BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG"

Transkripsi

1 BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG Sari Kepustakaan : Obat Kemoterapi Limfoma Maligna Penyaji Pembimbing : Ratika : dr. M. Kautsar Boesoirie, Sp.M(K), MM. Telah diperiksa dan disetujui Oleh Pembimbing unit ROO dr. M. Kautsar Boesoirie, Sp.M(K), MM. Kamis, 28 Juli 2016 Pkl WIB

2 1 Obat Kemoterapi Limfoma Maligna I. Pendahuluan Limfoma maligna merupakan kelainan myeloproliferatif yang dapat bermanifestasi pada mata. Limfoma maligna terdiri dari limfoma Hodgkin dan non Hodgkin. Insidensi hodgkin lymphoma Amerika Serikat adalah 2-3 kasus per penduduk dan non Hodgkin limfoma 3-4 %. Limfoma yang paling banyak bermanifestasi pada mata adalah non Hodgkin limfoma. Salah satu penanganan limfoma maligna adalah pemberian kemoterapi. 1,2,3 Tujuan dari kemoterapi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Obat kemoterapi pertama yang ditemukan adalah sulfur dan mustar nitrogen dengan menekan sumsum tulang. Tahun 1950 ditemukan obat yang bekerja pada DNA (Deoxyribonucleic acid) yaitu metotreksat. Sejak tahun 1970 semakin banyak obat kemoterapi yang bekerja menghambat mitosis. 4 Sari Kepustakaan ini akan membahas mengenai kemoterapi pada limfoma maligna. II. Limfoma maligna Limfoma maligna dibagi menjadi Hodgkin dan non Hodgkin. Limfoma Hodgkin banyak terjadi pada usia tahun dan usia lebih dari 50 tahun. Limfoma Non Hodgkin banyak terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Insidensi limfoma Hodgkin tidak dipengaruhi ras tertentu sedangkan limfoma non Hodgkin lebih banyak ditemukan pada ras kulit putih. Stadium limfoma dibagi berdasarkan Stadium Ann Arbor. 5,6,7

3 2 Tabel 2.1 Stadium Ann Arbor Sumber : Smith 8 Stadium Kelenjar limfe yang terlibat I I : Satu daerah kelenjar limfe IE :satu area ekstralimfatik II II : Dua atau lebih daerah kelenjar limfe pada sisi diafragma yang sama II E : penyebaran ektrsalimfatik lokal ditambah saru atau lebih daerah kelenjar limfe pada sisi diafragma yang sama III III : Daerah kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma IIIE : Disertai penyebaran ekstralimfatik III S : keterlibatan limpa IV Keterlibatan difus pada satu atau lebih organ extralimfatik (sumsum tulang / tulang/ paru-paru) A Tidak ada gejala kategori B B Ditemukan 1 atau lebih gejala sebagai berikut : Penurunan berat badan >10% selama 6 bulan sebelum penentuan stadium Fever >38 C berulang Berkeringat malam berulang E Ekstra nodal X Massa besar diameter >10 cm Axilla dan pectoral Epitrochlear dan brachial Inguinal dan femoral Gambar 2.1 Regio anatomi kelenjar limfe pada stadium limfoma Sumber : Connors 5

4 Limfoma Hodgkin Limfoma Hodgkin merupakan salah satu dari limfoma B sel dan terdiri dari 2 tipe mayor yaitu tipe klasik dengan sel Reed-Sternberg dan limfoma Hodgkin nodular predominan limfosit. Penyebab limfoma Hodgkin belum dapat ditentukan secara pasti. Etiologi diduga berhubungan dengan Ebstein-Barr Virus (EBV) dan genetik pada beberapa kasus. Sel Reed-Sternberg pada 50% kasus limfoma Hodgkin ditemukan EBV-encoded small RNA (EBER). Limfoma Hodgkin lebih banyak ditemukan pada kembar monozigot dibandingkan dengan kembar dizigot. Limfoma Hodgkin tidak dipengaruhi oleh radiasi, kimia, agen biosidal. 3,5 Gambar 2.2 Histologi limfoma Hodgkin tipe nodular sclerosing. Terdapat sel lakunar, sel Reed Sternberg, limfosit, dan eosinofil Sumber : Connors 5 Gambar 2.3 Sel Reed Sternberg Sumber : Eichenauer 3

5 4 Tabel 2.2 Subtipe Limfoma Hodgkin berdasarkan klasifikasi the Revised European- American Lymphoma classification (REAL) Sumber : Eichenauer 3 Nodular-sclerosing classic Hodgkin lymphoma Mixed-cellularity classic Hodgkin lymphoma Lymphocyte-rich classic Hodgkin lymphoma Lymphocyte-depleted classic Hodgkin lymphoma Unclassifiable classic Hodgkin lymphoma Nodular lymphocyte predominant Hodgkin lymphoma 2.2 Limfoma Non Hodgkin Sejak 100 tahun lalu pembagian limfoma berdasarkan penemuan sel Reed- Sternberg pada Limfoma Hodgkin dan limfoma lainnya adalah limfoma non- Hodgkin. Sistem klasifikasi ini diubah dalam the Revised European-American Lymphoma classification (REAL) / World Health Organization (WHO) berdasarkan morfologi, imunologi, dan klinis. 7 Faktor-faktor yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin kelainan imunitas (X-linked lymphoproliferative disorder, Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) Rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus,sjögren syndrome, Hashimoto thyroiditis), infeksi (Epstein-Barr virus, Human T- lymphotropic virus type 1, Human herpesvirus type 8, Hepatitis C virus, Helicobacter pylori, Borrelia burgdorferi, Chlamydia psittaci, Campylobacter jejuni), dan lingkungan (herbisida, pelarut organik, pewarna rambut, sinar ultraviolet, diet, rokok, dan obat-obatan). Pekerja yang terpapar dengan zat bioaktif bertahun-taun, usia tua dan pasien dengan penyakit autoimun beresiko terkena limfoma non-hodgkin. Saudara kandung dan generasi pertama dari pasien limfoma dan keganasan darah lainnya beresiko tinggi. 7

6 Tabel 2.3 Klasifikasi Limfoma Non Hodgkin the Revised European-American Lymphoma classification (REAL) Sumber : Bierman 7 PRECURSOR LYMPHOID NEOPLASMS B-lymphoblastic leukemia/lymphoma T-lymphoblastic leukemia/lymphoma MATURE B-CELL NEOPLASMS Chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma B-cell prolymphocytic leukemia Splenic marginal zone lymphoma Hairy cell leukemia Splenic lymphoma/leukemia, unclassifiable Lymphoplasmacytic lymphoma Heavy chain diseases Plasma cell neoplasms Extranodal marginal zone lymphoma of mucosa-associated lymphoid tissue (MALT lymphoma) Nodal marginal zone lymphoma Follicular lymphoma Primary cutaneous follicle center lymphoma Mantle cell lymphoma Diffuse large B-cell lymphoma, NOS Burkitt lymphoma B-cell lymphoma, unclassifiable, with features intermediate between diffuse large B-cell lymphoma and Burkitt lymphoma B-cell lymphoma, unclassifiable, with features intermediate between diffuse large B-cell lymphoma and classical Hodgkin lymphoma MATURE T- AND NK-CELL NEOPLASMS Adult T-cell leukemia/lymphoma Extranodal NK/T-cell lymphoma, nasal type Enteropathy-associated T-cell lymphoma Hepatosplenic T-cell lymphoma Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma Mycosis fungoides Sézary syndrome Primary cutaneous CD30+ T-cell lymphoproliferative disorders Peripheral T-cell lymphoma, NOS Angioimmunoblastic T-cell lymphoma Anaplastic large cell lymphoma, ALK positive Anaplastic large cell lymphoma, ALK negative ALK = anaplastic lymphoma kinase; MALT = mucosa-associated lymphoid tissue; NK = natural killer; NOS = not otherwise specified 5

7 6 Gambar 2.4 Large cell lymphoma, tanda panah menunjukkan sel neoplasma Sumber : AAO 9 Empat tipe limfoma orbita yang paling umum berdasarkan klasifikasi REAL antara lain limfoma Mucosa-associated lymphoid tissue (MALT), Chronic lymphocytic lymphoma (CLL), Follicular center lymphoma, dan high-grade lymphoma. Mucosa-associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma merupakan 40%-60% dari limfoma orbita. Lesi MALT 50% berasal dari traktus gastrointestinal. Antigen seperti Helicobacter pyloripada limfoma gaster merupakan target terapi. Limfoma MALT memiliki tingkat keganasan yang rendah namun 50% pasien mengalami penyebaran sistemik dalam waktu 10 tahun. Remisi spontan ditemukan pada 5-15% kasus. Transformasi histologi menjadi lesi yang lebih ganas terjadi pada 15-20%. Tipe kedua juga memiliki tingkat keganasan rendah adalah chronic lymphocytic lymphoma (CLL).Tipe ketiga adalah follicular center lymphoma terdiri dari lesi folikular dengan tingkat keganasan rendah. Tipe keempat yaitu high-grade lymphomas termasuk lymphoblastic lymphoma, dan limfoma Burkitt. 2 large cell lymphoma,

8 7 Gambar 2.5 Limfoma Mucosa-associated lymphoid tissue (MALT)). Terdapat sel-sel plasma pada sisi kiri lapang pandang. Sumber : Syed Gejala Klinis Gejala klinis dari limfoma maligna adalah massa yang tidak nyeri dan progresif. Limfadenopati terutama pada daerah cervical, axilla, atau area mediastinal. Nodal inferior dari diafragma ditemukan pada 10% pasien. Pembesaran kelenjar limfe tidak nyeri. Gejala konstitusi ditemukan pada 25% pasien. Gejala lain yang dapat timbul adalah penurunan berat badan >10%, keringat malam, demam persisten, batuk yang diakibatkan penekanan masa di mediastinal, dan nyeri tulang jika mengalami metastase, serta anemia atau pansitopenia. Massa sering terdapat pada orbita anterior atau pada konjungtiva yang terlihat sebagai salmon-patch appearance. Limfoma tingkat keganasan rendah dan hiperplasia limfoid dapat membesar dalam jangka waktu bulan sampai tahun. 1,2,3,5

9 Gambar 2.6 a. Ptosis palpebra superior dan massa yang teraba pada orbital rim; b. Potongan coronal MRI (Magnetic Resonance Imaging) memperlihatkan pembesaran kelenjar lakrimal kanan dengan infiltrasi jaringan orbita anterior; c. Potongan axial MRI menunjukkan massa di sekitar orbita; d. Biopsi insisi memperlihatkan limfoma orbita infiltrasi kelenjar lakrimal. Sumber :AAO 2 8

10 9 Gambar 2.7 Salmon patch appearance Sumber : Syed Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologi menunjukan massa di orbita. Lesi orbita 50% terdapat pada fossa lakrimal. Lesi orbita bilateral terjadi pada 17% kasus. 2,3,5 Biopsi dan pewarnaan histokimia diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan jenis histologi. Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) tidak adekuat untuk menegakkan diagnosis karena tidak dapat menentukan karakteristik morfologi..diagnosis klasik limfoma Hodgkin adalah ditemukannya sel Reed- Sternberg pada pemeriksaan kelenjar limfe atau organ ekstralimfatik Terapi Terapi limfoma berupa kemoterapi dan radioterapi. Radioterapi merupakan pilihan terapi pada pasien dengan kelainan okular yang terlokalisir. Dosis radioterapi yang biasa digunakan adalah cgy. Regimen kemoterapi dibedakan berdasarkan jenis dan stadium. 2,5 III. Kemoterapi pada limfoma maligna Diagnosis dan penentuan jenis serta stadium yang tepat dari limfoma menentukan rencana terapi yang akan dipilih. Prinsip pemilihan kombinasi obat yang tepat berdasarkan efikasi, toksisitas, jadwal pemberian yang tepat, dan interaksi obat. Terapi kombinasi perlu diberikan karena sulit menentukan obat

11 10 tunggal yang paling efektif, meningkatkan respons awal yang lebih baik, dan dapat menimbulkan efek sinergis serta meningkatkan aktivitas total obat. Terapi kombinasi dapat mengurangi resiko toksisitas obat karena dosis yang diberikan masing-masing obat lebih kecil. 8,11,12 Efek samping kemoterapi dapat diatasi dengan pemberian terapi suportif seperti pemberian medikamentosa dan pemberian growth factor untuk menstimulasi produksi sel darah merah dan neutrofil. Efek samping obat bervariasi seperti neuropati (vincristine), cardiotoksik (doxorubicin), hiperglikemia (prednisone), dan supresi T cell dengan reaktivasi viral (fludarabine). 8 Tabel 3.1 Terapi limfoma Hodgkin berdasarkan stadium Sumber : Connors 5 Stadium Terapi IA atau IIA, tanpa massa diameter 10 cm ABVD 4 siklus (jika setelah siklus ke-2 terjadi perbaikan) atau ABVD 2 + radioterapi IB, IIB, II, IV, atau massa diameter 10 cm pada semua stadium ABVD sampai 2 siklus setelah terjadi perbaikan (minumun 6 siklus, maksimum 8 siklus) atau ditambahkan BEACOPP ABVD (Adriamycin [doxorubicin], bleomycin, vinblastine, and dacarbazine) ; BEACOPP (bleomycin, etoposide, Adriamycin [doxorubicin], cyclophosphamide, vincristine, procarbazine, and prednisone) Tabel 3.2 Regimen ABVD (Siklus 29 hari) Sumber : Eichenauer 3 Obat Dosis (mg/m 2 ) Rute Jadwal Adriamycin (doxorubicin) 25 IV Hari Bleomycin 10 IV Hari Vinblastine 6 IV Hari Dacarbazine 375 IV Hari

12 11 Tabel 3.3 Regimen BEACOPP (Siklus 22 hari) Sumber : Eichenauer 3 Obat Dosis (mg/m 2 ) Rute Jadwal Bleomycin 10 IV Hari 8 Etoposide 200 IV 1-3 Doxorubicin 35 IV 1 Siklofosfamid 1250 IV 1 Vincristine 1,4 (max 2 mg) IV 8 Procarbazine 100 Per oral 1-7 Prednisone 40 Per oral 1-14 G-CSF (granulocyte-colony Subcutaneous Dari hari ke 8 stimulating factor) Tabel 3.4 Regimen terapi Limfoma Non Hodgkin Sumber : Bierman 7 Regimen Dosis (mg/m 2 ) Rute Jadwal Siklus(hari) R-CHOP 21 Siklofosfamid 750 IV 1 Doxorubicin 50 IV 1 Vincristine 1,4 (max total 2mg) Infus IV 1 Prednisone (dosis tetap) 100 mg Per oral 1-5 Rituximab 375 IV 1 R-EPOCH 21 Etoposide 50 Infus IV 1-4 Doxorubicin 10 Infus IV 1-4 Vincristine 0,4 (max total 2mg) Infus IV 1-4 Siklofosfamid 750 IV 5 Prednisone 60 Bid, Per oral 1-5 Rituximab 375 IV 1 R-CVP 21 Siklofosfamid 1000 IV 1 Vincristine 1,4 (max total 2mg) Infus IV 1 Prednisone (dosis tetap) 100 mg Per oral 1-5 Rituximab 375 IV 1 FCR 28 Fludarabine 25 IV 1-3 Siklofosfamid 250 IV 1-3 Rituximab 375 IV 1 B-R 28 Bendamustine 90 IV 1-2 Rituximab 375 IV 1 Regimen FCR memiliki laju remisi yang cepat dan sering diberikan pada pasien muda. Regimen B-R lebih mudah ditoleransi walaupun wakt respons lebih lamadaripada FCR. 7

13 12 Inhibisi biosintesis purin via posphoribosil pyrophosphatase aminotransferase (contoh MTX) Sintesis purin Sintesis pirimidin Inhibisi sintesis pirimidine (contoh : PALA, pyrazofurin) Inhibisi adenosine deaminase (contoh pentostatin) Berikatan dengan RNA(contoh 5-azacytidine) Ribonukleotida Inhibisi ribonucleotide reductase (contoh : fludarabin) Pemecahan DNA oleh topoisomerase II (contoh : anthracyclines, dactinomycin) Deoxyribonukleotida Inhibisi DNA polimerase α (contoh : ARA-C) Berikatan dengan DNA (contoh : ARA-C) Berikatan dengan DNA & menghambat produksi DNA & RNA (contoh : dactinomycin) Pemotongan rantai DNA (contoh : Bleomycin) Ikatan silang dengan DNA (contoh : agen alkilating) Protein Vincritine, Vinblastine mikrotubule Nukleus Gambar 3.1 Mekanisme agen kemoterapi Sumber : Gerson Siklofosfamid Siklofosfamid merupakan golongan agen alkilating mustar nitrogen oxazaphosphorine tersubstitusi (oxazaphosphorine-substituted nitrogen mustard) dan agen proaktif yang membutuhkan bioaktivasi enzimatik oleh enzim sitokrom

14 13 P-450 (CYP) di hepar. Efek kemoterapi dan sitotoksik dengan alksilasi reaktif amin, oksigen, atau fosfat pada DNA. Atom N7 guanin paling mudah berikatan dengan agen alkilating sehingga menjadi target utama dalam terapi agen alkilating. Atom lain purin dan pirimidin basa DNA seperti N1 dan N3 dari cincin adenin, N3 dari sitosin, dan O6 guanin juga bereaksi dengan agen alkilating. Mekanisme ini mengaktifkan pembentukan basis nukleofilik alkilat yang berfungsi pada proses ikatan silang (cross linking) DNA dengan memutuskan rantai DNA. Pemutusan rantai DNA menyebabkan penurunan sintetis DNA dan apoptosis. Sitotoksisitas agen alkilating dipengaruhi jumlah DNA yang mengalami ikatan silang. 11,12,13 Efek siklofosfamid tidak spesifik terhadaip sel-sel tertentu. Sensitivitas terhadap sel bervariasi. Sel sel progenitor hematopoietik relatif resisten terhadap siklofosfamid walaupun sudah diberikan dosis tinggi. Efek imunosupresi siklofosfamid antara lain menurunkan jumlah limfosit T dan B, meningkatkan proliferasi limfosit, menurunkan produksi antibodi, dan supresi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen baru. 12,13 Siklofosfamid dimetabolisme di hepar menjadi bentuk aktif (4- hidroksisiklofofamid). 4-hidroksisiklofofamid dan aldofosfamid menuju sel tumor kemudian aldofosfamid membelah menjadi mustar fosforamid dan akrolein. Mustar foforamid berfungsi sebagai anti tumor. Akrolein dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Efek samping sistitis dapat diatasi dengan pemberian mesna. Pemberian mesna tidak mengurangi aktivitas anti tumor. 12,13 Satu jam setelah konsumsi per oral merupakan puncak konsentrasi plasma. Waktu paruh (t 1 /2) siklofosfamid adalah 5-9 jam. Eliminasi siklofosfamid % melalui urin. Waktu paruh siklfofosfamid menjadi 12 jam pada pasien dengan kelainan hepar namun tidak meningkatkan toksisitas sehingga modifikasi dosis tidak diperlukan. Siklofosfamid dapat diberikan secara oral dan intravena. 11,12,13 Efek samping siklofosfamid antara lain gangguan gastrointestinal, myelosupresi reversibel yang bermanifestasi sebagai leukopenia dan neutropenia, meningkatkan resiko infeksi, sistitis hemoragik, amenorrhea, dan alopecia. Pemeriksaan laboratorium dan pengaturan dosis diperlukan untuk meminimalkan toksisitas. Jumlah leukosit tidak boleh kurang dari 3000/mm3 pada pemberian

15 14 dosis oral harian dan tidak boleh kurang dari <2000/mm3 pada pemberian terapi IV. Pemeriksaan laboratorium dilakukan 1-2 minggu pada awal pemberian terapi kemudian dapat dilakukan setiap 1 bulan pada pemberian dosis yang stabil. 12,13 Urinalisis harus dilakukan setiap bulan. Pasien yang mengalami sistitis hemoragik harus dilakukan pemeriksaan sitologi urin. Sikflosfamid merupakan obat golongan D untuk kehamilan berdasarkan U.S. Food and Drug Administration (FDA) karena bersifat teratogenik terutama pada trimester pertama. 12 Interaksi obat dengan simetidin dapat menghambat beberapa aktivitas enzim hepar sedangkan ranitidin dan antagonis H2-reseptor lainnya tidak meningkatkan toksisitas. Allopurinol meningkatkan waktu paruh dan sering menyebabkan leukopenia. Siklofosfamid dapat meningkatkan aktivitas suksinilkolin Bendamustine Bendamustine merupakan golongan agen alkilating. Cara kerja sama dengan silofosfamid yaitu alkilasi rantai DNA. Bendamustine efektif bekerja pada sel yang aktif maupun tidak. Bendamustine diberikan dalam bentuk infus dalam waktu 30 menit. Waktu paruh (t 1 /2) adalah menit, metabolisme di hepar, dan diekresikan melalui urin. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah gangguan gastrointestinal, myelosupresi yang reversibel, mukositis, fever, pruritus, dan rash. Medikamendtosa seperti antihistamin, antipiretik, dan kortikosteroid dapat mengurangi efek samping. 12, Dacarbazine Dacarbazine (DTIC) merupakan obat kemoterapi golongan triazene bekerja pada semua fase siklus sel. Dacarbazine diberikan secara infus intravena menit. Waktu paruh (t 1 /2) 5 7 jam dan lebih lama pada pasien dengan kelainan hepar atau renal. Eksresi melalui urin. Extravasasi obat dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan nyeri yang hebat. 11,12,13

16 15 Efek samping dacarbazine yang paling sering adalah gangguan gastrointestinal. Vomitus biasanya muncul 1-3 jam setelah pemberian obat dan dapat bertahan hingga 12 jam. Efek samping lainnya adalah myelosupresi (leukopenia dan trombositopenia) ringan dan reversibel, flulike syndrome, hepatotoksik, alopecia, kemerahan pada wajah, neurotoksik, gandduan gastrointestinal, dan reaksi dermatologis.. 11,12, Procarbazine Procarbazine merupakan obat golongan metilating DNA yang biasa digunakan sebagai terapi limfoma Hodgkin dan non-hodgkin serta tumor otak. Procarbazine membentuk ion methyldiazonium yang berperan dalam proses metilasi N7 guanine, O6 guanine, O4 dan O2 thymine, serta N3 adenine. Golongan ini tidak membentuk ikatan silang dengan DNA. N7 methylguanine yang tidak stabil menyebabkan terbukanya cincin DNA kemudian terjadi reaksi enzim depurinasi. 9,13 Mekanisme perbaikan dengan memotong gugus basa N7 methylguanine dan N3 methyladenine kemudian mengembalikan menjadi DNA normal. Farmakokinetik procarbazine belum sepenuhnya diketahui. Procarbazine di metabolisme oleh isoenzym CYP yang ditemukan pada plasma dan menghasilkan metabolit alkilating pada sel tumor. 11,11,13 Procarbazine diabsorbsi sempurna dan cepat melalui oral dan dalam 60 menit mencapai waktu puncak. Procarbazine dapat melewati sawar darah otak. Metabolisme di hepar dengan waktu paruh (t 1 /2)T 10 menit. Ekresi melalui urin. 12 Efek samping yang sering adalah gangguan gastrointestinal. Leukopenia, dan trombositopenia dapat muncul pada 2 minggu pertama dan reversibel setelah 2 minggu penghentian terapi. Penggunaan dengan obat-obatan depresan sistem saraf pusat harus dihindari karena procarbazine meningkatkan efek sedatif. Procarbazine merupakan obat Monoamine oxidase (MAO) inhibitor sehingga harus dihindari diet yang mengandung alkohol dan tiramin karena dapat menyebabkan hipertensi. 11,13

17 Bleomycin Bleomycin merupakan antibiotik antitumor yang berasal dari fermentasi Streptomyces verticillus. Bleomycin bersifat larut dalam air. Mekanisme kerja dengan menyebabkan oksidatif pada deoxyribose nukleotida sehingga terjadi pembelahan pada DNA rantai tunggal dan ganda. Penelitian in vitro menunjukkan bleomycin menyebabkan akumulasi sel yang mengalami kelainan kromosom pada siklus sel fase G2. Proses perbaikan belum diketahui secara pasti namun diduga terjadi apoptosis dari DNA yang telah mengalami kerusakan. 11,13 Bleomycin didegradasi oleh hydrolase spesifik yang ditemukan pada beberapa jaringan normal seperti hepar, paru-paru, dan kulit. Dosis harus dikurangi jika CrCl (creatinine clearance) <60 ml/menit. Waktu paruh (t 1 /2) bleomycin adalah 3 jam. Eksresi obat melalui urin. Dosis yang direkomendasikan adalah unit/m 2 diberikan 1-2 kali per minggu secara intravena, intramuskular, atau subkutan. Dosis percobaan 2 unit diberikan sebelum 2 dosis pertama observasi selama 1-6 jam. 11,13,14 Efek myelosupresi yang rendah merupakan kelebihan bleomycin. Efek samping bleomycin antara lain gangguan gastrointestinal, toksisitas pada kulit (hiperpigmentasi, hiperkeratosis, eritema, dan ulkus) dan fibrosis pulmonal. Pasien yang diberikan dosis terapi >250 mg, usia >40 tahun, CrCl <80 ml/menit, dan memiliki kelainan pulmonal lebih beresiko mengalami efek samping pulmonal. 11, Doxorubicin Doxorubicin atau adriamycin adalah golongan anthracyclines yang merupakan derivat jamur Streptomyces peucetius var. caesius. Anthracycline memiliki struktur cincin tetrasiklin yang terikat dengan daunosamine dan memiliki gugus quinone dan hydroquinone yang bersifat sitotoksik. Aksi sitotoksik anthracyclines melalui 4 mekanisme yaitu menghambat topoisomerase II, berikatan dengan DNA sehingga menghambat sintesis DNA dan RNA serta memotong rantai DNA, berinteraksi dengan zat besi menghasilkan radikal bebas semiquinone yang dapat bereaksi dengan O2 menghasilkan hidrogen peroksida and hidroksil untuk merusak basa

18 17 DNA; dan berikatan dengan membran selular untuk mengganggu aliran cairan dan transport ion. Anthracycline menghasilkan kompleks tripartite menyebabkan apoptosis DNA yang sudah mengalami kerusakan. Superoxide dismutase dan catalase melindungi sel dari toksisitas anthracyclines. Perlindungan sel dari toksisitas dibantu dengan pemberian antioksidan sehingga mengurangi resiko kardiotoksik. 11,13 Doxorubicine secara intravena, mengalami metabolisme di hepar, dan eksresi melalui sistem bilier. Waktu paruh (t 1 /2) doxorubicin 30 jam sedangkan idarubicin 15 jam. Obat-obat tersebut dengan cepat masuk ke jantung, hepar, paru-paru, dan limpa namun tidak melewati sawar darah otak. 11,13 Extravasasi obat dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Doxorubicin dapat menyebabkan warna urine menjadi kemerahan. Efek samping lainnya antara lain myelosupresi, cardiotoksik, stomatitis, alopecia, gangguan gastointestinal, dan rash. Gejala cardiotoksik antara lain tachycardia, aritmia, dyspnea, hipotensi, pericardial effusion, dan congestive heart failure yang tidak responsif terhadap pemberian digitalis Etoposide Etoposide merupakan derivat podophyllotoxin yang diekstrak dari akar Podophyllum peltatum. Etoposide membentuk kompleks dengan topoisomerase II dan DNA sehingga menghambat ikatan topoisomerase dengan DNA. Enzim yang berikatan dengan rantai DNA yang mengalami kerusakan menyebabkan akumulasi kerusakan DNA dan kematian sel. Sel pada fase S and G2 paling sensitif terhadap etoposide. 11,14 Etoposide yang diberikan secara oral hanya diabsorbsi 50% sehingga dosis oral yang dibutuhkan 2 kali dari dosis intravena. Waktu paruh (t 1 /2) 6-8 jam. Infus diberikan dalam menit untuk mencegah hipotensi dan bronkospasme yang diakibatkan zat pengawet etoposide. Etoposide dieksresikan melalui urin. Efek samping etoposide antara lain gangguan gastrointestinal, myelosupresi, hepatotoksik, dan alopecia. 11,12,13

19 Vinca alkaloids Vinca alkaloid berasal dari tumbuhan Catharanthus roseus atau Vinca rosea. Obat yang termsasuk vinca alkaloid adalah vinblastine dan vincristine. Vinca alkaloid merupakan agen yang spesifik pada siklus sel dan dapat dikombinasi dengan agen lain seperti podophyllotoxin untuk menghentikan mitosis sel. Mekanisme kerjanya dengan menghambat polimerasi tubulin sehingga merusak mikrotubule yang berperan pada proses mitosis metafase. Metabolisme terjadi di hepar oleh sistem P450. Waktu paruh (t 1 /2) vincristine adalah 20 jam dan vinblastine 23 jam. Eksresi melalui feses dan sebagian kecil melalui urin. 11,12,13 Efek samping yang dapat ditimbulkan antara lain myelosupresi, gangguan gastrointestinal, neurotoksik, alopecia, dan syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH). Myelosupresi terjadi 7-10 hari setelah pemberian obat. Dosis harus diturunkan 50% - 75% pada pasien dengan bilirubin plasma >1.5 mg/dl. 11, Rituximab Rituximab merupakan golongan antibodi monoklonal dengan target limfosit CD20. Mekanisme kerja melalui sitotoksik cell-mediated dan complementdependent serta stimulasi apoptosis sel. Penurunan limfosit B menyebabkan inflamasi berkurang dengan mengurangi jumlah antigen yang terpapar ke limfosit T dan menghambat sekresi sitokin proinflamasi. Rituximab secara cepat mengurangi sel B perifer. 11,14 Rituximab diberikan melalui infus intravena. Waktu paruh rituximab bervariasi setiap individu karena CD20 setiap individu berbeda-beda dengan rata-rata waktu paruh adalah hari. Deplesi sel B terjadi 2-3 minggu setelah terapi awal dan bertahan selama 6 bulan. Jumlah sel B kembali normal setelah 1 tahun terapi. Rituximab diklasifikasikan sebagai obat golongan C pada kehamilan. Efek samping antara lain rash,hipertensi, mual, infeksi saluran pernafasan atas, pireksia, dan pruritus. 11,15

20 Prednisone Prednisone merupakan golongan glukokortikoid yaitu komponen sintetik dari hormon kortisol adrenal. Mekanisme kerja dengan berikatan dengan reseptor cytosolic kemudian translokasi ke nukleus dan berikatan dengan DNA spesifik. Glukokortikoid dapat meningkatkan atau menurunkan transkripsi gen serta menghambat ikatan faktor transkripsi AP-1 ke DNA. Limfosit yang terkena glukokortikoid akan mengalami apoptosis. Fase sitostatik awal ditandai dengan inhibisi pertumbuhan dan proliferasi yang disebabkan inhibisi konsumsi glukosa, asam amino, dan nukleosida oleh sel. Fase sitostatik diikuti fase sitolitik yang ditandai kondensasi kromatin dan pemecahan DNA. 12 Prednison dapat diabsorbsi secara baik dengan pemberian per oral dan dimetabolisme di hepar. Waktu paruh (t 1 /2) 3-4jam dan dieksresikan melalui urin. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah euphoria, insomnia, pskosis, hiperglikemia, hipokalemia, peningkatan nafsu makan, alkalosis metabolik, dan retensi cairan terutama jika dikonsumsi lebih dari 14 hari. Efek samping pada penggunaan kronis dapat menyebabkan Cushingoid appearance, peptic ulcer, osteoporosis, katarak subkapsular, dan meningkatkan resiko infeksi karena penururan imunitas selular. 13, Fludarabine Fludarabine merupakan purin analog yang bekerja dengan cara menghambat ribonukleotida reduktase. Fludarabine bekerja pada sel aktif terutama fase S. Fludarabine diberikan secara intravena. Waktu paruh (t 1 /2) selama 10 jam dan dieksresikan melalui urin. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah fever, menggigil, gangguan gastrointestinal, dam myelosupresi. Jika diberikan >40 mg/m 2 /hari selama 5 hari dapat menyebabkan neurotoksik ireversibel, termasuk kebutaan dan kematian. 12

21 Granulocyte Colony-Stimulating Factor (G-CSF) G-CSF merupakan suatu glikoprotein yang bekerja secara khusus pada neutrofil (leukosit polimorfonuklear) dan prekursor neutrofil sehingga meningkatkan pertumbuhan sel, diferensiasi, dan fungsi sel. Produksi G-CSF terutama oleh monosit, fibroblast, dan sel endotelial. Jumlah neutrofil tertinggi terjadi sekitar jam setelah pemberian dosis tunggal subkutan kemudian mulai menurun dalam waktu 3-7 hari. Peningkatan jumlah neutrofil sidebabkan karena peningkatan granulopoiesis dan proses maturasi yang lebih cepat. Rekombinan G-CSF dapat meningkatkan sedikit jumlah monosit dan limfosit. Indikasi pemberian G-CSF adalah pasien yang mendapatkan kemoterapi. 16 IV. Simpulan Klasifikasi limfoma the Revised European-American Lymphoma classification (REAL) / World Health Organization (WHO) berdasarkan morfologi, imunologi, dan klinis. Salah satu terapi limfoma maligna adalah kemoterapi. Regimen kemoterapi limfoma maligna diberikan berdasarkan jenis dan stadium limfoma.

22 21 Daftar Pustaka 1. Do DV, Dhaliwal RS, dan Schachat AP. Leukemia and Lymphomas. Dalam : Ryan SJ, editor. Retina. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier, Hlm. 155, American Academy of Ophtalmology. Orbit, eyelids, and lacrimal system. Section 7. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology;2014. Hlm Eichenauer DA, Engert A, dan Dieghl V. Dalam : Hoffman R, Benz EJ, Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI, dan Anastasi J, editor. Hematology: Basic Principles and Practice. Edisi ke-6. Canada; Saunders, Hlm American Academy of Ophtalmology. Update on general medicine. Section 1. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology;2014. Hlm Connors JM. Hodgkin Lymphoma. Dalam : Goldman L & Schaefer AI, editor. Goldman-Cecil Medicine. Edisi ke-25. Philadelphia :Elsevier, Hlm Ferri FF. Lymphoma Non-Hodgkin. Dalam : Ferri s Clinical Advisor Philadelphia : Elsevier, Hlm Bierman PJ & Armitage JO. Non-Hodgkin Lymphomas. Dalam : Goldman L & Schaefer AI, editor. Goldman-Cecil Medicine. Edisi ke-25. Philadelphia :Elsevier, Hlm Smith S. Non Hodgkin s and Hodgkin s Lymphoma. Dalam : Carey WD, editor. Current Clinical Medicine. Edisi ke-2. Philadelphia : Elsevier, Hlm American Academy of Ophtalmology. Ophthalmic Pathology and Intraocular Tumors. Section 4. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology;2014. Hlm Syed, NA, Albert, DM, Garner A, & White VA. Principles of Pathology. Dalam : Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blodi BA, Cohan JE, & Perkins T, editor. Albert & Jakobiec's Principles & Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3. Philadelphia : Elsevier, Hlm Chu E & Sartorelli AC. Cancer Chemotherapy. Dalam : Katzung BG, Masters SB, & Trevor AJ, editor. Basic & Clinical Pharmacology. Edisi ke- 12. New York : McGraw-Hill Companies, Inc., hlm Gerson Sl, Caimi Pf, Campagnaro E, Bhalla Kn, Grant S, & Creger Rj. Pharmacology and Molecular Mechanisms of Antineoplastic Agents for Hematologic Malignancies. Dalam : Hoffman R. Benz EJ, Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI, & Anastasi J, editor. Hematology: Basic Principles and Practice. Edisi ke-6. Philadelphia : Elsevier, Hlm , , Chabner BA, Bertino J, Cleary J, Ortiz T, Lane A,Supko JG, Ryan D. Cytotoxic Agents. Dalam : Brunton LL, Chabner BA, & Knollmann BC, editor. Goodman & Gilman s The Pharmacological Basis of THERAPEUTICS. Edisi ke-12. New York : McGraw-Hill Companies, Inc., Hlm , , ,

23 14. Laar JMV. Immunosuppressive Drugs.Dalam : Firestein GS, Budd RC, Gabriel SE, McUnne IB, & O Dell JR, editor. Kelley's Textbook of Rheumatology. Edisi ke-9. Philadelphia : Elsevier, Hlm Leonardi CL, Heffernan MP, & Gill JG. Rituximab and future biological therapies. Dalam : Wolverton SE, editor. Comprehensive Dermatologic Drug Therapy. Edisi ke-3. Philadelphia : Elsevier, Hlm Page AV & Liles WC. Immunomodulators. Dalam : Bennett JE, Dolin R, & Blase MJ, editor. Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases. Edisi ke-8. Philadelphia : Elsevier, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Non Hodgkin Limfoma Salah satu jenis kanker yang terbanyak ditemukan di Indonesia adalah limfoma malignum. Limfoma malignum merupakan penyakit kelenjar limfe yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Limfoma Non Hodgkin Limfoma non Hodgkin merupakan sekelompok keganasan yang berasal dari sistem kelenjar getah bening, yang biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Diagnosis limfoma

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

Panduan Nasional Penanganan Kanker Limfoma Non-Hodgkin

Panduan Nasional Penanganan Kanker Limfoma Non-Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015 DAFTAR ISI Daftar isi.ii PANDUAN NASIONAL PENANGANAN LIMFOMA NON-HODGKIN Pendahuluan....1 Diagnostik...........2 Klasifikasi Histologik

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA

PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA NUNGKI ANGGOROWATI DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FKKMK UGM NEOPLASMA HEMATOLIMFOID LEUKEMIA TUMOR SUMSUM TULANG, MEMPENGARUHI DARAH TEPI LIMFOMA TUMOR LIMFOID EXTRAMEDULLAR

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SITOSTATIKA. Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas.

SITOSTATIKA. Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas. SITOSTATIKA = ONKOLITICA (Yun. kytos= sel, stasis= terhenti ongkos= benjolan, lysis= melarutkan) Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas. Prinsipnya: penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Patogenesis Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Cytokine-mediated signaling pertumbuhan dan ketahanan sel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

MAKALAH LIMFOMA MALIGNA ELIGIUS TEBAI. Univrsitas Krida wacana. A. Definisi

MAKALAH LIMFOMA MALIGNA ELIGIUS TEBAI. Univrsitas Krida wacana. A. Definisi MAKALAH LIMFOMA MALIGNA ELIGIUS TEBAI F4 Univrsitas Krida wacana Eligius_tebai@yahoo.com A. Definisi Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodonsium yang menutupi gigi dan berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Penyakit periodontal yang paling sering

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

INTRATHECAL CHEMOTHERAPY INDICATION AND PATIENT SELECTION

INTRATHECAL CHEMOTHERAPY INDICATION AND PATIENT SELECTION INTRATHECAL CHEMOTHERAPY INDICATION AND PATIENT SELECTION Yudha Haryono, dr., Sp. S Neurology Departement of Madical Faculty Airlangga University Dr. Soetomo General Hospital Surabaya JW MARRIOTT, CNE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu % pada solid tumor dan % pada keganasan hematologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu % pada solid tumor dan % pada keganasan hematologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neutropenia merupakan komplikasi yang sering terjadi selama kemoterapi yaitu 20-40 % pada solid tumor dan 50-70 % pada keganasan hematologi. Durasi dan keparahan neutropenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan : : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan : infeksi jamur subkutan adalah infeksi jamur yang secara langsung masuk ke dalam dermis atau jaringan subkutan melalui suatu trauma.

Lebih terperinci

Mechanisms of drug resistance: antineoplastic

Mechanisms of drug resistance: antineoplastic Mechanisms of drug resistance: antineoplastic Dept. of Pharmacology and Therapeutic, School of Medicine, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 2009, FK USU, Medan Resistensi Obat Resistensi obat

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

LIMFOMA MALIGNUM DAN KEMOTERAPI

LIMFOMA MALIGNUM DAN KEMOTERAPI LIMFOMA MALIGNUM DAN KEMOTERAPI IRZA WAHID SUBBAGIAN HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FK UNAND RS DR M DJAMIL PADANG LIMFOMA MALIGNUM NON HODGKIN DEFINISI Sekelompok keganasan primer

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun dari jaringan yang merupakan kumpulan dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar pada organ tubuh yang lain (Savitri et al, 2015). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menyebar pada organ tubuh yang lain (Savitri et al, 2015). Penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dan bersifat menyebar pada organ tubuh yang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan keempat dari semua jenis kanker ginekologi yang paling sering terjadi diseluruh dunia dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia. Satu diantara 4 kematian di Amerika disebabkan karena kanker. Kanker kolorektal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi tinggi di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal. Jika penyebaran tidak dikontrol, dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di zaman modern ini angka kejadian kanker di masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar lebih peka terhadap salah satu jenis penyakit yang mematikan ini.limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN Penyakit Leukimia TUGAS 1 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah Editor : LUPIYANAH G1C015041 D4 ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

TERAPI GEN. oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD

TERAPI GEN. oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD TERAPI GEN oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD Pendahuluan Penyakit-penyakit metabolik bawaan biasanya akibat tidak adanya gen atau adanya kerusakan pada gen tertentu. Pengobatan yang paling radikal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cyclophosphamide merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen

BAB I PENDAHULUAN. Cyclophosphamide merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cyclophosphamide merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen mustard dalam kelompok oxazophorin. Metabolit dari cyclophosphamide, phosphoramide mustard, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Limfoma dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu. Non Hodgkin Lymphoma (NHL) dan Hodgkin Lymphoma (HL).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Limfoma dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu. Non Hodgkin Lymphoma (NHL) dan Hodgkin Lymphoma (HL). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limfoma dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Non Hodgkin Lymphoma (NHL) dan Hodgkin Lymphoma (HL). Sekitar 90% dari semua keganasan limfoma adalah NHL (Reksodiputro

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci: Doxorubicin, microrna 451, P-glycoprotein, Resisten, sel Raji.

INTISARI. Kata kunci: Doxorubicin, microrna 451, P-glycoprotein, Resisten, sel Raji. EKPRESI MICRORNA 451 (mir-451) DAN P-GLYCOPROTEIN PADA Raji Cell Line RESISTEN DOXORUBICIN Nihayatus Sa adah 1, Indwiani Astuti 2, Sofia Mubarika Haryana 3 INTISARI Adanya overekspresi P-glycoprotein (P-gp)

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rhodamine B sebagai racun 2.1.1 Definisi Racun Racun ialah zat yang bekerja dalam tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan

Lebih terperinci

Sri Mulatsih RSUP Dr Sardjito,Yogyakarta

Sri Mulatsih RSUP Dr Sardjito,Yogyakarta Sri Mulatsih RSUP Dr Sardjito,Yogyakarta GIVE CHILDREN WITH CANCER A CHANCE FOR A CURE. PEDIATRIC CANCER IS NOT PREVENTABLE, BUT IT CAN BE DETECTED AT EARLY STAGES. PARAMETER ANAK DEWASA Lokasi Jaringan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Limfoma Burkitt (LB) merupakan limfoma non-hodgkin

Limfoma Burkitt (LB) merupakan limfoma non-hodgkin Pendahuluan Limfoma Burkitt (LB) merupakan limfoma non-hodgkin tipe small, non cleaved difus yang mengekspresikan pertanda permukaan spesifik sel B (B-cell specifi c surface markers), yaitu imunoglobulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain LEUKEMIA Keganasan sistem hemopoietik: transformasi maligna suatu progenitor/prekursor sel darah klon sel ganas proliferasi patologis (abnormal) & tidak terkendali menyebabkan: - pendesakan kegagalan sumsum

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

Editor : Yayan Akhyar Israr. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Editor : Yayan Akhyar Israr. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Editor : Yayan Akhyar Israr Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2010 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak untuk hidup sehat telah ditetapkan secara internasional sebagai hak dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan hanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600 kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal

Lebih terperinci

Panduan pasien imunosupresan

Panduan pasien imunosupresan Panduan pasien imunosupresan Latar belakang Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan antigen asing (non-self antigen). Dalam keadaan normal sistem imun mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Ovarium merupakan bagian organ reproduksi wanita, yang memproduksi hormon dan berisi folikel yang akan dirilis untuk tujuan reproduksi (Katz et al, 2007). Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Pada Pasien HIV/AIDS 2.1.1 Definisi Anemia Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis dimana konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma epidermoid (squamous cell carcinoma) adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol karena adanya perubahan abnormal dari gen yang berperan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2 yang terkandung dalam kopi atau teh dan banyak digunakan dalam pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable diseases atau NCD). NCD merupakan penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kanker kepala dan leher (KKL) adalah semua kanker yang tumbuh di kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL mempunyai kesamaan dalam hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci