dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah daerah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah daerah."

Transkripsi

1 dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah daerah. pemerintah pusat dan Kedua peraturan perundang-undangan di atas secara tegas menjelaskan pelaksanaan kebijakan pinjaman daerah dan hibah daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan otonomi daerah. Pemberian pinjaman dan/atau hibah oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang merupakan suatu sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Selain itu, untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 18 dalam kaitannya dengan pelaksanaan asas otonomi daerah dan penyediaan pelayanan umum, serta dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan pembangunan, pemerintah daerah juga dapat melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang. Investasi yang dilakukan harus menghasilkan manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pada Pasal 24 mengatur bahwa hubungan keuangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan perusahaan daerah, dimana pemerintah (pusat dan daerah) dapat melakukan pemberian pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada perusahaan daerah. Untuk lingkup pemerintah daerah, dananya dapat bersumber dari dana APBD murni, pendapatan hibah dan/atau penerimaan pinjaman daerah yang diteruskan kepada perusahaan daerah. IV-134 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

2 Pemerintah pusat melalui berbagai peraturan perundang-undangan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/ Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah juga telah mengatur dan mendorong pemerintah daerah untuk dapat melakukan kegiatan investasi daerah, seperti penyertaan modal perusahaan daerah, kerja sama dengan pihak swasta, dan pembelian surat berharga dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mengembangkan perekonomian daerah PINJAMAN DAERAH Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah merupakan salah satu instrumen pembiayaan pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik. Pinjaman daerah terjadi karena APBD mengalami defisit. Dalam teori pengelolaan keuangan, defisit dapat direncanakan dalam rangka investasi untuk dapat mengambil manfaat dengan melakukan pinjaman dengan prinsip memanfaatkan uang sekarang, yang memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan uang masa datang. Dengan prinsip tersebut di atas, maka pemerintah daerah seharusnya memiliki visi yang jauh ke depan untuk dapat mengelola potensi yang ada agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk dapat melayani masyarakat dengan baik. Namun, mengingat pinjaman daerah mempunyai konsekuensi berupa pengembalian pinjaman yang akan terjadi pada masa yang akan datang dan adanya risiko pinjaman berupa risiko kesinambungan fiskal, risiko perubahan tingkat suku bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko operasional, dan risiko perubahan nilai tukar, maka pengelolaan pinjaman daerah harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent management). Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-135

3 Bab ini menjelaskan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pinjaman daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006 tentang Tatacara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.07/2009 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah masing-masing Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2010, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Dalam Kaitannya Dengan Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Pusat PERENCANAAN PINJAMAN DAERAH Pemerintah daerah melakukan pinjaman daerah jangka menengah dan panjang sebagai alternatif pembiayaan untuk menutup defisit APBD yang bersangkutan. Dalam hal pemerintah daerah merencanakan untuk melakukan pinjaman jangka menengah dan panjang, maka tahapan yang dilakukan dalam proses perencanaan adalah sebagai berikut: 1) Pemerintah daerah menetapkan jumlah defisit APBD sepanjang memenuhi persyaratan batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah setiap tahunnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya. Untuk tahun anggaran 2009, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.07/2008 tentang Batas Maksimal Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah masing- IV-136 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

4 masing Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2009, diatur sebagai berikut: a. Batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD untuk Tahun Anggaran 2009 ditetapkan sebesar 2,25% (dua koma dua puluh lima persen) dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009; b. Batas maksimal jumlah kumulatif Defisit APBD untuk Tahun Anggaran 2009 ditetapkan sebesar 0,35% (nol koma tiga puluh lima persen) dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009; c. Batas maksimal Defisit APBD masing-masing daerah ditetapkan sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2009; d. Batas maksimal Defisit APBD masing-masing daerah sebagaimana dimaksud pada butir c adalah defisit yang dibiayai dari pinjaman; e. Defisit APBD suatu daerah dapat melebihi batas maksimal sebagaimana dimaksud pada butir c, setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan dengan pertimbangan Menteri Dalam Negeri; f. Persetujuan Menteri Keuangan dimaksud pada butir e, didasarkan pada ketentuan sebagai berikut : Batas maksimal kumulatif defisit APBD sebagaimana dimaksud dalam butir b tidak terlampaui; dan Pinjaman yang dipergunakan untuk membiayai defisit APBD dilaksanakan sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan mengenai pinjaman daerah. g. Batas maksimal kumulatif pinjaman daerah sampai dengan Tahun Anggaran 2009 ditetapkan sebesar 0,35% (nol koma tiga puluh lima persen) dari proyeksi PDB tahun 2009 yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009; Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-137

5 h. Besaran jumlah pinjaman masing-masing daerah disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan setelah memenuhi persyaratan pinjaman daerah; 2) Penentuan jenis pembiayaan untuk menutup defisit APBD. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, defisit APBD dapat ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan sebagai berikut: a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) daerah tahun anggaran sebelumnya, mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang pihak ketiga yang belum diselesaikan, dan pelampauan target pendapatan daerah; b. Pencairan dana cadangan; c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dapat berupa hasil penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah; d. Penerimaan pinjaman, termasuk penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran yang bersangkutan; dan/atau e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman. 3) Dalam hal pemerintah daerah memutuskan untuk melakukan pinjaman daerah untuk menutup Defisit APBD, maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah meneliti pemenuhan persyaratan untuk dapat melakukan pinjaman daerah, yang akan dijelaskan lebih rinci pada bagian tentang persyaratan pinjaman daerah dalam Bab ini. 4) Langkah selanjutnya dari perencanaan pinjaman daerah adalah penentuan jenis dan sumber pinjaman daerah yang akan dilakukan, yang akan dijelaskan lebih terinci pada bagian tentang sumber dan jenis pinjaman daerah dalam Bab ini. Secara umum proses perencanaan pembiayaan daerah dilakukan sesuai bagan alur (flow chart) dalam Gambar 4.1 berikut ini: IV-138 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

6 Gambar 4.1 Proses Perencanaan Pinjaman Daerah SUMBER PINJAMAN Alternatif sumber-sumber pinjaman yang dapat dipilih oleh pemerintah daerah, adalah sebagai berikut: 1) Pemerintah yang dananya berasal dari pendapatan APBN dan/atau pengadaan pinjaman Pemerintah dari dalam maupun luar negeri; 2) Pemerintah daerah lain; 3) Lembaga Keuangan Bank yang berbadan Hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia; 4) Lembaga Keuangan Bukan Bank yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia; dan Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-139

7 5) Masyarakat, yaitu berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri JENIS PINJAMAN DAERAH Berdasarkan waktunya, pinjaman daerah dapat dikategorikan dalam pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Secara detail, penjelasan setiap jenis pinjaman tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: 1) Pinjaman Jangka Pendek Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain (termasuk biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan, misalnya pelunasan kewajiban atas pengadaan/pembelian barang dan/atau jasa tidak dilakukan pada saat barang dan/ atau jasa dimaksud diterima. Pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. 2) Pinjaman Jangka Menengah Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain (termasuk biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. IV-140 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

8 3) Pinjaman Jangka Panjang Pinjaman jangka panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain (seperti: biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) harus dilunasi pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman jangka panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan PRINSIP-PRINSIP UMUM PINJAMAN DAERAH Pinjaman Daerah adalah salah satu sumber pembiayaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pinjaman daerah dapat dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip umum sebagai berikut: 1) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri kecuali dalam hal pinjaman langsung kepada pihak luar negeri yang terjadi karena kegiatan transaksi Obligasi Daerah di Pasar Modal Domestik. 2) Pemda tidak dapat melakukan penjaminan terhadap pinjaman pihak lain. 3) Pendapatan Daerah dan/atau aset daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah. 4) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. 5) Tidak melebihi Batas Defisit APBD dan Batas Kumulatif Pinjaman Daerah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (untuk Tahun Anggaran 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 123/PMK.07/2008) PERSYARATAN PINJAMAN Persyaratan pinjaman secara garis besar dapat dibagi berdasarkan jenis pinjaman daerah. Penjelasan persyaratan tersebut dapat dijelaskan berikut ini: Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-141

9 1) Pinjaman Jangka Pendek Persyaratan yang dipenuhi bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman jangka pendek adalah sebagai berikut: a. Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman jangka pendek telah dianggarkan dalam APBD tahun bersangkutan; b. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan kegiatan yang bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda; c. Persyaratan lainnya yang dipersyaratkan oleh calon pemberi pinjaman. 2) Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang Persyaratan bagi Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan pinjaman jangka menengah dan panjang adalah sebagai berikut: a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, dengan rumus sebagai berikut: Jml. Pinjaman < 75% Penerimaan Umum TA. sebelumnya Keterangan: Jumlah sisa Pinjaman Daerah adalah jumlah pinjaman lama yang belum dibayar; Jumlah pinjaman yang akan ditarik adalah rencana pencairan dana pinjaman tahun yang bersangkutan; Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. b. Rasio proyeksi kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima), dengan rumus sebagai berikut: IV-142 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

10 DSCR = (PAD + (DBH-DBHDR) + DAU) BW > 2,5 P + B + BL Keterangan: DSCR PAD DBH = Debt Service Coverage Ratio; = Pendapatan Asli Daerah; = Dana Bagi Hasil; DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi; DAU BW P B BL = Dana Alokasi Umum; = Belanja Wajib, yaitu belanja pegawai dan belanja DPRD dalam tahun anggaran bersangkutan; = Angsuran pokok pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran bersangkutan; = Bunga pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran bersangkutan; = Biaya lainnya (biaya administrasi, komitmen, provisi, asuransi, dan denda) yang jatuh tempo pada tahun anggaran bersangkutan c. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman; dan d. Mendapatkan persetujuan dari DPRD. Persetujuan DPRD termasuk dalam hal pinjaman tersebut diteruspinjamkan dan/atau diteruskan sebagai penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PROSEDUR PINJAMAN DAERAH Prosedur pinjaman daerah dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu: 1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri. 2. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber selain dari Pinjaman Luar Negeri. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-143

11 3. Pinjaman Daerah dari sumber Selain Pemerintah baik pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang. Pinjaman ini dapat dilakukan sepanjang tidak melampaui batas kumulatif Pinjaman Pemerintah dan Pemda Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri Saat ini prosedur yang berlaku untuk pemerintah daerah melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah yang dananya berasal dari penerusan pinjaman luar negeri mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 54/2005 tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari kedua Peraturan Pemerintah di atas, Pemerintah telah menetapkan paket peraturan setingkat menteri, yaitu: Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 005/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang mengatur perencanan dan proses lebih lanjut pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri oleh Pemerintah Pusat; dan Peraturan Menteri Keuangan No. 53/2006 tentang Tatacara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri yang mengatur proses lebih lanjut penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada pemerintah daerah dalam bentuk pinjaman Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri oleh Pemerintah Pusat Prosedur penerusan pinjaman luar negeri dimulai dengan prosedur pengadaan Pinjaman Luar Negeri oleh Pemerintah Pusat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 2/2006 dan Peraturan Menteri PPN/Bappenas No. 005/2006, dengan proses yang lebih rinci sebagai berikut: IV-144 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

12 1. Meneg PPN/Kepala Bappenas bersama Menteri Keuangan membuat Rancangan Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN), untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan dalam bentuk Peraturan Presiden. Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri adalah rencana pengadaan pinjaman luar negeri dan strateginya dalam rangka pengelolaan keuangan yang memegang prinsip kehati-hatian. RKPLN disebutnya juga dengan istilah borrowing strategy, yang ditujukan untuk menghilangkan dominasi pemberi pinjaman (lender driven) dalam perencanaan pinjaman yang selama ini terjadi menuju Indonesian driven. 2. Berdasarkan RKPLN yang telah disusun, Kementerian Negara/Lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN menyampaikan usulan proyek untuk masuk ke dalam Daftar Rencana Pinjaman/Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPHLN-JM). Usulan Kegiatan yang disampaikan berisi: a. Daftar Isian Pengusulan Kegiatan; b. Kerangka Acuan Kerja; c. Hasil Studi Kelayakan; d. Surat persetujuan pemerintah daerah dan DPRD yang bersangkutan untuk usulan Pemda dan/atau Surat persetujuan Direksi BUMN dan Menteri BUMN, untuk usulan BUMN. 3). Dalam rangka penyusunan DRPHLN-JM, Meneg PPN/Kepala Bappenas menilai kelayakan kegiatan, berkoordinasi dengan Menkeu. Dalam penilaian atas usulan kegiatan pemerintah daerah, Kementerian PPN/Bappenas akan melakukan sinkronisasi pendanaan bersama Departemen Keuangan. 4). DRPHLN-JM yang telah disusun disampaikan kepada calon PHLN sebagai acuan untuk membuat Lending Program. 5). Kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam DRPHLN-JM diproses lebih lanjut untuk meningkatkan kesiapan pelaksanaan kegiatan, untuk selanjutnya kegiatan yang telah memenuhi kelayakan kesiapan kegiatan (readiness criteria) akan dicantumkan dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman/Hibah Luar Negeri (DRPPHLN) yang akan diterbitkan setiap tahunnya oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-145

13 6). Dalam rangka menyusun DRPPHLN, Meneg PPN/Kepala Bappenas meminta informasi kemampuan keuangan Pemda/BUMN untuk kegiatan PLN yang akan diteruskan kepada Pemda/BUMN. Berdasarkan permintaan dari Meneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan menyampaikan masukan berupa indikasi kemampuan keuangan Pemda dan BUMN untuk kegiatan PLN yang akan diteruskan. 7). Berdasarkan DRPPHLN, calon PPHLN menyampaikan indikasi komitmen pendanaan kepada Meneg PPN/Kepala Bappenas serta Menkeu untuk selanjutnya Meneg PPN/ Kepala Bappenas menyusun Daftar Kegiatan, dan Menkeu melakukan penilaian atas manajemen risiko dan penelitian persyaratan pinjaman untuk menetapkan alokasi pinjaman. Berdasarkan Daftar Kegiatan yang disampaikan oleh Meneg PPN/ Kepala Bappenas serta penilaian atas manajemen risiko dan penelitian persyaratan pinjaman, Menkeu menetapkan alokasi pinjaman. 8). Berdasarkan Daftar Kegiatan yang telah disusun oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas, Kementerian Negara/Lembaga/Pemda/BUMN pengusul melaksanakan persiapan pinjaman serta melakukan konfirmasi penerusan pinjaman dengan menyampaikan usulan kegiatan kepada Menkeu untuk menetapkan alokasi pinjaman. Berdasarkan penetapan alokasi pinjaman, Menkeu mengajukan usulan kepada calon PPHLN untuk mendapatkan komitmen pendanaan. Berdasarkan uraian di atas, maka prosedur pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri termasuk yang akan diteruskan kepada pemerintah daerah/bumn, adalah sebagaimana tercantum dalam Gambar 4.2. IV-146 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

14 Gambar 4.2 Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Prosedur Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Pinjaman Prosedur penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada daerah dalam bentuk pinjaman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 53/2006 merupakan proses yang terkait dengan prosedur pengadaan Pinjaman/Hibah Luar Negeri, dengan proses yang lebih terinci sebagai berikut: 1. Prosesnya dimulai setelah daftar kegiatan disampaikan dari Meneg PPN/ Kepala Bappenas kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan Daftar Kegiatan, Menteri Keuangan akan menyampaikan surat kepada pemerintah daerah agar menyampaikan rencana pinjaman kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan dokumen rencana pinjaman yang terdiri dari: a. Studi kelayakan kegiatan; Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-147

15 b. Rencana Kegiatan Rinci; c. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tiga tahun terakhir; d. APBD tahun bersangkutan; e. Perhitungan proyeksi APBD selama jangka waktu pinjaman termasuk perhitungan DSCR yang mencerminkan kemampuan daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR) serta asumsi yang digunakan selama jangka waktu pinjaman yang akan diusulkan; f. Rencana Pembiayaan Kegiatan (financing plan) secara keseluruhan; g. Surat persetujuan DPRD berupa persetujuan prinsip yang diberikan oleh komisi di DPRD yang menangani bidang keuangan; h. Data kewajiban yang masih harus dibayar setiap tahunnya dari pinjaman yang telah dilakukan; dan i. Surat Pernyataan Pemerintah Daerah, yang berisi tentang: (i) Tidak memiliki tunggakan atas pinjaman yang sedang berjalan; (ii) Menyediakan dana pendamping; (iii) Mengalokasikan dana untuk pembayaran angsuran pinjaman tersebut dalam APBD setiap tahun selama masa pinjaman; dan (iv) Dipotong Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil untuk pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak. 2. Berdasarkan dokumen rencana pinjaman yang telah disampaikan, Menteri Keuangan akan melakukan penelitian kelengkapan dokumen rencana pinjaman dan penilaian atas dokumen rencana pinjaman. 3. Dalam rangka penilaian kelengkapan dokumen rencana pinjaman, Menteri Keuangan akan memberikan jawaban atas kekurangan atau telah terpenuhinya kelengkapan dokumen. Penilaian kelengkapan dokumen rencana pinjaman dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas dokumen rencana pinjaman. IV-148 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

16 4. Dalam rangka melaksanakan penilaian tersebut, Menteri Keuangan meminta pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri atas rencana pinjaman untuk aspek-aspek diluar perencanaan dan keuangan, yang meliputi aspek politik dan administrasi pemerintah daerah. Pertimbangan Menteri Dalam Negeri diberikan selambat-lambatnya dalam 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya dokumen rencana pinjaman yang dinyatakan lengkap. 5. Dalam hal pertimbangan Mendagri tidak diberikan dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka rencana pinjaman dapat diproses lebih lanjut tanpa menunggu pertimbangan Mendagri. Penilaian oleh Menteri Keuangan dilakukan selambatlambatnya 40 (empat puluh) hari kerja setelah dokumen rencana pinjaman diterima secara lengkap. 6. Berdasarkan hasil penilaian, Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan atas rencana pinjaman. Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan penolakan atas rencana pinjaman, Menteri Keuangan menyampaikan surat kepada pemerintah daerah pengusul. Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, selanjutnya dilakukan koordinasi dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) untuk mendapatkan komitmen pendanaan. 7. Berdasarkan komitmen pendanaan dari calon PPLN, Menteri Keuangan menerbitkan Daftar Rencana Pinjaman Daerah (DRPD) untuk disampaikan kepada Pemerintah Daerah pengusul. Berdasarkan DRPD, pemerintah daerah menyampaikan Surat Keputusan DPRD tentang persetujuan Pinjaman yang dihasilkan dari rapat paripurna DPRD kepada Menteri Keuangan, yang memuat hal-hal sebagai berikut: a. Plafond pinjaman; b. Jangka waktu pinjaman; c. Bunga pinjaman; d. Biaya komitmen; e. Menyediakan dana pendamping; f. Mengalokasikan dana untuk pembayaran angsuran pinjaman tersebut dalam APBD setiap tahun selama masa pinjaman; dan Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-149

17 g. Kesediaan dipotong DAU dan/atau DBH untuk pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak. 8. Perundingan dengan calon PPLN dilakukan setelah diterbitkannya DRPD dan pemerintah daerah memenuhi kriteria kesiapan kegiatan, yang mencakup: a. Kesiapan indikator kinerja monitoring dan evaluasi, seperti data dasar; b. Alokasi Dana Pendamping untuk pelaksanaan kegiatan tahun pertama dalam APBD; c. Pengadaan tanah dan/atau resettlement telah dilaksanakan; d. Pembentukan dan penempatan personalia Unit Manajemen Proyek (Project Management Unit/PMU) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit/PIU); dan e. Kesiapan konsep pengelolaan proyek/petunjuk pengelolaan/administrasi proyek/memorandum (yang berisi cakupan organisasi dan kerangka acuan kerjanya, dan pengaturan tentang pengadaan, anggaran, disbursement, laboran, dan auditing). 9. Perundingan dilakulkan oleh Tim Perunding yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur Departemen Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan instansi terkait lainnya, termasuk pemerintah daerah pengusul. Hasil perundingan akan menjadi acuan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN). 10. NPPLN ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan PPLN. Berdasarkan NPPLN yang telah ditandatangani, selambat-lambatnya dalam 40 (empat puluh) hari kerja Menteri Keuangan menerbitkan surat persetujuan pinjaman yang memuat: a. Jumlah; b. Peruntukan; dan c. Persyaratan pinjaman. IV-150 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

18 Gambar 4.3 Proses Pelaksanaan Penerusan PLN Kepada Pemda (On-Lending) 11. Persyaratan pinjaman dalam NPPLN menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjaman dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP). NPPP ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan Kepala Daerah, memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: a. sumber dan jumlah dana; b. peruntukan; c. persyaratan pinjaman; d. penarikan dana; e. penggunaan dana; f. pembayaran kembali; g. monitoring dan evaluasi; h. pelaporan dan perkembangan fisik dan keuangan; dan Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-151

19 i. sanksi. 12. Berdasarkan NPPP, pemerintah daerah melaksanakan proses penarikan pinjaman serta pelaksanaan kegiatan. Prosedur penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada pemerintah daerah dalam bentuk Pinjaman secara sitematis dapat digambarkan sebagaimana Gambar Prosedur Pinjaman Daerah Dari Pemerintah yang Dananya berasal dari Pendapatan Dalam Negeri Prosedur pinjaman daerah dari Pemerintah yang dananya berasal dari Pendapatan Dalam Negeri saat ini dikelola oleh Menteri Keuangan melalui Rekening Pembangunan Daerah. Prosedur pinjaman daerah tersebut secara sistematis dapat ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut ini: Gambar 4.4 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber dari Pemerintah Dari Gambar 4.4, prosedur pinjaman daerah dari Pemerintah yang dananya berasal dari pendapatan dalam negeri harus melewati tahapan antara lain sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah mengajukan usulan pinjaman daerah kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan dokumen sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Persetujuan DPRD; b. Studi Kelayakan Kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman daerah; IV-152 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

20 c. Dokumen lain yang diperlukan. 2. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan pinjaman yang telah disampaikan; 3. Berdasarkan hasil penilaian, Menteri Keuangan dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan pinjaman; 4. Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Kepala Daerah dengan Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk menandatangani perjanjian pinjaman Prosedur Pinjaman Daerah dari Selain Pemerintah Prosedur pinjaman daerah yang bersumber dari Selain Pemerintah secara garis besar terbagi dua, yang dibedakan menurut lamanya masa pinjaman, yaitu prosedur pinjaman jangka pendek serta prosedur pinjaman jangka menengah dan panjang. Penjelasan secara detil adalah sebagai berikut: 1. Pinjaman jangka pendek: a. Pemda mengajukan proposal kepada calon pemberi pinjaman b. Calon pemberi pinjaman memberikan penilaian terhadap proposal tersebut c. Jika disetujui, pinjaman daerah jangka pendek dilakukan melalui perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Pemberi pinjaman dengan memperhatikan persyaratan yang paling menguntungkan Pemda penerima pinjaman. 2. Pinjaman jangka menengah dan panjang. Prosedur pinjaman jangka menengah dan panjang yang bersumber dari selain Pemerintah dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5 berikut ini: Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-153

21 Gambar 4.5 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber Selain dari Pemerintah Tahapan dari prosedur sesuai dengan Gambar 4.5 di atas adalah sebagai berikut: 1. Pemda wajib melaporkan rencana pinjaman yang bersumber dari selain Pemerintah kepada Menteri Dalam Negeri dengan menyampaikan sekurang-kurangnya dokumen: Kerangka acuan proyek; APBD tahun yang bersangkutan; Proyeksi DSCR; Rencana Keuangan (Financing Plan) pinjaman yang akan diusulkan; dan Surat Persetujuan DPRD. 2. Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan dalam rangka pemantauan defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman daerah. 3. Dalam hal defisit APBD suatu daerah melebihi batas maksimal defisit APBD masingmasing daerah, maka terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan. 4. Pemda mengajukan proposal pinjaman berdasarkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri tersebut. 5. Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian terhadap proposal tersebut. IV-154 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

22 6. Jika disetujui, pinjaman daerah dilakukan melalui perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pemberi pinjaman. 7. Perjanjian pinjaman tersebut wajib dilaporkan ke Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Prosedur pinjaman daerah yang bersumber dari selain Pemerintah di atas, tidak berlaku untuk pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat dalam bentuk Obligasi Daerah. Prosedur Obligasi Daerah diatur dengan mekanisme tersendiri dan akan dijelaskan dalam bagian lain dalam Bab ini PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN Pengaturan tentang pembayaran kembali pinjaman daerah diatur sebagai berikut: 1. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan; 2. Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi hak daerah tersebut OBLIGASI DAERAH Dalam Undang-Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.54/2005 tentang Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah diartikan sebagai pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Terdapat dua unsur utama yang perlu diperhatikan khusus dalam kaitannya dengan Obligasi Daerah. Unsur yang pertama adalah, berkaitan dengan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerbitkan Obligasi Daerah. Untuk melindungi fiskal daerah, pemerintah daerah yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan. Penerbitan obligasi ini dimaksudkan untuk Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-155

23 membiayai proyek-proyek yang dapat memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan penerimaan. Pada prinsipnya, diharapkan pendapatan yang didapat dari proyek yang dibiayai Obligasi Daerah dapat menutup pokok dan bunga yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, perlu diadakan langkah-langkah penilaian atas proyek yang akan dibiayai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kemungkinan apakah komponen-komponen dari proyek yang dimaksud di sini telah layak sehingga benar-benar dapat menghasilkan penerimaan. Unsur yang kedua adalah mengenai penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal. Dalam prakteknya Obligasi Daerah dianggap sebagai efek yang bersifat utang. Jika Obligasi Daerah telah diterbitkan dan telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), maka Obligasi Daerah telah siap untuk diperjualbelikan di pasar modal. Transaksi jual beli Obligasi Daerah mengikuti mekanisme di pasar modal. Berkaitan dengan hal ini, prosedur yang perlu diikuti telah diatur sedemikian rupa melalui berbagai Keputusan Kepala Bapepam-LK dan peraturan pasar modal lainnya. Pihak yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus memenuhi prinsip keterbukaan di pasar modal. Prinsip keterbukaan dimaksudkan untuk memberikan informasi lengkap mengenai prospek Obligasi Daerah untuk menarik minat investor. Obligasi Daerah merupakan efek yang bersifat utang, dimana penerbit obligasi (emiten) memiliki utang terhadap pemegang obligasi dan emiten berkewajiban untuk membayar pokok obligasi beserta bunganya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian pemberian Obligasi Daerah. Jangka waktu Obligasi Daerah lebih dari 1 (satu) tahun. Obligasi Daerah dikeluarkan oleh pemerintah daerah (pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten, dan pemerintah daerah kota) untuk mendapatkan dana investasi. Obligasi Daerah ini diterbitkan dalam mata uang rupiah, bukan dalam mata uang asing, dan akan dikelola pada pasar modal domestik. IV-156 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

24 Secara khusus, obligasi memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan pinjaman. Pinjaman diberikan oleh pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, dimana biasanya pemberi pinjaman adalah bank. Peminjam membayar kembali pokok dan bunga pinjaman kepada yang meminjamkan sampai batas waktu pinjaman. Pembayaran biasanya dilakukan 2 kali dalam setahun, dimana suku bunganya biasanya dapat disesuaikan. Pokok pinjaman dapat dibayarkan pada jumlah yang sama, dengan bunga yang terhutang pada neraca pinjaman. Kadangkala, pokok dan bunga pinjaman dibayarkan pada jumlah yang sama. Obligasi juga merupakan pinjaman, tetapi diberikan dalam bentuk surat berharga. Dalam Obligasi, si peminjam menjadi emiten dan pemberi pinjaman menjadi pemegang obligasi. Suku bunga biasanya sudah ditentukan. Kebanyakan obligasi adalah semi-tahunan, yang artinya bunga dibayarkan 2 (dua) kali dalam setahun pada pokok obligasi. Pokok obligasi itu sendiri dibayarkan dalam bentuk pembayaran tunggal pada akhir jangka waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, jumlah bunga yang telah dibayarkan adalah sama dalam tiap tahunnya sampai pembayaran pokok obligasi lunas. Obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh emiten sehingga pemegang obligasi adalah pemberi pinjaman kepada emiten. Obligasi memiliki jangka waktu yang pasti, dimana pada saat itu obligasi dibayarkan kembali. Pada akhir jangka waktu, obligasi dilunasi sesuai dengan nilai nominalnya. Dengan menerbitkan Obligasi Daerah, pemerintah daerah akan mendapatkan banyak manfaat. Diantaranya, pemerintah daerah dapat memperoleh pembiayaan bagi proyek-proyek yang memberikan manfaat kepada publik, khususnya untuk proyekproyek infrastruktur. Mekanisme yang ada di pasar modal memungkinkan lebih banyak pihak yang terlibat untuk memberikan pinjaman dalam bentuk obligasi karena melibatkan masyarakat luas. Melalui obligasi, pemerintah daerah juga dimungkinkan Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-157

25 untuk mendapatkan pinjaman dari investor asing, mengingat pinjaman langsung luar negeri bukan melalui Obligasi Daerah tidak diperkenankan bagi pemerintah daerah. Namun demikian, untuk menarik minat para investor agar membeli Obligasi Daerah yang ditawarkan di pasar modal, pemerintah daerah harus benar-benar memberikan kepastian bahwa obligasi tersebut akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo. Mengingat bahwa Obligasi Daerah dipergunakan untuk proyek yang memberikan manfaat kepada publik dan menghasilkan penerimaan, maka proyek tersebut harus benar-benar matang dan layak. Oleh karena itu, dalam tahapan sebelum mendapat persetujuan dari menteri keuangan, Studi Kelayakan harus dibuat oleh lembaga penilai yang terdaftar di Bapepam-LK sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan Prinsip Umum Prinsip umum mengenai penerbitan Obligasi Daerah, yang telah diatur dalam peraturan perundangan-undangan, antara lain sebagai berikut: 1. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal domestik dan dalam mata uang Rupiah; 2. Obligasi Daerah merupakan pinjaman pemerintah daerah dan tidak dijamin oleh Pemerintah; 3. Pemerintah daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah hanya untuk membiayai Kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan pemerintah daerah. Dengan ketentuan tersebut, maka Obligasi Daerah yang diterbitkan pemerintah daerah hanya jenis Obligasi Pendapatan (Revenue Bond); 4. Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan. Dengan ketentuan ini maka pemerintah daerah dilarang menerbitkan Obligasi Daerah dengan jenis index bond yaitu Obligasi Daerah yang nilai jatuh temponya dinilai dengan index tertentu dari nilai nominal, misalnya dengan kurs dollar atau harga emas; 5. Pengaturan lebih lanjut mengenai penerbitan Obligasi Daerah di Pasar Modal mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. IV-158 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

