Task 4: Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Task 4: Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif"

Transkripsi

1 Task 4: Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif Support Services for Land Use Planning, District Readiness, Strategic Environmental Assessment and Related Preparatory Activities for the Green Prosperity Project in Indonesia Nomor Kontrak GS10F0086K Laporan Akhir 21 November 2013 Disiapkan untuk: Millennium Challenge Corporation th St., NW Washington, D.C Diserahkan oleh: Abt Associates Inc Montgomery Avenue Suite 800 North Bethesda, MD Dalam Kemitraan dengan: ICRAF, Indonesia URDI, Indonesia

2 Kata Pengantar Panduan Penataan Batas Desa Partisipatif ini disusun berdasarkan Permendagri No.27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa, pembelajaran dari pemetaan partisipatif di Indonesia, serta beberapa pengalaman penataan batas desa dari berbagai daerah, terutama di Kabupaten Merangin dan Muaro Jambi (Provinsi Jambi) serta Kabupaten Mamasa dan Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat). Dalam membuat panduan ini tim penyusun mempelajari Permendagri di atas dan metodologi pemetaan partisipatif yang dipakai di indonesia serta melakukan beberapa diskusi dan wawancara dengan para pejabat pemerintah yang bertanggung jawab pada penataan batas desa dan atau daerah, sejumlah LSM yang telah melakukan kegiatan pemetaan partisipatif, serta akademisi yang memiliki pengalaman dalan penataan batas desa. Penataan batas bukanlah sebuah masalah teknis semata, tapi justru yang terpenting adalah hal non teknis. Hal-hal tersebut antara lain, bagaimana mencapai kesepakatan atas batas desa, baik di dalam desa tersebut maupun dengan desa-desa tetangga. Kemudian, bagaimana melibatkan banyak pihak terutama masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan ditata batas. Partisipasi masyarakat setempat merupakan bagian penting dalam penataan batas karena merekalah yang paling berkepentingan terhadap wilayahnya dan mereka memiliki pengetahuan tentang wilayah mereka jauh lebih baik daripada pihak-pihak lain karena mereka hidup di tempat tersebut sehari-hari. Hal-hal ini kurang dijabarkan dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006, sementara proses teknis mendapat porsi yang besar. Berdasarkan hal-hal tersebut, panduan ini memperkaya metodologi yang ada dengan menggabungkan metodologi yang dipakai dalam Permendagri tersebut dan metodologi pemetaan partisipatif skala luas, yang dikembangkan oleh Center for the Support of Native Lands dan telah dilaksanakan di beberapa tempat di Indonesia. Panduan ini diharapkan bisa menjadi panduan dasar bagi program Kemakmuran Hijau di Indonesia yang dikelola oleh Millenium Challenge Account Indonesia (MCA-I) dalam membantu pemerintah kabupaten untuk melakukan penataan batas desa. Selain itu, metodologi yang dipakai dalam panduan ini diharapkan dapat mempercepat proses penataan batas desa yang selama ini berjalan dengan lambat. Itulah sebabnya satuan wilayah yang dipakai dalam panduan ini adalah kecamatan, bukan desa per desa. Namun dalam pelaksanaannya, bila masyarakat adat masih ada di kecamatan tersebut, wilayah masyarakat adat yang bersangkutan juga dipetakan (paling sedikit wilayah indikatif) berdasarkan satuan wilayah yang mereka putuskan sendiri. Tim penyusun berharap bahwa panduan ini adalah dokumen hidup yang berkembang sesuai dengan dinamika pemerintah dan masyarakat desa. Perubahan dalam penerapan panduan ini adalah sesuatu yang kami perkirakan, terutama untuk mengakomodasi konteks lokal. Tim Penyusun, Albertus Hadi Pramono Harizajuddin Sainal Abidin Abt Associates Inc. ii

3 Panduan Penataan Batas Desa secara Partisipatif Daftar Isi Kata Pengantar... ii Daftar Singkatan dan Istilah... v 1. Pendahuluan Penetapan dan penegasan batas desa Pemetaan partisipatif Batas Desa dan Wilayah Adat Pendekatan konseptual Tahapan Penataan Batas Desa Prinsip-Prinsip Dalam Penataan Batas Desa Prinsip Sosial Prinsip Teknis Pembentukan Organisasi Penataan Batas desa Pembentukan Tim Penataan Batas Desa tingkat Kabupaten Pendanaan Tahap Persiapan Pembentukan Organisasi Pelaksana Proyek Tim Pelaksana Desa Tim Penyelesaian Perselisihan Batas Desa Persiapan di tingkat Pemerintah Kabupaten Persiapan di tingkat Desa Lokakarya Pertama Lokakarya Penataan Batas Partisipatif Pelatihan Tim Pelaksana Desa Periode Lapangan Pembuatan Rancangan Peta Batas Desa Secara Kartometris Lokakarya Penetapan Batas Desa Survei Batas Desa Survei Batas secara Geodetik Survei Batas Pengukuran Garis Batas Penentuan Posisi Pilar Batas desa Pembuatan Peta Batas Proses Pengesahan Abt Associates Inc. iii

4 11. Penyelesaian Konflik Batas Wilayah Desa Pembiayaan Lampiran 1. Tugas dan kualifikasi Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif Lampiran 2. Tahap kegiatan penataan batas desa Lampiran 3. Tabel Nama Tempat Pada Batas Desa... 7 Lampiran 4. Berita Acara Penelitian Dokumen Batas Desa... 8 Lampiran 5. Koordinat nama tempat sepanjang batas Lampiran 6. Formulir berita acara Lampiran 7. Formulir Data Survei... 4 Lampiran 8. Berita Acara Penyerahan Peta... 7 Lampiran 9. Spesifikasi Teknis Pilar Batas desa... 8 Lampiran 10. Berita Acara Pemasangan Pilar Batas Desa Lampiran 11. Hitungan Koordinat Lampiran 12. Pengukuran Situasi Lampiran 13. Format Peta Batas desa Abt Associates Inc. iv

5 Daftar Singkatan dan Istilah ADD AMAN APBD APBN Bappeda BPD BPMPD BPN Citra satelit CORS DPRD FPIC GIS GP GPS JKPP JRSP Kartometris Kemendagri Landsat LSM MCA-I MCC PADIATAPA PBA PBU Pemda Pemdes Pemkab Perda Permendagri PKB PLUP PP PPBAK PPBK RBI SK SPOT SNI Alokasi Dana Desa Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah Badan Permusyawaratan Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Badan Pertanahan Nasional rekaman visual keadaan bumi yang diambil oleh satelit pengamatan bumi Continuously Operating Reference Station Dewan Perwakilan Rakyat Daerah free, prior informed consent Geographical Information System, suatu sistem pengolahan informasi spasial berbasis komputer Green Prosperity (Kemakmuran Hijau) Global Positioning System, sistem penentuan koordinat di permukaan bumi dengan bantuan satelit navigasi Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif Jaringan Referensi Satelit Pertanahan penentuan garis batas di atas peta Kementerian Dalam Negeri satelit pengamatan bumi milik Amerika Serikat Lembaga Swadaya Masyarakat Millennium Challenge Account Indonesia Millennium Challenge Corporation Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan Pilar Batas Antara Pilar Batas Utama Pemerintah Daerah Pemerintah Desa Pemerintah Kabupaten Peraturan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Pilar Kontrol Batas Participatory Land Use Planning Peraturan Pemerintah Forum Penyelesaian Perselihan Batas Antar Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Kecamatan rupa bumi Indonesia Surat Keputusan satelit pengamatan bumi milik Perancis Standar Nasional Indonesia Abt Associates Inc. v

6 UAV Unmanned Aerial Vehicle (pesawat tanpa awak) UTM Universal Transverse Mercator SIG sistem informasi geografis, padanan dari istilah GIS UU Undang-undang Abt Associates Inc. vi

7 1. Pendahuluan Buku ini adalah panduan penataan batas desa tingkat kabupaten yang akan digunakan dalam pelaksanaan penataan ruang partisipatif (Participatory Land Use Planning disingkat PLUP), yang menjadi bagian dari pelaksanaan proyek Kemakmuran Hijau di Indonesia. Penataan batas desa adalah unsur penting dan dalam banyak hal merupakan langkah pertama dalam proses penataan ruang partisipatif di tingkat desa. Batas desa yang jelas dan tidak terbantahkan memberikan dasar untuk desa perencanaan penggunaan lahan, pemetaan batas kepemilikan tanah, dan hak penggunaan komunal desa. Hal-hal tersebut juga memberikan gambaran tentang "kenyataan di lapangan" serta menjadi integrasi data spasial di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten. Sayangnya, perkembangan penataan batas desa berjalan sangat lambat, padahal investasi sudah masuk dengan cepat ke desa-desa. Pemerintah daerah umumnya masih menganggap penataan batas desa bukanlah prioritas, karena mereka masih fokus pada batas provinsi dan batas kabupaten. Sementara, dari kajian yang dilakukan untuk mengembangkan panduan ini nampak jelas bahwa bila batas antar desa jelas maka dengan sendirinya batas antar kabupaten dan provinsi akan jelas. Melihat kondisi tersebut sehingga perlu ada terobosan untuk mempercepat proses penataan batas desa. Terobosan ini diharapkan bisa mengatasi hambatan seperti waktu yang dibutuhkan dan biaya yang mahal. Dari pengalaman pelaksanaan pemetaan partisipatif baik Indonesia maupun di berbagai negara di dunia, pemetaan batas wilayah bisa dilakukan lebih efisien dan lebih partisipatif. Namun, perlu disadari bahwa kegiatan pemetaan batas desa hendaknya tidak dilihat semata hanya kegiatan teknis yang bisa dilakukan para teknisi pemetaan. Para pembaca Panduan ini perlu menyadari bahwa kegiatan serupa ini jauh lebih luas dari urusan teknis pemetaan (kartografi), dan proses yang berlangsung adalah kegiatan yang sangat manusiawi (bukan teknis) yang rumit. Sejumlah tugas non-teknis (yaitu non-kartografis) harus dilakukan: penggalangan dana, pengelolaan dana setelah diperoleh, pengorganisasian orang pada setiap tahap kegiatan (termasuk berbagai lokakarya dan fase lapangan), logistik (perjalanan, makanan, dan pengingapan), komunikasi dengan berbagai pihak baik di tingkat desa maupun pemerintah, dan pengelolaan berbagai tim selama kegiatan berlangsung. Dengan demikian, kartografi adalah sebuah komponen yang sangat penting, namun hanya salah satu dari berbagai komponen lainnya. Yang sangat penting adalah bagaimana semua komponen tersebut disatukan dan dikelola. Selain itu, selalu ada godaan kuat untuk mengerjakan kegiatan secepat mungkin. Padahal proses sosial memerlukan waktu yang cukup agar semua pihak yang terlibat mempunyai pemahaman yang sama tentang tujuan dan proses penataan batas desa dan penggunaan peta yang dihasilkan. Buku ini terutama ditujukan untuk para pengguna yang memiliki pengetahuan dasar tentang pemetaan dan atau survei serta para pengambil keputusan pada instansi pemerintah mulai dari tingkat desa sampai kabupaten dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Panduan ini memakai asumsi bahwa pemerintah kabupaten yang akan menjalankan proyek Kemakmuran Hijau bermaksud mempercepat penataan batas desa di dalam wilayahnya, atau setidaknya pada kecamatan yang terpilih untuk pelaksanaan proyek tersebut. Jika ada desa yang sudah melakukan penataan batas, maka data atau hasil pemetaan bisa tidak mengikuti tahapan tertentu. Untuk itu, pendekatan yang dipakai bukanlah penataan batas desa satu per satu, tetapi sekaligus bersama-sama dalam satu kecamatan yang menjadi prioritas. Abt Associates Inc. 1

8 Sebelum masuk lebih jauh ke dalam metodologi, penyusun perlu menjabarkan beberapa istilah penting yang ada dalam panduan ini PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA Kementerian Dalam Negeri, sebagaimana tertuang dalam Permendagri (Peraturan Menteri Agraria) No. 27 Tahun 2006, membedakan penetapan dan penegasan dalam proses penataan batas wilayah administrasi. Penetapan berarti menentukan batas di atas sebuah peta, yang disebut sebagai penentuan batas secara kartometris. Sementara, penegasan adalah meletakkan tanda batas di lapangan. Di bawah ini adalah definisi dari kedua istilah dalam Permendagri tersebut: Penetapan adalah proses penetapan batas desa secara kartometrik di atas suatu peta dasar yang disepakati Penegasan batas desa adalah proses pelaksanaan di lapangan dengan memberikan tanda batas desa berdasarkan hasil penetapan Dengan pengertian tersebut, penetapan merupakan suatu proses legal (konsensus) untuk membangun kesepakatan antar pihak yang berbatasan, sedangkan penegasan merupakan suatu proses teknis yang menerjemahkan kesepakatan menjadi patok-patok batas dan titik koordinat secara geodetik. Dalam peraturan tersebut, penetapan batas desa terdiri dari penelitian dokumen batas, penentuan peta dasar yang dipakai, dan pembuatan garis batas secara kartometrik di atas peta dasar (Pasal 3). Sementara penegasan batas mencakup tahapan penentuan dokumen penetapan batas, pelacakan garis batas, pemasangan pilar di sepanjang garis batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar batas, serta pembuatan peta garis batas (Pasal 4 ayat 1). Komponen-komponen kegiatan tersebut terlalu banyak nuansa pekerjaan teknis pemetaan, sedangkan proses membangun kesepakatan kurang memadai. Dengan demikian, penataan batas sangat berpotensi konflik karena sangat terkait dengan klaim-klaim atas wilayah baik oleh pemerintah, perusahaan (terutama pemegang konsesi) dan masyarakat; sejarah komunitas dan sistem pemerintahan mereka; dan identitas masyarakat. Untuk itu perlu ada upaya sungguh-sungguh untuk mengelola konflik agar semua kepentingan bisa mendapatkan tempat secara adil. Dengan demikian, perlu ada upaya khusus untuk memperkuat tahapan penetapan batas. Untuk itulah metodologi pemetaan partisipatif diperlukan supaya proses sosial bisa berlangsung dengan baik dan inklusif PEMETAAN PARTISIPATIF Pemetaan partisipatif adalah sebuah metode yang memungkinkan masyarakat lokal untuk menggunakan kekuatan peta dan bahkan menjadi pembuat peta yang menunjukkan keberadaan mereka di suatu tempat dan perspektif mereka tentang ruang yang mereka pakai. Salah satu alasan utama metode ini adalah bahwa masyarakat setempat paling tahu tentang daerahnya sendiri dan mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan menjaga daerahnya sendiri. Metode ini berintikan pada proses pembuatan peta modern melalui proses dialog di antara masyarakat lokal dan pendamping yang membantu mereka. Melalui proses ini masyarakat diharapkan menjadi pembuat peta dan sekaligus pengguna peta karena pemetaan partisipatif adalah tentang, oleh dan untuk masyarakat. Secara khusus para pendamping ini menerjemahkan peta mental (pengetahuan tentang suatu wilayah yang ada dalam ingatan) suatu masyarakat ke atas peta dengan standar kartografis. Dengan adanya teknologi pemetaan yang makin mudah digunakan yaitu global positioning systems (GPS), sistem informasi geografis, dan penginderaan jauh kemungkinan pembuatan peta oleh orang awam makin tinggi, yang sebelumnya praktis hanya bisa dilakukan oleh tenaga ahli. Berdasarkan pembelajaran selama ini pemetaan partisipatif bisa berguna untuk mencapai berbagai tujuan berikut: Abt Associates Inc. 2

9 mengorganisasi masyarakat melestarikan dan memperkuat pengetahun lokal/tradisional; mendapatkan pengakuan atas hak-hak sumber daya; menentukan batas wilayah adat; meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola dan melindungi ruang mereka; membantu proses penyelesaian konflik dalam sengketa atas ruang; meningkatkan dan memobilisasi kesadaran lokal akan masalah-masalah lingkungan; meningkatkan kapasitas lokal dalam berhubungan dengan lembaga-lembaga eksternal; dan, memungkinkan kelompok-kelompok lokal dan global untuk bekerjasama dan saling mengisi dalam program-program konservasi keanekaragaman hayati. Dengan demikian, pemetaan partisipatif tidak hanya dipakai dalam penentuan batas wilayah, tetapi juga membantu suatu masyarakat untuk memahami dan merencanakan wilayahnya, suatu bagian yang penting dalam perencanaan tata ruang partisipatif yang dilakukan Program Kemakmuran Hijau BATAS Konsep batas adalah sebuah bentuk komunikasi untuk mengirimkan pesan tentang klaim seseorang atau suatu kelompok atas suatu ruang (wilayah). Klaim atas wilayah tersebut harus jelas untuk semua orang, khususnya orang di luar kelompok, agar mendapat pengakuan dari pihak-pihak lain sehingga pihak yang mengklaim bisa mengontrol lalu lintas orang dan barang ke dalam wilayah klaim serta mempertahankan dan melindungi wilayah tersebut. Jadi pemeliharaan batas sangat penting dalam hal ini, sehingga memungkinkan penghuni dan pengguna wilayah geografis tersebut untuk memanfaatkan sumber daya dalam batas-batas tersebut dengan suatu tingkat rasa aman tertentu. Dengan demikian, batas adalah persoalan tentang hubungan antar manusia yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Hal itu berarti bahwa batas adalah masalah sosial yang harus ditangani dengan penuh kehati-hatian. Namun konsep batas bukanlah sesuatu yang seragam. Dalam masyarakat modern batas lebih berupa garis tegas yang sempit dan mempunyai implikasi legal formal. Hal ini tampak jelas pada pagar rumah (terutama di perkotaan) yang secara fisik memisahkan ruang yang diklaim seseorang atau suatu kelompok dengan ruang di luarnya. Sementara bagi masyarakat pedesaan, terutama masyarakat adat, batas bukanlah suatu garis yang kaku, namun lebih cair dan sering berupa luasan atau sabuk, seperti kebun hutan atau punggung bukit. Hal ini bisa berubah karena teknologi pemetaan saat ini (yang menjadi bagian penting dalam penataan batas desa) menekankan pada batas berupa garis. Hal ini bisa berakibat pada perubahan konsep batas dalam masyarakat pedesaan yang kemudian memandang batas sebagai tembok. Untuk itu, perlu ada upaya khusus untuk membahas konsep batas ini agar tidak malah membuat konflik baru di masa datang. Di masyarakat, kesepakatan batas yang jelas umumnya ada pada wilayah yang masih memegang aturan adat yang kuat. Kesepakatan tersebut umumnya bersifat lisan dan hanya diketahui oleh beberapa orang tua saja. Bila tidak ada upaya khusus untuk mengalihkan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya, maka pengetahuan tersebut akan hilang dan tidak ada lagi yang tahu batas wilayah berdasarkan kesepakatan tersebut. Masyarakat memakai batas alam dan batas buatan. Batas alam umumnya adalah sungai, punggung bukit atau gunung, dan tanda-tanda alam lain yang memiliki kontur (baik cekung mapun cembung). Selain itu juga, tanda-tanda alam yang sering dipakai antara lain adalah batu, pohon yang berumur panjang (seringkali pohon yang mempunyai sarang lebah madu), dan bekas kebun. Tanda-tanda ini banyak dipakai secara tradisional, termasuk oleh masyarakat adat. Sementara, tanda batas buatan, antara lain, terdiri dari tugu, jalan dan bahkan pagar. Tanda-tanda buatan ini lebih sering dipakai lembaga-lembaga modern. Abt Associates Inc. 3

10 1.4. DESA DAN WILAYAH ADAT Yang dimaksudkan dengan istilah desa adalah desa seperti umum dikenal di Jawa atau satuan-satuan sosial-politik yang dikenal di masing-masing daerah seperti nagari, kampung, lembang, huta, atau negeri. Hal ini diakui dalam UUD 1945 sebelum amandemen dan UU No. 32 Tahun Definisi tentang desa dalam UU terakhir disebutkan bahwa wilayah sebuah desa memiliki batas-batas wilayah dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, berdasarkan hak asal usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, sebuah wilayah desa harus merujuk pada hak asal-usul sebelum terbentuknya desa. Di keempat kabupaten yang menjadi lokasi kajian dalam pengembangan laporan ini, hak asal-usul terkait dengan satuan sosial politik yang lebih besar daripada desa yang ada saat ini. Umumnya satuan tersebut merupakan federasi dari kampung-kampung, sementara di masa sekarang kampung cenderung menjadi desa. Satuan-satuan tersebut tidak lagi berfungsi saat ini, terutama karena pembentukan desa di era Orde Baru. Namun batas-batas wilayahnya masih diakui masyarakatnya sebagai batas yang paling diterima semua komunitas. Wilayah ini bisa dalam banyak kasus disebut sebagai wilayah adat, satuan yang dipakai oleh masyarakat adat anggota AMAN PENDEKATAN KONSEPTUAL Panduan ini memperkaya metodologi yang dipakai dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 27 Tahun 2007 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa dengan cara memadukan beberapa hal. Pertama, panduan ini mengikuti teknik standar kartografi (termasuk penggunaan teknologi spasial baru seperti GPS, SIG/GIS, dan citra satelit) yang disyaratkan Permendagri tersebut. Kedua, panduan ini mendorong partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari para pemangku kepentingan -termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnyaagar hasil yang diperoleh memiliki informasi yang maksimal dan mendapat penerimaan yang luas di tingkat desa. Pendekatan tersebut diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi rendah karbon dan pengelolaan berkelanjutan sumber daya alam, serta mengurangi konflik. Ketiga, panduan ini juga mengadaptasi praktek-praktek terbaik internasional dalam pemetaan partisipatif yang telah cukup lama diterapkan di seluruh Indonesia oleh berbagai LSM. Selain itu, karena desa adalah juga bagian dari kabupaten dan provinsi, maka Permendagri No. 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, yang telah diubah dengan Permendagri No. 72 Tahun 2012, berlaku dan banyak mempengaruhi pengembangan panduan ini. Di bawah ini adalah gambaran konsep pendekatan yang dipakai dalam Panduan ini. Abt Associates Inc. 4

11 Gambar 1. Pendekatan Konseptual Permendagri 27/2006 Pemakai tingkat kabupaten & provinsi PENATAAN BATAS & PEMETAAN DESA Pangkalan data geospasial desa Pemakai tingkat desa Pemakai tingkat nasional (Kebijakan Satu Peta) Teknologi informasi spasial Pemetaan partisipatif Pemakai sektor swasta Sumber: Usulan Kevin Barthel (MCC) Panduan ini dirancang untuk dapat dikelola/dilaksanakan dengan mudah dalam penerapannya di lapangan, sehingga batas desa dapat ditentukan oleh masyarakat, secara geografis dapat ditarik garis batasnya, dan secara fisik dapat dipasangi pilar batas (demarkasi) di lapangan. Panduan ini mencakup pendekatan yang disarankan dalam mengadaptasi pedoman umum sehingga dapat diakui secara hukum dan berlaku di masing-masing kabupaten, sebagai bagian dari proses administrasi pemerintah desa, administrasi pertanahan, dan proses perencanaan tata ruang. Dalam memperkaya metodologi yang dipakai dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006, panduan ini menambah komponen sosial, terutama pada tahap penetapan batas desa. Untuk itu, panduan ini menggabungkan pemetaan partisipatif untuk skala luas yang dikembangkan Center for the Support of Native Lands (yang memadukan penggunaan peta sketsa dan citra satelit) dan pemetaan berdasar Permendagri No. 27 Tahun Komponen pemetaan partisipatif menjadi inti pada proses penetapan batas desa, sedangkan tahapan kegiatan yang tertuang dalam Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa (yang diterbitkan Kemendagri sebagai Lampiran dari Permendagri tersebut) merupakan inti dari proses penegasan batas desa. Metodologi pemetaan Native Lands dipilih karena ditujukan untuk memetakan wilayah secara luas (sampai dengan ha) dengan komunitas sekaligus. Hal ini sangat sesuai dengan tujuan untuk menata batas suatu kecamatan sekaligus dalam suatu proyek. Pendekatan ini diharapkan dapat menekan waktu dan biaya serta resiko konflik. Kekuatan lain dari metodologi Native Lands adalah penekanannya pada pemanfaatan ruang oleh masyarakat. Hal ini sangat berguna agar masyarakat desa- Abt Associates Inc. 5

12 desa yang berdampingan bisa memahami penguasaan lahan di antara mereka, sehingga mereka bisa melakukan perundingan yang lebih baik untuk menentukan batas desa. Masalah ini menjadi penting karena ada kecenderungan yang kuat di dalam masyarakat pedesaan bahwa batas penguasaan lahan harus sama dengan batas desa. Informasi ini juga akan sangat berguna dalam proses penataan ruang kawasan pedesaan yang akan mengikuti penataan batas desa, sehingga tidak perlu melakukan pemetaan tata guna lahan lagi. Abt Associates Inc. 6

13 2. Tahapan Penataan Batas Desa Penataan batas desa dalam panduan ini terdiri dari dua tahap yaitu penetapan dan penegasan. Seperti sudah disebutkan pada Bab I, panduan ini memperkaya tahap penetapan yang ada dalam Permendagri No. 27 Tahun Adapun tahapan penataan batas desa yang dijabarkan dalam panduan ini seperti yang digambarkan pada diagram pada Gambar 2. Gambar 2. Tahapan penataan batas desa Pembentukan Organisasi Penataan Batas Desa Persiapan Teknis & Sosial Lokakarya Pertama Periode Lapangan Pemetaan secara Geodetik Survei Batas Desa Lokakarya Penetapan Batas Desa Pembuatan draf peta batas secara kartometris Pengesahan peta batas desa Keterangan: Biru muda Kuning : tahap penetapan : tahap penegasan 2.1. PRINSIP-PRINSIP DALAM PENATAAN BATAS DESA Dalam melakukan penataan batas desa ada sejumlah prinsip sosial dan teknis yang perlu diperhatikan, terutama yang menyangkut etika dalam kegiatan pemetaan dan persyaratan teknis pembuatan peta. Prinsip-prinsip sosial terutama diambil dari pembelajaran pemetaan partisipatif, sementara prinsip teknis diintisarikan dari peraturan penataan batas daerah dan wilayah PRINSIP SOSIAL Sebelum melakukan kegiatan penataan batas desa partisipatif perlu diperhatikan berbagai pihak yang menjadi pemangku kepentingan, terutama para pelaksana kegiatan. Prinsip ini perlu dipahami dan disepakati bersama semua pihak agar dapat (a) meminimalisasi perselisihan batas; (b) mengakomodasi hak-hak asal-usul; serta (c) menghargai dan melindungi hak-hak masyarakat adat, dan kelompok Abt Associates Inc. 7

14 terpinggirkan dan perempuan. Prinsip-prinsip yang perlu dipegang dalam proses penataan batas desa, antara lain: Masyarakat yang berada di desa yang akan ditata batas mendapatkan informasi yang cukup mengenai rencana, proses dan tahapan yang akan dilakukan termasuk upaya penyelesaian, siapa saja yang mesti terlibat dan bagaimana caranya mereka bisa terlibat. Semua komponen dalam masyarakat, termasuk kaum perempuan dan kelompok-kelompok rentan, berpartisipasi secara bermakna dalam pengambilan keputusan dalam proses penataan batas desa Masyarakat harus dipastikan untuk mendapatkan akses dan kontrol terhadap proses dan hasil penataan batas partisipatif Masyarakat harus dipastikan untuk memutuskan apakah kegiatan penataan batas partisipatif dapat dilakukan atau tidak. Mengutamakan sumber daya manusia lokal, khususnya masyarakat desa yang dipetakan, sebagai pelaksana kegiatan penataan batas partisipatif Mengutamakan pengetahuan lokal tentang batas dan pemanfaaan ruang dan mekanisme resolusi konflik secara adat yang berlaku Ada mekanisme kendali mutu untuk menjaga mutu proses penataan batas dan produkproduknya (termasuk dokumen dan peta-peta) Ada pengakuan dan perlindungan atas hak kepemilikan intelektual masyarakat atas peta-peta yang dihasilkan Ada perhatian khusus atas asal usul masyarakat dan kewilayahan pada daerah yang ditata batas, baik yang tertuang dalam sejarah lisan maupun dokumen-dokumen tertulis Penghormatan terhadap aturan adat atau aturan sosial yang masih berlaku di wilayah tersebut Batas administrasi desa tidak menghilangkan kewenangan/aturan adat yang berlaku Ada kejelasan pembagian kewenangan pemerintah desa dan lembaga adat dalam administrasi wilayah Batas wilayah desa merupakan batas layanan administrasi kepemerintahan, bukan batas kepemilikan hak. Dengan demikian batas wilayah desa tidak menghilangkan hak kepemilikan dan pengaturan, baik yang bersifat pribadi maupun kelompok PRINSIP TEKNIS Peta yang dibuat harus mempunyai spesifikasi sebagai berikut: No Jenis Persyaratan 1. Datum Horisontal DGN95 2. Elipsoid Referensi WGS Skala Peta 1: : Sistem Proyeksi Peta Transverse Mercator (TM) 5. Sistem Grid Universal Transverse Mercator (UTM) dengan grid geografis dan metrik 6. Ketelitian Planimetris 0.5 mm diukur di atas peta Format peta untuk skala 1: yang dihasilkan perlu memenuhi SNI tentang Spesifikasi teknis peta rupabumi skala 1 : Sebisa mungkin dicari peta dasar dengan skala 1:10.000, bila tidak tersedia maka harus dibuat peta kerja dengan skala tersebut Survei batas dilakukan secara geodetik dengan tingkat akurasi kurang atau sama dengan 5 cm Abt Associates Inc. 8

15 2.2. Indikator partisipasi Karena partisipasi adalah komponen kunci - jika tidak inti - dalam pemetaan partisipatif, tentulah sangat penting untuk mengembangkan sejumlah indikator partisipasi. Indikator yang diberikan di sini barulah usulan awal, karena nantinya mungkin diperluas ketika Proyek GP mulai melaksanakan penataan batas desa secara partisipatif di lapangan. Indikator partisipasi dalam penataan batas desa: 1 1. Indikator risiko/pemungkin mengukur pengaruh faktor eksternal: a. lingkungan kebijakan untuk mengaktifkan penataan batas desa secara partisipatif, dan b. ketersediaan dana dari pemerintah dan sumber-sumber lainnya. 2. Indikator masukan mengukur sarana yang proyek dilaksanakan: a. pemahaman di antara para staf proyek tentang teknologi, peralatan dan teknik penelitian di bawah tanggung jawab mereka, dan b. pemahaman masyarakat tentang teknologi, alat dan teknik penelitian yang digunakan dalam batas desa pengaturan latihan. 3. Indikator proses mengukur kegiatan penyampaian sumber daya yang ditujukan untuk suatu program atau proyek; indikator-indikator tersebut memantau prestasi selama pelaksanaan untuk mengetahui kemajuan menuju hasil yang diharapkan : a. protokol dalam melakukan penataan batas desa, termasuk Padiatapa (Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan, sebagai padanan dari free, prior informed consent [FPIC]) dari masyarakat untuk melaksanakan kegiatan, dan dari masing-masing warga desa (terutama dalam wawancara perseorangan); b. jumlah pertemuan identifikasi dan perencanaan dihadiri oleh warga desa; c. partisipasi masyarakat berdasarkan jenis kelamin (laki-laki, perempuan), status sosial (elit, rakyat jelata, 'buangan'), usia (lansia,dewasa, remaja, anak-anak), dan etnis dalam hal jumlah, peran dalam kegiatan, dan kualitas keterlibatan masing-masing kategori, dan pengetahuan yang digunakan dan dikumpulkan (termasuk frekuensi kehadiran lelaki dan perempuan, jumlah laki-laki dan perempuan dalam posisi pengambilan keputusan), dan d. kualitas fasilitasi dalam mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan yang berbeda di antara berbagai kelompok dalam suatu masyarakat. 4. Indikator keluaran mengukur sejauh mana proyek memberikan keluaran yang diinginkan dan mengidentifikasi hasil-hasil antara, misalnya, ketika keterlibatan donor sudah hampir selesai: a. waktu yang dibutuhkan untuk pengesahan batas desa, dan b. penggunaan peta dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan jenis kelamin, status sosial dan usia, dan dalam mengamankan hak-hak masyarakat. 1 Diadaptasi dari Bastia, Tanja (2000). Qualitative and Quantitative Indicators for the Monitoring and Evaluation of the ILO Gender Mainstreaming Strategy. pp ; International Fund for Agricultural Development (IFAD) (2011). Evaluating the impact of participatory mapping activities: Participatory monitoring and evaluation (Rome: IFAD). p.7 Abt Associates Inc. 9

16 5. Indikator Dampak mengukur sejauh mana proyek tersebut memiliki efek yang diinginkan, terkait langsung dengan hasil jangka panjang dari proyek, dan ketika keterlibatan donor berakhir: a. Kontribusi dari proses untuk modal sosial, misalnya, Apakah proses pemetaan menghasilkan motif bagi masyarakat untuk berkumpul kembali atau melakukan suatu tindakan kolektif? b. Perubahan praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam setelah pemetaan partisipatif. 2.3 Catatan Praktis Dalam merencanakan kegiatan selama penataan batas desa, kita perlu memperhitungkan siklus pertanian warga desa. Jika suatu kegiatan yang dilakukan selama masa tanam dan penyiangan, maka harus bersiap diri bahwa hanya sedikit warga desa yang bisa berpartisipasi. Waktu terbaik untuk kegiatan-kegiatan yang intensif adalah ketika musim panen telah berakhir. Selanjutnya, untuk mengadakan pertemuan hendaknya dilakukan pada hari ibadat mayoritas penduduk desa tersebut, yaitu pada hari Jumat di daerah dengan mayoritas Muslim, dan pada hari Minggu di daerah dengan mayoritas Kristen. Pada hari-hari lain, pertemuan yang diadakan di malam hari lebih mungkin untuk dihadiri banyak warga. Karena perempuan dan kelompok rentan cenderung memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk menyampaikan pendapat, kita harus proaktif mendekati mereka. Misalnya, anggota tim dapat bergabung dengan para perempuan yang sedang mengobrol di warung-warung, dapur, dan tempattempat lain saat perempuan berkumpul agar dapat berbicara dengan mereka. Namun, dalam melakukan hal ini norma dan adat istiadat setempat harus dihormati. Abt Associates Inc. 10

17 3. Pembentukan Organisasi Penataan Batas Desa TUJUAN: 1. Membentuk organisasi proyek penataan batas desa (termasuk pengelola dan pelaksana teknis) di tingkat kabupaten 2. Memastikan ketersediaan dana WAKTU: dua minggu BIAYA: Rp PEMBENTUKAN TIM PENATAAN BATAS DESA TINGKAT KABUPATEN Berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun 2006, yang berwenang untuk menetapkan Tim Penetapan dan Penegasan Desa adalah Bupati atau Walikota. Pada proses pembentukannya, tim ini diusulkan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bertanggung jawab atas penataan batas desa kepada bupati untuk ditetapkan dalam sebuah surat keputusan. Tim tersebut terdiri dari wakil-wakil: a. Kantor Asisten I Pemerintahan Sekretariat Daerah; b. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); d. Kantor Pertanahan; e. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; f. Dinas Pekerjaan Umum; g. Dinas Tata Ruang; h. Dinas Tata Kota; i. Kecamatan yang akan dipetakan; j. Pemerintah Desa-desa yang dipetakan; dan k. Satuan-satuan Kerja Perangkat Daerah lain yang dianggap perlu Di dalam surat keputusan bupati tersebut hendaknya tidak perlu mencantumkan secara rinci siapa saja wakil unsur kecamatan dan pemerintah desa. Ketua tim ini adalah pimpinan, atau pejabat di bawahnya yang ditunjuk, pada instansi pelaksana penataan batas desa di kabupaten yang bersangkutan, dalam hal ini adalah Kantor Asisten I Pemerintahan pada Sekretariat Daerah atau Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Tugas-tugas Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa adalah: a) merencanakan dan mengkoordinasi pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa; b) melakukan supervisi teknis/lapangan dalam penegasan batas desa; c) melaksanakan sosialisasi Penetapan dan Penegasan Batas desa; d) membuat rencana anggaran dan mencari dana pembiayaan kegiatan, termasuk dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat; e) menginventarisasi dasar hukum tertulis maupun sumber hukum lainnya yang berkaitan dengan batas desa; f) melakukan pengkajian terhadap dasar hukum tertulis maupun sumber hukum lain untuk menentukan garis batas sementara di atas peta; dan g) melaporkan semua kegiatan penetapan dan penegasan batas desa kepada Bupati dengan tembusan kepada Gubernur. Fungsi yang diharapkan dari masing-masing instansi pemerintah tingkat kabupaten adalah sebagai berikut: Abt Associates Inc. 11

18 Unsur Fungsi Pelaksana Lapangan Bupati Mengarahkan secara umum dan penanggung jawab seluruh kegiatan penataan batas desa partisipatif Bagian Pemerintahan Mengarahkan pelaksanaan agar sesuai dengan dengan kebijakan penetapan dan penegasan batas wilayah, melakukan koordinasi jika batas desa menjadi batas kecamatan, kabupaten dan provinsi Kantor Pertanahan Mengarahkan dan membantu agar penataan batas desa sesuai dengan kaidah kaidah teknis dan peraturan pemerintah Mengarahkan dan membantu penataan batas desa agar mengurangi resiko sengketa dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dinas Kehutanan konflik pertanahan Mengarahkan dan membantu penataan desa sesuai dengan aturan kebijakan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa Mengarahkan dan membantu dalam proses pengolahan data Mengarahkan dan membantu teknis pengukuran dan berkaitan dengan kawasan hutan Kecamatan Menjadi penghubung dan perwakilan keseluruhan tim pemerintah kabupaten di kecamatan Asisten yang ditunjuk bupati Sub Bagian Pertanahan/Agraria dan Batas Wilayah Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Bidang Pemerintahan Desa Unit Penataan Kawasan Hutan Ditetapkan oleh Camat Dalam pelaksanaan penataan batas desa secara partisipatif perlu dilakukan beberapa penyesuaian pedoman yang dimuat Permendagri No. 27 Tahun 2006 untuk memungkinkan partisipasi masyarakat secara bermakna, terutama dalam proses pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan proses. Untuk itulah Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa bisa mengontrak tim konsultan yang menjadi Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif sebagai pelaksana lapangan. Pembentukan Gugus Tugas ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan mempercepat proses penataan batas. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 7 huruf c dan d dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006 yang memberi wewenang Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan penetapan batas desa serta supervisi penegasan batas desa. Gugus Tugas ini terdiri dari Ketua Tim, Spesialis GIS/Kartograf, Asisten GIS, Spesialis Pendampingan Masyarakat, beberapa Fasilitator Pemetaan, seorang Surveyor, Staf Administrasi dan Keuangan, dan seorang Staf Pendukung. Spesialis GIS/Kartograf dan Asisten GIS disebut sebagai Tim Kartografi. Tim tersebut hendaknya berkantor di ibukota dari kecamatan yang akan ditata batas. Sebisa mungkin, tim konsultan ini direkrut dari para pakar atau aktivis setempat sehingga mereka bisa langsung bekerja bersama masyarakat dan memahami masalah-masalah yang ada di lapangan. Tugas dan kualifikasi masing-masing anggota Gugus Tugas bisa dilihat pada Lampiran 1. Tugas Gugus Tugas tersebut terdiri dari dua komponen: pendampingan teknis dan pendampingan sosial. Pendampingan teknis berarti fasilitasi aspek-aspek teknis dalam proses pemetaan batas seperti Abt Associates Inc. 12

19 penyiapan data spasial (seperti peta dasar dan peta kerja), pengambilan dan pengolahan data, dan halhal teknis pembuatan peta lainnya. Pendampingan sosial mencakup fasilitasi proses pencapaian kesepakatan batas, pertemuan-pertemuan, penggalian bukti batas, penyelesaian sengketa, dan hal-hal lainnya berkaitan dengan sosial lainnya. Bila batas desa juga merupakan batas kecatamatan, kabupaten/kota, atau provinsi, maka Gugus Tugas perlu berkoordinasi dengan Tim Penegasan Batas Wilayah dari kabupaten yang bersangkutan, melalui Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Gambar 3. Diagram Tim Penataan Batas Desa Partisipatif MCA-I Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa GugusTugas Penataan Batas Desa Partisipatif Tim Pelaksana Desa Ketua Tim Spesialis GIS/Kartograf Asisten GIS Spesialis Pendampingan Masyarakat Fasilitator Pemetaan Surveyor Staf Administrasi & Keuangan Staf Pendukung Ketua Tim 2 Community Mapper 2 Peneliti Kampung (1 perempuan) Dalam Proyek Kemakmuran Hijau (KH), MCA-I akan merekrut, membiayai dan mengawasi konsultan. Dengan demikian, Gugus Tugas dalam hal ini bertanggung jawab kepada MCA-I, namun bekerja bersama instansi-instansi pemerintah yang relevan, terutama yang menjadi anggota Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan survei batas, Tim Kartografi akan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan, yang biasanya melakukan survei batas di tingkat kabupaten. Sementara, untuk masalah-masalah sosial dalam penataan batas desa, Gugus Tugas (khususnya Fasilitator Pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat) akan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Bagian Pemerintahan pada Sekretariat Daerah, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa. Untuk melaksanakan pekerjaan di tingkat desa dan guna meningkatkan partisipasi warga desa, Gugus Tugas perlu membentuk Tim Pelaksana Desa, yang para anggotanya diusulkan dan dipilih oleh warga desa. Dalam Proyek KH, pekerjaan tim ini juga dibiayai oleh MCA-I. Dalam keadaan tertentu, anggota Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa akan bekerja sama dengan Gugus Tugas di lapangan menggunakan dana pemerintah (APBD atau APBN). Karena penataan batas desa memiliki resiko adanya perselisihan batas desa, lembaga yang akan menangani sengketa batas (termasuk dengan mekanisme yang akan digunakan) perlu disetujui sejak awal. Pendekatan dalam penyelesaian sengketa batas yang digunakan dalam panduan penataan batas ini adalah alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution), terutama melalui negosiasi, mediasi dan penyelesaian sengketa secara adat. Fokus hal ini hendaknya adalah lembaga dan mekanisme adat yang umumnya masih ada dan diterima secara luas oleh masyarakat lokal. Pada Abt Associates Inc. 13

20 prinsipnya, pendekatan dalam penduan ini adalah membantu masyarakat dalam mengembangkan dan atau memakai lembaga dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mereka miliki guna menyelesaikan sendiri sengketa yang dihadapi. Gugus Tugas, terutama Spesialis Pendampingan Masyarakat, membantu mereka agar lebih kreatif dalam melakukannya PENDANAAN Pendanaan menjadi salah satu faktor kunci dalam penataan batas desa. Selama ini anggaran untuk penataan batas desa sangat kecil atau bahkan tidak ada dalam APBD Kabupaten. Namun dalam beberapa hal, masalah ini bisa ditanggung bersama. Misalnya, batas desa yang berbatasan dengan Provinsi dan Kabupaten dapat dibebankan ke pembiayaan penataan batas provinsi. Batas desa yang menjadi batas kecamatan dapat dibebankan ke pembiayaan penataan batas kecamatan. Sedangkan sisanya bisa dilakukan pendanaan dari Anggaran Dana Desa. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2012 tentang Hibah Daerah pun membuka peluang untuk mendapatkan hibah dari pemerintah, perusahaan dan organisasi dalam dan luar negeri pendanaan yang dikoordinasi melalui pemerintah pusat. Selain itu, masyarakat yang wilayahnya akan dipetakan juga bisa memberikan sumbangan, baik dana maupun tenaga, yang bisa diperhitungkan dalam anggaran proyek yang dikembangkan. Secara umum, biaya pemetaan metode Native Lands berkisar antara $ sampai $ (termasuk sumbangan in-kind). Kisaran yang besar ini disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain: tantangan logistik yang berbeda-beda (wilayah masyarakat adat biasanya terpencil dan sulit dijangkau); beberapa lembaga yang ikut serta bisa memberi dukungan in-kind, sementara yang lain tidak; beberapa pemetaan sangat kompleks dibandingkan lainnya; dan beberapa berlangsung lebih lama dari yang lain. Tabel berikut bisa menjadi dasar pembuatan anggaran untuk metodologi yang dipakai dalam panduan ini. Abt Associates Inc. 14

21 Tabel 2. Anggaran Penataan Batas Desa Anggaran untuk: [nama kegiatan pemetaan] Deskripsi komponen Gaji staf/honorarium (Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif, Tim Pelaksana Desa) Jumlah yang diajukan Sumber dana lain In-kind JUMLAH Perjalanan (perjalanan kunjungan ke desa-desa untuk Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Gugus Tugas Penatan Batas Desa Partisipatif; perjalanan Tim Pelaksana Desa di lapangan dan ke lokakarya; perjalanan pimpinan desa ke lokakarya; perjalanan survei batas dan pemasangan pilar untuk Gugus Tugas & Tim Pelaksana Desa, dan tenaga khusus yang mungkin diperlukan) Pertemuan (konsumsi untuk musyawarah desa, konsumsi dan penginapan bagi para peserta lokakarya, fasilitas untuk lokakarya) Bahan-bahan pemetaan, ATK, peralatan (bahan-bahan sumber: peta dasar, foto udara, citra satelit; ATK: kertas kalkir, pena, pensil berwarna, penghapus, dll; peralatan kartografis: tabung peta, meja gambar, lampu meja gambar, pena gambar [technical pen], dan cetakan [template], dll) Rancangan dan pencetakan peta (spesialis pembuat peta dan fasilitasnya, ahli bahasa, pemeriksaan dan persetujuan lembar peta oleh masyarakat, pencetakan akhir dan pengiriman Biaya administrasi umum (sewa kantor, listrik, air, telpon, asuransi, ATK dan peralatan administrasi, dll.) JUMLAH KESELURUHAN Catatan anggaran (bila diperlukan) Abt Associates Inc. 15

22 4. Persiapan Teknis dan Sosial TUJUAN: 1. Mendapatkan kesepakatan masyarakat untuk melakukan penataan batas desa 2. Membentuk Tim Pelaksana Desa di masing-masing desa yang telah sepakat untuk melakukan penataan batas desa 3. Mengindentifikasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat 4. Mengadakan bahan-bahan dan peralatan untuk pemetaan (termasuk citra satelit resolusi tinggi, peta rupa bumi, GPS navigasi, komputer) WAKTU: 4 minggu Biaya: Rp Pada bulan-bulan menjelang mulainya kegiatan proyek secara resmi, Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif bersama Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa perlu mempersiapkan diri dengan baik. Mereka perlu memastikan adanya sistem administrasi yang baik. Mereka harus mengunjungi desa-desa di kecamatan yang akan dipetakan satu per satu, menjelaskan tentang tujuan dan metodologi penataan batas desa kepada warga desa, dan mengawasi proses pemilihan wakil-wakil yang akan menjadi Tim Pelaksana Desa. Dalam tahap ini perlu juga diketahui ada tidaknya masyarakat adat di kecamatan yang akan ditata batas dan indikasi wilayah adat. Selain itu, mereka harus berkeliling dan mencari tempat untuk lokakarya dan mengatur aspek logistik penataan batas desa. Tahap ini memerlukan waktu yang cukup dan ketelitian yang tinggi. Tahap ini secara mudah bisa dikatakan sebagai bagian yang paling rumit dan sulit dari seluruh proses dan juga paling krusial. Tahap ini haruslah dikerjakan dengan sangat teliti dan penuh kesabaran. Lama waktu yang diperlukan akan bergantung pada berbagai macam keadaan. Bila desa-desa tersebar dan terpencil, maka perjalanan ke tempat-tempat tersebut tentulah sulit. Jika penduduk desa banyak dan pemukiman menyebar maka perlu dilakukan pertemuan tingkat dusun atau kampung. Dalam tahap ini perlu dipastikan bahwa kelompok perempuan, kelompok rentan dan kaum muda memahami kegiatan ini dan ikut aktif dalam proses pengambilan keputusan. Bila diperlukan, Gugus Tugas melakukan upaya khusus (termasuk pertemuan terpisah) untuk mencapai hal ini PEMBENTUKAN ORGANISASI PELAKSANA PROYEK TIM PELAKSANA DESA Tim ini dibentuk melalui musyawarah desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa, serta ditetapkan dengan surat keputusan kepala desa. Fasilitator Pemetaan dan atau Spesialis Pendampingan Masyarakat memfasilitasi musyawarah. Tim ini terdiri dari ketua tim, dua community mapper, dan dua peneliti kampung (salah seorang di antaranya perempuan). Tim Pelaksana Desa adalah orang-orang yang dimandatkan oleh musyawarah desa untuk menjadi motor penggerak dalam penataan batas wilayah. Calon yang ideal adalah adalah orang-orang yang bisa baca tulis dan berhitung, berumur tahun, dan mampu berkomunikasi dengan berbagai lapisan dalam masyarakat desa tersebut. Harus dipastikan bahwa masyarakat memilih tim kerja dengan hati-hati, termasuk sebisa mungkin mencari anggota tim yang potensial dari kalangan perempuan, kelompok yang terpinggirkan, dan pemuda. Mereka akan mempunyai tugas yang sangat penting, yaitu mengumpulkan dan memindahkan seluruh informasi masyarakat ke dalam peta. Bila Tim lemah atau tak bertanggung jawab, informasi yang dikumpulkan akan buruk dan membingungkan dan peta akhir yang dihasilkan tidaklah memuaskan. Ketua tim yang dipilih hendaknya seorang yang dihormati dan diterima oleh semua kelompok di desa. Abt Associates Inc. 16

23 Secara umum tim ini bertugas untuk mendinamisasi, mengarahkan, dan memfasilitasi kegiatan di tingkat desa (dengan bantuan Fasilitator Pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat) serta menyiapkan bukti-bukti klaim wilayah desa yang akan dipaparkan dalam pertemuan-pertemuan di luar desa. Ketua tim mengelola pekerjaan semua anggota tim, berkoordinasi dengan pemerintah desa, dan memfasilitasi penyelesaian sengketa. Community mapper bertugas melakukan pembuatan sketsa batas desa serta pengambilan koordinat batas desa memakai GPS navigasi. Peneliti Kampung bertugas mengumpulkan sejarah desa serta bukti-bukti klaim batas desa. Peneliti kampung perempuan memiliki tugas tambahan untuk mengumpulkan informasi tentang penggunaan lahan dan sumber daya alam oleh para perempuan. Tim ini melaksanakan tugas-tugas ini di bawah pengawasan dan koordinasi Gugus Tugas TIM PENYELESAIAN PERSELISIHAN BATAS DESA Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Kecamatan adalah lembaga mediasi penyelesaian perselisihan batas, terutama batas antar desa. Mekanisme, kelembagaan serta keanggotaan dibangun secara partisipatif dengan mengedepankan kelembagaan penyelesaian konflik yang ada dan berlaku dalam masyarakat, namun tetap mengacu pada peraturan yang ada. Secara kelembagaan akan di bagi menjadi dua yaitu Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Kecamatan (PPBK) dan Forum Penyelesaian Perselihan Batas Antar Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi (PPBaK). Kedua tim ini ditetapkan oleh bupati melalui sebuah surat keputusan. PPBK berperan dalam upaya mencari solusi bersama perselisihan batas desa di dalam lingkup satu kecamatan. PPBK terdiri dari wakil-wakil pemerintahan kabupaten, pemerintahan kecamatan, kepala adat (jika ada), dan perwakilan dari desa-desa yang ada di kecamatan tersebut. Upaya penyelesaian diutamakan dengan pendekatan adat setempat maupun dengan cara musyawarah.pemilihan anggota PPBK dilakukan musyawarah secara berjenjang dari tingkat desa dan kecamatan. Setiap desa akan memutuskan siapa wakil mereka dalam forum tersebut, terutama mereka yang memiliki kompetensi dalam proses penyelesaian sengketa di tingkat desa dan bisa diterima oleh semua pihak di tingkat kecamatan. Dalam musyawarah desa, perempuan dan para pemuda hendaknya diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan usulan mereka. Ketua dan sekretaris kelompok-kelompok perempuan (seperti majelis taklim, Wanita Katolik, atau kelompok-kelompok perempuan lainnya) dan organisasi pemuda (seperti Karang Taruna, remaja mesjid, Orang Muda Katolik, dan sejenis) dapat ditawarkan sebagai wakil desa dalam forum tersebut. PPBaK, merupakan forum bersama yang dibentuk dari unsur-unsur PPBK di kecamatan yang dipilih berdasarkan desa yang berselisih dan wakil pemerintah kabupaten. Wakil-wakil PPBK dipilih berdasarkan usulan dalam pertemuan kecamatan. Spesialsi Pendampingan Masyarakat berupaya untuk memastikan bahwa forum bersama ini bekerja untuk mencapai penyelesaian sengketa, dengan disaksikan oleh wakil pemerintah kabupaten PERSIAPAN DI TINGKAT PEMERINTAH KABUPATEN Secara umum tahapan yang akan dilakukan seperti pada Tabel 3 dibawah ini : No Uraian Tahapan Penanggung Jawab Perlengkapan & Bahan 1. Pemberitahuan usulan SKPD yang Surat pengantar dan Tim Penetapan dan bertanggung jawab usulan kegiatan Penegasan Batas Desa dalam penataan kepada instansi yang batas desa akan dilibatkan 2. Pengajuan usulan Tim SKPD yang Rancangan SK kepada Bupati bertanggung jawab Pembentukan Tim Keluaran Surat dukungan dan kesediaan SKPD SK Bupati tentang Pembentukan Tim Abt Associates Inc. 17

24 3. Penyampaian SK Pembentukan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dari unsur pemerintah kepada pihak-pihak yang menjadi bagian tim kerja 4. Rapat Kerja Tim Kerja Penataan Batas Desa dari unsur pemerintah 5 Rapat Bersama Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dan Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif dalam penataan batas desa SKPD yang bertanggung jawab dalam penataan batas desa SKPD yang bertanggung jawab dalam penataan batas desa Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif Penetapan dan Penegasan Batas Desa SK Pembentukan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Penetapan dan Penegasan Batas Desa Surat Penugasan bagi wakil-wakil SKPD dari masing-masing pimpinannya - Penjelasan mengenai tanggung jawab - Identifikasi usulan kecamatan yang akan dilakukan penataan batas desa - Pengganggaran - Rencana Kerja - Pemahaman Bersama mengenai metodologi - Mekanisme Kerja Bersama - Rencana Detail Kegiatan 4.3. Persiapan oleh Gugus Tugas Gugus Tugas perlu mengadakan rapat-rapat perencanaan untuk mengembangkan rencana kerja dan anggaran yang lebih rinci. Tim kartografi akan mengumpulkan peta rupa bumi (skala 1: atau 1: , bila ada dalam bentuk digital), foto udara, citra satelit, dan lain-lain. Gugus Tugas perlu mengkaji dan menentukan tempat dan penginapan berdasarkan pengkajiannya sendiri dan berdasarkan konsultasi dengan Kantor Camat. Spesialis Pendampingan Masyarakat dan Fasilitator Pemetaan mengumpulkan terbitan yang tersedia tentang masalah-masalah sosial dan budaya pada kecamatan bersangkutan agar mereka lebih paham tentang daerah tersebut PERSIAPAN DI TINGKAT DESA Tahapan yang dilakukan pada persiapan di tingkat masyarakat di desa yang akan melakukan penataan batas desa ditampilkan pada Table 4.: No Uraian Tahapan Penanggung Jawab 1. Pemberitahuan kepada Gugus Tugas pemerintahan desa mengenai rencana kegiatan penataan batas desa 2. Kunjungan ke desadesa Fasilitator untuk Pemetaan menjelaskan tentang Bahan & Perlengkapan - Komputer - Pencetak - Surat Tugas dari Gugus Tugas Keluaran Surat Pemberitahuan ke Kepala Desa - Persetujuan mengenai rencana penataan batas desa - Daftar daerah-daerah yang Abt Associates Inc. 18

25 rencana penataan batas desa dan mendapatkan persetujuan tentang rencana tersebut 3. Pertemuan-pertemuan Desa (Musyawarah Desa) 4. Persiapan di tingkat desa untuk kegiatan lokakarya pertama Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dan Gugus Tugas Tim Pelaksana Desa didampingi fasilitator pemetaan - Surat Tugas dari Bupati - Panduan Penataan Batas Desa - GPS navigasi - Peta situasi - Alat tulis - Alat Tulis - Flipchart - Proyektor LCD - Generator jinjing - Kertas besar tahan air berpotensi sengketa di sepanjang batas Desa - Rencana Musyawarah Desa - Daftar koordinat tempattempat penting di desa - Persetujuan desa atas penataan batas - Tim Pelaksana Desa terbentuk - Pemilihan Wakil Masyarakat yang akan menjadi anggota Forum Penyelesaian Perselisihan Batas - Pembuatan Sketsa Wilayah Administrasi Desa - Sketsa Wilayah yang siap disampaikan pada lokakarya - Temuan awal dan tulisan tentang sejarah batas desa Abt Associates Inc. 19

26 5. Lokakarya Pertama Tujuan: - Memastikan bahwa semua desa dalam kecamatan yang bersangkutan bersedia untuk memetakan desa mereka - Memastikan bahwa wakil-wakil desa dan para pelaksana penataan batas desa paham akan metodologi dan tahapan kegiatan, - Merumuskan prinsip dasar penataan batas desa partisipatif dan membuat rencana kegiatan dilengkapi dengan jadwal kegiatan, - Membentuk forum penyelesaian perselisihan batas - Melatih Tim Pelaksana Desa dalam pembuatan peta sketsa dan informasi sosial tentang batas dari masing-masing desa mereka - Memilih memilih apa yang mereka mau masukkan ke dalam peta dan simbol-simbol peta yang akan digunakan WAKTU: 5 hari BIAYA: Rp Peralatan: - Alat tulis (buku catatan, pena, pensil, pensil berwarna, penggaris, penghapus, kertas kalkir, tabung plastik untuk menyimpan peta, penghapus tinta [Tipp Ex]) - Komputer jinjing, proyektor LCD, generator jinjing, kain putih besar (untuk layar) - Peta rupa bumi dan citra satelit yang mencakup kecamatan tersebut Lokakarya Pertama menentukan keseluruhan pemetaan. Bila acara tersebut berjalan baik dan memberikan orientasi yang jelas dan menyeluruh atas tujuan pemetaan, metodologi untuk membuat peta, dan skema keseluruhan pemetaan, maka ada makin sedikit kesalahpahaman dan kebingungan di kemudian hari. Pendek kata, pengenalan materi yang terkoordinasi baik dan koheren akan memberikan kepercayaan diri akan kesahihan pemetaan. Kegiatan ini dibagi menjadi dua bagian: Lokakarya Penataan Batas Partisipatif yang dihadiri oleh seluruh pihak yang berkepentingan dalam penataan batas desa, dan Pelatihan Tim Pelaksana Desa agar para anggota tim bisa membuat peta sketsa dan mengumpulkan informasi sosial yang dibutuhkan. LOKAKARYA PENATAAN BATAS PARTISIPATIF Peserta yang akan diharapkan hadir adalah : - Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dari pemerintah (7 orang) - Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif (8-10 orang) - Semua Kepala Desa atau yang mewakili di kecamatan yang dipetakan - Semua Ketua Badan Permusyawaratan Desa atau salah satu anggota yang ditunjuk di kecamatan tersebut - Tetua Desa atau pimpinan lembaga adat - Tim Pelaksana Desa dari masing-masing desa (5 orang) - Wakil kecamatan (2 orang) Jika dalam satu kecamatan terdiri dari 10 desa, maka peserta yang hadir diperkirakan berjumlah terdiri dari orang terdiri dari : Abt Associates Inc. 20

27 - Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dari pemerintah (7 orang) - Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif (8-10 orang) - Wakil dari desa: 8 orang per desa - Wakil Kecamatan : 2 orang Kegiatan ini diadakan, dipersiapkan, dan difasilitasi oleh Gugus Tugas. Kegiatan sebaiknya dilakukan di ibukota kecamatan dalam wilayah yang akan dipetakan. Agenda Lokakarya : Hari Pertama: Penjelasan mengenai tahapan kegiatan, penyampaian masing-masing desa mengenai wilayah desa masing-masing, dan identifikasi bersama potensi perselisihan batas desa Hari Kedua: penyusunan rencana kerja lapangan termasuk musyawarah penyelesaian perselisihan batas desa, pembentukan forum penyelesaian perselisihan batas, dan pembahasan mekanisme penyelesaian perselisihan batas PELATIHAN TIM PELAKSANA DESA Kegiatan ini diikuti oleh seluruh anggota Tim Pelaksana Desa. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memfasilitasi penataan batas desa partisipatif. Peserta pelatihan diharapkan, antara lain, mampu : a) menggali dan mendokumentasikan penggunaan wilayah warga masyarakat di desa tempat tinggalnya, b) menggali dan mendokumentasikan bukti-bukti klaim wilayah baik itu cerita/sejarah lisan maupun dokumen tertulis c) memfasilitasi pembuatan peta sketsa wilayah desa, d) memfasilitasi pengambilan data spasial batas wilayah dengan menggunakan GPS navigasi, dan e) memfasilitasi komunikasi dan koordinasi dalam tim untuk memastikan semua anggota paham dengan baik dan bekerja sama sebagai bagian dalam tim se kecamatan. Pelatihan yang digunakan adalah metode pendidikan orang dewasa, atau menggunakan Experiential Learning Theory dan metode partisipatif sebisa mungkin, yang mengedepankan praktek lapangan daripada teori. Materi pelatihan secara khusus terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok sosial dan kelompok teknis dengan rincian umum materi pelatihan sebagai berikut : Peneliti Kampung: - Identifikasi anggota masyarakat yang mengetahui dan memahami batas wilayah desa - Teknik penggalian dan pendokumentasian bukti-bukti klaim wilayah - Teknik pengumpulan nama-nama tempat sebagai batas desa - Teknik membangun kesepakatan batas wilayah dengan desa yang berbatasan Community Mapper: - Pembuatan peta sketsa penggunaan wilayah - Pencatatan koordinat geografi dan pertelaan sekitar batas desa - Penggunaan GPS Navigasi - Pembuatan peta dari hasil survey lapangan Abt Associates Inc. 21

28 Pelatihan sebaiknya dilakukan di salah satu desa yang akan dilakukan penataan batas desa dengan harapan peserta dapat mempelajari dengan kondisi nyata di lapangan. Namun dalam penentuan desa lokasi pelatihan harus memperhatikan kondisi pendukung yang mencukupi seperti tersedianya tempat pelatihan yang mencukupi, ketersediaan listrik, dan kondisi masyarakat setempat yang mendukung. Fasilitator Pemetaan sebaiknya mengidentifikasi dahulu lokasi pelatihan, baru kemudian membahasnya dengan pemerintahan kecamatan dan desa. Kegiatan ini difasilitasi oleh Ketua Tim dengan dibantu oleh para Fasilitator Pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat. Materi pelatihan: 1. Pengenalan peta: apa itu peta, bagaimana membuatnya, apa kegunaannya Gugus Tugas menjelaskan pengetahuan dasar tentang peta dan pemetaan. Untuk itu, tim kartografi perlu membawa berbagai jenis peta untuk membantu penjelasan tentang hal ini, termasuk peta negara; peta dunia (dan sebuah bola dunia, bila ada); sejumlah peta tematik (bisa dijumpai di dalam atlas dan memperlihatkan hal-hal seperti penyebaran penduduk, curah hutan, tanah dan tanah pertanian, tutupan hutan, dan kawasan konservasi); dan peta-peta tua. Bila ada, mereka juga membawa peta dasar buatan pemerintah dari berbagai skala yang meliputi wilayah yang akan dipetakan. Peta-peta tersebut akan membantu untuk menunjukkan berbagai aspek kartografi, penggunaan praktis dari peta, dan kelemahan dari pembuatan peta secara tradisional di wilayah tersebut. Salah satu hal yang penting untuk dibahas adalah skala. Konsep skala adalah sesuatu yang cukup rumit bagi kebanyakan orang. Untuk itu perlu ada penjelasan yang memadai tentang skala. Hal ini sangat terkait dengan pembuatan peta sketsa nantinya, karena berdasarkan pengalaman wakil-wakil masyarakat cenderung fokus menggambarkan tanda-tanda sekitar pemukimannya. Padahal, informasi spasial tersebut mungkin tidak bisa terlihat jelas bila peta yang digunakan adalah, misalnya, 1: Pembuatan peta sketsa Peta sketsa merupakan bagian penting dalam proses pemetaan partisipatif karena masyarakat menggambarkan sendiri bagaimana mereka menggunakan ruang berdasarkan kategori dan nama yang pakai dalam kehidupan sehari-hari. Peta-peta tersebut akan menjadi dasar perundingan dengan desa-desa lain dan bisa dipakai untuk melakukan perencanaan desa (termasuk penataan ruang) secara partisipatif. Dalam pelatihan ada paling sedikit tiga tahap yang perlu dilakukan. a. Informasi dalam peta Bagian yang penting pada bagian ini adalah memutuskan apa saja yang akan dimasukkan dalam peta. Untuk membuat peta sketa, ada tiga jenis informasi umum yang akan digambarkan dalam peta yaitu: Obyek fisik yang menonjol, baik alami (seperti sungai, sungai kecil, anak sungai, rawa, bukit, gunung) maupun buatan (seperti kampung, jalan, jalan setapak, jembatan, dll.) Daerah subsistensi, seperti pertanian, perburuan, penangkapan ikan, pengumpulan buah-buahan, tanaman obat, kayu bakar, bahan bangunan, kayu untuk dijual, dll. Daerah yang bernilai budaya, spiritual atau sejarah penting, seperti tempat pemujaan/keramat, gua, reruntuhan, kampung yang ditinggalkan, kuburan, dll. Abt Associates Inc. 22

29 Dalam diskusi kelompok, buatlah daftar unsur-unsur yang akan dimasukkan dalam peta di atas papan tulis atau lembaran kertas. Daerah-daerah yang penting untuk perempuan dan kelompok-kelompok terpinggirkan juga perlu masuk dalam daftar. Daftar tersebut dibuat oleh Tim Pelaksana Desa, bukan oleh pihak luar (misalnya, para Kartograf, orang-orang yang bukan berasal dari kampung-kampung yang dipetakan). Mulailah dengan obyek fisik, alami dan buatan, dan tulislah satu per satu; lakukan hal yang sama untuk daerah subsistensi dan daerah yang penting secara budaya, spiritual atau sejarah. Banyak orang yang akan berpartisipasi dalam pembuatan daftar ini dan ada kecenderungan membuat daftar tersebut sangat panjang. Hal ini mesti dihindari, karena kategori yang terlalu banyak akan membuat peta terlalu penuh dan menyebabkannya sulit dimengerti. Dengan demikian, daftar kategori perlu dibatasi agar lebih mudah dikelola. Pastikan bahwa berbagai kategori tersebut tidak menjadi terlalu spesifik: tak ada cukup ruang dalam peta untuk berbagai jenis satwa buruan, tumbuhan yang dikumpulkan atau ditanam, atau berbagai ukuran bukit. Satwa buruan digabungkan menjadi sebuah kategori ( wilayah berburu ) kecuali ada satu atau dua jenis yang sangat penting. Dalam hal ini, mungkin ada kategori umum untuk berburu dan sebuah kategori yang lebih khusus untuk jenis yang penting tersebut. Prinsip yang sama berlaku untuk kegiatan menangkap ikan, meramu dan bertani. b. Memilih lambang untuk peta Setelah apa saja yang akan dimasukkan dalam peta diputuskan, tugas berikutnya adalah memilih lambang-lambang yang akan digunakan untuk menggambarkan obyek-obyek tersebut. Untuk pemetaan partisipatif, para warga desa punya kebebasan untuk memilih lambang apa saja yang mereka mau. Hal ini umumnya diputuskan di antara semua yang hadir, bisa dengan sedikit perlombaan dan diskusi panjang. Beberapa lambang tak banyak berbeda dari satu budaya ke budaya lain, walaupun rinci gambarnya mungkin berbeda. Daerah penangkapan ikan, misalnya, selalu digambarkan dengan semacam ikan (tidak terlalu banyak pilihan untuk hal ini; satu-satunya perbedaan mungkin adalah jenis ikannya). Namun, kategori-kategori lain digambarkan dengan lambanglambang yang beragam di masing-masing budaya. Daerah berburu, bila digeneralisir, dapat berbeda-beda bentuknya: bisa jenis satwa buruan yang paling populer di daerah tersebut atau busur dan panah. Daerah pertanian bisa digambarkan dengan sebuah tanaman atau seluruh petak kebun. Pemakaman dan tempat keramat bisa digambarkan beragam dalam bentuk dan gambar di masing-masing budaya. Kebun mungkin digambarkan sebagai poligon dengan sebuah tanaman di dalamnya atau kumpulan pohon. Intinya adalah tiap kelompok memilih obyek apa saja yang mereka ingin masukkan dalam peta dan bagaimana mereka menggambarkannya. c. Latihan membuat peta sketsa Setelah memilih obyek yang akan dimuat dalam peta dan lambang-lambangnya, para para peserta perlu berlatih membuat peta sketsa. Sedikitnya sehari penuh perlu dialokasikan untuk kegiatan ini. Kegiatan bisa dilakukan dalam kelompok kecil dengan menggunakan kertas dan pensil untuk menggambar sebuah daerah yang dipilih dengan skala 1: berdasarkan peta kerja yang disediakan tim kartografi. Bila peta dasar dengan skala 1: tidak tersedia, perlu dibuat peta kerja menggunakan citra satelit resolusi tinggi atau memakai pemetaan udara dengan teknologi tepat guna memakai layang-layang atau pesawat terbang tanpa awak dengan Abt Associates Inc. 23

30 fasilitas kendali jarak jauh (unmanned aerial vehicle UAV). Peta ini dibuat sebelum pelatihan dilakukan. Agar para peserta mulai membuat peta yang benar, tim kartografi bisa membantu dengan menggambarkan sungai-sungai utama, atau tanda penting lainnya, untuk memberi kerangka acuan; kemudian para anggota Tim Pelaksana Desa mulai menggali informasi dari kepala mereka dan menuangkan ke atas peta. Pengalihan informasi dari kepala mereka ke atas kertas makin lama makin cepat dan mereka menyadari bahwa mereka sebenarnya menggambar sebuah peta. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri mereka. Apa yang mereka buat hanya kerangka saja, tentu saja, tetapi mereka dapat melihat ke mana proses ini berjalan. 3. Menggunakan GPS navigasi GPS navigasi dipakai untuk survei batas, sehingga anggota Tim Pelaksana Desa perlu tahu bagaimana cara menggunakannya. Pada tahap ini para peserta mendapat pengetahuan dasar tentang GPS navigasi dan latihan bagaimana menggunakannya. Rincian latihan untuk pengoperasian GPS tergantung atas merek dan model alat yang dipakai. Setelah selesai pelatihan ini, Tim akan langsung bekerja dan dibekali dengan peralatan yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data dan membuat peta sketsa. Peralatan yang perlu disediakan antara lain kertas yang tidak mudah sobek (misalnya kalkir), tabung plastik untuk menyimpan peta, lembaran kertas, pensil berwarna, pena, dan buku catatan. Abt Associates Inc. 24

31 6. Periode Lapangan TUJUAN: 1. Membuat peta sketsa penggunaan wilayah dan batas desa 2. Mengumpulkan informasi dan dokumen tentang batas desa 3. Membuat batas indikatif wilayah adat bila ada masyarakat adat di wilayah tersebut WAKTU: DUA MINGGU BIAYA: Rp per desa Peralatan: - Alat tulis (buku catatan, pena, pensil, pensil berwarna, penggaris, penghapus, kertas kalkir, tabung plastik untuk menyimpan peta, penghapus tinta [Tipp Ex]) - Komputer jinjing, proyektor LCD, generator jinjing, kain putih besar (untuk layar) Tim Pelaksana Desa yang telah dilatih kembali ke desanya dengan membawa peta kerja yang telah disiapkan oleh tim kartografi. Peta kerja ini merupakan peta yang diolah bersumber dari peta rupa bumi (peta dasar) dan sumber lainnya. Skala minimal peta kerja adalah 1 : Peta kerja ini berisi informasi dasar seperti tanda alam yang menonjol seperti sungai, titik ketinggian, jalan, pemukiman dan informasi lainnya yang mempermudah masyarakat dalam pembuatan sketsa batas wilayah dan penggunaan lahan. Tahapan Kegiatan akan dilakukan selama periode lapangan seperti pada tabel di bawah ini : No Uraian Tahapan Penanggung Jawab 1. Pengemasan Ketua Tim bahan-bahan Pelaksana hasil lokakarya Desa dan pelatihan partisipatif 2.a Pembuatan peta sketsa batas wilayah desa serta penggunaan lahan berdasarkan diskusi dengan orang-orang yang tahu tentang wilayah tersebut (khususnya tetua desa), kaum perempuan dan kelompok rentan 2.b Wawancara mendalam dengan tetua desa dan orangorang yang paham Community Mapper Peneliti Kampung Masukan Perlengkapan Keluaran Waktu - Draft Peta Sketsa hasil lokakarya - Catatan dan Bahan Lokakarya - - Kertas tahan air - Pensil berwarna - Penggaris - Pena - Tabung plastik - - Buku catatan - Pena - Lembaran kertas besar - Bahan bahan pemaparan untuk pertemuan desa Draf peta sketsa batas desa dan penggunaan lahan - Sejarah Desa - Dokumen Kesepakatan Batas - Bukti bukti tertulis 1 minggu 1 minggu Abt Associates Inc. 25

32 mengenai sejarah kampung/desa), serta cerita kesepakatan batas, dan bukti atau dokumen tertulis 3 Musyawarah dengan desadesa tetangga 4 Pembuatan sketsa indikasi wilayah adat (adat) berdasarkan wawancara dengan tetua dan pimpinan adat 5 Musyawarah Desa untuk memaparkan rancangan peta sketsa, sejarah desa dan buktibukti batas desa Pengolahan Data Kepala Desa, Tim Pelaksana Desa, fasilitator pemetaan Community mapper, fasilitator pemetaan Kepala Desa dan Tim Pelaksana Desa, dibantu oleh fasilitator pemetaan Kepala Desa dan Tim Pelaksana Desa, dibantu oleh fasilitator pemetaan - Daftar nama tempat sepanjang batas masingmasing desa - Bukti tertulis kesepakatan atau klaim - Flipchart - Buku catatan batas - - Kertas tahan air - Rancangan Peta Sketsa yang hasil lokakarya - Catatan dan Bahan Lokakarya - Alat tulis - Flipchart - Proyektor LCD - Generator jinjing - Kertas tahan air - akses ke fotokopi dan penjilid - Daftar nama tempat sepanjang batas desa dan wilayah adat - Kesepakatan batas dengan desa-desa tetangga (Form 1, Lampiran 3) - Peta sketsa wilayah adat - Daftar nama tempat sepanjang batas wilayah adat - Persepsi masyarakat tentang hasil lokakarya - rumusan batas wilayah desa (daftar nama tempat di sepanjang batas), kumpulan bukti batas desa, - sketsa wilayah desa yang direvisi - Bundel dokumen mengenai batas - Sketsa final batas wilayah desa dan penggunaan lahan yang telah dirapikan 1 minggu 1 hari 7 Hari Pengumpulan informasi untuk membuat peta sketsa mempunyai beberapa tantangan. Tantangan yang paling menonjol adalah menentukan format pertemuan dan jumlah orang yang perlu diwawancarai. Cari terbaik adalah dengan mengadakan wawancara mendalam dengan empat atau lima orang di desa (umumnya tetua desa atau pemburu) yang punya pengetahuan luas tentang klaim wilayah desa, nama tempat pada batas, bentangan wilayah, dan sejarah desa. Untuk melakukannya, Tim Pelaksana Desa dapat memilih narasumber setelah berkonsultasi dengan kepala desa dan tokoh-tokoh desa. Untuk Abt Associates Inc. 26

33 menjamin kesahihan informasi, mereka kemudian diundang dalam sebuah diskusi kelompok terfokus untuk membahas informasi yang dikumpulkan. Pemilihan narasumber cenderung menunjuk para lelaki, karena pengetahuan keruangan tentang wilayah biasanya diturunkan kepada anak lelaki. Sebuah pertemuan terpisah perlu dilakukan bagi para perempuan dan kelompok rentan agar pengetahuan mereka juga dapat dikumpulkan. Peneliti kampung perempuan bertugas untuk memfasilitasi pertemuan ini. Informasi dari semua sumber kemudian dikumpulkan dan dimasukkan dalam peta sketsa. Untuk memastikan bahwa informasi yang dikumpulkan dan peta sketsa yang dibuat sudah baik, fasilitator pemetaan dan Spesialis Pendampingan Masyarakat mengunjungi desa-desa guna memeriksa hasil kerja Tim Pelaksana Desa. Peta sketsa dan informasi tentang batas wilayah kemudian dipaparkan dalam sebuah musyawarah desa yang dihadiri sebanyak mungkin warga, termasuk kaum perempuan dan kelompok rentan, untuk mendapatkan tanggapan dan masukan perbaikan. Bila desanya terlalu besar, pertemuan ini bisa dilakukan di masing-masing kampung/dusun. Pertemuan ini difasilitasi oleh fasilitator pemetaan dibantu oleh Tim Pelaksana Desa, dan perlu ada notulen yang mencatat proses agar dapat menjadi acuan di masa depan. Abt Associates Inc. 27

34 7. Pembuatan Draf Peta Batas Desa Secara Kartometris TUJUAN: - Membuat rancangan peta kartografis batas desa pada skala 1: atas kecamatan yang melaksanakan penataan batas desa WAKTU: TIGA MINGGU BIAYA: Rp (termasuk honorarium) Peralatan: - Komputer jinjing, proyektor LCD, generator jinjing, kain putih besar (untuk layar) - Peta rupa bumi dan citra satelit resolusi tinggi yang mencakup kecamatan tersebut Kegiatannya utama dari tahap ini adalah memindahkan informasi dari peta-peta sketsa (penggunaan lahan dan batas desa) dan rancangan batas desa ke dalam peta kerja berskala. Dalam tahap ini batas desa ditentukan di atas lembaran peta atau yang disebut sebagai menarik garis batas secara kartometris. Peta kerja ini dengan skala 1: berupa pengolahan dari peta-peta rupa bumi dan citra satelit resolusi tinggi. Pemindahan ini dapat dilakukan di atas peta lembaran dengan mengacu pada citra satelit untuk menentukan titik-titik dari nama-nama tempat yang menjadi batas desa dan, bila ada, wilayah adat. Tim kartografi kemudian mengolahnya secara digital menggunakan SIG. Pemindahan informasi batas dan tata guna lahan bisa dilakukan dengan dua cara. Untuk informasi spasial umum, tim kartografi menyorotkan peta dari komputer jinjing (laptop) ke atas layar yang dibuat dari kain putih menggunakan proyektor LCD agar para warga desa menarik garis batas desa yang telah disepakati dan poligon besar untuk kategori tata guna lahan di atas layar, tim kartografi bisa langsung mendigitasi data tersebut ke dalam SIG. Untuk kategori-kategori tata guna lahan yang poligonnya kecil digunakan peta sketsa. Para perempuan, pemuda dan kelompok-kelompok rentan di desa perlu didorong untuk menunjukkan lokasi-lokasi yang penting bagi mereka. Keuntungan metoda ini adalah melibatkan banyak orang sambil mengolah data spasial dengan cepat. Setelah proses ini selesai, tim kartografi akan mencetak rancangan peta berskala untuk masing-masing desa dan menyerahkan peta-peta tersebut kepada masing-masing Tim Pelaksana Desa untuk diperlihatkan kepada masyarakat desa yang bersangkutan untuk diverifikasi. Bila ada koreksi dari masyarakat, tim kartografi memperbaiki kesalahan dan mencetak peta baru agar kepala desa bisa memaparkannya dalam Lokakarya Penetapan Batas Desa. Tim kartografi selanjutnya menggabungkan semua peta batas desa untuk mendapatkan peta kecamatan secara keseluruhan dan melihat ada tidaknya batas desa yang tumpang tindih. Bila ada masyarakat adat di kecamatan tersebut, indikasi wilayah adat juga digambarkan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari masing-masing Tim Pelaksana Desa. Tim kartografi akan memaparkan peta hasil kompilasi ini pada Lokakarya Penetapan Batas Desa untuk melihat wilayah kecamatan secara keseluruhan dan sebagai bahan diskusi untuk mencapai kesepakatan batas antar desa. Abt Associates Inc. 28

35 8. Lokakarya Penetapan Batas Desa TUJUAN: - Masing-masing desa memaparkan batas desa dan bukti-bukti pendukungnya menurut versi masing-masing - Mengidentifikasi batas yang tumpang tindih - Mencapai kesepakatan bersama atas batas di antara semua desa-desa dalam kecamatan yang dipetakan - Membangun Kesepakatan mengenai upaya penyelesaian perselisihan batas - Membuat rencana kerja lanjutan kegiatan penataan batas desa WAKTU: 3-4 HARI BIAYA: RP Peralatan: - Alat tulis (buku catatan, pena, pensil, pensil berwarna, penggaris, penghapus, kertas kalkir, tabung plastik untuk menyimpan peta, penghapus tinta [Tipp Ex]) - Komputer jinjing, proyektor LCD, generator jinjing, kain putih besar (untuk layar) - Peta rupa bumi dan citra satelit yang mencakup kecamatan tersebut - Pada tahap ini Peta Draf Batas Desa dan Dokumen pendukung telah siap untuk dipaparkan oleh masing-masing desa. Tim Pendamping Teknis pun sudah selesai mengerjakan peta-peta yang diperlukan dengan GIS. Dalam lokakarya ini peserta yang akan diharapkan hadir adalah : - Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa dari pemerintah (7 orang) - Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif (8-10 orang) - Semua Kepala Desa atau yang mewakili dari kecamatan yang sedang dipetakan - Semua Ketua Badan Permusyawaratan Desa atau salah satu anggota yang ditunjuk dari kecamatan yang sedang dipetakan - Tetua Desa atau pimpinan lembaga adat - Tim Pelaksana Desa dari masing-masing desa (2 orang) - Calon anggota forum penyelesaian perselisihan batas yang ditunjuk desa - Tim Pendamping Kabupaten dan Kecamatan Jika dalam satu kecamatan terdiri dari 10 desa maka peserta yang hadir diperkirakan berjumlah terdiri dari orang terdiri dari : - peserta dari desa masing-masing berjumlah 6 orang per desa : 60 orang - Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif: 8-10 orang - Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa : 7 orang, - Wakil Kecamatan : 2 orang Kegiatan ini difasilitasi oleh Gugus Tugas dan dilakukan di ibukota kecamatan. Agenda Lokakarya : Komponen Pertama: Pemaparan Usulan Batas Desa (1) Pemaparan masing-masing desa tentang batas desa mereka dan bukti-bukti klaim Abt Associates Inc. 29

36 (2) Pemaparan peta kompilasi untuk seluruh kecamatan yang oleh tim kartografi dan, bila ada, menunjukkan wilayah adat dan batas desa yang tumpang tindih (3) Identifikasi batas-batas desa yang sudah disepakati dan yang belum bisa disepakati. Pada masing-masing kegiatan akan disertai dengan diskusi. Untuk itu, tim kartografi akan memaparkan peta kecamatan hasil kompilasi kepada para peserta, sehingga mereka bisa menyepakati bagian mana saja yang sudah bisa disepakati dan bagian mana saja yang masih terjadi tumpang tindih. Komponen Kedua: Kesepakatan tindak lanjut (1) Karena perundingan batas desa semestinya telah terjadi pada Periode Lapangan, desa-desa yang batas-batasnya telah disepakati atau bila bukti-bukti klaimnya telah diterima oleh desa-desa tetangga dapat berlanjut pada perencanaan survei batas dan di mana saja tanda-tanda batas sementara bisa diletakkan. Setelah menyelesaikan proses ini, mereka mengisi Form 2 (lihat Lampiran 4). (2) Desa-desa yang masih memiliki sengketa batas dapat merencanakan proses penyelesaian dengan menentukan tanggal perundingan. Bila diperlukan, desa-desa yang bertetanggga dapat mencari mediator yang disepakati bersama untuk membantu proses pembentukan konsensus. Abt Associates Inc. 30

37 9. Survei Batas Desa TUJUAN: - Memberi kesempatan bagi masyarakat masing-masing desa untuk mengetahui hasil-hasil Lokakarya Penetapan Batas Desa - Melacak batas yang sudah disepakati di lapangan dan memasang pilar batas sementara - Bila batas-batas telah disepakati di lapangan, membuat peta batas desa berdasarkan survei - Menyerahkan peta desa kepada masyarakat desa yang bersangkutan untuk proses pengesahan WAKTU: delapan minggu BIAYA: Rp per desa Peralatan: - GPS navigasi - Buku catatan - Formulir koordinat geografi - Potongan pipa PVC berukuran 2 inci - Cat Para kepala desa membawa draf peta batas desa yang berskala yang sudah disepakati atau masih perlu dirundingkan ke desa masing-masing agar masyarakat bisa memeriksa isi peta dan menambah informasi bila diperlukan. Dalam tahap ini anggota Tim Pelaksana Desa mengundang masyarakat atau melakukan diskusi-diskusi informal untuk membicarakan dan memeriksa batas desa sementara. Jika ada hal yang belum sesuai bisa dilakukan perbaikan maupun didiskusikan lagi dengan desa yang berbatasan dengan difasilitasi oleh Pendamping Kecamatan. Hasilnya kemudian diserahkan kepada Pendamping teknis kecamatan untuk dibuat peta baru. Para kepala desa melaporkan para warganya tentang hasil-hasil lokakarya (yaitu apakah batas desa sudah disepakati atau memenuhi perundingan lebih lanjut). Bila semua sudah menerima hasil Lokakarya Penetapan Batas Desa, maka dilakukan pelacakan batas. Kegiatan ini dipimpin oleh surveyor dibantu oleh fasilitator pemetaan. Jika pelacakan batas yang sekaligus menjadi batas kecamatan atau kabupaten, wakil Tim Penegasan Batas Daerah perlu hadir atau paling sedikit memberikan masukan. Data lapangan akan diserahkan juga kepada Tim Penegasan Batas Daerah. Survei ini melibatkan surveyor, fasilitator pemetaan, wakil-wakil Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa, kantor camat, pemerintah desa-desa tetangga, dan orang-orang yang mempunyai pengetahuan baik tentang batas dan atau wilayah yang disurvei dari desa-desa yang berbatasan. Titik-titik koordinat yang diambil dalam survei ini adalah lokasi nama-nama tempat yang telah disepakati kedua desa yang berbatasan (sebagaimana dicantumkan pada Form 2). Community mapper perlu didorong untuk mengambil titik-titik koordinat tersebut menggunakan GPS navigasi dan menuliskannya pada Form 3 (lihat Lampiran 5). Makin banyak titik koordinat yang diambil maka peta yang dihasilkan lebih baik, sehingga sebisa mungkin pengambilan titik dilakukan setiap 100 meter. Setiap 500 meter dari rute Abt Associates Inc. 31

38 pelacakan batas dipasang patok batas sementara yang dicat merah, baik yang sudah disiapkan sebelum survei maupun yang dicat di lapangan. Selama pelacakan batas, sengketa batas sering muncul terutama karena pemilik tanah keberatan atas letak tanda batas. Sebisa mungkin, sengketa tersebut diselesaikan di tempat memperhatikan nasihat dari pempinan adat atau pejabat pemerintah yang turut serta dalam survei. Bila kesepakatan tidak bisa diperoeh, maka masalah tersebut dibawa pada proses perundingan di antara para pimpinan desa-desa yang bertetangga, dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan pemilik tanah dari lokasi yang disengketakan. Bila desa-desa yang bertetangga mencapai kata sepakat tentang lokasi tanda-tanda batas, para kepala desa perlu mengisi Form 4, Lampiran 6. Sementara pejabat kabupaten yang menjadi anggota atau waktil dari Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa mengisi Formulir Data Survei Pelacakan (Form 5, Lampiran 7). Berdasarkan hasil-hasil survei tim kartografi membuat peta baru yang menunjuk batas dan lokasi tanda-tanda batas sementara. Rancangan peta-peta yang baru dibawa ke desa-desa untuk verifikasi akhir atas posisi tempat dan kategori tata guna lahan serta kebenaran nama dan ejaan. Bila peta sudah disetujui, tim kartografi akan mencetak versi final dari peta masing-masing desa yang memenuhi Permendagri No. 27 Tahun 2006 (lihat Lampiran 13). Setelah peta akhir dibuat, Gugus Tugas mengatur jadwal penyerahan peta desa ke masing-masing desa dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh pejabat pemerintah desa dan warga desa. Kehadiran Camat dan pejabat kabupaten (lebih baik lagi bisa anggota Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa) akan meningkatkan kebanggaan masyarakat. Dalam kegiatan ini, ketua tim Gugus Tugas menyampaikan peta bersamaan dengan berita acara penyerahan yang ditandatangani Ketua Tim, Kepala Desa, dan tokoh-tokoh desa lainnya, dengan Camat dan pejabat kabupaten sebagai saksi (Form 6, Lampiran 8). Abt Associates Inc. 32

39 10. Pemetaan secara Geodetik TUJUAN: - Memasang tanda batas permanen untuk mengganti tanda-tanda batas sementara. - Menghasilkan peta batas desa yang dapat diserahkan untuk penerbitan surat keputusan Bupati, dan yang memenuhi standar yang dijabarkan dalam Permendagri No. 27 tahun Waktu: delapan minggu Biaya: Rp per desa Peralatan: - Besi baja konstruksi, semen, tablet kuningan (brass tablets) - GPS geodetik units, komputer - Alat transportasi bahan-bahan pembuatan tanda batas (seperti truk, sepeda motor, kuda) Pemasangan tanda batas permanen Bila semua patok batas sementara sudah dipasang, maka Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa bisa memasang pilar batas permanen dengan spesifikasi yang termuat dalam lampiran Permendagri No. 27 Tahun 2006 (lihat Lampiran 9). Pilar batas diutamakan dibangun pada titik-titik yang rawan sengketa. Untuk desa yang sekaligus menjadi batas kecamatan, kabupaten atau provinsi kegiatan dikoordinasi dengan wilayah-wilayah yang berbatasan, karena pembiayaan bisa ditanggung APBD dari kedua belah pihak yang berbatasan atau APBN. Pembuatan dan pemasangan pilar batas desa ditujukan untuk memperoleh kejelasan dan ketegasan batas antar desa sesuai dengan kesepatakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jenis-jenis pilar batas desa adalah: 1) Pilar Batas Utama (PBU), yaitu pilar batas yang dipasang di titik-titik tertentu, terutama di titik awal, titik akhir garis batas, dan atau pada jarak tertentu di sepanjang garis batas. 2) Pilar Batas Antara (PBA), yaitu pilar batas yang dipasang di antara PBU dengan tujuan untuk menambah kejelasan garis batas antara dua desa atau pada titik-titik tertentu yang dipertimbangkan perlu untuk dipasang PBA. 3) Pilar Kontrol Batas (PKB), yaitu pilar yang dipasang di sekitar batas desa dengan tujuan sebagai petunjuk keberadaan batas desa. Pilar Kontrol Batas dipasang sehubungan pada batas yang dimaksud tidak dapat dipasang pilar batas karena kondisinya yang tidak memungkinkan (seperti pada kasus sungai atau jalan raya sebagai batas) atau keadaan tanah yang labil. Ketentuan untuk kerapatan pemasangan PBU, PKB dan PBA sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk batas desa yang mempunyai potensi tinggi (tingkat kepadatan penduduk, nilai ekonomi, nilai budaya dan lain-lain), kerapatan pilar setidaknya setiap 0.5 km sampai dengan 1 km. 2) Untuk batas desa yang mempunyai potensi rendah kerapatan pilar setidaknya setiap 1 km sampai dengan 3 km. Abt Associates Inc. 33

40 Pemasangan pilar batas harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Ditempatkan pada kondisi tanah yang stabil, terhindar dari erosi dan abrasi. 2) Mudah ditemukan dan mudah dijangkau. 3) Aman dari gangguan aktivitas manusia maupun binatang. 4) Punya ruang pandang ke langit yang relatif terbuka (untuk pilar batas yang akan diukur dengan metode Global Positioning System). Ketentuan pemasangan pilar adalah sebagai berikut: 1) Sebagai tanda pemisah batas desa dipasang pilar tipe D dengan ukuran 20 cm panjang, 20 cm lebar dan 25 cm tinggi di atas tanah dan kedalaman 75 cm di bawah tanah. 2) Jika dipandang perlu di antara dua PBU dapat dipasang PBA sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. PBA pada batas desa dipasang dengan ukuran 20 cm panjang, 20 cm lebar, 20 cm tinggi di atas tanah dengan kedalaman 40 cm di bawah tanah. 3) Pada setiap pilar harus dipasang brass tablet pada bagian atas pilar sebagai indentitas dari pilar. Selain itu harus dipasang satu buah plak pada salah satu dinding pilar yang menghadap ke arah utara sebagai keterangan tentang pilar batas wilayah dua atau lebih desa. Pada plak harus ditulis nama-nama desa yang berbatasan. 4) Hasil pemasangan pilar batas kemudian dituangkan dalam sebuah berita acara penetapan/pemasangan pilar batas desa (lihat Form 7, Lampiran 10) yang ditandatangani Kepala Desa yang berbatasan dan diketahui oleh Ketua Tim. Untuk menentukan batas desa dipakai batas alam dan batas buatan manusia. Jika dasar hukum untuk penegasan batas desa belum ada atau belum jelas, maka untuk menentukan titik guna pemasangan pilar batas dapat diterapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Menggunakan Batas Alam Sungai Garis batas pada sungai adalah garis imajiner (garis khayal) yang berada di tengah sungai yang membagi dua sama besar lebar sungai tersebut dijadikan sebagai garis batas (lihat Gambar 4). desa A desa B P2 P 1 Keterangan : Batas desa Pilar Batas PKB (Pilar Kontrol Batas) Gambar 4 Abt Associates Inc. 34

41 Batas yang berpotongan dengan sungai seperti pada Gambar 1, yaitu P1 dan P2 dipasang pilar untuk mengetahui awal/akhir perpotongan garis batas dengan sungai tersebut. Pemasangan pilar harus pada lokasi yang stabil. Pilar batas tidak dapat dipasang tepat di perpotongan garis tengah sungai dengan pinggir sungai karena umumnya kondisi tanahnya labil. Jarak dari pilar P1 diukur ke tepi sungai terdekat dan ke tepi sungai terjauh, serta arahnya juga diukur. Demikian pula untuk pilar P2. 2) Dalam kondisi tanah yang labil, pilar dipasang cukup jauh dari pinggir sungai sehingga pilar tersebut bukan merupakan pilar batas tetapi sebagai pilar kontrol batas (PKB). 3) Dalam contoh seperti Gambar 4, perlu dilakukan pengukuran situasi, termasuk pengukuran untuk penentuan garis batas sepanjang sungai untuk pembuatan peta garis batas skala 1: b. Garis Pemisah Air Pada umumnya batas yang menghubungkan antara gunung menggunakan prinsip watershed (lihat Gambar 5). Gambar 2 Gambar 5 Garis batas pada wathersed merupakan garis imajiner yang dimulai dari puncak suatu gunung (A), mengikuti punggung-punggung bukit yang mengarah ke puncak gunung berikutnya (B). Pada Gambar 5 dapat dilihat dengan jelas garis pemisah air yang terpendek adalah garis putusputus yang menghubungkan Gunung A Q Gunung B. Watershed yang terputus dihubungkan dengan garis lurus atau disepakati bersama. Ketentuan untuk menetapkan garis batas pada watershed sebagai berikut: 1) Garis tersebut tidak boleh memotong sungai. Abt Associates Inc. 35

42 2) Jika terdapat lebih dari satu garis pemisah air maka garis batasnya adalah garis pemisah air yang terpendek. Danau Danau dapat dibagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah darat dan wilayah air. 1) Wilayah Darat Yang masih dianggap wilayah darat adalah batas air surut yang terendah. 2) Wilayah Air Pembagian wilayah air dapat dilakukan sebagai berikut: a) Seluruh danau masuk ke salah satu desa, dengan demikian tepi danau yang merupakan batas, atau b) Danau merupakan batas antara dua desa. Desa A P2 garis batas danau P1 Desa B P1, P2 = Pilar Batas Gambar 6 Garis batasnya adalah garis lurus yang menghubungkan P1 dan P2. P1 dan P2 adalah Pilar batas yang dipasang di perpotongan garis batas dengan tepi danau, atau terdapat lebih dari dua desa yang berbatasan dengan danau tersebut, berlaku menurut peraturan daerah atau kesepakatan yang telah ada di antara Desa yang berbatasan Menggunakan Batas Buatan Unsur buatan yang umum digunakan sebagai batas desa antara lain: jalan, jalan kereta api, dan saluran irigasi. Untuk batas jalan, jalan kereta api, saluran irigasi, dan kanal, dapat digunakan as atau tepinya sebagai tanda batas wilayah antara dua desa yang berbatasan sesuai kesepakatan dua desa yang berbatasan. Abt Associates Inc. 36

43 a. Jalan 1) As Jalan Desa B PKB PKB garis batas jalan Desa A PKB Desa C P1 (garis perpotongan batas tiga desa) Gambar 7 Untuk jalan yang digunakan sebagai batas seperti pada Gambar 7, maka garis batasnya adalah pada perpotongan as/sumbu jalan tersebut. Untuk mengetahui as jalan maka perlu dipasang beberapa titik kontrol terutama pada belokan jalan, atau pada perpotongan jalan untuk menentukan posisi garis batas (as jalan) tersebut, kemudian diukur ke kedua tepi jalan untuk mengetahui lebar jalan. 2) Pinggir Jalan jalan Desa B PKB PBU garis batas PBU Desa A P1 Desa C Gambar 8. Titik P1 merupakan perpotongan garis batas 3 desa Khusus untuk batas yang terletak di sekitar pertigaan jalan seperti Gambar 8, maka perlu ditempatkan titik kontrol batas dan pilar batas untuk menentukan posisi batas di pertigaan jalan tersebut. Penempatan titik kontrol diletakkan di pinggir/tepi jalan. Penempatan pilarpilar harus memperhatikan kemungkinan adanya pelebaran jalan. Selanjutnya, dilakukan pengukuran jarak dan sudut dari ke-3 pilar tersebut (PBU dan PKB) ke titik perpotongan garis batas antara desa A, desa B dan Desa C di titik P1. Dalam contoh seperti Gambar 7 dan Gambar 8 perlu dibuatkan peta situasi dengan skala peta 1: Abt Associates Inc. 37

44 b. Jalan Kereta Api Untuk jalan kereta api digunakan prinsip yang sama dengan penetapan/pemasangan tanda batas pada jalan (lihat Gambar 9). Desa A PKB garis batas desa Desa B PKB Gambar 9 Jalan Kereta Api Sebagai Batas desa c. Saluran Irigasi Untuk saluran irigasi digunakan prinsip yang sama pada jalan sebagai batas desa (lihat Gambar 10). Desa A PKB garis batas desa PKB Desa B Gambar SURVEI BATAS Survei batas ini dilakukan sesuai dengan arahan Permendagri No. 27 Tahun 2006 dan hendaknya memakai GPS diferensial guna meningkatkan akurasi titik survei sampai tingkat sentimeter. Ada dua alternatif dalam tahap ini. Pertama, memakai jaringan GPS geodetik yang sudah dibangun BPN dan atau BIG dalam jaringan CORS (Continuously Operating Reference Station). Teknologi yang memakai sistem jaringan telepon seluler ini dikembangkan oleh National Geodetic Survey, suatu instansi pemerintah Amerika Serikat, dan bisa menghemat biaya pembangunan infrastruktur. Namun, karena belum semua desa di kabupaten awal bisa mengakses jaringan telepon seluler, teknologi hanya bisa dipakai di wilayah yang terbatas. Alternatif kedua adalah membangun jaringan GPS diferensial dengan basis GPS di ibukota kabupaten. Investasi untuk metode ini cukup mahal karena satu pangkalan GPS bisa memakan biaya sampai Rp 250 juta PENGUKURAN GARIS BATAS. Apabila diperlukan dilakukan pengukuran garis batas. Pengukuran garis batas yang dimaksud adalah pengukuran situasi detail sepanjang garis batas dengan koridor tertentu. Pengukuran detail dilakukan dengan metode poligon (Lampiran 11) dan tachimetri (Lampiran 12).

45 Data yang berupa deskripsi pilar-pilar batas dan titik-titik pada garis batas didokumentasikan bersama buku ukur dan Berita Acara Kesepakatan batas desa yang ditandatangani oleh pihak- pihak yang berbatasan PENENTUAN POSISI PILAR BATAS DESA 1) segera dilakukan pengukuran penentuan posisi. 2) Standar ketelitian koordinat pilar batas desa (simpangan baku) adalah: - untuk PBU dan PKBU ± 5 cm - untuk PBA dan PKBA ± 5 cm Untuk menghasilkan ketelitian seperti tersebut di atas, pengukuran dilakukan dengan metode pengukuran GPS menggunakan peralatan GPS tipe geodetik. Apabila tidak memungkinkan, pengukuran dilakukan dengan metode poligon dengan mengikatkan minimal pada satu titik kontrol horisontal nasional (sehingga koordinat yang dihasilkan dalam sistem referensi nasional, yang saat ini menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 yang dikenal sebagai DGN 95) PEMBUATAN PETA BATAS Berdasarkan titik koordinat yang diperoleh dari survei batas, Pendamping Teknis Kabupaten membuat peta batas desa. Sedapat mungkin peta tersebut dibuat dengan skala 1: untuk memperlihatkan rincian informasi spasial atas desa tersebut. Peta yang dibuat perlu memenuhi SNI tentang Spesifikasi teknis peta rupabumi skala 1: Berdasarkan standar tersebut, peta yang dihasilkan mencakup wilayah seluas 2 30 x 2 30 atau, bila di kawasan kathulistiwa, sekitar 4, 6 x 4,6 km. Draf peta yang dibuat dikirim ke masing-masing desa untuk diverifikasi oleh masyarakat masing-masing desa. Bila ada koreksi, Pendamping Teknis segera membuat perubahan sebelum peta akhir dicetak. Peta harus dapat menyajikan informasi dengan benar sesuai dengan kebutuhannya. Untuk setiap peta harus memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan tema informasi yang disajikan (lihat Tabel 6) Tabel 6. Tipe-tipe informasi yang dipaparkan dalam peta Aspek Kartografis Geometris Metode Pemetaan Batas desa. Uraian a) Jenis peta (penyajian): peta foto, peta garis. b) sistem simbolisasi/legenda dan warna. c) Isi peta dan Tema. d) Ukuran peta. e) Bentuk penyajian: hard copy atau digital a) Skala/resolusi. b) Sistem proyeksi peta yang digunakan c) Ketelitian planimetris (x,y) dan tinggi di atas permukaan laut a) Diambil dari peta yang sudah ada, atau b) Pemetaan secara terestris, atau c) Pemetaan dengan metode yang lain (fotogrametris, dll Jenis peta batas wilayah dibuat berdasarkan prosedur pembuatannya yang dipaparkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Tipe-tipe peta batas No Jenis Keterangan 1 Peta Hasil Peta hasil penetapan batas adalah peta batas wilayah yang dibuat secara

46 Penetapan batas 2 Peta Hasil Penegasan batas 3 Peta Hasil Verifikasi kartometrik dari peta dasar yang telah ada dengan tidak melakukan pengukuran di lapangan. Hal ini biasanya dibuat pada waktu pemekaran desa. Peta hasil penegasan batas adalah peta batas wilayah yang dibuat dengan peta dasar yang ada ditambah dengan data yang diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan Peta hasil verifikasi adalah peta batas wilayah yang telah dibuat oleh desa dan hasilnya dilakukan verifikasi (penelitian dan penyesuaian) oleh Tim Penetapan dan Penegasan Batas Daerah Kabupaten/Kota, sebelum ditanda tangani oleh Bupati/Walikota Proses Pembuatan Peta Desa Proses pembuatan peta batas desa dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara pembuatan peta situasi atau dibuat dari peta yang sudah ada (diturunkan dari peta dijital). 1) Penurunan dari peta yang sudah ada: a) Peta batas desa dapat diperoleh dari peta peta yang sudah ada seperti peta-peta dasar, peta pendaftaran tanah, peta blok, atau berdasarkan foto udara, citra satelit, dan sumber data lainnya; b) Prosesnya dapat dilakukan secara kartografis manual atau digital, dan jika perlu diadakan penyesuaian skala dengan peralatan (misal: pantograf) atau metode yang sesuai. c) Detil yang digambarkan adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan batas desa seperti lokasi pilar batas, jaringan jalan, perairan, dan detil lainnya sesuai dengan keperluan desa. d) Pada cara digital, peta dasar tersebut didigitasi dan dipilih melalui layar komputer untuk digambarkan kembali oleh alat cetak (plotter, atau printer) Pembuatan peta situasi Pengukuran untuk pembuatan peta situasi secara teristris dapat dilakukan. Skala peta yang disarankan adalah skala 1: Pengukuran-pengukuran yang diperlukan adalah: a) Pengukuran kerangka kontrol horisontal menggunakan metode poligon dengan spesifikasi seperti pada Tabel 3. b) Pengukuran situasi menggunakan metode tachimentri, dimana objek- objek detil yang diambil sesuai dengan pembuatan peta teknis skala c) 1:1.000 sampai skala 1: Seluruh nilai koordinat definitif dari pilar batas, baik PBU, PBA atau PKB, harus dicantumkan dalam peta batas desa sebagaimana yang diuraikan dalam Lampiran 13.

47 11. Pengesahan Peta Batas Desa TUJUAN: - Membuat berita acara kesepakatan atas batas desa - Menyerahkan surat permohonan penegasan desa dari desa masing-masing WAKTU: dua minggu BIAYA: Rp Pada tahap ini Pemerintah Desa mempersiapkan surat permohonan penegasan batas desa kepada Bupati melalui camat. Surat tersebut disertai berita acara kesepakatan dan peta desa. Kantor camat mengajukan surat permohonan dari semua desa (setelah semua batas desa disepakati) kepada Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa, yang kemudian akan memproses surat-surat tersebut. Tim secara keseluruhan atau Bagian Pemerintahan merancang surat keputusan Bupati. Surat keputusan tersebut akan diumumkan dalam lembar daerah.

48 11. Penyelesaian Konflik Batas Wilayah Desa Perselisihan batas desa merupakan hal yang umum terjadi sehingga perlu ada kelembagaan penyelesaian perselisihan batas yang diakui dan berfungsi baik. Kelembagaan di sini berarti adanya norma (landasan hukum yang digunakan, baik hukum tertulis maupun hukum adat yang cenderung lisan), aktor-aktor yang terlibat sepakat untuk memakai mekanisme penyelesaian perselisihan batas desa tersebut, dan adanya mekanisme penyelesaian yang operasional (penerimanaan keberatan, koordinasi dengan para pihak, inventarisasi dan identifikasi bahan serta data, peninjauan atau pengecekan lapangan, mediasi, penyusunan rekomendasi, dan pelaporan dan evaluasi). Secara umum, kelembagaan resolusi konflik secara adat di dalam masyarakat pada umumnya masih ada dan berfungsi. Bila sudah tidak ada atau kurang berfungsi, mekanisme tersebut perlu direvitalisasi dengan memperhatikan konteks kekinian. Kejelasan mekanisme yang diusulkan penting untuk memastikan penerimaan dari pihak-pihak yang bersengketa lebih tinggi. Bila konflik tidak juga bisa diselesaikan di antara desa-desa yang bersengketa maka persoalan dibawa kepada Forum Penyelesaian Perselisihan Batas Tingkat Kecamatan (PPBK) atau Forum Penyelesaian Perselihan Batas Antar Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi (PPBAK). Sebisa mungkin penyelesaian diambil dengan membangun kesepakatan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa batas yang dianut oleh Kementerian Dalam Negeri, seperti yang tertuang dalam Permendagri No. 27 Tahun 2006 dan No. 76 tahun 2012, menyatakan bila sengketa tidak bisa diselesaikan oleh kedua pihak maka pejabat yang setingkat di atasnya mengambil keputusan final. Bila hal ini terjadi, konflik sebenarnya akan terus berlanjut. Contoh yang nyata adalah sengketa batas antara Kabupaten Mamasa dengan kabupaten-kabupaten di sekitarnya di Sulawesi Barat terus berlanjut walaupun sudah ada Permendagri No. 15 Tahun 2005 yang menetapkan batas kabupaten tersebut. Mekanisme darurat penyelesaian sengketa yang jelas perlu ada untuk mengurangi risiko di masa depan. Hal ini menjadi jaring pengaman bila terjadi hambatan pelaksanaan struktural di lapangan. Untuk menyelesaikan sengketa, pihakpihak yang bersengketa dapat didamaikan oleh fasilitator pemetaan dan atau Spesialis Pendampingan Masyarakat dan wakil kantor camat, yang melakukan proses musyawarah dan mendekati kedua belah pihak untuk mencapai penyelesaian atas batas yang disengketakan. Fasilitator pemetaan dan atau Spesialis Pendampingan Masyarakat mencoba mendorong pencapaian konsensus di antara kedua pihak. Bila penyelesaian dicapai, proses tersebut berlanjut dengan penataan batas. Namun bila titik temu tak dicapai, pihak-pihak yang bersengketa sekali lagi diminta untuk membahas hal tersebut dan mencari penyelesaian yang disetujui semua pihak untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang ditemui. Bila ketidaksepakatan terus berlanjut di antara para pihak, mereka didorong untuk membawa persoalan tersebut ke PPBK atau PPBAK. EVALUASI SECARA PERIODIK Sebuah kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik tentunya bukan sesuatu yang baku. Sebuah forum atau mekanisme diperlukan yang dapat memberikan penyelesaian kreatif yang bisa diterima pihak-pihak yang bersengketa. Mekanisme penyelesaian sengketa tersebut terus dievaluasi secara periodik untuk pembelajaran dan mencari cara memperbaiki proses. Evaluasi dijadwalkan secara rutin minimal setiap tiga bulan dan maksimal setiap enam bulan semenjak tim ini terbentuk. Evaluasi dilakukan melalui pertemuan kecamatan yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah kabupaten, kecamatan, pemerintahan desa, kelembagaan desa, kelembagaan adat dan tokoh-tokoh masyarakat (termasuk wakil-wakil kelompok perempuan dan pemuda). Gugus Tugas akan bertugas membantu memperlancar kerja-kerja tim PPBK dan PPBAK serta mendokumentasikan proses-proses yang telah dilakukan. Proses penyelesaian serta tahapan-tahapan seharusnya bisa dapat diakses oleh pihak yang berselisih dan pihak-pihak lainnya.

49 13. Pembiayaan Secara garis besar komponen pembiayaan penataan batas desa adalah sebagai dijabarkan pada Tabel 8. Tabel 8. Komponen biaya penataan batas desa Unsur Pembentukan Organisasi Penataan Batas Desa Rapat instansi pemerintah kabupaten Pengadaan tim konsultan Tahap Persiapan Biaya Transportasi Tim Ke desa-desa Musyawarah desa Pembelian peta rupa bumi, citra satelit, dll Biaya transportasi Lokakarya Pertama Konsumsi, penginapan, tunjangan transportasi, per diem untuk peserta Peralatan Tulis Perbanyakan Peta Transportasi Gugus Tugas Transportasi Tim dari Pemerintahan Kabupaten Periode Lapangan Konsumsi Peralatan Tulis Transportasi Pendamping Kecamatan Pembutaan Draf Peta Batas Konsumsi Peralatan Tulis Perbanyakan Peta Transportasi wakil-wakil desa tetangga Lokakarya Penetapan Batas Desa Konsumsi, penginapan, tunjangan transportasi, per diem untuk peserta Peralatan Tulis Perbanyakan Peta Transportasi Tim Dari Pemerintahan Kabupaten Transportasi Masyarakat Survei batas desa Konsumsi Peralatan Tulis Perbanyakan Peta GPS dan batere Pemetaan batas secara geodetik Konsumsi Transportasi Bahan-bahan pembuatan pilar Honorarium surveyor Sumber Pemerintah Kabupaten (APBD) Proyek Pemerintah Kabupaten (APBD) Proyek Proyek Proyek Proyek Proyek Proyek Proyek APBD Kabupaten Proyek, sumbangan masyarakat Proyek Proyek Proyek, sumbangan masyarakat Proyek Proyek Proyek Proyek Proyek Proyek APBD Kabupaten ADD Proyek, sumbangan masyarakat Proyek Proyek Proyek APBD Kabupaten APBD Kabupaten APBD Kabupaten APBD Kabupaten

50 Honorarium pembuat peta Pencetakan peta Pertemuan-pertemuan forum Penyelesaian Perselisihan Batas Konsumsi Peralatan Tulis Perbanyakan Peta Transportasi Pendamping Kecamatan Transportasi Tim Dari Pemerintahan Kabupaten Transportasi Masyarakat APBD Kabupaten APBD Kabupaten Proyek Proyek Proyek Proyek APBD Kabupaten ADD, APBD

51 Lampiran

52 Lampiran 1. Tugas dan kualifikasi Gugus Tugas Penataan Batas Desa Partisipatif 1. Ketua Tim Tugas: - Memberikan arahan strategis sehari-hari dalam pelaksanaan penataan batas desa di kecamatan yang dipilih - Menyelia pekerjaan anggota-anggota Gugus Tugas - Berkoordinasi erat dengan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa di tingkat kabupaten dan kantor camat yang bersangkutan - Memimpin pembuatan laporan Kualifikasi dan pengalaman: - Memiliki gelar pada bidang pengelolaan sumber daya alam, ilmu sosial, kehutanan, geografi, geodesi atau bidang terkait - Berpengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun sebagai pengelola proyek pengelolaan sumber daya alam, pengembangan masyarakat, atau pemetaan partisipatif - Memiliki keterampilan manajemen dan komunikasi yang kuat - Memiliki pengetahuan yang baik tentang pemetaan dan atau penataan ruang - Memiliki pengetahuan luas tentang dan berpengalaman memakai metodologi pemetaan partisipatif - Memiliki pengalaman langsung dan bisa bekerja dengan pengawasan minimum - Memiliki kemampuan bekerja pada berbagai skala dan budaya - Bersedia bekerja dan melakukan perjalanan di wilayah terpencil 2. Spesialis GIS /Kartograf Tugas: - Membuat peta-peta kartografis berdasarkan peta sketsa, peta rupa bumi, citra satelit, dan informasi spasial lainnya - Memberikan pelatihan pemetaan kepada warga desa dan menyelia pekerjaan mereka dalam pembuatan peta - Mengadakan informasi spasial (peta rupa bumi, citra satelit, foto udara, dll.) di wilayah yang dicakup - Mengembangkan pangkalan data dari peta-peta desa dan peta tata guna lahan Kualifikasi dan pengalaman: - Memiliki gelar dalam bidang pengelolaan sumber daya alam, kehutanan, geografi atau geodesi dengan pengalaman paling sedikit tiga tahun dalam pengembangan sistem informasi geografis atau pekerjaan kartografi; atau bidang-bidang lain dengan pengalaman paling sedikit lima tahun dalam pengembangan sistem informasi geografis atau pekerjaan kartografi - Memiliki pengetahuan yang baik dan berpengalaman dalam metodologi partisipatif - Memiliki keterampilan dalam interpretasi citra satelit dan atau foto udara dalam pembuatan peta - Memiliki kemampuan bekerja pada berbagai skala dan budaya - Bersedia bekerja dan melakukan perjalanan di wilayah terpencil 3. GIS Assistant Tugas: - Membuat peta-peta kartografis berdasarkan peta sketsa, peta rupa bumi, citra satelit, dan informasi spasial lainnya - Mengadakan informasi spasial (peta rupa bumi, citra satelit, foto udara, dll.) di wilayah yang dicakup - Mengembangkan pangkalan data dari peta-peta desa dan peta tata guna lahan Kualifikasi dan pengalaman:

53 - Memiliki gelar dalam bidang pengelolaan sumber daya alam, kehutanan, geografi atau geodesi dengan pengalaman paling sedikit satu tahun dalam pengembangan sistem informasi geografis atau pekerjaan kartografi; atau bidang-bidang lain dengan pengalaman paling sedikit tiga tahun dalam pengembangan sistem informasi geografis atau pekerjaan kartografi - Memiliki keterampilan dalam interpretasi citra satelit dan atau foto udara dalam pembuatan peta - Memiliki kemampuan bekerja pada berbagai skala dan budaya - Bersedia bekerja dan melakukan perjalanan di wilayah terpencil 4. Fasilitator Pemetaan Tugas: - Memberikan pelatihan penggunaan GPS navigasi kepada warga desa - Menyelia dan memberikan pendampingan dalam pekerjaan community mapper paling banyak tiga desa - Memfasilitasi pertemuan masyarakat dan perundingan Kualifikasi dan pengalaman: - Memiliki gelar pada bidang ilmu sosial, kehutanan, pengelolaan sumber daya alam, atau pengalaman dalam proyek pengembangan masyarakat paling sedikit lima tahun - Memiliki pengetahuan yang baik tentang kartografi dan keterampilan dalam menggunakan GPS navigasi - Memilliki pengalaman luas dalam memfasilitasi pertemuan masyarakat dan atau pengorganisasian masyarakat paling sedikit tiga tahun - Memiliki pengalaman yang baik dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa - Memiliki pengetahuan yang baik tentang metodologi partisipatif - Paham dengan kebudayaan dan konteks sosial politik setempat - Memiliki kemampuan bekerja pada berbagai skala dan budaya - Bersedia bekerja dan melakukan perjalanan di wilayah terpencil 5. Spesialis Pendampingan Masyarakat Tugas: - Mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat, tokoh-tokoh kunci (termasuk perempuan, pemuda, petani dan LSM atau perkumpulan yang fokus pada kelompok rentan) dan peran dan pengaruh mereka di desa - Memastikan keterlibatan masyarakat setempat dalam menyuarakan pendapat, pemahaman tentang pentingnya penataan batas desa dan dampaknya terhadap masa depan mereka dan persetujuan atas proyek - Memastikan partisipasi bermakna dan aktif perempuan, pemuda dan kelompok rentan dalam pelaksanaan proyek - Bersama para pemangku kepentingan kunci, mengembangkan dan membantu dalam fasilitasi mekanisme penyelesaian sengketa batas yang disepakati semua pihak - Membantu fasilitator pemetaan dalam memfasilitasi pembuatan peta sketsa dan pengumpulan sejarah desa, khususnya memastikan perspektif perempuan, pemuda dan kelompok rentan dalam keluaran dan dampak penataan batas desa di masa depan Kualifikasi dan pengalaman: - Memiliki gelar pada bidang ilmu sosial, kehutanan, pengelolaan sumber daya alam, atau bidangbidang yang terkait - Memiliki pengalaman luas dalam penelitian partisipatif dan atau proyek pengembangan masyarakat paling sedikit lima tahun, dengan pengalaman dalam melakukan analisis gender sebagai aset

54 - Memiliki pengalaman baik dalam memfasilitasi pertemuan masyarakat dan penyelesaian sengketa - Bersedia bekerja dan melakukan perjalanan di wilayah terpencil 6. Surveyor Tugas: - Memimpin pelacakan batas desa dengan tingkat akurasi sampai 30 cm - Membantu Spesialis GIS /Kartograf dalam membuat peta batas desa Kualifikasi dan pengalaman: - Memiliki gelar dalam bidang geografi atau geodesi - Memiliki pengetahuan luas dalam survei geodetik - Memiliki pengalaman yang baik dalam penatan batas wilayah 7. Staf Keuangan dan Administratif Tugas: - Mengelola dana proyek Kualifikasi dan pengalaman: - Memiliki gelar dalam bidang ekonomi atau akunting - Memiliki pengalaman yang baik dalam proyek masyarakat

55 Lampiran 2. Tahap kegiatan penataan batas desa Tahap kegiatan I. Pembentukan organisasi penataan batas desa A. Pembentukan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa tingkat Kabupaten Perkiraan waktu (minggu) Yang terlibat 2 Bagian Pemerintahan, BPMPD, Bappeda, PU, Kehutanan, Tata Ruang, Pertanahan, Kantor PBB, Kantor Camat, Pemerintah Desa Penanggung jawab Pelaksanaan Pengawasan Asisten Pemerintahan I Bupati II. III. Tahap Persiapan A. Pembelian peralatan (GPS navigasi, komputer, piranti 4 Vendor Gugus Tugas MCA-I lunak, stasiun CORS?) B. Pengumpulan data yang tersedia (peta topografi, citra 4 (bersamaan BIG, Vendor Gugus Tugas MCA-I satelit [SPOT, RapidEye atau QuickBird], foto udara) denganii.a) C. Sosialisasi ke desa-desa 2 (setelah I.A. selesai) Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Gugus Tugas MCA-I D. Musyawarah desa & Pembentukan Tim Pelaksana Desa (Ketua Tim, Community Mapper [2], Community Researcher [2]) Lokakarya Pertama A. Persiapan 4 (bersamaan denganii.d) B. Pertemuan besar seluruh desa yang dipetakan 1 (B: 2 hari) (C: 3 hari) Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Tim Kerja Penataan Batas Desa, Camat, Kades, Ketua BPD, Tim Pelaksana Desa, Pimpinan Lembaga Adat Gugus Tugas Gugus Tugas Gugus Tugas C. Pelatihan pemetaan partisipatif Tim Pelaksana Desa Gugus Tugas MCA-I MCA-I MCA-I MCA-I IV. Periode Lapangan A. Pembuatan peta sketsa batas desa dan penggunaan lahan 2 Community Mapper, Fasilitator Pemetaan, Spesialis Sosial/Gender, warga desa (lelaki, perempuan, kaum Tim Pelaksana Desa Gugus Tugas

56 B. Pengumpulan informasi tentang sejarah desa (dokumen, sejarah lisan, nama tempat sepanjang batas desa) 2 (bersamaan denganiv.a) C. Musyawarah antar desa bertetangga 2 (bersamaan denganiv.a) D. Pembuatan peta sketsa indikasi wilayah adat (bila ada) 2 (bersamaan denganiv.a) muda) Community Researcher, Fasilitator Tim Pelaksana Desa Gugus Tugas Pemetaan, Spesialis Sosial/Gender, tetua desa, pemerintah desa Tim Pelaksana Desa, Fasilitator Gugus Tugas MCA-I Pemetaan, Spesialis Sosial/Gender, tetua desa, pemerintah desa Community Mapper, Tetua desa Tim Pelaksana Desa Gugus Tugas V. Pembuatan Draf Peta Batas Desa Secara Kartometris A. Pemindahan peta sketsa ke peta kartografis 2 Community Mapper Spesialis Gugus Tugas GIS/Kartograf B. Verifikasi draf peta desa oleh warga desa 1 Community Mapper, warga desa (lelaki, Tim Pelaksana Desa Gugus Tugas perempuan, kaum muda) C. Pembuatan kompilasi peta batas se-kecamatan 1 Spesialis GIS/Kartograf Gugus Tugas MCA-I VI. Lokakarya Penetapan Batas Desa A. Persiapan 2 (bersamaan denganv.a) B. Lokakarya Kedua (Pembuatan kesepakatan batas; rencana rencana penyelesaian sengketa [bila ada]) 1 Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Tim Kerja Penataan Batas Desa,Camat, Kades, Ketua BPD, Tim Pelaksana Desa, Pimpinan Lembaga Adat Gugus Tugas Gugus Tugas MCA-I MCA-I VII. Pelacakan Batas Desa A. Survei batas dan pemasangan patok batas sementara (bila 4 Tim Pelaksana Desa, Surveyor, Gugus Tugas MCA-I kesepakatan sudah dicapai) Fasilitator Pemetaan B. Pembuatan peta desa (bila kesepakatan sudah dicapai) 4 (starts at the 2 nd Community Mapper Spesialis Gugus Tugas week of VII.A) GIS/Kartograf C. Verifikasi peta desa oleh warga desa 2 (starts at the last Community Mapper, warga desa (lelaki, Tim Pelaksana Desa Gugus Tugas week of VII.B) perempuan, kaum muda) D. Perbaikan peta desa 1 Community Mapper Spesialis Gugus Tugas

57 E. Penyerahan peta desa 2 Pemerintah Desa, Warga Desa, Pemerintah Kecamatan GIS/Kartograf Gugus Tugas MCA-I VIII. Pemetaan batas secara geodetik A. Persiapan 2 (bersamaan Tim Penetapan dan dengan VII.E) Penegasan Batas Desa B. Survei batas secara geodetik 4 Pemerintah Desa, Tim Pelaksana Desa Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa C. Pembuatan peta batas desa 2 Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa IX. Pengesahan batas desa 1 Asisten I Pemerintahan Bupati Bupati Bupati Bupati

58 Lampiran 3. Tabel Nama Tempat Pada Batas Desa FORM 1 Desa Kecamatan Kabupaten : : : No dst. Nama Desa Yang Berbatasan Nama-nama Tempat di Batas

59 Lampiran 4. Berita Acara Penelitian Dokumen Batas Desa Form.2 BERITA ACARA PENELITIAN DOKUMEN BATAS DESA Nomor..(1) Nomor :.(1) Pada hari ini (2) tanggal (3) bulan (4) tahun.. (5) bertempat di Desa (6) Kecamatan (7), Kabupaten/Kota.(8) Provinsi..(9) telah dilaksanakan penelitian dokumendokumen batas, antara Desa.10) dengan Desa 10) dengan hasil sebagai berikut: 1. Dokumen-dokumen batas desa.10) dengan Desa.10) yang disepakati adalah: a. 11) b. 11) c. dst... 11) 2. Peta batas desa antara Desa 10) dengan Desa.10) yang disepakati adalah : a. 12) b. 12) 3. Titik-titik dan garis batas antara Desa. 10) dengan Desa. 10) yang akan dilacak dan akan dipasang pilar adalah: 1....(13) 2....(13) 3....(13) 4....(13) 5. dan seterusnya yaitu dengan menandai lokasi-lokasi dimaksud pada peta kerja dengan tinta berwarna merah. Data lebih rinci mengenai hasil penelitian dokumentasi batas desa Nomor :.(14), terlampir

60 TIM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA Desa...10) Desa...10) 1. 15) ) 2. 15) ) Menyetujui..16) Kepala Desa... 10)... Menyetujui..16) Kepala Desa... 10)... TIM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA KABUPATEN/KOTA. (17) (17)

61 (1) Diisi nomor agenda desa yang berbatasan (2) Cukup jelas (3) Cukup jelas (4) Cukup jelas (5) Cukup jelas PETUNJUK PENGISIAN BERITA ACARA PENELITIAN DOKUMEN BATAS DESA (6) Diisi nama Desa yang berbatasan, dimana penelitian dokumen-dokumen batas dilakukan (7) Diisi nama kecamatan, dimana penelitian dokumen batas dilakukan (8) Diisi nama kabupaten/kota, dimana penelitian dokumen batas dilakukan (9) Diisi nama provinsi, dimana penelitian dokumen batas dilakukan (10) Diisi nama desa yang berbatasan. Jika lebih dari dua desa yang berbatasan, harus dicantumkan semua nama desanya. (11) Diisi nama dan jenis dokumen batas desa yang disepakati (12) Diisi nama dan jenis peta dasar yang disepakati (13) Diisi Nomor-nomor dan nama-nama titik batas yang akan dilacak dan dipasang batas. Sistem penomoran harus sudah ditentukan secara sistematis dan terintegrasi (lihat Sistem Penomoran Pilar, butir D, Lampiran 9) (14) Diisi dengan n omor surat Data hasil penelitian dokumen batas Desa; contoh : No.. (seluruh dokumen harus diarsipkan secara baik dan benar) (15) Ditandatangani oleh pihak-pihak yang terkait pada jajaran masing-masing desa, tokoh masyarakat kedua desa. (16) Disetujui oleh Kepala Desa yang berbatasan. (17) Diisi nama jelas dan tanda tangan Ketua dan Anggota Tim Penetapan dan Penegasan Batas desa.

62 Lampiran 5. Koordinat nama tempat sepanjang batas Form 3 Daftar Koordinat Batas Batas antara: Desa...Kecamatan..dan Desa.. Kecamatan... Kecamatan Provinsi.. Tanggal: Operator GPS:. No. Nama tempat Koordinat UTM Gambaran sekeliling

63 Lampiran 6. Formulir berita acara Form.4 BERITA ACARA PELACAKAN BATAS DESA Nomor (1) Nomor : (1) Pada hari ini (2) tanggal (3) bulan (4) tahun (5) bertempat di: Desa (6) Kecamatan (7), Kabupaten/Kota *) (8) Provinsi (9), menyatakan bahwa: telah dilakukan pelacakan lokasi-lokasi untuk pemasangan pilar batas desa di : 1... (10) 2... (10) 3... (10) 4... (10) 5. dan seterusnya dengan menandai lokasi dengan patok kayu sementara yang dicat warna merah, pilar batas, dan lainnya. Data lebih rinci mengenai hasil survei pelacakan lokasi penetapan/pemasangan pilar batas desa, nomor : (11). Terlampir. TIM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA Desa...12) ) Desa...12) ) 2. 13) ) Menyetujui..14) Kepala Desa... 12) Menyetujui..14) Kepala Desa... 12) TIM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA KABUPATEN/KOTA...(15) (16) (16) *) Coret yang tidak perlu.

64 PETUNJUK PENGISIAN BERITA ACARA PELACAKAN BATAS DESA (1) Diisi nomor agenda wilayah yang berbatasan. (2) Cukup jelas (3) Cukup jelas (4) Cukup jelas (5) Cukup jelas (6) Diisi nama Desa yang berbatasan, dimana pilar batas tersebut dipasang. (7) Diisi nama Kecamatan, dimana pilar batas tersebut dipasang. (8) Diisi nama Kabupaten/Kota, dimana pilar batas tersebut dipasang. (9) Diisi nama Provinsi, dimana pilar batas tersebut dipasang. (10) Diisi nama lokasi yang dilacak, dengan menyebutkan nama Dusun/Lingkungan dan nama Desa. (11) Diisi dengan nomor Surat Data Survei Pelacakan Lokasi Penetapan/Pemasangan Tanda Batas desa; contoh : No.. (12) Diisi nama Desa yang berbatasan (13) Ditandatangani oleh pihak-pihak yang terkait pada jajaran masing-masing desa, tokoh masyarakat kedua desa. (14) Di1si nama jelas dan tanda tangan Kepala Desa yang berbatasan. (15) Cukup jelas (16) Diisi nama jelas dan tanda tangan dari Ketua dan anggota Tim Batas desa yang telah dibentuk.

65 Lampiran 7. Formulir Data Survei Form.5 DATA SURVEI PELACAKAN LOKASI PENETAPAN/PEMASANGAN PILAR BATAS DESA Antara Desa... dengan Desa Nomor :.(1) Nomor :.(1 I LOKASI :.(2) Terletak di : Desa : /...(3) Kecamatan : /...(4) Kabupaten : /...(5) Provinsi : /...(6) Survei pada tanggal (7) Pelaksana survei...(8)...(8)...(8)...(8)...(8)...(8) Peta/Data yang digunakan.....(9) Situasi: 1. Letak Geografis (bila ada data) - Lintang :....(10) - Bujur :....(10) - Tinggi :....(10) 2. Kondisi Tanah - Jenis tanah : Karang/Pasir/Tanah Liat/Gambut *) (11) - Bentuk Tanah : SegiEmpat/Trapesium/Tak Beraturan*) (11) - Keadaan tanah : Datar/Miring/Bergelombang/Bukit (11) - Tanah diduga bekas : Sawah/Ladang/Rawa/Tanah Bangunan/Hutan Lebat*) (11) - Tanah untuk bangunan : Baik/kurang baik/tidak baik tetapi lereng terlalu terjal/curam *) (11) 3. Letak Lokasi - Jarak dengan jalan terdekat :.. (12) - Jarak dengan sungai terdekat :.. (12)

66 - Jarak dengan perkampungan :.. (12) terdekat - Di sekitar tanah lokasi terdekat :.. (12) 4. Status Tanah : Tanah Negara/Tanah Milik Perorangan/tanah adat lainnya *)..... (13) Pemegang hak atas tanah : (14) II. DATA LOGISTIK 1. Dari ibukota provinsi : (15) Ke Ibukota Kabupaten.(16) Menggunakan sarana transportasi (17) Lamanya.(18) 2. Dari Ibukota Kabupaten.. (19) Ke Ibukota Kecamatan.(20) Menggunakan sarana transportasi (21) Lamanya.(18) 3. Dari Ibukota kecamatan..(22) Ke desa (23) Menggunakan sarana transportasi..(24) Lamanya ( 18) 4. Dari Desa.. (25) Ke perbatasan..(26) Menggunakan sarana transportasi (27) Lamanya (18) III. PEMBORONG PERUSAHAAN SETEMPAT 1....(28) di... (29) IV. MATERIAL BANGUNAN Diperoleh di..(30) V. BURUH LOKAL 1. Ongkos buruh harian : Rp (31) 2. Ongkos buruh tukang : Rp (31) VI. SOSIAL BUDAYA Masyarakat/penduduk di skitar lokasi (32). Pemuka Masyarakat di sekitar lokasi : a. Nama :. (33) Jabatan :. (34) b. Nama :. (33) Jabatan :. (34) c. Nama :. (33) Jabatan :. (34)

67 Keadaan Ekonomi Masyarakat :... (35) Keterangan lain yang dianggap perlu :...(36), (37).. Ketua Tim Pelacakan *) coret yang tidak perlu. (... (38) )

68 PETUNJUK PENGISIAN DATA SURVEI PELACAKAN LOKASI PENETAPAN/PEMASANGAN PILAR BATAS DESA (1) Diisi nomor agenda surat di kantor desa yang berbatasan (2) Diisi nama lokasi yang di lacak (3) Diisi nama desa yang berbatasan (4) Diisi nama kecamatan yang bersangkutan (5) Diisi nama kabupaten yang bersangkutan (6) Diisi nama provinsi yang bersangkutan (7) Cukup jelas (8) Diisi nama petugas survei dan jabatannya (9) Diisi bilamana ada nama peta/data yang digunakana (10) Diisi bilamana ada data posisi geografi yang menyatakan hal tersebut. Posisi pendekatan yang belum akurat. Posisi yang definitif setelah dilakukan pengukuran posisi sesuai spesifikasi teknis. (11) Cukup jelas, pilih jenis tanah yang sesuai (12) Sebutkan berapa perkiraan jarak lokasi rencana pemasangan pilar dari jalan, sungai, atau perkampungan yang terdekat (13) Diisi dengan status kepemilikan tanah rencana penempatan pilar (14) Sebutkan nama pemegang hak atas tanah tersebut (15) Cukup jelas (16) Cukup jelas (17) Cukup jelas (18) Dalam hitungan jam atau hari, tergantung jarak (19) Cukup jelas (20) Cukup jelas (21) Cukup jelas (22) Cukup jelas (23) Cukup jelas (24) Cukup jelas (25) Cukup jelas (26) Cukup jelas (27) Cukup jelas (28) Cukup jelas (29) Cukup jelas (30) Cukup jelas (31) Cukup jelas (32) Sebutkan jika ada masyarakat di sekitar lokasi (33) Cukup jelas (34) Sebutkan jabatannya jika ada (35) Sebutkan keadaan ekonomi masyarakat secara umum di sekitar lokasi (36) Jika ada informasi lain yang perlu ditulis (37) Lokasi dan tanggal pembuatan data (38) Nama dan tanda tangan Ketua Tim Pelacakan

69 Lampiran 8. Berita Acara Penyerahan Peta Form 6 Berita Acara Penyerahan Peta Pada tanggal bulan tahun bertempat di.gugus Tugas Penataan Batas Desa di kecamatan kabupaten. Provinsi. menyerahkan salinan peta : Desa :.. Dengan penyerahan peta ini maka masyarakat desa secara resmi mengemban hak kepemilikan dan penggunaan peta tersebut. Yang menyerahkan, Ketua Gugus Tugas Yang menerima, Kepala Desa (.) Saksi-saksi Ketua BPD (..). Wakil Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa (..)

70 Lampiran 9. Spesifikasi Teknis Pilar Batas desa A. Bentuk dan Ukuran Pilar Batas Pilar Batas Desa berukuran panjang=20 cm, lebar=20 cm, tinggi dari permukaan tanah=25 cm dengan kedalamaan=75 cm. Uraian bentuk, ukuran, konstruksi dan rangkaian besi/tulang dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini. B. Brass Tablet dan Plak Setiap pilar harus dilengkapi dengan brass tablet dan plak yang merupakan identitas dan kelengkapan pilar seperti terlihat pada Gambar 9 dan 10. Ukuran plak tergantung pada tipe pilar batas.

71 KOTA BOGOR PBU MILIK NEGARA DILARANG MERUSAK DAN MENGGANGU TANDA INI satuan dalam cm tampak samping Gambar 9 Brass Tablet (terbuat dari kuningan) Plak untuk pilar Batas Desa BATAS DESA Kd. Waringin Kd. Jaya Tampak muka Tampak belakang Satuan dalam cm C. Jenis Bahan/Material Gambar 10. Plak, terbuat dari kuningan Jenis bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat Pilar Batas Tipe D adalah sebagai berikut: 1) Material Beton a) Semen : sak b) Pasir : 1 /6 Kubik c) Batu Pecah : ¼ Kubik d) Besi Beton, diameter 6 mm : 23 meter 2) Cetakan/Begezting Kayu yang diperlukan adalah berukuran 20 cm x 400 cm dan tebal 3 cm, masingmasing sebanyak: 1 buah

72 Cara pembuatan Pilar Batas Tipe D adalah sebagai berikut: 1) Buatlah lobang dengan ukuran 60 cm x 60 cm dengan kedalaman 75 cm. Pembuatan lobang tersebut harus disesuaikan dengan wilayah yang berbatasan. Perhatikan Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13 berikut ini. A B Gambar 11 Dua wilayah yang berbatasan B C A Gambar 12 Tiga wilayah yang berbatasan B C A Gambar 13 Empat wilayah yang berbatasan, masing-masing Desa A, Desa B, Desa C dan Desa D Keterangan: A, B, C, D : Wilayah masing-masing D

73 : Bentuk Galian Lubang : Arah Khusus untuk kondisi tanah yang labil seperti rawa, maka pada dasar lobang tersebut dipancangkan kayu atau paralon agar posisi pilar yang akan dicor lebih kuat. 2) Campurlah semua kerikil dan pasir (perhatian: jangan dahulu dicampur dengan semen). 3) Buatlah rangkaian besi beton yang telah dipotong dengan bentuk dan ukuran seperti Gambar 8. D. Sistem Penomoran Pilar Batas Desa Sistem penomoran pilar untuk satu kabupaten/kota mengacu pada kode kabupaten/kota yang telah diterbitkan oleh Badan Pusat Stasistik (BPS), dilanjutkan dengan penomoran pilar batas, dimulai dari angka sampai 99999, sebagai berikut: 1) Batas desa dalam satu kabupaten/kota Cara penomoran adalah sebagai berikut: PBU XXXX XXXXX Kode Nomor Kabupaten/Kota NP: Nomor Pilar dari ) Pilar Batas Desa yang langsung berbatasan dengan desa terluar dari kecamatan/kabupaten/kota/provinsi otomatis menjadi Pilar Batas Antara (PAB) dari kecamatan/kabupaten/kota/provinsi tersebut. 3) Untuk lokasi yang tidak dimungkinkan pemesangan PBU seperti pada sungai, jalan, dll, maka PBU diganti dengan PKB. 4) Untuk pilar perapatan, penamaannya disesuaikan (PBA, PKBA).

74 Lampiran 10. Berita Acara Pemasangan Pilar Batas Desa Form.7 BERITA ACARA PENETAPAN/PEMASANGAN PILAR BATAS DESA Nomor..(1) Nomor..(1) Pada hari ini (2) tanggal (3) bulan (4) tahun.. (5) bertempat di: Desa (6) Kecamatan (7), Kabupaten/Kota *).(8) Provinsi..(9), berdasarkan Berita Acara Pelacakan Batas Wilayah Nomo:.(10), (13), telah diadakan kesepakatan penetapan/pemasangan tanda batas wilayah antara Desa..(14), dan (15), dalam bentuk batas buatan, dengan nomor pilar sebagai berikut : 1. (16) 2. (16) 3. dan seterusnya. Demikian Berita Acara ini dibuat untuk dipergunakan semestinya dan masing-masing pihak harus mentaatinya. Ditetapkan di (17) Pada tanggal.(18) TIM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA Desa...19) ) Desa...19) ) 2. 20) ) Menyetujui..21) Kepala Desa... 19) Menyetujui..21) Kepala Desa... 19) TIM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA KABUPATEN/KOTA...(22) (23) (23) *) Coret yang tidak perlu.

75 PETUNJUK PENGISIAN BERITA ACARA PENETAPAN/ PEMASANGAN PILAR BATAS WILAYAH DESA (1) Diisi Nomor Agenda Wilayah Desa yang berbatasan (2) Cukup jelas (3) Idem (4) Idem (5) Diisi nama Desa di mana pilar batas dipasang (6) Diisi nama Kecamatan di mana pilar batas dipasang (7) Diisi nama Kabupaten/Kota, di mana pilar batas dipasang (8) Diisi nama Provinsi, di mana pilar batas dipasang (9) Diisi nomor Berita Acara Pelacakan Batas desa (10) Cukup jelas (11) Cukup jelas (12) Cukup jelas (13) Cukup jelas (14) Cukup jelas (15) Cukup jelas (16) Diisi nomor-nomor pilar batas yang dipasang sesuai dengan jumlah pilarnya (17) Cukup jelas (18) Cukup jelas (19) Diisi nama Desa yang berbatasan (20) Ditandatangani oleh pihak-pihak yang terkait pada jajaran masing-masing desa, tokoh masyarakat kedua desa. (21) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Desa yang berbatasan (22) Cukup jelas (23) Diisi nama dan tanda tangan Ketua dan Anggota Penetapan dan Penegasan Batas desa

76 Lampiran 11. Hitungan Koordinat A) Apabila metode poligon yang digunakan, maka perhitungan data ukuran menggunakan metode hitungan perataan sederhana seperti metode Bowdith. B) Apabila menggunakan metode GPS, maka perhitungan dilakukan dengan metode perataan menggunakan perangkat hitungan yang dikeluarkan oleh pabrik peralatan GPS (Commersial Software). C) Hasil hitungan diberikan dalam dua sistem koordinat, yaitu: 1 Koordinat geodetik (lintang, bujur dan tinggi elipsoid) dan nilai deviasi standar setiap komponen koordinatnya. 2 Koordinat UTM (utara, timur) dan nilai deviasi standar untuk setiap komponen koordinatnya.

77 Lampiran 12. Pengukuran Situasi A. Metode Tachimetri Apabila dianggap perlu, sepanjang garis batas dapat dilakukan pengukuran garis batas dengan lebar koridor batas 50 meter ke sebelah kiri dan 50 meter ke sebelah kanan dari garis batas. Dilanjutkan dengan pembuatan peta wilayah desa (peta situasi) dengan skala antara 1: s.d. 1: Salah satu metode pengukuran untuk pembuatan peta situasi adalah metode tachimetri di mana objek-objek diukur menggunakan theodolit dan pengukuran jarak secara optis atau elektronis. 1 a b koridor 50 m ke sebelah kiri dan kanan garis batas desa c d 2 Gambar 16 Pengukuran tachimetri sepanjang garis batas wilayah Keterangan: 1 dan 2 : Titik poligon (tempat berdirinya instrument) a, b, c, d,... : Tempat berdirinya rambu garis batas dan koridor batas 50 meter ke sebelah kiri dan 50 meter ke sebelah kanan Yang diukur/dibaca: - Sudut horisontal (mendatar) - Benang tengah rambu. - Sudut vertikal - Jarak antara tempat berdirinya instrument dengan masing-masing posisi rambu.

78 Gambar 17. Pengukuran Tachimetri B. Spesifikasi Teknis Pengukuran Poligon Spesifikasi pengukuran poligon seperti pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Spesifikasi Pengukuran Poligon Uraian Ketentuan Persyaratan Selisih bacaan Biasa (B) dan Luar Biasa (LB) 10 dalam pengukuran sudut Jumlah seri pengamatan suatu sudut 2 seri (minimum) Selisih ukuran sudut antar sesi 5 Pengecekan kesalahan kolimasi sebelum pengamatan Jumlah pembacaan untuk satu ukuran jarak 5 kali (minimum) Sudut jurusan (minimal) di awal dan akhir jaringan Teknik pengadaan sudut jurusan pengamatan menggunakan tinggi matahari atau dari 2 titik koordinat referensi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Planologi Kehutanan, dll.

79 Lampiran 13. Format Peta Batas desa Produk akhir dari pekerjaan Pemetaan Batas desa adalah Peta Batas desa, yaitu suatu peta skala besar (skala 1:1.000 s.d. 1:10.000). Peta acuan yang dapat dipakai untuk pembuatan peta ini dapat berasal dari peta Pendaftaran Tanah yang dibuat oleh BPN atau Peta Pajak Bumi dan Bangunan yang dibuat oleh Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan dengan spesifikasi peta sebagaimana tersebut pada Tabel 1. Berikut contoh format sebuah peta batas desa. A. Peta dasarnya format dan tata letak peta tersebut masih bersifat umum. Dalam hal- hal tertentu dapat berubah, misalnya berubah karena bentuk geografis wilayah desa yang sedemikian rupa sehingga bentangannya memerlukan bentuk kerangka yang khusus. B. Jika jumlah koordinat pilar batas cukup banyak maka penempatan koordinat titik dari pilar batas tersebut disesuaikan dengan muka peta yang kosong. C. Legenda peta batas wilayah umumnya berupa simbol seperti:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE AKSI DAERAH, PENETAPAN RENCANA AKSI DAERAH, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

KEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KEPASTIAN RUANG YANG PARTISIPATIF SEBAGAI KUNCI KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA DAN DUKUNGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN PARTISIPATIF Kendala pengembangan kawasan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A

NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A B U P A T I B E R A U PROVINSI K A L I M A N T A N T I M U R P E R A T U R A N B U P A T I B E R A U NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG P E N E T A P A N D A N P E N E G A S A N B A T A S K A M P U N G D E N

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA A. Dasar Hukum Pembagian Wilayah 1. UUD 1945 Hasil Amandemen Kerangka Yuridis mengenai pembagian wilayah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN KAMPUNG DAN PERUBAHAN STATUS KAMPUNG MENJADI KELURAHAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA/ KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN, PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA, Menimbang : a. bahwa Desa merupakan entitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 221 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2015 BNPP. Garda Batas RI. Pembinaan. Pedoman. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PENGAWASAN PENGELOLAAN DANA DESA. Oleh : Arief Hidayat, SE, MM INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI

PENGAWASAN PENGELOLAAN DANA DESA. Oleh : Arief Hidayat, SE, MM INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI PENGAWASAN PENGELOLAAN DANA DESA Oleh : Arief Hidayat, SE, MM INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI JAKARTA, 4 APRIL 2016 DASAR HUKUM UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; PP. Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2007 T E N T A N G PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2007 T E N T A N G PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2007 T E N T A N G PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.42,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAHAN DESA. Susunan Organisasi. Tata Kerja. Pemerintah Desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang Mengingat : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT + GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN BUPATI LINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 7 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 PERUBAHAN UMUM PERUBAHAN 1. Penyebutan Tahun 2012 Perwali dan Lampiran 2. Istilah stakeholder menjadi pemangku kepentingan pembangunan 3. Istilah Persiapan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 94

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 270 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 15 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN, DAN KELUARGA BERENCANA KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E ============================================================= LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E ============================================================= PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci