nilai kekakuan elastik (Ki) didapatkan dari rumus kesetimbangan static, dengan mengambil gaya geser dasar gempa yang terjadi dan simpangan pada saat struktur masih berprilaku elastis, bisa juga nilai tersebut diambil mealui kurva pushover yang sudah ada pada tiap model. Sedangkan kemiringan pasca leleh α, penentuan titik awalnya merupakan perpotongan garis Ke dengan Vy kemudian penentuan titik garis yang melewati kurva pushover aktual dan berhenti pada target perpindahan yang telah ditentukan (FEMA, 356) Target Perpindahan dengan Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 356) Untuk mendapatkan perilaku struktur pasca keruntuhan maka perlu dibuat analisa pushover untuk membuat kurva hubungan gaya geser dasar dan 29

26 perpindahan lateral titik kontrol sampai 150% dari target perpindahan (δt) untuk melihat perilaku bangunan yang melebihi kondisi gempa rencananya. Adapun cara menentukan target perpindahan yang cukup terkenal yaitu Displacement Coeficient Method atau Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 356) secara otomatis sudah built-in pada SAP2000. Metode koefisien perpindahan merupakan metode utama yang terdapat dalam FEMA 356 untuk prosedur statik nonlinear. Penyelesaian dilakukan dengan memodifikasi respon elastis linier dari sistem SDOF ekivalen dengan faktor koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga diperoleh perpindahan global maksimum (elastis dan inelastis) yang disebut sebagai target perpindahan (δt). Proses dimulai dengan menetapkan waktu getar efektif Te, yang memperhitungkan kondisi inelinelastik bangunan dan mencerminkan kekuatan linier dari sistem SDOF ekivalen. Jika diplotkan pada spektrum respon elastis akan menunjukkan percepatan gerakan tanah pada saat gempa yaitu akselerasi puncak (Sa), versus waktu getar (T). Redaman yang digunakan selalu 5% yang mewakili level yang diharapkan terjadi pada struktur yang mempunyai respon pada daerah elastis. Puncak perpindahan spectra elastis (Sd), berhubungan langsung dengan akselerasi spektra (Sa), dengan hubungan sebagai berikut: (2.13) Selanjutnya target perpindahan pada titik kontrol (FEMA 356) :, ditentukan sebagai berikut (2.14) Dimana : Te : waktu getar alami efektif yang memperhitungkan inelastik C0 : koefisien faktor bentuk, untuk merubah perpindahan spectral menjadi perpindahan atap, umumnya memakai faktor partisipasi ragam yang pertama (first mode participation factor) C1 : faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastik maksimum dengan perpindahan yang dihitung dari respon elastik linier. = 1.0 untuk Te Ts = [ (R-1) Ts/Tc]/R untuk Te Ts. 30

27 Ts R : waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respon spektrum pada titik dimana terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke bagian kecepatan konstan. : rasio kuat elastik perlu terhadap koefisien leleh terhitung (2.15) Sa : akselerasi respon spektrum yang berkesesuaian dengan waktu getar alami efektif pada arah yang ditinjau. Vy : gaya geser pada saat leleh, dari idealisasi kurva pushover menjadi bilinier W : total beban mati dan beban hidup yang dapat tereduksi Cm : faktor massa efektif yang diambil dari Tabel 3.1 dari FEMA 356 C2 C3 : koefisien untuk memperhitungkan efek pinvhing dari hubungan beban deformasi akibat degradasi kekakuan dan kekuatan, berdasarkan Tabel 3-3 dari FEMA 356 : koefisien untuk memperhitungkan pembesaran lateral akibat adanya efek P-delta. Pada bangunan dengan kondisi pasca leleh kekakuannya positif (kurva meningkat) maka C3 = 1 sedangkan jika perilaku pasca lelehnya negative (kurva menurun) maka (2.16) : rasio kekakuan pasca leleh terhadap kekakuan elastis efektif, dimana hubungan gaya-lendutan diidealisasikan sebagai kurva bilinier. g : percepatan gravitasi 9.81 m/det Metode Spektrum Kapasitas Metode spektrum kapasitas menyajikan dua buah grafik yang diantaranya adalah: spektrum kapasitas yang menggambarkan kapasitas struktur berupa hubungan gaya geser dasar dan perpindahan lateral struktur, dan spektrum demand yang menggambarkan besarnya demand akibat beban gempa dengan periode ulang tertentu. Berikut titik kinerja dengan metode spektrum kapasitas ATC 40 ditampilkan pada Gambar

28 Sa Demand spektrum Titik kinerja (performance point) Capacity spektrum Gambar 2.18 Titik Kinerja dengan Metode Spektrum Kapasitas Sumber : Ginsar dan Lumantarna (2005) Sd Spektrum kapasitas didapat dari kurva pushover yang diperoleh dari analisis pushover. Karena kurva pushover merupakan hubungan antara gaya geser dasar suatu struktur berderajat kebebasan banyak (MDOF) terhadap perpindahan atap bangunan, sedangkan spektrum demand dibuat untuk struktur dengan derajat kebebasan satu (SDOF) maka kurva pushover dengan cara tertentu harus dirubah menjadi spektrum kapasitas dengan satuan yang sama dengan spektrum demand. Spektrum demand didapat dengan mengubah spektrum respon yang biasanya dinyatakan dalam spektra percepatan (Sa) dan periode (T) menjadi format spectra percepatan (Sa) dan spectra perpindahan (Sd). Format yang baru ini disebut Acceleration-Displacement Respon Spectra (ADRS). Kurva kapasitas yang merupakan produk dari pushover dinyatakan dalam satuan gaya (kn) dan perpindahan (m), sedangkan demand spectrum memiliki satuan percepatan (m/detik 2 ) dan perpindahan (m). Satuan dari kedua kurva tersebut perlu diubah dalam format yang sama, yaitu spektral percepatan (Sa) dan spektral perpindahan (S d ) agar dapat ditampilkan dalam satu tampilan.. Penyajian secara grafis dapat memberikan gambaran yang jelas bagaimana sebuah bangunan merespon beban gempa. Perencana dapat membuat berbagai skenario kekuatan struktur (dengan cara mengganti kekakuan dari beberapa komponen struktur) dan melihat kinerjanya akibat beberapa level demand yang dikehendaki secara cepat dalam satu grafik. Titik kinerja merupakan perpotongan antara spektrum kapasitas dan spektrum demand. Dengan demikian titik kinerja merupakan representasi dari dua kondisi, yaitu: karena terletak pada spektrum kapasitas, merupakan representasi kekuatan struktur pada suatu nilai perpindahan 32

29 tertentu, dan karena terletak pada kurva demand, menunjukkan bahwa kekuatan struktur dapat memenuhi demand beban yang diberikan Kriteria Kinerja Struktur Setelah tahap evaluasi tentunya harus ditentukan hasil dari kinerja struktur yang ditinjau berupa kinerja yang didasarkan dari kriteria-kriteria yang telah ada. Sasaran kinerja adalah berupa taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari beban gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard). Level Kinerja adalah pembatasan derajat kerusakan yang ditentukan oleh kerusakan fisik struktur dan elemen struktur sehigga tidak membahayakan keselamatan pengguna gedung. Kriteria kinerja yang ditetapkan dalam FEMA 356 atau 273 adalah seperti yang ditampilkan dalam tabel Tabel 2.10 Level Kinerja Gedung Sumber : FEMA 273 Level kinerja struktur pada Tabel 2.10 dapat ditentukan dengan menghitung roof drift ratio pada saat target perpindahan tercapai. Roof drift ratio adalah perbandingan antara perpindahan yang terjadi pada atap dengan tinggi total bangunan. Besarnya perpindahan atap (roof drift) dapat diperoleh setelah 33

30 melakukan Analisis Nonlinear Static Pushover pada model struktur. Penentuan nilai roof drift ratio dapat dilihat pada Gambar 2.19, dan batasan drift diatur sesuai dengan klasifikasi FEMA 273 dan ATC 40 pada Tabel 2.11 serta Gambar 2.19 Roof Drift Ratio Sumber: ATC 40 Tabel 2.11 Level Kinerja Struktur Sumber : FEMA

31 Tabel 2.12 Deformation Limit Sumber: ATC 40 35

ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC

ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC TUGAS AKHIR Oleh : P. Adi Yasa NIM: 1204105008 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 LEMBAR

Lebih terperinci

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X HALAMAN JUDUL KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X TUGAS AKHIR Oleh: I Gede Agus Hendrawan NIM: 1204105095 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis) Menurut SNI Gempa 03-1726-2002, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik, yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI TUGAS AKHIR Oleh : I Gede Agus Krisnhawa Putra NIM : 1104105075 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER Choerudin S NRP : 0421027 Pembimbing :Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping :Cindrawaty Lesmana, M.Sc. Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dinding Pengisi 2.1.1 Definisi Dinding pengisi yang umumnya difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dinding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator secara

Lebih terperinci

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA Gerry F. Waworuntu M. D. J. Sumajouw, R. S. Windah Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi email: gerrywaw@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK Sri Fatma Reza 1, Reni Suryanita 2 dan Ismeddiyanto 3 1,2,3 Jurusan Teknik Sipil/Universitas

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) TUGAS AKHIR Oleh : I Putu Edi Wiriyawan NIM: 1004105101 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Dasar Metode Dalam perancangan struktur bangunan gedung dilakukan analisa 2D mengetahui karakteristik dinamik gedung dan mendapatkan jumlah luas tulangan nominal untuk disain.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dianalisis periode struktur, displacement, interstory drift, momen kurvatur, parameter aktual non linear, gaya geser lantai, dan distribusi sendi plastis

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK TUGAS AKHIR Oleh: Ida Bagus Prastha Bhisama NIM: 1204105029 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN

EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS Pada tugas akhir ini, model struktur yang telah dibuat dengan bantuan software ETABS versi 9.0.0 kemudian dianalisis dengan metode yang dijelaskan pada ATC-40 yaitu dengan analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Notasi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Abstraksi... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat Reka Racana Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2016 Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat MEKY SARYUDI 1, BERNARDINUS HERBUDIMAN 2, 1 Mahasiswa,

Lebih terperinci

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN DAVID VITORIO LESMANA 0521012 Pembimbing: Olga C. Pattipawaej, Ph.D. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural. 5 II. KAJIAN LITERATUR A. Konsep Bangunan Tahan Gempa Secara umum, menurut UBC 1997 bangunan dikatakan sebagai bangunan tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: 1. Struktur yang direncanakan harus

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap model yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Ada beberapa hal yang akan dianalisis dan dibahas kali ini. Secara umum

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR NOTASI... xviii

Lebih terperinci

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER Diva Gracia Caroline NRP : 0521041 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Yosafat Aji

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL I HALAMAN PERSETUJUAN II HALAMAN PENGESAHAN III LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN IV KATA PENGANTAR V DAFTAR ISI VII DAFTAR TABEL IX DAFTAR GAMBAR XI DAFTAR LAMPIRAN XV DAFTAR

Lebih terperinci

PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI

PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI HALAMAN JUDUL (TUGAS AKHIR) Oleh: FIRMAN HADI SUPRAPTO NIM: 1204105043 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR

PRESENTASI TUGAS AKHIR PRESENTASI TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN SISTEM SELF CENTERING DENGAN SISTEM PRATEKAN PADA BALOK DAN KOLOM AKIBAT BEBAN GEMPA Oleh Syaiful Rachman 3105 100 093 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR ISI JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PENGESAHAN iii PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT iv PERSEMBAHAN v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xiv DAFTAR NOTASI xvi ABSTRAK xix

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing... DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan...

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA 050404004 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas gempa moderat hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa menjadi sangat penting

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN SISTEM BREISING KONSENTRIK TIPE-X DAN SISTEM BREISING EKSENTRIK V-TERBALIK

PERBANDINGAN PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN SISTEM BREISING KONSENTRIK TIPE-X DAN SISTEM BREISING EKSENTRIK V-TERBALIK PERBANDINGAN PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN SISTEM BREISING KONSENTRIK TIPE-X DAN SISTEM BREISING EKSENTRIK V-TERBALIK COVER TUGAS AKHIR Oleh : I Dewa Gede Amertha Semadi 1204105003 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Periode Alami dan Modal Mass Participation Mass Ratio Periode alami struktur mencerminkan tingkat kefleksibelan sruktur tersebut. Untuk mencegah penggunaan struktur gedung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perancanaan Tahan Gempa Berbasis Kinerja Menurut Muntafi (2012) perancangan bangunan tahan gempa selama ini analisis terhadap gempa menggunakan metode Force Based Design, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG TUGAS AKHIR Oleh : Komang Haria Satriawan NIM : 1104105053 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 NPERNYATAAN Yang bertanda

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang konsep Strength Based Design dan

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang konsep Strength Based Design dan BAB II DASAR TEORI II.1 Umum Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang konsep Strength Based Design dan uraian konsep Performance Based Design, yang selanjutnya akan lebih terfokus pada perencanaan struktur

Lebih terperinci

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN Nurlena Lathifah 1 dan Bernardinus

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rangka dengan dinding pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan dinding pengisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Pengisi 2.1.1 Definisi Dinding pengisi adalah bagian bangunan nonstruktural yang umumnya difungsikan sebagai penyekat ruangan, penutup bangunan dan bangunan eksterior

Lebih terperinci

TESIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN ANALISIS NONLINEAR STATIK DAN YIELD POINT SPECTRA O L E H

TESIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN ANALISIS NONLINEAR STATIK DAN YIELD POINT SPECTRA O L E H TESIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN ANALISIS NONLINEAR STATIK DAN YIELD POINT SPECTRA O L E H Frederikus Dianpratama Ndouk 145 102 156 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER

Lebih terperinci

Kata kunci : base isolator, perbandingan kinerja, dengan dan tanpa base isolator,

Kata kunci : base isolator, perbandingan kinerja, dengan dan tanpa base isolator, ABSTRAK Upaya mitigasi bencana gempa pada sebuah struktur umumnya masih menggunakan desain yang terjepit pada tanah sehingga pada saat terjadi gempa, percepatan tanah yang terjadi akan langsung memengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep Disain Kapasitas Berdasarkan SNI beton yang berlaku (SNI 03-2847-06), struktur beton bertulang tahan gempa pada umumnya direncanakan dengan mengaplikasikan konsep daktilitas.dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Annisa Candra Wulan, 2016 Studi Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Analisis Pushover

DAFTAR ISI Annisa Candra Wulan, 2016 Studi Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Analisis Pushover DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V Julita Andrini Repadi 1, Jati Sunaryati 2, dan Rendy Thamrin 3 ABSTRAK Pada studi ini

Lebih terperinci

Studi Assessment Kerentanan Gedung Beton Bertulang Terhadap Beban Gempa Dengan Menggunakan Metode Pushover Analysis

Studi Assessment Kerentanan Gedung Beton Bertulang Terhadap Beban Gempa Dengan Menggunakan Metode Pushover Analysis Studi Assessment Kerentanan Gedung Beton Bertulang Terhadap Beban Gempa Dengan Menggunakan Metode Pushover Analysis Windya Dirgantari, Endah Wahyuni dan Data Iranata Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

BAB 1 PENDAHULUAN Umum 1.1. Umum BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan peningkatan ekonomi Indonesia yang cukup stabil setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Dengan Pushover Analysis Akibat Beban Gempa Padang

Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Dengan Pushover Analysis Akibat Beban Gempa Padang Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Dengan Pushover Analysis Akibat Beban Gempa Padang Vicky Rizcky, Endah Wahyuni ST., MSc., PhD dan Data Iranata ST., MT., PhD Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemilihan Struktur Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : Aspek Struktural ( kekuatan dan kekakuan struktur) Aspek ini merupakan aspek yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH Yunizar NRP : 0621056 Pemnimbing : Yosafat Aji Pranata, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SAMBUNGAN LEWATAN (LAP SPLICES) PADA UJUNG KOLOM

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SAMBUNGAN LEWATAN (LAP SPLICES) PADA UJUNG KOLOM EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SAMBUNGAN LEWATAN (LAP SPLICES) PADA UJUNG KOLOM TUGAS AKHIR Oleh : Desindo Wijaya 100404163 Disetujui : Pembimbing Ir. Besman Surbakti, MT. BIDANG STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS PUSHOVER NONLINIER STRUKTUR GEDUNG GRIYA NIAGA 2 BINTARO. Oleh: YOHANES PAULUS CHANDRA YUWANA PUTRA SAKERU NPM.

ANALISIS PUSHOVER NONLINIER STRUKTUR GEDUNG GRIYA NIAGA 2 BINTARO. Oleh: YOHANES PAULUS CHANDRA YUWANA PUTRA SAKERU NPM. ANALISIS PUSHOVER NONLINIER STRUKTUR GEDUNG GRIYA NIAGA 2 BINTARO Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: YOHANES PAULUS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Mulai. Pengumpulan Data. Preliminary Desain Struktur Model-1. Input Beban Yang Bekerja Pada Struktur

BAB III METODOLOGI. Mulai. Pengumpulan Data. Preliminary Desain Struktur Model-1. Input Beban Yang Bekerja Pada Struktur BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Untuk mengetahui pengaruh pemasangan partisi bata terhadap karakteristik struktur pada studi ini melalui beberapa tahapan. Adapun tahapan yang dilakukan untuk penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. gawang apabila tanpa dinding (tanpa strut) dengan menggunakan dinding (dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. gawang apabila tanpa dinding (tanpa strut) dengan menggunakan dinding (dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Pemodelan suatu bentuk struktur bangunan yang dilakukan merupakan bentuk keadaan sebenarnya di lapangan. Bab ini secara garis besar akan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi jalur cincin api dunia. Terdapat empat lempeng tektonik dunia yang ada di Indonesia, yaitu lempeng Pasific,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA Oleh: Agus 1), Syafril 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

KINERJA STRUKTUR PIER JEMBATAN DENGAN DAN TANPA MEMPERHITUNGKAN INTERAKSI TANAH DAN STRUKTUR

KINERJA STRUKTUR PIER JEMBATAN DENGAN DAN TANPA MEMPERHITUNGKAN INTERAKSI TANAH DAN STRUKTUR KINERJA STRUKTUR PIER JEMBATAN DENGAN DAN TANPA MEMPERHITUNGKAN INTERAKSI TANAH DAN STRUKTUR TUGAS AKHIR Oleh : I KETUT RAMAWAN NIM: 1004105039 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Core wall Dinding stuktural beton bertulang adalah salah satu sistem yang paling umum digunakan untuk menahan beban lateral (beban gempa dan beban angin) pada daerah gempa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain bangunan tahan gempa sangat penting untuk dilakukan pada bangunan yang berada dalam zona gempa tertentu, khususnya di Indonesia mengingat kondisinya yang berada

Lebih terperinci

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA ABSTRAK STUDI ANALISIS KINERJA BANGUNAN 2 LANTAI DAN 4 LANTAI DARI KAYU GLULAM BANGKIRAI TERHADAP BEBAN SEISMIC DENGAN ANALISIS STATIC NON LINEAR (STATIC PUSHOVER ANALYSIS) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU

Lebih terperinci

ANALISA PORTAL DENGAN DINDING TEMBOK PADA RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

ANALISA PORTAL DENGAN DINDING TEMBOK PADA RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA ANALISA PORTAL DENGAN DINDING TEMBOK PADA RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA Rowland Badenpowell Edny Turang Marthin D. J. Sumajouw, Reky S. Windah Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

Peraturan Gempa Indonesia SNI

Peraturan Gempa Indonesia SNI Mata Kuliah : Dinamika Struktur & Pengantar Rekayasa Kegempaan Kode : CIV - 308 SKS : 3 SKS Peraturan Gempa Indonesia SNI 1726-2012 Pertemuan 12 TIU : Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena-fenomena dinamik

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON 03-2847-2002 DAN SNI GEMPA 03-1726-2002 Rinto D.S Nrp : 0021052 Pembimbing : Djoni Simanta,Ir.,MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Analisis Metodologi penilitian ini yaitu studi kasus terhadap struktur beraturan & gedung beraturan dengan pushover analysis, guna mencapai tujuan yang diharapkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: Cinthya Monalisa

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN NONLINIEAR STATIC PUSHOVER ANALYSIS DENGAN METODA ATC-40, FEMA 356, FEMA 440 DAN PERILAKU SEISMIK INELASTIC TIME HISTORY ANALYSIS

KAJIAN PENGGUNAAN NONLINIEAR STATIC PUSHOVER ANALYSIS DENGAN METODA ATC-40, FEMA 356, FEMA 440 DAN PERILAKU SEISMIK INELASTIC TIME HISTORY ANALYSIS KAJIAN PENGGUNAAN NONLINIEAR STATIC PUSHOVER ANALYSIS DENGAN METODA ATC-40, FEMA 356, FEMA 440 DAN PERILAKU SEISMIK INELASTIC TIME HISTORY ANALYSIS UNTUK EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN PASCA GEMPA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

PERKUATAN SEISMIK STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG MENGGUNAKAN BREISING BAJA TIPE-X TUGAS AKHIR

PERKUATAN SEISMIK STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG MENGGUNAKAN BREISING BAJA TIPE-X TUGAS AKHIR PERKUATAN SEISMIK STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG MENGGUNAKAN BREISING BAJA TIPE-X TUGAS AKHIR Oleh : A A AYU SRI INDRAWATI 1204105013 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kombinasi Beban Terfaktor Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh bebanbeban

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN BAJA DENGAN MENGGUNAKAN PENGAKU EKSENTRIS (EBF) Ir. Torang Sitorus, MT.

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN BAJA DENGAN MENGGUNAKAN PENGAKU EKSENTRIS (EBF) Ir. Torang Sitorus, MT. EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN BAJA DENGAN MENGGUNAKAN PENGAKU EKSENTRIS (EBF) TUGAS AKHIR Oleh : Cowens 100404171 Disetujui : Pembimbing Ir. Torang Sitorus, MT. BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI TUGAS AKHIR ( IG09 1307 ) STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI 03-1726-2002 Yuwanita Tri Sulistyaningsih 3106100037

Lebih terperinci

EVALUASI BALOK DAN KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA

EVALUASI BALOK DAN KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA EVALUASI BALOK DAN KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA Christy Merril Rantung Marthin D. J. Sumajouw, Reky S. Windah Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Manado email: christyrantung@ymail.com

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI Raden Ezra Theodores NRP : 0121029 Pembimbing : Ir. DAUD R. WIYONO, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A464 Analisis Perbandingan Biaya Perencanaan Gedung Menggunakan Metode Strength Based Design dengan Performance Based Design pada Berbagai Variasi Ketinggian Maheswari Dinda Radito, Shelvy Surya, Data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Pengaku breising pada struktur berperilaku sebagai truss elemen yang hanya menerima gaya aksial baik tekan maupun tarik. Penambahan breising terbukti dapat mengefisienkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN PUSHOVER ANALYSIS

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN PUSHOVER ANALYSIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN PUSHOVER ANALYSIS Yogi Oktopianto 1 Relly Andayani 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma Jalan Margonda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Sistem rangka pemikul momen khusus didesain untuk memiliki daktilitas yang tinggi pada saat gempa terjadi karena sistem rangka pemikul

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN. Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

HALAMAN PERNYATAAN. Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : I Nyoman Yogi Mertawiasa NIM : 1304105125 Judul TA : Analisis Perilaku Struktur Rangka Dinding Pengisi Berlubang Eksentris dengan Perkuatan

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN Edita S. Hastuti NRP : 0521052 Pembimbing Utama : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Yosafat Aji Pranata,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Prosedur Penelitian Untuk mengetahui penelitian mengenai pengaruh tingkat redundansi pada sendi plastis perlu dipersiapkan tahapan-tahapan untuk memulai proses perancangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi BAB III LANDASAN TEORI A. Gempa Bumi Gempa bumi adalah bergetarnya permukaan tanah karena pelepasan energi secara tiba-tiba akibat dari pecah/slipnya massa batuan dilapisan kerak bumi. akumulasi energi

Lebih terperinci

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material BAB V ANALISIS HASIL EKSPERIMEN 5.1 UMUM Hasil eksperimen pada 10 benda uji menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan pada benda uji satu sama lain. Bab ini menampilkan pembahasan hasil eksperimen dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PUSHOVER PADA BANGUNAN DENGAN SOFT FIRST STORY

ANALISIS PUSHOVER PADA BANGUNAN DENGAN SOFT FIRST STORY ANALISIS PUSHOVER PADA BANGUNAN DENGAN SOFT FIRST STORY Hizkia Yehezkiel Mamesah Steenie E. Wallah, Reky Stenly Windah Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi email: hizkiayehezkiel@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH DINDING PENGISI PADA LANTAI DASAR BANGUNAN TINGKAT TINGGI TERHADAP TERJADINYA MEKANISME SOFT STORY

PENGARUH DINDING PENGISI PADA LANTAI DASAR BANGUNAN TINGKAT TINGGI TERHADAP TERJADINYA MEKANISME SOFT STORY PENGARUH DINDING PENGISI PADA LANTAI DASAR BANGUNAN TINGKAT TINGGI TERHADAP TERJADINYA MEKANISME SOFT STORY Dessy S. Tosari 1 (dessytosari@yahoo.com) Elia Hunggurami 2 (Elia Hunggurami@yahoo.com ) Jusuf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TUGAS AKHIR Oleh: Riskiawan Ertanto NIM: 1104105018 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: perkuatan, struktur rangka beton bertulang, dinding geser, bracing, pembesaran dimensi, perilaku. iii

ABSTRAK. Kata kunci: perkuatan, struktur rangka beton bertulang, dinding geser, bracing, pembesaran dimensi, perilaku. iii ABSTRAK Penelitian tentang analisis struktur rangka beton bertulang dengan perkuatan dinding geser, bracing dan pembesaran dimensi dilakukan menggunakan SAP 2000 v17 dengan model struktur yang di desain

Lebih terperinci