26 Prosedur Penerbitan Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah, diatur lebih lanjut tentang perencanaan, pengajuan usulan dan persetujuan serta pernyataan pendaftaran umum. Secara garis besar prosedur penerbitan Obligasi Daerah dapat dibagi berdasarkan prosedur: a) perencanaan Obligasi Daerah oleh pemerintah daerah; b) pengajuan, penilaian, dan persetujuan Menteri Keuangan; c) pengajuan penyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum di Pasar Modal. Prosedur penerbitan Obligasi Daerah, secara sistematis dapat dilihat dalam gambar 4.6. Gambar 4.6. Proses Penerbitan Obligasi Daerah Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-159

27 Perencanaan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah 1. Kepala Daerah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditunjuk melakukan persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang sekurang-kurangya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. menentukan kegiatan; b. membuat kerangka acuan kegiatan; c. menyiapkan studi kelayakan yang dibuat oleh pihak yang independen dan kompeten; d. memantau batas kumulatif pinjaman serta posisi kumulatif pinjaman daerahnya; e. membuat proyeksi keuangan dan perhitungan kemampuan pembayaran kembali Obligasi Daerah; f. mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada DPRD. 2. Persetujuan prinsip DPRD meliputi: a. nilai bersih maksimal Obligasi Daerah; b. jumlah dan nilai nominal Obligasi yang akan diterbitkan; c. penggunaan dana; dan d. pembayaran pokok, kupon, dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penerbitan obligasi. Secara sistematis prosedur persiapan penerbitan Obligasi Daerah oleh pemerintah daerah dapat digambarkan dalam Gambar 4.7 berikut ini: Pengajuan Usulan, Penilaian dan Persetujuan Menteri Keuangan 1. Kepala Daerah menyampaikan usulan penerbitan Obligasi Daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Studi kelayakan kegiatan; IV-160 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

28 Gambar 4.7 Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah di Daerah b. Kerangka acuan kegiatan; c. Perda APBD tahun yang bersangkutan dan Perda Perhitungan APBD 3 (tiga) tahun terakhir; d. Perhitungan DSCR; dan e. Surat persetujuan prinsip DPRD. 2. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian atas dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah selambat-lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dinyatakan lengkap. 3. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Menteri Keuangan memberikan persetujuan/ penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dengan memperhatikan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-161

29 4. Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Kepala Daerah menyampaikan pernyataan pendaftaran penawaran umum kepada Bapepam-LK. Prosedur pengajuan, penilaian, dan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat digambarkan dalam bagan alur pada Gambar 4.8 berikut ini: Gambar 4.8 Pengajuan, Penilaian dan Persetujuan Penerbitan Obligasi Daerah oleh Menkeu Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum di Pasar Modal Dalam rangka pelaksanaan penawaran umum Obligasi Daerah di Pasar Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, pemerintah daerah harus menyampaikan pernyataan pendaftaran dengan melengkapi dokumen yang dipersyaratkan kepada Bapepam-LK Departemen Keuangan. Kepala Daerah IV-162 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

30 wajib menyampaikan Perda tentang Penerbitan Obligasi Daerah kepada Bapepam-LK sebelum pernyataan efektif Obligasi Daerah. Perda tentang Penerbitan Obligasi Daerah memuat ketentuan mengenai: 1. jumlah; 2. nilai nominal; 3. penggunaan dana Obligasi Daerah; 4. Dalam hal Obligasi Daerah akan diterbitkan dalam beberapa tahun anggaran, maka Perda harus memuat jadwal penerbitan tahunan Obligasi Daerah; 5. Dalam hal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan membutuhkan jaminan, maka Perda harus memuat ketentuan mengenai aset yang akan dijaminkan. Bapepam-LK selanjutnya akan melakukan penelahaan terhadap kecukupan keterbukaan (adequate disclosure) sebagai persyaratan penawaran umum di pasar modal. Penawaran umum Obligasi Daerah dapat dilakukan setelah Bapepam-LK mengeluarkan pernyataan efektif penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal Pengelolaan Obligasi Daerah Setelah diterbitkannya obligasi daerah, pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembalikan pokok dan bunga obligasi daerah. Dalam rangka memenuhi kewajiban untuk pengembalian pokok dan bunga Obligasi Daerah, diperlukan pengelolaan Obligasi Daerah yang baik, yang meliputi: 1. Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian risiko; 2. Perencanaan dan penetapan struktur portfolio pinjaman daerah; 3. Penerbitan Obligasi Daerah; 4. Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang; 5. Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo; 6. Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-163

31 7. Pertanggungjawaban. Pengelolaan Obligasi Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dengan menunjuk satuan kerja yang akan melaksanakannya Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo Pembelian kembali Obligasi Daerah oleh pemerintah daerah sebagai emiten dapat diperlakukan sebagai pelunasan kembali atas Obligasi Daerah tersebut atau disimpan untuk dapat dijual kembali (treasury bonds). Dalam hal diperlakukan sebagai treasury bonds, maka hak-hak yang melekat pada Obligasi Daerah batal demi hukum Pelunasan pada saat jatuh tempo Pokok dibayarkan pada saat obligasi daerah jatuh tempo, sementara bunga dibayarkan setiap jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian obligasi daerah. Pada prinsipnya, pembayaran kembali obligasi daerah bersumber dari penerimaan kegiatan investasi. Namun demikian, ada kalanya, terutama pada masa konstruksi, kegiatan investasi belum menghasilkan penerimaan. Pada keadaan ini, pembayaran bunga dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Khusus untuk pembayaran pokok, harus dibentuk suatu dana cadangan dalam rekening khusus yang dananya tidak dapat digunakan untuk kepentingan lain selain pembayaran kupon obligasi daerah. Alokasi dana cadangan dialokasikan setiap tahun hingga obligasi daerah tersebut jatuh tempo, dengan besaran yang dibagi rata per tahunnya. Hal ini memudahkan pemerintah daerah untuk mengontrol arus kas sehingga dapat menjamin bahwa pada saat jatuh tempo pemerintah daerah sanggup untuk melunasi kewajiban pembayaran pokok obligasi daerah. IV-164 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

32 Penatausahaan dan Penggunaan Dana Obligasi Daerah Pemerintah telah mengatur tentang penatausahaan dan penggunaan dana hasil penjualan obligasi daerah sebagai berikut: 1. Dana hasil penjualan Obligasi Daerah ditempatkan pada rekening tersendiri yang ditatausahakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD); 2. Dana hasil penjualan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah direncanakan yang merupakan kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat; dan 3. Penerimaan dari investasi sektor publik diprioritaskan untuk membayar pokok, bunga, dan denda Obligasi Daerah Pertanggungjawaban Kepala Daerah wajib membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan Obligasi Daerah dan dana Obligasi Daerah sesuai dengan rencana penerbitan Obligasi Daerah. Pertanggungjawaban ini disampaikan kepada DPRD sebagai bagian dari pertanggungjawaban APBD. Terdapat dua hal yang perlu dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan penerbitan obligasi daerah, yaitu: 1. Pertanggungjawaban atas pengelolaan obligasi daerah; dan 2. Pertanggungjawaban dana hasil penerbitan obligasi daerah. Dalam pertanggungjawaban pengelolaan obligasi daerah, pemerintah daerah melaporkan: 1. Keterangan tentang portofolio obligasi daerah; 2. Laporan transaksi obligasi daerah di pasar modal yang mencakup penawaran umum, pelunasan, pembelian kembali, pertukaran, pembayaran bunga dan biaya lain, serta kegiatan lain yang terkait dengan pengelolaan obligasi daerah; 3. Posisi obligasi daerah; Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-165

33 4. Realisasi strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk pengendalian resiko; dan 5. Alokasi angaran dan realisasinya; 6. Dalam pertanggungjawaban dana hasil penerbitan obligasi daerah, pemerintah daerah melaporkan: 7. Perkembangan pelaksanaan kegiatan investasi; 8. Laporan keuangan kegiatan yang meliputi penggunaan dana dari obligasi daerah dan dana hasil penerimaan kegiatan; 9. Laporan alokasi dana cadangan Publikasi Informasi Kepala daerah wajib mempublikasikan secara berkala mengenai data Obligasi Daerah dan/atau informasi lainnya berdasarkan peraturan perundang - undangan di bidang Pasar Modal. Publikasi informasi secara berkala tersebut meliputi: 1. Kebijakan pengelolaan pinjaman daerah dan rencana penerbitan Obligasi Daerah yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan; 2. Jumlah Obligasi Daerah yang beredar beserta komposisinya, struktur jatuh tempo dan tingkat bunga; 3. Laporan keuangan pemerintah daerah; 4. Laporan penggunaan dana yang diperoleh melalui penerbitan Obligasi Daerah, alokasi dana cadangan, serta laporan-laporan yang bersifat material; dan 5. Kewajiban publikasi data dan/atau informasi lainnya yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di Pasar Modal. Publikasi data dan informasi mengenai Obligasi Daerah dilakukan oleh satuan kerja yang ditunjuk untuk mengelola Obligasi Daerah. Pihak lain yang terkait dengan pengelolaan Obligasi Daerah hanya dapat melakukan publikasi data dan informasi mengenai Obligasi Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Daerah. IV-166 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

34 Pelaksanaan publikasi antara lain dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan temu publik atau melalui media cetak dan media elektronik terutama situs internet (website) yang dimiliki dan dikelola oleh satuan kerja yang ditunjuk untuk mengelola Obligasi Daerah Pelaporan, Pemantauan dan Evaluasi Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan laporan penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran kupon dan/atau pokok Obligasi Daerah setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas: 1. Penerbitan Obligasi Daerah; 2. Penggunaan dana Obligasi Daerah; 3. Kinerja pelaksanaan kegiatan; dan 4. Realisasi pembayaran kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah. Pemantauan dan evaluasi tersebut di atas, dilakukan untuk melihat indikasi adanya penyimpangan dan/atau ketidaksesuaian antara rencana penerbitan Obligasi Daerah dengan realisasinya. Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dilaporkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi dimaksud, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat merekomendasikan kepada Ketua Bapepam-LK untuk menghentikan penerbitan Obligasi Daerah PELAPORAN PINJAMAN DAERAH Untuk melaksanakan tertib anggaran, maka semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka Pinjaman Daerah harus dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, termasuk Obligasi Daerah. Selain itu, setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh Daerah merupakan dokumen publik yang Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-167

35 diumumkan dalam Lembaran Daerah sehingga dapat diakses oleh publik. pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri agar penatausahaan Pinjaman Daerah dapat berjalan dengan baik SANKSI PINJAMAN DAERAH Berkaitan dengan kewajiban yang muncul dari pinjaman daerah, maka pemerintah daerah yang tidak memenuhi kewajibannya, dapat dikenakan sanksi seperti yang dijelaskan berikut ini: 1. Jika daerah melakukan pinjaman langsung dari sumber luar negeri yang bukan karena kegiatan transaksi Obligasi Daerah, maka Menteri Keuangan akan melakukan pemotongan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah tersebut; 2. Jika daerah tidak menyampaikan laporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun anggaran berjalan, maka Menteri Keuangan akan mengenakan sanksi berupa penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan; 3. Jika daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, maka Menteri Keuangan akan melaksanakan pemotongan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah tersebut. Untuk pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud di atas, Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.129/PMK.07/2008. Penjelasan mengenai PMK tersebut dapat dilihat dalam Boks No 4.1 di bawah ini. IV-168 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

36 Boks No 4.1 Pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 129/PMK.07/2008, Pemerintah Pusat dapat memotong DAU dan/atau DBH Pemerintah Daerah (Pemda) apabila Pemda memiliki tunggakan atas pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat. Pemotongan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran tunggakan. Adapun pinjaman yang dapat dikenakan pemotongan DAU dan/atau DBH adalah (i) pinjaman yang dalam naskah perjanjian pinjaman telah mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH atau (ii) pinjaman yang dalam naskah perubahan perjanjian pinjaman mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH. Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam PMK dilakukan setelah terpenuhinya persyaratan adanya dokumen sebagai berikut: 1. surat pernyataan Pemda bersedia dipotong DAU dan/atau DBH secara langsung; 2. surat kuasa Pemda kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Transfer ke Daerah untuk memotong DAU dan/ atau DBH; dan 3. surat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengenai kesediaan dipotong DAU dan/atau DBH secara langsung. Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH dihitung sebesar jumlah tunggakan, akan tetapi pemotongan per tahun tidak melebihi besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun yang dihitung dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah bersangkutan. Adapun perhitungan besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun adalah sebagai berikut: Indeks Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah Tinggi ( indeks > 1) Sedang ( 0,5 1) Rendah ( <0,5) Besaran Potongan 20% x (DAU + DBH) 15% x (DAU + DBH) 10% x (DAU + DBH) Jika besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun lebih kecil dari jumlah tunggakan, pemotongan DAU dan/atau DBH akan dilakukan secara bertahap untuk beberapa tahun sampai dengan seluruh pembayaran tunggakan selesai dibayarkan. Dalam hal pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan lebih dari satu tahun, besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun akan dihitung kembali dengan menggunakan data kapasitas fiskal dan jumlah DAU dan DBH yang dialokasikan untuk Pemda bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-169

37 4.3. HIBAH DAERAH Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa hibah dapat diberikan oleh Pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau sebaliknya. Sesuai dengan hal tersebut, maka lingkup hibah daerah meliputi hibah dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah dan sebaliknya hibah dari pemerintah daerah kepada Pemerintah Pusat, termasuk instansi vertikal Pemerintah Pusat di daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah, yang dimaksud dengan Hibah adalah Peneriman Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah Pusat, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah kepada pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan daerah dan dikelompokkan sebagai salah satu komponen pada Lain-lain Pendapatan yang Sah dalam APBD. Hibah yang diterima oleh pemerintah daerah dapat diterushibahkan, diteruspinjamkan, dan/atau dijadikan penyertaan modal kepada perusahaan daerah. Hibah kepada pemerintah daerah dalam APBN termasuk dalam Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Hibah kepada pemerintah daerah (KPA-HPD). IV-170 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

38 Mekanisme penyaluran hibah kepada pemerintah daerah lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.07/ SUMBER HIBAH Hibah kepada pemerintah daerah bersumber dari : 1. Pemerintah; 2. Pemerintah daerah lain; 3. Badan/lembaga organisasi swasta dalam negeri; dan/atau 4. Kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri. Hibah dari Pemerintah Pusat bersumber dari: 1. Pendapatan APBN; 2. Pinjaman Luar Negeri; dan/atau 3. Hibah Luar Negeri Hibah dari luar negeri dapat bersumber dari : 1. Pemerintah negara asing; 2. Badan/lembaga asing; 3. Badan/lembaga internasional; dan/atau. 4. Donor lainnya. Hibah yang bersumber dari pendapatan APBN dan dari pihak lain di dalam negeri dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hhibah Daerah (NPHD). Hibah yang bersumber dari luar negeri (baik dari pinjaman luar negeri maupun hibah luar negeri) dilakukan melalui Pemerintah Pusat melalui penandatanganan Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) antara Pemerintah c.q. Menteri Keuangan atau kuasanya dengan kepala daerah. Khusus untuk hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, prioritas diberikan kepada daerah berkapasitas fiskal rendah berdasarkan peta kapasitas fiskal Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-171

39 yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan dan atau prioritas sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah (RPJP/RPJM) PRINSIP DASAR PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH Prinsip-prinsip dasar pemberian hibah dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah adalah: 1) Hibah dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. 2) Hibah dilaksanakan sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/ Kota sesuai dengan PP No. 38 / ) Hibah bersifat bantuan untuk pelaksanakan urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Adapun urusan Pemerintah Pusat di daerah didanai dari dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Urusan pemerintah daerah dapat didanai dengan hibah. 4) Hibah diberikan kepada daerah mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah berdasarkan peta kapasitas fiskal daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 5) Kegiatan yang dibiayai dari hibah diusulkan oleh Kementerian Negara/Lembaga terkait merupakan diskresi Pemerintah Pusat KRITERIA PEMBERIAN HIBAH Kriteria pemberian hibah digolongkan berdasarkan sumber hibah, yaitu: 1) Hibah yang bersumber dari pendapatan APBN diberikan kepada pemerintah daerah dengan kriteria sebagai berikut: a. Untuk pelaksanakan kegiatan yang menjadi urusan pemerintah daerah seperti kegiatan peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah; IV-172 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

40 b. Untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Pusat yang berskala nasional/internasional oleh pemerintah daerah. c. Kegiatan lainnya sebagai akibat kebijakan Pemerintah Pusat yang mengakibatkan penambahan beban pada APBD. d. Kegiatan tertentu yang diatur secara khusus dalam peraturan perundangundangan. 2) Hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri, diberikan kepada pemerintah daerah dengan kriteria sebagai berikut: a. Untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan urusan pemerintah daerah dalam rangka pencapaian sasaran program dan prioritas pembangunan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. Diprioritaskan untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal rendah berdasarkan peta kapasitas fiskal yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 3) Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri, diberikan kepada pemerintah daerah dengan kriteria sebagai berikut: a. Untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi urusan pemerintah daerah, yaitu peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah; b. Kegiatan dalam rangka mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup dan budaya; c. Kegiatan dalam rangka mendukung riset dan teknologi; d. Kegiatan dalam rangka bantuan kemanusiaan. Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-173

41 PENARIKAN DAN PENYALURAN HIBAH Hibah disalurkan dalam mekanisme APBN ke APBD sesuai peraturan perundangan, yaitu dengan menggunakan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan terpisah dari bagian anggaran yang dikelola Kementerian/Lembaga. 1) Penyaluran Hibah Berupa Uang Penyaluran hibah berupa uang yang bersumber dari pendapatan APBN dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Penyaluran hibah berupa uang yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri dan/atau hibah luar negeri (PHLN) dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Khusus yang merupakan bagian dari RKUN ke rekening tersendiri yang merupakan bagian dari RKUD. Setelah uang diterima di RKUD, pemerintah daerah wajib membayarkan uang tersebut kepada pihak ketiga dalam jangka waktu 2 hari kerja. Jika lalain memenuhi ketentuan tersebut, pemerintah daerah dikenai sanksi sebagaiman diatur dalam NPPH atau NPHD. Selanjutnya, mekanisme penyaluran hibah berupa uang dapat dilihat pada gambar 4.9 berikut: IV-174 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

42 Gambar 4.9 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa Uang 2) Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa Tata cara penyaluran hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaksanakan sebagaiman diatur dalam NPHD atau NPPH dan peraturan perundang-undangan. Penyaluran hibah berupa barang dan/ atau jasa yang bersumber dari hibah luar negeri dan/ atau pinjaman luar negeri dapat dilakukan dengan penyerahan langsung dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri kepada pemerintah daerah penerima hibah. Setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Kementerian/Lembaga terkait, penyerahan langsung hibah barang/jasa tersebut dapat dilaksanakan dan dimuat dalam berita acara serah terima barang/jasa. Copy berita acara serah terima barang/ Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-175

43 jasa disampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA Hibah kepada pemerintah daerah (KPA-HPD). Copy berita acara serah terima tersebut merupakan dasar penatausahaan dan pelaporan hibah. Mekanisme penyaluran hibah berupa barang dan jasa dapat dilihat dalam gambar 4.10 berikut: Gambar Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa 3) Mekanisme Penerusan Hibah Kepada Pemerintah Daerah. 1. Penganggaran Hibah dan Penyusunan NPPH. a. Kementerian/Lembaga meminta penerbitan nomor register kepada DJPU dengan melampirkan Grant Agreement/Loan Agreement (dokumen perjanjian) dan rencana penyerapan; b. Berdasarkan permintaan tersebut, DJPU menerbitkan nomor register dan menyampaikan surat pemberitahuan kepada DJA untuk pencatuman dana hibah dalam APBN dan kepada DJPK untuk ditindaklanjuti yaitu proses penerusan hibah kepada pemerintah daerah; IV-176 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

44 c. Kementerian/Lembaga menetapkan pemerintah daerah penerima hibah kemudian disampaikan kepada DJPK; d. Atas dasar surat dari DJPU dan Kementerian/Lembaga, bahwa hibah dimaksud sudah ditetapkan dalam APBN/APBN-P, maka DJPK menerbitkan surat persetujuan penerushibahan kepada Pemerintah Daerah; e. DJPK menyusun NPPH dengan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah. Setelah konsep NPPH disetujui maka dilakukan penandatanganan NPPH oleh Kepala Daerah dan Dirjen Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan selaku KPA Hibah Daerah. Secara ringkas, proses penganggaran hibah dan penyusunan NPPH dapat dilihat pada Gambar Gambar Penganggaran Hibah dan Penyusunan NPPH Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-177

45 2. Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Hibah kepada Pemerintah Daerah (DIPA-HPD). a. Kepala daerah menyusun Rencana Komprehensif berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) atau Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) yang telah ditandatangani; b. Berdasarkan Rencana Komprehensif tersebut, Kepala Daerah menyusun Rencana Tahunan; c. Rencana Komprehensif dan Rencana Tahunan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan kementerian/lembaga terkait sebelum disampaikan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan selaku KPA-HPD; d. Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan verifikasi Rencana Komprehensif dan Rencana Tahunan terhadap pagu hibah APBN e. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan menyusun Rencana Alokasi Hibah kepada pemerintah daerah (RA-HPD); f. Atas dasar RA-HPD tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan menyusun konsep DIPA-HPD; g. RA-HPD disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan untuk dijadikan dasar pengesahan DIPA-HPD; h. Konsep DIPA-HPD disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan; i. DIPA-HPD yang telah disahkan oleh Dirjen Perbendaharaan merupakan dasar penyaluran hibah kepada pemerintah daerah; j. DIPA-HPD yang telah disahkan disampaikan kepada pemerintah daerah; k. Berdasarkan DIPA-HPD, Rencana Komprehensif dan Rencana Tahunan, Pemerintah Daerah menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD. Secara ringkas, proses penyusunan dan pengesahan DIPA HPD dapat dilihat pada Gambar IV-178 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

46 Gambar Proses Penyusunan DIPA Hibah Kepada Pemerintah Daerah Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-179

47 3. Penyaluran Hibah di Pemerintah Daerah. a. Kepala daerah membuka rekening tersendiri bersifat khusus sebagai bagian dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) yang digunakan untuk menampung dana hibah; b. Kepala daerah menyampaikan bukti pembukaan rekening yang memuat nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Dirjen Perimbangan Keuangan; c. Berdasarkan DIPA-HPD dan DPA-SKPD, kepala daerah membuat dan menyampaikan surat Permintaan Penyaluran Hibah yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak dan dokumen-dokumen terkait yang telah mendapatkan pertimbangan dari kementerian/lembaga terkait. Dokumen terkait tersebut antara lain: 1) Tahap pertama: Rencana penggunaan hibah; Copy DPA-SKPD dan dokumen pendukung terkait; Copy SPM dan Dokumen terkait. 2) Tahap berikutnya: Rencana penggunaan hibah; Copy SPM dan copy rekening koran serta dokumen terkait; Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan dokumen pendukung terkait; Copy Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang disahkan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) untuk tahap sebelumnya dan dokumen terkait; Laporan penggunaan hibah dan laporan penggunaan dana pendamping serta dokumen terkait. 3) Tahap terakhir: Copy SP2D yang disahkan oleh BUD dan dokumen pendukung terkait; Laporan penggunaan hibah dan laporan penggunaan dana pendamping secara keseluruhan yang ditetapkan SKPD d. Dirjen Perimbangan Keuangan sebagai KPA-HPD menerbitkan SPM untuk disampaikan kepada Dirjen Perbendaharaan; IV-180 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

48 e. Berdasarkan SPM tersebut Dirjen Perbendaharaan menerbitkan SP2D selanjutnya dilakukan pemindahbukuan dana dari RKUN atau Rekening Khusus pada APBN ke RKUD pada APBD. Secara ringkas, proses penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dapat dilihat pada Gambar Gambar Proses Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-181

49 4. Penyaluran hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pihak ke-3. a. Pihak ketiga menyiapkan dokumen-dokumen untuk mengajukan tagihan pencairan dana yaitu terdiri dari: Kontrak; Rencana Penggunaan Hibah (RPH); Progress Report; Nomor rekening dan nama bank. b. Pihak ketiga menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK); c. PPTK memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen pihak ketiga tersebut, kemudian berdasarkan kelengkapan dokumen tersebut PPTK membuat Surat Permintaan Pembayaran Daerah (SPP-D); d. SPP-D disampaikan oleh PPTK kepada KPA untuk selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Membayar Daerah (SPM-D); e. KPA menyampaikan SPM-D ke BUD untuk diverifikasi dan selanjutnya BUD menerbitkan SP2D. Secara ringkas, proses penyusunan dan pengesahan DIPA HPD dapat dilihat pada Gambar IV-182 Pinjaman, Hibah, dan Investasi Daerah

50 Gambar 4.14 Proses Penggunaan Hibah Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal Pelengkap Buku Pegangan 2010 IV-183

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 171

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH YANG DANANYA BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.010/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.010/2006 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.010/2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH YANG DANANYA BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Pengantar Obligasi Daerah

Pengantar Obligasi Daerah Pengantar Obligasi Daerah Dr. Ir. Perdana Wahyu Santosa, MM Email:perdana.ws@gmail.com PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI-TAHAP 3/LANJUTAN BAGI KARYAWAN BPKD PEMPROV DKI JAKARTA KERJASAMA LP3A FE UNPAD DAN PEMPROV

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO

PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PINJAM AN PEMERINT AH KOT A SAW AHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53 /PMK.010/2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH YANG DANANYA BERSUMBER DARI PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman Daerah merupakan Alternatif sumber Pembiayaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

Lebih terperinci

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 107/2000, PINJAMAN DAERAH *37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH

PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH A. PENGANTAR Pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1 Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Rp LATAR BELAKANG PINJAMAN DAERAH Kebutuhan pendanaan infrastruktur sangat

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang No.1000, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PDN. PLN. Penerusan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN

Lebih terperinci

PENERUSAN PINJAMAN DAERAH. Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan

PENERUSAN PINJAMAN DAERAH. Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan PENERUSAN PINJAMAN DAERAH Drs. Sidik Budiman M.Soc.Sc Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman Ditjen Perbendaharaan DASAR HUKUM PENERUSAN PINJAMAN/HIBAH KEPADA DAERAH UU NO. 25 Thn 1999 Tentang Perimbangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa unl.uk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK

KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK LATAR BELAKANG Keterbatasan sumber pembiayaan Peningkatkan pembangunan dan perekonomian daerah Pelayanan masyarakat MAKSUD DAN TUJUAN Untuk mengetahui kemampuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH 1 of 11 1/22/2013 2:37 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH

Lebih terperinci

1 of 6 21/12/ :39

1 of 6 21/12/ :39 1 of 6 21/12/2015 14:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Tulisan Hukum/Nonih Rimadewi/Umum 1

Tulisan Hukum/Nonih Rimadewi/Umum 1 OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN DAERAH Sumber gambar erixonsihite.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa unl.uk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH Ilustrasi: https://www.cermati.com I. Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai peran penting bagi Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.08/2016 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR DALAM RANGKA PENUGASAN PENYEDIAAN

Lebih terperinci

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA 2012, No.852 10 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN BATAS MAKSIMAL KUMULATIF PINJAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI

QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS Pengertian Defisit Anggaran Pemerintah Daerah. Menurut Darise, (2009: 129), Defisit merupakan selisih antara

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS Pengertian Defisit Anggaran Pemerintah Daerah. Menurut Darise, (2009: 129), Defisit merupakan selisih antara 10 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Defisit Anggaran Pemerintah Daerah 2.1.1 Pengertian Defisit Anggaran Pemerintah Daerah Menurut Darise, (2009: 129), Defisit merupakan selisih antara penerimaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 13 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR: PER. 005/M.PPN/06/2006 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN DAN PENGAJUAN USULAN SERTA PENILAIAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35 /KMK.07/2003 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, SERTA JUMLAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 129/PMK.07/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SANKSI PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ ATAU DANA BAGI HASIL DALAM KAITANNYA

Lebih terperinci

Obligasi Pemerintah Daerah : Alternatif Pendapatan Daerah

Obligasi Pemerintah Daerah : Alternatif Pendapatan Daerah Obligasi Pemerintah Daerah : Alternatif Pendapatan Daerah http://ekbis.sindonews.com I. Pendahuluan II. Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 153/PMK.05/2008 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI, REKENING DANA INVESTASI,

Lebih terperinci

PENGAJUAN USULAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI

PENGAJUAN USULAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI PETUNJUK TEKNIS PENGAJUAN USULAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI PETUNJUK UMUM (BUKU I) KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.852, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. APBD. Batas Maksimal. Defisit. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH...

DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... a b DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... 2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311 1 BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) 21022 Kode Pos 92311 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 4 TAHUN 2003 T E N T A N G POKOK POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNG

Lebih terperinci

MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016

MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016 MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SAR.ANA MULTI INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN INVESTASI, KERJASAMA DAN PINJAMAN/UTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KMK.07/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KMK.07/2003 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KMK.07/2003 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

Rekening Dana Investasi (RDI)

Rekening Dana Investasi (RDI) Rekening Dana Investasi (RDI) A. Latar Belakang Pada awal pelaksanaan Pelita I, kegiatan investasi unit-unit usaha produktif pemerintah semakin meningkat. Ketersediaan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2016

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2016 SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PINJAMAN/UTANG PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 40 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PINJAMAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN 168/PMK.07/2008 TENTANG HIBAH DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN 168/PMK.07/2008 TENTANG HIBAH DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168/PMK.07/2008 TENTANG HIBAH DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Lebih terperinci

1 of 5 18/12/ :41

1 of 5 18/12/ :41 1 of 5 18/12/2015 14:41 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNGGAKAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/PMK.07/2011 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN BATAS MAKSIMAL KUMULATIF PINJAMAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom

2011, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2011 BAPPENAS. Prosedur Kegiatan. Biaya Luar Negeri. Hibah. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN PINJAMAN/UTANG JANGKA PENDEK PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNGGAKAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA PEMERINTAH MELALUI SANKSI PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL

Lebih terperinci

Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993

Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 346 /KMK.017/2000 TENTANG PENGELOLAAN REKENING DANA INVESTASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan penerapan sistem pencatatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. No.515, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK. 01/2009 TENTANG TATACARA PELAKSANAAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 /PMK. 05/20 16 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN LUAR

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN, PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN, PEMANTAUAN,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 4

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1327, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penerusan. Sistem Akuntansi. Pelaporan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 232 /PMK.05/2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEWENANGAN PINJAMAN/UTANG PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci