RINGKASAN DISERTASI. Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN DISERTASI. Oleh"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI DAN POTENSI JAMUR ENDOFIT DAN SAPROFIT ANTAGONISTIK SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI DI PULAU LOMBOK NTB RINGKASAN DISERTASI Oleh I MADE SUDANTHA NIM PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN KEKHUSUSAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007

2 2 Tim Penguji JUDUL DISERTASI: Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB Nama Mahasiswa : I Made Sudantha NIM : Program Doktor : Ilmu Pertanian Kekhususan : Hama dan Penyakit Tanaman KOMISI PROMOTOR: Promotor Ko-Promotor Ko-Promotor : Prof. Dr. Ir. Tutung Hadiastono, MS. : Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS. : Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS. TIM DOSEN PENGUJI: Dosen Penguji Dosen Penguji 2 Dosen Penguji 3 Dosen Penguji Luar : Prof. Dr. Ir. Siti Rasminah Ch. Sy. : Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS. : Prof. (Riset) Dr. Ir. Nasir Saleh, APU. : Prof. (Riset) Dr. Ir. Gatot Kartono, APU. Tanggal Seminar : Februari 2007 Tanggal Ujian Tertutup : 6 Maret 2007 Tanggal Ujian Terbuka : 2 April 2007

3 3 Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB I Made Sudantha ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik jamur endofit dan saprofit antagonis pada tanaman vanili; pengaruh ph medium, suhu inkubasi dan seresah daun terhadap pertumbuhannya; mekanisme antagonismenya terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae; efektivitasnya dalam mengendalikan penyakit busuk batang; sinergismenya dalam mengendalikan penyakit busuk batang dan potensinya dalam meningkatkan ketahanan induksi tanaman vanili terhadap penyakit busuk batang. Penelitian menggunakan metode deskriptif dan eksperimental. Metode deskriptif dilaksanakan melalui survei dan eksplorasi di lapang yang dilakukan di enam lokasi kebun vanili di Pulau Lombok yaitu Timbenuh, Banok, Selebung, Jurang Malang, Lingsar dan Celelos. Metode eksperimental dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tumbuhan, Rumah Plastik dan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Percobaan di laboratorium meliputi: karakterisasi jamur endofit dan saprofit; uji pertumbuhan jamur endofit dan saprofit pada berbagai ph medium, suhu inkubasi dan serersah daun; uji antagonisme dan uap biakan jamur endofit dan saprofit terhadap F. oxysporum f. sp. vanillae. Percobaan di rumah plastik meliputi: uji efektivitas jamur endofit dan cara aplikasi terhadap penyakit busuk batang vanili, uji efektivitas jamur saprofit dan cara aplikasi terhadap penyakit busuk batang vanili, uji sinergisme jamur endofit dan saprofit terhadap penyakit busuk batang vanili, dan uji sinergisme jamur endofit dan saprofit vanili terhadap penyakit busuk batang pada beberapa klon vanili. Percobaan di kebun percobaan meliputi: uji sinergisme jamur endofit dan saprofit terhadap penyakit busuk batang pada beberapa klon vanili di pembibitan dan di kebun. Hasil penelitian menunjukan bahwa: () Pada tanaman sehat ditemukan 9 isolat jamur endofit dan pada rhizosfer ditemukan 9 isolat jamur saprofit dengan karakteristik yang berbeda. (2) Jamur endofit dan saprofit yang ditemukan tumbuh dengan baik pada suhu optimum 25 o C dan ph optimum 6,0, kedua kelompok jamur ini dapat tumbuh dengan baik pada seresah daun kopi, kemiri, lamtoro dan gamal. (3) Terdapat delapan isolat jamur endofit dan 2 isolat jamur saprofit efektif menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae secara in-vitro. Penghambatan pertumbuhan oleh jamur endofit dan saprofit dengan cara fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan antibiosis (mengeluarkan antibiotik yang mudah menguap). (4) Penggunaan lima isolat jamur endofit yaitu Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum), Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung (T. pseudokoningii), Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride), dan Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh dengan cara perendaman stek vanili dengan suspensi spora dan

4 4 infestasi substrat yang mengandung spora ke medium tanah menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi penyakit busuk batang. Demikian pula penggunaan 0 isolat jamur saprofit menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi penyakit busuk batang, empat diantaranya dapat memacu pembungaan lebih awal yaitu Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum). (5) Penggunaan tiga isolat jamur endofit yaitu Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang (T. polysporum ) dan Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) dapat bersinergisme dengan lima isolat jamur saprofit yaitu Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO- 07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum), dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum), menyebabkan bibit dan tanaman vanili baik klon Timbenuh NTB, klon Celelos NTB maupun klon Malang Jawa Timur tidak terinfeksi penyakit busuk batang, sehingga dapat meningkatkan ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang. ABSTRACT This research was aimed to characterize antagonistic endophytic and saprophytic fungi found on vanilla plants; to know the effects of medium ph, incubation temperature and leaf manures on their growth; to characterize their antagonistic mechanisms against F. oxysporum f. sp. vanillae fungus; to measure their effectiveness in controlling vine rot disease; to mesuare levels of their synergism in controlling vine rot disease and their potentials in improving induced resistance on vanilla plants to vine rot disease. This research applied both descriptive and experimental methods. Descriptive methods were applied through surveys and field exploration. Surveys were conducted in six locations of vanilla plantation on Lombok island, including Timbenuh, Banok, Selebung, Jurang Malang, Lingsar dan Celelos. Experimental methods were applied to the experiments conducted at the Plant Protection Lab., plastic house and experiment station of the Faculty of Agriculture, University of Mataram. Lab experiments consisted of characterization of endophytic and saprophytic fungi; growth test for the endophytic and saprophytic fungi on medium varying in ph levels, incubation temperatures and on various types of leaf manures; test of antagonism and medium favor of the endophytic and saprophytic fungi against F. oxysporum f. sp. Vanillae. The plastic house experiments consisted of test of endophytic fungi effectiveness and their application techniques on vine rot disease; test of saprophytic fungi effectiveness and their application techniques on vine rot disease synergism test of endophytic and saprophytic fungal on vine rot disease; and synergism test of endophytic and saprophytic fungal to the vanilla vine rot disease on vanilla clones. Experiments on the experiment station consisted of synergism test of endophytic and saprophytic fungal to vanilla vine rot disease on vanilla clones in a nursery and in plantation farm.

5 5 Results indicated that: () In the healthy vanilla are found 9 isolates of endophytic fungi and in the rhizospere are found 9 isolates of saprophytic fungi with different characteristics. (2) Endophytic and saprophytic fungi need optimum temperature 25 o C and optimum ph 6,0 to ideal growth, and booth of them can good growth on leaf manures of coffee, Aleurites, Leucaena and Glyricida. (3) There are eight isolate endophytic fungi and 2 isolate saprophytic fungi effective in suppressing F. oxysporum f. sp. vanillae in-vitro. Growth obstruction by endophytic and saprophytic fungi used were physical competition (in the forms of spatial competition and as mycoparasites) and antibiosis (through exudation of favorable antibiotics). (4) Treatments with five isolates of endophytic fungi as Trichoderma sp. ENDO-02 vine Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 vine Jurang Malang (T. polysporum), Trichoderma sp. ENDO-05 vine Selebung (T. pseudokoningii), Trichoderma sp. ENDO-06 vine Celelos (T. viride), dan Rhizoctonia sp. ENDO-07 vine Timbenuh either through soaking of vanilla cuttings or through soil infestation caused the vanilla cuttings uninfected by vine rot disease. Thus, treatments with 0 isolates of saprophytic fungi caused the vanilla cuttings uninfected by vine rot disease, among four isolates that surprisingly induced early flowering, i.e. Trichoderma sp. SAPRO-03 vanilla Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanilla Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanilla Lingsar (T. hamatum) dan Trichoderma sp. SAPRO- vanilla Selebung (T. hamatum). (5) Treatments three isolates endophytic fungi as Trichoderma sp. ENDO-02 vine Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 vine Jurang (T. polysporum ) dan Trichoderma sp. ENDO- 06 vine Celelos (T. viride) can sinergism with five isolates saprophytic fungi as Trichoderma sp. SAPRO-03 vanilla Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-05 vanilla Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanilla Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanilla Lingsar (T. hamatum), dan Trichoderma sp. SAPRO- vanilla Selebung (T. hamatum), causing vanilla cuttings and plants Timbenuh NTB clones, Celelos NTB clones and Malang East Java clones uninfected by vine rot disease, so can improving induced resistance to vine rot disease... Latar Belakang I. PENDAHULUAN Daerah pengembangan dan produksi vanili (Vanilla planifolia Andrews) di Indonesia saat ini adalah Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Data dari Ditjen Perkebunan Deptan tahun 200 luas areal penanaman vanili di Indonesia sekitar ha. Diperkirakan saat ini luas areal penanaman vanili tinggal 50 % dan sebagaian besar dalam keadaan rusak dan kurang produktif, salah satu penyebabnya adalah adanya penyakit busuk batang (Ruhnayat, 2004).

6 6 Penyakit busuk batang yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman vanili. Jamur ini menyerang semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun dan buah. Pada tanaman dewasa tingkat kematian akibat serangan jamur ini mencapai %, memperpendek umur produksi dari 0 kali panen menjadi dua kali bahkan tidak dapat berproduksi, sedang pada bibit ditemukan 7 32 % telah terkontaminasi oleh jamur ini, walaupun tanaman induknya tidak menunjukkan gejala serangan (Hadisutrisno, 2005). Khusus di Pulau Lombok NTB, areal penanaman vanili pada tahun 2002 seluas 534,60 ha dengan produksi 320,76 ton polong kering dengan nilai Rp yang tersebar di Kabupaten Lombok Barat (Kecamatan Gangga dan Narmada), Kabupaten Lombok Tengah (Kecamatan Batukliang) dan Kabupaten Lombok Timur (Kecamatan Pringgasela) (Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan NTB, 2003). Akibat serangan penyebab penyakit busuk batang pada tahun 2003 sekitar 93,00 ha tanaman vanili dalam keadaan rusak dan tidak berproduksi, sedang tanaman vanili lainnya yang masih ada terjadi penurunan hasil sampai 50 %, sehingga diperkirakan terjadi kehilangan produksi mencapai 88,42 ton polong kering dengan nilai Rp Sampai saat ini penyakit busuk batang vanili sulit untuk dikendalikan, karena jamur F. oxysporum f. sp. vanillae memiliki struktur bertahan berupa klamidospora yang dapat bertahan dalam tanah sebagai saprofit dalam waktu relatif lama sekitar tiga sampai empat tahun (Sukamto dan Tombe, 995; Nurawan, Tombe dan Matsumoto, 995). Menurut Hadisutrisno (2005), sulitnya pengendalian penyakit ini disebabkan karena penularannya melalui stek yang sudah terinfeksi, sehingga penyebarannya menjadi cepat dan meluas. Ruhnayat (2004) mengatakan bahwa sampai saat ini belum ditemukan klon vanili yang tahan atau toleran terhadap penyakit ini. Dengan demikian perlu dicari alternatif pengendalian yang dapat menekan perkembangan penyakit busuk batang. Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada daerah endemik penyakit busuk batang vanili di Dusun Timbenuh Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur dan Dusun Celilos Desa Bentek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Barat ditemukan beberapa tanaman vanili sehat di antara beberapa tanaman vanili yang terinfeksi penyakit busuk batang. Hasil isolasi dari jaringan tanaman sehat dan contoh tanah ditemukan beberapa jamur endofit dan saprofit, sehingga diduga fenomena tanaman vanili sehat tersebut disebabkan karena ketahanan induksi (terimbas) karena adanya jamur saprofit dan jamur endofit antagonistik (Sudantha, 2005). Ketahanan induksi merupakan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen karena tanaman telah terinfeksi oleh mikroorganisme lain sebelumnya, baik dari jenis yang sama maupun dari jenis lain (Abadi, 2003). Mekanisme antagonisme jamur endofit dalam menekan perkembangan patogen sehingga tanaman menjadi tahan karena antibiosis. Petrini (993) melaporkan bahwa jamur endofit menghasilkan alkaloid dan mikotoksin sehingga memungkinkan digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Menurut Dahlam, Eichenseer dan Siegel (99), dan Brunner dan Petrini (992), jamur endofit menghasilkan senyawa aktif biologis secara in-vitro antara lain alkaloid, paxillin, lolitrems dan tetranone steroid. Selain itu menurut Photita (2003 dalam Lumyong et al., 2004), jamur endofit antagonis mempunyai aktivitas tinggi dalam menghasilkan enzim yang dapat digunakan untuk mengendalikan patogen. Jamur endofit Neotyphodium sp.

7 7 menghasilkan enzim β-,6-glucanase yang menyerupai enzim yang sama yang dihasilkan oleh jamur Trichoderma harzianum dan T. virens (Moy et al., 2002). Penelitian tentang jamur saprofit antagonis untuk pengendalian patogen tular tanah yang menyerang berbagai tanaman di Indonesia telah banyak dilakukan, namun penggunaannya di lapangan masih terbatas dalam skala percobaan. Abadi (987) melaporkan bahwa Trichoderma harzianum, T. viride dan Penicillium citrinum merupakan jamur yang bersifat antagonistik terhadap Ganoderma boninense pada kelapa sawit. Arifin, Dahlan dan Dahlan (989) juga melaporkan bahwa jamur Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang berpotensi mengendalikan jamur G. pseudoferrum pada tanaman teh. Jamur saprofit antagonis dapat menekan jamur patogen tular tanah melalui tiga mekanisme, seperti jamur T. viride mampu hidup sebagai mikoparasit yang dapat melakukan penetrasi ke miselium dan klamidospora jamur patogen sehingga terjadi lisis dan pengkristalan, menghasilkan antibiotik (gliotoksin dan viridin) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen, dan mempunyai kemampuan tumbuh yang lebih cepat sehingga terjadi persaingan dalam ruang dan nutrisi dengan jamur lainnya (Baker dan Cook, 982). Ketahanan induksi pada berbagai tanaman karena keberadaan jamur endofit dan saprofit telah banyak diteliti, namun belum ada penelitian pada tanaman vanili. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang karakterisasi dan potensi jamur endofit dan saprofit sebagai agens pengendali hayati jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili di Pulau Lombok NTB..2. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik jamur endofit dan saprofit antagonis pada tanaman vanili; pengaruh ph medium, suhu inkubasi dan seresah daun terhadap pertumbuhannya; mekanisme antagonismenya terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae; efektivitasnya dalam mengendalikan penyakit busuk batang; sinergismenya dalam mengendalikan penyakit busuk batang dan potensinya dalam meningkatkan ketahanan induksi tanaman vanili terhadap penyakit busuk batang..3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat menjelaskan karakteristik jamur endofit dan saprofit antagonis pada tanaman vanili, dan mekanisme antagonismenya terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dan mekanisme ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang. Selain itu sinergisme jamur endofit dan saprofit antagonis dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengendalian penyakit busuk batang vanili dengan cara meningkatkan ketahanan induksi.

8 8 II. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 2.. Landasan Pemikiran Penelitian Penyakit busuk batang vanili yang disebabkan oleh jamur F. oxysporum f. sp. vanilae merupakan penyakit utama pada tanaman vanili di Pulau Lombok NTB, pada tahun 2003 menurunkan produksi sampai 50 % dengan kerugian ekonomis diperkirakan mencapai Rp Usaha pengendalian yang sudah dilaksanakan sampai saat ini: penggunaan fungisida, penggunaan stek vanili klon lokal dan penggunaan mikrobia avirulen, namun belum berhasil, karena jamur F. oxysporum f. sp. vanillae memiliki klamidospora yang dapat bertahan sebagai saprofit, penularan penyakit melalui stek yang sudah terinfeksi dan belum ada klon vanili yang benar-benar tahan PERLU EVALAUSI Alternatif pengendalian menggunakan jamur endofit. Jamur ini hidup pada tanaman sehat di antara tanaman sakit. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh ph, suhu dan bahan organik Ketahanan Induksi karena adanya jamur endofit dan saprofit Alternatif pengendalian menggunakan jamur saprofit. Jamur ini hidup pada sisa-sisa bahan organik di dalam tanah. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh ph, suhu dan bahan organik Mekanisme antagonisme: Mikoparasit (penetrasi ke miselium) antibiosis (antibiotik) dan kompetisi (ruang dan nutrisi). Mekanisme antagonisme: Mikoparasit (penetrasi ke miselium) antibiosis (antibiotik) dan kompetisi (ruang dan nutrisi). Sinergisme endofit dan saprofit KETAHANAN INDUKSI sebagai alternatif pengendalian jamur F. oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang pada bibit dan tanaman vanili

9 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan dibuktikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:. Pada tanaman vanili sehat terdapat jamur endofit antagonis dan pada rhizosfer terdapat jamur saprofit antagonis dengan karakteristik yang berbeda. 2. Jamur endofit dan saprofit dapat tumbuh pada kisaran ph medium 4,0 sampai dengan 8,0, dan kisaran suhu inkubasi 5 o sampai dengan 40 o C, serta dapat tumbuh pada berbagai seresah daun pohon pelindung. 3. Mekanisme antagonistik jamur endofit dan saprofit terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae secara fisik (kompetisi ruang atau nutrisi dan mikoparasit) dan antibiosis (mengeluarkan antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap). 4. Terdapat lebih dari satu jenis jamur endofit atau saprofit antagonis potensial efektif mengendalikan penyakit busuk batang vanili dan dapat memacu pembentukan tunas bunga vanili. 5. Terdapat sinergisme antara jamur endofit dan saprofit antagonis dalam mengendalikan penyakit busuk batang vanili dan dapat meningkatkan ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang.

10 0 3.. Kerangka Operasional Penelitian III. METODE PENELITIAN Survei tanaman sakit dan sehat di lapangan Diawali dengan pengambilan data primer dan sekunder Sampel tanah rhizosfer Sampel tanaman sakit Sampel tanaman sehat (akar, batang, daun) Isolasi dan identifikasi jamur saprofit Isolasi dan identifikasi jamur F. oxysporum Isolasi dan identifikasi jamur endofit Uji di Laboratorium: Uji antagonisme ( oposisi langsung dan uap biakan), uji ph medium, uji suhu inkubasi dan uji pertumbuhan pada medium seresah daun Uji di Laboratorium: Uji patogenisitas Uji di Laboratorium Uji antagonisme (oposisi langsung dan uap biakan), uji ph medium, uji suhu inkubasi dan uji pertumbuhan pada medium seresah daun Uji di Rumah Plastik: Uji efektivitas (jenis jamur saprofit dan cara inokulasi) Uji di Rumah Plastik: Uji ketahanan klon vanili Uji di Rumah Plastik: Uji efektivitas (jenis jamur endofit dan cara inokulasi) Uji di Rumah Plastik: Uji sinergisme jamur endofit dan saprofit antagonis terhadap jamur F. oxysporum: Uji sinergisme jamur endofit dan saprofit antagonis terhadap jamur F. oxysporum pada beberapa klon vanili Uji di pembibitan pada kondisi lapang Uji sinergisme jamur endofit dan saprofit antagonis terhadap jamur F. oxysporum pada beberapa klon vanili

11 3.2. Survei Tanaman Sakit dan Sehat di Lapang Pengambilan data primer dan sekunder Pengambilan data primer di lapang meliputi intensitas penyakit busuk batang, gejala penyakit busuk batang, jenis pohon pelindung dan panjatan tanaman vanili, kandungan bahan organik tanah, ph tanah, kelembaban dan suhu, dan cara budidaya vanili. Data sekunder diambil dari Dinas Perkebunan Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan NTB dan Balai Perbenihan Tanaman Perkebunan NTB meliputi data luas kebun vanili, luas kebun yang terinfeksi penyakit busuk batang, klon-klon vanili yang ditanam di kebun, jenis tanah, dan ketinggian tempat dari permukaan air laut Pengambilan sampel tanah, tanaman sakit dan sehat Pengambilan sampel tanah, tanaman vanili yang terinfeksi penyakit busuk batang dan sehat dilakukan pada enam lokasi kebun di Pulau Lombok. Tanaman vanili yang diduga mengandung jamur endofit diambil dari tanaman vanili yang sehat di antara tanaman yang sakit, sedang jamur F. oxysporum f.sp. vanillae diisolasi dari tanaman vanili yang menunjukkan gejala busuk batang vanili. Pada masing-masing klon dan lokasi dipilih lima tanaman, kemudian bagian akar, pangkal batang dan daun dari masing-masing tanaman tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik, selanjutnya dibawa ke laboratorium Isolasi dan Identifikasi Jamur endofit diisolasi dari contoh akar, batang dan daun vanili yang sehat atau tidak terinfeksi penyakit busuk batang. Metode isolasi yang digunakan serupa dengan yang digunakan oleh Petrini dan Carroll (99 dalam Arnold, 2000). Akar, batang dan daun vanili dipotong-potong sepanjang,0 -,5 cm, dilakukan sterilisasi permukaannya dengan menggunakan Klorox (sodium hypochlorite) 0 % selama dua menit dan alkohol absolut 96 % (selama 30 detik) sebanyak tiga kali serta aquades steril sebanyak tiga kali. Isolasi jamur saprofit dilakukan dengan mengisolasi dari rhizosfer atau tanah sekitar perakaran tanaman vanili. Metode isolasi yang akan digunakan adalah metode cawan pengenceran dengan tingkat pengenceran sampai 0-4. Jamur endofit dan saprofit yang tumbuh, masing-masing dipindahkan ke dalam cawan Petri yang berisi medium PDA dengan teknik transfer konidium tunggal atau teknik transfer ujung hifa (Burgess, Liddell dan Summerell, 988), kemudian diberi tanda. Pengamatan dilakukan secara makroskopis meliputi warna koloni, arah pertumbuhan koloni, ketebalan koloni, diameter koloni dan kecepatan pertumbuhan koloni; dan secara mikroskopis meliputi warna hifa, bentuk konidia, warna konidia, ada atau tidaknya phialide dan kerapatan phialide.

12 Percobaan Laboratorium Jamur endofit dan saprofit yang diperoleh selanjutnya diuji pertumbuhannya pada berbagai ph medium PDA (4 8), berbagai suhu inkubasi (5 o C 40 o C), berbagai seresah daun pohon pelindung, uji antagonisme terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae menggunakan metode oposisi langsung dan uap biakan jamur endofit dan saprofit. Percobaan dilakukan di Laboratorium Proteksi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 0,05 dan uji BNJ pada taraf nyata yang sama Percobaan Rumah Plastik Jamur endofit dan saprofit yang secara in-vitro efektif menekan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae diaplikasi pada stek vanili melalui perendaman stek dan infestasi ke medium tanah. Selanjutnya jamur endofit dan saprofit yang diketahui efektif mengendalikan penyakit busuk batang vanili diaplikasi secara bersama. Semua percobaan ini dilakukan di Rumah Plastik Fakultas Pertanian Universitas Mataram menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktorial yang diulang tiga kali. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 0,05 dan uji BNJ pada taraf nyata yang sama Percobaan Lapangan Jamur endofit dan saprofit yang dapat bersinergis selanjutnya diaplikasi pada stek vanili klon Timbenuh NTB, klon Celelos NTB dan klon Malang Jawa Timur. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Mataram menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktorial dengan tiga ulangan. Pengamatan pengamatan penyakit busuk batang dilakukan sampai tanaman berumur 6 minggu. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 0,05 dan uji BNJ pada taraf nyata yang sama.

13 3 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Karakterisasi jamur endofit, uji pertumbuhan dan uji antagonisme Berdasarkan hasil isolasi dari jaringan akar tanah, akar udara, batang, daun dan buah tanaman vanili sehat ditemukan 9 jamur endofit dengan karakteristik yang berbeda (Tabel ). Dari kebun Timbenuh ditemukan sembilan isolat, kebun Selebung ada lima isolat, kebun Jurang Malang ada dua isolat, kebun Lingsar ada satu isolat dan kebun Celelos ada dua isolat, sedang dari kebun Banok tidak ditemukan jamur endofit. Irawati (2005), melaporkan bahwa jamur Rhizoctonia sp. ditemukan pada akar tanaman vanili sehat, namun belum dimanfaatkan untuk pengendalian penyakit, sedang pada pada tanaman lain dilaporkan oleh Sulistyowati et al. (2005), yaitu jamur endofit Trichoderma asperellum ditemukan pada jaringan batang jeruk sehat. Budi, Mariana dan Rachmadi (2005) menemukan jamur endofit Trichoderma spp. dan Penicillium sp. pada jaringan batang dan akar padi rawa pasang surut. Mekkamol (998 dalam Lumyong et al., 2004) menemukan jamur Cladosporium sp. pada jaringan batang pohon jati, sedang Busarakum (2002 dalam Manoch, 2004) menemukan jamur Gliocladium penicilloides pada anggrek. Semua jamur endofit yang ditemukan pada tanaman vanili dapat tumbuh pada ph medium 4 8 dan pertumbuhan optimum terjadi pada ph 6 (Gambar ). Secara umum jamur dapat tumbuh pada kisaran ph yang luas, namun jamur tumbuh optimum apabila substrat mempunyai keasaman antara 5,0 6,0. (Barnet dan Hunter (998). Jamur Trichoderma spp. dapat tumbuh pada kisaran ph medium yang luas dari ph 3,0 sampai dengan ph 8,0, namun ph 5,6 sampai dengan ph 6,0 merupakan ph ideal untuk pertumbuhan (Domsch, Gams dan Anderson, 980). Jamur T. viride aktif sebagai antagonis di dalam tanah pada ph 5,6 sampai dengan ph 6,0 (Cook dan Baker, 983). Jamur Rhizoctonia sp. dapat tumbuh pada kisaran ph 2,5 sampai dengan ph 8,5, (Barnett dan Hunter, 998), namum pertumbuhan yang baik pada medium yang mempunyai ph asam (Carling dan Sumner, 992 dalam Singleton et al., 992). ph optimum untuk pertumbuhan jamur Cladosporium sp. mendekati netral (Domsch et al., 980). Jamur Penicillium spp. dapat tumbuh pada kisaran ph,9 sampai dengan ph 9,3, sedang jamur Aspergillus spp. dapat tumbuh pada kisaran ph 4,0 sampai dengan ph 8,0 dan ph optimum sekitar 6,5. Untuk jamur Gliocladium spp. dapat tumbuh pada kisaran ph 3,0 sampai dengan ph 8,2 dan ph optimum 5,6 (Barnett dan Hunter, 998). Semua jamur endofit yang ditemukan pada tanaman vanili dapat tumbuh pada kisaran suhu 5 o C 40 o C dan pertumbuhan yang terbaik pada suhu optimum 25 o C (Gambar 2). Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan hidup, pertumbuhan dan reproduksi jamur. Untuk pertumbuhan yang ideal jamur memerlukan suhu antara 20 o sampai 30 o C (Barnett dan Hunter, 998). Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur Trichoderma spp. yaitu sekitar 25 o C (Rifai, 969). Jamur Rhizoctonia spp. dapat tumbuh dengan baik pada suhu kamar (Carling dan Sumner, 992 dalam Singleton, et al., 992). Jamur Cladosporium spp. memerlukan suhu optimal sekitar 25 o C untuk pertumbuhannya (Domsch et al., 980). Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur G. viride yaitu 25 o C, sedang pertumbuhan jamur P. citrinum memerlukan suhu optimum 24 o C dan untuk jamur A. flavus dan A. niger juga memerlukan suhu optimum 25 o C untuk pertumbuhannya (Domsch et al., 980).

14 4 Diameter koloni jamur endofit (mm) Trichoderma sp. 0 y = ,505x - 3,4286x 2 R 2 = 0,8869 Rhizoctonia sp. 07 y = 6,2 + 26,3x - 5,5x 2 R 2 = 0,900 Cladosporium sp. 09 y = -,6666x 2 + 5,5328x + 38,334 R 2 = 0,8937 Gliocladium sp. 8 y = -0,88x 2 + 6,2526x + 2,733 R 2 = 0,9224 Aspergillus sp. 7 y = 25, ,443x - 0,6905x 2 R 2 = 0,954 Penicillium sp. 4 y = 4,6 + 0,746x - 0,2858x 2 R 2 = 0,8736 ph 4 ph 5 ph 6 ph 7 ph 8 ph Medium PDA Gambar. Pola pertumbuhan beberapa jamur endofit pada medium PDA ph 4, ph 5, ph 6, ph 7 dan ph 8 setelah diinkubasi tiga hari.

15 5 Diameter koloni jamur endofit (mm) C 20 C 25 C 30 C 35 C 40 C Suhu inkubasi Trichoderma sp. 0 y = 77, ,039x - 3,256x 2 R 2 = Rhizoctonia sp. 07 y = x x 2 R 2 = Gliocladium sp. 8 y =, ,62x - 2,8452x 2 R 2 = 0,8553 Cladosporium sp. 09 y = 25, ,26x - 2,37x 2 R 2 = 0,844 Aspergillus s p. 4 y =,5 + 2,268x -,9703x 2 R 2 = 0,7425 Penicillium sp. 7 y = - 2, ,795x - 2,095x 2 R 2 = 0,7395 Gambar 2. Pola pertumbuhan beberapa jamur endofit pada medium PDA pada suhu 5 o, 20 o, 25 o, 30 o, 35 o dan 40 o C setelah diinkubasi tiga hari. Dari enam jenis seresah daun, hanya empat jenis yang baik untuk media pertumbuhan jamur endofit yaitu seresah daun kopi, kemiri, lamtoro dan gamal, sedang dua jenis lainnya yaitu seresah daun kakao dan dadap kurang baik untuk media pertumbuhan jamur endofit. Dari sembilan jenis jamur endofit antagonis yang diuji ternyata ada empat jamur endofit yaitu Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum), Rhizoctonia sp. ENDO-07 batangtimbenuh dan Rhizoctonia sp. ENDO-08 batang Selebung yang mempunyai kemampuan tumbuh yang cepat pada medium seresah daun kopi, kemiri, lamtoro dan gamal. Jamur Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii) dan Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum) masih dapat tumbuh pada medium seresah daun gamal, kakao dan dadap, sedang jamur Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh dan Rhizoctonia sp. ENDO-08 batang Selebung masih dapat tumbuh pada medium seresah gamal, namun

16 6 tidak dapat tumbuh pada medium seresah daun kakao dan dadap (Gambar 3). Ghimire dan Hyde (2004) mengatakan bahwa jamur endofit dapat hidup sebagai saprofit pada serasah daun. 00 Diameter koloni jamur endofit (mm) Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii) Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum) Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh Rhizoctonia sp. ENDO-08 batang Selebung Kopi Kemiri Lamtoro Gamal Kakao Dadap Seresah daun Gambar 3. Pertumbuhan beberapa jamur endofit pada medium seresah daun setelah diinkubasi tujuh hari. Dari 9 isolat jamur endofit yang diuji ternyata terdapat jamur endofit yang dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. Jamur endofit yang paling baik dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae adalah Trichoderma spp., yaitu Trichoderma sp. ENDO-0 akar tanah Timbenuh (T. viride), Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-03 buah Timbenuh (T. longibrachiatum), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum), Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung (T. pseudokoningii) dan Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride), dan jamur Rhizoctonia sp. ENDO-07 Timbenuh dan Rhizoctonia sp. ENDO-08 Selebung (Tabel ).

17 7 Hasil pengamatan terhadap hifa semua isolat jamur endofit Trichoderma spp. yang mulai kontak dengan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae di bawah mikroskop menunjukkan bahwa ± 90 % hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis dan pengkristalan (Gambar 4), sedang untuk isolat jamur endofit Rhizoctonia spp. menyebabkan terjadi lisis ± 90 % pada hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae, namun tidak terjadi pengkristalan. Hasil yang sama pernah dilaporkan oleh Basuki (985), bahwa jamur T. koningii menyebabkan hifa jamur Rigidiporus microporus mengalami lisis apabila terjadi kontak hifa antar kedua jamur tersebut. Demikian pula Sukamto dan Tombe (995) melaporkan bahwa isolat Trichoderma sp. (diduga T. viride) asal Manado mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. Selain itu Abd-El Moity dan Shatla (98) melaporkan bahwa Trichoderma merupakan mikoparasit yang dapat melakukan penetrasi ke miselium dan sclerotia jamur S. rolfsii sehingga terjadi lisis dan pengkristalan. Lebih lanjut Papavizas (985) menyatakan bahwa mekanisme mikoparasitisme dimulai dengan pelunakan sel inang oleh enzim yang dihasilkan oleh mikoparasit sebelum kerusakan dan kematian sel inang. Menurut Hadar, Chet dan Henis (979), jamur T. harzianum memproduksi enzim ekstra selluler ß-(,3) glucanase dan chitinase yang mampu merusak dinding sel R. solani. Tabel. Rata-rata persentase hambatan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang beroposisi dengan beberapa jamur endofit No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang beroposisi dengan jamur endofit Rata-rata hambatan (%) Trichoderma sp. ENDO-0 akar tanah Timbenuh (T. viride) 45,22 c *) 2 Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum) 45,22 c 3 Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii) 44,44 c 4 Trichoderma sp. ENDO-03 buah Timbenuh (T. longibrachiatum) 43,83 c 5 Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung (T. pseudokoningii) 43,28 c 6 Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) 43,28 c 7 Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh 4,59 c 8 Rhizoctonia sp. ENDO-08 batang Selebung 4,43 c 9 Gliocladium sp. ENDO-9 batang Lingsar (G. Viride) 3,06 b 0 Gliocladium sp. ENDO-8 batang Jurang Malang (G. catenulatum) 24,33 b Penicllium sp. ENDO-4 akar tanah Timbenuh (P. citrinum) 3,56 b 2 Aspergillus sp. ENDO-7 akar tanah Selebung (A. niger) 6,72 a 3 Aspergillus sp. ENDO-5 akar udara Timbenuh (A. flavus) 5,39 a 4 Aspergillus sp. ENDO-6 daun Timbenuh (A. flavus) 5,33 a 5 Cladosporium sp. ENDO-09 batang Timbenuh 2,67 a 6 Cladosporium sp. ENDO-0 daun Timbenuh 2,67 a 7 Cladosporium sp. ENDO-2 akar udara Selebung 2,67 a 8 Cladosporium sp. ENDO-3 batang Celelos 2,67 a 9 Cladosporium sp. ENDO- buah Selebung,33 a 20 Kontrol (tanpa jamur endofit) 0,00 a *) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p p 0,05

18 8 Pada Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA terhambat secara nyata bila biakan tersebut ditangkupkan di atas biakan jamur endofit antagonis dibandingkan dengan bila biakan yang sama ditangkupkan di atas medium PDA tanpa jamur endofit antagonis. Jamur endofit yang terbaik dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae adalah jamur endofit Trichoderma spp. dan Rhizoctonia spp., hal ini diperlihatkan dengan kecilnya diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (Gambar 4). Jamur T. viride diketahui menghasilkan gliotoksin pertama kali oleh Weindling dan Emerson (936 dalam Cook dan Baker, 983), kemudian Brian dan McGowan (945 dalam Cook dan Baker, 983) mengatakan bahwa selain gliotoksin, jamur T. viride juga menghasilkan viridin seperti yang dihasilkan oleh jamur G. virens. Rifai (969) melaporkan bahwa jamur T. viride mengeluarkan bau minyak kelapa terutama pada biakan yang sudah tua. Tabel 2. Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA dalam cawan Petri yang ditangkupkan di atas biakan beberapa jamur endofit setelah diinkubasikan delapan hari No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang ditangkupkan di atas biakan jamur endofit Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (mm) Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) 30,00 a *) 2 Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum) 3,00 ab 3 Rhizoctonia sp. ENDO-08 batang Selebung 33,33 bc 4 Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung (T. pseudokoningii) 34,67 bc 5 Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii) 35,33 bc 6 Trichoderma sp. ENDO-0 akar tanah Timbenuh (T. viride) 37,00 bc 7 Trichoderma sp. ENDO-03 buah Timbenuh (T. longibrachiatum) 38,00 c 8 Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh 40,33 cd 9 Gliocladium sp. ENDO-9 batang Lingsar (G. viride) 45,67 de 0 Gliocladium sp. ENDO-8 batang Jurang Malang (G. catenulatum) 47,67 e Penicllium sp. ENDO-4 akar tanah Timbenuh (P. citrinum) 50,00 e 2 Cladosporium sp. ENDO-3 batang Celelos 55,67 e 3 Cladosporium sp. ENDO-2 akar udara Selebung 56,33 ef 4 Cladosporium sp. ENDO-0 daun Timbenuh 60,67 f 5 Cladosporium sp. ENDO- buah Selebung 64,67 f 6 Cladosporium sp. ENDO-09 batang Timbenuh 65,00 f 7 Aspergillus sp. ENDO-5 akar udara Timbenuh (A. flavus) 74,00 g 8 Aspergillus sp. ENDO-6 daun Timbenuh (A. flavus) 75,33 g 9 Aspergillus sp. ENDO-7 akar tanah Selebung (A. niger) 80,33 g 20 Kontrol (tanpa jamur endofit) 90,00 h *) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p p 0,05

19 9 A B C D Jamur Trichoderma sp. menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. vanillae (tanda panah) (A) dan lisis pada hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (tanda panah) (B) Jamur Trichoderma sp. menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. vanillae (tanda panah) (C) dan kontrol (D) pada uji uap biakan Gambar 4. Uji antagonisme dan uji uap biakan jamur endofit terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae 4.2. Karakterisasi jamur saprofit, uji pertumbuhan dan uji antagonisme Berdasarkan hasil isolasi dari rhizosfer atau tanah sekitar perakaran tanaman vanili sehat ditemukan 9 jamur saprofit dengan karakteristik yang berbeda (Tabel 3). Dari kebun Timbenuh ditemukan lima isolat, kebun Banok ada satu isolat, kebun Selebung ada satu isolat, kebun Jurang Malang ada tiga isolat, Kebun Lingsar ada dua isolat dan kebun Celelos ada tujuh isolat. Beberapa peneliti terdahulu juga pernah melaporkan, seperti Sastrahidayat (99) menemukan Trichoderma viride dan Aspergillus sp. di rhizosfer tanaman vanili di Malang. Sukamto dan Tombe (995) melaporkan bahwa isolat jamur Trichoderma sp. (diduga T. viride) asal Manado dan Bali juga ditemukan pada rhizsosfer tanaman vanili yang digunakan untuk percobaan pengendalian penyakit busuk batang vanili. Sama halnya dengan jamur endofit, ternyata semua jamur saprofit yang ditemukan dapat tumbuh pada kisaran ph medium 4 8 dan pertumbuhan yang terbaik terjadi pada ph 6, demikian pula semua jamur saprofit dapat tumbuh pada kisaran suhu 5 o C 40 o C dan pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 25 o (Gambar 5 dan 6).

20 20 Diameter koloni jamur saprofit (mm) Trichoderma sp.03 y = 70,8 + 6,853x - 3,5476x 2 R 2 = 0,8828 Gliocladium sp. 3 y = 33, ,2386 x -,4286x 2 R 2 = 0,8562 Penicillium sp.5 y = 2,9 + 3,69x - 0,743x 2 R 2 = 0,9053 Aspergillus sp. 7 y = 9, ,42x - 0,857x 2 R 2 = 0,8828 ph 4 ph 5 ph 6 ph 7 ph 8 ph Medium PDA Gambar 5. Pola pertumbuhan beberapa jamur saprofit pada medium PDA ph 4, ph 5, ph 6, ph 7 dan ph 8 setelah diinkubasi tiga hari.

21 2 Diameter koloni jamur saprofit (mm) Trichoderma sp. 0 y = 75,33 + 2,562X - 2,4286x 2 R 2 = 0,9736 Gliocladium sp. 3 y = 5, ,44 x - 2,637x 2 R 2 = 0,8954 Penicillium sp. 5 y = 6, ,743x -,742x 2 R 2 = 0,9474 Aspergillus sp. 7 y = 2, ,537x - 2,964x 2 R 2 = 0, C 20 C 25 C 30 C 35 C 40 C Suhu inkubasi Gambar 6. Pola pertumbuhan beberapa jamur saprofit pada medium PDA pada suhu 5 o, 20 o, 25 o, 30 o, 35 o dan 40 o C setelah diinkubasi tiga hari. Semua isolat jamur Trichoderma spp. dapat tumbuh pada medium seresah daun kopi, kemiri, lamtoro, gamal, kakao dan dadap, namun hanya empat isolat Trichoderma sp. yang dapat tumbuh dengan cepat pada medium seresah daun kopi, kemiri, lamtoro dan gamal, yaitu isolat Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum) (Gambar 7). Bharat et al. (988) melaporkan bahwa jamur Trichoderma sp. selain bersifat antagonis terhadap jamur patogenik juga dapat bertindak sebagai pengurai limbah organik. Widyastuti et al. (998) mengemukakan bahwa jamur Trichoderma spp. mempunyai kemampuan sebagai jasad pengurai aktif dari seresah Acacia mangium. Menurut Harman dan Taylor (988), kemampuan jamur Trichoderma spp. sebagai agen pengurai seresah disebabkan karena kemampuannya untuk menghasilkan enzim chitinolitik dan selulase yang dapat menguraikan selulosa, hemi selulosa dan lignin yang tinggi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Menurut Trautmann dan Olynciw (996), selulosa yang ada pada bahan organik dapat dipisahkan oleh enzim selulase yang telah dihasilkan oleh jamur T. harzianum menjadi ligni selulose, kemudian merombaknya menjadi senyawa yang lebih sederhana yang

22 22 mampu larut dalam air, sehingga segera dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Lebih lanjut Chet dan Baker (98 dalam Cook dan Baker, 983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim selulase. Menurut Kuter et al. (983 dalam Hoitink, Madden dan Boehm, 996), jamur T. harzianum dan T. hamatum merupakan hiperparasit pradominan dalam kompos dapat sebagai pengendali biologis penyakit rebah kecambah. 00 Diameter koloni jamur saprofit (mm) Kopi Kemiri Lamtoro Gamal Kakao Dadap Trichoderma sp. SAPRO-03 Timbenuh (T. harzianum) Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum) Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar (T. hamatum) Trichoderma sp. SAPRO- Selebung (T. hamatum) Seresah daun Gambar 7. Pertumbuhan beberapa jamur saprofit pada medium seresah daun setelah diinkubasi lima hari. Pada Tabel 3 terlihat bahwa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. terbaik dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. Jamur saprofit Trichoderma spp. dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae sebesar lebih 40 %, sedang jamur saprofit lainnya seperti Gliocladium spp., Penicillium spp. dan Aspergillus spp. persentase hambatannya di bawah 4 %.

23 23 Tabel 3. Rata-rata persentase hambatan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang beroposisi dengan beberapa jamur saprofit No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang beroposisi dengan jamur saprofit Rata-rata hambatan (%) Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum) 47,33 c *) 2 Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) 46,56 c 3 Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum) 45,94 c 4. Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum) 44,6 c 5 Trichoderma sp. SAPRO-04 vanili Celelos (T. koningii ) 44,44 c 6 Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Timbenuh (T. viride) 43,28 c 7 Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Lingsar (T. viride) 42,67 c 8 Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum) 42,44 c 9 Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh (T. longibrachiatum) 4,67 c 0 Trichoderma sp. SAPRO-06 vanili Celelos (T. aureoviride) 4, c Trichoderma sp. SAPRO-2 vanili Banok (T. aureoviride) 4, c 2 Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang (T. aureoviride) 40,56 c 3 Gliocladium sp. SAPRO-3 vanili Jurang Malang (G. catenulatum) 3,33 b 4 Penicillium sp. SAPRO-5 vanili Celelos (P. frequentans) 3,33 b 5 Gliocladium sp. SAPRO-4 vanili Celelos (G. viride) 2,50 b 6 Penicillium sp. SAPRO-6 vanili Timbenuh (P. citrinum) 0,67 b 7 Aspergillus sp. SAPRO-9 vanili Timbenuh (A. flavus) 0,67 b 8 Aspergillus sp. SAPRO-7 vanili Celelos (A. flavus) 8, a 9 Aspergillus sp. SAPRO-8 vanili Celelos (A. japonicus) 6,83 a 20 Kontrol (tanpa jamur saprofit) 0,00 a *) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p p 0,05 Hasil pengamatan terhadap hifa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. yang mulai kontak dengan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae di bawah mikroskop menunjukkan bahwa ± 90 % hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis dan hifanya menjadi mengecil (Gabar 8), sedang jamur Gliocladium spp., Penicillium spp. dan Aspergillus spp. menyebabkan lisis pada hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae hanya ± 25 %. Hasil yang sama pernah dilaporkan oleh Abadi (987), yaitu jamur T. harzianum menyebabkan hifa jamur Ganoderma boninense mengalami lisis apabila terjadi kontak hifa antar kedua jamur tersebut. Menurut Cook dan Baker (983), pada umumnya mekanisme antagonisme jamur Trichoderma spp. dalam menekan patogen sebagai mikoparasitik dan kompetitor yang agresif. Mula-mula pertumbuhan miselia jamur Trichoderma spp. memanjang, kemudian membelit dan mempenetrasi hifa jamur inang, sehingga hifa inang mengalami vakoulasi, lisis dan akhirnya hancur. Selanjutnya antagonis tumbuh di dalam hifa patogen. Chet dan Baker (980 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa jamur T. harzianum dan T. hamatum bertindak sebagai mikoparasit terhadap jamur Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii, menghasilkan enzim ß-(,3) glucanase dan chitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inang. Lebih lanjut Chet dan Baker (98 dalam Cook dan Baker, 983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim

24 selulase, sehingga menambah kemampuannya sebagai mikoparasit pada jamur Phytium spp. Menurut Tronsmo dan Hjeljord (998 dalam Khetan, 200), kombinasi kedua enzim tersebut meningkatkan sinergistik jamur T. harzianum sebagai antifungal. Jones dan Watson (969 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa enzim ß- (,3) glucanase dihasilkan oleh jamur T. viride, sehingga mampu menghancurkan miselia jamur Sclerotinia sclerotiorum. 24 A B C D Jamur Trichoderma sp. menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. vanillae (tanda panah) (A) dan lisis pada hifa F. oxysporum f. sp. vanillae (tanda panah) (B) Jamur Trichoderma sp. menghambat pertumbuhan F. oxysporum f. sp. vanillae (tanda panah) (C) dan kontrol (B) pada uji uap biakan Gambar 8. Uji antagonisme dan uji uap biakan jamur saprofit terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae Pada Tabel 4 terlihat bahwa pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA terhambat secara nyata bila biakan tersebut ditangkupkan di atas biakan jamur saprofit antagonis dibandingkan dengan bila biakan yang sama ditangkupkan di atas medium PDA tanpa jamur saprofit antagonis. Jamur saprofit yang terbaik dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae adalah jamur saprofit Trichoderma spp. hal ini diperlihatkan dengan kecilnya diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (Gambar 8). Terhambatnya pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada uji ini diduga bahwa semua jamur saprofit mengeluarkan antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap. Adanya perbedaan kemampuan menghambat diantara jamur saprofit diduga karena jumlah antibiotik atau alkaloid yang dihasilkan oleh masing-masing jamur saprofit berbeda. Jamur endofit Trichoderma spp. mempunyai pertumbuhan yang cepat yaitu dalam waktu tiga hari telah menutupi cawan Petri, sehingga diduga menghasilkan antibiotik atau alkaloid yang lebih banyak dibandingkan dengan jamur endofit lainnya. Beberapa isolat jamur Trichoderma spp. menghasilkan antibiotik terutama pada ph rendah (Dennis dan Webster, 97 dalam Cook dan Baker, 983). Telah dijelaskan di depan bahwa jamur T. viride menghasilkan gliotoksin dan viridin yang mampu menghambat pertumbuhan jamur lain. Jamur T. viride mengeluarkan bau minyak kelapa terutama pada biakan yang sudah tua seperti yang dilaporkan oleh Rifai (969).

25 25 Tabel 4. Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA dalam cawan Petri yang ditangkupkan di atas biakan beberapa jamur endofit setelah diinkubasikan delapan hari No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang ditangkupkan di atas biakan jamur endofit Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (mm) Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum) 24,67 a *) 2 Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum) 24,67 a 3 Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) 25,00 a 4 Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum) 25,67 a 5 Trichoderma sp. SAPRO-04 vanili Celelos (T. koningii ) 26,33 a 6 Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum) 26,33 a 7 Trichoderma sp. SAPRO-2 vanili Banok (T. aureoviride) 27,00 a 8 Trichoderma sp. SAPRO-06 vanili Celelos (T. aureoviride) 27,33 a 9 Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh (T. longibrachiatum) 28,00 a 0 Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Timbenuh (T. viride) 28,67 a Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Lingsar (T. viride) 28,67 a 2 Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang (T. aureoviride) 29,00 a 3 Gliocladium sp. SAPRO-3 vanili Jurang Malang (G. catenulatum) 44,67 b 4 Penicillium sp. SAPRO-5 vanili Celelos (P. frequentans) 46,33 b 5 Gliocladium sp. SAPRO-4 vanili Celelos (G. viride) 54,33 b 6 Penicillium sp. SAPRO-6 vanili Timbenuh (P. citrinum) 56,33 bc 7 Aspergillus sp. SAPRO-8 vanili Celelos (A. japonicus) 60,67 c 8 Aspergillus sp. SAPRO-9 vanili Timbenuh (A. flavus) 60,67 c 9 Aspergillus sp. SAPRO-7 vanili Celelos (A. flavus) 6,00 c 20 Kontrol (tanpa jamur saprofit) 90,00 d *) Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p p 0, Uji efektivitas jamur endofit terhadap penyakit busuk batang Perlakuan dengan isolat jamur endofit Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum), Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung (T. pseudokoningii), Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride), dan Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh, baik melalui perendaman stek vanili dengan suspensi spora jamur endofit maupun infestasi medium tanah dengan substrat yang mengandung jamur endofit menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi oleh penyakit busuk batang, sedang empat isolat jamur endofit lainnya dapat menghambat masa inkubasi penyakit busuk batang, hanya kecepatan masa inkubasinya berbeda antara perlakuan perendaman stek dengan infestasi ke medium tanah (Gambar 9).

26 Masa inkubasi penyakit busuk batang vanili (hari) Tricho ENDO-0 akar Timbenuh Tricho ENDO-02 batang Timbenuh Tricho ENDO-03 buah Timbenuh Tricho ENDO-04 batang Jurang Malang Tricho ENDO-05 batang Selebung Tricho ENDO-06 batang Celelos Jamur endofit Perendaman stek Investasi media tanah Rhizoct ENDO-07 batang Timbenuh Rhizoct ENDO-08 batang Selebung Cladosp ENDO-3 batang Celelos Glioclad ENDO-9 batang Lingsar Kontrol Gambar 9. Histogram masa inkubasi penyakit busuk batang vanili sebagai akibat perlakuan jamur endofit dan cara aplikasinya Adanya perbedaan masa inkubasi penyakit busuk batang karena perlakuan jamur endofit diduga erat kaitannya kemampuan menghambat yang berbeda dari masing-masing jamur endofit antagonis terhadap jamur F. oxysporun f. sp. vanillae. Berdasarkan hasil percobaan uji antagonis jamur endofit terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae secara in-vitro di laboratorium melalui metode oposisi langsung dan uji uap biakan, ternyata semua isolat jamur endofit dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dengan persentase hambatan yang tertinggi oleh Trichoderma spp. disusul oleh Rhizoctonia spp., Gliocladium spp. dan Cladosporium

27 27 spp. Diduga mekanisme penghambatan yang terjadi secara in-vitro juga terjadi secara in-vivo pada jaringan batang vanili yang terinfeksi oleh penyakit busuk batang, yaitu secara fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan mengeluarkan antibiotik yang didifusikan ke ruang antar sel dalam jaringan. Panjang tunas/sulur pada bibit vanili umur delapan minggu karena perlakuan isolat jamur endofit melalui perendaman stek vanili berbeda nyata dengan infestasi ke medium tanah. Tunas/sulur pada bibit yang diperlakukan dengan jamur endofit melalui perendaman stek lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan infestasi ke medium tanah (Gambar 0). Adanya perbedaan panjang tunas/sulur daun pada bibit vanili ini diduga erat kaitannya dengan kemampuan kolonisasi dari jamur endofit setelah diperlakukan dengan kedua cara tersebut. Jamur endofit yang diperlakukan dengan cara perendaman stek lebih cepat mengkolonisasi pada jaringan tanaman dibandingkan dengan infestasi ke medium tanah. Dengan makin cepatnya melakukan kolonisasi pada jaringan tanaman maka besar kemampuannya dalam mengendalikan penyakit busuk batang. Jamur endofit Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum) dan Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) menyebabkan tunas daun/sulur pada bibit vanili lebih panjang dibandingkan dengan jamur endofiit lainnya baik yang diperlakukan melalui perendaman stek maupun infestasi ke medium tanah. Dari pengujian penggunaan jamur endofit untuk pengendalian penyakit busuk batang ini dapat dikatakan bahwa penggunaan jamur endofit baik melalui perendaman stek vanili maupun infestasi ke medium tanah dapat meningkatkan ketahanan induksi bibit vanili terhadap penyakit busuk batang (Gambar ). Hal ini sesuai dengan pendapat Abadi (2003) bahwa ketahanan induksi dapat terjadi karena tanaman telah terinfeksi oleh mikroorganisme lain sebelumnya, baik dari jenis yang sama maupun dari jenis lain. Lebih lanjut Guest (2005) mengatakan bahwa ketahanan induksi terjadi karena kombinasi dari rintangan pasif dengan respon lokal karena adanya peristiwa matinya sel dan akumulasi antibiotik yang dapat berupa fitoaleksin. Telah dijelaskan di depan bahwa jamur T. viride menghasilkan gliotoksin dan viridin (Weindling dan Emerson, 936, dan Brian dan McGowan, 945 dalam Cook dan Baker, 983) Rifai (969) melaporkan bahwa jamur T. viride mengeluarkan bau minyak kelapa terutama pada biakan yang sudah tua. Selain itu menurut Jones dan Watson (969 dalam Cook dan Baker, 983)), jamur T. viride menghasilkan enzim enzim ß-(,3) glucanase, sehingga mampu menghancurkan miselia jamur patogenik.

28 Panjang tunas daun vanili/sulur (cm Tricho ENDO-0 akar Timbenuh Tricho ENDO-02 batang Timbenuh Tricho ENDO-03 buah Timbenuh Tricho ENDO-04 batang Jurang Malang Tricho ENDO-05 batang Selebung Jamur endofit Perendaman stek Tricho ENDO-06 batang Celelos Rhizoct ENDO-07 batang Timbenuh Rhizoct ENDO-08 batang Selebung Cladosp ENDO-3 batang Celelos Glioclad ENDO-9 batang Lingsar Kontrol Investasi media tanah Gambar 0. Histogram panjang tunas daun/sulur vanili akibat perlakuan jamur endofit dan cara aplikasinya

29 29 A B Perlakuan jamur Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) Bibit vanili terinfeksi pada kontrol (tanpa perlakuan jamur endofit) Gambar. Bibit vanili sehat (A) akibat penggunaan isolat jamur endofit dan bibit vanili yang terinfeksi penyakit busuk batang pada kontrol (B) 4.4. Uji efektivitas jamur saprofit terhadap penyakit busuk batang Dari 4 isolat jamur saprofit antagonistik yang diperlakukan dengan cara perendaman stek vanili dan infestasi ke medium tanah ternyata ada delapan isolat yang menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi oleh penyakit busuk batang, yaitu Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Timbenuh (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh (T. longibrachiatum), Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-04 vanili Celelos (T. koningii), Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO-06 vanili Celelos (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum), Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum), dan Trichoderma sp. SAPRO-2 vanili Banok (T. aureoviride) (Gambar 2).

30 30 40 Masa inkubasi penyakit busuk batang vanili (hari) Trichoderma sp. SAPRO-0 Timbenuh Trichoderma sp. SAPRO-02 Timbenuh Trichoderma sp. SAPRO-03 Timbenuh 5 0 Trichoderma sp. SAPRO-04 Celelos Trichoderma sp. SAPRO-05 Celelos Trichoderma sp. SAPRO-06 Celelos Trichoderma sp. SAPRO-07 Lingsar Trichoderma sp. SAPRO-08 Jurang Malang Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar Jamur saprofit Kontrol (tanpa saprofit) Trichoderma sp. SAPRO-0 Lingsar Trichoderma sp. SAPRO- Selebung Trichoderma sp. SAPRO-2 Banok Gliocladium sp. SAPRO-3 Jurang Malang Penicillium sp. SAPRO-5 Celelos Perendaman stek Investasi media tanah Gambar 2. Histogram masa inkubasi penyakit busuk batang vanili sebagai akibat perlakuan jamur saprofit dan cara aplikasinya

31 Adanya perbedaan masa inkubasi penyakit busuk batang karena perlakuan jamur saprofit diduga erat kaitannya kemampuan menghambat yang berbeda dari masing-masing jamur saprofit antagonis terhadap jamur F. oxysporun f. sp. vanillae. Berdasarkan hasil percobaan uji antagonis jamur saprofit secara in-vitro di laboratorium melalui metode oposisi langsung dan uji uap biakan, ternyata persentase hambatan pertumbuhan jamur F. oxysporun f. sp. vanillae yang tertinggi dilakukan oleh jamur Trichoderma spp. disusul oleh Gliocladium spp. dan Penicillium spp. Mekanisme penghambatan terhadap penyakit busuk batang pada pengujian ini diduga terjadi secara fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan mengeluarkan antibiotik yang didifusikan ke ruang antar sel dalam jaringan, seperti yang terjadi secara in-vitro pada percobaan di laboratorium. Abd-El Moity dan Shatla (98) menyatakan bahwa Trichoderma spp. merupakan mikoparasit yang dapat melakukan penetrasi ke miselium dan sclerotia jamur S. rolfsii sehingga terjadi lisis dan pengkristalan. Lebih lanjut Papavizas (985) menyatakan bahwa mekanisme mikoparasitisme dimulai dengan pelunakan sel inang oleh enzim yang dihasilkan oleh mikoparasit sebelum kerusakan dan kematian sel inang. Menurut Hadar et al. (979), jamur T. harzianum memproduksi enzim ekstra selluler ß-(,3) glucanase dan chitinase yang mampu merusak dinding sel R. solani. Cook dan Baker (983) mengatakan bahwa strain tertentu dari Trichoderma menghasilkan antibiotik viridin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain. Elfina et al. (200) juga melaporkan bahwa jamur T. harzianum mengeluarkan senyawa anti mikroba yang mampu menghambat pertumbuhan jamur S. rolfsii. Pada pengujian penggunaan jamur saprofit antagonis dan cara aplikasinya untuk pengendalian penyakit busuk batang vanili, terjadi fenomena menarik sebagai dampak positif penggunaan jamur saprofit antagonis, yaitu ada empat isolat jamur saprofit antagonis yang dapat merangsang pembungaan lebih awal pada fase pembibitan di polibag sedang 0 isolat lainnya hanya merangsang pembentukan tunas daun/sulur (Gambar 2). Keempat isolat jamur tersebut yaitu Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum) yang diinfestasi ke medium tanah membentuk tunas bunga pada umur 45 hari setelah pemberian antagonis, sedang tiga isolat lainnya membentuk tunas bunga pada umur 30 hari setelah pemberian antonis, yaitu Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum) yang diberikan dengan cara perendaman stek vanili, Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dengan cara perendaman stek vanili dan infestasi ke medium tanah, dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum) dengan cara infestasi ke medium tanah (Gambar 3). Penggunaan jamur Trichoderma spp. lainnya dalam hal ini cenderung merangsang pembentukan tunas daun/ sulur, sedang pada kontrol (tanpa jamur saprofit) bibit vanili terinfeksi penyakit busuk batang. Fenomena ini terjadi diduga karena keempat isolat jamur saprofit Trichoderma spp. ini mengeluarkan substansi kimia atau hormon yang didifusikan ke dalam jaringan tanaman vanili yang dapat memacu pembungaan. Windham et al. (986) pernah melaporkan bahwa jamur T. harzianum dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman. Tronsmo dan Dennis (977 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa penyemprotan konidia jamur T. viride dan T. polysporum untuk melindungi tanaman strawberi dari penyakit busuk ternyata dapat memacu pembungaan lebih awal. 3

32 32 60 Panjang tunas daun/ sulur vanili (cm) Trichoderma sp. SAPRO-0 Timbenuh Trichoderma sp. SAPRO-02 Timbenuh 0 Trichoderma sp. SAPRO-05 Celelos Trichoderma sp. SAPRO-06 Celelos Trichoderma sp. SAPRO-03 Timbenuh Trichoderma sp. SAPRO-04 Celelos Jamur saprofit Tunas bunga Tunas bunga Penicillium sp. SAPRO-5 Celelos Kontrol (tanpa saprofit) Perendaman stek Trichoderma sp. SAPRO-07 Lingsar Trichoderma sp. SAPRO-08 Jurang Malang Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar Trichoderma sp. SAPRO-0 Lingsar Trichoderma sp. SAPRO- Selebung Trichoderma sp. SAPRO-2 Banok Gliocladium sp. SAPRO-3 Jurang Malang Investasi media tanah Gambar 3. Histogram panjang tunas daun/sulur vanili akibat perlakuan jamur endofit dan cara aplikasinya Beberapa jenis jamur yang hidup di tanah dapat menghasilkan etilen. Diduga etilen yang dilepaskan oleh jamur tersebut membantu mendorong perkecambahan biji, mengendalikan pertumbuhan kecambah, memperlambat serangan organisme patogen tular tanah, dan memacu pembentukan bunga. Sebagai contoh penggunaan etilen pada tanaman nanas dapat memacu sintesis etilen pada tanaman tersebut sehingga memacu pembungaan nanas (Salisbury dan Ross, 995). Jika jamur patogenik tertentu

33 33 menyerang sel, etilen menginduksi tanaman untuk membentuk dua macam enzim yang menguraikan dinding sel jamur tersebut, yaitu ß-(,3) glucanase dan chitinase (Boller, 988 dalam Salisbury dan Ross, 995). Dengan demikian dikatakan bahwa etilen dapat mengaktifkan mekanisme ketahanan induksi tanaman terhadap jamur patogenik. Selain itu menurut Chet dan Baker (980 dalam Cook dan Baker, 983), jamur T. harzianum dan T. hamatum menghasilkan enzim ß-(,3) glucanase dan chitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inang jamur patogenik jamur Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Lebih lanjut Chet dan Baker (980 dalam Cook dan Baker, 983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim cellulase, sehingga menambah kemampuannya sebagai mikoparasit pada jamur Phytium spp. Perlakuan dengan jamur Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum) Perlakuan dengan jamur Trichoderma sp. SAPRO-09 Jurang Malang (T. hamatum) Gambar 4. Pertumbuhan tunas bunga dan pembuahan pada bibit vanili dengan perlakuan jamur saprofit Trichoderma spp.

34 4.5. Uji Sinergisme jamur endofit dan saprofit terhadap penyakit busuk batang Ada tiga isolat jamur endofit antagonis yaitu Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang (T. polysporum ) dan Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) apabila penggunaannya dikombinasikan dengan lima isolat jamur saprofit antagonis yaitu Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum), dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum) menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi oleh penyakit busuk batang. Sementara itu ada dua isolat jamur endofit antagonis yaitu Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung (T. pseudokoningii) dan Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh, apabila dikombinasikan dengan kelima isolat jamur saprofit antagonis tersebut menjadi tidak efektif menghambat infeksi penyakit busuk batang, padahal pada percobaan sebelumnya perlakuan dengan isolat jamur endofit antagonis atau saprofit antagonis tersebut secara sendiri-sendiri menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi penyakit busuk batang. Kejadian ini diduga terjadi kompetisi atau saling menghambat antara kedua isolat jamur endofit antagonis tersebut dengan kelima isolat jamur saprofit antagonis tersebut (Gambar 5). 34

35 35 Masa inkubasi penyakit busuk batang (hari) Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timb... Trichoderma sp. ENDO-04 batang Juran... Trichoderma sp. ENDO-05 batang Selebung Jamur endofit Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos Rhizoctonia sp. ENDO-07 batang Timbenuh Trichoderma sp. SAPRO-03 Timbenuh Trichoderma sp. SAPRO-05 Celelos Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar Trichoderma sp. SAPRO- Selebung Gambar 5. Histogram masa inkubasi penyakit busuk batang vanili sebagai akibat adanya sinergisme dan antagonisme antara jamur endofit dengan saprofit Dari percobaan rumah plastik ini dapat dikatakan bahwa sinergisme antara jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. menyebabkan bibit vanili tidak terserang oleh jamur F. oxysporum f. sp. vanillae batang dan meningkatkan ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang. Tronsmo dan Hjeljord (998 dalam Khetan, 200) melaporkan bahwa apabila dua jenis jamur Trichoderma sp. mempunyai enzim yang berbeda disatukan maka dapat meningkatkan aktivitas sinergistik sebagai antifungal. Telah diketahui bahwa jamur T. harzianum dan T. hamatum menghasilkan enzim ß- (,3) glucanase dan chitinase (Chet dan Baker, 980 dalam Cook dan Baker, 983), selain itu jamur T. hamatum menghasilkan enzim selulase (Chet dan Baker, 98 dalam Cook dan Baker, 983). Menurut Jones dan Watson (969 dalam Cook dan Baker, 983), jamur T. viride menghasilkan enzim ß-(,3) glucanase.

36 4.6. Uji Sinergisme Jamur Endofit dan Saprofit Antagonis terhadap Penyakit Busuk Batang pada Tiga Klon Vanili Percobaan dilakukan pada medium tanah steril dan medium tanah tidak steril ternyata jamur Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang (T. polysporum ) dan Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) yang penggunaannya dikombinasikan dengan lima isolat jamur saprofit antagonis yaitu Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO- 07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum), dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum) menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi oleh penyakit busuk batang baik pada klon vanili Timbenuh NTB, klon vanili Celelos NTB maupun klon vanili Malang Jawa Timur, sedang semua bibit pada kontrol terinfeksi oleh penyakit busuk batang dengan persentase panjang pembusukan yang berbeda (Gambar 6). Kemudian dilanjutkan penanaman bibit di lapang sampai tanaman vanili berumur 6 minggu. 36 Panjang pembusukan pada batang (%) Tricho ENDO-6 dan Trico ENDO-5 Tricho ENDO-02 dan Tricho SAPRO-3 Tricho ENDO-04 dan Trico SAPRO-07 Tricho ENDO-04 dan Tricho SAPRO-09 Tricho ENDO-02 dan Tricho SAPRO- Sinergisme jamur endofit dan saprofit Kontrol Klon Timbenuh Klon Celelos Klon Malang Gambar 6. Sinergisme jamur endofit dan saprofit yang menyebabkan tanaman vanili tidak terinfeksi penyakit busuk batang pada tiga klon vanili.

37 37 Keberhasilan penggunaan jamur Trichoderma spp. sebagai agens pengendalian hayati patogen tanaman di rumah kaca juga dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Marshal (982 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa inokulasi jamur T. harzianum pada benih kacang buncis untuk pengendalian jamur Rhizoctonia solani dapat mengurangi penyakit rebah kecambah sampai 65 %. Harman et al. (98 dalam Cook dan Baker, 983) mengatakan bahwa perlakuan benih lobak dengan spora jamur T. hamatum dapat mencegah terjadinya infeksi oleh jamur Phytium spp. Rachmawati, Ambarwati dan Martoredjo (995) melaporkan bahwa inokulasi jamur T. viride ke dalam medium tanam dapat mencegah bibit vanili terinfeksi penyakit busuk batang. Keberhasilan penggunaan jamur Trichoderma spp. untuk pengendalian penyakit tanaman pada kondisi lapang dilaporkan oleh beberapa penelti terdahulu. Elad et al. (982 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa perlakuan benih kapas dengan jamur T. hamatum atau T. harzianum dapat menurunkan kejadian penyakit rebah kecambah di lapang. Chet dan Baker (980 dalam Cook dan Baker, 983) melaporkan bahwa penambahan spora jamur T. harzianum dan T. hamatum ke dalam tanah dapat meniadakan jamur R. solani. Keberhasilan penggunaan jamur Trichoderma spp. dalam pengendalian berbagai penyakit tanaman mendorong dilakukan formulasi komersial seperti jamur T. harzianum dan T. polysporum diproduksi dalam bentuk pelet dengan nama dagang Binab T yang digunakan untuk pengendalian jamur Endothia parasitica dan Verticillium malthousei pada tanaman apel atau T. harzianum dan T. viride diformulasi dengan nama dagang Promote untuk pengendalian jamur Phytium sp., Rhizoctonia sp. dan Fusarium sp. pada tanaman hias dan pembibitan (Kethan, 200). Ketahanan induksi tanaman terhadap penyakit setelah diperlakukan dengan jamur endofit non-patogenik dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Biles dan Martyn (989 dalam Baker dan Paulitz, 996) melaporkan bahwa inokulasi jamur nonpatogenik F. oxysporum dapat menekan keganasan penyakit layu pada tanaman melon. Freeman dan Rodriguez (993 dalam Baker dan Paulitz, 996) juga melaporkan bahwa jamur endofit non-patogenik Colletotrichum magna dapat meningkatkan ketahanan induksi bibit melon terhadap jamur F. oxysporum f. sp. niveum. Menurut Wymore dan Baker (982 dalam Baker dan Paulitz, 996), mikroorganisme endofit nonpatogenik yang menyebabkan ketahanan induksi secara cepat dapat melindungi tanaman dari serangan jamur patogenik di dalam jaringan dengan cara berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, namun tidak selalu mengadakan kontak dengan jamur patogenik. Lebih lanjut Sequeira (990 dalam Baker dan Paulitz, 996) mengatakan bahwa segera setelah jamur endofit non-patogenik berada dalam tanaman, maka akan mengadakan respon dengan merangsang sintesis fitoaleksin oleh enzim ß-(,3) glucanase, chitinase dan peroksidase yang dihasilkannya. Fitoaleksin ini menyebabkan terjadinya akumulasi suberin, lignin dan selulosa dalam dinding sel tanaman. Selain itu ke tiga enzim tersebut dapat menghambat secara langsung pertumbuhan jamur patogenik.

38 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:. Pada tanaman sehat ditemukan 9 isolat jamur endofit dan pada rhizosfer ditemukan 9 isolat jamur saprofit dengan karakteristik yang berbeda. 2. Jamur endofit dan saprofit yang ditemukan tumbuh dengan baik pada suhu optimum 25 o C dan ph optimum 6,0, kedua kelompok jamur ini dapat tumbuh dengan baik pada seresah daun kopi, kemiri, lamtoro dan gamal. 3. Terdapat delapan isolat jamur endofit dan 2 isolat jamur saprofit efektif menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae secara in-vitro. Penghambatan pertumbuhan oleh jamur endofit dan saprofit dengan cara fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan antibiosis (mengeluarkan antibiotik yang mudah menguap). 4. Perendaman bibit vanili sebelum tanam menggunakan suspensi spora jamur antagonis dan infestasi substrat yang mengandung jamur antagonis ke medium tanah (lima isolat jamur endofit dan 0 isolat jamur saprofit hasil isolasi dari kebun vanili Timbenuh, Selebung, Jurang Malang, Lingsar dan Celelos) menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi penyakit busuk batang sampai umur delapan minggu setelah tanam stek. 5. Kombinasi isolat-isolat jamur endofit dan saprofit (tiga isolat jamur endofit dan lima isolat jamur saprofit) menyebabkan bibit vanili tidak terinfeksi penyakit busuk batang baik pada tanah steril maupun tidak steril, dan pada tanaman vanili di lapang baik klon Timbenuh dan Celelos NTB, maupun klon Malang Jawa Timur, juga tidak terinfeksi penyakit busuk batang, sehingga dapat meningkatkan ketahanan induksi terhadap penyakit busuk batang sampai tanaman berumur 6 minggu setelah tanam bibit. 6. Penggunaan empat isolat jamur saprofit dengan cara infestasi ke medium tanah ternyata menyebabkan pembungaan awal pada bibit vanili setelah 30 hari tanam stek vanili di polibag Saran. Untuk meningkatkan ketahanan induksi bibit dan tanaman vanili terhadap penyakit busuk batang terutama pada daerah-daerah endemis penyakit busuk batang, maka perlu penggunaan isolat jamur endofit antagonis Trichoderma sp. ENDO-02 batang Timbenuh (T. koningii), Trichoderma sp. ENDO-04 batang Jurang Malang (T. polysporum), dan Trichoderma sp. ENDO-06 batang Celelos (T. viride) dengan cara perendaman stek batang dengan suspensi spora jamur endofit, sedang untuk perlakuan medium tanah dapat digunakan jamur saprofit antagonis Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum).

39 39 2. Perlu dilakukan penelitian mekanisme ketahanan induksi bibit dan tanaman vanili terhadap penyakit busuk batang akibat penggunaan jamur endofit dan saprofit antagonis terutama kaitannya dengan kemampuan jamur endofit dan saprofit sebagai mikoparasit dan peran alkaloid yang dihasilkan, sehingga dapat menekan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. 3. Perlu dilakukan penelitian mekanisme pembungaan lebih awal pada bibit vanili karena rangsangan isolat jamur saprofit antagonis seperti Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dan Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung (T. hamatum). DAFTAR PUSTAKA Abadi, A. L Biologi Ganoderma boninense Pat. Pada Kelapa Sawit (Elaes guineensis Jacq) dan Pengaruh Beberapa Mikroba Tanah Antagonistik Terhadap Pertumbuhannya. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Disertasi (tidak dipublikasikan). 47 hal. Abadi, A. L Ilmu Penyakit Tumbuhan I Edisi Pertama. Bayumedia Publishing dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur Indonesia. 37 hal. Abd-El Moity, H. and M. N. Shatla.98. Biological Control of White Rot Disease of Onion (Sclerotium cepivorum) by Trichoderma harzianum. Phytopathologiche Zeitschrift 00: Arifin, I. S., B. Dahlan dan U. Dahlan Potensi Antagonisme Jamur Tanah pada Areal tanaman Teh terhadap Jamur Ganoderma pseudoferrum in-vitro. Kongres Nasional X PFI, Denpasar Bali. Arnold, A. E., Z. Maynard, G. S. Gilbert, P. D. Coley and T. A. Kursar A Tropical Fungal Endophytes Hyperdiverse?. (Abstract). (9 Maret 2005). Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan NTB, Laporan Tahunan Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan NTB. Tahun Mataram. Baker, K. F. and R. J. Cook Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathology Society. Minnessota. 433 p.

40 40 Baker, R. and T. C. Paulitz Theoretical Basis for Microbial Interactions Leading to Biological Control of Soilborne Plant Pathogens. In. Hal. R (Ed.) Principles and Practice of Managing Soilborne Plant Pathogens. APS Press, The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. 330 p. Barnett, H. L. And B. B. Hunter Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. APS Press, The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota.28 p. Basuki Peranan Belerang Sebagai Pemacu Pengendalian Biologi Penyakit Akar Putih Pada Karet. Disertasi Doktor, UGM Yogyakarta. Bharat, R., R. S. Upadhayay and A. K. Srivastava Utilization of Cellulose and Gallic Acid by Litter Inhabiting Fungi and Its Possible Implication in Litter Decomposition of A Tropical Deciduous Forest, Pedobiologia. Dept. Bot. Banaes Hindu University, Varanasi, India. Brunner, F. and O. Petrini Taxonomic Studies of Xylaria jenis and Xylariaceous Endophytes by Izozyme Electrophoresis. Mycological Research 96: Budi, I. S. Mariana and Rachmadi Exploration of Tidal Swamp Rice Endophytic Fungi from South Kalimantan and Biological Control of Rhizoctonia solani. In Program and Abstract The st International Conference of Crop Security, Brawijaya University, Malang, September 20 th 22 nd, p. Burgess, L. W., C. M. Liddell and B. A. Summerell Laboratory Mannual For Fusarium Research. Second Edition. Fusarium Research Laboratory Departement of Plant Pathology and Agricultural Entomology The University of Sydney. 56 p. Carling, D. E. and D. R. Sumner, 992. Rhizoctonia. In Singleton, L. L., J. D. Mihail and C. M. Rush (Ed). Methods for Research on Soilborne Phytopathogenic Fungi. APS Press, The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota Cook, R. J. and K. F. Baker The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathol. Society, St. Paul MN. 539 p. Dahlam, D. L., H. Eichenseer and M. R. Siegel. 99. Chemical Perspectives on Endophyte-Grass Interaction and Their Implications to Insect Herbivory. In Barbosa, P., V. A. Krichil and C. G. Jones (Ed). Microbial Mediation of Plant- Herbivore Interaction, Jhon Wiley & Sons Inc., New York: Domsch, K. H.; W. Gams and T. Anderson Compendium of Soil Fungi. Academic Press. New York. 859 p.

41 4 Elfina, Y., Mardinus, T. Habazar dan A. Bachtiar Studi Kemampuan Isolat-isolat Jamur Trichoderma spp. yang Beredar di Sumatera Barat untuk Pengendalian Jamur Patogen Sclerotium rolfsii pada Bibit Cabai. Dalam Purwantara, A. et al. (Penyunting), Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah PFI, di Bogor Ghimire, S. R. and K. D. Hyde, Fungal Endophyt. In Varma, A., L. Abboot, D. Werner and R. Hampp (Ed.), Plant Surface Microbiology Springer-Verlag, Berlin: Guest, D Induced Disease Resistance in Plants. In Program and Abstract The st International Conference of Crop Security 2005, Brawijaya University, Malang, September 20 th 22 nd, p. Hadar, Y.; I Chet and Y. Henis Biological Control of Rhizoctonia solani Damping- Off with Wheat Bran Culture of Trichoderma harzianum. Phytopathology 69 ; Hadisutrisno, B Budidaya Vanili Tahan Penyakit Busuk Batang. Penerbit Penebar Swadaya, Depok. 87 p. Harman, G. E. and A. Taylor, 988. Improved seedling performance by integration of biological control agents at favourable ph levels with solid matrix priming. Phytopatholgy 78: Hoitink, H. A. J., L. V. Madden and M. J. Boehm Relationships Among Organic Matter Decomposition Level, Microbial Species Diversity, and Soilborne Disease Severity. In. Hal. R (Ed.) Principles and Practice of Managing Soilborne Plant Pathogens. APS Press, The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. 330 p. Irawati, A. F. C Characterization and Hypovirulent Test of Rhizoctonia sp. from Heahlty Vanilla Roots. Paper Presented on The st International Conference of Crop Security 2005, Brawijaya University, Malang, September 20 th 22 nd, p. Kethan, S. K Microbial Pest Control. Marcel Dekker, Inc. New York Basel. 300 p. Lumyong, S., P. Lumyong and K. D. Hyde, Endophytes. In Jones, E. B. G., M. Tantichareon and K. D. Hyde (Ed.), Thai Fungal Diversity. Published by BIOTEC Thailand and Biodiversity Research and Training Program (BRTI/TRF. Biotec) Manoch, L Soil Fungi. In Jones, E. B. G., M. Tantichareon and K. D. Hyde (Ed.), Thai Fungal Diversity. Published by BIOTEC Thailand and Biodiversity Research and Training Program (BRTI/TRF. Biotec)

42 42 Moy, M., H. M. Li, R. Sullivan, J. F. White Jr, and F. C. Belanger Endophytic Fungal β-,6-glucanase Expression in the Infected Host Grass. Plant Physiol. Vol. 30: (8 Maret 2005). Nurawan, A., M. Tombe dan K. Matsumoto Penelitian Daya Antagonisme Isolat Bakteri yang Diisolasi Dari Rhizosfera Berbagai Jenis Tanaman Terhadap Patogen Busuk Batang Vanili. Dalam Parman et al. (Penyunting), Peran Fitopatologi dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Mataram Papavizas, G. C Trichoderma and Gliocladium: Biology, Ecology and Potential for Biocontrol. Ann. Rev. Phytopathology 23: Petrini, O Endophyt of Pteridium spp.: Some Considerations for Biological Control. Sydowia 45: Rahmawati, A., H. T. Ambarwati dan T. Martoredjo Kajian Pengendalian Penyakit Busuk Batang Vanili dengan Trichoderma viride. Dalam Parman et al. (Penyunting), Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Mataram Rifai, M. A A revision of the marga Trichoderma. Commonwealth Mycological Institute, Mycol. Papers 6: Ruhnayat, A Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Bertanam Vanili Si Emas Hijau nan Wangi. Agromedia Pustaka, Jakarta. 5 hal. Salisbury, F. B. Dan C. W. Ross, 995. Fisiology Tumbuhan Jilid 3. Perkembangan tumbuhan dan fisiologi Tumbuhan (Terjemahan D. R. Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB Bandung. Sastrahidayat, I. R. 99. Penggunaan Energi Sinar Matahari dan Mikroorganisme Untuk Menanggulangi Serangan Fusarium batatis var. vanillae Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Vanili di Pesemaian. Dalam Sarbini, G. et al. (Penyunting), Prosiding Kongres Nasional XI dan Seminar Ilmiah PFI di Ujung Pandang Sudantha, I. M Laporan Hasil Survei Pendahuluan Penyakit Busuk Batang Vanili di Dusun Timbenuh Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Lombok Timur dan Dusun Celelos Desa Bentek Kecamatan Gangga Lombok Barat dalam Rangka Penyusunan Proposal Disertasi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram.

43 43 Sukamto dan M. Tombe Antagonisme Trichoderma viride terhadap Fusarium oxysporum f. sp. vanillae secara In-Vitro. Dalam Parman et al. (Penyunting), Peran Fitopatologi dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Mataram Sulistyowati, L., N. F. Deci and A. R. Gendall Isolation and Sequencing of Chitinase and Glucanase Genes of Endophytic Trichoderma asperellum from Citrus Stem. In Program and Abstract The st International Conference of Crop Security 2005, Brawijaya University, Malang, September 20 th 22 nd, p. Trautman, N. and E. Olynciw, 996. Compost microorganism. Cornell Composting. Science and Engineering. Cornell University. 6 hal. Widyastuti, S. M., Sumardi dan N. Hidayat Kemampuan Trichoderma spp. untuk Pengendalian Hayati Jamur Akar Putih pada Acacia mangium secara In-vitro. Buletin Kehutanan No Windham, M., Y. Elad and R. Baker A Mechanism of Increased Plant Growth Induced by Trichoderma spp. Phytopathology 76:

44 Lampiran 5. Karakterisasi isolat jamur endofit yang ditemukan pada jaringan akar tanah, akar udara, batang, daun dan buah tanaman vanili di Pulau Lombok NTB No. Nama Isolat Karakerisasi makroskopis Karakterisasi mikroskopis 44 Trichoderma sp. isolat ENDO-0 akar tanah vanili Timbenuh (Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr.) Koloni jamur tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi telah menutupi cawan Petri (90,00 mm). Mula-mula koloni jamur berwarna putih, setelah terbentuk konidia berubah menjadi hijau tua sampai hijau kebiruan. Koloni tumbuh tebal dan padat. Miselia hyaline, bersekat, bercabang, Phialospore berbentuk bulat berwarna hijau, berdiameter 3 5 µ. Konidiofor bercabang banyak. Phialide terbentuk lebih 2 3 pada ujung percabangan konidiofor, tiap ujung phialide terbentuk phialospore µ Morfologi T. viride (Rifai, 969) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) 2 Trichoderma sp. isolat ENDO-02 batang vanili Timbenuh (Trichoderma koningii Oud. aggr.) Koloni jamur tumbuh cepat tiga hari setelah inokulasi menutupi cawan Petri (90 mm). Mula-mula berwarna putih dan setelah terbentuk phialospore berubah menjadi putih kehijauan sampai hijau tua. Koloni tumbuh tebal dan padat. Miselia hyaline, bercabang banyak dan bersekat., Phialospore bentuk bulat sampai elips berukuran 3 5 µ x 2 3 µ, berwarna hijau muda. Pada cabang utama konidiofor terdapat 2 3 kelompok cabang. Sistem percabangan seperti piramid. Phialide bentuk kerucut, pada ujungnya terdapat phialospore.

45 Morfologi T. koningii (Rifai, 969) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) 3 Trichoderma sp. isolat ENDO-03 buah vanili Timbenuh (Trichoderma longibrachiatum Rifai aggr.) Koloni jamur tumbuh merata dan cepat, setelah tiga hari diinokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm). Mula-mula berwarna putih, dengan terbentuknya konidia berubah menjadi putih kehijauan dan kemudian menjadi hijau tua. 0 µ Miselia bersekat, bercabang banyak, hyaline Phialospore berbentuk elip berukuran 3 6 µ x 2 3 µ berwarna hijau pucat. Cabang utama konidiofor tumbuh memanjang. Pada setiap cabang samping terbentuk phialide seperti botol dan pada ujungnya menghasilkan phialospore

46 46 0 µ 2 3 Morfologi T. longibrachiatum (Rifai, 969) 4 Trichoderma sp. isolat ENDO-04 batang vanili Jurang Malang (Trichoderma polysporum (Link ex Pers.) Rifai aggr.) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur ini pada medium PDA tumbuh cepat, menutupi seluruh permukaan cawan (90,00 mm) setelah tiga hari inokulasi dengan miselia berwarna putih dan tetap berwarna putih pada koloni yang sudah tua. Hifa bercabang, hyalin, bersepta. Pada konidiofor fertil terdapat banyak cabang dan pada ujungnya terdapat phialide, konidiofor steril tumbuh memanjang dengan cabang antara 2 3. Bentuk phialide seperti buah per, berukuran 4 6,5 x 3 3,5 µ. Phialospore tidak berwarna berbentuk elips berukuran 2,7 3,7 x,5 2,2 µ

47 µ Morfologi T. polysporum (Rifai, 969) 5 Trichoderma sp. isolat ENDO-05 batang vanili Selebung (Trichoderma pseudokoningii Rifai aggr.) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Miselia sedikit menghasilkan hifa udara. Koloni jamur menutupi permukaan medium pada hari ke lima setelah inokulasi (90,00 mm). Setelah terbentuk konidia koloni jamur ini berubah dari putih menjadi putih kehijauan, mengeluarkan pigment ke dalam medium sehingga koloni berubah menjadi warna kekuningan Phialospore berbentuk bulat dan kadang-kadang elips berwarna hijau dan berdiameter 3 6 µ. Ketika masih muda pertumbuhan cabang utama konidiofor steril, setelah dewasa berubah seperti ditutupi tepung. Pada cabang utama konidiofor sedikit sekali percabangan dan phialide yang terbentuk sedikit

48 µ Morfologi T. pseudokoningii (Rifai, 969) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) 6 Trichoderma sp. isolat ENDO-06 batang vanili Celelos (Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr.) Koloni jamur tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi telah menutupi cawan Petri (90,00 mm). Mula-mula koloni jamur berwarna putih, setelah membentuk konidia berubah warna menjadi hijau tua sampai hijau kebiruan Miselia jamur hyaline, bersekat, bercabang Phialospore bentuk bulat, warna hijau, berdiameter 3 5 µ. Konidiofor bercabang banyak. Phialide terbentuk 2 3 pada ujung cabang konidiofor, tiap ujung phialide terrdapat phialospore µ Morfologi T. viride (Rifai, 969) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor)

49 49 7 Rhizoctonia sp. isolat ENDO-07 batang vanili Timbenuh (Rhizoctonia sp.) Koloni jamur tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi telah menutupi cawan Petri (90,00 mm). Mula-mula koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Jamur mempunyai hifa yang kasar dan panjang, berwarna hyaline sampai hitam, tidak mempunyai konidia (miselium steril). Miselia bercabang sikusiku, membentuk sclerotia berwarna hitam di atas permukaan koloni.morfologi Rhizoctonia sp. (Barnett dan Hunter, 998). 8 Rhizoctonia sp. isolat ENDO-08 batang Selebung (Rhizoctonia sp.) Koloni Koloni jamur tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi telah menutupi cawan Petri (90,00 mm). Mula-mula koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Morfologi ( = hifa siku) Jamur mempunyai hifa yang kasar dan panjang, berwarna hyaline sampai hitam, tidak mempunyai konidia (miselium steril). Miselia bercabang sikusiku, membentuk sclerotia berwarna hitam di atas permukaan koloni

50 50.Morfologi Rhizoctonia sp. (Barnett dan Hunter, 998). 9 Cladosporium sp. isolat ENDO-09 batang Timbenuh (Cladosporium sp. Link) Koloni Miselia tumbuh menyebar, pada umur tiga hari setelah inokulasi koloni berdiameter 44,00 mm. Mula-mula koloni jamur berwarna putih, dengan semakin tuanya umur koloni berubah warna menjadi kecoklatan Morfologi ( = hifa siku) Hifa bersekat, konidia bersel 2 berwarna gelap, berbentuk bulat sampai lonjong dan ada yang tidak beraturan, berukukuran antara 6 0 µ x 3 5 µ. Konidiofor bercabang-cabang dan berkelompok.

51 µ Morfologi Cladosporium sp. (Barnett dan Hunter, 998). Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = hifa, 3 = konidiofor) 0 Cladosporium sp. isolat ENDO-0 daun Timbenuh (Cladosporium sp. Link.) Miselia tumbuh menyebar, pada umur tiga hari setelah inokulasi koloni berdiameter 3,00 mm. Mula-mula koloni jamur berwarna putih, dengan semakin tuanya umur koloni berubah warna menjadi kecoklatan Hifa bersekat, konidia bersel 2 berwarna gelap, berbentuk bulat sampai lonjong dan ada yang tidak beraturan, berukukuran antara 6 0 µ x 3 5 µ. Konidiofor bercabang-cabang dan berkelompok.

52 µ Morfologi Cladosporium sp. (Barnett dan Hunter, 998). Cladosporium sp. isolat ENDO- buah Selebung (Cladosporium sp. Link.) Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = hifa, 3 = konidiofor) Miselia tumbuh menyebar, pada umur tiga hari setelah inokulasi koloni berdiameter 3,33 mm. Mula-mula koloni jamur berwarna putih, dengan semakin tuanya umur koloni berubah warna menjadi kecoklatan Hifa bersekat, konidia bersel 2 berwarna gelap, berbentuk bulat sampai lonjong dan ada yang tidak beraturan, berukukuran antara 6 0 µ x 3 5 µ. Konidiofor bercabang-cabang dan berkelompok.

53 µ Morfologi Cladosporium sp. (Barnett dan Hunter, 998). Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = hifa, 3 = konidiofor) 2 Cladosporium sp. isolat ENDO-2 akar udara Selebung (Cladosporium sp. Link.) Miselia tumbuh menyebar, pada umur tiga hari setelah inokulasi koloni berdiameter 34,33 mm. Mula-mula koloni jamur berwarna putih, dengan semakin tuanya umur koloni berubah warna menjadi kecoklatan Hifa bersekat, konidia bersel 2 berwarna gelap, berbentuk bulat sampai lonjong dan ada yang tidak beraturan, berukukuran antara 6 0 µ x 3 5 µ. Konidiofor bercabang-cabang dan berkelompok.

54 µ Morfologi Cladosporium sp. (Barnett dan Hunter, 998). Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = hifa, 3 = konidiofor) 3 Cladosporium sp. isolat ENDO-3 batang Celelos (Cladosporium sp. Link.) Miselia tumbuh menyebar, pada umur tiga hari setelah inokulasi koloni berdiameter 52,00 mm. Mula-mula koloni jamur berwarna putih, dengan semakin tuanya umur koloni berubah warna menjadi kecoklatan Hifa bersekat, konidia bersel 2 berwarna gelap, berbentuk bulat sampai lonjong dan ada yang tidak beraturan, berukukuran antara 6 0 µ x 3 5 µ. Konidiofor bercabang-cabang dan berkelompok. 2 0 µ 3 Morfologi Cladosporium sp. (Barnett dan Hunter, 998). Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = hifa, 3 = konidiofor)

55 55 4 Penicllium sp. isolat ENDO-4 akar tanah Timbenuh (Penicillium citrinum Thom) Koloni jamur tumbuh lambat sekali, setelah diinkubasi selama tiga hari berdiameter mm. Koloni jamur berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan pigment yang didifusikan ke dalam media Koloni jamur berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan pigment yang didifusikan ke dalam media. Konidia berbentuk bulat sampai lonjong dan jumlahnya berlimpah, berdiameter antara 3 4 µ. Jamur mempunyai konidiofor berdinding halus bercabang-cabang melingkar, ada yang tunggal dan ada yang ganda. 0 µ 2 3 Morfologi P. citrinum (Domsch et al., 980) Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = konidiofor, 3 = hifa) 5 Aspergillus sp. isolat ENDO-5 akar udara Timbenuh (Aspergillus flavus Link ex Gray) Koloni jamur tumbuh lambat sekali, berdiameter 28,67 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hijau Konidia berbentuk bulat sampai lonjong berwarna hijau, berdiameter 3 5 µ, konidia berangkai-rangkai berjumlah banyak. Jamur ini mempunyai konidiofor hyaline pada ujungnya membesar membentuk bulatan dan terdapat kumpulan phialide seperti tabung (sterigmata). Pada ujung phialide terdapat konidia.

56 µ Morfologi A. flavus (Domsch et al., 980) 6 Aspergillus sp. isolat ENDO-6 daun Timbenuh (Aspergillus flavus Link ex Gray) Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = kumpulan phialide, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh lambat sekali, berdiameter 28,33 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hijau Konidia berbentuk bulat sampai lonjong berwarna hijau berdiameter 3 5 µ, konidia berangkai-rangkai berjumlah banyak. Jamur ini mempunyai konidiofor hyaline, pada ujungnya membesar membentuk bulatan dan terdapat kumpulan phialide seperti tabung (sterigmata). Pada ujung phialide terdapat konidia.

57 µ Morfologi A. flavus (Domsch et al., 980) 7 Aspergillus sp. isolat ENDO-7 akar tanah Selebung (Aspergillus niger van Tieghem) Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = kumpulan phialide, 3 = konidiofor Koloni jamur tumbuh lambat sekali, berdiameter 28,00 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hitam Konidia berukuran besar, berbentuk bulat sampai lonjong berwarna hitam berdiameter 4 6 µ, konidia berangkai-rangkai berjumlah banyak. Jamur ini mempunyai konidiofor panjang, hyaline, berdinding tipis, pada ujungnya membesar membentuk bulatan dan terdapat kumpulan phialide seperti tabung (sterigmata) Pada ujung phialide terdapat konidia.

58 µ 3 Morfologi A. niger (Domsch et al., 980) Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = kumpulan phialide, 3 = konidiofor) 8 Gliocladium sp. isolat ENDO-8 batang vanili Jurang Malang (Gliocladium catenulatum Gilm & Abbott) Pada medium PDA ph 6, koloni jamur ini menyebar agak luas, berdiameter 45,000 mm pada umur tiga hari hari dan akan menutupi seluruh permukaan cawan Petri setelah enam hari, berwarna hijau pucat. Konidiofor menyerupai Verticillium dengan tipe penicillate yang rapat dengan phialide pada ujungnya, pada setiap phialide terdapat konidia berbentuk lonjong berukuran 4,5 5 x 3 4 µ µ Morfologi G. catenulatum (Domsch et al., 980) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = konidia, 3 = konidiofor)

59 59 9 Gliocladium sp. isolat ENDO-9 batang vanili Lingsar (Glicladium viride Matr.) Koloni jamur ini tumbuh sangat lambat, berwarna hijau tua. Pada medium PDA ph 6, jamur ini pada umur tiga hari berdiameter mm dan akan menutupi seluruh permukaan cawan Petri setelah berumur enam hari. Konidiofor lurus dengan tipe penicillate yang rapat, mempunyai konidia berdinding tipis, berbentuk elips dengan ukuran 3 4 x,7 2,7 µ (Gambar 37). Jamur dengan karakteristik di atas berdasarkan kunci identifikasi µ Morfologi G. Viride (Domsch et al., 980) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = konidia, 3 = konidiofor)

60 60 Lampiran 6. Karakterisasi isolat jamur saprofit yang ditemukan pada rhizosfer atau daerah sekitar perakaran tanaman vanili di Pulau Lombok NTB No. Jenis jamur saprofit Karakerisasi makroskopis Karakterisasi mikroskopis Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Timbenuh Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr. Koloni jamur tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm). Koloni jamur berwarna putih, setelah terbentuk konidia berubah menjadi hijau tua sampai hijau kebiruan. Koloni tumbuh tebal dan padat. Miselia hyaline, berdinding halus, bersekat, bercabang, Phialospore bentuk bulat, warna hijau dan diameter 3 5 µ. Konidiofor bercabang banyak. Phialide terbentuk 2 3 pada ujung percabangan konidiofor, dan pada tiap ujung phialide terbentuk phialospore µ Morfologi T. viride (Rifai, 969) 2 Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh Trichoderma longibrachiatum Rifai aggr. koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh cepat, setelah Miselia bersekat, bercabang tiga hari diinokulasi menutupi banyak, hyaline, dan berdinding permukaan cawan Petri (90,00 mm). halus. Phialospore bentuk elips Mula-mula berwarna putih, dengan berukuran 3 6 µ x 2 3 µ terbentuknya konidia berubah menjadi berwarna hijau pucat. Cabang putih kehijauan dan kemudian menjadi utama konidiofor tumbuh hijau tua. memanjang dengan sedikit cabang samping. Pada setiap cabang samping terbentuk phialide seperti botol dan pada ujungnya menghasilkan phialospore

61 6 0 µ Morfologi T. longibrachiatum (Rifai, 969) 3 Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh Trichoderma harzianum Rifai aggr. setiap ujung phialide, bentuk warna hijau pucat, berukuran koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni menyebar merata dan Hifa bersepta, bercabang, tumbuh cepat, tiga hari setelah berdinding tipis dan tidak inokulasi menutupi permukaan berwarna. Sistem cawan Petri (90,00 mm). Setelah percabangan seperti terbentuk konidia koloni berubah kerucut/piramid. Phialide menjadi putih kehijauan dan hijau tumbuh pada setiap ujung terang percabangan berjumlah 5, bentuk kerucut pendek. Phialospore dihasilkan pada bulat sampai bulat lonjong, 2,5 3,3 x 2,5 2,8 µ.

62 µ Morfologi T. harzianum (Rifai, 969) 4. Trichoderma sp. SAPRO-04 vanili Celelos Trichoderma koningii Oud. Aggr. koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh merata dan Miselia hyaline, bercabang cepat, setelah tiga hari inokulasi banyak, berdinding halus, dan menutupi cawan Petri (90,00 mm). bersekat., phialospore bulat Mula-mula berwarna putih dan sampai elips berukuran 3 5 µ setelah terbentuk phialospore x 2 3 µ, berwarna hijau berubah menjadi putih kehijauan. muda. Konidiofor bercabang Koloni tumbuh tebal dan padat. banyak, pada cabang utama terdapat 2 3 kelompok cabang. Sistem percabangan seperti piramid. Phialide berbentuk kerucut, pada ujungnya terdapat phialospore.

63 µ Morfologi T. koningii (Rifai, 969) 5 Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos Trichoderma piluliferum Rifai Webster & Rifai aggr. koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh agak lambat, Percabangan konidiofor tumbuh setelah lima hari inokulasi menutupi tidak beraturan, membentuk cawan Petri (90,00 mm). Miselia cabang sisi yang banyak dan pad berwarna putih dan tetap berwarna setiap ujung percabangan putih walaupun telah terbentuk konidia. terbentuk phialide. Bentuk Koloni tumbuh tipis. phialide seperti botol kecil sampai bentuk piramid, dan pada setiap ujung phialide menghasilkan phialospore yang berbentuk bula sampai lonjong berukuran 2,5 3,5 µ, berwarna putih µ Morfologi T. piluliferum (Rifai, 969) koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor)

64 64 6 Trichoderma sp. SAPRO-06 vanili Celelos Trichoderma aureoviride Rifai aggr. Koloni menyebar merata dan cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm). Mulamula berwarna putih dengan banyak hifa udara, dengan terbentuknya konidia berubah menjadi putih kehijauan terutama pada tepi cawan Petri Phialospore berwarna hijau, berbentuk lonjong, berukuran 2,5 5 x 2 x 3.4 µ. Bentuk phialide ini menyerupai phialide jamur T. harzianum, hanya saja bentuknya asimetris. Mempunyai konidiofor sederhana dengan percabangan yang jarang, konidiofor tunggal sebagai cabang lateral µ Morfologi T. aureoviride (Rifai, 969) 7 Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang Trichoderma harzianum Rifai aggr. koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni menyebar merata dan Hifa bersepta, bercabang, tumbuh cepat, tiga hari setelah berdinding tipis dan tidak inokulasi menutupi permukaan berwarna. Sistem cawan Petri (90,00 mm). Setelah percabangan seperti terbentuk konidia koloni berubah kerucut/piramid. Phialide menjadi putih kehijauan dan hijau tumbuh pada setiap ujung terang percabangan berjumlah 5, berbentuk kerucut pendek. Phialospore terdapat pada setiap ujung phialide, bentuk bulat sampai bulat lonjong, warna hijau pucat, berukuran 2,5 3,3 x 2,5 2,8 µ

65 µ Morfologi T. harzianum (Rifai, 969) 8 Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang Trichoderma aureoviride Rifai aggr. koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni menyebar merata dan cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm). Mulamula berwarna putih dengan banyak hifa udara, dengan terbentuknya konidia berubah menjadi putih kehijauan terutama pada tepi cawan Petri Phialospore berwarna hijau berbentuk lonjong, berukuran 2,5 5 x 2 x 3.4 µ. Bentuk phialide ini menyerupai phialide jamur T. harzianum, hanya bentuknya asimetris. Mempunyai konidiofor sederhana dengan percabangan yang jarang, konidiofor tunggal sebagai cabang lateral

66 µ Morfologi T. aureoviride (Rifai, 969) 9 Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar Trichoderma hamatum (Bon.) Bain aggr koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur ini tumbuh wajar, empat hari setelah inokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm). Awalnya tumbuh tipis pada permukaan cawan, miselia tembus cahaya atau berwarna putih dengan tanpa atau sedikit hifa udara. Koloni yang sudah tua berwarna hijau keputihan sampai hijau keabuan Hifa hyaline, bercabang, berdinding tipis dan bersepta. Konidiofor bercabang banyak, cabang fertil pendek terdiri dari 2 4 sel tempat tumbuhnya phialide, sedang cabang steril tumbuh memanjang tanpa adanya phialide. Cabang fertil terdapat 2 5 phialide, setiap phialide menghasilkan phialospore berbentuk elips berukuran 3,5 6 2,5 2,8 µ, berwarna hijau pucat

67 µ Morfologi T. hamatum (Rifai, 969) 0 Trichoderma sp. SAPRO-0 vanili Lingsar Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh cepat dan Miselia hyaline, berdinding halus, merata, tiga hari setelah inokulasi bersekat, bercabang, spora menutupi cawan Petri (90,00 mm). (phialospore) berbentuk bulat, Hifa udara muncul ke permukaan berwarna hijau dan berdiameter 3 Koloni jamur berwarna putih, setelah 5 µ. Konidiofor bercabang terbentuk konidia berubah menjadi hijau banyak. Phialide terbentuk lebih 2 tua sampai hijau kebiruan. Koloni 3 pada ujung percabangan tumbuh tebal dan padat. konidiofor, dan pada tiap ujung phialide terbentuk phialospore µ Morfologi T. viride (Rifai, 969) koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor)

68 68 Trichoderma sp. SAPRO- vanili Selebung Trichoderma hamatum (Bon.) Bain aggr. Koloni jamur tumbuh secara wajar, empat hari setelah inokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm). Awalnya tumbuh tipis pada permukaan cawan, miselia tembus cahaya atau berwarna putih dengan tanpa atau sedikit hifa udara. Koloni yang sudah tua berwarna hijau keputihan sampai hijau keabuan Hifa hyaline, bercabang, berdinding tipis dan bersepta. Konidiofor bercabang banyak, cabang fertil pendek terdiri dari 2 4 sel tempat tumbuhnya phialide, sedang cabang steril tumbuh memanjang tanpa phialide. Cabang fertil terdapat 2 5 phialide, setiap phialide menghasilkan phialospore berbentuk elips berukuran 3,5 6 2,5 2,8 µ, berwarna hijau pucat µ Morfologi T. hamatum (Rifai, 969) 2 Trichoderma sp. SAPRO-2 vanili Banok Trichoderma aureoviride Rifai aggr. koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni menyebar merata dan cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm). Mulamula berwarna putih dengan banyak hifa udara, dengan terbentuknya konidia berubah menjadi putih kehijauan terutama pada tepi cawan Petri Phialospore berwarna hijau, berbentuk lonjong, berukuran 2,5 5 x 2 x 3.4 µ. Bentuk phialide ini menyerupai phialide jamur T. harzianum, hanya bentuknya asimetris. Mempunyai konidiofor sederhana dengan percabangan yang jarang, konidiofor tunggal sebagai cabang lateral

69 µ Morfologi T. aureoviride (Rifai, 969) 3 Gliocladium sp. SAPRO-3 vanili Jurang Malang Gliocladium catenulatum Gilm. Abbott koloni Morfologi ( = phialide, 2 = phialosprore, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh lambat, berdiameter 47,00 mm pada umur tiga hari setelah inokulasi. Koloni jamur berwarna hijau pucat sampai hijau tua, mengeluarkan pigment berwarna merah yang didifusikan ke dalam media Konidiofor menyerupai Verticillium dengan tipe penicillate yang rapat dan phialide tumbuh pada ujungnya, pada setiap phialide terdapat konidia berbentuk lonjong berukuran 4,5 5 x 3 4 µ

70 µ Morfologi G. catenulatum (Domsch et al., 980) 4 Gliocladium sp. SAPRO-4 vanili Celelos Gliocladium viride Matr Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = konidia, 3 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh lambat, berdiameter 45,00 mm pada umur tiga hari setelah inokulasi. Koloni jamur berwarna hijau tua, mengeluarkan pigment warna merah yang didifusikan ke dalam media Konidiofor lurus dengan tipe penicillate yang rapat, mempunyai konidia berdinding tipis, berbentuk elips dengan ukuran 3 4 x,7 2,7 µ µ Morfologi G. viride (Domsch et al., 980) Koloni Morfologi ( = phialide, 2 = konidia, 3 = konidiofor)

71 7 5 Penicillium sp. SAPRO-5 vanili Celelos Penicillium frequentans Westling Koloni jamur ini tumbuh lambat, berdiameter 27,33 mm pada umur tiga hari setelah inokulasi. Koloni jamur berwarna hijau gelap Konidiofor panjang, mempunyai konidia berbentuk bulat sampai bulat lonjong berdiameter 3,0 3,5 µ µ Morfologi P. frequentans (Domsch et al., 980) 6 Penicillium sp. SAPRO-6 vanili Timbenuh Penicillium citrinum Thom Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh lambat sekali, setelah diinkubasi selama tiga hari berdiameter 22,33 mm.koloni jamur berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan pigment yang didifusikan ke dalam media Jamur ini mempunyai konidiofor bercabang secara melingkar, kadangkadang tanpa cabang. Konidia berbentuk bulat sampai lonjong berdiamete 3 µ.

72 µ Morfologi P. citrinum (Domsch et al., 980) 7 Aspergillus sp. SAPRO-7 vanili Celelos Aspergillus flavus Link ex Gray Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = konidiofor) Koloni jamur tumbuh lambat sekali, berdiameter 28,67 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hijau Jamur ini mempunyai konidiofor hyalin, pada ujungnya membesar membentuk bulatan dan terdapat kumpulan phialide seperti tabung (sterigmata). Pada ujung phialide terdapat konidia berbentuk bulat sampai lonjong berwarna hijau berdiameter 3 5 µ, konidia berangkairangkai berjumlah banyak dan secara keseluruhan tampak membulat

73 Morfologi A. flavus (Domsch et al., 980) 8 Aspergillus sp. SAPRO-8 vanili Celelos Aspergillus japonicus Saito Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = kumpulan phialide, 3 = konidiofor Koloni jamur tumbuh lambat sekali, berdiameter 25,00 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hitam kebiruan 0 µ Mempunyai konidiofor panjang, konidia berbentuk bulat berdiameter 3,0 3,5 µ µ Morfologi A. japonicus (Domsch et al., 980) Koloni Morfologi ( = konidia, 2 = kumpulan phialide, 3 = konidiofor

KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR

KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR 89 KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI CHARACTERIZATION OF SAPROPHYTIC FUNGI AND THEIR POTENCY TO CONTROL Fusarium

Lebih terperinci

68 Media Bina Ilmiah ISSN No

68 Media Bina Ilmiah ISSN No 68 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 PENGARUH DOSIS APLIKASI JAMUR ENDOFIT Trichoderma polysporum ISOLAT ENDO-04 DAN JAMUR SAPROFIT T. harzianum ISOLAT SAPRO-07 DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN TERINDUKSI

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT 64 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL NTB TERHADAP JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PENYEBAB PENYAKIT BUSUK BATANG PADA BIBIT VANILI (EFFECTIVENESS TEST

Lebih terperinci

Kata kunci : endofit, antagonisme, isolat, mikoparasit dan antibiotik. Key words: endophytic, antagonism, isolate, mycoparasite, and antibiotics.

Kata kunci : endofit, antagonisme, isolat, mikoparasit dan antibiotik. Key words: endophytic, antagonism, isolate, mycoparasite, and antibiotics. 23 IDENTIFIKASI JAMUR ENDOFIT DAN MEKANISME ANTAGONISMENYA TERHADAP JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI IDENTIFICATION OF ENDOPHYTIC FUNGI AND THEIR ANTAGONISM MECHANISM TO Fusarium

Lebih terperinci

Kata kunci: saprofit, antagonis, Trichoderma, Fusarium, pisang Keywords: saprophyte, antagonist, Trichoderma, Fusarium, bananas

Kata kunci: saprofit, antagonis, Trichoderma, Fusarium, pisang Keywords: saprophyte, antagonist, Trichoderma, Fusarium, bananas 06 UJI NTGONISME BEBERP JENIS JMUR SPROFIT TERHDP JMUR Fusarium oxysporum f. sp. cubense PENYEBB PENYKIT LYU PD TNMN PISNG SERT POTENSINY SEBGI GENS PENGURI SERSH NTGONISM TEST OF SOME SPECIES OF SPROPHYTIC

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI JAMUR

PENGARUH APLIKASI JAMUR 9 PENGRUH PLIKSI JMUR Trichoderma spp. DN SERSH DLM MENINGKTKN KETHNN TERINDUKSI TNMN VNILI TERHDP PENYKIT BUSUK BTNG FUSRIUM EFFECT OF Trichoderma spp. FUNGI ND MNURE PPLICTIONS IN IMPROVING INDUCED RESISTNCE

Lebih terperinci

Kata kunci : endofit, antagonistik, isolat, induksi, vanili Key words: endophyte, antagonistic, isolate, induced, vanilla

Kata kunci : endofit, antagonistik, isolat, induksi, vanili Key words: endophyte, antagonistic, isolate, induced, vanilla 18 UJI EFEKTIVITS EERP ISOLT JMUR ENDOFIT NTGONISTIK DLM MENINGKTKN KETHNN TERINDUKSI EERP KLON VNILI TERHDP PENYKIT USUK TNG EFFECTIVENESS TEST OF NTGONISTIC ENDOPHYTIC FUNGI ISOLTES IN IMPROVING INDUCED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 29

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 29 ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 29 POTENSI KOMPOS HASIL FERMENTASI JAMUR ENDOFIT DAN SAPROFIT TRICHODERMA SPP. DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN TERINDUKSI BEBERAPA VARIETAS PISANG TERHADAP PENYAKIT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

UJI APLIKASI BEBERAPA JENIS BIOKOMPOS

UJI APLIKASI BEBERAPA JENIS BIOKOMPOS 39 UJI PLIKSI EERP JENIS IOKOMPOS (hasil fermentasi jamur T. koningii isolat ENDO-02 dan T. harzianum isolat SPRO-07) PD DU VRIETS KEDELI TERHDP PENYKIT LYU FUSRIUM DN HSIL KEDELI PPLITION TEST FOR TYPES

Lebih terperinci

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Liza Octriana Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 PO Box 5, Solok 27301 Telp. (0755) 20137; Faks.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (Suhartini, 2009). Keanekaragaman hayati di Indonesia, baik dalam bentuk keanekaragaman

Lebih terperinci

Kata kunci: endofit, saprofit, Trichoderma, Fusarium, kedelai Keywords: endophyt, saprophyt, Trichoderma, Fusarium, soybean

Kata kunci: endofit, saprofit, Trichoderma, Fusarium, kedelai Keywords: endophyt, saprophyt, Trichoderma, Fusarium, soybean 90 PENGUJIN EERP JENIS JMUR ENDOFIT DN SPROFIT Trichoderma spp. TERHDP PENYKIT LYU FUSRIUM PD TNMN KEDELI EXMINTION OF SOME ENDOPHYTI ND SPROPHYTI SPEIES OF Trichoderma spp. FUNGI TO FUSRIUM WILT DISESE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

Yuricha Kusumawardani, Liliek Sulistyowati dan Abdul Cholil

Yuricha Kusumawardani, Liliek Sulistyowati dan Abdul Cholil Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015 ISSN : 2338-4336 POTENSI ANTAGONIS JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) TERHADAP JAMUR Phytophthora capsici Leionian PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS

PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU (Fusarium oxysporum) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) SKRIPSI OLEH: ARIE RAMADHINA 070302034

Lebih terperinci

Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili

Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili NI WAYAN SUNITI Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu buah pisang. Buah pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan

Lebih terperinci

UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO

UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO ANTAGONISTIC ASSESSMENT OF TRICHODERMA, VERTICILLIUM AND TORULOMYCES TO CONTROL Ganoderma

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen daunnya dan merupakan bahan baku utama dalam industri rokok. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO

UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO e-j. Agrotekbis 1 (2) : 140-144, Juni 2013 ISSN : 2338-3011 UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO Antagonism

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme.. UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini TINJAUAN PUSTAKA Jamur Patogen Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii merupakan jamur tular tanah dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini termasuk Deuteromycetes,

Lebih terperinci

ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA

ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA Utami Sri Hastuti 1), Siti Aisaroh 1), dan Eriyanto Yusnawan 2) 1) Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) Uji antagonis adalah suatu cara yang digunakan membuktikan bahwa mikroorganisme yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT Muhammad Taufik : Efektivitas Agens Antagonis Tricoderma Sp pada Berbagai Media Tumbuh Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

PERANAN TRICHODERMA KONINGII DALAM MENGENDALIKAN JAMUR AKAR PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

PERANAN TRICHODERMA KONINGII DALAM MENGENDALIKAN JAMUR AKAR PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) PERANAN TRICHODERMA KONINGII DALAM MENGENDALIKAN JAMUR AKAR PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) I. PENDAHULUAN Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat semenjak

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N UJI EFEKTIFITAS JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT REBAH SEMAI (Phytium spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabaccum L.) DI PEMBIBITAN. SKRIPSI OLEH:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Anggrek Dendrobium Tanaman anggrek dikiasifikasikan ke dalam kingdom: Plantae, divisi: Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA 65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI

DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI 10-096 DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI Utami Sri Hastuti 1, Siti Aisaroh 2, Ahmad Najib 3 1,2,3 Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

*

* Identifikasi Cendawan Mikroskopis yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Tanaman Lada (Piper nigrum L.) di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara Ayu Laila Dewi 1,*, Linda Oktavianingsih

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO

PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO (Biocontrolling to pathgent of root rot (Ganoderma sp.) in Acacia mangium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Masa Inkubasi ( hari) masa inkubasi (hari) setelah dianalisis ragam menimjukkan tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7a). Hasil rata-rata masa inkubasi F. oxysporum di pembibitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Fusarium oxysporum f.sp capsici Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Class Ordo Family Genus : Fungi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uk'ntiflkasi.lamur Ri/o.sfir Tanaman Ncna» Bcrdasarkan hasil identifikasi di laboratorium, ditemukan beberapa mikroorganisme rizosfir dari tanaman nenas di lahan petani nenas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur bawah Pegunungan Andes, Amerika Selatan. Kakao ditanam di Indonesia pada akhir abad ke-18

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

EKSPLORASI JAMUR ENDOFIT DAUN KACANG TANAH Arachis hypogaea L. DAN UJI ANTAGONIS TERHADAP PATOGEN Scleretium rolfsii Sacc.

EKSPLORASI JAMUR ENDOFIT DAUN KACANG TANAH Arachis hypogaea L. DAN UJI ANTAGONIS TERHADAP PATOGEN Scleretium rolfsii Sacc. Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015 ISSN : 2338-4336 EKSPLORASI JAMUR ENDOFIT DAUN KACANG TANAH Arachis hypogaea L. DAN UJI ANTAGONIS TERHADAP PATOGEN Scleretium rolfsii Sacc. Virgin Ayu Presty Mindarsusi,

Lebih terperinci

APLIKASI BIOKOMPOS DENGAN BEBERAPA SUPLEMEN DAN BIOCHAR HASIL FERMENTASI JAMUR Trichoderma spp. UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN KEDELAI DI LAHAN KERING

APLIKASI BIOKOMPOS DENGAN BEBERAPA SUPLEMEN DAN BIOCHAR HASIL FERMENTASI JAMUR Trichoderma spp. UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN KEDELAI DI LAHAN KERING BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2016 Vol. 2 No. 1, p. 6-12 ISSN: 2442-2622 1 APLIKASI BIOKOMPOS DENGAN BEBERAPA SUPLEMEN DAN BIOCHAR HASIL FERMENTASI JAMUR Trichoderma spp. UNTUK MEMACU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Tembakau 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili Solanaceae. Secara sistematis, klasifikasi tanaman tembakau

Lebih terperinci

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. Produk Kami: Teknologi Bio-Triba, Bio-Fob, & Mitol 20 Ec Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. A. Bio TRIBA Teknologi ini adalah hasil penemuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. Berdasarkan luas pertanaman, kacang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIUM PERBANYAKAN Trichoderma harzianum DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN CABAI

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIUM PERBANYAKAN Trichoderma harzianum DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN CABAI Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 5.000.000,- Tim Pelaksana Nurbailis, Trizelia, Reflin, Haliatur Rahma Fakultas Pertanian Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, Universitas Medan Area. Penelitian Lapangan dilaksanakan di desa Durin

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DAN KEMAMPUAN ANTAGONISNYA TERHADAP Phytophthora infestans ABSTRACT

KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DAN KEMAMPUAN ANTAGONISNYA TERHADAP Phytophthora infestans ABSTRACT Jurnal HPT Volume 2 Nomor Januari 204 ISSN: 2338-4336 KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DAN KEMAMPUAN ANTAGONISNYA TERHADAP Phytophthora infestans Dian Wulandari,

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat, bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp.)

TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp.) Tahapan Perbanyakan Jamur Trichoderma harzianum dengan... C. Andriyani Prasetyawati dan A. Sri Rahmah Dania TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

Uji Antagonis Gliocladium sp dalam... Syamsul Rizal...Sainmatika...Volume 14...No 2 Desember

Uji Antagonis Gliocladium sp dalam... Syamsul Rizal...Sainmatika...Volume 14...No 2 Desember UJI ANTAGONIS Gliocladium sp DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT BUSUK ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) Syamsul Rizal e-mail: syamsul_rizal_msi@yahoo.com Dosen Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

KEMAMPUAN Trichoderma spp. DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI

KEMAMPUAN Trichoderma spp. DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI Kemampuan dalam Pengendalian Patogenitas Rhizotonia solani pada Tanaman Kedelai (Poniah Andayaningsih) KEMAMPUAN DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI Poniah Andayaningsih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili. Oleh : Umiati

Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili. Oleh : Umiati Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili Oleh : Umiati Vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman industri yang mempunyai nilai terbaik dengan kadar vanillin 2,75% (Hadisutrisno,2004).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci