PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM REKONSTRUKSI PERTUMBUHAN PEMUKIMAN TROWULAN KUNA : SUATU PEMIKIRAN INDUKTIF. Oleh : Bugle M. H.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM REKONSTRUKSI PERTUMBUHAN PEMUKIMAN TROWULAN KUNA : SUATU PEMIKIRAN INDUKTIF. Oleh : Bugle M. H."

Transkripsi

1 View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Berkala Arkeologi (E-Journal) PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM REKONSTRUKSI PERTUMBUHAN PEMUKIMAN TROWULAN KUNA : SUATU PEMIKIRAN INDUKTIF Oleh : Bugle M. H. Kusamohartono I (''We are all aware that the kinds of organisms to be found in both rural and urban areas in particular part of the world depend not only on the local conditions of existence-that is, hot or cold, wet dry-but also on geography.) (Odum, 1975: 45). '. tja ilmuwan yang bergerak di bidang arkeologi pada umumnya sependap,t, bahwa situs Trowulan adalah lokasi pusat pemerintahan kerajaan Majapahit pada kurang lebih a:ba:d ke 14 Masehi. Nagarak rtagama menggambarkan bahwa pertengahan abad ke - 14 merupakan masa kemasan peradaban dan kejayaan kerajaan Majapahit (Pigeaud, 1962, IV). dikit atau bany.,aak kondisi yang tercipta tersebut berkaitan dengan situasi pemerintahan yang berpusat di pemukiman kuna Trowulan. Menurut Finch dan Terawartha, pemukiman (settlement) adalah : "..., here used as a noun, refers to the characteristic groupings of population into occupance unit together with the facilities in the form of houses and streets which serve the inhabitans." (Bintarto, 1977 :92) Lebih lanjut Bintarto mengemukakan, bahwa rumusan mengenai pemukiman tidak dapat terlepas dari aspek-aspek daerah dan kawasan lain serta pengaruh timbal balik yang terciptakan. Situasi dan sifat hubungan di antara lokasi tempat tinggal sekelompok manusia dengan daerah yang lain di sekitamya merupakan faktor utama petnbentukan karakter dari pemukiman yang bersangkutan. Situs Trowulan terletak kurang lebih 10 kilo meter di sebelah selatan kota Mojokerto sekarang. Jaraknya relatif jauh dari urat nadi transportasi air, yaitu sungai Brantas. Secara geografis Trowulan juga cukup jauh dari jangkauan kota-kota pusat pemiagaan di sepanjang pesisir utara Jawa dan selat Madura. Hambatan jarak yang jauh denga11 berbagai sarana dan prasarana pemiagaan menggambarkan, bahwa pemukiman Trowulan tidak berbasiskan kehidupan pemiagaan..w alaupun kegi tan pemiagaan 56

2 tidak mustahil berjangsung di antara warga pemukiman Trowulan a:una, tetapi pada hakekatnya kegiatan pemiagaan tidak secara dominan menunjang kehidupan masyarakat. Da)am kaitan inilah dirasakan perlu pemahaman tentang basis kehidupan masyarakat Trowulan kuna guna men jelaskan pertumbuhan pemukiman dan peningkatan statusnya menjadi pusat pemerintahan. Sampai deng n saat ini berbagai penelitian arkeologis di situs Trowulan pada umumnya bertujuan untuk merekonstruksi pola pemukiman. Usaha-usaha untuk merekonstruksi pola pemukiman Trowulan kuna dimulai oleh Maclaine Pont pada awal abad ini (1924 : 36-75, ). Upaya yang sama diselenggarakan pula oleh Puslit Arkenas, terhitung sejak tahun 1976 sampai dengan Disamping penelitian yang mengkhususkan kepada rekosntruksi pola, fungsi masing-masing unsur pemukiman, serta hubunga antar unsur pemukiman, terhadap situs Trowulan telah dijaksanakan serangan penelitian untuk mengungkapkan berbagai aspek kehidupan yang lain. Pusat perhatian kali ini berkisar pada masalah tekno-hidrologi, mengingat di situs Trowulan tidak sedikit dijumpai ke purbakalaan yang berupa fasilitas tekno-hidrologi. Penelitian terhadap perangkat-perangkat keairan di lingkungan situs Trowulan dilakukan oleh Maclaine Pont (1926 : ), A.S. Wibowo (1977: 41-49), dan Karina Arifin (1983). D Berbagai permasalahan mengenai pemukiman atau kota se1'1a sejarah pertumbuhannya merupakan obyek studi yang tidak ada habisnya bagi para ilmuwan dari berbagai disiplin. Sebagaian dari berbagai pemukiman di muka bumi ini berkembang semakin canggih karena didasari oleh faktor ekonomi. Perkembangan pada sebuah pemukiman sebagaimana digambarkan di atas diawali dari suatu pemukiman yang sederhana. Pemukiman sederhana tersebut berfungsi sebagai persinggahan, misalnya tempat para pedagang bertemu dan berinteraksi. Berbagai persingggahan semacam itu kemudian tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan intensitas permintaan dan produksi di antara berbagai tempat yang berbeda! Pemukiman-pemukiman yang tumbuh dan berkembang karena faktorfaktor ekonomi pada umumnya didasari oleh letaknya yang strategis pada 57

3 jalur lalu lintas perdagangan (Martindale, 1966 : 16). Sejarah kuno Indonesia menampilkan kejayaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis tersebut: "Whoever is lord of Malacca has his hand on the throat of Venice. As far as from Malacca, and from Malacca to China, and from China to the Moluccas, and from Moluccas to Java, and from Java to Malacca and Sumatra, (all) is in our power. w(cortesao,1944 : 287 ; Wolters, 1965: 31 dst.). Situasi yang sama berlangsung pula dan dialami oleh kota-kota pantai di sekitar selat Madura, karena selat Madura merupakan jalur simpang perdagangan laut (Sutjipto Tjiptoatmodjo, 1983 : 72-85). Tidak kurang dari Van Leur (1955) dan Schrieke (1960) mengemukakan pendapat yang senada. Di tlerbagai bagian dunia, populasi manusia cenderung meningkat. Penemuan berbagai sumber dan macam bahan mentah meningkat seiring dengan kemajuan teknologi serta peningkatan kebutuhan manusia. Perubahan dalam kehidupan material timbal balik saling mempengaruhi dengan kehidupan sosial. Setiap satuan manusia menyusun dirinya ke dalam unit-unit yang mampu memenuhi kebutuhan individu maupun kebutuhan bersamanya. Bentuk dan sifat masing-masing unit kesatuan individu tersebut tercermin secara fisik pada pemukiman-pemukiman dimana mereka tinggal..pada sistematika kdompok-kelompok terpenting dalam struktur sosial, Mac Iver dan Page (1961 : 215) mengklasifikasikan pemukiman ke dalam kategori utama kesatuan-kesatuan wilayah tipe khusus. Pemukiman sebagai bagian dari kelompok-kelompok sosial yang luas menekankan kecanggihan mekanisme masyarakatnya pada aspek interaksi dan socialexperiences di antara warganya (Soerjono Soekanto, 1977 : 95). Dalam kaitan ini patut diperhatikan pendapat Pirenne, bahwa timbul <lan tumbuhnya pemukiman tidak dapat terlepas dari kebutuhan sosial di antara individu untuk saling berjumpa (Pirenne, 1969 : 56-60). Dengan kata lain, selain faktor ekonomi. aspek sosial merupakan faktor utama yang mendasari timbul dan tumbuhnya sebagian pemukiman dimuka bumi ini. Berbagai faktor utama lain berhasil diungkapkan oleh para ilmuwan cian telah memberikan pemahaman baru mengenai latar belakang perkembangan dari pemukiman. Sebuah teori yang khas telah dikemukakan oleh Von Heine-Geldern sehubungan dengan tumbuhnya kota-kota kuna di Asia Tenggara. Diajukan pendapat bahwa kota-kota kuna Asia Tenggara 58

4 daratan maupun kepu.lauan tidak dapat terlepas dari landasan faktor konsep kosmologi dan yang bersifat magis-religius (Geldern, 1982). Studi mengenai kota-kota Asia Tenggara dilakukan pula oleh Denys Lombard. (1976-). Dalam penelitiannya Lombard mengkategorikan Majapahit - Trowulan ke dalam kelompok pemukiman yang berkembang antara abad e - 9 sampai ke Kategori ini ditandai oleh pemukiman yang umumnya terletak di pusat daerah persawahan. Dalam hal ini Lombard memberikan penekanan kepada aspek pertanian padi sebagai dasar pemahaman untuk mengkaji fenomena pertuinbuhan kota-kota kuna di Asia Tenggara. Uraian-uraian di atas menggambarkan bahwa timbul dan tumbuhnya berbagai pemukiman di muka bumi ini didasari oleh berbagai macam faktor utama. Kemungkinan besar tirnbul dan tumbuhnya pemukiman tidak terbatas didasari oleh sebuah faktor semata. Berbagai faktor dapat sekaligus, sendiri-sendiri maupun bersarna-sama mendorong pertumbuhan suatu pemukiman. Walaupun demikian terdapat satu hal yang merupakan titik persesuaian di antara berbagai faktor tersebut, yaitu basis kehidupan warga pemukiman yang bersangkutan. Basis kehidupan warga pemukiman sekali lagi memperhatikan formulasi tentang pemukiman di depan, timbal balik saling mempengaruhi dengan daerah dan kawasan di lingkungan pemukiman tersebut berlokasi. Lokasi pemukiman Trowulan tidak terletak pada jalur lalu lintas perdagangan utama, baik sungai Brantas maupun selat Madura. Pemukiman Trowulan terletak relatif jauh di sebelah selatan sungai Brantas, pada sebuah lembah di kaki utara pegunungananjasmoro, Welirang, dan Arjuna. Kenyataan ini mendorong lahirnya pemahaman bahwa pertumbuhan situs Trowulan tidak dapat dilepas dari faktor ketergantungan warga masyarakat terhadap mata pencaharian bercocok tanam padi. Berkaitan dengan urian Lombar-.di atas, maka fokus perhatian pada tulisan ini sedikit banyak didominasi oleh faktor-faktor agraris serta keterkaitannya sebagai basis kehidupan yang melandasi pertumbuhan pemukiman Trowulan kuna. Intensitas kegiatan pertanian melibatkan pula sarana dan prasarana produksi sebagai bagian dari sistem teknologi yang menurrjang kehidupan sehari-hari. Sementara itu faktor produksi berupa lahan dan air merupakan kebutuhan kolektif yang pokok dalam pertanian padi. Karena kedua macam faktor produksi tersebut bersifat terbatas dan. rawan, maka penataan dengan 91ekanisme yang baik mutlak dijalankan. Sebagai landasan teori yang patut dikaji guna menerangkan keterkaitan pertumbuhan pemukiman Trowulan kuna dengan basis kehidupan 59

5 pertanian. ialah pendapat yang diajukan oleh Gideon Sjl)berg ( 1965 ::25 31). Sjoberg berpendapat bahwa timbul dan tumbuhnya sebuah pemukiman a tau kota berhubungan erat dengan faktor-faktor: 1. Basis ekologi yang memadai. 2. Teknologi yang maju_, dan 3. Struktur kekuasaan yang ktiat atas ot-ganisasi sosial yang kom:pleks. Teori ini terpilih sebagai titik tolak pemikiran mengingat terdapatnya persesuaian.yang tegas dengan pemikiran lanjut salah satu rujukan utama tulisan ini. yaitu teori yan&-.diajukan oleh Lombard. m Dua ubahan (variable) utama yang dilibatkan dalam telaah ini ialah pemukiman dan kegiatan pertanian padi. Lin'gkup darh1bahan pemukiman ialah pemukiman Trowulan kuna pada kisaran waktu, det k' penempa4tnnya sebagai pusat pemerintahan kerajaan Majapahit. Dalam hal ini meliputi masa-masa sebelum dan sesudah detik peningkatannya dari status semula, yaitu pemukiman biasa ke status yang lebih tinggi, yaitu pusat pemerintahan kerajaan. Di lain pihak, lingkup dari ubahan kegiatan.be_rcocok tanam padi meliputi aspek-aspek ekologi, teknologi, dan sosialpolitik. Dengan berlandaskan pada ilmu lingkungan, kedua ubahan utama yaitu pemukiman dan kegiatan pertanian padi dipandang sebagai suatu kesatuan majemuk yang berkaitan. nmu lingkungan mengintergrasikan berbagai ilmu yang mempelajari hubungan antar jasad hi up, termasuk manusia, dengan lingkungannya (Soeriaatmadja, 1979 :1). Selanjutnya diungkapkan: "... Tidak perduli ilmu a pa pun namanya, asal menyangktit hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya, fokusnya selalu tertuju ke.p,ada proses kecermatan pemindahan energi dalam berbagai sistem. Nampak; apapun materi yang tersebar dalam ruang di atas muka bumi ini, tidak perduli tumbuhan, hewan, mobil, gedung, kota atau wilayah dan lain-lain, mempunyai implikasi melakukan pemindahan energi. Jadi, jasad hidup dapat dianggap sebagai materi, ternpat siklus energi itu beroperasi. Waktu juga penting, sebab sebuah proses tidak akan sampai kepada ambang suatu tingkat, apabila tidak diberi cukup waktu untuk mencapainya. Rangkaian keanekaragaman yang tak terputus-putus daripacfa sifat morfologi dan genetika menentukan tinggi rendah dinamika organisme hidup, populasi, dan komu nitasl di muka bumi. Karena hal itu khas dalam jasad idup, maka penting I pula untuk diperhatikan." Ilmu lingkungim sebagai wadah bagi pendekatan antar disiplin pada 60

6 dasarnya menerapkan berbagai asas dan konsep ekologi. Ekologi adalah cabang dari disiplin biologi "... the study of the earth's 'house holds' including the plants, animals, microorganism, and people that live together as interdependent components... :. ecologi can be viewed as 'the study of the structure and function of nature' - it is understood that mankid is a part of n tur." (Odum, 1975 : 45). Dalam kerangka pe mikiran kajian ini maka manusia merupakan subyek yang bersama-sama dengan kebudayaannya menempatkan diri sebagai salah sa(u, tmsdr alani. Pendekatan ekolog,is berusaha mendapatkan spesifi.kasi yang lebih tepat mengenai hubungan antara manusia dengan trans:iksi biologis, serta proses ala:rp tertentu, dan memasukkan semua itu ke dalam 5atu kerangka analisis' yaitu ekosistem. Ekologi adalah "the sum total of physical features and organisms occuring in a given area and their interacri0n" (Damon, 1977 : 266). Dengan demikian konsep ekositem menekankjn J,esalingtergantungan antara komunitas organisms dengan situasi ahm di mana komunitas itu berada. Berdasarkan uraian di atas. maka pemanfaatan konsep ekosistem dalam telaah ini adalah meng!caji dinamika ubahan kegiatan bercocok tanam padi serta bagaimana cara sistem tersebut berkembang dan menriptakan imbas bagi ubahan pemukiman. Dinamika yang terjadi ialah saling tukar energi menurut pola tertentu di antara berbagai unsur ekosistern, yang disebut sebagai fisiologi ekstern. Di lain pihak berlangsung pula dinamika proses pemeliharaan keseimbangan dari sistem yang bersangkutan atau homeostatis (the balance of nature), yang disebut -dengan fisiologi intern (Geertz, : 4). IV. Sesuai dengan judulnya, telaah ini tidak lebih dari suatu proses pemikiran induktif belaka. Sebuah penelitian yang ideal selalu berusaha menerapkan dinamika pemikiran induktif dan deduktif sekaligus. (Sutrino Hadi, I, 1978). Sebagaimana runtutan uraian di atas i hipotesis yang lingkup rumusannya meliputi aspek ekologi, teknologi dan sosial politik, serta potensinya sebagai penunjang pertumbuhan pemukiman Trowulan kuna, merupakan hasil akhir dari proses pemikiran induktif tersebut. Upaya untuk mengendalikan warna pemikiran pada alur keilmuan yang obyektif dilaksanakan dengan menyandarkan diri pada pengkaitan dan

7 pengevaluasian masalah pada Iandasan teori yang relevan. Sebagai mana perlakuan pada suatu proses pemikiran induktif, telaah ini tidak.diarahkan kepada suatu pengujian hipotesis melalui ubahan operasional dan field study. Walaupun demikian, gambaran yang sedikit Iebih luas mengenai fakta lapangan dari ubahan-ubahan diatas akan disajikan di bawah. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah subur di Nusantara. Benteng alam berupa paduan gunung-gunung berapi dengan lembah-lembah sungai, ditunjang oleh keadaan iklim yang memadai, mendorong tumbuhnya kehidupan berpola agraris. Kemampuan besar dari daya dukung kehidupan berpola agraris tersebut dapat dinilai lewat tumbuhnya strukturstruktur sosial berbentuk kekuasaan politik kerajaan-kerajaan besar di pulau Jawa pedalaman, maupun selebaran berbagai kepurbakalaan berkualitas tinggi di wilayah yang kaya dengan basil pertanian. Dalam kaitan ini dapat dibayangkan bahwa pola kehidupan agraris pada masa itu mampu membawa pada tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang mantap. Relung ekologi yang khas pada lembah-iembah sungai di pulau Jawa telah melahirkan bentang persawahan yang selalu terairi dan subur. Berbagai data arkeologi berhasil menggambarkan kegiatan jeksploatasi dan konservasi sumber daya alam, terutama pada aktifitas persawahan itu sendiri. Selain kegiatan yang berhubungan langsung dengan pengelolaan sumber daya alam, patut pula diperhatikan aspek-aspek ekonomis-sosiologis mengingat subyek/ utama dalam aktifitas pertanian padi adalah petani. Dalam kaitan ini James C. Scott (1981: 19) secara tegas menyatakan: "Perilaku ekonomis yang khas dari keluarga petani yang berorientasi subsistensi merupakan akibat dari kenyataan bahwa, berbeda dari satu perusahaan kapitalis, ia sekaligus merupakan satu unit konsumsi dan unit produksi. Agar bisa bertahan sebagai satu unit, maka keluarga itu pertama-tama harus memenuhi kebutuhannya sebagai konsumen subsistensi yang boleh dikatakan tak dapat dikurangi Iagi dan tergantung kepada besar kecilnya itu. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang minimum itu dengan cara yang dapat diandalkan dan mantap merupakan kriterium sentral yang menjalin soalsoal seperti memilih bibit, teknik bercocok tanam, penentuan waktu, rotasi tanam, dan sebagainya." Pernyataan diatas secara ekologis memperlihatkan suatu interaksi bahkan ' suatu ketergantungan yang jelas dari para petani terhadap potensi lahannya. Dilain pihak para petani terkungkung didalam relung ekologi rawan yang nota bene adalah hasil karya mereka sendiri. Sistem sawah dalam kerangka ekologis merupakan suatu sistem ekologi yang diperkhusus (specialized ecosystem). Sedikit saja ketidak seimbangan berlangsung pada relung ekologi yang bersangkutan, penurunan kualitas hidup pada 62

8 skala sedang akan terjadi. Dalam kenyataannya kungkungan relung ekologi rawan yang memagari kegiatan pertanian padi berhasil diatasi melalui berbagai proses kemajuan teknologi maupun penataan dalam kehidupan sosialnya. Konsentrasi telaah ekologi pertanian padi ini bergerak di seputar dinamika dari ekosistem artifisial yang diciptakan. Pertambahan populasi penduduk dan peningkatan jumlah keluarga telah mendorong ke arah perluasan lahan pertanian atau ekstensifikasi (Bugie Kusumohartono, 1984 : 47). Hal ini pun dikung kenyataannya berlangsungnya usaha-usaha ekstensifikasi bagi peningkatan jumlah produksi, dilaksanakan pula usaha usaha intensifikasi. Upaya intensifikasi berlangsung dalam berbagai bentuk, termasuk diantaranya adalah penciptaan sistem irigasi pada lahan pertanian kering (OJO. XII : 124). Aktifitas ekstensifikasi dan intensifikasi pada hakekatnya adalah proses memasukkan atau menambahkan energi menurut pola tertentu yang dikenal sebagai fisiologi ekstern. Aktifitas intensifikasi dan ekstensifikasi dalam sistem pertanian pada sedikit banyak menciptakan perubahan pada relung ekologi. Penambahan energi pada satu komponen ekosistem berarti memindahkan energi tersebut dari komponen yang lain. Pada dasarnya setiap perubahan di dalam ekosistem akan riskan akibatnya pada relung ekologi yang rawan sifatnya tersebut. Sebagai upaya memelihara keseimbangan dari sistem yang bersangkutan, para petani berhasil memberi suplai energi pada komponenkomponen ekosistem w yang membutuhkan atau kekurangan #. Suplai e nergi tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk introduksi teknologi canggih maupun sistem penataan kehidupan sosial warga petani. Proses suplai energi tersebut mampu menciptakan kondisi yang homeostatis, atau yang dalam ekologi disebut dengan istilah fisiologi intern. Pada akhirnya telaah di atas telah mengungkapkan serba sedikit tentang kemampuan manusia masa lampau, terutama pada periode pengaruh kcbudayaan Hindu di Indonesia dalam mengelola sumber daya alam. Di garis bawahi bahwa pola hubungan antara petani dengan lingkungan alamnya terjalin secara khas dalam tatanan nilai yang imanen atau holistis (Otto Soemarwoto, 1978 : 15-18). Pola dan sistem yang demilcian canggih tersebut pada saat sekarang masih dapat disaksikan rekamannya pad_a berbagai data arkeologis. Campur tangan perekonomian kolonial pada masa yang kemudian telah "memporakporandakan" pola dan sistem tersebut (Geertz, 1976 : ), yaitu pola dan siste111 yang mampu menunjang tumbuh dan hadimya suatu pemukiman kuna di Trowulan. 63

9 DAFTAR PUSTAKA Bintarto, R., Geografi Sosial, Jogjakarta : UP Spring. Brandes, J.L.A., "Oud-Javaansche Oorkonden", Verhandelingen van het Bataviaanscbe Genootschap van kunsten en Wetenschappen. Deel LX, Batavia: Albrecht & Co. Bugie M.H. Kusumohartono (et. al.), Pola Tata Guna Lahan Masyarakat Indonesia Kuna (Suatu Sumbangan Pemikiran Bagi Pembinaan Lingkungan di Indonesia), Proyek PPPT - Pembinaan Kreattvitas Mahasiswa. Cortesao, Armando (trans. and ed.), The Suma Oriental of Tome Pires. II, London : Hakluyt Society. Damon, Albert, Human Biology and Ecology, New York : W.W. Norton and Company. Geertz, Clifford, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Jakarta : Bhratara K.A. Heine - Geldern, Robert von, Konsepsi tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia Tenggara, Jakarta: C.V. Rajawali Karina Arifin, Waduk dan Kanal di Pusat Kerajaan Majapahit Trowulan Jawa Timur, Skripsi FSUI. Leur, J.C. van, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social and Economic History, ' s-gra venhage. Lombard, Denys, "Sumbangan kepada Sejarah Kota-kota di Asia Tenggara", Masyarakat Indonesia, III No. 1 LIPI, hlm MacIver, R.M. and Charles H. Page, Society, an Introductory analysis. London: MacMillan & Co. Ltd. Martindale, Don, "Prefatory Remarks: The Theory of the City", dalam Max Weber, the City, New York/London. 64

10 Odum, Eugene P., Ecology, New York: Holt, Reinhard and Winston. Otto Soemarwoto, "Ekologi Desa, Lingkungan Hidup dan Pembangunan", Prisma. Tahun VII Nomor 8, September, Jakarta : LP3ES hlm Pigeaud, Theodore G. Th., Java In the Fourteenth Century: A Study In Cultural History. IV The Hague- Martinus Nijhoff. Pirenne, Henri, Medieval Cities and the Revival of Trade, New Jersey/ Princeton. Pont, Maclaine H., OV., Bijlage G., hlm Schrieke, B., Indonesia Sociological Studies. I, the Hague Bandung: W. van Hoeve. Scott, James, Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES. Soeriaatmadja, R.E., Ilmu Lingkungan, Bandung: Penerbit ITB. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit UI. Sukarto Karto Atmojo, M. M., Struktur Masyarakat Jawa Kuna pada Jaman Mataram Hindu dan Majapahit, Yogyakarta: PPSK UGM. Sutjipto Tjiptoatmodjo, Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura (abad XVII sampai medio abad XIX), Diss. FS UGM. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, I., Yogyakarta: Yayasan Penerbit F. Psi UGM. Sjoberg, Gideon, The Preindustrial City: Past and Present, New York/ London. 65

11 Wibowo, A. S., "Fungsi Kolam Buatan di Ibu Kota Majapahit", Majalah Arkeologi, Th. II No. 3, Lembaga Arkeologi FSUI, hlm Wolters, O.W., Early Indonesian Commerce: A Study of the Origins of Srivijaya. Ithaca, New York: Cornell University Press. 66

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Geografi Pengertian Desa Kota Potensi Desa Kota Unsur - unsur potensi Fisik desa Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota Sekian... Pengertian Desa... Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PERTANIAN ( )

SOSIOLOGI PERTANIAN ( ) SOSIOLOGI PERTANIAN (130121112) Pertemuan ke-3 MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN AGRARIS (1) Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menemukan perbedaan masyarakat dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

Pertemuan XII Permukiman Kuna Di Trowhlan

Pertemuan XII Permukiman Kuna Di Trowhlan Pertemuan XII Permukiman Kuna Di Trowhlan Universitas Gadjah Mada 1 XII. Situs Perrnukiman Masa Klasik di Trowulan. Situs Trowulan adalah salah satu situs di Indonesia yang menunjukkan indikasi adanya

Lebih terperinci

PENDEKATAN DAN KONSEP GEOGRAFI

PENDEKATAN DAN KONSEP GEOGRAFI www.bimbinganalumniui.com 1. Geografi is the mother of all sciences adalah pendapat yang dikemukakan oleh a. Preston E. James b. Bintarto c. Aristoteles d. Vidal de la Blace e. Huntington 2. Istilah geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia senantiasa menyesuaikan diri dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan mengapa sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Judul dan Pengertian Judul 1. Judul Jakarta Integrated Urban Farm 2. Pengertian Judul Jakarta merupakan ibu kota Indonesia, daerah ini dinamakan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Kota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel pada penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel pada penelitian ini. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Sebagai dasar pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan landasan teoritis dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PERKOTAAN (Lanjutan)

SOSIOLOGI PERKOTAAN (Lanjutan) PENGANTAR SISTEM SOSIAL TKW 121 2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. KULIAH KE 10 SOSIOLOGI PERKOTAAN (Lanjutan) Ekologi Kota Kota sebagai tempat hidup manusia, bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU 1. Latar Belakang Sebagai modal dasar untuk mengembangkan kepariwisataannya yaitu alam dan budaya tersebut meliputi alam dengan segala isi dan bentuknya baik berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI

BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI A. Pendahuluan Daya tarik ekosistem dan lingkungan dunia memberikan isyarat dan tantangan, dan membujuk jiwa yang selalu mau menguasainya tanpa henti,

Lebih terperinci

2. EKOSISTEM. Universitas Gadjah Mada

2. EKOSISTEM. Universitas Gadjah Mada 2. EKOSISTEM 2.1 ARTI EKOSISTEM Istilah ekosistem pertama kali dipakai oleh Tansley pada tahun 1935. Penulis lain Desmukh,I (1992) menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud yang sama, misalnya : Forbs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi adalah proses segala hal yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (SR. Parker, 1992:78).

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang didasarkan pada hubungan antar manusia, hubungan antar kelompok serta hubungan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup orang harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan. Kegiatan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia. Tim Pengajar MK Ekologi Manusia Tujuan Pengajaran

Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia. Tim Pengajar MK Ekologi Manusia Tujuan Pengajaran Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran 1 2 Memperhitungkan kembali seberapa besar kekuatan bumi (biosfer) untuk menopang kehidupan di masa

Lebih terperinci

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus KTSP & K-13 Kelas X geografi PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian geografi dan lingkungan

Lebih terperinci

Geografi Pertanian (PGF 253) Lesson 1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP GEOGRAFI PERTANIAN

Geografi Pertanian (PGF 253) Lesson 1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP GEOGRAFI PERTANIAN Geografi Pertanian (PGF 253) Lesson 1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP GEOGRAFI PERTANIAN Geografi (Seminar Geografi di Semarang tahun 1988) Mengkaji persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

Oleh: ABDULLAH ERFAN SETIADI C

Oleh: ABDULLAH ERFAN SETIADI C ANALISIS KONVERSI ILLEGAL TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh: ABDULLAH

Lebih terperinci

abelpetrus.wordpress.com

abelpetrus.wordpress.com GEOGRAFI SAN JOSE abelpetrus.wordpress.com KONDISI GEOGRAFIS & PENDUDUK INDONESIA Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman bentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar laut. Kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Landasan teori merupakan suatu konsep mengenai cara yang akan digunakan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Landasan teori merupakan suatu konsep mengenai cara yang akan digunakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Landasan teori merupakan suatu konsep mengenai cara yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diteliti. Agar penelitian lebih terarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering diistilahkan dengan kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pemerintahan di Indonesia merencanakan untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap pembangunan pertanian. Target utamanya adalah program swasembada pangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas BAB II KAJIAN PUSTAKA Sebagai sebuah mekanisme yang terus berfungsi, masyarakat harus membagi anggotanya dalam posisi sosial yang menyebabkan mereka harus melaksanakan tugas-tugas pada posisinya tersebut.

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

HAKIKAT GEOGRAFI A. RUANG LINGKUP GEOGRAFI

HAKIKAT GEOGRAFI A. RUANG LINGKUP GEOGRAFI A. RUANG LINGKUP GEOGRAFI HAKIKAT GEOGRAFI Pengertian dan Batasan Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang terdiri dari dua kata,

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I)

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran Memperkenalkan ekologi manusia kepada mahasiswa sebagai salah satu pendekatan untuk memahami

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bakker, J. W. M Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah. Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma.

DAFTAR PUSTAKA. Bakker, J. W. M Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah. Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma. DAFTAR PUSTAKA Bakker, J. W. M. 1972. Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma. Boechari. 1977. Epigrafi dan Sejarah Indonesia. Melacak Sejarah Kuno Indonesia

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang Pemilihan Objek

BAB I LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang Pemilihan Objek BAB I LATAR BELAKANG 1.1. Latar Belakang Pemilihan Objek Pendidikan merupakan salah satu isu yang akan dikembangkan dalam program-program pemerintahan kabupaten Banyuwangi. Sebagai kota yang termasuk dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

KONDISI FISIK WILAYAH

KONDISI FISIK WILAYAH BAB I KONDISI FISIK WILAYAH GEOGRAFIS DENGAN AKTIVITAS PENDUDUK Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kalian mampu memahami hubungan antara kondisi fisik geografis suatu daerah dengan kegiatan penduduk.

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN ~ GRAHAILMU DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN BAB2 Arsitektur Cina Akhir Abad Ke-19 di Pasuruan Denah, Bentuk, dan

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 2. Penelitian GeografiLatihan Soal 2.1. Lanskap fisik. Kependudukan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 2. Penelitian GeografiLatihan Soal 2.1. Lanskap fisik. Kependudukan 1. Geografi manusia mempelajari tentang... SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 2. Penelitian GeografiLatihan Soal 2.1 Dinamika budaya Lanskap fisik Lanskap lingkungan Kependudukan Lanskap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Dalam sistem tata lingkungan, air merupakan unsur utama. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN MATAKULIAH BIOLOGI LINGKUNGAN DOSEN: DR. TIEN AMINATUN

I. PENDAHULUAN MATAKULIAH BIOLOGI LINGKUNGAN DOSEN: DR. TIEN AMINATUN I. PENDAHULUAN MATAKULIAH BIOLOGI LINGKUNGAN DOSEN: DR. TIEN AMINATUN SEJARAH MUNCULNYA GERAKAN KISAH SILENT SPRING (RACHEL CARSON,1962) =>ARUS GLOBAL PRA 1972 1. PERHATIAN THD LINGK HIDUP DI PERGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya pertumbuhan penduduk di negara berkembang merupakan suatu masalah yang sangat krusial. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami masalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makluk hidup dan lingkungannya. Kata ekologi pertama diusulkan

Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makluk hidup dan lingkungannya. Kata ekologi pertama diusulkan DASAR EKOLOGI Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara makluk hidup dan lingkungannya. Kata ekologi pertama diusulkan oleh Ernst Haeckel (1869; German), dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia, sebagian wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Meika,

Lebih terperinci

BAB 8 PENUTUP. Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam

BAB 8 PENUTUP. Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam BAB 8 PENUTUP 8.1 Rangkuman Penempatan benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam menyikapi lingkungan. Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

SRI HAYATI DEFINISI DAN PERKEMBANGN GEOGRAFI POLITIK

SRI HAYATI DEFINISI DAN PERKEMBANGN GEOGRAFI POLITIK SRI HAYATI DEFINISI DAN PERKEMBANGN GEOGRAFI POLITIK Geografi Politik adalah bagian atau cabang dari Geografi Manusia, yang terutama mempelajari negara sebagai suatu region politik. (Moodie, 1963) Political

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta metode penelitian, yang diperlukan dalam penulisan landasan konseptual Laporan Seminar Tugas Akhir

Lebih terperinci

BUKU AJAR DASAR-DASAR EKOLOGI

BUKU AJAR DASAR-DASAR EKOLOGI BUKU AJAR DASAR-DASAR EKOLOGI Oleh Sri Muhartini FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2003 Prakata Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat, karena mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan tiap manusia dalam lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambu merupakan salah satu material lokal Indonesia yang sering. kita jumpai di lingkungan masyarakat. Namun dalam pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. Bambu merupakan salah satu material lokal Indonesia yang sering. kita jumpai di lingkungan masyarakat. Namun dalam pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Bambu merupakan salah satu material lokal Indonesia yang sering kita jumpai di lingkungan masyarakat. Namun dalam pemanfaatannya bambu kurang diminati oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

Ekonomi Tata Ruang Wilayah, oleh Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, M.Ec. Hak Cipta 2014 pada penulis

Ekonomi Tata Ruang Wilayah, oleh Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, M.Ec. Hak Cipta 2014 pada penulis - Ekonomi Tata Ruang Wilayah, oleh Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, M.Ec. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057 E-mail:

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KETAHANAN NASIONAL. Modul ke: Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN KETAHANAN NASIONAL. Modul ke: Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: KETAHANAN NASIONAL by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id KETAHANAN NASIONAL POKOK BAHASAN: 1. PENGERTIAN DARI KETAHANAN NASIONAL 2. TUJUAN

Lebih terperinci

Untuk peningkatan taraf hidup masyarakat wilayah pesisir, maka harus dilakukan pembangunan. Namun, pembangunan tersebut harus juga

Untuk peningkatan taraf hidup masyarakat wilayah pesisir, maka harus dilakukan pembangunan. Namun, pembangunan tersebut harus juga B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan, memiliki wilayah laut yang luas dan potensi sumber daya pesisir dan laut yang besar. Hal ini secara jelas telah dinyatakan

Lebih terperinci