II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan dan Bahan Pencemarnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan dan Bahan Pencemarnya"

Transkripsi

1 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan dan Bahan Pencemarnya Pengertian kualitas lingkungan (perairan) adalah faktor biofisika-kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya. Menurut Moore (1991) perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya. Sedangkan menurut Boyd (1982) kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Definisi pencemaran air menurut Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1990 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lainnya ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Effendi (2003) menjelaskan bahwa sumber pencemar berdasarkan lokasinya dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) seperti knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri; dan tak tentu/tersebar (non point /diffuse source) seperti limpasan (run-off) daerah pertanian, daerah pemukiman dan daerah perkotaan. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, seperti akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, abrasi pantai, erosi dan fenomena alam lainnya. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), kegiatan industri maupun kegiatan pertambangan dan pertanian termasuk perikanan. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi 2003). Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua, yaitu polutan tak toksik (non-toxic pollutans) dan toksik (toxic pollutans) (Mance

2 8 1987). Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika kimia perairan. Polutan tak toksik ini terdiri dari bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. Nutrien yang berlebih ini menyebabkan pengkayaan unsur hara yang tinggi sehingga terjadi komunitas biotik yang berlebih (blooming). Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, fisiologi maupun karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan buatan lainnya. Polutan berupa bahan yang bukan alami ini dikenal dengan istilah xenobiotik (pollutan artificial), yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia (man-made substances). Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima, yaitu :1) logam berat meliputi timbal, nikel, kadmium, zink, tembaga, dan merkuri; 2) senyawa organik yang berasal dari kegiatan industri, pertanian dan domestik meliputi pestisida, herbisida, surfaktan, hidrokarbon dan lain-lain; 3) gas, misalnya klorin dan ammonia; 4) anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat; 5) asam dan alkali. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Se, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimilikinya akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan (Boening 2000; Eisler 2006).

3 Merkuri dan Selenium Sumber dan Transportasi di Lingkungan Lebih dari dua dekade ini, merkuri (Hg) dan selenium (Se) telah diidentifikasi sebagai salah satu kontaminan utama dalam sistem perairan. Merkuri dan selenium terbentuk secara alami dan tersebar di lingkungan baik secara proses alami maupun aktivitas manusia. Sumber alami dari merkuri dan selenium berasal dari batuan, gunung berapi maupun hutan. Sumber utama antropogeniknya yang mencemari perairan adalah : (1) tambang batu bara dan hasil bakarannya, (2) tambang emas, perak, nikel, dan fosfat, (3) peleburan logam dan industri, (4) pemukiman, (5) penyulingan, transportasi, dan penggunaan minyak, (6) irigasi pertanian, (7) dan limbah pertanian dan peternakan. Sumber tidak langsung merkuri dan selenium ke dalam air adalah merkuri di udara, yang terdeposit melalui hujan atau proses langsung lainnya ke tanah dan air permukaan. Merkuri dan selenium juga bisa berasal dari sedimen jika terganggu (seperti banjir dan penggalian). Pembakaran sampah padat dan penggunaan bahan bakar fosil merupakan sekitar 87 % dari emisi merkuri di Amerika Serikat (Paasivirta 1991; Boening 2000; US EPA 2001; Lemly 2002; Eisler 2006). Selenium merupakan elemen esensial atau dibutuhkan oleh manusia dan hewan dalam proses metabolismenya. Namun jika terdapat dalam konsentrasi lebih dari yang dibutuhkan maka selenium dapat berdampak negatif bahkan bisa mematikan. Kadar selenium pada kerak bumi sekitar 0,1 mg/kg. Sumber alaminya di perairan adalah ferroslite (FeSe 2 ) dan chalcopyrite. Kadar selenium pada perairan tawar alami bervariasi antara <0,1-5,0 μg/l (Lemly 2002). Kadar merkuri pada perairan tawar alami berkisar antara µg/l, sedangkan pada perairan laut berkisar antara <10-30 µg/l (Moore 1991). Merkuri dan selenium dapat terakumulasi sepanjang rantai makanan. Hal ini dapat terjadi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi. Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi suatu zat sepanjang masa hidupnya, baik melalui jalur makanan atau proses metabolisme lainnya. Biomagnifikasi adalah akumulasi suatu zat sepanjang proses rantai makanan atau tingkat trofiknya (trophic level). Biomagnifikasi merkuri pada beberapa organisme angggota jala makanan pada ekosistem perairan dapat dilihat pada Tabel 1.

4 10 Tabel 1 Biomagnifikasi merkuri pada beberapa organisme anggota jala makanan di ekosistem perairan Jenis Organisme Kadar Merkuri (µg/kg berat basah) 1. Sedimen Fitoplankton Tumbuhan tingkat tinggi 9 4. Zooplankton Zoobenthos herbivora Zoobenthos karnivora Jenis ikan herbivora Jenis ikan karnivora Bebek/itik Burung pemakan ikan Sumber : Mason Konsentrasi merkuri dan selenium dalam tubuh ikan predator lebih tinggi dibandingkan dengan ikan pemakan dasar (US EPA 2001). Berdasarkan kebiasaan makan fungsional biota air yang diamati di Sungai Cikaniki, bioakumulasi merkuri pada perifiton adalah yang tertinggi yang diikuti selanjutnya oleh kelompok scraper, collector filterer, collector gatherer, shredder dan terakhir predator. Bioakumulasi merkuri pada biota perairan Sungai Cikaniki berkorelasi dengan konsentrasi merkuri pada media lingkungannya (Yoga et al. 2009) Sifat Merkuri dan Selenium Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berada dalam bentuk cairan pada suhu dan tekanan normal. Merkuri terserap dalam bahan-bahan partikulat dan mengalami presipitasi. Pada dasar perairan anaerobik, merkuri berikatan dengan sulfur. Merkuri dalam bentuk garam-garam ini, jika larut dalam air, akan tersedia secara biologis dan dianggap beracun. Merkuri juga membentuk senyawa logam organik, yang banyak digunakan dalam industri dan pertanian. Merkuri elemental menimbulkan uap yang hanya sedikit larut dalam air, tetapi bermasalah karena mudah bertransportasi di atmosfer (Boening 2000). Para ahli tentang bahaya merkuri terhadap makhluk hidup sependapat tentang enam hal. Pertama, merkuri dan senyawanya tidak diketahui fungsi biologisnya, dan kehadirannya pada makhluk hidup tidak diinginkan dan

5 11 potensial berbahaya. Kedua, bentuk merkuri dengan daya racun yang relatif rendah dapat diubah menjadi berdaya racun sangat tinggi melalui proses biologi dan proses lainnya. Ketiga, metil merkuri dapat mengalami biokonsentrasi dan biomagnifikasi pada organisme melalui rantai makanan, terkena merkuri secara langsung bagi manusia dan tingkatan konsumsi trophic level yang lebih tinggi lainnya. Keempat, merkuri adalah mutagen, teratogen, dan carcinogen, dan menyebabkan embryocidal, cytochemical, dan efek histopatologi. Kelima, Kandungan merkuri tinggi biasanya ditemukan pada ikan dan satwa liar dari lokasi yang memiliki siklus merkuri alami yang kompleks dan berdampak terhadap manusia. Terakhir, penggunaan merkuri secara antropogenik harus dibatasi karena perbedaan antara batas toleransi alami merkuri dengan dampak berbahayanya di lingkungan sangat tipis (Eisler 2006). Terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan penyerapan merkuri (uptake rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekresi, yaitu karena metil-merkuri memiliki paruh waktu sampai beberapa ratus hari di tubuh hewan air, sehingga zat ini menjadi terakumulasi dan konsentrasinya beribu kali lipat lebih besar dibanding air di sekitarnya (Eisler 2006). Senyawa-senyawa alkil merkuri lebih tahan urai daripada senyawa non alkil atau merkuri anorganik, sehingga senyawa alkil merkuri lebih berbahaya sebagai bahan pencemar. Metil merkuri, bentuk paling umum dari merkuri, masuk dengan cepat ke dalam rantai makanan. Dalam sebagian besar ikan dewasa, 90%-100% merkuri yang ada di dalam tubuhnya adalah metil merkuri (Paasivirta 1991). Metil merkuri terutama terdapat di jaringan daging ikan karena terikat dengan protein. Oleh karena merkuri terikat dengan protein di seluruh jaringan ikan, termasuk otot, maka tidak ada metoda pemasakan atau pengolahan ikan untuk mengurangi kadar merkuri di dalamnya (Boening 2000). Karena air yang hilang akibat proses pemasakan, maka kadar merkuri dalam ikan yang dimasak sebenarnya lebih tinggi daripada ikan segar yang belum dimasak (US EPA 2001). Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan. Garamgaram merkuri terserap dalam usus dan terakumulasi dalam ginjal dan hati. Metil merkuri diangkut oleh sel darah merah dan dapat mengakibatkan kerusakan pada otak. Ion metil merkuri lima puluh kali lebih toksik daripada garam-garam merkuri anorganik. Senyawa merkuri mengalami masa tinggal (retention time)

6 12 yang cukup lama dalam tubuh manusia (Boening 2000; Eisler 2006). Dibandingkan dengan merkuri anorganik, merkuri organik dapat diserap secara sempurna, larut dalam bahan pelarut organik dan lemak, dapat melewati membran biologi, dan lebih lambat diekskresikan (Sorensen 1991). Selenium yang merupakan elemen mikro esensial bagi nutrisi hewan diperlukan umumnya dalam kisaran 5 µg/kg (Ohlendorf 1996; Lemly 2002). Seperti elemen esensial lainnya, tingkatan selenium dalam tubuh biasanya diatur secara homeostatis. Jika masukan selenium melebihi kemampuan tubuh untuk mengaturnya, maka kadar selenium akan meningkat tinggi. Interaksi antara selenium dan elemen nutrisi lainnya dapat mempengaruhi metabolisme selenium dan kesehatan tubuh hewan, seperti dengan sulfur, vitamin E, protein, dan hidrokarbon dalam makanan (Dilaga 1992; Ohlendorf 1996). Salah satu fungsi utama selenium adalah sebagai komponen dari enzim glutationa peroksidase. Glutationa peroksidase membantu mencegah oksidasi membran sel (Ohlendorf 1996). Kekurangan selenium mengakibatkan oksidasi membran sel menghasilkan garis putih dan degenerasi pada otot yang sering disebut penyakit otot putih (white muscle disease) atau myopathy (Ohlendorf 1996). Selenium dan sulfur memiliki kesamaan pada kimia dan fisika dasarnya. Selenium dapat menggantikan komposisi sulfur pada proses sintesa protein dan struktur sel. Jika jumlah selenium berlimpah di perairan, maka selenium akan menggantikan sulfur dalam sintesa protein. Hal ini menyebabkan terganggunya proses sintesa protein sehingga menghasilkan molekul protein dan enzim yang disfungsional, yang berdampak pada kerusakan biokimia selular normal (Lemly 2002) Toksisitas Merkuri dan Selenium terhadap Organisme Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh organisme melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit serta sel mukus (Boening 2000; Eisler 2006). Di dalam tubuh hewan logam berat diserap oleh darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ detoksifikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam

7 13 air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktivitas fisiologis (Connel dan Miller 1995). Kasus keracunan merkuri yang cukup terkenal adalah kasus yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang, pada tahun 1950-an. Industri kimia yang beroperasi di sekitar Teluk Minamata membuang limbah yang mengandung merkuri ke perairan teluk dan menyebabkan ibu-ibu yang mengkonsumsi makanan laut (sea food) yang diperoleh dari Teluk Minamata melahirkan anak-anak dengan cacat bawaan. Korban yang meninggal sebanyak empat puluh tiga orang dari 111 kasus keracunan yang terjadi (Eisler 2006). Ikan-ikan yang mati di sekitar Teluk Minamata mempunyai kadar metil merkuri sebesar 9 sampai 24 ppm. Di Indonesia, kontaminasi serius juga pernah diukur di Sungai Surabaya pada tahun Kejadian yang hampir serupa juga terjadi di Teluk Buyat Sulawesi Utara. Pengaruh dari toksisitas merkuri terhadap tubuh manusia antara lain : kerusakan syaraf, termasuk menjadi pemarah, paralysis, kebutaan atau gangguan jiwa, kerusakan kromosom dan cacat bayi dalam kandungan. Gejalagejala ringan akibat keracunan merkuri adalah depresi dan suka marah-marah yang merupakan sifat dari penyakit kejiwaan, sakit kepala, sukar menelan, penglihatan menjadi kabur, daya dengan menurun, merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak dan disertai diare, lemah badan, dan cacat pada janin manusia (US EPA 2001). Kadar merkuri yang tinggi akibat pencemaran antropogenik juga pernah terjadi di Amerika Serikat dan Kanada, yaitu pada ikan yang menghuni danau Saint Clair (Eisler 2006). Lebih dari danau di Swedia telah ditutup untuk penangkapan ikan akibat muatan merkuri yang berlebihan (Mitra 1986). Polusi merkuri akibat pertambangan emas terjadi di Kanada, Amerika Serikat, Afrika, Cina, Filipina, Siberia, Brasil dan negara Amerika Selatan lainnya (Sorensen 1991; Boening 2000; Yu 2005; Eisler 2006). Kadar merkuri yang diperbolehkan di perairan tawar Kanada dan Uni Eropa berturut-turut adalah 0,1 µg/l dan 0,2 µg/l, sedangkan kadar merkuri yang diperbolehkan di perairan laut Uni Eropa tidak lebih dari 0,3 µg/l (Moore 1991). Kadar merkuri pada air minum tidak boleh melebihi 0,002 µg/l (US EPA 2001). Di Indonesia berdasarkan PP no 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air, kadar maksimum merkuri dalam perairan adalah 0,002 mg/l

8 14 dan untuk air minum adalah 0,001 mg/l, sedangkan untuk selenium adalah 0,05 mg/l. Merkuri yang diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak atau memicu sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut. Organ ikan yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah insang, ginjal, hati, saluran pencernaan dan otot (Eisler 2006). Gangguan selenium pada biosintesa protein dapat memiliki beberapa dampak. Paling banyak tercatat adalah teratogenesis reproduksi (Lemly 2002). Selenium yang dikonsumsi tersimpan pada telur untuk kemudian dimanfaatkan oleh larva setelah menetas. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya deformitas (perubahan bentuk) pada organisme seperti ikan (Sorensen 1991; Lemly 2002) dan burung pemangsa ikan (Ohlendorf 1996), baik pada jaringan keras maupun lunak. Substitusi selenium terhadap sulfur juga dapat merusak formasi protein pada juvenil dan ikan dewasa, sehingga menyebabkan berbagai gangguan patologi pada organ dalam dan jaringan sebagai gejala selenosis kronis ( Lemly 2002). Pada manusia, kekurangan selenium dapat menyebabkan gangguan pada kesuburan akibat rendahnya kualitas sperma. Pada orang dewasa, kekurangan selenium dapat menyebabkan terjadinya cardiomyopathy dan hypothyroidisme akibat kurangnya produksi iodine. Kekurangan selenium juga menjadi penyebab utama timbulnya penyakit Keshan (Keshan disease) yang mengakibatkan gangguan kardiovaskular terutama pada anak-anak dan perempuan muda. Selain itu juga menyebabkan penyakit Kashin-Beck (Kashin- Beck disease) yang mengakibatkan gangguan osteoarthropathy, terutama pada anak-anak, sehingga tumbuh kerdil. Hal yang lebih penting adalah mudahnya terkena penyakit kanker akibat kurang antioksidan (Barceloux 1999). Toksisitas akut selenium pada manusia ditandai dengan produksi liur yang berlebihan (hypersalivation), emesis, dan nafas beraroma bawang putih akibat ekskresi uap metabolit selenium. Biasanya diikuti dengan gangguan pencernaan (muntah dan diare), rambut rontok, gangguan syaraf (tidak bisa tidur, kejang urat /spasms, tachycardia) dan mudah lelah. Keracunan selenium kronis atau selenosis, diasosiasikan dengan perubahan pada rambut, gigi, dan kuku yang mudah patah, ketombe yang meningkat, lesi kulit (erythema, vesiculation, infeksi sekunder, kehilangan warna merah), gangguan syaraf (peripheral

9 15 hypoaesthesia, acroparasthaesiae, kesakitan /pain, hyperreflexia, mudah marah, mati rasa/numbness, depresi, tremor, mudah lelah, paralysis, convulsion), dan nafas beraroma bawang putih (Barceloux 1999). 2.3 Organ Target Toksikan Insang Perubahan fisika kimia lingkungan yang mendadak menyebabkan ikan stress, antara lain seperti perubahan ph, suhu air, penanganan, penangkapan atau juga oleh polusi air. Stres ini mempengaruhi kinerja insang dan membahayakan kontrol homeostatis dari cairan tubuh (Lock et al. 1994). Insang merupakan organ yang multifungsional bagi ikan yaitu respirasi, regulasi ion, regulasi asam basa, ekskresi limbah nitrogen dengan luas mencapai lebih dari 50% total permukaan tubuh ikan (Heath 1987; Wood 2001). Insang menjadi titik lemah bagi tubuh ikan dalam menghadapi ancaman lingkungan luar karena tidak memiliki mekanisme perlindungan seperti halnya kulit yang memiliki lendir (mucus). Fungsinya yang menyerap toksikan air menyebabkan insang mudah terkena dampak toksikan dengan konsekuensinya fungsi-fungsi penting insang menjadi terganggu dan dapat membahayakan kondisi ikan (Heath 1987; Wood 2001). Insang terdiri dari lamela primer dan sekunder dengan jaringan epitel yang menutupi permukaan lamela. Jaringan epitel ini tersusun dari empat atau lima jenis sel, yaitu : pavement cells; chloride cells; accessory cells; mucous cells; dan neuroepithelial cells. Sel klorida yang berfungsi sebagai transportasi ion dan oksigen menjadi target yang diserang oleh toksikan (Heath 1987; Wood 2001). Sebagai respons terhadap efek toksikan, Mallatt (1985) mengidentifikasi lesi pada insang yaitu antara lain : terangkatnya epitel penutup lamela sekunder (pavement cells); meningkatnya jumlah ruang limfatik; perubahan pola aliran darah; munculnya granulocyte pada epitel; dan hipertrofi dan hiperplasia epitel termasuk sel mukus dan sel klorida. Hilangnya integritas struktur insang berdampak pada turunnya konsentrasi elektrolit darah (sodium, klorida, dan kalsium). Toksikan juga dapat mempengaruhi permeabilitas insang sehingga berdampak pada serapan dan buangan ion dan air. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah sel klorida sebagai respons ikan untuk mempertahankan

10 16 atau meningkatkan kapasitas insang menyerap ion dari air sebagai dampak adanya polutan. Efek toksikan terutama logam terhadap permeabilitas insang dan peningkatan jumlah sel klorida terkait dengan pergeseran ion Ca 2+ dari titik stabilitas membran di insang. Semakin lama terkena polutan maka jumlah ion Ca 2+ akan berkurang. Pada konsentrasi kronis, ikan merespons gangguan insangnya dengan meningkatkan respons hormonal oleh kelenjar hipofisa dengan melepaskan kortisol. Kortisol berfungsi mengontrol sistem kardiovaskular, keseimbangan ion dan air, mobilitas energi, immunosuppressan, dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit (Lock et al. 1994). Senyawa-senyawa kimia selain masuk melalui saluran pencernaan, juga bisa masuk melalui saluran pernafasan (insang). Senyawa kimia tersebut akan masuk melalui insang yang langsung bersentuhan dengan lingkungan air. Setelah melewati insang, bahan-bahan kimia termasuk merkuri akan ikut ke dalam sistem pernafasan sampai akhirnya akan menembus sel epitel endotelial kapiler darah untuk masuk ke dalam darah. Selanjutnya akan terikut ke dalam aliran darah dan akhirnya ikut dalam proses metabolisme (Connel dan Miller 1995). Poleksic dan Tutundzic (1994) mengklasifikasi lesi insang ke dalam dua kriteria (Tabel 2) : (1) Berdasarkan jenis dan lokasi jaringan insang yang rusak. Terbagi dalam lima kelompok : (a) Hipertrofi dan hiperplasia dari epitel insang dan perubahannya yang terkait; (b) Perubahan pada sel mukus dan/atau sel klorida; (c) Parasit insang; (d) Perubahan aliran darah; (e) Tahap terminal. (2) Berdasarkan jangkauan perbaikan lesi. Terbagi tiga tahap : (I) Perubahan yang tidak merusak jaringan insang; (II) Perubahan fungsi jaringan yang terkait namun masih bisa diperbaiki jika lingkungan semakin baik; (III) Struktur insang tidak dapat diperbaiki lagi sehingga merusak fungsinya.

11 17 Tabel 2 Klasifikasi lesi insang dan tahap kerusakannya Lesi Insang Tahap (a) Hipertrofi dan hiperplasia epitel insang I - Hipertrofi epitel saluran pernafasan I - Terangkatnya epitel lamela I - Infiltrasi leukosit epitel insang I - Menipisnya epitel insang I - Pecah dan mengelupasnya epitel lamela II - Hiperplasia fokal sel epitel I - Hiperplasia dari pangkal hingga setengah panjang lamela sekunder I - Hiperplasia sel epitel yang tidak teratur I - Penyatuan ujung lamela sekunder I - Hiperplasia sel eosinofilik I - Penyatuan ujung lamela primer I - Pengentalan yang tidak terkontrol dari jaringan II - Penyatuan beberapa lamela sekunder I - Memendeknya lamela sekunder I - Penyatuan sempurna semua lamela sekunder II (b) Perubahan pada sel mukus dan/atau sel klorida - Hiperplasia dan hipertrofi sel mukus I - Sel mukus menghilang I - Hipertrofi dan hiperplasia sel klorida I - Sel klorida muncul di lamela sekunder I (c) Perubahan pembuluh darah - Teleangiektasis lamela sekunder I - Membesarnya filamen pembuluh darah I - Hemoragi dengan pecahnya epitel II - Stasis II (d) Parasit insang I (e) Tahap terminal - Jaringan tergores (scar-tissue) fibrosis III - Nekrosis III Sumber : Poleksic dan Tutundzic (1994) Toksikan merkuri dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada insang antara lain : lisis sel, beberapa degenerasi dan nekrosis sel, meningkatnya vakuolisasi intraseluler, perluasan dan terhambatnya aliran di pembuluh darah (Osman et al. 2010); memicu batuk, kerusakan fungsi pernafasan (Nawaz et al. 2010); meningkatnya laju konsumsi oksigen, meningkatnya aktivitas LDH dan level piruvat serta laktat (Radhakrisnaiah et al. 1993); degenerasi vakuolar,

12 18 edema, atrofi (Paryono 2005); fusi lamela, hiperplasia, edema, atrofi, dan nekrosis (Nurchayatun 2007); hipertrofi, hiperplasia, hemoragi, teleangiektasis, deskuamasi, dan edema (Yuniar 2009). Efek patologi selenium terhadap insang antara lain menyebabkan terjadinya pelebaran (dilatasi) sinusoid darah dan pembengkakan lamela (telangiektasia) yang dipenuhi oleh eritrosit (Sorensen 1991). Pendarahan (hemoragi) jaringan insang sering terjadi karena kondisi ini. Penebalan lamela insang menyebabkan gangguan aliran darah dan pertukaran gas yang tidak efektif (mengurangi kapasitas pernafasan), dan respons gangguan metabolisme (meningkatkan permintaan pernafasan dan konsumsi oksigen) yang dapat menyebabkan kematian (Lemly 2002) Hati Hati memiliki tiga fungsi utama : (1) Penyerapan, metabolisme, penyimpanan dan redistribusi nutrien dan molekul endogenous lainnya. Fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan homeostasis organisme dengan sintesis ( hormon) dan sekresi molekul (protein, kolesterol, dan lemak) ke dalam darah. (2) Metabolisme xenobiotik (biotransformasi dan detoksifikasi). (3) Formasi dan ekskresi empedu (eliminasi degradasi produk senyawa endogenous, degradasi xenobiotik dan metabolitnya serta beberapa logam) (Heath 1987; Hinton 1993; Hinton et al. 2001). Volume, ruang dan mikroanatomi hati ikan berbeda dengan hati mamalia (Hinton 1993; Hinton et al. 2001). Untuk mempelajari toksisitas polutan terhadap hati ikan perlu diketahui pola morfologi, gangguan fungsional (fisiologi) dan fungsinya, dan kapasitas hati untuk mengaklimasi tekanan toksikan dengan proses metabolismenya. Hati mensekresi plasma protein utama seperti fibrinogen dan albumin yang berfungsi untuk sebagai penjaga osmolalitas darah, ph darah, sumber asam amino dan transportasi hormon serta bahan kimia eksogen seperti logam dan bahan organik. Fungsi ini yang menjadi target dari toksikan. Efek toksikan terhadap metabolisme hati, yaitu : (1) Toksik terhadap sel hati seperti menghambat enzim atau mengganggu ekspresi gen sebagai konsekuensi hambatan dalam sekresi lipid; (2) Tidak merusak sel hati namun mengganggu dalam jaringan sekelilingnya, contohnya hambatan terhadap sintesis vitellogenin atau choriogenin oleh antiestrogen, atau meningkatkan

13 19 katabolisme hormon hati. Kerusakan sel hati oleh toksikan dapat dideteksi oleh analisis klinis enzim darah (Heath 1987). Toksisitas timbul dari interaksi xenobiotik atau logam dengan saluran metabolisme hati atau dengan reseptor spesifik hati (Hinton 1993). Merkuri dan selenium merupakan logam yang terlibat dalam proses enzimatik dan terikat dengan protein (ligan binding). Ikatan merkuri dan selenium dengan protein jaringan membentuk senyawa metalotionina. Metalotionina merupakan protein aditif yang berperan dalam proses homeostatis organisme dalam mentolelir logam berat. Senyawa-senyawa kimia yang telah berikatan dengan protein dan membentuk metalotionina tersebut akan dibawa oleh darah (Roesijadi dan Robinson 1993). Merkuri yang tadinya masuk ke dalam hati akan terbagi dua: sebagian akan terakumulasi pada hati, sedangkan sebagian lainnya akan dikirim ke empedu. Dalam kantong empedu, akan dirombak menjadi senyawa merkuri anorganik yang kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal, dimana sebagian akan terakumulasi pada ginjal dan sebagian lagi dibuang bersama urin (Palar 1994). Hinton (1993) mengelompokkan biomarker histopatologi hati ikan dan alat untuk mendeteksinya pada Tabel 3. Hati adalah lokasi utama dari biotransformasi metil merkuri pada hewan. Hati mengubah senyawa berbahaya menjadi metabolit yang diekskresikan langsung ke empedu untuk proses detoksifikasi selanjutnya. Senyawa yang diekskresikan ke dalam empedu dan memasuki usus kecil akan diserap di usus atau dieliminasi dalam feses. Metil merkuri diserap dalam suatu proses yang disebut resirkulasi enterohepatik (Boening 2000). Merkuri dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati, antara lain degenerasi vakuolar, peradangan setempat (fokal hepatitis), kematian jaringan setempat (fokal nekrosis), pembendungan darah (kongesti) sel-sel hatinya membesar (megalositosis), inti sel mengecil (kariopiknosis), inti sel hilang (kariolisis) (Radhakrisnaiah et al. 1993; Paryono 2005; Destiany 2007; Yuniar 2009; Setijaningsih 2009; Masud et al. 2009).

14 20 Tabel 3 Biomarker histopatologi hati dan alat deteksinya No Biomarker Alat Deteksi 1 Nekrosa sel hati Mikroskop cahaya/histopatologi 2 Hiperplasia dari regenerasi Mikroskop cahaya 3 Hiperplasia saluran/kelenjar empedu Mikroskop cahaya/histopatologi 4 Hepatocytomegaly Mikroskop cahaya & electron 5 Megalositosis yang bervariasi Mikroskop cahaya & electron 6 Vakuolisasi hidropis dari sel hati Histopatologi & mikroskop electron 7 Perubahan warna pada focus seluler tertentu Mikroskop cahaya 8 Adenoma Histopatologi 9 Carcinoma Mikroskop cahaya 10 Cholangioma Mikroskop cahaya 11 Cholangiocarcinoma Mikroskop cahaya 12 Campuran hepatocholangiocellular carcinoma Mikroskop cahaya Sumber : Hinton (1993) Pada ikan yang terkontaminasi selenium, infiltrasi limfosit terlihat dengan vakuolisasi ekstensif dari hepatosit parenkima di sekitar vena pusat. Sel Kuppfer juga meningkat dan vena pusat meluas akibat berkurangnya sel parenkima di sekitarnya. Inti sel sering berubah bentuk dan pleomorfik, serta munculnya residu yang tidak termetabolik (droplet). Secara bersamaan, perubahan ultrastruktural ini menunjukkan suatu degenerasi struktur jaringan yang cukup mengganggu fungsi hati secara signifikan. Gejala patologi ini adalah karakteristik dari selenosis kronis pada ikan dan vertebrata lainnya (Sorensen 1991) Ginjal Ginjal adalah organ utama untuk membuang air atau memproduksi urin serta memproduksi darah terutama pada ikan air tawar agar meminimalkan kehilangan ion. Pada ikan laut pembuangan urin ini lebih lambat untuk mencegah kehilangan ion air dalam proses osmoregulasi. Laju penyaringan glomerular (glomerular filtration rate) pada ikan lebih rendah dibandingkan dengan hewan endotermal dengan tingkat laju metabolismenya yang tinggi. Produksi urin ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, salah satunya yang terpenting adalah salinitas (Larsen dan Perkins 2001).

15 21 Ginjal teleost terdiri dari dua bagian, yaitu kepala anterior dan badan posterior. Bagian kepala terdiri dari chromaffin, jaringan inter-renal (limfoid), dan jaringan penghasil darah (hematopoietic). Bagian badan ginjal terdiri tubular ginjal dan nefron. Nefron ginjal terdiri dari glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul Bowman, tubular proksimal, tubular distal, dan vesika urinari. Glomerulus ini dilindungi oleh dua lapisan, yaitu lapisan luar (parietal) yang tersambung dengan epitel tubular proksimal dan lapisan dalam (visceral) yang segaris dengan tubular glomerular (Heath 1987; Larsen dan Perkins 2001; Affandi dan Tang 2002). Peranan ginjal ikan dalam osmoregulasi, sintesis kortisol, dan eliminasi limbah dapat dipengaruhi oleh toksikan yang dapat merusak sel. Kebanyakan deskripsi tentang toksisitas ginjal berfokus pada histopatologi dan gangguan enzim. Kerusakan pada sel ginjal dapat dimulai dari berbagai mekanisme, termasuk gangguan sinyal sel, regulasi gen, sintesis protein, transportasi membran, regulasi ion, fungsi enzim, dan integritas cytoskeletal. Sel normal memiliki kemampuan untuk merawat dan memperbaiki kerusakan. Jika kerusakan yang terjadi melebihi kemampuan sel tersebut, maka terjadi nekrosis atau bisa juga apoptosis yaitu kemampuan menghancurkan sendiri. Selain itu terjadi juga hipertrofi dan regenerasi sel (Heath 1987; Larsen dan Perkins 2001). Gangguan ginjal cenderung terjadi pada tubular proksimal dengan nekrosis tabung akibat xenobiotik, selain juga terjadinya gangguan pada glomerular dan inter renal. Kecenderungan ini terkait dengan kapasitasnya yang besar sebagai transportasi membran pada sel epitel tabung dan konsentrasi senyawa toksik pada lumen tabung. Selain itu juga terjadi vakuolisasi hidropis, munculnya droplet protein, dilatasi ruang Bowman, hypercellularity dan fibrosis glomerular dan penebalan membran dasar. Peningkatan jumlah melano macrophages center (MMC) juga dapat digunakan sebagai indikator non spesifik dari stress (Larsen dan Perkins 2001). Efek histopatologi merkuri terhadap ginjal ikan antara lain adalah granulasi epitel tubular dan hiperplasia, atrofi glomerular, melebarnya ruang Bowman, inti piknotik, dan degenerasi nekrosis dari sel epitel tubular (Larsen dan Perkins 2001). Ikatan Hg dengan kelompok sulfidril pada protein membran, menyebabkan gangguan pada permeabilitas sel dan terjadi pembengkakan dan lisis. Target utama ion merkuri adalah Na +, K + -ATPase (Larsen dan Perkins 2001).

16 22 Akumulasi selenium tingkat tinggi pada ginjal menunjukkan terjadinya focal proliferative glomerulonephritis intra kapilar. Pada kondisi ini, jumlah berlebihan dari sel mesangial terlihat bersamaan dengan matriks abnormal yang berlimpah dan fibrosis periglomerular yang dapat mengeraskan jaringan. Selubung tubular muncul dan epitel tubular menjadi tervakuolasi dan mudah hancur sehingga menyebabkan sistem tubular tidak berfungsi dengan baik (Sorensen 1991) Limpa Limpa berperan penting dalam haematopoiesis (pembentukan darah) dan penjebakan antigen. Pada ikan berahang, terdapat limpa yang terbagi atas bagian luar (korteks) yang berwarna merah dan bagian dalam (medulla) yang berwarna putih. Korteks membentuk eritrosit dan trombosit, sedangkan medulla membentuk limfosit dan granulosit (Affandi dan Tang 2002). Pada struktur limpa dan hati terdapat makrofag yang diketahui berfungsi untuk membuang material tertentu dari ellipsoid ke MMC. MMC bervariasi dalam jumlah dan ukuran di antara spesies ikan dan individu dalam suatu spesies. Fungsi MMC adalah sebagai unit penyimpanan untuk material yang tak diinginkan yang tidak diekskresikan oleh organ lain, sehingga dapat dijadikan sebagai penanda (biomarker) terhadap kontaminasi logam berat karena terperangkap di bagian ini (Hylland et al. 2003). Letak MMC di dalam limpa biasanya terdapat berdekatan dengan saluran darah dan pada beberapa spesies dikelilingi oleh lapisan sel limfoid. Lapar dan stres pada ikan yang dibudidayakan dapat meningkatkan jumlah MMC pada ginjal dan limpa ikan (Kurtovic et al. 2008). Sebaliknya, pengurangan jumlah dan ukuran MMC pada limpa ini juga dilaporkan terjadi pada ikan yang hidup di perairan tercemar, terutama polutan yang mempengaruhi immunosuppresan (De Vico et al. 2008). Gangguan terhadap limpa antara lain termasuk berkurangnya struktur dinding sel seperti kerusakan pseudopodia dan organel, termasuk pembengkakan mitokondria dan meningkatnya jumlah lisosom sekunder yang berisikan bahan membran, sebagai bentuk degradasi organel (Hylland et al. 2003).

17 Usus Usus merupakan bagian terpanjang dari saluran pencernaan. Pada ikan pembagian segmen usus lebih sederhana dibandingkan dengan hewan tingkat tinggi lainnya, karena bentuk dan diameter ususnya relatif homogen. Panjang usus ikan sangat bervariasi dan berhubungan erat dengan kebiasaan makan ikan. Panjang usus ikan herbivora beberapa kali lipat dari panjang tubuhnya (Effendie 2003). Lapisan terdalam dari usus adalah lapisan mukosa yang memiliki tonjolan-tonjolan (vili). Lapisan mukosa tersusun oleh selapis sel epitelium dengan bentuk prismaltik. Bentuk sel yang umum ditemukan pada epitel usus adalah enterosit yang dominan, dan mukosit terdapat diantaranya serta semakin meningkat jumlahnya pada bagian belakang usus. Enterosit memiliki mikrovili yang berfungsi untuk menyerap zat makanan sebelum dibawa ke hati (Affandi dan Tang 2002). Usus ikan yang berperan untuk menghancurkan makanan dan menyerap makanan menjadi tempat dengan konsentrasi xenobiotik yang tinggi yang masuk bersama makanan. Usus memiliki enzim aktivitas tinggi untuk metabolisme xenobiotik, terutama aktivitas dua fase, dan ini sangat penting bagi biotransformasi xenobiotik tingkat rendah. Biotransformasi dalam usus ini dapat meningkatkan toksisitas pada sel usus (Kleinow dan James 2001). Efek xenobiotik pada usus terkait dengan masa tinggal (retention time) dari toksikan dalam tempat tertentu (peristaltik kantung makanan, kecepatan penyerapan, aliran darah), aksesibilitas (terlepas dari matriks makanan), avaibilitas (kemampuan perlindungan lapisan mukus, permeabilitas), dan perpanjangan perubahan regenerasi (re-epitelisasi). Perubahan patologi yang umum terjadi pada usus adalah vakuolasi, nekrosis sampai putus, terlipatnya vili. Formasi sel sinsitia, sekresi mukus yang berlebihan, dan pembentukan gelembung pada subselular (Kleinow dan James 2001). Kerusakan sel epitel kolumnar juga terjadi dari perubahan degeneratif akibat terpapar toksikan. Perubahan inti juga dapat terjadi, dengan reduksi volume inti sebagai ciri umumnya. Dalam kondisi yang lebih parah, maka dapat terbentuk neoplasia pada saluran makanan akibat toksikan seperti papiloma, fibroma, fibrosarcoma, adenocarcinoma, dan polip (Kleinow dan James 2001).

18 Otot Daging Material yang masuk ke bagian otot merupakan hasil dari metabolisme tubuh yang masuk melalui aliran darah, termasuk deposit logam. Kondisi otot daging ikan adalah yang menjadi perhatian utama bagi para ahli, karena terkait dengan kesehatan manusia. Daging merupakan bagian ikan yang paling banyak dimakan oleh manusia, sehingga apabila terdapat kandungan toksikan dalam otot ikan akan terakumulasi dan termagnifikasi dalam tubuh manusia pula. Sehingga sangat penting memperhatikan kadar toksikan seperti merkuri dan selenium dalam otot ikan. Selain dapat membahayakan, kandungan kontaminan pada otot dapat menyebabkan terjadinya perubahan patologis. Perubahan patologis yang terjadi pada otot antara lain perubahan serabut otot, perubahan nukleus sel otot, pembengkakan (cloudy swelling), degenerasi hialin, degenerasi granular, degenerasi lemak sampai nekrosa serabut otot. Infiltrasi sel-sel radang menunjukan adanya reaksi patologis yang terjadi pada otot. Sel-sel radang yang tampak dapat menunjukkan derajat keparahannya dan membantu menentukan kausanya. Jenis-jenis sel radang yang bisa ditemui antara lain limfosit, neutrofil, histiosit, dan fibroblast dari endomysium. Hemoragi pada jaringan dan kongesti pembuluh darah dapat diidentifikasi dari adanya eritrosit pada preparat histopatologinya. Edema merupakan bentuk patologi karena adanya penumpukan cairan pada rongga-rongga antar serabut otot. Edema akan menyebabkan lokasi antar serabut menjauh dan meregang (Takashima dan Hibiya 1995). Perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada otot dapat berupa nekrosis (miopati), inflamasi, degenerasi hialin dan tumor otot rangka, misalnya rhabdomyoma (Hoole et al. 2001). Miopati dapat merupakan suatu wujud dari defisiensi vitamin, namun dapat juga diakibatkan oleh dampak toksisitas logam seperti merkuri dan selenium (Ohlendorf 1996). Perubahan patologi pada otot ikan ini selain dapat mempengaruhi kondisi ikan, juga sangat berpengaruh terhadap nilai ekonomis ikan tersebut.

19 Faktor Lingkungan Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi logam berat dalam air dan sedimen, jenis organisme air, umur dan nilai ph air. Semakin rendah nilai ph air maka logam berat semakin larut dalam air (bentuk ion) sehingga semakin mudah masuk ke dalam tubuh organisme tersebut baik melalui insang, bahan makanan ataupun diffusi (Duffus 1980). Merkuri pada lingkungan perairan dapat dimetilasi baik secara proses biologi maupun kimiawi, ataupun keduanya, di bawah kondisi alami ph dan suhu. Bentuk merkuri yang umum terdapat pada jaringan ikan air tawar adalah metil merkuri karena stabilitasnya yang tinggi dan daya larut lemak sehingga memiliki kemampuan tinggi untuk menembus membran sel organisme hidup (Eisler 2006). Metilasi merkuri di ekosistem tergantung dari pemasukan merkuri, aktivitas mikrobiologi, kandungan nutrien, kondisi ph dan redoks, masukan sedimen terlarut, tingkat sedimentasi, dan variabel lainnya. Bioavailibitas metil merkuri dalam biota air tergantung pada kimia danau, laju deposisi merkuri, dissolved organic carbon (DOC), dan variabel lainnya seperti tahapan daur hidup, umur, jenis kelamin, daya toleransi, suhu air, dan kesadahan (Boening 2000; Eisler 2006). Peningkatan konsentrasi merkuri dalam jaringan ikan biasanya berhubungan positif dengan ph rendah, rendah kalsium, rendahnya konsentrasi karbon organik terlarut, meningkatnya suhu, serta rendahnya kesadahan dan alkalinitas (Eisler 2006). Banyak ahli berpendapat bahwa selenium (Se) adalah yang mampu menghambat toksisitas merkuri. Selenium mampu mendetoksifikasi merkuri anorganik dengan rasio 1:1 (Koeman et al. 1975; Ping et al. 1986; Palmisano et al. 1995). mercuric selenide (HgSe), produk akhir detoksifikasi merkuri ditemukan pada hati mamalia laut dan burung (Koeman et al. 1975; Nigro dan Leonzio 1996). Sebuah model detoksifikasi merkuri pada hewan laut tingkat tinggi melibatkan transformasi metil merkuri yang termakan menjadi merkuri anorganik melalui spesiasi oksigen reaktif (Hirayama dan Yasutake 2001); mikroflora usus (Rowland et al. 1984; Rowland 1988); dan selenium (Iwata et al. 1982). Vitamin D dan E, senyawa thiol, selenium, copper, dan kemungkinan zink bersifat antagonistik terhadap efek berbahaya merkuri (US EPA 2001).

20 Histopatologi Histologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jaringan. Patologi adalah kajian tentang penyakit atau kajian tentang adaptasi yang tidak cukup terhadap perubahan-perubahan lingkungan eksternal dan internal (Spector dan Spector 1993). Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat penting dalam kaitannya dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu. Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi. Perbandingan kondisi jaringan sehat terhadap jaringan sampel dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak (Hinton 1993). Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas sistem biologi. Ketoksikan racun ditentukan oleh keberadaan racun ditempat aksi, dan keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi racun tersebut. Keefektifan absorpsi racun menentukan kecepatan dan kadar atau jumlah racun yang ada dalam sirkulasi darah. Keefektifan distribusi menentukan kecepatan dan kadar jumlah racun yang ada dalam tempat aksi tertentu. Keefektifan eliminasi, menentukan kadar atau jumlah racun dan lama tinggal racun (retention time) di tempat aksinya (Paasivirta 1991). Histopatologi telah menjadi alat standar dalam investigasi toksikologi akuatik. Pengamatan respons perubahan pada seluler, jaringan, dan organ menggunakan teknik histopatologi dengan mendeskripsikan penandanya (biomarker) menjadi metode yang paling sensitif dan secara biologis bernilai untuk mengukur efek stress hewan terhadap lingkungan dan parameter uji toksisitas pada kondisi kronis (Paasivirta 1991). Perubahan histopatologi sebagai indikator penting faktor stress dimana perubahannya dapat terjadi secara biokimia dan fisiologis. Perubahan ini biasa digunakan untuk meramal efek yang mungkin terjadi pada organisme seperti respon pertumbuhan, reproduksi, menghindarkan diri dari predator, dan stabilisasi populasi yang terjadi pada tingkat yang lebih tinggi (Hinton 1993).

21 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas dikenal sebagai salah satu ikan konsumsi yang banyak dibudidayakan dan bernilai ekonomis di Indonesia. Masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 1920 dari Cina, Taiwan, Jepang, dan Eropa. Setelah beradaptasi dengan kondisi lingkungan di Indonesia, maka kini telah tercipta berbagai galur ikan mas seperti punten, majalaya, si nyonya dan lainnya. Ciri-ciri morfologi ikan mas adalah badan memanjang dan agak pipih, lipatan mulut dengan bibir sangat halus dan dapat disembulkan keluar. Terdapat dua pasang sungut, ukuran dan warna sangat beragam. Selain sisik ikan mas juga memiliki sirip punggung, sirip perut, dan sirip ekor. Habitat yang ideal berada pada ketinggian 150 m sampai dengan 600 m dpl, dengan suhu air antara 25 0 C sampai dengan 30 0 C (Hoole et al. 2001). Klasifikasi ikan mas adalah : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Pisces Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Subfamili : Cyprininae Genus : Cyprinus Species : Cyprinus carpio Salah satu jenis hewan yang direkomendasikan oleh sebagai hewan uji adalah Cyprinus carpio L., karena ikan tersebut memenuhi persyaratan yaitu penyebarannya cukup luas, mempunyai nilai ekonomi yang menonjol, mudah dipelihara di laboratorium, dan cukup sensitif terhadap polutan. Ikan pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (seperti kolam, sungai, danau, dan teluk), ikan sulit melarikan diri dari pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran logam berat masuk ke dalam tubuh ikan (Masud et al. 2001).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN PENDAHULUAN TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN Interaksi manusia dan lingkungan Bahan kimia baru dibuat Limbah dibuang Kualitas lingkungan? Meningkatkan kesejahteraan manusia? Toksikologi lingkungan Pengaruh racun

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran terhadap lingkungan hidup akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian pemerintah, khususnya pihak akademisi, terutama terhadap kehadiran polutan beracun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air dapat diartikan sebagai masuknya suatu mahluk hidup, zat cair atau zat padat, suatu energi atau komponen lain ke dalam air. Sehingga kualitas air menjadi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut:

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan dicapai dengan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem perairan sering dijadikan tempat bermuaranya buangan limbah, baik limbah domestik maupun non domestik seperti limbah industri maupun pertambangan. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara

BAB I PENDAHULUAN. perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, pencemaran logam berat pada ekosistem perairan telah menjadi permasalahan kesehatan lingkungan hampir semua negara di dunia (Almeide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga perempat dari bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ambang Batas Dari uji yang dilakukan diperoleh nilai konsentrasi ambang bawah (LC 0-48 jam) sebesar 0,06 mg/l, yaitu konsentrasi tertinggi dari moluskisida niklosamida yang tidak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : MENGENAL PENCEMARAN RAGAM LOGAM oleh : Sherly Ridhowati, S.T.P. M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Chlorella SP 1. Klasifikasi Penamaan Chlorella sp karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi dan juga merupakan produsen primer dalam rantai makanan (Sidabutar, 1999).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan koi (Cyprinus carpio) Ikan koi mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun1820, tepatnya di kota Ojiya, Provinsi Niigata. Nenek moyangnya adalah ikan mas yang biasa disimpan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran air Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan makhluk hidup. Seperti struktur yang membentuk makhluk hidup, komponen yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan hewan akutik yang memilki tulang belakang (vertebrata) yang berhabitat di dalam perairan. Ikan bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci