UJI BERBAGAI KECEPATAN PUTARAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI BERBAGAI KECEPATAN PUTARAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING"

Transkripsi

1 UJI BERBAGAI KECEPATAN PUTARAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING SKRIPSI OLEH : DARA DHAYANARA PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

2 UJI BERBAGAI KECEPATAN PUTARAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING SKRIPSI OLEH : DARA DHAYANARA /KETEKNIKAN PERTANIAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Disetujui oleh, Komisi Pembimbing (Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si) Ketua (Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si) Anggota PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

3 ABSTRAK DARA DHAYANARA: Uji Berbagai Kecepatan Putaran pada Alat Penggiling Tulang Sapi Kering, dibimbing oleh LUKMAN ADLIN HARAHAP dan SAIPUL BAHRI DAULAY. Salah satu limbah hewan ternak terbesar yaitu tulang. Penanganan limbah tulang yang sering dilakukan yaitu dengan melakukan penimbunan. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan limbah tulang yaitu dengan mengolahnya menjadi tepung tulang. Tepung tulang dihasilkan melalui beberapa tahapan, salah satunya adalah penggilingan tulang yang dilakukan menggunakan alat penggiling tulang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kecepatan putaran pada alat penggiling tulang sapi kering terhadap kapasitas olah, kapasitas hasil, dan kerusakan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas olah tertinggi terdapat pada kecepatan putaran 2418 RPM sebesar 12,63 kg/jam, kapasitas hasil tertinggi terdapat pada kecepatan putaran 2418 RPM sebesar 10,81 kg/jam, dan kerusakan hasil tertinggi terdapat pada kecepatan putaran 2418 RPM sebesar 14,33%. Kata kunci: alat penggiling tulang sapi kering, limbah tulang, kecepatan putaran alat ABSTRACT DARA DHAYANARA: Test of Various Rotation Speed of Dry Cow Bone Miller, supervised by LUKMAN ADLIN HARAHAP and SAIPUL BAHRI DAULAY. One of the biggest livestock waste is bone. The handling of bone waste that have often been done is by hoarding. Another way that can be done to overcome bone waste problem is by processing them into bone powder. Bone powder is produced through few steps, one of them is by bone milling using bone miller. The aim of this research are to test the effect of rotation speed of dry cow bone miller on processing capacity, yield capacity, and material losses. The results showed that the highest processing capacity was at 2418 RPM that is 12,63 kg/hour, the highest result capacity was at 2418 RPM that is 10,81 kg/hour, and the highest material losses was at 2418 RPM that is 14,33%. Key words: dry cow bone miller, bone waste, rotation speed of device

4 RIWAYAT HIDUP Dara Dhayanara dilahirkan di Medan pada tanggal 7 Juli 1995 dari ayah Irsan Angkola Harahap dan ibu Sri Hartati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Siak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program studi Keteknikan Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kebun Kelapa Sawit Sei Baruhur PT Perkebunan Nusantara III, Torgamba, Sumatera Utara pada bulan Juli 2015.

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Uji Berbagai Kecepatan Putaran pada Alat Penggiling Tulang Sapi Kering yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Lukman Adlin Harahap, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing serta Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran, dan kritik berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk kesempurnaan skripsi ini, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi dan penelitian ini dapat berguna bagi kita dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya. Medan, Juni 2016 Penulis

6 DAFTAR ISI Hal. ABSTRAK...i RIWAYAT HIDUP...ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR TABEL...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR LAMPIRAN...viii PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan Penelitian...3 Hipotesis Penelitian...3 Kegunaan Penelitian...3 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Komposisi Tulang...5 Limbah Tulang...6 Tepung Tulang...8 Karakteristik Tepung Tulang...9 Pengeringan...10 Penggilingan...13 Elemen Mesin...15 Motor Bakar...15 Puli...15 Sabuk V...17 Ayakan (Mesh)...18 Poros...18 Bantalan...19 Kapasitas Kerja Alat dan Mesin Pertanian...19 Analisis Korelasi...21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian...22 Bahan dan Alat Penelitian...22 Metode Penelitian...22 Model Rancangan Penelitian...23 Komponen Alat...23 Prosedur Penelitian...24 Parameter yang Diamati...25 Kapasitas Olah...25 Kapasitas Hasil...26 Kerusakan Hasil...26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Olah...27 Kapasitas Hasil...30 Kerusakan Hasil...32

7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...35 Saran...35 DAFTAR PUSTAKA...36 LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL No. Hal. 1. Perkiraan potensi limbah ternak berasal dari tulang SNI tepung tulang Interpretasi koefisien korelasi nilai r Data hasil pengamatan parameter Hasil uji DMRT pengujian perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kapasitas olah Hasil uji DMRT pengujian perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kapasitas hasil Hasil uji DMRT pengujian perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kerusakan hasil...32

9 DAFTAR GAMBAR No. Hal. 1. Grafik hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kapasitas olah Grafik hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kapasitas hasil Grafik hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kerusakan hasil Tampak depan Tampak belakang Tampak samping kiri Tampak samping kanan Puli 2,5 inci Puli 5,5 inci Tulang sebelum dipotong dan dikeringkan Tulang setelah dipotong dan dikeringkan Tepung tulang... 47

10 DAFTAR LAMPIRAN No. Hal. 1. Flowchart penelitian Perhitungan kecepatan putaran alat Data hasil pengamatan Data pengamatan kapasitas olah (kg/jam) Data pengamatan kapasitas hasil (kg/jam) Data pengamatan kerusakan hasil (%) Gambar alat Gambar bahan yang diolah...47

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi daging hewan ternak di Indonesia terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), konsumsi daging hewan ternak di Indonesia mencapai 3572 kg/kapita pada tahun 2009 dan 4092 kg/kapita pada tahun Pemotongan hewan ternak dapat menyebabkan timbulnya limbah. Limbah tersebut dapat berupa kotoran, bulu, darah, dan tulang. Penanganan yang tepat untuk limbah tersebut sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Salah satu limbah hewan ternak terbesar yaitu tulang. Penanganan limbah tulang yang sering dilakukan yaitu dengan melakukan penimbunan. Penanganan dengan cara ini belum dapat mengatasi permasalahan limbah tulang. Hal ini disebabkan karena tulang memiliki sifat yang keras sehingga sulit membusuk dan terurai. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan limbah tulang yaitu dengan mengolahnya agar memiliki nilai ekonomis kembali. Menurut Said (2014), pemanfaatan limbah tulang saat ini masih diarahkan sebagai bahan baku tepung tulang untuk pakan ternak. Tepung tulang dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak yang kaya akan kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang sangat berguna untuk perkembangan tulang dan gigi hewan ternak. Menurut Rasidi (1999), ternak perlu diberikan pakan tambahan yang merupakan sumber kalsium dan fosfor, salah satunya adalah tepung tulang. Tepung tulang dihasilkan melalui beberapa tahapan.

12 Pertama, tulang dibersihkan dari daging dan kotoran lain yang melekat. Kemudian tulang dipotong-potong hingga berukuran 2-5 cm. Tulang kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air tertentu. Setelah itu, tulang digiling hingga halus menjadi tepung. Penggilingan tulang harus dilakukan dengan alat tertentu agar tulang benar-benar hancur menjadi tepung. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah hammer mill. Menurut Zulkarnain, dkk (2014), alat ini bekerja dengan cara menghancurkan bongkahan bahan yang padat, keras, dan kering menjadi tepung menggunakan sistem martil. Selain itu, untuk mengatasi kesulitan pengolahan limbah tulang, pada saat ini terdapat alat penggiling tulang sapi kering yang dibuat oleh Hadi Jaka Suwarno. Alat ini dapat digunakan untuk menggiling tulang sapi jika tulang sapi dalam keadaan kering. Sehingga perlu dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu sebelum menggiling tulang. Alat ini bekerja dengan menggunakan mata pisau berputar yang akan melontarkan tulang ke dinding tabung penggiling hingga tulang hancur menjadi tepung. Alat ini bekerja dengan sumber tenaga dari motor bakar berdaya 5,5 HP dan kecepatan putaran sebesar 3800 RPM. Kapasitas kerja alat ini sebesar 11,28 kg/jam. Alat ini dapat bekerja selama 8 jam per hari. Pengaturan kecepatan putaran alat perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil penggilingan tulang yang baik. Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang kecepatan putaran pada alat penyangrai kopi tipe rotari yang dilakukan oleh Manurung, dkk (2013), perbedaan tingkat kecepatan putaran alat memiliki pengaruh terhadap kualitas hasil. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap

13 kecepatan putaran alat penggiling tulang sapi kering untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja alat. Penelitian ini menggunakan alat penggiling tulang sapi kering yang dibuat oleh Hadi Jaka Suwarno. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan pada tiap perlakuan di mana faktor kecepatan putaran pada alat penggiling tulang sapi kering yaitu 2418 RPM, 3325 RPM, dan 5320 RPM. Kemudian diamati parameter berupa kapasitas olah, kapasitas hasil, dan kerusakan hasil. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kecepatan putaran pada alat penggiling tulang sapi kering terhadap kapasitas olah, kapasitas hasil, dan kerusakan hasil. Hipotesis Penelitian 1. Diduga ada pengaruh kecepatan putaran alat terhadap kapasitas olah. 2. Diduga ada pengaruh kecepatan putaran alat terhadap kapasitas hasil. 3. Diduga ada pengaruh kecepatan putaran alat terhadap kerusakan hasil. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai syarat untuk dapat menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian.

14 2. Sebagai input informasi yang dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. 3. Sebagai referensi bagi pihak yang membutuhkan, terutama limbah tulang sapi.

15 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Komposisi Tulang Tulang atau yang lazim disebut kerangka pada dasarnya adalah penopang tubuh pada hewan vertebrata. Tanpa tulang, ternak tidak mampu berdiri secara tegak. Tulang pada ternak mulai terbentuk sejak ternak masih berada dalam kandungan induknya dan berlangsung terus sampai dekade kedua dalam susunan yang teratur. Secara umum, tulang yang dimiliki ternak memiliki kemiripan dengan tulang yang dimiliki manusia. Bentuk dasar anatomis pada tulang terdiri dari tulang spons, garis epifisis, pembuluh darah, sumsum tulang kuning, periosteum, dan tulang rawan artikular (Said, 2014). Berdasarkan komposisinya, tulang merupakan jaringan ikat padat yang tersusun atas zat organik dan zat anorganik. Zat organik pada tulang berada dalam bentuk matriks tulang berupa protein. Sebanyak 90-96% dari protein yang menyusun tulang adalah kolagen tipe T. Kolagen tipe T dan protein lainnya merupakan bagian kecil pada matriks. Zat anorganik yang menyusun tulang berupa kristal hidroksapatit yaitu Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2, Na +, Mg 2+, CO 2-3, dan F -. Hidroksapatit merupakan faktor yang menentukan kekuatan tulang. Dari komposisi unsur kalsium yang ada pada tubuh, maka sebanyak 99% ion Ca 2+ terdapat pada tulang. Komponen tulang selalu berada dalam kondisi dynamic equilibrium atau lebih dikenal dengan istilah peristiwa tukar ganti. Proses pembentukan tulang melibatkan proses osteoklas dan osteoblas. Osteoklas adalah proses reabsorbsi tulang atau yang lazim disebut sebagai demineralisasi, sedangkan osteoblas merupakan proses sintesis matriks baru (Said, 2014).

16 Tulang terdiri dari 69% kalsium fosfat, 21% kolagen, 9% air, dan 1 % penyusun lainnya. Tulang memiliki sifat komposit yang terdiri dari keramik dan polimer (kolagen), dengan hirarki kompleks yang tidak mungkin untuk ditiru dan memberikan sifat mekanik yang unggul. Ada banyak penelitian yang dilakukan terhadap bahan komposit pengganti tulang, terutama hidroksapatit dan polimer. Hidroksapatit memiliki sifat yang sangat baik seperti bioaktivitas, biokompabilitas, tidak beracun, dan osteokonduktivitas, namun memiliki kekerasan yang rendah (Yildirim, 2004). Limbah Tulang Keberadaan limbah ternak di Indonesia cukup tinggi, salah satu di antaranya adalah tulang ternak. Hal ini diakibatkan oleh tingginya total konsumsi daging sapi, ayam, dan babi di Indonesia yang mencapai 3572 hingga 4092 kg/kapita/tahun pada tahun 2009 dan 2010 (Badan Pusat Statistik, 2011). Tabel 1. Perkiraan potensi limbah ternak berasal dari tulang Ternak Bobot karkas (kg) Tulang (%) Sapi potong Ayam broiler Babi turopolje (Kroasia) Sumber: Yurleni (2013) Sapi merupakan hewan ternak yang dimanfaatkan untuk menghasilkan daging dan susu. Hasil pemotongan sapi akan menghasilkan produk utama berupa daging, sedangkan tulangnya merupakan bagian yang belum dimanfaatkan secara optimal dan ekonomis. Dari pemotongan satu ekor sapi dengan berat kg, akan menghasilkan tulang yang beratnya mencapai 50 kg. Jika tidak diolah maka akan berpotensi menganggu lingkungan (Muarifin, 2008).

17 Di Indonesia, limbah tulang ternak utamanya tulang sapi, telah dimanfaatkan melalui pengolahan khusus untuk menjadi berbagai macam souvenir/cinderamata yang cukup tinggi diminati baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Bagi sebagian kecil petani, tulang sapi ini seringkali diolah menjadi pupuk yang mampu untuk menyuburkan tanaman dan mensuplai kebutuhan bahan organik. Limbah tulang ternak juga dapat dibuat menjadi tepung tulang untuk campuran makanan ternak sebagai sumber kalsium dan fosfor (Rugayah, 2014). Pemanfaatan limbah tulang saat ini masih diarahkan sebagai bahan baku tepung tulang untuk pakan ternak. Jumlah ternak sapi yang disembelih di RPH Tamangapa dalam setiap harinya rata-rata mencapai 60 ekor dengan berat ratarata 100 kg. Bila diasumsikan jumlah tulang yang dihasilkan dari penyembelihan seekor ternak adalah 16,6% dari berat badan hidup, maka dalam setiap bulannya RPH menghasilkan limbah tulang sebesar 60 ekor 100 kg 16,6% 30 hari = kg atau ekuivalen dengan 29,9 ton/bulan (Said, 2014). Industri pengolahan di Amerika Utara memproses hampir 25 juta ton limbah hewan per tahun. Sementara di Eropa memproses sekitar 15 juta ton. Argentina, Australia, Brazil, dan New Zealand memproduksi 10 juta ton limbah hewan per tahun. Total biaya untuk menyelesaikan proses ini di seluruh dunia diperkirakan antara 6 hingga 8 miliar Dollar per tahun. Sekitar 1,5 juta ton meat bone meal dan pakan ternak digunakan di industri pakan ternak Amerika Serikat tiap tahun. Selama proses pemotongan, antara 33-43% berat hewan hidup terbuang yang terdiri dari potongan lemak, daging jeroan, tulang, darah, dan bulu.

18 Bagian-bagian tersebut dikumpulkan dan diproses oleh industri untuk memproduksi lemak dan protein kualitas tinggi. Tanpa industri ini, jumlah keseluruhan dari limbah hewan yang tidak terproses akan mengganggu industri daging dan menimbulkan potensi bahaya yang serius bagi kesehatan hewan dan manusia (Hamilton, 2007). Tepung Tulang Tepung tulang merupakan salah satu bahan baku pembuatan pakan ternak yang terbuat dari tulang hewan. Tulang yang akan dijadikan tepung haruslah tulang yang berasal dari hewan ternak dewasa dan biasanya berasal dari tulang hewan berkaki empat seperti tulang sapi, kerbau, babi, domba, kambing, dan kuda. Tepung tulang dijadikan sebagai salah satu bahan dasar pembuatan pakan karena mengandung mineral makro yakni kalsium dan fosfor serta mineral mikro lainnya. Kalsium dan fosfor sangat diperlukan oleh hewan karena memiliki peranan dalam pembentukan tulang dan kegiatan metabolisme tubuh. Fungsi mineral bagi hewan ternak antara lain menjaga keseimbangan asam basa dalam cairan tubuh, sebagai khelat, sebagai zat pembentuk kerangka tubuh, sebagai bagian aktif dalam struktur protein, sebagai bagian dari asam amino, sebagai bagian penting dalam tekanan osmotik sel pendukung aktivitas enzim, dan membantu mekanisme transportasi dalam tubuh (Murtidjo, 2001). Kekurangan kalsium dan fosfor sangat berpengaruh bagi kegiatan metabolisme dan mampu menimbulkan dampak buruk karena kedua unsur tersebut bersifat esensial. Pakan ternak biasa tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan kalsium dan fosfor, sehingga ternak perlu diberikan tambahan

19 suplemen atau pakan tambahan yang merupakan sumber kalsium dan fosfor. Pakan tambahan yang dapat dijadikan sumber kalsium dan fosfor salah satunya adalah tepung tulang (Rasidi, 1999). Sumber protein utama yang digunakan oleh industri pakan ikan adalah tepung ikan. Tepung ikan (TI) memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu berkisar antara 50-70% dan merupakan sumber mineral penting terutama kalsium dan fosfor. Dengan harga tepung ikan yang terus meningkat, maka harga pakan yang menggunakan tepung ikan sebagai komponen utama akan naik sehinggga akan meningkatkan biaya produksi dalam budi daya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan bahan baku pengganti (subsitusi) yang tersedia dalam jumlah banyak dan kontinyu serta memiliki harga yang relatif murah. Selain itu, kualitasnya diharapkan mendekati kualitas tepung ikan. Salah satu bahan alternatif tersebut adalah tepung daging dan tulang (TDT). Harga bahan baku TDT dalam bentuk pasta adalah Rp 2.000/kg. Sedangkan untuk harga TDT berkisar Rp 4.000/kg - Rp 5.000/kg. Harga tersebut cukup murah bila dibandingkan dengan tepung ikan (Abdiguna, dkk, 2013). Karakteristik Tepung Tulang Tepung tulang terdiri atas kalsium, fosfor, protein, dan lemak. Ketersediaan kalsium dan fosfor dalam tulang sebanding dengan sumber mineral lainnya, yaitu dikalsium fosfat dan defluorinated fosfat. Komposisi kimia tepung tulang bervariasi tergantung pada bahan mentah dan proses pengolahannya. Keunggulan tepung tulang sebagai sumber mineral dibandingkan dengan sumber

20 mineral lain di mana kandungan plour berada dalam keadaan aman (Retnani, 2011). Tepung tulang yang baik memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air maksimal 5%, berwarna keputih-putihan, tingkat kehalusan 80 saringan, bebas bakteri serta penyakit, dan kadar tepungnya mencapai 94%. Kandungan kalsium yang terdapat pada tepung tulang di pasaran umumnya adalah 19-26% dan fosfor 8-12%. Kalsium dan fosfor merupakan unsur yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit. Walau tubuh hanya memerlukan sedikit kalsium dan fosfor, namun pada kenyataanya mahluk hidup tidak mampu memenuhi kedua unsur tersebut hanya dari asupan makanan sehingga sering terjadi kekurangan (Rasidi, 1999). Tabel 2. SNI tepung tulang Karakteristik Syarat Mutu I (%) Mutu II (%) Kadar air (maks) 8 8 Kadar lemak 3 6 Kadar kalsium (min) Kadar pospat (P 2 O 5 ) (min) Kadar fosfor (P) (min) 8 8 Kehalusan saringan 25 (min) Kadar pasir/silika (maks) 1 1 Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992) Pengeringan Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktifitas mikroorganisme dan enzim menurun sebagai akibat dari air yang dibutuhkan untuk aktifitasnya tidak cukup. Pemilihan jenis alat pengering ditentukan oleh bentuk bahan, sifat bahan, sifat produk, dan harga produk. Pemilihan jenis pengeringan yang sesuai untuk suatu

21 produk pangan ditentukan oleh kualitas produk akhir yang diinginkan, sifat bahan pangan yang dikeringkan, dan biaya produksi atau pertimbangan ekonomi Beberapa jenis pengeringan telah digunakan secara komersial dan jenis pengeringan tertentu cocok untuk suatu produk pangan tertentu, tetapi belum tentu cocok untuk produk pangan yang lain. 1. Penjemuran (Sun Drying) Metode pengeringan ini menggunakan radiasi sinar matahari. Penjemuran merupakan pengeringan tradisional yang tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya operasional murah. Sayangnya, proses penjemuran ini bergantung pada cuaca. Biasanya produk yang dikeringkan dengan penjemuran mempunyai kadar air yang masih tinggi seperti pada buah-buahan kering dengan kadar air 15-20% sehingga mempunyai umur simpan yang terbatas. 2. Pengeringan Udara Panas (Hot-air Drying) Metode ini menggunakan udara panas yang dihembuskan. Peralatan pengering udara panas terdiri dari pembakar gas yang menghasilkan udara panas. Udara panas tersebut dialirkan ke bagian atas alat. Produk pangan yang dikeringkan diletakkan pada rak yang tersusun dalam alat pengering. 3. Pengeringan Kabinet (Cabinet Drying) Metode ini menggunakan alat pengering untuk sistem batch dengan proses pengeringan dilakukan pada suhu yang konstan. Pada alat ini kelembaban udara dapat mengalami penurunan. Alat pengering ini biasa digunakan untuk pengembangan produk baru sebelum diproduksi skala besar.

22 4. Pengeringan Terowongan (Tunnel Drying) Peralatan ini mirip dengan pengering kabinet, tetapi pengoperasiannya besifat kontinyu. Produk yang dikeringkan diletakkan dalam rak-rak yang berjalan (conveyor). Ke dalam terowongan ini dihembuskan udara panas. Pengering terowongan mengeringkan produk secara cepat, produk yang dihasilkan seragam, tanpa menyebabkan kerusakan produk sehingga cocok digunakan untuk mengeringkan buah-buahan. 5. Pengeringan Ban Berjalan (Conveyor Drying) Proses pengeringan dapat diatur dengan membagi sistem pengeringan menjadi beberapa bagian. Kelembaban, kecepatan aliran, dan suhu tiap bagian dapat diatur. Metode pengeringan ini sangat sesuai untuk mengeringkan bahan pangan dengan jumlah besar atau suatu komoditas, tetapi tidak cocok untuk mengeringkan bahan pangan dengan kondisi pengeringan yang harus diubah secara berkala. 6. Pengeringan Semprot (Spray Drying) Pada proses pengeringan semprot, cairan disemprotkan melalui nozel pada udara panas. Butiran halus cairan secara cepat mengering menghasilkan produk kering yang bersifat bubuk. Proses pengeringan dengan pengering semprot banyak digunakan untuk menghasilkan susu bubuk dan bubuk buah. 7. Pengeringan Beku (Freeze Drying) Pengeringan beku digunakan untuk berbagai produk yang memerlukan bentuk yang utuh atau tidak berubah setelah pengeringan seperti buah kering. Hal yang harus diperhatikan untuk produk kering beku ini adalah karena sifatnya yang porous dan mudah menyerap air, kondisi pengemasan harus

23 khusus yang memungkinkan transmisi uap air lewat bahan pengemas pada tingkat yang serendah mungkin dan pengemasannya dalam kondisi vakum (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Penggilingan Penggilingan bertujuan untuk menggerus atau menghancurkan bahan hasil pertanian supaya ukurannya menjadi lebih kecil dibanding ukuran semula, sehingga memudahkan penggunaan dan pengolahan sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, penggilingan juga bertujuan menghaluskan dan mengecilkan bentuk hasil yang berguna untuk memperbaiki daya cerna, kelezatan, daya campur, daya simpan, dan dapat menghilangkan benda asing yang terdapat dalam bahan, serta kemungkinan bahan yang terbuang menjadi lebih kecil. Pengecilan ukuran secara tradisional dilakukan dengan cara menumbuk bahan yang diletakkan dalam lumpang menggunakan lesung yang terbuat dari batu maupun kayu. Penggilingan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat maupun mesin yang digerakkan oleh motor bakar, motor listrik, maupun tenaga manusia (Pratomo dan Irwanto, 1983). Jenis-jenis mesin giling yang ada sampai saat ini untuk memperkecil bentuk dan ukuran bahan baku pakan ternak adalah hammer mill, burr mill, roller mill, dan combination mill. a. Hammer Mill Hammer mill merupakan salah satu alat penghancur biji-bijian dan hijauan pakan. Pemakaian hammer mill biasa pada peternakan komersial maupun peternakan tradisional. Dinamakan hammer mill karena mempunyai alat

24 utama untuk menggiling berupa palu (hammer). Prinsip kerja mesin tersebut adalah bahan dipukul memakai palu, kemudian disaring sesuai ukuran yang dikehendaki. Bagian-bagian hammer mill yaitu hopper, dust collector (pengumpul debu), palu, magnet, die (lubang saringan), exhaust fan (kipas pembuangan), lubang pengeluaran, dan slope. b. Burr Mill Sebutan lain untuk burr mill adalah attration mill (mesin dengan alat penggerus), plate mill (mesin dengan kerja lempengan), atau disc mill (mesin dengan kerja piringan). Komponen utama mesin giling tersebut terdiri atas hopper (tempat pemasukan bahan), plate atau disc (pelat atau lempengan untuk mengecilkan ukuran partikel bahan), dan tempat pengeluaran produk. Cara kerja burr mill yaitu bahan masuk melalui loading (hopper). Kedua pelat berputar dan saling bergesekan sehingga memecah bahan. Bahan kemudian keluar melalui tempat pengeluaran. Proses kerja yang terjadi selama burr mill bekerja terdiri atas cutting, crushing, dan shearing. c. Roller Mill Roller mill digunakan dalam pengolahan pakan untuk crimping atau menghancurkan biji-bijian. Roller mill ganda terdiri atas dua gulungan berputar dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan yang sama. Roll biasanya bergelombang atau bergerigi. Sebelum bahan dimasukkan ke dalam hopper, mesin harus dihidupkan terlebih dahulu. Bahan akan digiling hingga halus dengan gerak gesek dua rol. Setelah menjadi halus, bahan keluar melalui tempat pengeluaran. Selama bekerja, roller mill melangsungkan

25 proses grinding, reducing, rolling, crushing, cracking, crimping, crumbling, flacking, steaming, shearing, dan cutting. d. Combination Mill Combination mill mengkombinasikan kerja beberapa mesin giling. Contohnya kombinasi crusher mill - hammer mill, crusher mill - burr mill, crusher mill - roller mill, dan hammer mill roller mill (Retnani, 2011). Elemen Mesin Motor Bakar Motor bensin bekerja dengan gerakan torak bolak balik (bergerak naik turun pada motor tegak). Motor bensin bekerja menurut prinsip empat langkah dan dua langkah. Daya motor dapat dipertinggi dengan memperbesar volume langkahnya. Kemungkinan untuk mempertinggi daya spesifik adalah mempertinggi tekanan efektif rata-rata dan mempertinggi frekuensi putar. Beberapa metode untuk memperbaiki kedua faktor tadi adalah dengan memperbaiki pengisian silinder, mempertinggi perbandingan pemampatan, pengubahan pelayanan katup dan waktu, dan mengoptimumkan bagian-bagian yang bergerak dan berputar (Arends dan Berenschot, 1980). Puli Puli (pulley) sabuk dibuat dari besi cor atau dari baja. Puli kayu tidak banyak lagi dijumpai. Untuk konstruksi ringan diterapkan puli dari paduan aluminium. Puli sabuk baja terutama cocok untuk kecepatan sabuk yang tinggi (di

26 atas 35 m/det). Pada sabuk terbuka, puli sabuk yang digerakkan harus cembung. Sabuk selalu mencari titik tertinggi pada puli, sehingga ketidaktelitian kecil yang mungkin ada ketika memasang, dapat diatasi secara dini dengan membuat puli yang digerakkan sedikit cembung. Roda transmisi beralur untuk sabuk V dibuat dari besi tuang, baja tuang, atau baja cetak (Stolk dan Kros, 1981). Untuk menghitung kecepatan atau ukuran roda transmisi, putaran transmisi penggerak dikalikan diameternya adalah sama dengan putaran roda transmisi yang digerakkan dikalikan dengan diameternya. SD (penggerak) = SD (yang digerakkan).....(1) dimana S = kecepatan putar puli (rpm) D = diameter puli (mm) (Smith dan Wilkes, 1990). Jarak yang jauh antara dua poros sering tidak memungkinkan transmisi langsung dengan pasangan roda gigi. Dalam demikian, cara transmisi putaran dan daya lain yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan sebuah sabuk atau rantai yang dibelitkan di sekeliling puli atau sproket pada poros. Jika pada suatu konstruksi mesin putaran puli penggerak dinyatakan N1 dengan diameter dp dan puli yang digerakkan N2 dan diameter Dp, maka perbandingan putaran dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut. N1 N2 = dp...(2) Dp (Roth, et.al, 1982).

27 Pemasangan pulley antara lain dapat dilakukan dengan cara horizontal dan vertikal. Cara horizontal yaitu pemasangan puli dapat dilakukan dengan cara mendatar di mana pasangan puli terletak pada sumbu mendatar. Cara vertikal yaitu pemasangan puli dilakukan dengan tegak di mana letak pasangan puli adalah pada sumbu vertikal. Pada pemasangan ini akan terjadi getaran pada bagian mekanisme serta penurunan umur sabuk (Mabie and Ocvirk, 1967). Sabuk V Sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Sabuk V dibelitkan di keliling alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulang sabuk V dibandingkan dengan sabuk rata. Transmisi sabuk V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan arah putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk V yang dipasang sebelah-menyebelah (Sularso dan Suga, 2004). Apabila pemindahan daya menggunakan dua roda transisi, maka hubungan antara jarak kedua titik pusat sumbu roda transisi dengan panjang sabuk dapat ditentukan dengan rumus (D - d)2 L = 2C + 1,57 + (D + d) +...(3) 4C

28 dimana L C D d = panjang efektif sabuk (mm) = jarak antara kedua sumbu roda transmisi (mm) = diameter luar efektif roda transmisi yang besar (mm) = diameter luar efektif transmisi yang kecil (mm) (Smith dan Wilkes, 1990). Ayakan (Mesh) Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam satu inci persegi (square inch), sementara jika dinyatakan dalam mm maka angka yang ditunjukkan merupakan besar material yang diayak. Proses pengayakan pada pembuatan tepung sangat penting, karena menentukan ukuran partikel tepung yang dihasilkan. Pengayakan merupakan suatu metode pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan (Ailani, 2014). Poros Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin menerusakan tenaga bersama-sama dengan putaran utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam merencanakan sebuah poros adalah kekuatan poros, kekakuan poros, putaran kritis, dan korosi. Secara umum, untuk poros dengan diameter 3-3,5 inci, digunakan bahan yang dibuat dengan pengerjaan dingin, yaitu baja karbon. Dan bila yang dibutuhkan untuk mampu menahan beban kejut, kekerasan, dan

29 tegangan yang besar, maka dipakai bahan baja paduan yang biasa dikenal sebagai bahan komersial (Achmad, 2006). Bantalan Tempat sebuah poros ditumpu, dinamakan tap poros atau leher poros, elemen yang menumpu dinamakan bantalan. Bantalan ini dapat dipasang di dalam mesin di mana poros termasuk atau dalam suatu elemen terpisah yang difondasikan yang dinamakan blok bantalan, blok atau dengan singkat bantalan. Dalam bantalan umumnya bekerja gaya-reaksi. Apabila gaya reaksi ini jauh lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros, bantalan dinamakan bantalan radial. Kalau gaya reaksi itu jauh lebih banyak mengarah sepanjang garis sumbu, namanya ialah bantalan aksial (Stolk dan Kros, 1981). Kapasitas Kerja Alat dan Mesin Pertanian Kapasitas kerja suatu alat atau mesin didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam menghasilkan suatu produk per satuan waktu (jam). Dari satuan kapasitas kerja dapat dikonversikan menjadi satuan produk per kw per jam, bila alat/mesin itu menggunakan daya penggerak motor. Jadi satuan kapasitas kerja menjadi ha.jam/kw, kg.jam/kw, lt.jam/kw. Persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut. produk yang diolah Kapasitas alat =...(4) waktu (Daywin, dkk, 2008).

30 Rendemen merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen ini berguna untuk mengetahui berapa banyak bahan yang bisa digunakan. Apabila nilai rendemen suatu produk atau bahan semakin tinggi, maka akan lebih banyak yang bisa digunakan. Rumus yang digunakan untuk menghitung rendemen tepung tulang ikan yaitu Rendemen = berat bahan terolah 100%...(5) berat awal bahan Dengan demikian, berat bahan tidak terolah dapat dihitung dengan mengurangi berat awal bahan dengan dengan berat bahan terolah. Persentase bahan tidak terolah dihitung dengan rumus Bahan tidak terolah = berat bahan tidak terolah 100%...(6) berat awal bahan (AOAC, 2005). Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat keluar dari mesin pengolahan membutuhkan tenaga operator untuk mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugroho, dkk, 2012). Kapasitas pengirisan ialah kemampuan suatu alat pengirisan di dalam mengiris suatu bahan dengan proses yang lebih singkat. Adapun cara untuk memperbesar atau memperkecil kapasitas pengirisan yaitu dengan mengubah jumlah mata pisau, RPM alat pengirisan, atau merubah tebal irisannya. Perubahan

31 paling mudah dilakukan dengan memperbesar atau memperkecil kapasitas tanpa merubah tebal irisan adalah dengan merubah RPM yakni dengan menambahkan transmisi, baik dengan pulley atau sproket dan rantai (Wiraatmadja, 1995). Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi. Korelasi dilambangkan dengan r dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 r 1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasi negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi, dan r = 1 artinya korelasinya sangat kuat. Tabel 3. Interpretasi koefisien korelasi nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,800 1,000 Sangat Kuat 0,600 0,799 Kuat 0,400 0,599 Cukup Kuat 0,200 0,399 Lemah 0,000 0,199 Sangat Lemah (Muinah, 2011).

32 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan dan Alat Penelitian Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang sapi yang telah dikeringkan, sabuk V, puli 2,5 inci, 4 inci, dan 5,5 inci. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling tulang sapi kering, kunci L, kunci pas, obeng, timbangan, stopwatch, kalkulator, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan satu faktor yaitu kecepatan putaran alat penggiling tulang sapi kering dengan tiga kali ulangan pada tiap perlakuan. Faktor kecepatan putaran pada alat penggiling tulang sapi kering: R1 = 2418 RPM (diameter 5,5 inci) R2 = 3325 RPM (diameter 4 inci) R3 = 5320 RPM (diameter 2,5 inci)

33 Model Rancangan Penelitian Model rancangan penelitian yang akan digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) Y ik = µ + T i + ɛ ik... (7) dimana Y ik = hasil pengamatan dari perlakuan faktor rpm pada taraf ke-i dan pada ulangan ke-k µ = nilai tengah T i = pengaruh perlakuan ke-i ɛ ik = pengaruh galat percobaan dari perlakuan rpm pada taraf ke-i dan ulangan ke-k. Komponen Alat Alat penggiling tulang sapi kering ini mempunyai beberapa komponen penting sebagai berikut. 1. Rangka alat Rangka alat terbuat dari besi siku, berfungsi sebagai penyokong komponen alat lainnya. Alat ini memiliki dimensi 80 cm 48,5 cm 43 cm. 2. Motor bakar Motor bakar berfungsi sebagai sumber tenaga mekanis (penggerak). Alat ini menggunakan motor bakar berdaya 5,5 HP dengan kecepatan putaran alat 3800 RPM.

34 3. Tabung penggiling Tabung penggiling terdiri dari penggiling berputar dan penggiling statis. Penggiling berputar dilengkapi dengan empat buah mata pisau berbentuk L, dua buah penyeimbang, dan tiga buah kipas. Sedangkan penggiling statis dilengkapi dengan 14 sisir penggiling. Pada bagian dasar tabung penggiling terdapat ayakan berukuran 200 mesh. 4. Saluran masukan (hopper) Saluran masukan berfungsi untuk memasukkan tulang sapi kering yang akan digiling. 5. Saluran keluaran Saluran keluaran berfungsi untuk menyalurkan tulang sapi yang sudah digiling ke tempat penampungan yang telah disediakan. 6. Sistem transmisi Sistem tranmisi ini menggunakan puli dan sabuk V yang dihubungkan dengan tenaga penggerak berupa motor bakar. Tenaga penggerak ini digunakan untuk menggerakkan poros yang terhubung ke piringan pisau untuk menghancurkan tulang sapi kering. Prosedur Penelitian A. Pembuatan Puli dan Persiapan Bahan 1. Pembuatan dan Pemasangan Puli a. Disiapkan bahan untuk membuat puli. b. Dilakukan pengukuran terhadap plat besi sesuai dengan ukuran yang ditentukan.

35 c. Dipotong besi yang sudah diukur. d. Dilubangi bagian tengah untuk lubang poros. e. Dibuat penampang/alur untuk sabuk V yang akan digunakan. f. Setelah dibubut kemudian dihaluskan seluruh permukaan puli. g. Dipasangkan puli ke poros. h. Dihubungkan sabuk V pada puli motor bakar dan puli silinder untuk mentransmisikan tenaga putar dari motor bakar terhadap silinder. 2. Persiapan Bahan a. Disiapkan tulang yang akan digiling. b. Ditimbang tulang yang akan digiling. c. Tulang siap untuk digiling. B. Pelaksanaan Penelitian a. Dipasang puli sesuai kecepatan yang diinginkan. b. Dinyalakan alat penggiling tulang. d. Dimasukkan tulang melalui saluran pemasukan. e. Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menggiling tulang. f. Dilakukan pengamatan sesuai dengan parameter yang ditentukan. g. Dicatat hasil pengamatan. Parameter yang Diamati 1. Kapasitas Olah Pengukuran kapasitas olah dilakukan dengan membagi berat bahan awal (kg) terhadap waktu (jam) yang dibutuhkan untuk menggiling tulang, dihitung dengan menggunakan persamaan (3).

36 2. Kapasitas Hasil Pengukuran kapasitas hasil dilakukan dengan membagi berat tulang yang tergiling (kg) terhadap waktu (jam) yang dibutuhkan untuk menggiling tulang, dihitung dengan menggunakan rumus berat hasil gilingan Kapasitas hasil = (kg/jam)...(8) waktu 3. Kerusakan Hasil Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi berat tepung yang rusak (tergiling tidak sempurna, tertinggal di alat) (kg) dengan berat bahan awal (sebelum digiling) (kg) dikali dengan 100%, dihitung dengan menggunakan persamaan (5).

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, perbedaan kecepatan putaran alat memberikan pengaruh terhadap kapasitas olah, kapasitas hasil, dan kerusakan hasil. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Data hasil pengamatan parameter Kapasitas olah Perlakuan (kg/jam) Kapasitas hasil (kg/jam) R1 4,36 4,07 6,66 R2 9,39 8,67 7,66 R3 12,63 10,81 14,33 Kerusakan hasil (%) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kapasitas olah tertinggi terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 12,63 kg/jam dan kapasitas olah terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 4,63 kg/jam. Sementara itu, kapasitas hasil tertinggi terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 10,81 kg/jam dan kapasitas hasil terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 4,07 kg/jam. Untuk kerusakan hasil terbesar terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 14,33% dan kerusakan hasil terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 6,66%. Kapasitas Olah Kapasitas olah dapat diketahui dengan membandingkan berat bahan yang diolah dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengolahnya. Waktu pengolahan dihitung mulai dari bahan masuk ke dalam hopper sampai bahan selesai diolah. Kapasitas olah disebut juga dengan kapasitas kerja. Hal ini sesuai dengan literatur Daywin, dkk (2008) yang menyatakan bahwa kapasitas kerja suatu alat atau mesin

38 didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam menghasilkan suatu produk per satuan waktu (jam). Hasil sidik ragam (lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan putaran alat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kapasitas olah. Hasil pengujian dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kapasitas olah pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5. Hasil uji DMRT pengujian perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kapasitas olah Jarak DMRT Notasi Perlakuan Rataan 0,05 0,01 0,05 0,01 - R1 4,36 a A 2 1,9795 2,9996 R2 9,39 b B 3 2,0516 3,1118 R3 12,63 c C Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Berdasarkan tabel di atas, hasil uji DMRT dengan taraf uji 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan R1, perlakuan R2, dan perlakuan R3 saling berbeda nyata. Pada taraf uji 0,01 juga menunjukkan bahwa perlakuan R1, perlakuan R2, dan perlakuan R3 saling berbeda sangat nyata. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan R3 dengan kecepatan putaran alat 5320 RPM merupakan perlakuan terbaik karena memiliki kapasitas olah tertinggi. Hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kapasitas olah dapat dilihat pada grafik berikut.

39 Kapasitas Olah (kg/jam) ŷ = 0,002x - 0,620 R² = 0, Kecepatan Putaran (RPM) Gambar 1. Grafik hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kapasitas olah Berdasarkan gambar di atas, persamaan garis pada grafik terbentuk dari persamaan regresi ŷ = 0,002x - 0,620. Nilai 0,002x menunjukkan hubungan yang positif. Artinya, semakin tinggi kecepatan putaran (x), maka semakin tinggi pula kapasitas olah (ŷ). Nilai 0,964 menunjukkan nilai koefisien korelasi. Berdasarkan literatur Muinah (2011), nilai koefisien korelasi antara 0,800-1,000 menunjukkan tingkat hubungan antara dua variabel yang sangat kuat. Nilai ini juga berarti bahwa perbedaan kecepatan putaran alat memberi pengaruh sebesar 96,4% terhadap kapasitas olah. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin cepat putaran alat, maka kapasitas olah semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan diameter puli. Semakin besar diameter puli, maka kecepatan putaran alat akan semakin kecil sehingga membutuhkan waktu pengolahan yang lebih lama. Sebaliknya, semakin kecil diameter puli, maka kecepatan putaran alat akan semakin besar sehingga membutuhkan waktu pengolahan yang lebih sedikit. Hal

40 ini sesuai dengan literatur Roth, et.al (1982) yang menyatakan bahwa kecepatan putaran alat berbanding terbalik dengan diameter puli. Kapasitas Hasil Kapasitas hasil dapat diketahui dengan membandingkan berat bahan yang terolah dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengolahnya. Dari hasil sidik ragam (lampiran 5), dapat dilihat bahwa perbedaan kecepatan putaran alat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kapasitas hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kapasitas hasil pada masingmasing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Hasil uji DMRT pengujian perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kapasitas hasil Jarak DMRT Notasi Perlakuan Rataan 0,05 0,01 0,05 0,01 - R1 4,07 a A 2 1,7091 2,5898 R2 8,67 b B 3 1,7713 2,6866 R3 10,81 c B Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Berdasarkan tabel di atas, hasil uji DMRT dengan taraf uji 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan R1, perlakuan R2, dan perlakuan R3 saling berbeda nyata. Sedangkan pada taraf uji 0,01 menunjukkan bahwa perlakuan R1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan R2 dan perlakuan R3, namun perlakuan R2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan R3 dengan kecepatan putaran alat 5320 RPM merupakan perlakuan terbaik karena memiliki kapasitas hasil tertinggi.

41 Hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kapasitas hasil dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Kapasitas Hasil (kg/jam) ŷ = 0,002x + 0,041 R² = 0, Kecepatan Putaran (RPM) Gambar 2. Grafik hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kapasitas hasil Berdasarkan gambar di atas, persamaan garis pada grafik terbentuk dari persamaan regresi ŷ = 0,002x + 0,041. Nilai 0,002x menunjukkan hubungan yang positif. Artinya, semakin tinggi kecepatan putaran (x), maka semakin tinggi pula kapasitas hasil (ŷ). Nilai 0,833 menunjukkan nilai koefisien korelasi atau hubungan antara dua variabel yang sangat kuat. Nilai ini juga menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan putaran alat memberi kontribusi sebesar 83,3% terhadap kapasitas hasil. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin cepat putaran alat, maka kapasitas hasil semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh kecepatan putaran yang tinggi menyebabkan bahan yang diolah akan lebih cepat terdorong ke saluran pengeluaran dan kecepatan putaran yang rendah menyebabkan bahan

42 yang diolah akan lebih lama terdorong ke saluran pengeluaran. Menurut Wiraatmadja (1995), perubahan paling mudah dilakukan untuk memperbesar atau memperkecil kapasitas adalah dengan merubah RPM yakni dengan menambahkan transmisi, baik dengan pulley atau sproket dan rantai. Kerusakan Hasil Kerusakan hasil dapat diketahui dengan membandingkan berat bahan yang rusak (tidak terolah, tertinggal di alat, tercecer) dengan berat awal bahan yang diolah kemudian dikali dengan 100%. Menurut Nugroho, dkk (2012), persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Dari hasil sidik ragam (lampiran 6), dapat dilihat bahwa perbedaan kecepatan putaran alat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kerusakan hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) yang menunjukkan pengaruh perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kerusakan hasil pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Hasil uji DMRT pengujian perbedaan kecepatan putaran alat terhadap kerusakan hasil Jarak DMRT Notasi Perlakuan Rataan 0,05 0,01 0,05 0,01 - R1 6,66 a A 2 2,3063 3,4948 R2 7,66 a A 3 2,3903 3,6255 R3 14,33 b B Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Berdasarkan tabel di atas, hasil uji DMRT dengan taraf uji 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan R1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2,

43 namun berbeda nyata dengan perlakuan R3. Perlakuan R2 berbeda nyata dengan perlakuan R3. Pada taraf uji 0,01 menunjukkan bahwa perlakuan R1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2, namun berbeda sangat nyata dengan perlakuan R3. Perlakuan R2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan R3. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlakuan R1 dengan kecepatan putaran alat 2418 RPM merupakan perlakuan terbaik karena memiliki kerusakan hasil terendah. Hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kerusakan hasil dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Kapasitas Hasil (kg/jam) ŷ = 0,002x - 0,620 R² = 0, Kecepatan Putaran (RPM) Gambar 3. Grafik hubungan perbedaan kecepatan putaran alat dengan kerusakan hasil Berdasarkan gambar di atas, persamaan garis pada grafik terbentuk dari persamaan regresi ŷ = 0,002x 0,620. Nilai 0,002x menunjukkan hubungan yang positif. Artinya, semakin tinggi kecepatan putaran (x), maka semakin tinggi pula kerusakan hasil (ŷ). Koefisien korelasi yang diperoleh berdasarkan grafik adalah sebesar 0,964 yang menunjukkan hubungan antara dua variabel yang sangat kuat.

44 Nilai ini memiliki arti bahwa perbedaan kecepatan putaran alat memberi pengaruh terhadap kerusakan hasil sebesar 96,4%. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin cepat putaran alat, maka kerusakan hasil semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh kecepatan putaran yang tinggi menyebabkan bahan yang diolah akan lebih cepat dihancurkan sehingga bahan yang berukuran lebih kecil akan tertinggal pada mesh dan tidak terlempar lagi ke atas. Penyebab lain yaitu banyaknya hasil olahan yang tercecer karena tidak masuk pada wadah penampung. Kerusakan hasil juga ditandai dengan adanya bahan yang tertinggal di alat sehingga dibutuhkan tenaga untuk membersihkan alat dari bahan yang tertinggal. Hal ini sesuai dengan literatur Nugroho, dkk (2012) yang menyatakan bahwa bahan yang tidak dapat keluar dari mesin pengolahan membutuhkan tenaga operator untuk mengeluarkannya secara manual.

45 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perbedaan kecepatan putaran alat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas olah, kapasitas hasil, dan kerusakan hasil. 2. Kapasitas olah tertinggi terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 12,63 kg/jam dan kapasitas olah terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 4,63 kg/jam. 3. Kapasitas hasil tertinggi terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 10,81 kg/jam dan kapasitas hasil terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 4,07 kg/jam. 4. Kerusakan hasil terbesar terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 14,33% dan kerusakan hasil terendah terdapat pada perlakuan R1 yaitu sebesar 6,66%. 5. Semakin tinggi kecepatan putaran alat, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengolah bahan semakin sedikit. Saran Perlu dilakukan pengujian terhadap komoditi yang digunakan dan suhu pengeringan bahan.

46 DAFTAR PUSTAKA Abdiguna, A., L. Santoso, Wardiyanto, dan Suparmono, Penggunaan Tepung Daging dan Tulang Sebagai Alternatif Sumber Protein Hewani Pada Pakan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). [20 Februari 2016] Achmad, Z., Elemen Mesin I. PT Refika Aditama, Bandung. Ailani, C Reduksi dan Pengayakan Tepung Ubi Jalar Menggunakan Pengayak Goyang (Shaker Screen) dengan Variabel Ukuran Partikel Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kue Tradisional. [17 Februari 2016] AOAC, Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC International. Maryland, USA. Arends, B. P. M. dan H. Berenschot, Motor Bensin. Erlangga, Jakarta. Badan Pusat Statistik, Konsumsi Rata-rata per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Daywin, F. J., R. G. Sitompul, dan I. Hidayat, Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta. Estiasih, T. dan K. Ahmadi, Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta. Hamilton, C. R., Real and Perceived Issues Involving Animal Proteins. [23 Februari] Mabie, H. H. and F. W. Ocvirk., Mechanics and Dynamic of Machinery. John Wiley & Sons, Inc., New York. Muarifin, S., Pemanfaatan Arang Tulang Sapi Sebagai Adsorben Alternatif Untuk Proses Penyerapan Rhodamin B [Laporan Penelitian]. Universitas Riau, Pekanbaru. Muinah, Analisis Pengaruh Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap Permintaan Produk Asuransi Jiwa. [17 Mei 2016] Murtidjo, B. A., Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

47 Nugraha, B., J. Nugroho, dan N. Bintoro, Pengaruh Laju Udara dan Suhu Selama Pengeringan Kelapa Parut Kering Secara Pneumatik. [19 Mei 2016] Pratomo, M. dan K. Irwanto, Alat dan Mesin Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Rasidi, Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Retnani, Y., Proses Produksi Pakan Ternak. Ghalia Indonesia, Bogor. Roth, L. O., F. R. Crow, and G. W. A. Mahoney, Agriculture Engineering. AVI Publishing, USA. Rugayah, N., Potensi Kotoran dan Tulang Ternak Sebagai Sumber Produk Non-Pangan. [18 Desember 2015] Said, M. I., Pemanfaatan Limbah Tulang. [18 Desember 2015] Smith, H. P. dan L. H. Wilkes, Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gadjah Mada University Press, Yoyakarta. Standar Nasional Indonesia, Tepung Tulang. Dewan Standardisasi Nasional Indonesia, Jakarta. Stolk, J. dan C. Kross, Elemen Mesin: Elemen Konstruksi dari Bangunan Mesin. Erlangga, Jakarta. Sularso dan K. Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Syafar, A., Bahan Makanan Ternak. Universitas Hasanuddin, Makassar. Wiraatmadja, S., Alsintan Pengiris dan Pemotong. Penebar Swadaya, Jakarta. Yildirim, O., Preparation and Characterization of Chitosan/Calcium Phosphate Based Composite Biomaterials [Dissertation]. Izmir Institute of Technology, Turkey. Yurleni, Produktivitas dan Karakteristik Daging Kerbau dengan Pemberian Pakan yang Mengandung Asam Lemak Terproteksi [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

48 Zulkarnain, R., S. Slamet, dan T. Hidayat, Perancangan Mesin Hammer Mill Penghancur Bongkol Jagung dengan Kapasitas 100 kg/jam Sebagai Pakan Ternak. [22 Februari 2016]

49 Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Pemasangan Puli Memasukkan Bahan ke Saluran Pemasukan Catat Waktu Penggilingan Pengukuran Parameter: 1. Kapasitas Olah 2. Kapasitas Hasil 3. Kerusakan Hasil Analisis Data Selesai

50 Lampiran 2. Perhitungan kecepatan putaran alat Diameter puli 2,5 inci SD (penggerak) = SD (yang digerakkan) 3800 RPM 3,5 inci = S (yang digerakkan) 2,5 inci S (yang digerakkan) = 3800 RPM 3,5 inci 2,5 inci S (yang digerakkan) = 5320 RPM Diameter puli 4 inci SD (penggerak) = SD (yang digerakkan) 3800 RPM 3,5 inci = S (yang digerakkan) 4 inci S (yang digerakkan) = 3800 RPM 3,5 inci 4 inci S (yang digerakkan) = 3325 RPM Diameter puli 5,5 inci SD (penggerak) = SD (yang digerakkan) 3800 RPM 3,5 inci = S (yang digerakkan) 5,5 inci S (yang digerakkan) = 3800 RPM 3,5 inci 5,5 inci S (yang digerakkan) = 2418 RPM

51 Lampiran 3. Data hasil pengamatan Tabel data pengamatan dengan kecepatan putaran alat 2714 RPM Berat bahan Berat bahan Berat awal Ulangan tergiling tertinggal di alat (kg) (kg) (kg) (kg) Berat bahan tercecer Waktu (jam) I 1 0,85 0,08 0,07 0,09 II 1 0,85 0,05 0,10 0,07 III 1 0,87 0,07 0,06 0,08 Total 3 2,57 0,20 0,23 0,24 Rataan 1 0,85 0,06 0,07 0,08 Tabel data pengamatan dengan kecepatan putaran alat 4343 RPM Berat bahan Berat bahan Berat awal Ulangan tergiling tertinggal di alat (kg) (kg) (kg) (kg) Berat bahan tercecer Waktu (jam) I 1 0,92 0,04 0,04 0,10 II 1 0,94 0,02 0,04 0,11 III 1 0,91 0,03 0,06 0,11 Total 3 2,77 0,09 0,14 0,32 Rataan 1 0,92 0,03 0,04 0,10 Tabel data pengamatan dengan kecepatan putaran alat 5971 RPM Berat bahan Berat bahan Berat awal Ulangan tergiling tertinggal di alat (kg) (kg) (kg) (kg) Berat bahan tercecer Waktu (jam) I 1 0,93 0,03 0,04 0,25 II 1 0,94 0,03 0,03 0,21 III 1 0,93 0,02 0,05 0,23 Total 3 2,81 0,08 0,12 0,69 Rataan 1 0,93 0,02 0,04 0,23

52 Lampiran 4. Data pengamatan kapasitas olah (kg/jam) Tabel data pengamatan kapasitas olah Perlakuan Ulangan I II III Total Rataan R1 4 4,76 4,34 13,10 4,36 R2 10 9,09 9,09 28,18 9,39 R3 11,11 14,28 12,50 37,89 12,63 Analisa sidik ragam kapasitas olah SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 104,026 52,013 52,969 ** 5, ,9247 Galat 6 5,892 0,982 Total 8 Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

53 Lampiran 5. Data pengamatan kapasitas hasil (kg/jam) Tabel data pengamatan kapasitas hasil Perlakuan Ulangan I II III Total Rataan R1 3,72 4,47 4,04 12,23 4,07 R2 9,20 8,54 8,27 26,01 8,67 R3 9,44 12,14 10,87 32,45 10,81 Analisa sidik ragam kapasitas hasil SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 71,134 35,567 48,608 ** 5, ,9247 Galat 6 4,390 0,732 Total 8 75,525 Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

54 Lampiran 6. Data pengamatan kerusakan hasil (%) Tabel data pengamatan kerusakan hasil Perlakuan Ulangan I II III Total Rataan R ,66 R ,66 R ,33 Analisa sidik ragam kerusakan hasil SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 2 104,222 52,111 39,083 ** 5, ,9247 Galat 6 8,000 1,333 Total 8 112,222 Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

55 Lampiran 7. Gambar alat Gambar 4. Tampak depan Gambar 5. Tampak belakang Gambar 6. Tampak samping kiri

56 Gambar 7. Tampak samping kanan Gambar 8. Puli 2,5 inci Gambar 8. Puli 5,5 inci

57 Lampiran 8. Gambar bahan yang diolah Gambar 9. Tulang sebelum dipolong dan dikeringkan Gambar 10. Tulang setelah dipotong dan dikeringkan Gambar 11. Tepung tulang

TINJAUAN PUSTAKA. tubuh pada hewan vertebrata. Tanpa tulang, ternak tidak mampu berdiri secara

TINJAUAN PUSTAKA. tubuh pada hewan vertebrata. Tanpa tulang, ternak tidak mampu berdiri secara TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Komposisi Tulang Tulang atau yang lazim disebut kerangka pada dasarnya adalah penopang tubuh pada hewan vertebrata. Tanpa tulang, ternak tidak mampu berdiri secara tegak. Tulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral.

TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. Garam-garam mineral yang paling

Lebih terperinci

UJI VARIASI UKURAN LUBANG SARINGAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING

UJI VARIASI UKURAN LUBANG SARINGAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING UJI VARIASI UKURAN LUBANG SARINGAN PADA ALAT PENGGILING TULANG SAPI KERING SKRIPSI OLEH : SHELLA KHAIRUNISA PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 UJI VARIASI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI

UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI SKRIPSI OLEH : SAFRIYANTO PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 1 UJI BEBAN KERJA ALAT PENGGILING TULANG SAPI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari unsur organik dan anorganik. Unsur organik terdiri dari protein,

II. TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari unsur organik dan anorganik. Unsur organik terdiri dari protein, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tulang Tulang merupakan jaringan peyokong utama tubuh yang struktur pembentuknya terdiri dari unsur organik dan anorganik. Unsur organik terdiri dari protein, mukopolisakarida

Lebih terperinci

UJI BERBAGAI DIAMETER PULI PADA ALAT PEMBUAT SARI KEDELAI

UJI BERBAGAI DIAMETER PULI PADA ALAT PEMBUAT SARI KEDELAI Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.5 No. 1 Th. 2017 UJI BERBAGAI DIAMETER PULI PADA ALAT PEMBUAT SARI KEDELAI (Pulley Diameter Test of Soybean Extractor) Muhammad Yusuf 1,2),Saipul Bahri

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu LAMPIRAN I ATA PENGAMATAN. ata Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu Berikut merupakan tabel data hasil penepungan selama pengeringan jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel 8. ata hasil tepung selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komponen pada beberapa wadah yang berbeda sehingga masih tetap terpisah satu

TINJAUAN PUSTAKA. komponen pada beberapa wadah yang berbeda sehingga masih tetap terpisah satu TINJAUAN PUSTAKA Pencampuran Secara ideal, proses pencampuran dimulai dengan mengelompokkan masingmasing komponen pada beberapa wadah yang berbeda sehingga masih tetap terpisah satu sama lain dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGGILING BIJI KOPI TIPE FLAT BURR MILL

RANCANG BANGUN ALAT PENGGILING BIJI KOPI TIPE FLAT BURR MILL RANCANG BANGUN ALAT PENGGILING BIJI KOPI TIPE FLAT BURR MILL SKRIPSI OLEH SAMUEL HAPOSAN NAPITUPULU PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 RANCANG BANGUN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. harus dilakukan secara cermat dengan memperhatikan faktor-faktor yang. serta dapat menghasilkan hasil penepungan yang optimal.

BAB II DASAR TEORI. harus dilakukan secara cermat dengan memperhatikan faktor-faktor yang. serta dapat menghasilkan hasil penepungan yang optimal. 7 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Penggilingan Proses penggilingan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan yang siap untuk diolah. Penggilingan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III. Metode Rancang Bangun BAB III Metode Rancang Bangun 3.1 Diagram Alir Metode Rancang Bangun MULAI PENGUMPULAN DATA : DESAIN PEMILIHAN BAHAN PERHITUNGAN RANCANG BANGUN PROSES PERMESINAN (FABRIKASI) PERAKITAN PENGUJIAN ALAT HASIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Dan hampir setiap orang menyukai kerupuk, selain rasanya yang. ikan, kulit dan dapat juga berasal dari udang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Dan hampir setiap orang menyukai kerupuk, selain rasanya yang. ikan, kulit dan dapat juga berasal dari udang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kerupuk Kerupuk memang bagian yang tidak dapat dilepaskan dari tradisi masyarakat Indonesia. Dan hampir setiap orang menyukai kerupuk, selain rasanya yang enak harganya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. dicampur dengan bahan pencampur seperti daging udang atau ikan yang

BAB II TEORI DASAR. dicampur dengan bahan pencampur seperti daging udang atau ikan yang BAB II TEORI DASAR A. Pengertian Kerupuk Kerupuk adalah sejenis makanan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur dengan bahan pencampur seperti daging udang atau ikan yang kemudian ditambahkan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA UKURAN DIAMETER PULLEY PADA PEMERAS SANTAN SISTEM SCREW PRESS

PENGARUH BEBERAPA UKURAN DIAMETER PULLEY PADA PEMERAS SANTAN SISTEM SCREW PRESS PENGARUH BEBERAPA UKURAN DIAMETER PULLEY PADA PEMERAS SANTAN SISTEM SCREW PRESS SKRIPSI OLEH : CHESYA RITONGA 130308066 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan V-belt yang sesuai. Ditimbang kertas bekas sebanyak 3 kg3 Kg. Dihidupkan mesin untuk mengoprasikan alat

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan V-belt yang sesuai. Ditimbang kertas bekas sebanyak 3 kg3 Kg. Dihidupkan mesin untuk mengoprasikan alat LAMPIRAN Lampiran 1. Flowchart Penelitian Mulai Dipasang pulley dan V-belt yang sesuai Ditimbang kertas bekas sebanyak 3 kg3 Kg Dihidupkan mesin untuk mengoprasikan alat Dimasukan kertas kedalam alat Dihitung

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Merancang bentuk alat - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat Memilih bahan yang akan digunakan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR Sumardi 1* Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Km. 280 Buketrata Lhokseumawe 24301 Email: Sumardi63@gmail.com

Lebih terperinci

UJI VARIASI KOMODITAS TERHADAP KAPASITAS ALAT PADA PENGGILING MULTIFUCER

UJI VARIASI KOMODITAS TERHADAP KAPASITAS ALAT PADA PENGGILING MULTIFUCER UJI VARIASI KOMODITAS TERHADAP KAPASITAS ALAT PADA PENGGILING MULTIFUCER SKRIPSI OLEH : FADLY ELSYAH PASARIBU PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 UJI VARIASI

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

12/17/2012 SIZE REDUCTION (PENGECILAN UKURAN) Karakteristik Ukuran. Ukuran yang digunakan dinyatakan dengan mesh maupun mm.

12/17/2012 SIZE REDUCTION (PENGECILAN UKURAN) Karakteristik Ukuran. Ukuran yang digunakan dinyatakan dengan mesh maupun mm. SIZE REDUCTION (PENGECILAN UKURAN) Merupakan pengecilan secara mekanis tanpa mengubah sifat-sifat kimia dari bahan Pengecilan ukuran meliputi pemotongan, penghancuran, dan penggilingan Dewi Maya Maharani

Lebih terperinci

UJI SUHU PENYANGRAIAN PADA ALAT PENYANGRAI KOPI MEKANIS TIPE ROTARY TERHADAP MUTU KOPI JENIS ARABIKA (Coffea arabica)

UJI SUHU PENYANGRAIAN PADA ALAT PENYANGRAI KOPI MEKANIS TIPE ROTARY TERHADAP MUTU KOPI JENIS ARABIKA (Coffea arabica) UJI SUHU PENYANGRAIAN PADA ALAT PENYANGRAI KOPI MEKANIS TIPE ROTARY TERHADAP MUTU KOPI JENIS ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH TOMMI PERSADA SEMBIRING PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

UJI BERBAGAI DIAMETER PULI TERHADAP KUALITAS HASIL ALAT PENCETAK KERIPIK BIJI-BIJIAN

UJI BERBAGAI DIAMETER PULI TERHADAP KUALITAS HASIL ALAT PENCETAK KERIPIK BIJI-BIJIAN UJI BERBAGAI DIAMETER PULI TERHADAP KUALITAS HASIL ALAT PENCETAK KERIPIK BIJI-BIJIAN (Study of Pulley Diameter Effect on Product Quality of Grain s Chip Molder) Alex Candra Pardede 1,2, Saipul Bahri Daulay

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG 2014 PEMANFAATAN LIMBAH TULANG Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Fakultas Peternakan Unhas PEMANFAATAN LIMBAH TULANG Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Tulang merupakan salah satu hasil ikutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG ASAM GELUGUR (Garcinia atroviridis Griff.) SKRIPSI

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG ASAM GELUGUR (Garcinia atroviridis Griff.) SKRIPSI RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG ASAM GELUGUR (Garcinia atroviridis Griff.) SKRIPSI OLEH : ALVARIO KESTURI 100308077 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015 1

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR Sumardi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Km. 280 Buketrata Lhokseumawe 24301 Email: Sumardi63@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai Mesin penghancur kedelai dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp, mengapa lebih memilih memekai motor listrik 0,5 Hp karena industri yang di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TIORI

BAB II LANDASAN TIORI BAB II LANDASAN TIORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Pemecah Kedelai Mula-mula biji kedelai yang kering dimasukkan kedalam corong pengumpan dan dilewatkan pada celah diantara kedua cakram yang salah satunya

Lebih terperinci

PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA

PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERFORMA DAN BIAYA OPERASIONAL MESIN PENCACAH PELEPAH KELAPA SAWIT RANCANGAN UPT MEKANISASI PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI HANDYMAN MAKMUR WARUWU 110308034 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

UJI VARIASI SUHU TERHADAP HASIL PENGERING PADA ALAT PENGERING IKAN (TIPE KABINET) DRAFT

UJI VARIASI SUHU TERHADAP HASIL PENGERING PADA ALAT PENGERING IKAN (TIPE KABINET) DRAFT UJI VARIASI SUHU TERHADAP HASIL PENGERING PADA ALAT PENGERING IKAN (TIPE KABINET) DRAFT OLEH : ERDI K L TOBING PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015 1 UJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit [Ca 10 (PO 4 ) 3 (OH)] merupakan material biokeramik yang banyak digunakan sebagai bahan pengganti tulang. Salah satu alasan penggunaan hidroksiapatit

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51

Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 38 Lampiran 1. Data pengamatan hasil penelitian Jumlah mata pisau (pasang) 2 4 6 Kapasitas efektif alat (buah/jam) 300,30 525,12 744,51 Bahan yang rusak (%) 0 0 11 39 Lampiran 2. Kapasitas alat (buah/jam)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

UJI VARIASI DIAMETER LUBANG SARINGAN PADA ALAT PEMBUATSARI KEDELAI (Glycine max) SKRIPSI

UJI VARIASI DIAMETER LUBANG SARINGAN PADA ALAT PEMBUATSARI KEDELAI (Glycine max) SKRIPSI UJI VARIASI DIAMETER LUBANG SARINGAN PADA ALAT PEMBUATSARI KEDELAI (Glycine max) SKRIPSI OLEH : IRZAL PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 UJI VARIASI DIAMETER

Lebih terperinci

Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji

Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji Standar Nasional Indonesia Mesin pemecah biji dan pemisah kulit kakao - Syarat mutu dan metode uji ICS 65.060.50 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Praktikum Proses Pemisahan & Pemurnian Dosen Pembimbing : Ir. Ahmad Rifandi, MSc 2 A TKPB Kelompok

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI

OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Serabut Kelapa Sebagai Negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Menurut

Lebih terperinci

UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI

UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI (The Effect of RPM Coffee Roaster Machine on the Product Quality) Dedi Johanes Silaen 1, Achwil Putra

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob]

UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 1, No. 1, Oktober 2012: 1 1-16 UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob] Oleh : Octa rahmadian 1, Sugeng

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam LAPORAN AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi Sistem transmisi dalam otomotif, adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

UJI PENGARUH KERAPATAN SALURAN UDARA DAN KETINGGIAN MINYAK GORENG BEKAS TERHADAP KUALITAS PEMBAKARAN KOMPOR BIOBRIKET LIMBAH SAWIT SKRIPSI

UJI PENGARUH KERAPATAN SALURAN UDARA DAN KETINGGIAN MINYAK GORENG BEKAS TERHADAP KUALITAS PEMBAKARAN KOMPOR BIOBRIKET LIMBAH SAWIT SKRIPSI UJI PENGARUH KERAPATAN SALURAN UDARA DAN KETINGGIAN MINYAK GORENG BEKAS TERHADAP KUALITAS PEMBAKARAN KOMPOR BIOBRIKET LIMBAH SAWIT SKRIPSI ZULVI ARWAN FAKIH 080308056 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Teknik 4.1.1. Kebutuhan Daya Penggerak Kebutuhan daya penggerak dihitung untuk mengetahui terpenuhinya daya yang dibutuhkan oleh mesin dengan daya aktual pada motor

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK RAK TELUR PUYUH SKRIPSI OLEH : EKO WAHYU HANDOKO

RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK RAK TELUR PUYUH SKRIPSI OLEH : EKO WAHYU HANDOKO RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK RAK TELUR PUYUH SKRIPSI OLEH : EKO WAHYU HANDOKO PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK RAK TELUR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Singkat Alat Alat pembuat mie merupakan alat yang berfungsi menekan campuran tepung, telur dan bahan-bahan pembuatan mie yang telah dicampur menjadi adonan basah kemudian

Lebih terperinci

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER (Test of Different Mesh Size on the Quality of Coffee Bean In Multifucer Grinder) Johanes Panggabean 1, Ainun Rohanah 1, Adian Rindang

Lebih terperinci

UJI VARIASI SUHU PENGERINGAN BIJI KAKAO DENGAN ALAT PENGERING TIPE KABINET TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO SKRIPSI

UJI VARIASI SUHU PENGERINGAN BIJI KAKAO DENGAN ALAT PENGERING TIPE KABINET TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO SKRIPSI UJI VARIASI SUHU PENGERINGAN BIJI KAKAO DENGAN ALAT PENGERING TIPE KABINET TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO SKRIPSI OLEH : NOURMAN WILSON SIDABARIBA PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Prinsip Kerja Alat Mesin pengiris tempe ini menggunakan motor listrik sebagai pengerak utama. Motor listrik dihidupkan dengan cara menekan tombol on. Setelah motor listrik dihubungkan,

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MATA PISAU BERGERIGI PADA ALAT PENGIRIS

PENGGUNAAN MATA PISAU BERGERIGI PADA ALAT PENGIRIS PENGGUNAAN MATA PISAU BERGERIGI PADA ALAT PENGIRIS SKRIPSI OLEH REMON PURBA PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 PENGGUNAAN MATA PISAU BERGERIGI PADA ALAT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun

TINJAUAN PUSTAKA. Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun TINJAUAN PUSTAKA Udang Rebon (Acetes Indicus) Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun dengan ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-udangan lainnya. Karena

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

ALAT DAN MESIN PANEN PADI ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Conveyor merupakan suatu alat transportasi yang umumnya dipakai dalam proses industri. Conveyor dapat mengangkut bahan produksi setengah jadi maupun hasil produksi

Lebih terperinci

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan Di dalam merencanakan suatu alat perlu sekali memperhitungkan dan memilih bahan-bahan yang akan digunakan, apakah bahan tersebut sudah sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Pengamatan Hasil Penelitian. Tabel 1. Data pengamatan hasil penelitian. Persentase singkong yang tidak terriris sempurna (%)

Lampiran 1. Data Pengamatan Hasil Penelitian. Tabel 1. Data pengamatan hasil penelitian. Persentase singkong yang tidak terriris sempurna (%) 38 Lampiran 1. Data Pengamatan Hasil Penelitian Tabel 1. Data pengamatan hasil penelitian Jarak Mata Pisau (mm) Ulangan Kapasitas efektif alat (kg/jam) Persentase singkong yang tertinggal di alat (%) A(1)

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Perancangan Mesin Pemisah Biji Buah Sirsak Proses pembuatan mesin pemisah biji buah sirsak melalui beberapa tahapan perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

efektif alat (kg/jam)

efektif alat (kg/jam) Lampiran 1.Data pengamatan hasil penelitian Jumlah Mata Pisau Ulangan Kapasitas efektif alat (kg/jam) Persentase singkong yang tertinggal di alat (%) M1 I 48 3.2 3.2 II 46.95 3.3 4.16 III 42.51 4.26 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar benar langsung diambil

TINJAUAN PUSTAKA. tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar benar langsung diambil TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Berdasarkan cara pembentukannya, pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Pupuk organik alami dan pupuk organik buatan. Jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung Mesin pemipil jagung merupakan mesin yang berfungsi sebagai perontok dan pemisah antara biji jagung dengan tongkol dalam jumlah yang banyak dan

Lebih terperinci

UJI BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA ALAT PENGERING KELAPA PARUT (DESICCATED COCONUT) SKRIPSI

UJI BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA ALAT PENGERING KELAPA PARUT (DESICCATED COCONUT) SKRIPSI UJI BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA ALAT PENGERING KELAPA PARUT (DESICCATED COCONUT) SKRIPSI OLEH: MARIA EVATRI TAMPUBOLON 110308074 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Kentang yang seragam dikupas dan dicuci. Ditimbang kentang sebanyak 1 kg. Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan

Kentang yang seragam dikupas dan dicuci. Ditimbang kentang sebanyak 1 kg. Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan Lampiran 1. Prosedur penelitian Kentang yang seragam dikupas dan dicuci Ditimbang kentang sebanyak 1 kg Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan Kentang dimasukkan ke dalam mesin melalui hopper

Lebih terperinci

UJI ALAT PENGUPAS KULIT KOPI MEKANIS

UJI ALAT PENGUPAS KULIT KOPI MEKANIS UJI ALAT PENGUPAS KULIT KOPI MEKANIS SKRIPSI OLEH : JONSION PURBA PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 UJI ALAT PENGUPAS KULIT KOPI MEKANIS SKRIPSI OLEH:

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Bagian-bagian Buah Kelapa

Gambar 2.1. Bagian-bagian Buah Kelapa 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batok Kelapa Batok Kelapa (endocrap) merupakan bagian buah kelapa yang bersifat keras yang diselimuti sabut kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa (Lit.5 diunduh

Lebih terperinci

UJI VARIASI BENTUK MATA PISAU PADA ALAT PENGUPAS SABUT KELAPA MEKANIS

UJI VARIASI BENTUK MATA PISAU PADA ALAT PENGUPAS SABUT KELAPA MEKANIS UJI VARIASI BENTUK MATA PISAU PADA ALAT PENGUPAS SABUT KELAPA MEKANIS SKRIPSI AGUS ROY BUTAR BUTAR PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 UJI VARIASI BENTUK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

UJI RPM DAN LAMA PENGERINGAN KEMIRI TERHADAP KAPASITAS ALAT PEMECAH KEMIRI

UJI RPM DAN LAMA PENGERINGAN KEMIRI TERHADAP KAPASITAS ALAT PEMECAH KEMIRI UJI RPM DAN LAMA PENGERINGAN KEMIRI TERHADAP KAPASITAS ALAT PEMECAH KEMIRI SKRIPSI Oleh: RISONA APRIANTY SIPAYUNG 060308041 DEPARTEMEN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN KARAKTERISASI SERBUK HIDROSIAPATIT DARI LIMBAH TULANG SAPI UNTUK BAHAN GIGI PENGGANTI

PENGOLAHAN DAN KARAKTERISASI SERBUK HIDROSIAPATIT DARI LIMBAH TULANG SAPI UNTUK BAHAN GIGI PENGGANTI MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.72 November 2016 PENGOLAHAN DAN KARAKTERISASI SERBUK HIDROSIAPATIT DARI LIMBAH TULANG SAPI UNTUK BAHAN GIGI PENGGANTI Zulkarnain, Gunawarman, Jon Affi. zulraz63@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL

DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL DESAIN MESIN KOMPOSTER SKALA INDUSTRI KECIL Gatot Pramuhadi 1), Abdul Wahhaab 2), Gina Rahmayanti 2), Nurwan Wahyudi 2), Syahidin Nurul Ikhwan 2) 1) Dosen Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sisa harus disingkirkan dari lingkungan agar tidak mengganggu atau

TINJAUAN PUSTAKA. dan sisa harus disingkirkan dari lingkungan agar tidak mengganggu atau 5 TINJAUAN PUSTAKA Proses hidup dan kegiatan kehidupan selalu menghasilkan limbah dan sampah serta meninggalkan sisa yang dibuang ke lingkungan. Limbah, sampah dan sisa harus disingkirkan dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK 3.1 Pengertian Perancangan Perancangan memiliki banyak definisi karena setiap orang mempunyai definisi yang berbeda-beda, tetapi intinya

Lebih terperinci

MESIN PENGGILING JAGUNG TIPE HAMMER MILL

MESIN PENGGILING JAGUNG TIPE HAMMER MILL MESIN PENGGILING JAGUNG TIPE HAMMER MILL A. Dimensi Keseluruhan - Tipe/Merek : BEJE-UT 18 - Panjang : 1155 mm - Lebar : 780 mm - Tinggi : 1485 mm - Bobot operasi : 470 kg - B. Ruang Penggiling - Dimensi

Lebih terperinci

UJI BERBAGAI TINGKAT KECEPATAN PUTARAN TERHADAP KUALITAS HASIL PADA ALAT PENGERING KELAPA (DESICCATED COCONUT)

UJI BERBAGAI TINGKAT KECEPATAN PUTARAN TERHADAP KUALITAS HASIL PADA ALAT PENGERING KELAPA (DESICCATED COCONUT) Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.5 No. 2 Th. 2017 UJI BERBAGAI TINGKAT KECEPATAN PUTARAN TERHADAP KUALITAS HASIL PADA ALAT PENGERING KELAPA (DESICCATED COCONUT) (Testing The Speed

Lebih terperinci

UJI DIAMETER PULI PADA ALAT PENIRIS MINYAK TIPE SENTRIFUGAL

UJI DIAMETER PULI PADA ALAT PENIRIS MINYAK TIPE SENTRIFUGAL UJI DIAMETER PULI PADA ALAT PENIRIS MINYAK TIPE SENTRIFUGAL SKRIPSI Oleh: RIZKINUDDIN ADE SAPUTRA 080308006/KETEKNIKAN PERTANIAN PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Singkong yang biasa disebut ubi kayu, atau ketela pohon berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Singkong yang biasa disebut ubi kayu, atau ketela pohon berasal dari TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong yang biasa disebut ubi kayu, atau ketela pohon berasal dari negara Brazil. Tanaman ini sudah dibudidayakan di Indonesia pada abad ke-16, namun baru menyebar di Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang. Alat pengupas kulit kentang yang dijual di pasaran memiliki jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PEMIPIL DAN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG AGAM CHAIRUL ACHYAR

PERANCANGAN MESIN PEMIPIL DAN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG AGAM CHAIRUL ACHYAR PERANCANGAN MESIN PEMIPIL DAN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG AGAM CHAIRUL ACHYAR 20411296 Latar Belakang Di Indonesia, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok, tetapi bonggolnya masih belum termanfaatkan

Lebih terperinci

LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK PUSAT STANDARDISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I.

LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK PUSAT STANDARDISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I. 02. Sistem Fluida dan Komponen Untuk Penggunaan Umum 1 02.02 Komponen saluran pipa dan saluran pipa Pipa Polietilena untuk Air Minum 06-4829-2005 2-Feb-09 2 02.02 Pipa PVC untuk Saluran Air Buangan di

Lebih terperinci

UJI SUHU UAP PADA ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI CENGKEH TIPE UAP LANGSUNG SKRIPSI

UJI SUHU UAP PADA ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI CENGKEH TIPE UAP LANGSUNG SKRIPSI UJI SUHU UAP PADA ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI CENGKEH TIPE UAP LANGSUNG SKRIPSI OLEH : LUTHFAN MINHAL 100308076/KETEKNIKAN PERTANIAN PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci