Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumberdaya Lokal) I ISBN:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumberdaya Lokal) I ISBN:"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PENGAWASAN DANA DESA Adi Gunawan Fakultas Hukum Universitas Madura Pamekasan ABSTRAK Sebagai salah satu program NAWACITA yang dicanangkan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo yaitu membangun Indonesia dari kawasan pinggir Dana Desa diharapkan mampu menjadikan desa subyek dalam pelaksanaan pembangunan wilayah desa, membangun perekonomian desa atau bahkan kedepan sumber daya manusia yang hidup di desa. Pembangunan desa dimaksudkan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat desa dalam menghadapi segala bentuk perkembangan zaman di masa yang akan datang. Jumlah dana desa bersumber dari APBN yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat setiap tahun jumlahnya semakin meningkat secara signifikan. Oleh karena itu menuntut tanggungjawab pengelolaan yang lebih besar pula. Pemerintahan pusat ataupun pemerintah desa diharapkan dapat meningkatkan pendayagunaan dana yang dialokasikan, sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan kecurangan-kecurangan dalam penggunaan dana desa.sebagai salah satu upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas pengelolaan dana desa adalah dengan meningkatkan pengawasan penggunaan Dana Desa. Pengawasan dana desa yang digunakan oleh pemerintah saat ini dapat dikatakan berlapis. Pemerintah melibatkan BPD, Masyarakat, Pemerintah Daerah, camat, kementrian keuangan, kementrian dalam negeri, kementrian desa, BPKP, BPK, Kejaksaan dan bahkan Kepolisian, walaupun dengan kedudukan dan porsi pengawasan yang bebeda-beda. Walaupun pengawasan dana desa sudah melibatkan banyak pihak, kecurangan dan tindak pidana dengan menggunakan dana desa masih banyak terjadi, dan pengawasan tersebut terkesan tidak efektif, Oleh karena itu penulis akan membahas secara normative bagaimana pengawasan-pengawasan tersebut dilaksanakan. Kemudian mengkaji dengan menggunakan teori-teori dan asas-asas ilmu hukum, dengan harapan dapat memperbaiki kelemahankelemahan yang terjadi pada sistem pengawasan Dana Desa tersebut. Kata kunci: Optimalisasi, dana desa, APBN PENDAHULUAN Tantangan perkembangan zaman kedepan semakin nyata, bahwa masyarakat dan negara sekalipun akan dihadapkan pada era globalisasi, modern dan industri. Jika masyarakat dan negara sebagai aktor utama pemegang kebijakan tidak mempersiapkan dan membekali diri dengan kompetensi yang mumpuni jelas kita akan kalah dan tertinggal di negeri sendiri. Sudah nampak jelas dampak dengan ditandatangani dan diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) beberapa waktu lalu, kalangan pekerja lokal banyak tersingkir oleh pekerja dari China dan Korea, mereka hanya bisa berdemo untuk membatasi kuota pekerja asing. Sejak diluncurkan Tahun 2015 mulai bergulirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga tahun dana desa masih menyimpan banyak pertanyaan dan permasalahan yang perlu di jelaskan serta di selesaikan oleh pemerintah pada masa yang akan datang. Dana Desa merupakan program utama pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan tujuan utamanya adalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan meningkatkan swadaya desa. Program yang awalnya sangat diragukan ini dalam kenyataan program ini terus berjalan hingga saat ini, program dana desa merupakan program yang pertama kali dijalankan dan digalakkan sejak pemerintahan ini berdiri, dan yang paling mengejutkan adalah 173

2 ini merupakan program yang pertama kali ada di Asia bahkan di dunia. Sehingga banyak negara-negara lain khususnya negara ekonomi lemah dan berkembang belajar mencontoh program dana desa untuk diaplikasikan di negaranya dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan perekonomian desa. Bertambahnya dana desa yang akan dialokasikan oleh pemerintah pasti akan menambah daftar penyalahgunaan dana desa atau menambah besaran dana yang tidak terserap oleh desa. Seperti halnya yang telah terjadi pada masa lampau mulai kepala daerah, pegawai kejaksaan, dan mayoritas kepala desa sendiri masuk dalam daftar operasi tangkap tangan oleh KPK. Dengan semakin bertambahnya dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat hendaknya pemerintah pusat semakin meningkatkan segala upaya untuk memperbaiki mekanisme dana desa, dengan cara mengevaluasi secara menyeluruh di setiap sektor mulai dari tingkat atas hingga kebawah, dari segi administrasi, normatif, maupun segi aplikatifnya. Korupsi dana desa memang sudah tidak diragukan lagi, jika kita lihat dari segi ilmu budaya Soerjono Soekanto menyebut dengan shame-culture yaitu cara berfikir (instant) jika seseorang berbuat salah tapi tidak ketahuan dan tidak kehilangan muka, maka dia tak akan menyesal dan tak akan merasa malu, bahkan pada masa sekarang ini budaya negatif tersebut sudah semakin memprihatinkan, tidak ada lagi rasa malu dan penyesalan walaupun sudah tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi. Sedangkan Esmi Warassih menyebutnya dengan mental menerabas. Mental yang tidak taat aturan, selalu menguntungkan diri sendiri tanpa memperhatinkan orang lain. Bahkan pendapat yang lebih keras lagi diberikan oleh Satjipto Raharjo dengan mengutip pendapat Gunnar Myrdal mengatakan semua negara berkembang, sekalipun dengan kadar yang berlainan adalah negara-negara yang lembek. Lembek dapat kita artikan dengan suatu kondisi yang tidak punya daya, atau dapat kita artikan lembek disini merupakan kondisi mental negatif, seperti mentalitas yang negatif, ketidakdisiplinan yang meluas, pelanggaran hukum yang tinggi dan penegakan hukum yang lemah, korupsi pada seluruh lapisan masyarakat, kehidupan yang serba instant, aturan yang terburu-buru, ketidakteraturan terjadi pada tingkat pegawai Negara dan kondisi buruk lain. Diana Halim dengan mengutip pendapat Lord Acton yang cukup terkenal (Power tend to curropt) mengatakan bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung disalahgunakan. Penyalahgunaan kekuasaan bisa terjadi dalam berbagai macam bentuk, korupsi, tindakan sewenang-wenang (detournement de pouvoir atau ultra vires), atau perbuatan administrasi negara yang melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) dan perbuatan lain yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Oleh karena itu Sudargo Gautama menambahkan bahwa berbagai macam cara pengawasan dilakukan agar pemerintah (aparatur negara) tetap berjalan menurut jalur negara hukum dalam arti tetap berpegang pada unsur-unsur pokok dari negara hukum yakni berpegang pada asas legalitas. Diana Halim menyimpulkan arti dan fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan dari optik HAN adalah mencegah segala bentuk penyimpangan tugas pemerintah dari apa yang telah digariskan (Preventif) dan menindak atau memperbaiki penyimpangan yang terjadi (represi). Pengawasan dari optik HAN adalah terletak pada Hukum Administrasi Negara sendiri, sebagai landasan kerja atau pedoman bagi administrasi negara dalam melakukan tugasnya menyelenggarakan pemerintahan. Dengan kata lain banyaknya kasus korupsi dan tindakan melanggar hukum lainnya yang dilakukan oleh aparatur negara terletak pada lemahnya sistem pengawasan atau pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adrian Sutedi menambahkan bahwa pengawasan pada dasarnya 174

3 diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Pengawasan juga dapat mendekteksi sejauh mana kebijakan pimpinan yang dijalankan dan sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Pada dasarnya penyalahgunaan dana desa disebabkan oleh dua hal yaitu oleh pengawasan dan mental dari aparatur para penyelenggara dana desa, dan sebab lain adalah lemahnya penegakan hukum atau pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan yang dianggap oleh mayoritas kalangan tidak sesuai dengan uang yang dikorupsi. Artinya ketiga titik lemah dalam penyelenggaraan dana desa tersebut berada pada tiga bagian yang berbeda, bagian Administrasi Negara, Etika dan Moral, serta Kehakiman. Serta harus diselesaikan dengan bidang disiplin ilmu yang berbeda pula, Yang perlu diperhatikan paling utama untuk dibenahi adalah bidang pengawasan, sebab ini merupakan bidang administrasi negara. Mental yang buruk sekalipun jika mendapat pengawalan yang ketat maka peluang korupsi akan tertutup. Maraknya kasus penyalahgunaan dana desa disinyalir dari lemahnya sistem pengawasan yang dibuat oleh pemerintah, walaupun subyek berlapis tetapi sistem yang digunakan tidak tepat maka sasaran yang akan dituju tidak akan tepat. Banyaknya subyek pengawasan yang di tetapkan oleh pemerintah harus diimbangi dengan sistem yang tepat maka pengawasan akan efektif. Ketidakefektifan bidang pengawasan disebabkan oleh beberapa macam : 1. Subyeknya yang tidak kompeten 2. Rule yang tidak mengarah pada obyek 3. Obyeknya yang tidak seimbang dengan subyek 4. Sistem yang digunakan. Uraian diatas dapat dijadikan sebagai indikator awal bahwa banyaknya penyalahgunaan dana desa terletak pada lemahnya pengawasan. Dengan lemahnya pengawasan membuka peluang untuk melakukan tindakan koruptif para pelaksana dana desa atau bahkan tindakan koruptif dari anggota pengawas sendiri. Selanjutnya dalam tulisan ini akan dibahas titik-titik lemah dalam sisitem pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah, sejak awal digulirkan program dana desa hingga sekarang. Serta memberikan solusi-solusi sebagai bahan referensi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk perbaikan dan lebih menyempurnakan sistem pengawasan dana desa pada masa yang akan dating. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan Penelitian Hukum Normatif, sebab penelitian ini mengkaji bahan-bahan pustaka atau data sekunder. Yaitu dengan mengkaji bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan atau hukum positif. Jika dilihat dari sifat penelitian, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data sekunder berupa peraturan perundangundangan dan bahan hukum sekunder berupa literatur/ buku-buku yang sesuai dengan obyek penelitian, ditelusuri, dikelompokkan dan ditentukan. Bahan Hukum Primer yang telah diperoleh dan ditentukan kemudian dikaji dan dianalisis isi dan strukturnya secara deskriptif dengan menggunakan Bahan Hukum Sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengawasan Dana Desa Oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan 175

4 pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. (PP. No 43 tahun 2014 tentang Peraturan pelaksanaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 1 Ayat 8). Mengingat besarnya jumlah dana desa yang ditransfer oleh pemerintah pusat pada Keuangan Desa dan pentingnya dana tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, pemerintah menyiapkan regulasi untuk penggunaan dan pengawasan dana tersebut. Pengawasan dana desa oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 55 menyebutkan fungsi BPD yaitu: 1) Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; 2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan 3) Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Pasal 55 Diatas mengatur kewenangan BPD dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana lembaga legislatif. Sebagai pelaksanaan peraturan tersebut ps. 116 PP 43 Tahun 2014 yang mengatur keterlibatan BPD dalam hal perencanaan pembangunan desa. Partisipasi BPD dalam pembangunan desa mencakup tiga fungsi BPD yaitu sebagai: Membahas dan menyetujui rancangan peraturan desa, penyalur aspirasi warga dan sebagai pengawas kinerja kepala desa. Berkaitan dengan pengawasan dana desa, peran BPD sangat strategis sebagai ujung tombak pengawal dana desa. Berdasarkan pasal 55 diatas BPD harus ikut serta dan terlibat langsung dalam hal perencanaan kegiatan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan. Sehingga BPD dapat mengetahui secara langsung bagaimana rencana kegiatan disusun dan mengetahui langsung bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Jika kita telaah lebih jauh lagi peran dan kedudukan BPD dalam mengawal dana desa, BPD menjalankan dua model pengawasan secara langsung yaitu pengawasan aktif dan pengawasan pasif. Adrian Sutedi mengutip pendapat Sumosudirjo membagi bentuk pengawasan menjadi dua yaitu pengawasan pasif dan aktif: Pengawasan aktif atau pengawasan dekat yaitu pengawasan yang dilakukan ditempat kegiatan tersebut dilakukan, sedangkan pengawasan pasif disebut juga dengan pengawasan jauh, yaitu melakukan pengawasan melalui penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggungjawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran. pasal 48 c PP 43 tahun 2014, dimana kepala desa wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerja kepala desa pada akhir tahun kepada BPD, yang dapat dijadikan sebagai pedoman pengawasan dan bahan evaluasi. Selain itu pengawasan yang dilaksanakan oleh BPD juga merupakan pengawasan organisasi dimana sistem pengawasan yang menilai kinerja keseluruhan dari suatu kegiatan dalam organisasi. Standar pengukuran yang lazim digunakan bagi pengawasan jenis ini adalah pengukuran efektivitas. BPD menggunakan data perencanaan yang telah ditetapkan bersama kepala desa, dengan menilai tingkat pencapaian kegiatan. Pengawasan ini sangat efektif jika digunakan pada pelaksanaan kegiatan di lapangan, seperti halnya pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana. Pengawasan yang diamanatkan pada BPD berbeda dengan pengawasan yang diberikan pada badan/lembaga pengawasan yang lain, yang hanya melaksanakan pengawasan pasif atau bisa dikatakan hanya bersifat pemantauan atau pemeriksaan melalui dokumen, sedangkan pengawasan aktif dilaksanakan ketika dibutuhkan. 176

5 Disamping kedudukan BPD yang strategis dalam pengawalan dana desa karena terlibat langsung dengan kegiatan. BPD juga mempunyai banyak kelemahan dalam menghasilkan pengawasan yang obyektif dan efektif hal itu disebabkan oleh beberapa hal: 1) Kualitas individu: jarang sekali ditemukan anggota BPD yang berkualitas, memahami tugas dan kewajibannya, Baik dalam hal administratif maupun dalam hal aplikatif. 2) Faktor pemilihan anggota BPD yang sarat dengan unsur politik kepentingan kalangan tertentu. Pasal 72 ayat 2 PP 43 tahun Dimana keanggotaan BPD dipilih secara demokratis baik pemilihan langsung atau musyawarah dengan panitia yang dibentuk oleh kepala desa dan ditetapkan oleh Keputusan Kepala Desa. 3) Adanya tekanan atau intimidasi bahkan tindak kekerasan terhadap anggota yang aktif dan kritis dalam melaksanakan pengawasan. 4) Kurangnya perlindungan yang diberikan oleh aparat penegak hukum terhadap anggota BPD yang berani melaporkan penyalahgunaan dana desa. Pengawasan Dana Desa Oleh Camat Dana desa yang banyak menuntut tanggungjawab yang besar pula, oleh karena itu pengawasan dana desa juga dilakukan oleh camat. Walaupun dana desa yang dikelola kepala desa tidak bertanggungjawab kepada camat. Tapi pemerintah pusat memberikan tugas khusus kepada camat untuk ikut andil dalam memberikan pengawasan pengelolaan dana desa. Pasal 154 ayat 1 dan 2 PP 43 Tahun 2014 mengatur bagaimana tugas camat dalam membina dan mengawasi desa. Pengawasan yang ditugaskan kepada camat berdasarkan PP 43 tahun 2014 tersebut hanya bersifat fasilitator atau bisa dikatakan pendampingan. Dengan tujuan pengelolaan keuangan desa berjalan sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya. Pengawasan oleh camat hanya bersifat administratif atau pengawasan dokumen atau pengawasan pasif. Melihat kedudukan dan posisi camat dalam struktur pemerintahan daerah, pada dasarnya camat dapat melaksanakan tugas penilaian dan pengawasan sekaligus memberikan evaluasi kinerja kepala desa. Pengawasan Oleh Masyarakat Pemerintah mengajak dan menghimbau pada masyarakat untuk berperan aktif mengawal penggunaan dana desa untuk kepentingan masyarakat sendiri. Pengawasan oleh masyarakat diharapkan lebih efektif karena tidak terikat dengan institusi apapun, bisa lebih mandiri, obyektif dan biaya murah. Disamping itu masyarakat dapat langsung terlibat secara sukarela dengan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan, keterlibatan langsung masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa memberikan dampak positif, selain itu dapat mengurangi dan mempersempit ruang penyalahgunaan dana desa. Pengawasan oleh masyarakat diatur dalam ps. 82 UU No. 6 tahun 2014 Tentang Desa: 1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa. 2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. 3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. 177

6 4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. 5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan desa. Peran serta masyarakat desa dalam pelaksanaan pengawasan dana desa sangat strategis, dimana masyarakat desa dilibatkan langsung dalam setiap proses penyelenggaraan pembangunan desa. Pengawasan yang dilaksanakan oleh masyarakat desa merupakan Pengawasan Preventif : pengawasan preventif bersifat struktural dan spesifik karena sebelumnya telah ditetapkan keputusan mana saja yang harus di sampaikan pada pemerintah yang lebih tinggi untuk memperoleh pengesahan. Pengawasan preventif dapat dibedakan menjadi dua macam : Pertama, pertimbangan atau pengawasan dijalankan sebelum tingkatan yang lebih rendah mengambil atau menetapkan suatu keputusan. Pengawasan preventif disebut voortoezicht. Pengawasan preventif merupakan pengawasan yang ditujukan untuk mencegah dan mempersempit penyalahgunaan keuangan/dana yang tidak sesuai dengan tujuan, disamping itu pengawasan preventif berfungsi untuk mencapai tujuan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Berdasarkan ps. 82 UU No. 6 tahun 2014 dapat disimpulkan hak masyarakat desa dalam pengelolaan keuangan desa yaitu: 1) Mendapat informasi rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. 2) Mengawasi pelaksanaan pembangunan desa 3) Melaporkan keluhan dan kecurangan. 4) Terlibat dalam musyawarah pembangunan desa. Walaupun pemerintah sudah melindungi secara legal dengan undang-undang dan memberikan perlindungan bagi siapa saja warga masyarakat yang melaksanakan pengawasan dengan baik. Tidak dapat kita pungkiri dalam melaksanakan hak tersebut masyarakat masih ragu, gamang dan masih dihantui dengan rasa takut. Ketakutan dan kegamangan akan intimidasi yang datang dari para pendukung Kepala Desa jika masyarakat melaporkan kecurangan. Selain itu masyarakat lebih berdiam diri walaupun mengetahui terdapat kecurangan dalam pelaksanaan pembangunan desa, sikap acuh masyarakat bukan tanpa alasan. Mereka memilih diam dan tidak cari masalah dengan orangl lain yang tinggal berdampingan satu kampung. Selain itu inefisiensi pengawasan oleh masyarakat juga disebabkan oleh belum terbangunnya budaya kritis dan budaya pengawasan oleh masyarakat. Mayoritas anggota masyarakat lebih memilih beraktifitas dengan kesibukan dan pekerjaan sendiri dari pada memikirkan pekerjaan orang lain. Masyarakat cenderung membiarkan selama hal itu tidak merugikan diri mereka sendiri atau tidak mengganggu anggota keuarga. Belum adanya jaminan yang pasti terhadap keamanan, perlindungan dan kerahasiaan identitas pelapor, menjadi penyebab utama keengganan masyarakat untuk melaporkan kecurangan dalam pelaksanaan pembangunan desa. Kehidupan masyarakat yang masih tradisional, dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, serta perekonomian yang tidak stabil membuat dukungan terhadap seorang tokoh tertentu semakin kuat walaupun dalam hal yang negatif, Hal ini sangat mempengaruhi obyektifitas pengawasan. 178

7 Pengawasan oleh Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Bupati dapat dikatakan sebagai penjaga utama dalam memastikan pengelolaan dana desa terlaksana dengan baik. Sebab Kepala desa bertanggungjawab langsung kepada Bupati. dalam Pasal 26 a. UU No. 6 Tahun 2014 Kepala Desa wajib: Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota. Dan diperkuat dengan Ps. 103 PP. 43 tahun 2014 Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APB Desa kepada bupati/walikota setiap semester tahun berjalan. Dan diperkuat dengan Ps. 24 ayat 1 PP No. 8 Tahun Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa kepada bupati/walikota. Laporan penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan di desa dengan persetujuan BPD diberikan kepada Bupati/walikota dapat dijadikan sebagai bahan pengawasan dan evaluasi, guna menentukan kebijakan yang akan datang. Dari laporan tersebut tentunya dapat diketahui tingkat keberhasilan Kepala desa dan kinerja dari BPD dalam satu kali tahun anggaran. Pengawasan yang dilaksanakan oleh Bupati disebut dengan pengawasan pasif. Dimana seorang pengawas hanya menilai melalui dokumen-dokumen kerja atau transaksi-transaksi setelah kegiatan terlaksana. Juga bisa disebut dengan Kontrol Aposteriori sebab pengawasan tersebut dilakukan sesudah terjadinya tindakan/putusan/ketetapan pemerintah atau sesudah terjadi perbuatan pemerintah. Dengan kata lain, arti pengawasan disini dititikberatkan pada tujuan yang bersifat korektif dan memulihkan tindakan yang keliru. Pengawasan oleh Bupati diatur dalam ps. 112 ayat 1 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yaitu Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Tugas pengawasan yang diberikan oleh UU kepada Bupati tidak harus dilaksanakan sendiri, melainkan dapat dilimpahkan pada dinas yang ada dibawah naungan Bupati (Ps. 112 ayat 2. UU No. 6 tahun 2014). Sehingga secara teknis pengawasan pengelolaan dana desa dilaksanakan oleh Inspektorat Kabupaten dan bertanggungjawab kepada Bupati. Dalam melaksanakan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Inspektorat, KEMENDAGRI mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 700 / 281 / A.I / IJ Tertanggal 22 Desember 2016 sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengawasan dana desa. Kesimpulan Surat Edaran tersebut sebagai berikut: 1) Pengawasan bertujuan untuk tindakan pencegahan/preventif 2) Inspektorat juga menampung aspirasi/keluhan warga 3) Pengawasan oleh inspektorat hanya bersifat pengawasan pasif. 4) Metode yang digunakan adalah metode uji petik sampling. Kelebihan-kelebihan pengawasan oleh inspektorat: 1) Berbentuk lembaga/dinas (Pengawasan fungsional) yang berkompeten dibidang pengawasan dan penilaian khususnya dokumen kinerja. 2) Lebih ditakuti oleh pelaksana pembangunan tingkat desa. 3) Lebih obyektif, sebab sulit untuk diintervensi dan dipengaruhi oleh pelaksana pembangunan. 4) Hasil pengawasan merupakan dokumen resmi yang legal. 179

8 Kelemahan-kelemahan: 1) Jumlah personil yang kurang memadai jika dibanding dengan jumlah obyek yang harus diawasi. Jumlah pengawas menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengawasan, dengan jumlah pengawas yang proporsional akan memaksimalkan pengawasan. 2) Minimnya pengawasan langsung/aktif oleh personil inspektorat. 3) Metode pengawasan uji petik sampling. Sebab dengan metode ini hanya memberikan gambaran secara keseluruhan. Tanpa harus memeriksa dan meneliti secara komprehensif, sehingga dipastikan ada bagian-bagian tertentu yang tidak terbaca oleh pengawas. Dengan metode ini pengawasan jadi lebih singkat dan sederhana, tapi akurasi/ketepatan pengawasan menjadi tidak tercapai. Pengawasan dengan metode petik sampling hanya dapat dilakukan pada pengawasan formil, dan tidak dapat digunakan pada pengawasan yang bersifat materiil, atau pengawasan bersifat kuantitatif dan tidak tepat jika digunakan pada pengawasan kualitatif. Pengawasan Dana Desa Oleh BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan lembaga yang dibentuk khusus oleh presiden sebagai implementasi teori pengawasan Fungsional, yang bertanggungjawab hasil pengawasan kepada presiden. Dasar hukum pengawasan Dana Desa yang dilaksanakan oleh BPKP berdasarkan Peraturan Presiden No. 192 Tahun 2014 dengan tujuan utama Memastikan seluruh Ketentuan dan Kebijakan dalam implementasi UU Desa khususnya keuangan dan pembangunan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh Tingkatan Pemerintah serta Pemerintah desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa secara akuntabel mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan. Melihat tujuan utama dari peran pengawasan oleh BPKP terhadap dana desa, BPKP berkedudukan sebagai lembaga pengawas internal. Sehingga dalam menjalankan peran pengawasan BPKP sebagai pengawas yang memastikan lembaga pengawas internal yang berada dibawanya sudah bekerja menjalankan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu pengawalan Keuangan Desa yang dilakukan oleh BPKP sendiri bertujuan untuk memastikan seluruh ketentuan dan kebijakan dalam mengimplementasikan UU Desa khususnya keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh tingkatan pemerintahan baik tingkat Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa sesuai dengan perannya masing-masing. Khusus untuk tingkat desa, pemerintah desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik maka pengawalan desa akan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu Good Village Governance dengan indikator, diantaranya sebagai berikut: a. Tata kelola keuangan desa yang baik b. Perencanaan Desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional c. Berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum; 180

9 d. Mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat Pengawasan Oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) BPK merupakan Lembaga Tinggi Negara di amanatkan oleh UUD 1945 Ps. 23 ayat 5 yang bertugas memeriksa Keuangan Negara, termasuk didalamnya dana desa. Mengingat besarnya dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan ke desa sejak tahun 2015 tersebut diperlukan sebuah lembaga pengawas keuangan diluar (Pengawas Eksternal) pemerintah (eksekutif) yang khusus memberikan perhatian terhadap pengelolaan dan pengawasan dana tersebut, dengan tujuan memaksimalkan penggunaan dana desa untuk kepentingan rakyat desa. Menyikapi kebutuhan tersebut maka Mendagri Tjahyo Kumolo mengajukan permohonan pada BPK agar diadakan audit terhadap dana desa. Sebab selama ini BPK tidak turun langsung melaksanakan pengawasan dana desa, pemeriksaan oleh BPK terhadap dana desa hanya dilaksanakan pada laporan pertanggungjawaban APBN yang telah disusun oleh pemerintah. Mengingat jumlah desa di Indonesia mencapai sedangkan BPK berkedudukan di Provinsi, pengawasan yang dilaksanakan oleh BPK menggunakan audit sampling, tidak menyeluruh setiap desa. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebelumnya pemeriksaan hanya dilakukan terhadap daerah yang berpotensi tinggi terhadap penyelewengan dana, seperti Sumatera Utara, Madura dan Papua. Jika dilihat dari kedudukan dan peran BPK dalam pengelolaan keuangan dana desa maka dapat diketahui bahwa BPK berperan sebagai pemeriksa keuangan, bukan sebagai pengawas. Dalam hal pemeriksaan, BPK menggunakan laporan keuangan yang telah dibuat oleh Kepala Desa sebagai pedoman pemeriksaan dan disesuaikan dengan standar pelaporan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dengan kata lain Pemeriksaan oleh BPK hanya bersifat formil atau pengawasan pasif dan bukan pengawasan aktif. Pengawasan pasif lebih mengutamakan kelengkapan dan kesesuaian dengan standar pelaporan yang telah ditetapkan dan data lapangan diperlukan jika ada indikasi penyimpangan dana. Pengawasan Oleh Kepolisian dan Kejaksaan Keikutsertaan Kepolisian dan Kejaksaan dalam proses administrasi pemerintahan khususnya dalam hal keuangan pada dasarnya merupakan hal yang baru, karena pada dasarnya kedua lembaga tersebut bukan administrator tapi penegakan hukum. Peran kedua lembaga negara tersebut dalam pengawasan dana desa dianggap penting untuk melaksanakan tindakan Preventif dan bahkan represif penindakan jika ada penyalahgunaan dana desa. Melihat kedudukan dan fungsi Kepolisian dan Kejaksaan dalam ketatanegaraan Indonesia, sangat strategis jika dijadikan sebagai aparatur Negara bidang pengawasan keuangan, khususnya dana desa. Dengan hadirnya Kepolisian dan Kejaksaan dalam pengawasan Dana Desa tentunya akan mempengaruhi Aparatur Desa untuk lebih berhatihati dalam mengelola dana desa. Berdasarkan kajian keilmuan hukum administrasi peran kepolisian dan kejaksaan ini dapat dikategorikan sebagai lembaga pengawas eksternal, yaitu lembaga/badan pengawas yang dilaksanakan oleh lembaga diluar pemerintah, yang tugasnya bersifat temporal, independen dan berdasarkan kesepakatan antara lembaga yang berkepentingan dengan kedua lembaga tersebut. Pengawasan yang dilaksanakan oleh kedua lembaga tersebut khususnya kepolisian dikategorikan sebagai pengawasan aktif, atau pengawasan dekat 181

10 dimana seorang pengawas turun langsung ke lokasi pengawasan, dengan menggunakan data dan melihat fakta. Sehingga seorang pengawas dapat memastikan secara langsung kesesuaian perencanaan yang telah dibuat dengan pelaksanaan rencana tersebut. Mengingat kedekatan antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam penegakan hukum maka dapat dipastikan penindakan terhadap penyalahgunaan dana akan lebih efektif. PENUTUP Bertambahnya jumlah pengawasan Dana Desa bukan berarti pengawasan lebih efektif dan efisien, tapi perlu kita perhatikan bagaimana peran dan kinerja setiap lembaga pengawas tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan yaitu: (1) Berdasarkan fungsi dan kedudukannya pengawasan yang dilaksanakan oleh BPD merupakan pengawasan yang paling efektif karena BPD merupakan badan yang paling dekat dekan pengelolaan dana desa dan diberikan wewenang khusus oleh UU selain itu BPD menjalankan pengawasan aktif dan pengawasan pasif, tapi BPD banyak kelemahannya yang harus diperbaiki pada masa yang akan datang seperti pada pembentukan Anggota dengan unsure politik desa, kualitas Individu/person dan perlindungan, (2) Tehnik yang digunakan dalam pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah ujik petik sampling. Dengan teknik tersebut kemungkinan besar banyak data yang tidak terbaca oleh aparatur pengawas internal pemerintah, (3) Kurangnya kemudahan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam hal pengawasan dan pelaporan, (4) Pengawasan yang dilaksanakan Oleh BPKP dan BPK hanya pengawasan pasif, dan pengawasan aktif dilakukan jika ada indikasi pelanggaaran, (5) Pengawasan oleh Kepolisian dan Kejaksaan merupakan pengawasan pembantu yang digunakan sebagai pencegahan dan sekaligus penindakan jika ditemukan pelanggaran dalam pengelolaan dana desa. DAFTAR PUSTAKA Adrian Sutedi, 2012, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika : Jakarta Afifuddin, 2010, Pengantar Administrasi Pembangunan, Bandung, Alfabeta Basuki, 2008, Pengelolaan Keuangan Daerah,Yogyakarta:Kreasi Wacana Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945, Sinar Harapan Bandung Bagir Manan, 2000, Peningkatan Fungsi Kontrol Masyarakat Terhadap Lembaga Legislatif, eksekutif dan yudikatif, Makalah Pada forum Orientasi dan Tatap Muka Tingkat Nasional Kasgoro, Cipanas-Cianjur Diana Halim, 2004, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, Suryandaru Utama Joseph L. Lassie, 1990, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Erlangga Ni matul Huda, 2005, Otonomi Daerah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Adtya Bakti Subarsono AG, 2013, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta, Pustaka pelajar Soerjono Soekanto, 2002, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:Raja Grafindo Persada 182

11 Sudargo Gautama, 1973, Pengantar Tentang negara Hukum, Alumni:Bandung William Dunn, 1994, Publik Policy Analysis, New Jersy Zainuddin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Sinar Grafika Tempo, Kamis 16 Agustus Media Indonesia 08 Agustus

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di Indonesia, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA Sumber : id.wordpress.com I. PENDAHULUAN Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada tanggal 15 Januari 2014 dan secara resmi mulai di implementasikan di tahun 2015. Undang-undang ini menghadirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan serius oleh segenap

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI DANA DESA 1. Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai dari susunan terkecil suatu organisasi, dalam pemerintahan organisasi ini tidak lain adalah desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan asas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah kota/kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA, SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH OLEH INSPEKTORAT KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT BAGI INSTANSI PEMERINTAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Awal tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan intern yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari

Lebih terperinci

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A. 2011 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 Oleh : Elfa Sahrani Yusna Melianti ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN.

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN. PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN. TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi di Indonesia banyak membawa perubahan yang secara langsung mempengaruhi segala bentuk kebijkan yang diambil baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa badan permusyawaratan

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. memegang teguh adat-istiadat setempat, sifat sosialnya masih tinggi dan

BAB I PENDHULUAN. memegang teguh adat-istiadat setempat, sifat sosialnya masih tinggi dan BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desa merupakan wilayah penduduk yang mayoritas masyarakatnya masih memegang teguh adat-istiadat setempat, sifat sosialnya masih tinggi dan hubungan antar masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa Buku Bantu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA 1/2 (satu perdua) ditambah 1 (satu) ~ paling sedikit, pemungutan suara dinyatakan sah pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 6/Juni/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 6/Juni/2016 KAJIAN YURIDIS MENGENAI PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN 1 Oleh : Chrisye Mongilala 2 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa makin memantapkan fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

Jesly Marlinton 1. Kata Kunci : pengawasan, pengelolaan, alokasi dana desa (ADD)

Jesly Marlinton 1. Kata Kunci : pengawasan, pengelolaan, alokasi dana desa (ADD) ejournal Pemerintahan Integratif, 2018, 6 (2): 284-293 ISSN: 2337-8670 (online), ISSN 2337-8662 (print), ejournal.pin.or.id Copyright 2018 STUDI TENTANG PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari semangat reformasi birokrasi adalah dengan melakukan penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa (UU No. 06 Tahun 2014) pada tanggal 15 Januari tahun 2014, pengaturan tentang Desa mengalami perubahan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. 1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dikategorikan sebagai audit program sektor publik. Audit program sektor

BAB V PENUTUP. dapat dikategorikan sebagai audit program sektor publik. Audit program sektor BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Audit Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah (AKPPD) Bidang Pendidikan dapat dikategorikan sebagai audit program sektor publik. Audit program sektor publik merupakan audit kinerja

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN setujui. Substansi Prosedur Tetap tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat telah saya Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari 2011 SEKRETARIS UTAMA,

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN NN BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang

Lebih terperinci

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/2004, PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA *40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran

BAB I PENDAHULUAN. serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MANGKUBUMI KECAMATAN SADANANYA KABUPATEN CIAMIS ASTRI SULASTRI ABSTRAK

PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MANGKUBUMI KECAMATAN SADANANYA KABUPATEN CIAMIS ASTRI SULASTRI ABSTRAK PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MANGKUBUMI KECAMATAN SADANANYA KABUPATEN CIAMIS ASTRI SULASTRI ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh adalah keterkaitan mengenai fakta dan data mengenai proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 INTRODUKSI. 1.1 Latar Belakang. Tanggal 15 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

BAB 1 INTRODUKSI. 1.1 Latar Belakang. Tanggal 15 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang BAB 1 INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Tanggal 15 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan UU Desa) disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. UU Desa dibentuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG MUSYAWARAH DESA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015 2 BUPATI BANDUNG PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka melaksanakan pembangunan desa, pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka melaksanakan pembangunan desa, pembinaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, penyelenggaraan pemerintahan, serta pemberdayaan masyarakat desa oleh Pemerintah Desa, Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) ABSTRACT

MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) ABSTRACT 1 MEKANISME PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN PUSAT DAN KEUANGAN DAERAH YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) Oleh : Ni Made Yuliandari I Gusti Nyoman Agung Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaran dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang damai, adil dan bermakna. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP diharapkan menjadi agen perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa desa memiliki

Lebih terperinci

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah panjang dalam sistem pemerintahannya. Sejarah tersebut telah mencatat berbagai permasalahan yang muncul terkait

Lebih terperinci