SKRIPSI. Oleh: Nama NIM PGPAUD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. Oleh: Nama NIM PGPAUD"

Transkripsi

1 SKRIPSI UPAYA PENINGKATANN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADAA KELOMPOK A TAMAN KANAK-KANAK PERTIWI JATIROKEH SONGGOM BREBES Di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Nama NIM Oleh: : Tukriyah : PGPAUD FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

2 PESETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada : Pada Hari : Tanggal : Pembimbing I Pembimbing II Edi Waluyo, M.Pd Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes NIP NIP Mengetahui Ketua Jurusan PG PAUD FIP UNNES Edi Waluyo, M.Pd NIP ii

3 PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Pada Hari : Jum at Tanggal : 28 Juni 2013 Panitia Ujian Ketua Sekretaris Drs Harjono, M.Pd Edi Waluyo, M.Pd NIP NIP Pembimbing I Penguji I Edi Waluyo,M.Pd Dr Sri Sularti Dewanti Handayani, M, Pd NIP NIP Pembimbing II Penguji II Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes Edi Waluyo,M.Pd NIP NIP Penguji III iii Amirul Mukminin, S. Pd, M.Kes NIP

4 PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa isi skripsi ini benarbenar hasil karya sendiri dengan sumbangan pemikiran dari Edi Waluyo, M.Pd Dosen Pembimbing I dan Amirul Mukminin, S.Pd.M.Kes Dosen Pembimbing II, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat pada skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Brebes, Juni 2013 Tukriyah NIM iv

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang kehidupannya. - Tim Pustaka famili PERSEMBAHAN Dengan Mengucap rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, Skripsi ini kupersembahkan pada: 1. Almarhum ayah dan ibu 2. Suami dan anak-anakku tersayang 3. Teman-teman seperjuangan v

6 ABSTRAK Tukriyah, Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh Songgom Brebes, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Edi Waluyo,M.PD dan Pembimbing II Amirul Mukminin, S. Pd.M.Kes. Kata kunci ; Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran. Pembelajaran bermain peran merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini. Dalam kenyataannya tingkat kemandirian anak usia dini di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pembelajaran bermain peran. Oleh karena itu diperlukan adanya pembelajaran bermain peran untuk mengatasi hal tersebut. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: Untuk mengetahui pembelajaran metode bermain peran di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes dan untuk mengetahui sejuah mana metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes yang berjumlah 20 anak. Dalam penelitian ini menggunakan 3 siklus. Hasil penelitian pada aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 10 anak atau sebesar 50% mendapatkan nilai (lingkaran penuh) sangat baik dan (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri ada 11 anak atau sebesar 55 %. Pada aspek memiliki rasa tanggung jawab ada 11 anak atau sebesar 55 %, aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, mampu bekerja sendiri, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 12 anak atau sebesar 60% mendapatkan nilai (lingkaran penuh) sangat baik dan (centang) baik. Sedangkan aspek keberanian dan kepercayaan diri anak, memiliki rasa tanggung jawab, menguasai keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan dan mampu mengendalikan emosi mainnya 15 anak atau sebesar 75% mendapatkan nilai (lingkaran penuh) sangat baik dan (centang) baik sedangkan aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) ada 16 anak atau sebesar 80 %. Berdasarkan hasil penelitian ini metode pengajaran bermain peran bisa meningkatkan tingkat kemandirian di Kelompok A Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh. Perubahan tersebut terlihat anak mau berpisah dengan ibu/pengasuhnya, anak lebih berani dan percaya diri bila tampil di depan kelas, anak mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas dari pengajar. vi

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat dan kasih karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Upaya Peningkatan Kemandirian Anak Melalui Metode Bermain Peran pada Kelompok A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi Strata 1 guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat : 1. Drs Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang telah memberikan izin penelitian. 2. Edi Waluyo, M.Pd., Ketua Jurusan PG PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNNES dan Pembimbing I. 3. Amirul Mukminin, S.Pd. M. Kes., Pembimbing II 4. Tim penguji skripsi Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan(FIP) Universitas Negeri Semarang. 5. Dosen dan Teman-teman mahasiswa Jurusan PG PAUD atas semangat dan dukungannya selama ini. 6. Rekan-rekan guru Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes 7. Pihak-pihak lain yang langsung maupun tidak langsung yang telah vii

8 mendukung baik moril maupun materiil demi terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Brebes, Juni 2013 Penulis viii

9 DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan Halaman Pesetujuan Pembimbing. Surat Pernyataan... Motto dan Pesembahan. Abstraksi... Kata Pengantar.. Daftar Isi... Daftar Tabel.. Daftar Gambar.. Daftar Lampiran i ii iii iv v vi viii x xiv xvi xvii BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang 1 B. Pembatasan Masalah. 9 C. Rumusan Masalah.. 10 D. Tujuan Penelitian 10 E. Manfaat Penelitian. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Usia Dini Pengertian Anak Usia Dini ix

10 2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-Kanak 17 B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak Pengertian Kemandirian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia Prasekolah. 29 C. Metode Bermain Peran pada Taman Kanak-Kanak Pengertian Bermain 24 D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak Pengertian Metode Bermain Peran Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak Macam-Macam Metode Bermain Peran Tujuan Metode Bermain Peran Jenis Bermain Peran Manfaat Bermain Peran 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.. 52 A. Desain Penelitian 53 B. Tempat dan Waktu Penelitian 53 C. Subjek Penelitian.. 53 D Instrumen Penelitian. 53 E. Penelitian Tindakan Kelas Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus I. 53 x

11 a. Persiapan 53 b. Pelaksanaan 54 c. Evaluasi/Refleksi Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus II 55 a. Persiapan 55 b. Pelaksanaan 56 c. Evaluasi/Refleksi Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus III 57 a. Persiapan 57 b. Pelaksanaan 58 c. Evaluasi/Refleksi Pedoman Observasi Dokumentasi 63 F. Teknik Analisis Data 65 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.. 67 A. Gambaran Umum TK Pertiwi Jatirokeh 67 B. Sarana dan Prasarana TK Pertiwi Jatirokeh Sarana TK Pertiwi Jatirokeh Alat Permainan. 69 C. Hasil Penelitian Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I. 72 xi

12 a. Hasil evaluasi/refleksi.. 75 b. Dokumentasi Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II 86 a. Hasil evaluasi/refleksi.. 89 b. Dokumentasi Deskipsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus III 104 a. Hasil evaluasi/refleksi b. Dokumentasi Pembahasan Hasil Penelitian 122 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. 125 B. Saran DAFTAR PUSTAKA xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1 Kategori Penilaian Bermain Peran. 68 Tabel 2 Data Tenaga Kepegawaian. 71 Tabel. 3 Tabel. 4 Tabel. 5 Tabel. 6 Tabel. 7 Tabel. 8 Tabel. 9 Tabel. 10 Tabel. 11 Tabel. 12 Tabel. 13 Tabel. 14 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus I.. 76 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus I 77 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus I. 78 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus I. 79 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus I. 80 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus I 81 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus II.. 90 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus II.. 91 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus II 92 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus II 93 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus II.. 94 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus II 95 Tabel. 15 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan xiii

14 Kepercayaan Diri Anak siklus III 109 Tabel. 16 Tabel. 17 Tabel. 18 Tabel. 19 Tabel. 20 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus III 110 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus III. 111 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus III Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus III 113 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus III. 114 xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Bagan Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas Gambar 2 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut.. 83 Gambar 3 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut Gambar 4 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut.. 84 Gambar 5 Anak sedang memotong rambut.. 85 Gambar 6 Anak sedang merapikan hasil potongan rambut. 85 Gambar 7 Anak sedang menunggu giliran potongan rambut 86 Gambar 8 Anak sedang bermain peran sebagai guruolah raga yang sedang mempersiapkan anak masuk ruangan. 98 Gambar 9 Salah satu anak yng berperan sebagai guru olah raga sedang mengabsen.. 99 Gambar 10 Anak yang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberi penjelasan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.. 99 Gambar 11 Anak sedang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberikan penjelasan pada anak didiknya. 100 Gambar 12 Anak yang memerankan guru olah raga sedang membuat garis lengkung menjadi angka di papan tulis Gambar 13 Anak yang sedang memerankan sebagai guru olah raga sedang memberikan tugas secara bergantian Gambar 14 Anak yang memerankan guru olah raga sedang mempraktekkan kegiatan berolah raga xv

16 Gambar 15 Kegiatan olah raga dipandu anak yang sedang memerakan guru olah raga. 102 Gambar 16 Anak yang berperan sebagai guru olah raga sedang memberi ulasan pada anak didiknya dibantu peneliti 102 Gambar 17 Anak yang memerankan guru olah raga sedang memberi ulasan 103 Gambar 18 Suasana setelah pembelajaran bermain peran selesai 103 Gambar 19 Anak sedang memerankan pasien yang menunggu giliran berobat. 117 Gambar 20 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat sedang yang satunya sedang memerankan perawat yang sedang mendaftar pasien. 118 Gambar 21 Anak sedang memerankan pasien yang mau berobat timbang berat badannya oleh anak anak yang berperan sebagai perawat 118 Gambar 22 Anak sedang memerankan perawat memperhatikan timbangan pasien Gambar 23 Anak sedang memerankan dokter mengukur suhu badan pasien 119 Gambar 24 Anak sedang memerankan dokter sedang memeriksa pasien 120 Gambar 25 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran 120 Gambar 26 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran 121 Gambar 27 Anak terlihat senang usai melaksanakan kegiatan bermain peran tampak mereka saling bercerita apa yang telah diperankan. 121 xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian 129 Lampiran 2 Pedoman Observasi Penilaian Bermain Peran dalam Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A Pertiwi Jatirokeh-Brebes Lampiran 4 Daftar Nama Anak yang Diobservasi 131 Lampiran 5 Rencana Kerja Mingguan 132 Lampiran 6 Rencana Kerja Harian 136 Lampiran 7 Lembar Observasi Kemandirian Anak Lampiran 8 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Tukang Potong Rambut Siklus I 157 Lampiran 9 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Guru Olah Raga Siklus II 160 Lampiran 10 Lembar Observasi Hasil Kegiatan Bermain Peran Dokter Lina Siklus III xvii

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini. PAUD merupakan pendidikan pertama dan utama dalam kehidupan anak. Pada masa ini anakanak mendapatkan segala sesuatu yang dapat merangsang perkembangan anak untuk selanjutnya. Usia dini merupakan saat yang paling tepat untuk memberikan stimulasi dan rangsangan yang baik untuk perkembangan anak. Dalam Undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 14, Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini sudah dianggap penting untuk dilalui dan menjadi suatu pendidikan yang dasar. Pendidikan anak usia dini, bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan anak secara menyeluruh, yang menyangkut berbagai aspek perkembangan anak. Pengembangan kemampuan anak itu meliputi : motorik halus dan kasar, kognitif, sosialisasi, bicara/bahasa dan kemandirian anak. Perlunya pengembangan anak sejak usia dini, karena pada masa itu usia anak tergolong dalam masa Golden age, yaitu masa yang sangat peka untuk menerima stimulasi yang baik dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, pada 1

19 2 masa itu anak banyak menyerap berbagai hal yang positif maupun negative dari lingkungan sekitar mudah untuk diserap dan diingat. Dari pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa pendidikan Anak usia dini merupakan salah satu jalur pendidikan yang dapat mengembangkan perkembangan anak secara menyeluruh. Mengingat pentingnya pendidikan ini maka diperlukan pendidik yang dapat memberikan stimulasi dan bimbingan untuk perkembangan anak. Pendidikan ini diharapkan dapat melahirkan generasi yang baik, baik secara fisik maupun psikisnya sesuai dengan harapan orang tua. Dalam perkembangannya, seorang anak selain membutuhkan perhatian dari keluarga, juga membutuhkan perhatian dari sekolah di mana anak itu belajar, walaupun lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Pengaruh masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tinggal anak, tentu juga ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif, di sinilah tugas orang tua dan guru dalam memberikan pengarahan pada anak anak usia dini untuk mengendalikan agar mereka dapat mengambil keputusan sendiri, dan melatih anak sedini mungkin dapat mandiri sesuai dengan perkembangannya, karena itu pendidikan anak usia dini perlu dilakukan dengan terarah kepengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan jasmani maupun perkembangan rohaninya, dan dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program yang utuh dan proporsional. Pendidikan anak usia dini sangat

20 3 penting bagi kelangsungan bangsa dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi pembangunan sumber daya manusia, karena pembentukan karakter bangsa dan kemajuan ditentukan penanaman sejak anak usia dini, dalam merealisasi upaya tersebut pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, dalam peningkatan mutu pendidikan baik pendidik maupun tenaga kependidikan, yang mencakup jalur pendidikan formal dan pendidikan non formal, semua upaya tersebut dengan maksud dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Guru memiliki tugas untuk menstimulasi perkembangan anak, berbagai macam cara dilakukan agar pembelajaran yang diberikan kepada anak akan memberikan kepuasan kepada orang tua dan masyarakat pada umumnya. Untuk membuat kepuasan itu guru berusaha memberikan pelajaran-pelajaran yang merangsang perkembangan kognitif anak, mereka beranggapan bahwa anak yang berhasil adalah anak yang pandai dengan kemampuan kognitifnya, namun pada kenyataannya bukan hanya kemampuan kognitif saja yang perlu diperhatikan, tetapi anak juga perlu dipersiapkan untuk lebih mandiri dalam memasuki kehidupan bermasyarakat. Pada saat anak memasuki pendidikan di Taman Kanak-kanak atau PAUD, anak mulai memasuki dunia lain selain lingkungan keluarga. Di sini anak mulai belajar untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, berinteraksi dengan orang atau anak-anak yang baru dan lingkungan

21 4 yang baru, bukan suatu yang mudah dilakukan oleh anak, terutama jika anak jarang bertemu dengan lingkungan yang lain. Anak perlu dilatih untuk memiliki kemampuan sosial, dan kemandirian dalam berinteraksi dengan lingkungan yang lain. Pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) merupakan pendidikan yang menyenangkan, dengan prinsip Belajar sambil bermain, bermain sambil belajar. Karena bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak TK, melalui bermain anak akan mendapat kepuasan dalam dirinya, dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Dengan bermain anak juga berlatih untuk membina hubungan dengan orang lain, bertingkah laku yang sesuai dengan tuntutan yang ada dalam lingkungan masyarakat, dapat menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri serta paham bahwa setiap perbuatannya ada konsukwensinya, agar anak berlatih untuk bertanggung jawab, sehingga anak akan lebih mandiri tanpa ketergantungan terhadap orang lain. Berangkat dari sinilah pembelajaran pada pendidikan anak usia dini harus dicermati, sehingga apa yang diharapkan oleh guru, orang tua maupun masyarakat, yakni anak-anak yang lebih mandiri dalam segala hal sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak dapat tercapai. Metode pengajaran yang tepat dan cermat akan mengarahkan anak-anak pada hasil yang optimal.

22 5 Macam-macam metode pengajaran ada untuk menyampaikan pembelajaran di Taman Kanak-kanak, seperti yang terdapat dalam Buku Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Moeslichatoen. R, 2001:24), jadi sebagai guru atau pendidik harus mempersiapkan metode-metode pengajaran yang dianggap baik untuk perkembangan anak. Terdapat banyak metode pengajaran yang dilakukan oleh guru, diantaranya metode bercerita, metode bercakap-cakap, metode karya wisata, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode proyek, dan metode bermain peran. Semua metode pembelajaran yang ada tentu mempunyai tujuan masing masing, walaupun kemungkinan antara metode yang satu dengan yang lain mempunyai tujuan yang sama, dan tentu juga ada tujuan yang khusus ingin dicapai oleh anak didiknya, metode metode tersebuat adalah sebuah variasi pilihan dalam melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh setiap pengajar atau guru, sehingga tidak akan terjadi penggunaan metode yang menyimpang, karena penggunaan metode pengajaran yang menarik juga akan merangsang siswa dalam kegiatan belajar karena siswa mendapatkan hal yang baru, sehingga tidak membosankan, seperti kadang guru membiarkan anak anak duduk dengan tenang mengerjakan tugasnya, padahal sebenarnya anak tersebut kadang karena takut dimarahi, jika tidak menyelesaikan tugasnya. Dengan kebiasaan seperti itu maka diperlukan suatu metode yang akan memfasilitasi perkembangan seluruh aspek pada diri anak, salah satunya

23 6 adalah program pengembangan sosial kemandirian seperti dalam kurikulum 2004, dengan tujuan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar, dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik, dan dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup. Metode bermain peran adalah metode yang akan melatih diri anak untuk merasakan menjadi orang lain, dan akan melihat perilaku orang yang akan mereka identifikasi, karena pada dasarnya anak senang bermain khayalan, menjadi orang tua, meniru tokoh kartun yang disukai dan sebagainya. Kegiatan bermain peran merupakan kegiatan bermain tahap selanjutnya setelah bermain fungsional, karena bermain peran melibatkan interaksi secara verbal atau bercakap cakap dengan orang lain. Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran memberikan contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis 2010 : 10.1). Bermain peran merupakan salah satu metode pengajaran yang penting untuk mengembangkan potensi anak, dengan bermain peran anak dapat menumbuhkan imajinasi, kemampuan sosial dan kemampuan bahasa,

24 7 kemampuan sosial merupakan kebutuhan yang perlu dimiliki anak sebagai bekal bagi kemandirian anak jenjang kehidupan selanjutnya. Dalam dimensi proses bermain peran telah membantu siswa memperoleh pengalaman berharga, melalui aktivitas interaksional dengan teman temannya, anak belajar memberikan masukan atas pendapatnya dan anak juga belajar untuk menerima masukan dari orang lain. Di samping anak akan mendapatkan pengalaman mengenai cara cara menghadapi masalah, melalui pembelajaran bermain peran, anak dapat melatih diri untuk menerapkan prinsip prinsip demokrasi, sedangkan dilihat dari dimensi produk, metode bermain peran untuk menyiapkan diri anak menghadapi kehidupan yang akan datang dalam lingkungan masyarakat, maka dari itu kemandirian seorang anak perlu dididik sejak masih usia dini. Melalui bermain peran, anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya, memperluas kosa kata, mengembangkan kemampuan sosialnya, membina hubungan dengan anak lain, menumbuhkan kepercayaan diri tanpa tergantung dengan orang lain, bekerja sama dalam kelompok dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Anak belajar memberikan masukan atau peran orang lain dan menerima masukan dari orang lain, di samping dapat membina pengalaman, melalui bermain peran diharapkan dapat melatih anak menjadi percaya diri dan mandiri tanpa harus bergantung dengan orang lain. Karena kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, di mana individu akan terus belajar untuk

25 8 dapat bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di dalam lingkungannya, sehingga individu mampu untuk berfikir dan bertindak sendiri. Dengan mandiri anak seseorang memilih jalan hidupnya untuk berkembang yang lebih mantap (Mu tadin, 8 oktober 2009 ). Dengan melihat permasalahan di atas, maka metode bermain peran mempunyai tujuan melatih daya tangkap, melatih daya konsentrasi, melatih membuat kesimpulan, membantu perkembangan intelegensi, membantu perkembangan fantasi serta membantu mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain. Untuk menjadikan anak lebih mandiri, agar anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain adalah suatu harapan bagi semua pihak, baik dari pihak sekolah maupun pihak orang tua atau wali murid, karena kemandirian adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap anak. Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri, tanpa tergantung pada orang lain. Maka dari itu anak anak perlu dididik dapat mandiri sejak masih usia dini, karena jika tidak anak akan mengalami kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat di kemudian hari. Terpenuhinya kebutuhan anak untuk memperoleh rasa aman juga akan berpengaruh positif terhadap terbentuknya kepribadian anak khususnya dalam membentuk kemandirian anak. Menurut Johnson dan Medinnus (1974) apabila anak diberikan suasana yang penuh perlindungan, cukup kasih sayang dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, cemas, khawatir dan

26 9 sebagainya, hal ini akan mendorong dan memberikan keberanian bagi anak untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, menyelesaikan sendiri problemanya dan menjadi mandiri (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 48). Kemandirian seperti halnya psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini, latihan tersebut berupa pemberian tugas tanpa bantuan orang lain. Kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan seorang anak, maka dari itu sebaiknya kemandirian diajarkan pula dalam lingkungan keluarga sendiri sesuai dengan kemampuan anak. Karena segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan berkembang dengan baik, kemandirian seorang anak diperkuat melalaui proses sosialisasi dengan teman teman sebaya, baik di sekolah maupun dalam lingkungannya. (Hurlock. 1991) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran, untuk meningkatkan kinerja pendidik dengan pembelajaran yang lebih baik, Peneliti memiliki gagasan untuk memperbaiki pembelajaran dalam meningkatkan kemandirian anak Taman Kanak-kanak melalui Penelitian tindakan kelas. B. Pembatasan Masalah Berdasarkan berbagai masalah yang telah dikemukakan, Peneliti tertarik

27 10 untuk mengadakan penelitian kemandirian anak. Peneliti melakukan pembatasan masalah, agar pembahasan masalah tidak terlalu luas untuk diteliti. Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada upaya peningkatan Kemandirian anak melalui metode bermain peran pada TK Pertiwi Jatirokeh Brebes. C. Rumusan Masalah Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar fokus, maka rumusan yang bisa diambil: - Bagaimanakah metode Bermain Peran dapat meningkatkan kemandirian anak di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes D. Tujuan Penelitian Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut - Untuk mengetahui kemandirian anak melalui metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak TK Kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini meliputi: 1. Kegunaan Teoritis

28 11 Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pembelajaran pada guru TK, terutama dalam pengajaran metode bermain peran dalam meningkatkan kemandirian anak di Taman Kanak-kanak. 2. Secara praktis bagi guru di Taman Kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes, penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang dapat digunakan dalam rangka untuk memberikan variasi metode pembelajaran 3. Bagi anak TK Pertiwi Jatirokeh Songgom dapat lebih mandiri, dengan belajar melalui metode bermain peran,

29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Usia Dini 1. Pengertian Anak Usia Dini Anak usia dini adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995:16). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Tahun-tahun prasekolah erat kaitannya dengan keutamaan pengembangan kepribadian dan sosial bagi anak-anak muda. Masa prasekolah anak-anak tidak lagi sepenuhnya tergantung pada orang tua mereka, di mana anak-anak prasekolah mulai menempuh perjalanan panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada dunia mereka sendiri. Selama anak usia dini (usia 2-6 tahun), anak-anak mendapatkan beberapa rasa yang terpisah dan independen dari orang tua mereka (Damim, Sudarwan. 2011:53). Menurut Erikson, tugas anak usia dini adalah untuk 12

30 13 mengembangkan otonomi atau arah-diri (usia 1-3 tahun), serta inisiatif atau kemandirian (usia 3-6 tahun). Pendidikan prasekolah merupakan suatu pendidikan yang berbeda dari pendidikan formal. Perbedaan itu mencakup lama belajar maupun tujuan, serta materi pelajaran yang disajikan. Istilah Prasekolah menunjukkan pengertian bahwa anak mengikutinya sebelum masuk sekolah formal yaitu Sekolah Dasar. Dengan demikian pendidikan prasekolah adalah suatu pendidikan yang diikuti oleh anak sebelum masuk kelas I Sekolah Dasar. Biasanya anak menginjak usia 6-7 Tahun se waktu mengakhiri pendidikan prasekolahnya (Sulistyaningsih, Wiwiek : 40). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997:113). Perkembangan anak dapat dibantu dengan lebih baik lagi melalui pendidikan prasekolah, asalkan diberikan sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangan anak. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa lingkungan pendidikan yang kaya akan rangsangan mental memungkinkan anak mewujudkan bakatnya secara optimal. Banyak anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya karena kurang memperoleh stimulasi yang mereka butuhkan. Dengan demikian,

31 14 mereka juga menjadi kurang siap untuk pendidikan di Sekolah Dasar (munandar, 1983) dalam (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 41). Pendidikan prasekolah dapat dibedakan jenisnya menurut usia anak yang mengikutinya atau tujuan diselenggarakannya program tersebut. Di Indonesia dikenal adanya Taman Kanak-Kanak, Kelompok bermain atau Play Group dan Tempat Penitipan Anak, yang kesemuanya itu memungkinkan untuk diberikannya stimulasi perkembangan anak (Sulistyaningsih, Wiwiek. 2008: 42) Masa prasekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997:113). Lebih lanjut Menurut Hurlock (1997:108) ciri-ciri anak usia prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti berlari, berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan balok-balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain

32 15 itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang dewasa, saudara kandung di dalam keluarganya. Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan canda dan tawa yang penuh dengan kegembiraan, sehingga orang dewasa akan ikut terhibur dengan melihat tingkah mereka, demikianlah gambaran karakter seorang anak, (Siti Aisyah, 2008:13). Ada beberapa definisi tentang anak usia dini baik ditinjau dari sisi umur, psikologis, maupun secara fisik, antaranya: a. Anak usia dini adalah anak yang berda dalam rentang usia 0-8 tahun yang tercakup dalam proram pendidikan di Taman Penitipan Anak (TPA), pendidikan Pra-sekolah, TK (Taman Kanak kanak) dan sekolah dasar baik negeri maupun swasta. b. Sedangkan dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (0 6 tahun), yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

33 16 pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memilki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2003). Bermain adalah bagian hidup yang terpenting dalam kehidupan anak, kesenangan dan kecintaan anak bermain ini dapat digunakan sebagai kesempatan untuk mempelajari hal hal yang konkrit, sehingga daya cipta, imajinasi dan kreativitas anak akan dapat berkembang. Teori perkembangan anak menurut para ahli antara lain teori Piaget (Teori Perkembangan Kognitif), teori ini berkaitan dengan bagaimana seorang anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya, sehingga pemahaman dibangun melalui action, sehingga teori ini sering disebut juga dengan teori contructivism. Dengan kata lain anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkrit. Sedangkan menurut Erik Erikson (Teori Perkembangan Emosi), mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak dan ini sangat tergantung pada peran orang tua dan guru. Setiap anak akan dihadapkan pada dua keadaan yang sangat bertolak belakang, yaitu emosi pasif dan negatif. Pada setiap tahap perkembangan seseorang akan mengalami konflik tarik menarik antara kedua emosi tersebut, keberhasilan dalam mengelola konflik tersebut apabila anak dapat mencapai emosi positif. Dan masih banyak lagi pendapat para ahli yang mengulas tentang perkembangan anak.

34 17 2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-kanak Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioemosional, bahasa, dan komunikasi. Usia 0 s.d. masa 6 tahun merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan dan kepribadian anak dan sangat penting dalam perkembangan inteligensi. Adapun beberapa masa yang dilalui anak usia dini sebagai berikut: a. Masa Peka Masa yang sensitive dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan b. Masa Egosentris Sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu perhatian dan kesabaran dari orang dewas/pendidik. c. Masa Berkelompok Anak-anak lebih senang bermain bersama teman sebayanya, mencari teman yang dapat menerima satu sama lain sehingga orang dewasa seharusnya memberi kesempatan pada anak untuk bermain bersama-sama. d. Masa Meniru Anak merupakan peniru ulung yang dilakukan terhadap lingkungan

35 18 sekitarnya. Proses peniruan terhadap orang-orang disekelilingnya yang dekat (seperti memakai lipstick, memakai sepatu hak tinggi, mencoba-coba) dan berbagai perilaku ibu, ayah, kakak maupun tokoh-tokoh kartun di TV, majalah, komik, dan media masa lainnya. e. Masa Eksplorasi (penjelajahan) Masa menjelajahi pada anak dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya, mencoba-coba dengan cara memegang, memakan/meminumnya, dan melakukan trial and error terhadap benda-benda yang ditemukannya. Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, unik dan tidak ada satu anakpun yang sama persis meskipun berasal dari anak yang kembar. Anak yang berbeda baik dalam inteligensi, bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, kondisi jasmani, dan sosialnya. Pada usia dini diperlukan intervensi dari orang dewasa, orang tua maupun pendidik untuk memberikan perhatian khusus dengan cara memberikan pengalaman yang beragam sehingga akan memperkuat perkembangan otaknya yang 2,5 kali lebih aktif dari orang dewasa. Karena pada dasarnya setiap anak memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam belajar (unlimitless capacity to learn) yang telah ada dalam dirinya (secara potensi) belum secara actual dalam kemampuannya untuk berpikir kreatif dan produktif. Oleh karena itu diperlukan suatu program pendidikan yang

36 19 mampu membuka kapasitas tersembunyi tersebut (unlocking the capacity) melalui pembelajaran bermakna dan interesting. Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: ) sebagai berikut. a. Anak bersifat unik. b. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. c. Anak bersifat aktif dan enerjik. d. Anak itu egosentris. e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. g. Anak umumnya kaya dengan fantasi. h. Anak masih mudah frustrasi. i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. Anak usia dini (0 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.

37 20 Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut : a. Usia 0 1 tahun Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain : 1) Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. 2) Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya. 3) Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.

38 21 Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya. b. Usia 2 3 tahun Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 3 tahun antara lain : 1) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan. 2) Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran. 3) Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.

39 22 c. Usia 4 6 tahun Anak usia 4 6 tahun memiliki karakteristik antara lain : 1) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar. 2) Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu. 3) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat. 4) Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama. d. Usia 7 8 tahun Karakteristik perkembangan anak usia 7 8 tahun antara lain : 1) Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.

40 23 2) Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya. 3) Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi. 4) Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil B. Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak 1. Pengertian Kemandirian Kemandirian diawali ketika seorang bayi dilahirkan di dunia. Ketergantungan sepenuhnya terhadap ibu selama Sembilan bulan dalam kandungan benar-benar diputuskan. Tangisan bayi sesaat setelah keluar dari rahim ibu adalah penanda awal kemandiriannya sebagai manusia. Pada saat itulah ia harus menggunakan paru-parunya sendiri untuk bernafas. Kemandiriannya sebagai anak manusia tak terjadi begitu saja dan serentak. Seseorang anak akan mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang berjalan secara terus menerus dalam rentang kehidupannya. Kemandirian fisik, emosional, moral, berjalan seiring dan sangat dipengaruhi oleh kematangan biologis maupun dukungan sosial (Tim Pustaka Familia, 2006:24).

41 24 Secara ringkas kemandirian dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memikirkan, merasakan serta melakukan sesuatu sendiri atau tergantung pada orang lain. Kemandirian sendiri, menurut Havighurst, memiliki Empat aspek, yakni aspek intelektual (kemauan untuk berfikir dan menyelesaikan masalah sendiri), aspek sosial (Kemampuan untuk mengatur ekonomi sendiri) Tim Pustaka Familia (2006:32) Di dalam aspek sosial dari kemandirian, terdapat kemampuan individu untuk berani secara aktif membina relasi dengan orang lain namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain. Artinya ketika menjalin relasi sosial orang tidak menunggu orang lain berperilaku tertentu lebih dulu tetapi secara proaktif dan didorong oleh faktor internalnya ia mulai membina relasi. Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit, karena anak membutuhkan peran orang-orang di sekelilingnya untuk mengambil inisiatif bagi dirinya. Anak-anak ini biasanya juga membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua dan pengasuhnya (Coles, 2003:141). Lebih lanjut oleh (Coles, 2003:145) bahwa tanda lain yang bisa muncul pada anak usia prasekolah yang masih sangat tergantung pada orang tua adalah seringnya ia menangis ketika ditinggal sebentar saja oleh ibunya. Untuk mendapatkan bantuan dari orang di sekelilingnya, anak

42 25 sering kali cengeng. Kecengengan ini bahkan bisa terbawa hingga masa akhir masa prasekolah dan menjadikan anak-anak ini rewel, merengek serta sering melontarkan protes bila menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tetapi biasanya orang tua tidak merasa cemas dengan sikap anak mereka yang tidak mandiri. Pada umumnya sikap ini terbentuk karena pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak melewati batas usia, ketika anak seharusnya sudah mulai dapat mengurus dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi manusia dewasa pada saat nantinya (Hurlock, 1998:268). Kartini dan Dali dalam syarafuddin dkk (2012:147), kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri secara singkat, dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian : a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. c. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugastugasnya. d. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan. Lebih jauh dijelaskan Robert Havighurst bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu :

43 26 a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua. b. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Kemandirian anak usia prasekolah dapat ditumbuhkan dengan membiarkan anak memiliki pilihan dan mengungkapkan pilihannya sejak dini (Hurlock, 1998:114). Ibu dapat mendorongnya dengan menanyakan makanan apa yang diinginkannya, pakaian apa yang ingin dipakainya atau permainan apa yang ingin dimainkan, serta menghargai setiap pilihan yang dibuatnya sendiri (Hurlock, 1998:121). Memupuk kemandirian pada anak harus dilakukan sejak dini, tetapi tetap harus dalam kerangka proses perkembangan manusia. Artinya, orang tua tidak boleh melupakan bahwa seorang anak bukanlah miniature orang dewasa, sehingga ia tidak bisa dituntut menjadi dewasa sebelum waktunya. Orang tua harus memiliki kepekaan terhadap setiap proses perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangannya Tim Pustaka Familia (2006:27). Jika kelangsungan kematangan di awali dari sebuah ketergantungan, maka orang tua harus sadar hal ini sejak semula. Ini berarti orang tua tidak bisa memaksa anak mandiri sebelum waktunya. Kemandirian harus

44 27 ditingkatkan setahap demi setahap seiring dengan perkembangan motorik, afeksi dan kognitif anak. Memaksa anak untuk mandiri sebelum waktunya, merupakan maltreatment yang nantinya bisa menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan sehingga bukan kematangan yang didapatkan, tetapi anak tidak mampu untuk menyesuaikan diri secara sehat pada setiap tahap perkembangan dalam hidupnya Tim Pustaka Familia (2006:27). Anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas maka lingkungan yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan rasa percaya diri. Setelah anak menyadari dirinya sebagai pribadi yang terpisah dari ibunya, anak tidak lagi dapat menerima kontrol orang tua dengan mudah, anak ingin menegaskan dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Di sisi lain kadang anak belum memahami banyak hal, dan sering ingin melakukan sesuatu di luar batas kemampuan fisik, sehingga anak sering mengucapkan kata tidak, sebenarnya kata tersebut merupakan ungkapan dari kemampuan yang baru saja ditemukan, yaitu kemampuan untuk memilih. Anak suka sekali melatih kemampuan untuk memilih, meskipun anak tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan, misalnya memilih baju

45 28 yang akan dipakai. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mengatasi pilihan tersebut dengan menyederhanakan pilihan yang ada, tetapi anak pada usia prasekolah merasa dapat mandiri maka anak akan melakukan segala sesuatunya sendiri dan tidak mau kalau dibantu orang lain. Dalam hal ini orang tua memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri. Kemandirian adalah suatu sikap yang harus ada pada setiap individu. Kebutuhan akan kemandirian sangatlah penting, karena pada masa yang akan datang setiap individu akan menghadapi berbagai macam tantangan dan dituntut untuk dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua atau dapat mandiri. Hal ini terkait dengan kepentingan setiap individu dalam mengarungi kehidupannya. Tanpa bekal sikap kemandirian, setiap individu akan mengarungi kehidupannya dengan ketidakpastian. Setiap ketidakpastian yang muncul tersebut akan menjadi sebuah celah yang berpotensi sebagai jurang yang terjal. Kemandirian adalah suatu tugas perkembangan anak yang tidak bersifat instan atau langsung jadi, melainkan melalui proses yang panjang. Mu tadin ( 8 oktober 2009) mengatakan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan di mana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak

46 29 sendiri. Dengan kemandirian, seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Diharapkan setiap individu memiliki kemandirian. Karena dengan demikian banyak hal positif yang bisa diperoleh oleh setiap individu tersebut, yaitu tumbuhnya rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang lain, tidak mudah dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir secara objektif (Mu tadin, 8 oktober 2009 ). 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia Taman Kanak-Kanak Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian anak usia prasekolah terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Soetjiningsih, 1995:213). Faktor internal merupakan faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Faktor emosi ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi orang tua. Sedangkan faktor intelektual diperlihatkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1995:216).

47 30 Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya tingkat kemandirian anak usia prasekolah, sehingga lingkungan yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak dari keluarga kaya, akan tetapi anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau mendapat stimulasi. Selain itu anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan dukungan dan dorongan peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan merupakan hal yang penting dalam pembentukan kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995:2). Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak bila diberikan berlebihan anak menjadi kurang mandiri kemungkinan semua itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan lancar dan baik karena interaksi dua arah anak-orang tua menyebabkan anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala info dari luar terutama cara memandirikan anak.

48 31 Peran orang tua dalam memandirikan anak usia prasekolah, adalah sangat penting untuk perkembangan anak selanjutnya, walaupun anak hidup dalam lingkungan kelurga yang berkecukupan, tapi orang tua perlu mendidik anak untuk dapat bersikap mandiri terutama pada perawatan diri sendiri, walaupun mungkin di rumah ada pengasuh tapi anak perlu dididik sejak dini agar kelak punya tanggung jawab, apabila anak hidup bermasyarakat untuk itu keterlibatan orang tua juga sangat membantu seoarang anak dapat mandiri, jadi tidak hanya peran para pendidiknya saja peran orang tua juga sangat penting. C. Metode Bermain Peran Pada Taman Kanak-Kanak 1. Pengertian Bermain Menurut (Musfiroh, Tadkiroatun. 2008:1) Bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekianan dari pihak luar (Hurlock, 1997:125). Sebagian orang menyatakan bermain sama fungsinya dengan bekerja. Meskipun demikian, anak anak memiliki persepsi sendiri mengenai bermain. Beberapa ahli peneliti memberi batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Dikemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam bermain (Moeslichatoen, R : 31).

49 32 a. Motivasi intrinsik : tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh. b. Pengaruh positif : tingkah laku menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan. c. Bukan dikerjakan sambil lalu : tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura. d. Cara/tujuan : cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri dari pada keluaran yang dihasilkan. e. Kelenturan : bermain itu perilaku yang lentur. Kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi. Jika menggunakan kelima kriteria tersebut, maka dapat dikatakan bahwa bila seorang anak menggunakan mainan hewan-hewanan dengan cara yang lentur tanpa tujuan yang jelas dalam pikirannya, kegiatannya berpura-pura, menyenangkan bagi dirinya sendiri, dan melakukan kegiatan hanya untuk bergiat, maka dapat dikatakan sedang bermain. Adapun batasan yang diberikan tentang pengertian bermain, bermain membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan

50 33 kegembiraan, dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk berpetualang dan mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak (Moeslichatoen, R : 32). Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup. Melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot kasar. Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, meloncat, melompat, menendang, melempar, dan lain sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari jawaban yang berbeda dan sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya.

51 34 Melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri. Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan (Moeslichatoen, R : 33). Sesuai dengan pengertian bermain yang merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi perkembangan anak usia TK, menurut mayke S Tedjasaputra (2001 : 38) bermain juga mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak,

52 35 misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan sesama teman, memperoleh perbendaharaan kata, menyalurkan perasaanperasaan tertekan. Masih banyak lagi manfaat yang bias dipetik dari kegiatan bermain. Menurut (Jamaris, Marini. 2005:123) bermain merupakan sarana perkembangan kognitif, koordinasi gerakan motorik, bahasa, dan psikososial. Oleh karena itu kegiatan belajar yang dilakukan anak usia Taman Kanak-kanak, baik di rumah ataupun di sekolah, hendaknya memanfaatkan kegiatan bermain anak secara efektif. Melalui kegiatan bermain proses belajar dapat dilakukan oleh orang tua dan guru Taman Kanak-kanak perlu ditingkatkan inisiatifnya dalam menciptakan bentuk permainan. Khususnya permainan yang dapat dijadikan sarana belajar bagi anak usia Taman Kanak-kanak. Dengan bermain peran anak dapat menampilkan bermacam macam peran, anak berusaha untuk memahami peran orang lain dan dapat menghayati peran yang akan diambilnya setelah anak dewasa. Bermain juga memberikan dorongan emosi secara aman, misalnya melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima dalam kehidupan nyata, dalam situasi bermain anak dapat berkhayal menjadi polisi, sopir, ayah atau ibu bahkan menjadi presiden dan sebagainya.

53 36 D. Konsep Metode Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak 1. Pengertian Metode Bermain Peran Pembelajaran yang sebaiknya diberikan di Taman Kanak-kanak adalah pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, karena pembelajaran yang menarik artinya memiliki unsur menyenangkan bagi anak untuk dapat terus diikuti, sehingga anak mempunyai motivasi untuk terus mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan berarti pembelajaran yang sesuai dengan suasana yang terjadi pada diri anak sehingga anak memiliki perhatian yang lebih. Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana seseorang memerankan karakter orang lain dan mencoba berfikir/berbuat dengan cara/sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran memberi contoh alamiah terhadap perilaku manusia yang riil dan dapat digunakan oleh anak untuk menyadari perasaan mereka dan membangun sikap menuju nilai-nilai dan pemahaman mereka sendiri (Suryani, Lilis. 2010:10) Suryani juga berpendapat bahwa bermain peran sangat sesuai dengan karakteristik anak usia dini karena pada saat ini anak berfikir secara simbolik sehingga nenjadikan bermain peran sebagai metode pengembangan anak usia dini adalah sangat tepat dan efektif dalam rangka mengoptimalkan potensi anak bagi pembentukan kemampuan dasar (fisik, bahasa, kognitif, seni) dan perilaku (moral-agama dan social-emosional).

54 37 Menurut Tedjasaputra mayke S (2001 : 33), bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berfikir simbolik. Dalam bermain peran atau berkhayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak berbicara dan bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam kegiatan bermain ini. Tedjasaputra mayke S (2001 : 33) Kegiatan bermain memberi kesempatan pada anak untuk bergaul dengan anak lain dan belajar mengenal berbagai aturan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Secara garis besar, kegiatan bermain dibedakan menjadi 3 katagori yaitu: a. Exploratory and manipulative play (bermain menjelajah dan manipulatif) Kegiatan ini bisa diamati sejak masa bayi, anak sering menunjukkan rasa senang atau antusiasme yang besar sewaktu ia mengamati atau bermain dengan benda-benda di sekelilingnya. b. Destruktive Play (Bermain Menghancurkan) Bermain menghancurkan mulai tampak pada awal masa kanakkanak. Sering kita lihat anak sambil bermain menghancurkan balok-balok kayu yang sudah disusunnya dengan susah payah dan berhati-hati, lalu membangunnya kembali dengan bersemangat hanya untuk dihancurkannya kembali. Kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak

55 38 c. Imaginative atau make-believe play (Bermain berkhayal atau berpura-pura) Kegiatan ini dimulai sejak anak berusia 3 tahunan. Kegiatan ini memperlihatkan unsur imajinasi dan peniruan terhadap perilaku orang dewasa, misalnya bermain dokter-dokteran, ibu-ibuan, masak-masakan, polisi-polisian dan lain-lain. Kegiatan bermain ini dikatagorikan sebagai kegiatan bermain peran (dramatic) oleh Stasen Berger(1983) maupun Catherine Garvey (1977). (Tedjasaputra Mayke S, 2001:57) Bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap anak usia sekitar 2 sampai 8 tahun, dapat bersifat produktif atau terhadap apa yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan bermain peran yang produktif maka anak akan memasukkan unsur-unsur baru benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Kegiatan bermain peran biasanya dilakukan oleh pengajar dengan mendramakan/memerankan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada kenyataan-kenyataan di mana para murid diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial, dan metode ini kadang-kadang disebut dengan dramatisasi (Kartini, 2005: 35). Masitoh dkk (2006) mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara

56 39 memainkan peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut kerjasama secara utuh diantara para pemainnya. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make-belive atau simbolik. Bermain peran membolehkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali ke masa lalu dan mengembangkan keterampilan khayalan. Menurut Hurlock (1978: 329) bermain peran adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan dengan materi atau situasi seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang lainnya. Suryani, Lilis (2010: 10.9) memberikan pengertian bermain peran dikatagorikan sebagai metode belajar yang berumpun pada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang beruntun, konkret dan dapat diamati. Menurut Gilstrap dan Martin, bermain peran adalah memerankan karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang diulang kembali, kejadian masa depan, kejadian masa kini yang penting, atau situasi yang imajinatif. Anak-anak pemeran mencoba untuk menjadi orang lain dengan memahami peran untuk menghayati tokoh yang diperankan sesuai dengan karakter dan motivasi yang dibentuk pada tokoh yang telah ditentukan.

57 40 Moeslichatoen (2004 : 34) menjelaskan bermain pura-pura adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu, yang di dalam dunia nyata tidak dilakukan. Bermain peran adalah metode pengembangan yang efektif di mana seseorang memerankan karakter orang lain, dan mencoba berfikir/berbuat dengan sudut pandang sosok yang diperankannya. Bermain peran ditandai oleh penerapan cerita pada objek di mana cerita itu sebenarnya tidak dapat diterapkan (anak mengaduk pasir dalam sebuah mangkuk dengan sekop dan pura-pura mencicipinya) dan mengulang ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat sebuah botol bayi dan mencoba memberi makan sebuah boneka). Adapun menurut Vygotsky, 1967; Erikson, 1963 bermain peran disebut juga bermain simbolis, purapura, make-believe, atau bermain drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang selain menyenangkan bagi anak dan efektif juga dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak. 2. Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak Drama peran tidak hanya berhubungan dengan formasi konsep yang abstrak melainkan juga kepada objek yang kita kenali sebagai bagian dari

58 41 kurikulum sekolah, seperti dalam pengembangan konsep sosial, matematika, ilmu pengetahuan dan membaca. Childrend Resources International (Kenny: 2002). Peranan bermain peran dalam kurikulum prasekolah: a. Konsep Ilmu Sosial Anak-anak mengembangkan pemahaman mengenal orangorang, perannya serta perilaku-perilakunya. Kesemua ini bersama dengan pengembangan kemampuan interpersonal serta kemampuan sosial, adalah beberapa diantara kontribusi penting yang dapat dibuat oleh bermain peran serta pembelajaran seorang anak. b. Konsep matematika Bermain peran memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjelajahi konsep-konsep matematika awal. Di pusat kegiatan bermain peran anak-anak mampu mengkategorikan material serta peralatan-peralatan. Piaget membuat Klasifikasi ini dan sangat penting dalam pemahaman logika. Karena tidak sangat mungkin menambahkan atau mengurangi benda-benda, anak tersebut harus mengerti apa yang membuat sebuah kategori. Anak-anak berlatih konsep korespondensi satu-satu ketika menyiapkan meja untuk pura-pura makan. Dengan memastikan bahwa ada sebuah kursi, sebuah piring, sebuah sendok, satu garpu dan pisau untuk setiap orang membawa anak tersebut kepemahaman konsep

59 42 seperti cukup, terlalu sedikit, lebih dari, dan sama dengan. Anakanak juga menggunakan konsep-konsep seperti lebih besar dan lebih kecil, lebih lebar dan lebih sempit, lebih tinggi dan lebih pendek, lebih berat dan lebih ringan selama bermain peran. Menepuk tangan dan berbaris semuanya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari pola-pola yang akan membimbing mereka sejalan dengan pelajaran menghitung, urutan dan pengulangan. c. Konsep ilmu pengetahuan Bermain peran juga memuaskan konsep-konsep yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Anak-anak bisa bereksperimen di dalam bermain perannya: apa yang terjadi jika.? Atau menegaskan: apakah hal yang sama akan terjadi bila saya melakukannya lagi?. Anak-anak belajar melalui pengamatan (sebuah teknik ilmiah yang sangat diperlukan), dengan membandingkan benda-benda atau kejadian-kejadian atas dasar pemahaman dan perbedaan mereka mengidentifikasi masalah-masalah dan menyimpulkan secara umum kondisi interaksinya di kemudian hari dengan ilmu pengetahuan. d. Konsep Kesiapan Membaca Kosa kata dan konsep perkembangan sangat penting dalam membaca. Dalam bermain peran anak-anak menggunakan bahasa

60 43 untuk memperlancar komunikasi dan bertukar ide hingga meningkatkan kelancaran membaca dan memperkaya kosa katanya. 3. Macam-macam Metode Bermain Peran Metode pendidikan Taman Kanak-kanak dikenal dengan enam macam permainan drama (Dramatisasi = bermain peran) antara lain sebagai berikut: a. Drama Spontan atau Bebas Bermain spontan adalah permainan drama yang dilakukan anak atas kemauannya sendiri, dengan cara-cara sendiri, berupa dialog atau perbuatan yang timbul dari pengalaman anak sendiri serta tidak membutuhkan peranan pemimpin atau kontrol dari guru. Manfaat bermain peran spontan ini adalah: 1) Mengembangkan bahasa anak, 2) Mengembangkan perasaan sosial, 3) Mengembangkan daya cipta, 4) Mengembangkan spontanitas anak, 5) Mengembangkan ekspresi anak, 6) Terapi psikologi anak. Melalui bermain peran anak diberi kesempatan untuk : 1) Menirukan orang dewasa, 2) Menirukan kehidupan yang sesungguhnya menurut anak, 3) Menceritakan kehidupan keluarga,

61 44 4) Mengekspresikan perasaannya, 5) Menyatakan keinginan dan harapannya. b. Drama Terpimpin Permainan drama terpimpin yakni guru membimbing anak dalam memilih perannya, tanpa mengurangi kebebasan anak dalam berbicara dan menjalankan perannya. Berikut ini adalah peranan guru dalam permainan drama terpimpin: 1) Mempersiapkan naskah sederhana untuk anak (anak tidak disuruh membaca), 2) Guru bercakap-cakap sekitar pengalaman kesehatan anak, 3) Guru berbagi peran di antara mereka, 4) Mengulangi permainan, 5) Guru mengulang dialog untuk dihapalkan anak, jika anak tidak bisa membaca, 6) Guru menyediakan peralatan-peralatan drama, 7) Drama terpimpin biasa dilakukan anak sekitar 15 menit. c. Sandiwara Boneka Sandiawara boneka berguna membantu siswa untuk mengekspresikan isi jiwa dan mengembangkan daya fantasinya. Guru dapat menyediakan alat peraga yang sangat menarik bagi anak-anak berupa sandiwara boneka dengan menyediakan alat-alat yaitu: 1) Boneka-boneka tangan

62 45 2) Panggung boneka sehingga boneka ini bisa dijalankan guru atau oleh anak-anak menurut fantasinya. d. Pantomim Jenis bermain peran ini adalah sandiwara bisu untuk memberikan pelajaran melalui visualisasi seperti adegan-adegan tanpa bicara, tetapi hanya melakukan gerakan mimik. Istilah pantomim berasal dari bahasa Yunani yang artinya: Serba isyarat berarti secara etomologis pertunjukkan yang bahkan biasa sepenuhnya tanpa apa-apa, jelasnya pantomim adalah suatu pertunjukkan bisu. Dalam pelaksanaan kegiatan pantomim, guru harus melakukan hal-hal berikut: 1) Mengingat gerakan-gerakan yang dilakukan sehari-hari 2) Menyusun gerakan-gerakan tersebut agar menjadi adegan-adegan untuk ditirukan 3) Guru membimbing sambil menirukan gerakan pantomim bersama-sama dengan siswa 4) Tampilkan siswa seorang-seorang. 4. Tujuan Metode Bermain Peran Tujuan bermain peran di Taman Kanak-kanak (TK) menurut buku Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2003: 41) adalah sebagai berikut: a. Melatih daya tangkap, b. Melatih anak berbicara lancar,

63 46 c. Melatih daya konsentrasi, d. Melatih membuat kesimpulan, e. Membantu perkembangan intelegensi, f. Membantu perkembangan fantasi, dan g. Menciptakan suasana yang menyenangkan. Selain itu, adapun tujuan bermain peran menurut Gunarti,dkk (2008:109). Yakni: Anak dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, a. Memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai, dan persepsinya, b. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. c. Melatih daya tangkap, d. Melatih daya konsentrasi, e. Melatih membuat kesimpulan, f. Membantu mengembangkan kognitif, g. Membantu perkembangan fantasi, h. Menciptakan suasana yang menyenangkan, i. Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/berbicara lancar, j. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis, k. Membangun sikap positif dalam diri anak,

64 47 l. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita, m. Mengembangkan kreativitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif anak, n. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk simulasi miniatur kehidupan, o. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembangan. Disimpulkan tujuan metode bermain peran yaitu dapat melatih daya tangkap, berbicara dengan lancar, konsentrasi anak dapat lebih fokus, membuat kesimpulan, mengembangkan kognitif anak, menciptakan suasana yang menyenangkan, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan tersebut diharapkan akan memudahkan anak dalam meningkatkan kemandirian anak usia dini dengan cara menerapkan metode bermain peran. 5. Jenis Bermain Peran Dalam teorinya, Erikson ( Depdiknas, 2004: 4) mengemukakan bahwa bermain peran terbagi ke dalam dua jenis bermain, di antaranya bermain peran makro dan bermain peran mikro. a. Bermain Peran Makro Bermain peran makro adalah salah satu jenis bermain peran dengan menggunkan ukurannya sebenarnya. Anak dikatakan sedang

65 48 bermain peran makro jika dia memerankan sendiri suatu tokoh. Biasanya anak akan mengenakan kostum sesuai tokoh tersebut. Dalam jenis bermain ini, anak berperan sebagai aktor. Menurut Erikson (Ningrum, 2007: 3) bahwa Bermain peran makro merupakan kegiatan saat anak bermain menjadi tokoh menggunakan alat berukuran besar (ukuran sesungguhnya) yang digunakan anak untuk menciptakan dan memainkan peran-peran. Bermain peran makro dapat melatih imajinasi dan membangun sendiri cerita yang dikehendakinya sesuai dengan pengalaman panca inderanya selama ini. Biasanya dalam bermain peran makro ini, seorang anak mengimitasi perilaku orang yang ia idolakan atau orang yang ia benci. Anak juga dapat menggunakan benda atau media apa saja yang ada di sekitarnya, untuk dijadikan alat bermain perannya. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa bermain peran makro merupakan suatu kegiatan bermain anak yang sedang memerankan sebuah peran, menjadikan dirinya semirip mungkin layaknya aktor dalam peran tersebut dan mengimitasi perilaku dari objek yang ia perankan itu. Sedangkan bermain peran dalam lingkup yang kecil biasa disebut dengan bermain peran mikro. b. Bermain Peran Mikro Bermain peran mikro adalah awal bermain kerjasama yang dilakukan hanya dua orang saja bahkan sendiri dengan menggunakan

66 49 media. Erikson, berpendapat bahwa Bermain peran mikro adalah satu metode yang dilakukan anak ketika memainkan peran melalui tokoh yang diwakili oleh benda-benda berukuran kecil. Seiring dengan pendapat tersebut, Tarigan (2008: 1) berpendapat bahwa Micro play adalah anak bermain peran dengan menggunakan dua boneka. Anak dikatakan sedang bermain peran mikro ketika ia bermain dengan benda-benda berukuran kecil. Ia menjadi sutradara dan melakonkan peran melalui boneka-boneka dan alat bermain kecil lainnya. Bermain peran mikro sering dimainkan oleh anak-anak usia prasekolah, karena pada usia ini anak memiliki daya imajinasi yang kuat dan terkadang anak masih memiliki teman khayalan. 6. Manfaat Bermain Peran Sering kali kita menyaksikan anak-anak bermain dokter-dokteran, atau penjahat dan polisi, atau menjadi tukang masak, pura-pura menjadi seorang ibu dengan berbagai aktivitasnya. Ini adalah hal baik yang seharusnya jangan dilarang, dengan permainan ini anak-anak berimajinasi dan belajar memahami dunia sekitarnya. Permainan imajinatif ini tidak hanya mendorong perkembangan intelektualnya akan tetapi juga melatih aspek perkembangan anak. Hal ini mencakup antara lain : a. Kemampuan sosial, sambil bermain anak akan belajar berbagi, berkomunikasi dan berinteraksi serta mudah bekerjasama dengan orang lain.

67 50 b. Kemampuan mengelola emosi, bahwa anak akan memahami perasaan takut, kecewa sedih, semangat marah dan cemburu, melalui imajinasi yang dibangunnya sendiri. Dan secara otomatis akan mendorong kemampuan anak berempati dengan perasaan orang lain. c. Kreativitas, sebenarnya dengan bermain peran seperti pura-pura menidurkan anaknya dengan bonekanya kemungkinan besar ia akan mendapatkan nilai lebih dari pada anak-anak yang tidak pernah bermain peran ini. d. Disiplin, anak-anak akan mengadakan aturan-aturan permainannya sendiri-sendiri, sehingga anak-anak akan mematuhi peraturan yang telah disepakatinya. e. Keluwesan, permainan peran ini akan membantu anak mengatasi ketakutan dan kesalahpahaman tentang berbagai perubahan dalam kehidupan mereka. Bermain peran merupakan suatu aktivitas anak yang alamiah, karena sesuai dengan cara berfikir anak usia dini, yaitu berfikir simbolik (menurut teori Piaget ). Banyak ahli yang meneliti dan member perhatian terhadap aktivitas anak usia dini, dan menghasilkan penemuan dan teori yang menjadi dasar keilmuan bagi kajian bermain peran. Dalam metode bermain peran, selain ada tujuan dan manfaat dalam bermain peran, juga ada kelebihan dalam kegiatan bermain peran, antara lain :

68 51 a. Melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang dibangunnya sendiri. b. Anak memperoleh umpan balik yang cepat. c. Memungkinkan siswa mempraktekan ketrampilan berkomunikasi d. Bermain peran sangat menarik minat dan antusias anak. e. Membuat guru dapat mengajar pada ruang lingkup yang luas, dalam mengoptimalkan kemampuan banyak anak pada waktu yang bersamaan. f. Mendukung anak untuk berfikir kritis dan analisis. Menciptakan percobaan situasi kehidupan dengan lingkungan yang nyata. Selain ada kelebihan dalam metode bermain peran, juga tentu ada kelemahannya, yaitu perlunya dibangun imajinasi yang sama antara guru dan anak, dan itu tentu tidak mudah, karena bermain peran menekankan pada imajinasi, kreativitas, inisiatif, dan spontanitas dari anak. Untuk itu guru perlu perencanaan yang matang, sehingga akan memperoleh hasil optimal.

69 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas dalam bentuk proses pengkajian yang terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilakukan secara berulang atau disebut siklus. Dalam penelitian peningkatan kemandirian anak dengan metode bermain peran di TK Pertiwi Jatirokeh Songgom Brebes dilaksanakan dengan tiga siklus. Gambar I : Bagan Tahapan Dalam Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan Observasi Perencanaan Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Observasi dst 52

70 53 B. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian di lakukan di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes. Waktu penelitian tanggal 1 November 2013sampai 15 Desember 2013 C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah anak TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes kelompok A yang berjumlah 20 anak dari populasi sebanyak 32 anak. D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian kegiatan bermain peran untuk kemandirian anak menggunakan instrumen observasi, dan dokumen foto. E. Penelitian Tindakan Kelas 1. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus I Dalam Penelitian Tindakan Kelas siklus I peneliti menggunakan tema : Pekerjaan dan sub tema : Tukang potong rambut, adapun pelaksanaanya sebagai berikut : a. Persiapan 1) Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran antara lain membuat Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Harian dengan tema Pekerjaan dan sub tema Tukang potong Rambut 2) Peneliti membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tentang bermain peran yaitu

71 54 berupa lembar observasi yang lebih berorientasi untuk mengevaluasi tentang aspek kemandirian anak. 3) Peneliti menyiapkan setting area tempat potong rambut beserta kelengkapannya antara lain: gunting, jepitan, hair sprey, sisir, kacadan lain-lain. b. Pelaksanaan 1) Guru mengkondisikan anak duduk dengan tenang 2) Guru menjelaskan peran tentang tukang cukur yang akan dilakukan oleh masing-masing anak, dengan tugas yang berbeda-beda antara lain sebagai tukang cukur, pelanggan, pelanggan yang mengantri dan petugas pembersih ruangan. 3) Guru menyuruh anak untuk maju bermain peran sesuai tugas masing-masing, sebagai tukang cukur, pelanggan, pelanggan yang mengantri dan petugas pembersih ruangan. 4) Guru memberi contoh: cara menggunakan gunting yang benar, memakai penutup kain pada pelanggan yang benar, menggunakan sisir yang benar. 5) Guru memberi pujian kepada anak yang sudah bermain peran. 6) Guru memberi arahan dan motivasi pada anak yang belum bisa memerankan tukang potong rambut.

72 55 c. Evaluasi dan Refleksi Dalam tahap observasi pada siklus I yang diamati adalah proses jalannya pembelajaran bermain peran pada anak dengan tema pekerjaandan sub tema menjadi tukang potong rambut. Adapun evaluasinya menggunakan lembar observasi untuk mengetahui jalannya proses pembelajaran anak dalam kegiatan bermain peran menjadi tukang potong rambut. Khususnya untuk mengetahui aspek keberanian dan kepercayaan diri. Memiliki tanggung jawab, mampu bekerja sendiri, menguasi keterampilan dan mengendalikan emosiuntuk meningkatkan kemandirian anak. Evaluasi hasil belajar anak pada siklus I dengan bermain peran menirukan tukang cukur, sedangkan untuk mengetahui aktivitas anak dilakukan dengan observasi terhadap anak selama proses pembelajaran berlangsung. Refleksi adalah mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan. Pada tahap ini yang dilakukan yaitu menganalisis pembelajaran bermain peran untuk meningkatkan kemandirian anak. Setelah dianalisis akan terlihat permasalahan atau muncul pemikiran baru yang memerlukan tindakan baru, sehingga perlu perencanaan ulang atau tindakan ulang. Hasil refleksi ini akan digunakan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan siklus II.

73 56 2. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus II Dalam Penelitian Tindakan Kelas siklus II peneliti menggunakan tema : Pekerjaan dan sub tema : Guru Olah Raga, adapun pelaksanaanya sebagai berikut : a. Persiapan 1) Peneliti menyiapkan rencana pembelajaran antara lain membuat Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Harian dengan tema Pekerjaan dan sub tema Guru Olah Raga 2) Peneliti membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tentang bermain peran yaitu berupa lembar observasi yang lebih berorientasi untuk mengevaluasi tentang aspek kemandirian anak. 3) Peneliti menyiapkan setting area tempat olah raga beserta kelengkapannya antara lain: peluit, kaset senam, tape rekorder dan lain-lain.. b. Pelaksanaan 1) Guru mengkondisikan anak untuk duduk berjajar di mana setiap banjarnya terdapat 5 anak. 2) Guru menjelaskan tata cara bermain peran sebagai guru olah raga dan dialognya. 3) Guru menyuruh 2 atau 3 anak untuk maju ke depan bermain peran sebagai guru olah raga dan murid.

74 57 4) Guru memberi pujian bagi anak yang maju untuk memerankan sesuai perannya. 5) Guru memberi contoh cara berbaris yang benar, gerakan senam yang benar, menggunakan peluit. c. Evaluasi/refleksi Observasi atau pengamatan dilaksanakan terhadap aktivitas anak dalam pembelajaran. Evaluasi hasil belajar anak pada siklus II dengan bermain peran sebagai guru olah raga, sedangkan untuk mengetahui tentang aktivitas anak dilakukan dengan pengamatan. Refleksi pada siklus II ini dimaksudkan untuk membuat kesimpulan dari pelaksanaan kegiatan dan tindakan serta sikap anak yang terjadi selama pembelajaran pada siklus II. Pada tahap ini peneliti diharapkan dapat mengetahui tentang peningkatan dan perubahan perilaku anak terhadap pembelajaran metode yaitu bagaimana dapat anak bisa memerankan tokoh sebagai guru olah raga. 3. Proses Penelitian Tindakan Kelas Siklus IIL Dalam Penelitian Tindakan Kelas siklus II peneliti menggunakan tema : Pekerjaan dan sub tema : dokter, adapun pelaksanaanya sebagai berikut :

75 58 a. Persiapan 1) Peneliti menyiapkan rencana pembelajaran antara lain membuat Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Harian dengan tema Pekerjaan dan sub tema Dokter 2) Peneliti membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tentang bermain peran yaitu berupa lembar observasi yang lebih berorientasi untuk mengevaluasi tentang aspek kemandirian anak. 3) Peneliti menyiapkan setting area tempat dokter beserta kelengkapannya antara lain: stetoskop, thermometer, jarum suntik dan lain-lain.. b. Pelaksanaan 1) Guru mengkondisikan anak untuk duduk berjajar di mana setiap banjarnya terdapat 5 anak. 2) Guru menjelaskan tata cara bermain peran sebagai dokter, juru rawat dan pasien beserta dialognya. 3) Guru memberi contoh cara memakai stetoskop yang benar, cara memakai baju dokter yang benar, memeriksa pasien. 4) Guru menyuruh 2 atau 3 anak untuk maju ke depan bermain peran sebagai dokter, juru rawat dan pasien. 5) Guru memberi pujian bagi anak yang maju untuk memerankan sesuai perannya.

76 59 6) Guru memotivasi anak yang belum bisa mandiri dalam memerankan tokoh yang diperankan. c. Evaluasi/refleksi Observasi atau pengamatan dilaksanakan terhadap aktivitas anak dalam pembelajaran. Evaluasi hasil belajar anak pada siklus IIL dengan bermain peran sebagai pasien, perawat dan dokter, sedangkan untuk mengetahui tentang aktivitas anak dilakukan dengan pengamatan. Refleksi pada siklus III ini dimaksudkan untuk membuat kesimpulan dari pelaksanaan kegiatan dan tindakan serta sikap anak yang terjadi selama pembelajaran pada siklus III. Pada tahap ini peneliti diharapkan dapat mengetahui tentang peningkatan dan perubahan perilaku anak terhadap pembelajaran metode yaitu bagaimana dapat anak bisa memerankan tokoh sebagai pasien, perawat dan dokter. 4 Pedoman Observasi Observasi adalah upaya mengamati dan mendokumentasikan hal-hal yang terjadi selama tindakan berlangsung(suryana.2010:51). Lebih lanjut Suryana menegaskan pada saat dilakukan tindakan, secara bersamaan juga dilakukan pengamatan tentang sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi dijadikan bahan masukan dalam refleksi. Pedoman observasi yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah lembar pengamatan sebagai pedoman dalam mengamati tingkah laku anak pada saat proses pembelajaran berlangsung.

77 60 Aspek yang diamati dalam observasi yaitu: a. Keberanian dan kepercayaan diri b. Memiliki rasa tanggung jawab c. Mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) d. Menguasai keterampilan e. Mampu mengendalikan emosi Pedoman Observasi Kegiatan Bermain Peran Siklus I Tema : Pekerjaan Sub tema : Tukang Potong Rambut NO INDIKATOR KEGIATAN YANG DILAKUKAN ANAK KET 1 Keberanian / kepercayaan diri a. Anak berani tampil menjadi tukang potong rambut. b. Anak mengajak teman untuk potong rambut. c. Anak membayar biaya / ongkos potong rambut. dengan bertanya berapa ongkosnya. d. Anak percaya diri memakaikan kain sebelum memotong rambut e. Anak menanyakan pada konsumen, mau dipotong rambut dengan model apa f. Anak mengeramasi rambut konsumen sebelum dipotong 2 Memiliki rasa tanggung jawab a. Anak menyiapkan alat alat yang digunakan untuk potong rambut. b. Anak mampu memotong rambut konsumen sampai selesai. c. Anak membersihkan bekas potongan rambut untuk dibuang ditempat sampah. d. Anak mengembalikan alat alat potong setelah selesai digunakan pada tempatnya. e. Anak membersihkan peralatan yang habis dipakai f. Anak mempersilahkan anak anak yang menunggu giliran untuk dipotong rambutnya 3 Menguasai a. Anak dapat memasangkan kain penutup badan dengan

78 61 ketrampilan 4 Mampu bekarja sendiri 5 Mengendalikan emosi benar. b. Anak memotong rambut dengan benar c. Anak menggunakan gunting dengan benar d. Anak merapikan rambut konsumen setelah dipotong e. Anak menyemprotkan hairspray setelah selesai f. Anak dapat menggukan sisir dengan benar a. Anak mampu memasangkan kain sendiri sebelum dimulai potong rambut tanpa dibantu. b. Anak dapat menggunakan gunting sesuai fungsinya. c. Anak melakukan kegiatan potong rambut sampai selesai tanpa bantuan d. Anak merapikan rambut konsumen setelah selesai pemotongan rambut e. Anak dapat menggunakan sisir untuk merapikan guntingan rambut f. Anak dapat menggunakan semprotan/hair spray untuk merapikan hasil potongan rambut a. Anak ceria/ senang dalam kegiatan bermain peran menjadi tukang potong rambut. b. Anak senang ketika dapat memakaikan kain kepada konsumen yang akan potong rambut c. Anak tampak berhati hati saat memotong rambut konsumen d. Anak senang bisa melakukan bermain peran sebagai tukang potong rambut. e. Anak sabar menunggu giliran untuk potong rambut f. Anak senang berkaca setelah potong rambut Pedoman Observasi Kegiatan Bermain Peran Siklus II Tema : Pekerjaan Sub tema : Guru Olah Raga NO INDIKATOR KEGIATAN YANG DILAKUKAN ANAK KET 1 Keberanian / kepercayaan diri a. Anak mampu memimpin baris, mengatur barisan. b. Memberi contoh gerakan pemanasan didepan teman teman. c. Melakukan gerakan senam sesuai irama musik. d. Anak percaya diri memberi penjelasan tentang gerakan senam. e. Anak menegur teman yang tidak mau berbaris f. Anak memperbaiki gerakan temannya yang salah pada waktu senam 2 Memiliki rasa a. Anak mampu melakukan persiapan sebelum dimulai

79 62 tanggung jawab 3 Menguasai keterampilan 4 Mampu bekarja sendiri 5 Mengendalikan emosi kegiatan berolahraga. b. Anak mengajarkan olahraga kepada teman teman sampai selesai. c. Anak membantu teman yang belum bisa senam. d. Anak meletakan kembali alat alat yang telah digunakan dalam berolahraga. e. Menegur temannya yang tidak mau ikut senam f. Sebelum dilakukan kegiatan senam, dikasih gerakan pemanasan dulu. a. Anak menyiapkan tape untuk memutar kaset senam dan peluit. b. Anak mengabsen teman yang hadir. c. Anak dapat menata kembali peralatan yang telah dipakai pada tempatnya. d. Anak dapat melakukan kegiatan berolahraga senam sampai selesai. e. Anak menguasai gerakan pemanasan f. Anak menguasai gerakan senam secara keseluruhan a. Anak dapat menggunakan peluit untuk mengatur barisan saat berolahraga. b. Anak dapat menggunakan tape recorder dan kaset untuk berolahraga senam. c. Anak mengatur barisan dengan rapi. d. Anak memberi contoh gerakan senam di depan. e. Anak mampu bergerak sesuai irama dengan hitungan yang benar. f. Anak mampu merawat kembali peralatan yang habis dipakai a. Anak terlihat senang/ ceria saat bermain peran sebagai guru olah raga. b. Anak sangat antusias untuk mengatur baris teman temannya untuk berolahraga. c. Anak tidak takut saat tampil melakukan kesalahan. d. Anak sabar menunggu giliran saat tampil. e. Anak bersabar ketika ada teman yng tidak ikut berbaris f. Anak bersabar ketika ada temanya yang melakukan gerakan yang salah ketika senam

80 Pedoman Observasi Kegiatan Bermain Peran Siklus III Tema : Pekerjaan Sub tema : Dokter NO INDIKATOR KEGIATAN YANG DILAKUKAN ANAK KET 1 Keberanian / kepercayaan diri a. Anak berani tampil sebagai dokter b. Anak mau bertanya tentang keluhannya pada pasien. c. Anak berani untuk memeriksa pasien d. Anak berani menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya. e. Anak berani mengukur berat badan pasien 2 Memiliki rasa tanggung jawab 3 Menguasai keterampilan 4 Mampu bekarja sendiri 5 Mengendalikan emosi f. Anak mencatat keluhan pasien a. Anak mampu berperan sebagai dokter sampai selesai. b. Menyiapkan alat alat yang dipakai untuk memeriksa. c. Anak memeriksa pasien sampai selesai. d. Menata kembali peralatan pada tempatnya. e. Anak memberi obat yang diperlukan pasien f. Anak menyuntik pasien yang sakit a. Anak dapat mengambil alat periksa sendiri. b. Anak bisa menggunakan alat stetoskop untuk memeriksa pasien. c. Anak mampu menimbang berat badan pasien sebelum diperiksa. d. Anak dapat memberikan resep pada pasien setelah diperiksa. e. Anak menyuntik pasien ditempat yang benar f. Anak mencatat hasil timbangan dan keluhan pasien a. Anak mampu bertanya dan menjawab pertanyaan sebagai dokter maupun sebagai pasien. b. Anak menggunakan stetoskop, thermometer dengan benar. c. Anak dapat memeriksa pasien dengan benar, berbaring, mengukur suhu badan. d. Anak dapat mencuci tangan setelah memeriksa pasien. e. Anak mampu mencatat keluhan pasien f. Anak dapat menata kembali peralatan yang habis dipakai a. Anak tidak takut saat memeriksa pasien atau saat diperiksa dokter b. Anak terlihat senang saat berperan sebagai dokter, pasien. c. Anak senang senang saat menggunakan baju dokter. d. Anak senang saat menggunakan alat alat yang digunakan untuk memeriksa. e. Anak saling bekerja sama dengan teman saat bermain peran, sabar menunggu giliran diperiksa atau memeriksa pasien. f. Anak sabar menunggu giliran bermain peran 63

81 64 Pedoman Observasi Penilaian Bermain Peran dalam Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A TK Pertiwi Jatirokeh Brebes Nama / Kelompok :.. No 1. Aspek yang di Observasi Keberanian dan kepercayaan diri anak dalam bermain peran Alternatif Penilaian SM MM BM Ket 2. Memiliki rasa tanggung jawab dengan tugas yang diperankan saat tampil 3. Mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) waktu bermain peran 4. Menguasi keterampilan sesuai dengan tugas yang diperankan saat tampil 5. Mampu mengendalikan emosi mainnya pada saat bermain Keterangan : SM : Sudah Muncul nilai = MM : Mulai Muncul nilai = BM : Belum Muncul nilai = 5 Dokumentasi Dokumentasi adalah sekumpulan berkas yakni mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya.

82 65 Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa metode dokumentasi dapat diartikan sebagai suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, dan lain sebagainya. Dokumenter adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsi-arsip dan buku-buku tentang pendapat, teori atau hukum yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 1997 : 187). Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dokumentasi berupa foto. Pengambilan dokumentasi ini sebagai gambaran pembelajaran bermain peran untuk meningkatkan kemandirian anak kelompok A, sebagai bukti autentik terhadap penerapan tersebut. Foto digunakan untuk merekam perilaku anak dan guru selama pembelajaran bermain peran berlangsung. Adapun gambar yang diambil adalah peristiwa-peristiwa tertentu pada saat pembelajaran bermain peran untuk kemandirian anak. Dalam pengambilan gambar, peneliti meminta bantuan teman untuk melakukan pemotretan. Dokumentasi foto tersebut meliputi kegiatan Penelitian Tindakan Kelas dari Siklus I sebagai tukang potong rambut, Siklus II sebagai guru olah raga dan Siklus III sebagai dokter.

83 66 F. Teknik Analisis Data Teknik yang dilakukan untuk memperoleh data dengan menggunakan tes. Tes dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada siklus I sampai dengan siklus III. Tes bermain peran merupakan tes individu. Hasil tes pada siklus pertama dianalisis. Dari analisis tersebut, dapat diketahui kelemahan-kelemahan yang ada, kemudian anak diberi pembekalan untuk menghadapi tes pada siklus berikutnya. Untuk menghitung nilai keberhasilan peningkatan kemandirian anak dengan bermain peran di kelompok A TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes pada setiap siklus menggunakan rumus: P : N x 100% A Keterangan P : Skor persentase N : Perolehan nilai anak, A : Jumlah responden % : Tingkat keberhasilan yang di capai anak Hasil perhitungan nilai anak dari masing-masing kegiatan peningkatan kemandirian anak di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes, kemudian dibandingkan antara siklus I sampai siklus III. Hasil ini yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui persentase peningkatan kemandirian anak kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes. Data tersebut kemudian dianalisa secara deskriptif persentase

84 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada sebuah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini yaitu TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Brebes. TK ini berlokasi di Jln. K.H Marjuned Rt 03/02 Desa Jatirokeh Kec. Songgom Kab. Brebes. Fasilitas yang disediakan adalah ruangan kelas, dapur, kamar MCK, ruang kepala sekolah, ruang tamu, alat permainan edukatif, dan buku-buku cerita anak. Proses kegiatan Belajar Mengajar dilakukan dari hari Senin-Sabtu (Pukul WIB). TK ini berdiri sejak 15 Februari 1975, diprakasai oleh Bapak Ali Suwarno. Visi dan misi dari TK Pertiwi Jatirokeh adalah memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan orang lain diperlukan agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan ahlak yang mulia, usia dini merupakan saat yang sangat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, agama, etika, moral, serta social dan kemandirian yang berguna untuk kehidupan anak selanjutnya. Sampai saat ini jumlah peserta didik di TK Pertiwi Jatirokeh ada 32 siswa yang terbagi menjadi dua kelompok. Sebagai wujud keseriusan TK Pertiwi Jatirokeh, TK ini dibantu oleh tenaga professional yang sudah pengalaman dan terlatih. TK Pertiwi Jatirokeh memiliki 3 tenaga kepegawaian dan dipimpin oleh Ibu Mukhayaroh. Data tentang jumlah tenaga kepegawaian seperti tabel di bawah ini: 67

85 68 Tabel 1 Data Tenaga Kepegawaian di TK Pertiwi Jatirokeh NO NAMA JABATAN 1. Mukhayaroh Kepala Sekolah 2. Tukriyah. A.Ma. Guru Kelas A 3. Supriyatin. A. Ma. Guru Kelas B 4. Alilmiyatun Guru Bantu Data Siswa TK Pertiwi Jatirokeh Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes NO TAHUN AJARAN JUMLAH SISWA KELOMPOK KET A B B. Sarana dan Prasarana TK Pertiwi Jatirokeh 1. Sarana di TK Pertiwi Jatirokeh Secara umum keadaan gedung dan halaman TK Pertiwi Jatirokeh sudah baik, kondisi cukup bersih dan aman, halaman bermain cukup luas. Ruang tempat belajar cukup luas, juga terdapat kantor, dapur, dan kamar mandi / WC. Di

86 69 dalam masing-masing ruang belajar tersebut terdapat loker sebagai tempat untuk menaruh buku dan alat tulis anak. SARANA PRASARANA TK PERTIWI JATIROKEH KEC.SONGGOM-KAB.BREBES NO PRASARANA YANG DIMILIKI LEMBAGA JUMLAH KONDISI 1 Ruang kelas 2 Baik 2 Ruang kantor 1 Baik 3 Ruang dapur 1 Baik 4 Gudang 1 Baik 5 Kamar mandi/wc 1 Baik 6 Ruang bermain dalam 1 Baik 2. Alat Permainan SARANA APE LUAR NO JENIS APE LUAR (OUT DOOR) SATUAN JUMLAH KONDISI 1 Ayunan 2 2 Baik 2 Undar 1 1 Baik 3 Jungkitan 1 1 Baik 4 Prosotan 1 1 Baik

87 70 SARANA PERMAINAN APE DALAM B JENIS APE DALAM (IN DOOR) SATUAN JUMLAH KONDISI 1 PUZZLE 30 set 30 set Baik 2 Rebana 2 set 2 set Baik 3 Balok 3 set 3 set Baik 4 Pohon hitung 2 set 2 set Baik 5 Bowling 3 set 3 set Baik 6 Jam Kayu 3 3 Baik 7 Market Polisi 2 2 Baik 8 CD Berhitung 2 2 Baik 9 CD Huruf 2 2 Baik 10 DVD 1 1 Baik 11 Mikrofon 1 1 Baik 12 TV 1 1 Baik C. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang peneliti diuraikan yaitu hasil pemberian tugas dan observasi. Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian yang meliputi observasi sebelum mengadakan penelitian tindakan kelas. Penguraian hasil penelitian kemandirian anak kelompok A, dengan bermain peran disajikan dalam bentuk hasil pemberian tugas dan observasi siklus I sampai siklus III, observasi dan dokumen foto.

88 71 Sistem penyajian data hasil kegiatan bermain peran untuk peningkatan kemandirian pada siklus I, II dan siklus III dipaparkan dalam bentuk deskriptif persentase yaitu paparan kalimat dan angka-angka dalam tabel disertai penjelasannya. Aspek isi yang dinilai dalam bermain peran adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kategori Penilaian Bermain Peran No Aspek Penilaian 1. Keberanian dan Nilai Kreteria Katego ri kepercayaan diri a. Siswa sangat berani dan percaya diri baik anak untuk tampil bermain peran di depan kelas b. Siswa berani dan percaya diri untuk cukup memerankan tokoh di depan kelas c. Siswa kurang berani dan kurang Kurang percaya diri untuk tampil bermain peran di depan kelas 2. Memiliki rasa tanggung jawab a. Tanggung jawab yang dimiliki siswa Baik sangat besar dan baik b. Tanggung jawab yang dimiliki siswa Cukup cukup besar c. Tanggung jawab yang dimiliki siswa Kurang kurang 3. Mampu bekerja sendiri (tanpa a. Mampu bekerja sendiri siswa saat Baik bantuan orang bermain peran Nampak dan baik

89 72 No Aspek Penilaian lain) Nilai Kreteria b. Mampu bekerja sendiri siswa saat Katego ri Cukup bermain peran cukup nampak c. Mampu bekerja sendiri siswa saat Kurang bermain peran kurang Nampak 4. Menguasai a. Sangat menguasai karakter bermain Baik keterampilan peran sesuai tokoh yang diperankan b. Menguasi karakter bermain peran Cukup sudah cukup c. Kurang menguasi karakter berperan Kurang sesuai tokoh yang diperankan 5. Mampu a. Mampu mengendalikan emosi Baik mengendalikan dengan teman mainnya emosi b. Dapat mengendalikan emosi dengan Cukup teman mainnya c. Tidak dapat mengendalikan emosi Kurang dengan teman mainnya 1. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I a) Tema pekerjaan sub tema Tukang Potong Rambut b) Desain area tempat bermain peran disetting menjadi tempat potong rambut beserta kelengkapannya antara lain: gunting, jepitan, hair sprey, sisir, kaca dan lain-lain. c) Sebelum dimulai guru menjelaskan aturan permainan, dalam kegiatan bermain peran sebagai tukang potong rambut. Aturan yang pertama ada yang memerankan sebagai tukang potong rambut, aturan yang kedua pada

90 73 saat kegiatan ada yang sebagai konsumen/pelanggan yang ingin memotong rambutnya, dan yang ketiga ada yang sebagai konsumen yang sedang mengantri, mendapat giliran untuk potong rambut. Kegiatan tersebut dilakukan dengan bergantian, sehingga semua anak mendapat giliran dalam memerankan sebagai tukang potong rambut, sebagai konsumen yang sedang dipotong maupun yang sedang menunggu. Sedangkan alur Cerita / Skenarionya adalah sebagai berikut: Pak Diki sebagai tukang cukur, tiap hari Pa Diki membuka tempat potong rambutnya mulai pukul dan tutup setiap pukul WIB. Pak Diki sangat ramah, ia banyak pelanggan yang datang ingin memotong rambutnya, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Suatu hari Bagus, Dika, Anda dan teman lainnya datang ke tempat cukur Pak Diki, mereka ingin merapikan rambutnya yang sudah kelihatan panjang. Pak Diki menyapa mereka dengan ramah, anak-anak merasa senang, dan tidak takut untuk memotong rambutnya. Mereka secara bergiliran dilayani Pak Diki untuk dipotong rambut, setelah selesai mereka permisi dan membayar Pak Diki sebagai jasa tukang potong rambut, tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih kepada Pak Diki Dialog - Dika : Assalamu alaikum...

91 74 - Pak Diki : Walaikumsalam..., ada yang bisa Pak Diki bantu nak? - Dika : Iya Pak, saya dan teman-teman mau merapikan rambut, pak. - Pak Diki : Oh... mari silahkan masuk, duduk dulu yah. Siapa yang akan dipotong rambutnya lebih dulu. - Anda : Saya Pak, rambut saya sudah panjang. - Dika : Saya dulu Pak Diki... - Pak Diki : Ya Yah, nanti semua akan mendapat giliran untuk di cukur, biar semua kelihatan rapi yah? Sabar dulu yah nak? - Anda : Ya Pak. - Pak Diki : Yah silahkan Dika duduk dikursi; untuk dicukur, Pak Diki mulai mempersiapkan peralatannya. - Bagus : Kelihatan diam saja, juga Lana mereka hanya memandang temannya yang sedang dicukur. - Pak Diki : Yah, sekarang sudah selesai silahkan kalian boleh pulang. - Dika : Terima kasih Pak Diki, ini ongkosnya yah Pak?! Wassalamualaikum. - Pak Diki : Walaikum salam.

92 75 d) Selama kegiatan berlangsung peneliti dan guru selalu mengobservasi jalannya kegiatan. a. Hasil Evaluasi/Refleksi Peneliti dan guru mengamati jalannya kegiatan dengan metode bermain peran yaitu sebagai tukang cukur / potong rambut, mereka saling berdialog dengan teman sesuai tugas masing-masing dalam bermain peran, ternyata masih ada anak yang belum berani berdialog, bahkan diam saja, seperti Bagus dan Lana, mereka belum berani bertanya atau menjawab pertanyaan. Dalam siklus I anak-anak dalam kegiatan bermain peran masih perlu peningkatan, seperti belum percaya diri, bertanggungjawab dengan peran masing-masing, mampu bekerja sendiri, menguasai ketrampilan serta dalam mengendalikan emosi masih perlu tindak lanjut, agar anak lebih mampu dalam bermain peran dalam peningkatan kemandirian anak. Diskripsi hasil penerapkan metode bermain peran dalam upaya peningkatan kemandirian anak kelompok A pada siklus I adalah : berdasarkan hasil observasi pelaksanaan siklus I, dari 20 anak dilihat dari pencapaian ada 2 anak atau 10% yang sudah muncul () 9 anak mulai muncul () dan 9 anak masih belum muncul () dengan katagori kurang. Dengan demikian maka perlu adanya tindakan lagi pada siklus II, supaya mencapai indikator keberhasilan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan perbaikan dalam pelaksanaan siklus I, yaitu

93 76 penguasaan metode / materi oleh guru dalam merangsang anak, dalam kegiatan bermain peran untuk kemandirian anak kelompok A masih perlu peningkatan. Berikut ini hasil observasi pemberian tugas bermain peran sebagai tukang cukur pada siklus I Hasil pemberian tugas siklus I adalah hasil kemampuan bermain peran untuk meningkatkan kemandirian anak. Pemberian tugas siklus I dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan awal kemandirian anak kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh Songgom Brebes. Hasil pemberian tugas dilihat pada tabel 3 sebagai berikut. Tabel. 3 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus I No Kategori Aspek keberanian dan kepercayaan diri anak Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang Jumlah = 50% Kurang

94 77 Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa kemampuan bermain peran untuk kemandirian masih memerlukan banyak latihan dilihat dari pencapaian keberhasilan hanya 50% diantara 20 anak 2 anak sebesar 5% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 9 anak sebesar 45% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 10 anak sebesar 50% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang. Tabel. 4 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus I No Kategori Aspek Memiliki rasa tanggung jawab Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang Jumlah = 50% Kurang Keterangan:

95 78 Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa memiliki rasa tanggung jawab dalam bermain peran masih memerlukan banyak latihan terlihat dari nilai pencapaian keberhasilan hanya 3 anak sebesar 15% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 7 anak sebesar 35% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 10 anak sebesar 50% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang. Tabel. 5 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (Tanpa Bantuan Orang Lain) Anak siklus I Aspek mampu No Kategori bekerja sendiri (tanpa bantuan Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian orang lain) keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang 9 45 Jumlah = 55% Kurang

96 79 Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) saat tampil masih memerlukan banyak latihan terlihat dari nilai pencapaian keberhasilan hanya 2 anak sebesar 10% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 9 anak sebesar 45% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 9 anak sebesar 45% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang. Tabel. 6 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai dengan Tugas yang Diberikan Anak siklus I No Kategori Aspek Menguasi Keterampilan sesuai dengan tugas yang diberikan Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang Jumlah = 50% Kurang Keterangan:

97 80 Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 6 dapat dijelaskan bahwa dalam memerankan tokoh jadi tukang cukur yang sesuai masih memerlukan banyak latihan terlihat dari nilai pencapaian keberhasilan hanya 2 anak sebesar 10% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 8 anak sebesar 40% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 10 anak sebesar 50% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang. Tabel. 7 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi Main Anak siklus I No Kategori Aspek mampu mengendalikan emosi mainnya Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang Jumlah = 50% Kurang Keterangan: Baik : ( )

98 81 Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 7 dapat dijelaskan bahwa anak belum dapat mampu mengendalikan emosi saat tampil, masih memerlukan banyak latihan terlihat dari nilai pencapaian keberhasilan hanya 1 anak sebesar 5% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 9 anak sebesar 45% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 10 anak sebesar 50% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang. Perincian hasil nilai pemberian tugas tiap-tiap aspek penilaian pada kemampuan bermain peran keberanian dan kepercayaan diri, bertanggung jawab, mampu bekerja sendiri, dapat menguasai keterampilan, dan mampu mengendalikan emosi pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel. 8 Rekapitulasi tingkat keberhasilan Peningkatan Kemandirian Anak Kelompok A siklus I No Apsek yang dinilai Nilai tingkat pencapaian Keberhasilan 1. Keberanian dan kepercayaan diri 50% 2. Memiliki rasa tanggung jawab 50% 3. Mampu bekerja sendiri 55% 4. Mengusai keterampilan 50% 5. Mampu mengendalikan emosi 50%

99 82 Berdasarkan tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa nilai tingkat pencapaian keberhasilan pada setiap penilaian hasil pemberian tugas keberanian dan kepercayaan diri, memiliki rasa tanggung jawab, mampu bekerja sendiri, menguasai keterampilan dan mampu mengendalikan emosi pada siklus I. Aspek keberanian dan kepercayaan diri nilai tingkat pencapaian keberhasilan 50% %, memiliki rasa tanggung jawab 50%, mampu bekerja sendirii 55%, menguasai keterampilan 50% dan mampu mengendalikan emosi 50%. Hasil nilai pemberian tugas secara klasikal sebagaimana dalam tabel di atas merupakan gabungan dari 5 aspek yang digunakan untuk menilai kemampuan kemandirian akan kelompok A dengan metode bermain peran. Adapun hasil perolehan tiap-tiap aspek secara terinci dapat dilihat pada diagram dan uraian sebagai berikut Aspek yang Dinilai Keberanian dan kepercayaan diri Memiliki rasa tanggung jawab Mampu bekerja sendiri Menguasai keterampilan Mampu mengendalikan emosi

100 83 b. Hasil Dokumentasi Dokumentasi pada siklus I ini berupa foto yang diambil selama pembelajaran pada siklus I berlangsung. Berikut merupakan gambar-gambar selama proses pembelajaran bermain peran sebagai tukang cukur. Berlangsung mulai dari awal kegiatan. Gambar 2 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut

101 84 Gambar 3 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut Gambar 4 Anak sedang melakukan persiapan potong rambut

102 85 Gambar 5 Anak sedang memotong rambut Gambar 6 Anak sedang merapikan hasil potongan rambut

103 86 Gambar 7 Anak sedang menunggu giliran potong rambut 2. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II a) Tema : Pekerjaan Sub Tema: Guru Olah Raga b) Desain area tempat bermain peran disetting menjadi tempat mengajar guru olah raga, Media / alat yang digunakan adalah tape recorder, kaset untuk mengiringi senam ketika guru mengajarkan pada anak-anak, peluit dan lain lain.. c) Sebelum kegiatan di mulai guru / peneliti menjelaskan tentang aturan bermain peran sebagai guru yang mengajarkan olah raga pada anak-anak, agar anak lebih berani untuk tampil. Sedangkan alur ceritanya sebagai berikut :

104 87 Setiap hari jum at di TK Pertiwi Jatirokeh diajarkan pembelajaran Olah Raga, ibu guru olah raga namanya Ibu Dini, Bu Dini orangnya baik dan suka sekali mengajarkan anak-anak senam, karena dengan olah raga yang teratur anak-anak akan sehat. Anakanak semangat jika berolah raga senam dengan diiringi musik. Sebelum dimulai Bu Dini menyiapkan anak-anak untuk baris yang teratur. Semua berpakaian olah raga, sehingga kelihatan bagus, anakanak mengikuti perintah Bu Dini, mulai baris masuk kelas, sebelum kegiatan olah raga. Bu Dini mengabsen anak-anak untuk mengetahui siapa yang tidak hadir, kegiatan awal dimulai awal dengan pemberian tugas pada anak-anak untuk maju kedepan membuat garis, anak-anak antusias untuk maju, tapi Lana, Delon, Rizka, Azka kelihatan diam. Setelah selesai Bu Dini mulai mengajak anak-anak olah raga senam bersama-sama, Bu Dini mengatur barisan setelah rapi baru dimulai, Bu Dini memutar caset, dan memberi contoh gerakan di depan anakanak menirukan gerakan. Senam bersama dilakukan selama 30 menit sejak mulai pemanasan sampai selesai, semua anak-anak beristirahat setelah kegiatan berolah raga selesai, tidak lupa Bu Dini pesan pada anakanak bahwa olah raga itu penting untuk kesehatan. Bu Dini : Selamat pagi anak-anak, apa kabarnya hari ini?!

105 88 Siswa Bu Dini : Selamat pagi bu guru, hari ini kabarnya baik. : Hari ini kita mau berolah raga senam sehat ceria, siapa yang mau senam. Siswa : Ada beberapa siswa yang langsung tunjuk jari saya bu guru, tapi ada juga yang diam saja. Bu Dini Siswa Bu Dini : Sekarang kita baris berjajar lima-lima : Mulai baris dengan diatur Bu Dini : Sebelum di mulai coba berhitung mulai dari sebelah kanan barisan depan Citra mulai. Siswa Bu Dini : Barisan depan Citra mulai berhitung satu, dua dst... : Sekarang bu guru mau mencontoh gerakannya sebelum di mulai dengan musik. Siswa Bu Dini : Yah bu guru, lalu menirukan gerakan senam. : Sekarang memakai musik, yu siap semua, lalu bu Dini memutar tape supaya ada musik. Siswa Bu Dini : Semua siswa senam sesuai musik : Di depan sambil melihat anak-anak senam dan juga memberi contoh senam di depan, setelah selesai Bu Dini menyuruh anak-anak untuk beristirahat. d) Selama kegiatan berlangsung peneliti dan guru selalu mengobservasi jalannya kegiatan.

106 89 a. Hasil Evaluasi /refleksi Peneliti dan guru mengamati jalannya kegiatan bermain peran sebagai guru olah raga, untuk peningkatan kemandirian anak kelompok A. Pada pelaksanaan siklus pertama dengan bermain peran tukang potong rambut, kegiatan kedua ini diharapkan anak-anak mengikuti kegiatan bermain peran, baik yang menjadi guru maupun siswa, mereka bermain peran dengan bergantian. Namun masih banyak siswa yang masih belum mampu, berperan jadi guru maupun sebagai siswa. Ada yang masih malu, diam bahkan ada yang menangis, tapi Dini, Hadinya Fitra sudah baik/mampu, seperti mau memimpin senam, mengatur baris, bagi yang belum muncul guru selalu memberi motivasi, dan perlu meningkatkan dalam mengajarkan metode bermain peran pada siswa khususnya Kelompok A. Deskripsi hasil penerapan metode bermain peran untuk peningkatan kemandirian anak kelompok A, berdasarkan pelaksanaan siklus II dari 20 siswa ada yang sudah mencapai kemampuannya atau sudah muncul yaitu percaya diri 12 anak atau 60%, aspek tanggung jawab 11 anak 55%, mampu bekerja sendiri 13 anak atau 65% menguasai ketrampilan 12 anak 60% dan dapat mengendalikan emosi 12 anak 60%. Setiap aspek dinilai berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan penilaian di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Jatirokeh yaitu (lingkaran penuh), (centang), dan (lingkaran kosong).

107 90 Tabel 9 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus II Nilai keberanian dan Nilai tingkat No Kategori kepercayaan diri anak Frekuensi % pencapaian keberhasilan 1. Baik Cukup Kurang 8 40 Jumlah = 60% Kurang Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel. 9 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada kegiatan bermain peran untuk peningkatan kemandirian anak dalam kategori kurang. Hal ini berarti kemandirian anak kelompok A masih perlu diulang, diantara 20 anak sebanyak 5 anak sebesar 25% memperoleh nilai (lingkaran penuh), dengan kategori baik, sebanyak 7 anak sebesar 35% memperoleh nilai (centang), dengan kategori cukup, dan sebanyak 8 anak sebesar 40% memproleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang.

108 91 Tabel. 10 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus II No Kategori Aspek memiliki rasa tanggung jawab Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian NILAI 1. Baik Cukup Kurang 9 45 Jumlah keberhasilan = 55% Kurang Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek tanggung jawab hanya 3 anak sebesar 15% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 8 anak sebesar 40% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 9 anak sebesar 45% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang.

109 92 Tabel. 11 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (tanpa Bantuan Orang Lain) siklus II No Kategori Aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) saat tampil Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Sangat Baik Baik Kurang 8 40 Jumlah = 60% Kurang Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) hanya 3 anak sebesar 15% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 9 anak sebesar 45% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 8 anak sebesar 40% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang.

110 93 Tabel. 12 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai Tokoh yang Diperankan siklus II No Kategori Aspek menguasai keterampilan sesuai tokoh yang diperankan Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang 9 45 Jumlah = 60% Kurang Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek menguasai keterampilan sesuai dengan tokoh yang diperankan hanya 4 anak sebesar 15% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 8 anak sebesar 40% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 8 anak sebesar 40% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang.

111 94 Tabel. 13 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi dengan Teman Mainnya siklus II No Kategori Aspek mampu mengendalikan emosi dengan teman mainnya Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang 8 40 Jumlah = 60% Kurang Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 13 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek mampu mengendalikan emosi hanya 3 anak sebesar 15% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 9 anak sebesar 45% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 8 anak sebesar 40% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang.

112 95 Adapun perincian hasil nilai pemberian tugas pada tiap aspek penilaian dalam peran menjadi guru olah raga, pada kelompok A siklus II dapat dilihat dalam tabel 13 berikut. No Tabel 14 Rekapitulasi Tingkat Keberhasilan Pemberian Tugas Bermian Peran pada Siklus II Kelompok A Aspek yang dinilai Keberanian dan percaya diri Memiliki rasa tanggung jawab Tingkat keberhasilan yang dicapai Keterangan 60% Kurang 55% Kurang 3. Mampu bekerja sendiri 65% Kurang 4. Menguasai keterampilan 60% Kurang 5. Dapat mengendalikan emosi 60% Kurang Tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam setiap aspek penilaian pemberian tugas bermain peran pada siklus II masih kurang, yang meliputi aspek kepercayaan diri 60%, aspek rasa tanggung jawab 55%, aspek dalam kemampuan bekerja sendiri 65%, menguasai keterampilan 60%, dan aspek dalam pengendalian emosi 60%. Hasil nilai pemberian tugas secara klasikal, sebagaimana yang tertera dalam tabel 14 merupakan hasil gabungan dari 5 aspek penilaian yang digunakan

113 96 untuk mengetahui tingkat kemandirian anak kelompok A dalam pemberian tugas bermain peran. Adapun hasil tiap-tiap aspek dalam diagram sebagai berikut: Aspek yang dinilai Keberanian percaya diri Tanggung jawab Mampu bekerja sendiri Menguasai keterampilan Mampu mengendalikan emosi Kegiatan observasi dilaksanakan selama proses kegiatan pembelajaran bermain peran kelompok A di TK Pertiwi Jatirokeh-Songgom Kabupaten Brebes. Saat guru menjelaskan caranya berperan sebagai guru olah raga yang benar, semua anak dengann antusias menghadap ke depan dan mendengarkan penjelasan guru dengan senang, tetapi ada juga anak yang kurang tertarik, terlihat pada hasil prosentasi yang dicapai, antara lain keberaniann dan percaya diri yang ditunjukan anak ada 60% atau 12 anak yang berani tampil, sedangkan 8 anak atau 40% masih malu atau takut untuk tampil. Aspek tanggungg jawab 55% atau 11 anak yang mempunyai rasa tanggung jawab, sedangkan 9 anak atau 45% masih belum mampu, untuk kemampuan

114 97 bekerja sendiri 65% atau 13 anak, sedangkan 7 anak atau 35% masih perlu bantuan, untuk penguasaan keterampilan berperan sebagai guru olah raga hanya 12 anak atau 60%, yang 40% atau 8 anak belum terampil dikarenakan anak tidak pernah latihan bagaimana cara menjadi guru olah raga, sedangkan dalam aspek pengendalian emosi ditunjukkan oleh 12 anak atau 60% dapat mengendalikan emosi, sedangkan 8 anak atau 40% anak belum dapat mengendalikan emosinya, masih menangis jika tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Secara umum pembelajaran bermain peran dalam upaya peningkatan kemandirian anak kelompok A masih perlu ditingkatkan kembali, supaya dapat mencapai hasil optimal sesuai harapan peneliti. Hasil pemberian tugas bermain peran untuk mengetahui tingkat kemandirian anak dalam siklus II masih perlu adanya peningkatan, maka perlu adanya tindakan lanjutan yaitu pelaksanaan siklus III. b. Hasil Dokumentasi Dokumentasi pada siklus II ini berupa foto yang diambil selama pembelajaran pada siklus II berlangsung. Berikut merupakan gambar-gambar selama proses pembelajaran bermain peran sebagai guru olah raga.berlangsung mulai dari awal kegiatan.

115 98 Gambar.8 Anak sedang bermain peran sebagai guru olah raga yang sedang menyiapkan anak didiknya masuk ruangan Gambar 2 menunjukkan kegiatan anak sedang bermain peran sebagai guru olah raga yang sedang menyiapkan anak didiknya masuk ke dalam kelas. Setelah bel berbunyi tanda anak-anak masuk kelas. Seperti biasanya anak-anak berbaris di luar kelas dan masuk ke kelas satu per satu. Salah satu anak berperan sebagai guru olah raga..

116 99 Gambar.9 Salah satu anak yang berperan sebagai guru olah raga sedang mengabsen anak didiknya Gambar.10 Anak yang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberi penjelasan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan

117 100 Gambar 11 Anak yang sedang memerankan tokoh guru olah raga sedang memberikan penjelasan pada anak didiknya Gambar 12 Anak yang memerankan guru olah raga sedang memberikan membuat garis lengkung menjadi angka dipapan tulis

118 101 Gambar 13 Anak yang sedang memerankan sebagai guru olah raga sedang memberikan tugas secara bergantian Gambar 14 Anak yang memerankan guru olah raga sedang mempraktekkan kegiatan berolah raga

119 102 Gambar 15 Kegiatan olah raga berlangsung dipandu anak yang sedang memerankan guru olah raga Gambar 16 Anak yang berperan sebagai guru olah raga sedang memberi ulasan pada anak didiknya dibantu peneliti

120 103 Gambar 17 Anak yang memerankan guru olah raga sedang memberi ulasan Gambar 18 Suasana setelah pembelajaran bermain peran selesai

121 104 Terlihat pada gambar anak sedang mengikuti kegiatan bermain peran dengan antusias, senang dan gembira, hal ini bertujuan memotivasi anak supaya tidak malu dan lebih percaya diri dalam bermain peran yang sesuai di depan teman-teman. 3. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus III a) Tema kegiatan : Pekerjaan, Sub Tema : Dokter Lina b) Desain area tepat bermain peran disetting menjadi ruang praktek Dokter Lina, media yang disiapkan dalam kegiatan bermain peran sebagai dokter antara lain: Ruang periksa, tempat tidur untuk memeriksa pasien, buku pendaftaran, alat-alat pemeriksa (tetoskop, timbangan, termometer, obatobatan. c) Aturan dalam permainan metode bermain peran sebagai dokter, perawat dan pasien, peneliti memberikan penjelasan pada anak bagaimana cara menjadi dokter, perawat, dan pasien yang akan berobat. Kegiatan tersebut nanti dilakukan secara bergantian, sehingga semua anak dapat bermain peran, baik sebagai dokter, perawat atau pun pasien. Adapun alur ceritanya sebagai berikut : Ara anak TK, duduk di kelas A, ia anak yang lincah banyak temanteman yang suka bermain dengannya. Suatu Ara mengeluh pada ibunya bahwa perutnya sakit. Ibu Ara membawanya ke dokter untuk periksa. Dokter praktek yang ada di tempat itu namanya dokter Lina. Dokter Lina

122 105 praktek mulai pukul sampai dengan pukul 20.00, kalau pagi mulai pukul sampai pukul Doketr Lina sangat baik, ramah banyak pasien yang berobat, mereka macam-macam penyakitnya. Ada yang gatal-gatal, sakit kepala dan yang berobat karena luka. Secara bergiliran dokter Lina memeriksa pasien satu persatu dengan teliti, tapi sebelum diperiksa pasien harus mendaftar dulu pada perawat yang membantu dokter. Untuk mencatat identitas pasien, apa penyakitnya, setelah selesai di periksa biasanya dokter memberikan obat pada pasien untuk diminum supaya sembuh. Ara/Pasien Perawat Ara/Pasien Perawat : Selamat pagi, Asalamu alaikum... : Walaekum salam, ada yang bisa kami bantu de? : Bu, saya mau periksa perut saya sakit : Silahkan duduk, biar ibu tulis nama daan keluhannya / penyakitnya. Ara/Pasien Perawat : ya terima kasih, : Tunggu dulu yah, sampai giliran namanya di panggil. Masuk ke ruang periksa dan memanggil pasien ( Ara ) Dokter Ara/Pasien : Silahkan masuk. Sakit apa De? : Bu Dokter, saya sakit perut, kemarin saya makan pedas, sehingga perut saya sakit.

123 106 Dokter : Sekarang timbang dulu beratnya, dan dokter periksa dulu. Ara/Pasien Dokter : Menuruti apa yang dokter perintah. : mengambil alat-alat yang digunakan untuk memeriksa pasien, setelah selesai dokter memberi resep obat. ini bu dokter kasih resep, nanti diminum. Ara/Pasien Dokter : Berapa kali minumnya bu dokter? : Ade minum tiga kali, pagi, siang dan malam, jangan lupa makan dulu, semga cepat sembuh. Ara/Pasien Dokter : Terima kasih, Bu dokter... : Sama-samajangan makan yang pedas-pedas lagi yah.. Ara/Pasien : Menuju tempat pendaftaran / perawat untuk membayar sebagai jasa dokter dan ongkos obat. Perawat Ara/Pasien Perawat : Terima kasih semoga cepat sembuh. : Terima kasih, Asalamu alakum : Wa alaikumussalam... d) Peneliti dan guru mempersiapkan lembar observasi. Kegiatan yang akan digunakan mengobservasi selama kegiatan berlangsung.

124 107 a. Hasil Evaluasi /Refleksi Peneliti dibantu guru mengamati jalannya kegiatan pembelajaran bermain peran sebagai dokter, perawat dan pasien, mereka saling bercakap-cakap sesuai peran masing-masing, tapi ada yang masih belum bisa untuk berperan, baik sebagai dokter, perawat ataupun pasien. Da yang bingung memakai tetoskop, termometer, ada yang diam tidak menjawab, ada yang berani bertanya. Dalam siklus III kegiatan bermain peran untuk kemandirian anak mencapai hasil yang maksimal, karena tingkat pencapaian sesuai indikator dan sub indikator yang ada antara lain, seperti aspek percaya diri, tanggung jawab, amampu bekerja sendiri terampil dan mengendalikan emosi sudah mengalami paningkatan yang baia, maka dari itu tidak perlu tindakan lagi untuk memperbaikinya, karena kemandirian anak ada peningkatan yanga alebih baik. Deskripsi hasil penerapan metode bermian peran dalam upaya peningkatan kemandirian anak kelompok A, pada siklus III, berdasarkan hasil observasi dari 20 siswa yang berani dan percaya diriada 6 anak mendapat () atau 30% dan nilai () 9 anak serta 5 anak nlai () kurang, jadi rata-rata aspek yang telah di capai 75% atau 15 anak dari jumlah 20 siswa, 5 siswa masih belum mampu tingkat kemandiriannya, kemungkinan disebabkan faktor keterlibatan dalam kegiatan, karena

125 108 mereka jarang berangkat, jadi dalam mengikuti pembelajaran tidak maksimal. Berikut ini hasil observasi pemberian tugas bermain peran sebagai dokter pada Siklus III. Setiap aspek dinilai berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan penilaian ditaman kanak-kanak Pertiwi Jatirokeh yaitu (lingkaran penuh), (centang), dan (lingkaran kosong). Tabel 15 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Keberanian dan Kepercayaan Diri Anak siklus III Nilai keberanian dan Nilai tingkat No Kategori kepercayaan diri anak Frekuensi % pencapaian keberhasilan 1. Baik Cukup Kurang 5 25 Jumlah = 75% Cukup Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( )

126 109 Berdasarkan tabel. 15 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada kegiatan bermain peran jadi pasien, perawat dan dokter untuk peningkatan kemandirian anak dalam kategori baik. Hal ini berarti kemandirian anak kelompok A sudah baik, diantara 20 anak sebanyak 6 anak sebesar 30% memperoleh nilai (lingkaran penuh), dengan kategori baik, sebanyak 9 anak sebesar 45% memperoleh nilai (centang), dengan kategori cukup, dan sebanyak 5 anak sebesar 20% memproleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang baik. Tabel. 16 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Memiliki Rasa Tanggung Jawab Anak siklus III No Kategori Aspek memiliki rasa tanggung jawab Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian NILAI 1. Baik Cukup Kurang 5 25 Jumlah keberhasilan = 75% Cukup Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( )

127 110 Kurang : ( ) Berdasarkan tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek tanggung jawab hanya 5 anak sebesar 25% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 10 anak sebesar 50% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 5 anak sebesar 25% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang baik. Tabel. 17 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Bekerja Sendiri (tanpa Bantuan Orang Lain) siklus III No Kategori Aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) saat tampil Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang 4 20 Jumlah = 80% Baik Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( )

128 111 Berdasarkan tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek mampu bekerja sendiri (tanpa bantuan orang lain) hanya 5 anak sebesar 25% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 11 anak sebesar 55% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 4 anak sebesar 20% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang baik. Tabel. 18 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Menguasai Keterampilan Sesuai Tokoh yang Diperankan siklus III No Kategori Aspek menguasai keterampilan sesuai tokoh yang diperankan Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang 5 25 Jumlah = 75% cukup Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( )

129 112 Berdasarkan tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek mengusai keterampilan sesuai dengan tokoh yang diperankan hanya 6 anak sebesar 30% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 9 anak sebesar 45% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 5 anak sebesar 25% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang baik. Tabel. 19 Hasil Nilai Tentang Aspek Kemandirian Mampu Mengendalikan Emosi dengan Teman Mainnya siklus III No Kategori Aspek mampu mengendalikan emosi dengan teman mainnya Frekuensi % Nilai tingkat pencapaian keberhasilan NILAI 1. Baik Cukup Kurang 5 25 Jumlah = 75% cukup Keterangan: Baik : ( ) Cukup : ( ) Kurang : ( )

130 113 Berdasarkan tabel 19 di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai pada aspek mampu mengendalikan emosi hanya 4 anak sebesar 20% mendapat nilai (lingkaran penuh) dengan kategori baik, 11 anak sebesar 55% mendapat nilai (centang) dengan kategori cukup, 5 anak sebesar 25% memperoleh nilai (lingkaran kosong) dengan kategori kurang baik. Adapun perincian hasil nilai pemberian tugas pada tiap aspek penilaian dalam peran mejadi pasien, perawat dan dokter, pada kelompok A siklus II dapat dilihat dalam tabel 19 berikut. No Tabel 20 Rekapitulasi Tingkat Keberhasilan Pemberian Tugas Bermian Peran pada Siklus III Kelompok A Aspek yang dinilai Tingkat keberhasilan yang dicapai Keterangan 1. Keberanian dan percaya diri 75% Cukup 2. Memiliki rasa tanggung jawab 75% Cukup 3. Mampu bekerja sendiri 80% Baik 4. Mengusai ketrampilan 75% Cukup 5. Dapat mengendalikan emosi 75% Cukup Tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam setiap aspek penilaian pemberian tugas bermain peran pada siklus III sudah baik, yang

131 meliputi aspek kepercayaan diri 75%, aspek rasa 114 tanggung jawab 75%, aspek dalam kemampuan bekerja sendiri 80%, menguasai keterampilan 75%, dan aspek dalam pengendalian emosi 75%. Hasil nilai pemberian tugas secara klasikal, sebagaimana yang tertera dalam tabel 20 merupakan hasil gabungan dari 5 aspek penilaian yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemandirian anak kelompok A dalam pemberian tugas bermain peran. Adapun hasil tiap-tiap aspek dalam diagram sebagai berikut: Aspek yang dinilai 75 Keberanian percayaa diri Tanggung jawab Mampu bekerja sendiri Menguasai keterampilan Mampu mengendalikan emosi Pada tahapan observasi siklus ketiga, padaa saat kegiatan proses belajar mengajar sedang berlangsung, dapat diketahui aktivitas anak pada

132 115 saat kegiatan bermain peran sebagai pasien, perawat dan dokter, sesuai tujuan untuk meningkatkan kemandirian anak. Kegiatan observasi dilaksanakan selama proses kegiatan pembelajaran bermain peran belompok A di TK Pertiwi Jatirokeh- Songgom Brebes. Saat guru menjelaskan caranya berperan sebagai pasien yang mau berobat, perawat yng mendaftari pasien, dokter yang menimbang berat badan pasien dan dokter yang memeriksa pasien, semua anak dengan antusias menghadap ke depan dan mendengarkan penjelasan guru dengan senang, tetapi ada juga anak yang kurang tertarik, terlihat pada hasil prosentasi yang dicapai, antara lain keberanian dan percaya diri yang ditunjukan anak ada 75% atau 15 anak yang berani tampil, sedangkan 5 anak atau 25% masih malu atau takut untuk tampil. Aspek tanggung jawab 75% atau 15 anak yang mempunyai rasa tanggung jawab, sedangkan 5 anak atau 25% masih belum mampu, untuk kemampuan bekerja sendiri 80% atau 20 anak, sedangkan 4 anak atau 20% masih perlu bantuan, untuk penguasaan keterampilan hanya 15 anak atau 75%, 25% atau 5 anak belum terampil dikarenakan anak tidak pernah latihan, sedangkan dalam aspek pengendalian emosi ditunjukkan oleh 15 anak atau 75% dapat mengendalikan emosi, sedangkan 5 anak atau 25% anak belum dapat mengendalikan emosinya, masih menangis jika tidak dapat menyelesaiakan tugasnya.

133 116 Secara umum pembelajaran bermain peran dalam upaya peningkatan kemandirian anak kelompok A sudah ada peningkatan yang baik sesuai yang diharapkan. b. Hasil Dokumentasi Dokumentasi pada siklus III ini berupa foto yang diambil selama pembelajaran pada siklus III berlangsung. Berikut merupakan gambargambar selama proses pembelajaran bermain peran berlangsung mulai dari awal kegiatan Gambar.19 Anak sedang memerankan pasien yang menunggu giliran diperiksa Gambar 19 menunjukkan kegiatan anak saat awal pembelajaran. Setelah duduk tenang guru atau peneliti siap untuk menjelaskan kegiatan

134 117 yang akan diberikan pada anak. Ini dapat dilihat pada gambar di atas anak sedang melakukan kegiatan pembelajaran bermain peran sebagai pasien yang sedang menunggu giliran panggilan. Sebagian besar anak mengikuti pembelajaran dengan baik. Walaupun ada beberapa anak yang kurang memperhatikan penjelasan guru. Gambar. 20 Anak sedang memerankan sebagai pasien yang mau diperiksa sedang yang satunya sedang memerankan perawat yang mendaftar pasien

135 G 118 Gambar. 21 Anak yang berperan sebagai Pasien yang mau diperiksa timbang berat badannya oleh anak yang berperan sebagai perawat G Gambar. 22 Anak yang berperan sebagai perawat sedang memperhatikan timbangan pasien

136 119 Gambar. 23 Anak yang berperan sebagai dokter sedang mengukur suhu badan pasien Gambar. 24 Anak yang berperan sebagai dokter sedang memeriksa pasien

137 120 Gambar. 25 keadaan sesudah pembelajaran bermain peran Gambar. 26 Keadaan sesudah pembelajaran bermain peran

138 121 Gambar. 27 Anak terlihat senang usai melaksanakan kegiatan bermain peran, tampak mereka saling bercerita apa yang telah diperankan di atas terlihat bahwa anak sudah mampu memerankan tokoh pasien yang sakit, perawat yang membantu tugas dokter dan dokter yang memeriksa pasien walaupun masih ada anak yang belum bisa/masih dibantu oleh guru. Terlihat pada gambar guru sedang mengulas kegiatan bermain peran yang bertujuan memotivasi anak supaya tidak malu dan lebih percaya diri dalam bermain peran di depan teman-teman. Berdasarkan hasil nilai pemberian tugas dan observasi yang diperoleh anak pada siklus III menunjukkan adanya yang peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan pada pembelajaran siklus I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merpakan hal yang sangat mendasar bagi kehidupan mansia, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini. PAUD merupakan pendidikan pertama dan utama dalam

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI I. Pengertian Dan Karakteristik Anak Usia Dini Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian perkembangan, pengertian emosi, dan pengertian pendidikan anak usia dini. A. Pengertian

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) 1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Sebagai bagian dari pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa ini merupakan masa kritis dimana anak membutuhkan rangsanganrangsangan yang tepat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Sosial Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian

Lebih terperinci

PENINGKATAN SIKAP SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN PUZZLE BUAH DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH 1 BUKITTINGGI

PENINGKATAN SIKAP SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN PUZZLE BUAH DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH 1 BUKITTINGGI PENINGKATAN SIKAP SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN PUZZLE BUAH DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH 1 BUKITTINGGI Oleh: Serli Marlina serlifipunp@gmail.com Universitas Negeri Padang Abstract Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan enam tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 : 14).

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 : 14). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Anak prasekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proyek kemanusiaan yang tiada henti-hentinya ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke waktu. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menempatkannya sebagai pasal tersendiri dalam UU Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. telah menempatkannya sebagai pasal tersendiri dalam UU Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan sangat menentukan bagi perkembangan anak di kemudian hari.mengingat pentingnya peranan

Lebih terperinci

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI Asep Ardiyanto PGSD FIP Universitas PGRI Semarang ardiyanto.hernanda@gmail.com Abstrak Bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan anak usia dini, secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda, baik intelegensi, bakat, minat, kreativitas, kematang emosi, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini merupakan masa keemasan bagi seorang anak, sering disebut masa Golden Age, biasanya ditandai oleh terjadinya perubahan yang sangat cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan perkembangan IPTEK, setiap manusia mengusahakan agar warga negaranya kreatif dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Untuk mencapai hal tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Oleh karenanya perlu sekali Potensi-potensi tersebut dirangsang dan dikembangkan agar pribadi

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses. karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.

BAB I. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses. karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan anak selanjutnya. Anak usia dini berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang dibutuhkan oleh setiap individu. Sejak lahir, setiap individu sudah membutuhkan layanan pendidikan. Secara formal, layanan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian anak usia prasekolah 1. Pengertian Subrata (1997), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemandirian anak pasekolah yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat pesat bagi kehidupan serta organisasi yang merupakan satu kesatuan jasmani

Lebih terperinci

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian Pendidik Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON Pendidik Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian PENDIDIKAN Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Orangtua berharap anaknya bisa mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa 26 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting dalam perkembangan manusia. Pada fase inilah seorang pendidik dapat menanamkan prinsip-prinsip yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini (AUD) adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama sistem pendidikan seumur hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam seluruh rangkaian tumbuh kembang manusia, usia dini merupakan usia yang sangat menentukan. Pada usia dini itulah seluruh peletak dasar tumbuh kembang fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak, hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke

BAB I PENDAHULUAN. layak, hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dicanangkan pemerintah untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti yang tercantum pada Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI MENGISI POLA GAMBAR DENGAN DAUN KERING DI TK ANDESSA PARIAMAN

PENINGKATAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI MENGISI POLA GAMBAR DENGAN DAUN KERING DI TK ANDESSA PARIAMAN PENINGKATAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI MENGISI POLA GAMBAR DENGAN DAUN KERING DI TK ANDESSA PARIAMAN ARTIKEL ILMIAH Oleh ALININI SURYANI NIM : 2009 / 99277 JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada rentang usia 4-6 tahun merupakan bagian dari tahapan anak usia dini yang memiliki kepekaan dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan melalui

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK MELALUI BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK SYUKRILLAH AGAM. Azwinar

PENINGKATAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK MELALUI BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK SYUKRILLAH AGAM. Azwinar 2 PENINGKATAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK MELALUI BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK SYUKRILLAH AGAM 3 Azwinar ABSTRAK Perkembangan bahasa anak di Taman Kanak-kanak Syukrillah Agam masih rendah. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. formal, non-formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitiberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu anugerah yang yang terbesar dan sangat berharga

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu anugerah yang yang terbesar dan sangat berharga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan salah satu anugerah yang yang terbesar dan sangat berharga yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada setiap manusia. Setiap anak memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (paud) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitiberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar Pembangunan PAUD 2011 2025 menyatakan : bahwa PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 4 Tahun 2014)

e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 4 Tahun 2014) e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 4 Tahun 2014) PENINGKATAN KEMAMPUAN DASAR BERBAHASA DAN KEMAMPUAN SOSIAL MELALUI IMPLEMENTASI METODE

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh: YULI ISTANTI NIM : A53H111088

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh: YULI ISTANTI NIM : A53H111088 UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK B DI RA ALHIDAYAH I KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usia emas atau golden age adalah masa yang paling penting dalam proses kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga bagi setiap Negara. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak ke-3 di dunia, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan usia dini merupakan masa yang sangat tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena itu setiap warga Negara harus wajib mengikuti jenjang pendidikan baik jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

Pendidikan merupakan aset pen ng bagi kemajuan

Pendidikan merupakan aset pen ng bagi kemajuan BAB I PENDIDIKAN ANAK USIA DINI A. Penger an Pendidikan Pendidikan merupakan aset pen ng bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena itu se ap anak bangsa wajib mengiku pendidikan. Dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) UNTUK ANAK USIA DINI OLEH RAHAYU DWI UTAMI,SE.,S.Pd.,M.Pd. Anak adalah anugerah dari sang maha pencipta yang dititipkan oleh Tuhan YME sebagai amanah yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara-negara maju,

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara-negara maju, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu diantaranya adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang membahas pendidikan untuk anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar yaitu, learning to know,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wadah untuk kegiatan belajar dan mengajar untuk mengembangkan potensi peserta didik melalui jenjang pendidikan yang dasar sampai jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S Oleh: ARI YUDANI NIM : Q 100 070 620 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia kanak-kanak mulai dari 0-6 tahun adalah masa the golden age atau masa usia. sehingga potensi yang dimilikinya semakin terasah.

BAB I PENDAHULUAN. usia kanak-kanak mulai dari 0-6 tahun adalah masa the golden age atau masa usia. sehingga potensi yang dimilikinya semakin terasah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa anak adalah masa yang sangat potensial, dimana pada masa ini anak sedang mengalami masa perkembangan secara optimal, pertumbuhan otak anak pada masa ini mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD Oleh: Fitta Ummaya Santi SIAPAKAH ANAK USIA USIA DINI? Latar Belakang Anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Usia dari kelahiran hingga enam tahun merupakan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya karena merupakan masa peka dan masa emas dalam kehidupan anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam setiap kehidupan manusia. Setiap manusia membutuhkan pendidikan. Dalam pendidikan diajarkan berbagai ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

STIMULASI TUMBUH KEMBANG ANAK UNTUK MENCAPAI TUMBUH KEMBANG YANG OPTIMAL

STIMULASI TUMBUH KEMBANG ANAK UNTUK MENCAPAI TUMBUH KEMBANG YANG OPTIMAL STIMULASI TUMBUH KEMBANG ANAK UNTUK MENCAPAI TUMBUH KEMBANG YANG OPTIMAL Oleh: dr. Nia Kania, SpA., MKes PENDAHULUAN Memiliki anak dengan tumbuh kembang yang optimal adalah dambaan setiap orang tua. 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap tahap perkembangan yang. dilalui oleh anak usia dini (Saputra, 2005: 11)

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap tahap perkembangan yang. dilalui oleh anak usia dini (Saputra, 2005: 11) 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar kea rah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat (14) dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa dan dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapat pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan diharapkan akan menjadi pelaku dalam pembangunan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara, karena pendidikan dapat memberdayakan sumber daya manusia yang berkualitas dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan yang di berikan anak sejak dini merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh yaitu ditandai dengan karakter budi pekerti luhur pandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan pemerataan dan perluasan pendirian lembaga pendidikan dimulai dari pendidikan anak usia dini disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara. konservatif. Meskipun banyak rintangan, Montessori adalah wanita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara. konservatif. Meskipun banyak rintangan, Montessori adalah wanita BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Montessori 2.1.1. Sejarah Maria Montessori lahir pada tahun 1870 di Italia, sebuah negara yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara konservatif. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan individu usia 0-6 tahun yang mempunyai karakterikstik yang unik. Pada usia tersebut anak sedang menjalani pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada

Lebih terperinci