BAB II TELAAH PUSTAKA. pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber daya yang berasal dari dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TELAAH PUSTAKA. pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber daya yang berasal dari dalam"

Transkripsi

1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber daya yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama yang diperoleh dari sumber dana dalam negeri, yang merupakan iuran rakyat sebagai kas Negara yang tidak mendapat balas jasa secara langsung dan digunakan dalam pembiayaan pembangunan Negara yang berguna bagi kepentingan bersama atau masyarakat pada umumnya. Pajak merupakan kewajiban yang telah ditentukan berdasarkan Undang-undang, sehingga setiap jenis pajak memiliki Undang-undang tersendiri. Adapun beberapa beberapa definisi yang dikemukakan tentang pajak oleh tokoh-tokoh di Indonesia dan Undang-undang sebagai berikut: 1. Menurut Mardiasmo (2011:01) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum 8

2 9 2. Menurut Soemitro (2011:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 3. Menurut Waluyo (2010:2) Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 4. Menurut S. I. Djajadiningrat (2010:3) Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. 5. Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), yang memiliki definisi : Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tentang pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki beberapa unsur, yaitu: 1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

3 10 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011:1) yaitu: 1. Fungsi Budgetair Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi terhadap minuman keras tersebut. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

4 11 c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% yaitu unutk mendorong ekspor produk Indonesia agar bisa bersaing di pasaran dunia Jenis-Jenis Pajak Jenis-jenis pajak dibagi dalam beberapa golongan 1. Berdasarkan lembaga pemungutannya, menurut Mardiasmo (2011:13): a. Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai. b. Pajak Daerah Berdasarkan pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 29 tahun 2009 Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan pemerintah daerah. Jenis-jenis pajak daerah: 1) Pajak Propinsi, contohnya: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 2) Pajak Kabupaten atau Kota, contohnya: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

5 12 2. Berdasarkan pengelolanya a. Pajak Langsung Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah pajak penghasilan, yaitu pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honorarium gaji, upah, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima, atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, jabatan dan kegiatan. b. Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsung adalah pajak atau pungutan wajib yang harus dibayarkan kepada Negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak sehingga dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 3. Berdasarkan sifatnya a. Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dengan memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contohnya: Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

6 Mekanisme atau tata cara pembayaran Pajak Penghasilan di Indonesia a) Pajak yang dipotong pihak ketiga Yaitu pajak yang dibayar dengan cara adanya pihak ketiga yang dipercaya untuk melakukan pemotongan pajak terhadap imbalan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan yang terjadi. Dan tanggung jawab pihak ketiga sebagai pemotong pajak adalah memotong, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Contohnya: PPh pasal 4 ayat (2), PPh pasal 21, PPh pasal 24, dan PPh pasal 26. b) Pajak yang dipungut pihak ketiga Pajak yang dibayar dengan cara, pihak ketiga melakukan pemungutan pajak yang terutang atas imbalan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan yang terjadi. Tanggung jawab dari pihak ketiga yaitu sebagai pemungut pajak adalah memungut, menyetor, dan melaporkan pajak. Pihak ketiga yang dapat bertindak sebagai pemungut pajak adalah bendaharawan pemerintah atau BUMN tertentu yang ditunjuk oleh pemerintah. Contoh: PPh pasal 22. c) Pajak yang diangsur selama tahun pajak berjalan Yaitu angsuran pajak yang dilakukan setiap bulan selama tahun pajak berjalan, yang didasarkan pada jumlah pajak yang terutang pada pajak sebelumnya, dan akan digunakan sebagai kredit pajak sebagai pengurang jumlah pajak yang harus dibayar pada akhir tahun pajak. Dengan asumsi bahwa pajak yang terutang pada tahun pajak berjalan tidak akan berbeda jauh dengan pajak yang terutang pada tahun sebelumnya, wajib pajak

7 14 diharapkan tidak akan membayar pajak dalam jumlah yang besar di akhir tahun karena adanya PPh pasal 25. d) Pajak yang dibayar secara tahunan atas kekurangan pajak Pembayaran pajak secara tahunan atau juga disebut dengan PPh pasal 29 adalah pembayaran pajak yang dilakukan setiap akhir tahun pajak atas kekurangan pembayaran pajak oleh wajib pajak (WP), baik waib pajak badan (WP Badan), atau wajib pajak orang pribadi (WPOP). Pembayaran pajak dengan cara ini dilakukan atas Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). Jumlah kekurangan pembayaran pajak diketahui setelah dilakukan perhitungan pajak yang terutang atas penghasilan yang diperoleh pada tahun berjalan dikurangi kredit pajak yang ada, yaitu pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga dan jumlah angsuran pajak selama tahun pajak berjalan. Jika setelah dilakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari pajak yang telah dibayar pada tahun berjalan, maka wajib pajak harus melakukan pembayaran atas kekurangan pajak tersebut Tarif pajak Penghasilan Pajak penghasilan mempunyai tarif pajak yang berbeda untuk setiap jenis pajak. Tarif pajak sendiri memiliki pengertian yaitu tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar. Ketentuan tentang tarif pajak adalah ketentuan tentang cara menghitung besarnya pajak yang terhutang dan biasanya merupakan persentase untuk diterapkan atas penghasilan netto untuk

8 15 menghitung besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Beberapa macam persentase tarif Pajak Penghasilan menurut Mansury (1996:20): 1. Tarif Marginal Yaitu persentase tarif pajak yang berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak. 2. Tarif Efektif Yaitu besarnya persentase besarnya tarif pajak yang berlaku atau yang harus diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu. Tarif pajak juga dibedakan berdasarkan strukturnya. Struktur tarif pajak adalah berkenaan dengan pola prosentase tarif pajak yang dipakai untuk menghitung besarnya pajak dengan cara menerapkan persentase yang bersangkutan kapada dasar pengenaan pajak yang bersangkutan. Jadi struktur tarif pajak adalah pola dari persentase tarif apabila dasar pengenaan pajak berubah, baik naik maupun turun. Tarif tersebut dibedakan menjadi beberapa, yaitu: 1. Tarif Porposional Yaitu jika persentase tarif pajak itu tetap, baik apabila dasar pengenaan pajak itu naik atau turun. 2. Tarif Regresif Yaitu tarif pajak yang berbanding terbalik dengan dasar pengenaan pajak, sehingga jika dasar pengenaan pajak semakin tinggi, tarif pajaknya semakin rendah.

9 16 3. Tarif Progresif Yaitu tarif pajak yang berbanding lurus dengan dasar pengenaan pajak, sehingga jika dasar pengenaan pajak semakin tinggi, tarif pajaknya juga semakin tinggi Subjek Pajak Menurut Waluyo (2010:89), subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Berdasarkan UU PPh Pasal 2 ayat 1 No. 36 tahun 2008, yang menjadi subjek pajak adalah: a. Orang pribadi Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau luar Indonesia. b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. c. Badan Badan terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN / BUMD dengan nama bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiunan, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi

10 17 massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. d. Bentuk Usaha Tetap Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yangdipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat berkedudukan di Indonesia, unutk menjalankan usahanya atau melakukan kegiatannya di Indonesia Objek Pajak Mardiasmo (2011:139) yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk tambahan kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan atau penghargaan, c. Laba Usaha d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,

11 18 f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian uang, g. Dividen h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak, i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, j. Penerimaan atau perolehan pembayarab berkala, k. Keuntungan karena pembebasab utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing, m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, n. Premi asuransi, o. Iuran yang diterima atau diperoleh dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yan gmenjalankan usaha atau pekerjaan bebas, p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah, r. Imbalan bunga, s. Surplus Bank Indonesia With holding Tax System pada Pajak PPh pasal 23 PPh pasal 23 merupakan salah satu pajak penghasilan sehingga dapat diklarifikasikan sebagai pajak langsung. Pada pajak penghasilan, yang sebenarnya berhutang pajak adalah si penerima penghasilan, namun pada pajak PPh pasal 23 ini pemerintah menunjuk pemberi penghasilan untuk bertanggung jawab atas

12 19 pelunasan hutang pajak tersebut, karena PPH pasal 23 merupakan salah satu jenis pajak penghasilan yang menggunakan metode potong-pungut (Pot-Put) atau yang sering disebut With holding Income Tax. With holding Income Tax merupakan suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pihak ketiga sebagai pemotong pajak, bukan oleh fiskus maupun Wajib Pajak itu sendiri. Penggunaan With holding Tax System pada PPh pasal 23 atas jasa dilakukan karena PPh pasal 23 adalah pajak atas jasa, sehingga sulit untuk diidentifikasi keberadaan transaksinya, tidak seperti barang yang memiliki bukti fisik berupa barang yang akan diperjualbelikan. Hal ini juga dilakukan untuk menjamin kelancaran dan keamanan pendapatan Negara dari sektor pajak ini, karena pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan langsung dipotong saat itu juga oleh pihak ketiga sebagai pihak lain diluar subjek pajak dan aparat pajak. Jika pajak terutang baru dibayarkan pada akhir tahun, selain dapat menimbulkan kecurangan terhadap jumlah pajak yang dibayar karena sulitnya melakukan identifikasi atas transaksi penggunaan jasa tasi, juga akan memberatkan wajib pajak karena total PPh pasal 23 yang terutang selama satu tahun pajak akan cukup besar, dengan adanya kemungkinan uang yang seharusnya digunakan untuk pembayaran PPh pasal 23 telah digunakan untuk keperluan lain. Maka digunakanlah Withholding Tax System ini, untuk mengantisipasi semua itu.

13 20 Dalam With holding Tax System, pihak ketiga yaitu pihak yang memberikan penghasilan kepada wajib pajak memiliki peran yang sangat penting, karena pihak ketiga inilah yang melakukan penghitungan dan pemotongan pajak yang diperkirakan terutang atas pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut kepada Wajib Pajak sebagai penerima penghasilan. Dengan With holding Tax System, kewajiban administrasi perpajakan tidak semata hanya berada di pihak pemotong pajak, namun juga sangat berguna bagi pihak yang dipotong pajaknya, bahwa atas penghasilan atau transaksi yang dilakukan telah dikenakan pajak. Dalam hubungan ini, untuk keperluan administrasi perpajakan bagi masyarakat yang dipotong pajaknya, maka pihak ketiga tersebut memberikan bukti pemotongan pajak. Bukti pemotongan pajak atau yang disebut Bukti Potong ini merupakan bukti pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai pemotong pajak atas pajak yang terutang. Bukti potong merupakan hal yang penting karena menjadi dasar bagi wajib pajak untuk mengakui adanya pemotongan pajak sepanjang tahun berjalan, sehingga wajib pajak dapat mengakui pajak tersebut. Tapi untuk PPh pasal 23 itu sendiri tidak adanya bukti potong pajak, pajak yang telah dipotong dan dilaporkan dalam SPT masa setiab bulannya, dianggap tidak memiliki bukti sehingga tidak diakui keberadaanny, dan untuk PPh 23 ini juga berarti tidak dapat diakui sebagai kredit pajak atas pemotongan pajak dalam tahun berjalan. Tidak adanya bukti potong juga dapat berakibat sanksi bagi pihak ketiga yaitu pihak yang memberikan penghasilan

14 21 karena dianggap lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai pemotong pajak. Selain itu pihak ketiga juga memiliki kewajiban untuk melakukan penyetoran pajak yang telah dipotong tadi ke Kas Negara dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Massa (SPM) PPh pasal 23 secara periodic yaitu setiap bulannya. Dengan demikian, kewajiban pihak ketiga sebagai pemotong pajak adalah menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dari Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan darinya sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku. Hal ini tentu mewajibkan pihak ketiga mengerti mengenai tata cara pemotongan maupun besarnya tarif yang digunakan dalam PPh pasal 23 karena jika melakukan kekeliruan, maka akan mendapatkan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana Pajak Penghasilan Pasal 23 Objek pajak pada PPh pasal 23 adalah penghasilan yang diterima Wajib Pajak dalam negeri. Menurut pasal 4 ayat 1 UU PPh, yang dimaksud dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. PPh pasal 23 diatur pada Pasal 23 dalam UU PPh. Pada ayat 1, disebutkan bahwa atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo

15 22 pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkannya: a. Tarif sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah Bruto atas: 1. Dividen sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf g UU PPh, yaitu dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2. Bunga sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 huruf f UU PPh, yaitu bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian uang; 3. Royalty; dan 4. Hadiah, penghargaan, bonus,dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 huruf e UU PPh, yaitu hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang diterimaatau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri karena merupakan objek pajak PPh Pasal 21. b. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: 1. Sewa dan panghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 UU PPh, yaitu penghasilan dari transaksi pengalihan

16 23 harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan yang merupakan objek PPh pasal 4 ayat 2 PPh Final; dan 2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 yaitu imbalan atas jasa tersebut yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri karena merupakan objek pajak PPh Pasal 21. Namun dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan adalah 100% (seratus persen) dari pada tarif yang seharusnya. Sementara pada ayat 4, disebutkan bahwa pemotongan PPh pasal 23 diatas tidak dilakukan atas: a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank, b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; c. Dividen sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf f, yaitu dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagi Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

17 24 1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; Dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 ayat (2c), yang telah dikenakan pajak dengan tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan bersifat final; d. Bagian laba sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf I, yaitu bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, e. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; dan f. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Batas waktu kewajiban pemotongan PPh pasa 23 harus dikaitkan dengan saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah saat jatuh tempo (seperti bunga, sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti dividen), saat yang ditentukan dalam kontak atau perjanjian atau faktur (seperti royalty, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya). Saat terutangnya penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut

18 25 oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut PPh. Saat yang menentukan kewajiban pemotongnya adalah mana yang terlebih dahulu terjadi, saat pembayaran atau saat terutangnya penghasilan. Hal ini sesuai dengan pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, yang menyatakan bahwa pemotongan pajak penghasilan oleh pihak ketiga dilakukan pada akhir bulan saat dibayarkannyapenghasilan, saat disediakan untuk dibayarkannya penghasilan atau saat jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pada penjelasan pasal 15 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah: a. Untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interen), maka pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. b. Untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikian pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen

19 26 sebagaimana diatur dalam pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak menerima atau memperoleh dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai. Sementara itu, yang dimaksud degan saat jatuh tempo pembayaran adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur Pembukuan Pajak PPh Pasal 23 Pembukuan menjadi hal yang penting dalam pajak karena pajak secara administrasi dihitung berdasarkan masa pajak tertentu (bulanan atau tahunan) dimana seluruh transaksi keuangan yang terjadi diakumulasikan dalam suatu masa tersebut. Dengan dilakukannya pembukuan, maka akan didapatkan informasi mengenai akumulasi transaksi yang terjadi selama suatu masa tertentu tadi yang telah dicatat secara teratur, untuk kemudian dihitung besarnya pajak yang terutang atas jumlah seluruh objek pajak yang diterima atau diperoleh atau diserahkan dan dilakukan selama masa pajak yang bersangkutan. Selain sebagai dasar untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, informasikeuangan yang dihasilkan dari proses pembukuan juga diperlukan serta sebagai alat bukti jika dilakukan pemeriksaan pajak terhadap kebenaran penghitungan jumlah utang pajak itu. Dalam SE-50/PJ.71/1989, disebutkan tiga arti pentingnya pembukuan untuk perpajakan, yaitu: 1. Mempermudah Wajib Pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

20 27 2. Mempermudah perhitungan besarnya penghasilan kena pajak (atau dasar pengenaan pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai atau PPN). 3. Penyajian informasi tentang posisi financial dan hasil usaha (pekerjaan bebas Wajib Pajak) untuk bahan analisis maupun pengambilan keputusan ekonomis perusahaan. Karena pentingnya peran pembukuan dalam sistem pemungutan pajak, seorang wajib pajak diwajibkan melakukan pembukuan. Ketentuan pajak tidak menentukan secara pasti metode pembukuan yang bagaimana yang harus diterapkan. Namun, dalam hal-hal tertentu, untuk mengamankan kebijakan dan tujuan sistem perpajakan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan pembukuan oleh Wajib Pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU KUP, yaitu: a. Pembukuan harus diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban atau hutang, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian. c. Pembukuan harus ditutup setiap akhir tahunn dengan membuat neraca dan laporan laba-rugi berdasarkan prinsip pembukuan yang taat asas (konsisten) dengan tahun sebenarnya. d. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, dengan bahasa Indonesia dan

21 28 satuan mata uang Rupiah (atau dengan bahasa Inggris dan mata uang US$ dengan izin Menteri Keuangan). e. Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumeen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan harus disimpan selama sepuluh tahun. Prinsip itikad baik merupakan tuntunan moral spiritual dalam pembukuan untuk keperluan pajak, karena pembukuan yang dilakukan Wajib Pajak tidak semata-mata mempunyai fungsi untuk perusahaan pribadi, tetapi juga bertujuan untuk memberikan informasi yang sebenar-benarnya sehingga tidak ada pihakpihak yang dikelabui oleh pembukuan tersebut. Hal ini sejalan dengan kepercayaan yang diberikan kepada masyarakat untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang dalam satu masa (tahun) pajak. Oleh karena itu juga, pembukuan harus mencerminkan keadaan atau kegiatanusaha yang sebenarnya. Sehingga tanpa dasar itikad baik, kejujuran dan teratur pembukuan tidak mempunyai arti. Sebagaimana kita ketahui, Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT dengan benar dan lengkap. Benar dalam hal penyajian dan akurasinya, serta lengkap dalam hal pelaporan SPT disertai dengan lampiran berupa laporan keuangan, yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba-Rugi dan lampiran lainnya, yang merupakan hasil dari pelaksanaan pembukuan menjadi sangat penting guna mendapatkan kelengkapan informasi yang diperlukan dalam penyusunan SPT Wajib Pajak, sehingga diketahui besarnya pajak yang terutang yang wajar dan sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak yang bersangkutan.

22 29 Salah satu hal yang harus dilakukan dalam pembukuan adalah pembuatan jurnal atas setiap transaksi yang terjadi. Atas pemotongan pajak PPh pasal 23, baik pihak ketiga yang melakukan pemotongan pajak maupun wajib pajak sebagai penerima penghasilan wajib membuat jurnal saat pemotongan pajak dilakukan dan pada akhir tahunn dimana untuk PPh Pasal 23 akan diakui sebagai kredit pajak oleh wajib pajak yang menerima penghasilan. Jurnal yang harus dibuat oleh pihak ketiga saat pemotongan pajak adalah: Biaya jasa / Biaya Sewa xxx PPh Pasal 23 Kas / Bank xxx xxx Sementara bagi wajib pajak yang menerima penghasilan, jurnal saat pemotongan pajak adalah: Kas / Bank Piutang PPh Pasal 23 xxx xxx Pendapatan Jasa / Pendapatan Sewa xxx Dan jurnal pada akhir tahun pajak adalah: Biaya PPh Pasal 23 xxx Piutang PPh Pasal 23 xxx Sehubungan dengan ekualisasi biaya terkait dengan withholding income tax, PT. Novapharin, Menganti Gresik menggunakan metode akrual basis dalam pengakuan biayanya. Pengakuan biaya dilakukan pada saat kewajiban mambayar sudah terjadi. Sehingga dengan kata lain, pada saat kewajiban membayar sudah terjadi, maka titik ini dianggap sebagai awal munculnya biaya meskipun biaya

23 30 tersebut belum dibayar. Menurut penjelasan UU KUP Pasal 28 angka 5 mengenai metode pencatatan biaya menyatakan bahwa biaya akan diakui pada saat terutang, sehingga tidak tergantung kapan biaya tersebut dibayarkan oleh perusahaan secara tunai Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Mardiasmo (2011:37) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Fungsi dari Surat Setoran Pajak (SSP) adalah sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. Menurut Mardiasmo (2011:31), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, oleh pajak dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi dari Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. a. Jenis-jenis Surat Pemberitahuan yaitu: 1. Surat Pemberitahuan Massa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu massa pajak tertentu.

24 31 2. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk sutau Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. b. Batas Penyampaian Surat Pemberitahuan: 1. Surat Pemberitahuan Massa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. 2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak. c. Sanksi administrasi pembayaran dan pelaporan pajak 1. Sanksi tidak atau terlambat lapor SPT Sesuai pasal 7 UU KUP, disebutkan bahwa apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar: a) Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN b) Rp ,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya c) Rp ,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan d) Rp ,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi.

25 32 2. Sanksi tidak atau terlambat membayar pajak a) Terlambat membayar pajak masa Pasal 9 ayat (2a) UU KUP menyatakan bahwa pembayaran atau penyetoran pajak masa yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, sesuai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagiandari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. b). Terlambat membayar pajak tahunan Pasal 9 ayat (2b) UU KUP menyatakan bahwa atas pembayaran atau penyetoran pajak tahunan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayarn, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. c). Tidak atau kurang membayar pajak masa atau tahunan Membayar sesuai Pasal 14 ayat (3) UU KUP disebutkan bahwa jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat tagihan pajak karena tidak atau terlambat membayar pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian

26 33 Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. d. Tata cara penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007, PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya seteleh masa pajak berakhir. Pada tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Pembayaran atau penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat tersebut. SSP ini berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau jika sudah mendapatkan validasi. SSP dianggap sah jika telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerima Negara (NTPN). Adapun tempat pembayarannya adalah kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai tempat pembayaran pajak.

27 34 e. Tata Cara Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pemotongan PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap kali melakukan pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh pasal 23 ini merupakan bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut, yang kelak akan dikreditkan dalam SPT Tahunan. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotong PPh Pasal 23 wajib melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut. Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 atau 26 ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak pemotong PPh Pasal 23 terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 atau 26 harus disampaikan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. Contohnya, untuk pemotongan PPh Pasal 23 bulan Oktober 2010, SPT Masa PPh Pasal 23 harus disampaikan paling lambat tanggal 20 November. Dalam hal batas akhir pelaporan diatas bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pengertian hari libur nasional termasuk hari yang diliburkann untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkanoleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2.2 Penelitian Terdahulu Untuk melakukan penelitin ini, penulis mencoba menelusuri penelitian lain yang berhubungan dengan PPh pasal 23, seperti punya mahasiswa yang bernama

28 35 Patric Walandouw dalam judul penelitiannya Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan PPh 25 pada CV. Mitra Jaya Lestari dan Hendra, Sifrid S. Pangemanan, Steven Tangkuman dalam judul penelitiannnya Penerapan Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT. Golden Mitra Inti Perkasa yang akan dijabarkan dalam tabel dibawah ini. No Peneliti Kota / Tahun Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Judul Hasil Penelitian 1 Patric Walandouw Manado 2011 Analisis Perhitungan dan Pelaporan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25 Berdasarkan hasil perhitungandan pelaporan yang dilakukan oleh penulis pada CV. Mitra Jaya Lestari, dapat disimpulkan bahwa pelaporan PPh pasal 23 paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnyadan SPT Masa disampaikan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. 2. Hendra, Sifrid S. Pangemanan, Steven Tangkuman. Manado 2013 Penerapan Akuntansi pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT. Golden Mitra Inti Perkasa Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti pada PT. Golden Mitra Inti Perkasa dapat disimpulkan bahwa: 1. PT. Golden Mitra Inti Perkasa telah melakukan perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 terhadap Jasa Konsultan pajak dengan benar. 2. PT. Golden Mitra Inti Perkasa telah melakukan pencatatan

29 36 Sumber : diolah oleh penulis akuntansi terhadap PPh Pasal 23 terhadap Jasa Konsultan pajak dengan benar 3. PT. Mitra Inti Perkasa belum melakukan perhitungan dan pemotongan PPh pasal 23 atas Jasa Service AC 4. PT. Golden Mitra Inti Perkasa tidak melakukan pencatatan akuntansi terhadap PPh Pasal 23 atas Jasa Service AC. 2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan dari teori-teori yang ada diatas, dan dengan penelitian yang coba peneliti angkat sesuai dengan judul yang penulis ajukan. Penulis memberikan gambaran konsep yang akan dibahas sebagai berikut.

30 37 Pemotongan PPh Pasal 23 Gambar 2.1 Skema Kerangka Konseptual PT. Novapharin PT. X atau PT. Rekanan Bagian perpajakan Bagian Keuangan FP atau Invoice BPP + Invoice FP + Invoice Intern FP + BPP + Invoice Sumber : diolah oleh penulis Penyetoran PPh Pasal 23 Bagian Administrasi pajak Manager keuangan lapor pajak (BPP) Bank (SSP) BPP + SSP Sumber : Diolah oleh penulis

31 38 Pelaporan PPh Pasal 23 Bagian adminnistrasi pajak (BPP + SSP + SPT Induk) KPP Sumber : Diolah oleh penulis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LandasanTeori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) secara sederhana adalah suatu cara kerja yang langsung dapat membimbing kita kedalam dunia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain: Menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009:1) adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pajak 2.1.1 Dasar Hukum Pajak Adanya pemungutan Negara yang bersifat memaksa, di atur dalam Undang-Undang 1945 pasal 23 (A) yang berbunyi: Pajak dan pungutan lain yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan, sebagai salah satu sumber dana yang berasal dari dalam Negara untuk membiayai kegiatan

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA 1 BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA Definisi Bendahara Istilah bendahara secara umum dikenal sebagai orang yang memegang uang baik di perusahaan swasta, sebuah organisasi, maupun di instansi-instansi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

A. Pengertian Laporan Keuangan

A. Pengertian Laporan Keuangan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah kesimpulan dari hasil pencatatan yang disusun secara sistematis berdasarkan standar akuntansi yang di terima umum dan menggambarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu: 1.1 Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Istilah Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat yang dikutip oleh Wirawan (2011 : 6) "Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) Pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Perpajakan 2.2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Perpajakan Tahun 2007, Pajak didefinisikan sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Fungsi, Pembagian, dan Sistem Pemungutan Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci