Bab 4 Sifat Material 50

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 4 Sifat Material 50"

Transkripsi

1 4 SIFAT MATERIAL Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian dari pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah hakikat bahan atau material itu? Bahan dengan sendirinya merupakan bagian dari alam semesta, secara terperinci bahan adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Seperti : logam, keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir, batu berbagai komposit dan lain-lain. Pada dasarnya bahan atau material mempunyai beberapa sifat yang diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia. 4.1 SIFAT MEKANIK Hardness (Kekerasan) Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda, bagi insinyur metalurgi kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji. Bab 4 Sifat Material 50

2 Metode pengujian kekerasan: a. Metode Gores : Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, tetapi masih dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: 1. Talc 5. Apatite 8. Topaz 4. Gipsum 6. Orthoclase 9. Corundum 4. Calcite 7. Quartz 10. Diamond (intan) 4. Fluorite Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineralmineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar. b. Metode Elastik/Pantul (Rebound) Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. c. Metode Indentasi Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu Bab 4 Sifat Material 51

3 material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: c.1 Metode Brinell Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar.1. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus: 2 P BHN = 4..1 ( π 2 2 D)( D D d ) dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak (mm). Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak. Gambar 4.1 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh Bab 4 Sifat Material 52

4 karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan HB tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1 15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik. Gambar 4.2 Hasil indentasi Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran c.2 Metode Vickers Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 4. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh: P VHN = 2 d dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar. 4.2 Gambar 4.3 Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers Bab 4 Sifat Material 53

5 Gambar 4.4 Alat uji Vickers c.3 Metode Rockwell : Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (directreading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan tabel yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell: Bab 4 Sifat Material 54

6 Tabel 4.1 Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell Bab 4 Sifat Material 55

7 Gambar 4.5 Alat uji Rockwell Ketangguhan Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan. Bab 4 Sifat Material 56

8 Gambar 4.6 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy Gambar 4.7 Alat uji Impak Bab 4 Sifat Material 57

9 Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh : E HI = 4.3 A dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm4. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod ditunjukkan di bawah ini: Gambar 4.8 Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever. Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain Bab 4 Sifat Material 58

10 berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole) Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. 4. Perpatahan granular / kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat). 4. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas. Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan Bab 4 Sifat Material 59

11 dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100 derajat Celcius, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah. Gambar 4.9 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa bahan Keausan Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan/umur pakai (life) yang lama. Bab 4 Sifat Material 60

12 Pembahasan mekanisme keausan pada material berhubungan erat dengan gesekan (friction) dan pelumasan (lubrication). Telaah mengenai ketiga subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan response material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan mekanisme yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara crevolving disc dan benda uji diberikan pada gambar dibawah. P B r h b Gambar 4.10 Pengujian keausan dengan metode Ogoshi Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm), b lebar celah material yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya volume material yang terabrasi (W): 3 B.b W = r Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi (W) dengan jarak luncur x (setting pada mesin uji): Bab 4 Sifat Material 61

13 3 W B.b V = = 4.5 x 12r.x A. Keausan adhesive: terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar ini. Gambar 4.1 Ilustrasi skematis keausan adhesive B. Keausan abrasif: terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada kasus terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi. Gambar 4.12 Ilustrasi skematis keausan abrasif Bab 4 Sifat Material 62

14 C. Keausan lelah: merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan lelah dibutuhkan interaksi multi. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat tergantung pada tingkat pembebanan. Gambar 4.13 Memberikan skematis mekanisme keausan lelah D. Keausan Oksidasi ( keausan korosif) Pada prinsipnya mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan akan mengalami keausan yang berbeda Hal ini selanjutnya mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Gambar 4.15 memperlihatkan skematis mekanisme keausan oksidasi/korosi ini. Gambar 4.14 Ilustrasi skematis keausan oksidasi Bab 4 Sifat Material 63

15 Fatik Fatik merupakan ketahanan suhatu material menerima pembebanan dinamik. Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan pada kondisi pembebanan dinamik (beban berfluktuasi ). Mengalami kegagalan ( patah ) pada tegangan jauh di bawah tegangan yang diperlukan untuk membuatnya patah pada pembebanan tunggal ( statis ). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch. Tidak ada indikasi awal terjadinya patah fatik dan retakan fatik yang terjadi bersifat halus, maka patah fatik sulit untuk dideteksi dari awal. Gambar 4.15 Menunjukkan permukaan patahan poros akibat fatik yang bermula dari ujung yang tajam dari tempat pasak Faktor-faktor Penyebab Patah Fatik Bersadarkan Penyebab utamanya, yaitu beban (tegangan) yang bekerja, patah Fatik tergantung pada : Besarnya tegangan maksimum yang bekerja Fluktuasi tegangan yang bekerja, yaitu besarnya amplitudo dari tegangan tegangan yang bekerja Siklus tegangan yang bekerja. Adalah banyaknya periode pembebanan yang terjadi Selain tegangan, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya patah fatik, antara lain : 1. Konsentrasi tegangan pada suatu bagian benda. 2. Terdapatnya porositas Korosi akibat lingkungan dan penyelesaian permukaan benda Bab 4 Sifat Material 64

16 Kondisi lingkungan dapat menimbulkan terjadinya retakan-retakan pada permukaan benda. Sedangkan proses penyelesaian permukaan seperti coating yang dapat melindungi permukaan juga dapat mempengaruhi terjadinya retakan-retakan. Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi nilai kekuatan fatik dari material. Gambar 4.16 Efek dari semburan air kepada kekuatan fatik dari besi perlit ulet/pearlitiductile iron. A. Temperatur 1. Temperatur yang konstan nilainya, tidak berubah-ubah ( amplitudo=0 ) Pada temperatur yang berbeda, karakteristik material akan berbeda pula. Kekuatan tarik dari material sebenarnya juga merupakan fungsi dari temperatur pula. Karena kekuatan fatik mempunyai hubungan dengan kekuatan tarik, sedangkan kekuatan tarik dipengaruhi temperatur, maka secara tidak langsung, kekuatan fatik dipengaruhi pula oleh temperatur. 2. Temperatur yang berubah-ubah Amplitudo temperatur ini akan menghasilkan thermal fatigue atau kelelahan termal. Thermal fatigue akan menyebabkan terjadinya siklus tegangan dan regangan yang tidak merata pada benda akibat gradien temperatur pada benda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan thermal fatigue adalah temperatur yang lebih tinggi, amplitudo yang lebih besar dan banyaknya siklus pendinginan dan pemanasan. Bab 4 Sifat Material 65

17 Untuk menanggulangi efek dari thermal fatigue, sebaiknya gunakan material yang mempunyai sifat konduktivitas thermal yang tinggi, modulus elastisitas yang rendah dan punya kekuatan dan keuletan yang tinggi. Struktur metalurgi Cacat permukaan pada permukaan benda kerja akan bertindak sebagai tempat awal terjadinya retakan Efek dari inklusi akan semakin hebat jika kekerasan dari matriks meningkat. Maka secara otomatis, akan mengurangi kekuatan fatik dari material Gambar 4.17 Efek dari kekerasan mikro matriks dan fraksi volume dari inklusi pada fatigue limit besi ulet/ductile iron Bab 4 Sifat Material 66

18 Salah satu cara untuk menanggulangi efek dari inklusi dan cacat permukaan bisa dengan cara menggunakan as-cast surface. Hal ini banyak dilakukan pada ductile iron. Pengurangan dross dapat meningkatkan kekuatan fatik dari material sebesar 25%. Untuk mengurangi dross, bisa dengan menggunakan filter atau saringan pada mold filling system. Cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kekuatan fatik dari material adalah dengan menggunakan proses pengolahan material yang baik, contohnya dengan minimalisasi kadar residu Mg. Cara ini dapat meningkatkan kekuatan material sampai dengan 5 % dibandingkan dengan dilakukan proses permesinan. Gambar 4.18 Ductile iron dengan as-cast surface Tegangan sisa Pengerjaan mekanik baik panas maupun dingin seperti misalnya peening dan surface rolling dapat meninggalkan tegangan sisa pada material. Bab 4 Sifat Material 67

19 Gambar 4.19 Hubungan antara tegangan sisa akibat peening dengan endurance limit untuk peended ADI gears Terdapatnya notch pada permukaan benda kerja. Notch permukaan benda kerja dapat memberikan pengaruh yang cukup besar pada kekuatan fatik dari benda tersebut. Sebenarnya bukan hanya notch saja yang memberikan pengaruh. Jika kita generalisasi, bentuk dari permukaan benda kerja juga memberikan pengaruh kepada nilai fatik dari benda Bab 4 Sifat Material 68

20 Gambar 4.20 Kurva S-N untuk notched dan unnotched besi ferrit ulet/ferritic ductile iron Tujuan dan Kegunaan Uji Fatik Tujuan dari uji fatik adalah untuk mengetahui karakteristik material yang berhubungan dengan beban dinamis yaitu kekuatan fatik atau fatik limit. Kegunaan dari uji fatik adalah hasil dari pengujian nantinya akan digunakan dalam perancangan produk, yaitu sebagai faktor pertimbangan dalam memilih material yang tepat untuk suatu rancangan. MACAM DAN METODE PENGUJIAN Single end rotating cantilever testing machine Gambar 4.2 Single end rotating cantilever testing machine Bab 4 Sifat Material 69

21 Four point loading R.R Moore testing machine Gambar 4.22 Four point loading R.R Moore testing machine 1. Standard Method Specimen yang tersedia untuk pengujian sedikit Hasil perkiraan kurva S-N Pelaksanaan : 1. Menguji 1 atau 2 specimen pada beberapa bear tegangan yang berbeda 2. Mencatat besar teg. Dan jumlah putaran pada saat terjadi kegagalan 3. Jika specimen gagal pada tegangan tertentu, mereka kadang-kadang berhasil pad 4. Tegangan yang lebih tinggi, perhatikan bahwa kerusakan meningkat 5. Mempengaruhi nilai fatik limitnya. 6. Memplot data pada kurva S-N seperti pada gambar Gambar 4.23 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart Bab 4 Sifat Material 70

22 2. Pembuatan diagram Ada dua tehnik membuat kurva S-N : 1. Membuat Mean curve dari data yang ada. Kurva ini biasanya merupakan perkiran yang beralasan dengan probabilitas kebenaran 50%. Bardasarkan kurva ini dan dan beberapaperkiraan standart deviasi, perkiraan-perkiraan yg beralasan dpt dibuat utk kurva lainnya 2. Membuat Conservative Curve yg berada tepat dibawah data-data (data yg didpt dari hasil pengujian) kurva ini tdk menentu dan tidak dapat dihubungakan dgn probabilitas ketahanan specimen thd fatik Kelemahan Metode ini : Keraguan akan hasil yg diperoleh karena ukuran sampel yg terlalu kecil 3. Constant Stress Level Method Pelaksanaan: Melibatkan 15 atau lebih specimen pada 4 atau lebih teg.konstan yang berbeda ; dgn batas teg. diantara fatik limit dan Yield Strengh dari meterial untuk pengujian Pembuatan diagram: Semua data yg diperoleh pada setiap teg.konstan diplot pada kertas Log-Normal Probability utk membuktikan distribusi, rata-rata dan variasi dari Log-life pada tingkat teg. tersebut. Gambar 4.24 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot pada S konstan Bab 4 Sifat Material 71

23 Gambar di atas menunjukkan hasil dari metode diatas yg di plot pada kurva S-N biasa. Hasil dari metode diatas yg di plot pada kertas Log-Normal Probability. Gambar 4.25 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot padakertas logritme untuk S konstan Kelemahan: Metode ini tidak valid utk teg. didekat nilai fatik limit. Kegagalan yg terjadi menyebabkan data tdk homogen didekat nilai fatik limit. 4. Response or Survival Method (Probit Method) Melibatkan pengujian beberapa group specimen pada tingkat teg. yang berdekatan, batas teg. : 2 standar deviasi dibawah fatik limit sampai sampai 2 sandar deviasi diatasnya Contoh : fatik limit psi. berdasarkan ini 5 tingkat teg. dipilih dgn batas dari psi psi dgn intervalnya 2000 psi. Bab 4 Sifat Material 72

24 Gambar 4.26 Kurva S terhadap N untuk menentukan fatik limit Jika 20m specimen diuji pada setiap tingkat tegangan, akan diperoleh kurva S-N seperti pada gambar. Gambar berikut jika data diatas diplot pada kertas Log-Normal Probability Gambar 4.27 Survival test data ploted onnormal probability paper. 5. Step Test Method Metode pengujian yang memaksa tiap specimen untuk gagal. Pelaksanaan : Bab 4 Sifat Material 73

25 1. Sebuah tingkat tegangan dipilih sekitar 70% dari fatik limit yang diperkirakan. 2. Fatik limit kemudian diuji pada tingkat teg. tersebut sampai kegagalan terjadi. Misalnya 10 jml putaran. 3. Jika run out terjadi, tegangan ditingkatkan kira-kira 0,7 dari standar deviasi teg. yg diperkirakan dan specimen yg sama diuji dgn nilai teg. yg baru. 4. Sekali lagi, jika specimen gagal, data dicatat ; jika run 0ut terjadi, teg. dinaikan lagi utk pengujian yg baru, menggunakan specimen yg sama. 5. Prosedur ini berlanjut sampai specimen mengalami kegagalan. Run out lebih kurang diartikan sebagai habis masa pakai Data Step-Test method diperlihatkan pada koordinat S-N dibawah Gambar 4.28 Hasil plot di kertas Log-Normal Probability 6. Prot Method Melibatkan aplikasi yang naik dgn jml putaran sampai specimen gagal. Tegangan dimana kegagalan terjadi, dihubungkan ke fatik limit melalui tingkat yg naik dan 2 konstanta material. Pelaksanaan Bab 4 Sifat Material 74

26 1. Specimen diletakkan pada mesin penguji dgn teg. awal dibawah fatik limit yg diperkirakan, biasanya pada batas 0%-70% fatik limit. 2. Ketika tes dimulai, teg. dinaikan dgn menaikan jml putaran shg peningkatan teg. akan linier dengan jumlah putaran. Grup I terdiri dari 15 atau 20 specimen diuji pada tingkat kenaikan teg. yang sama ( Prot rate ). Grup II diuji dgn Prot rate yg berbeda. Begitu pula grup III. Hasil dapat dilihat pada gambar di bawah. Gambar 4.29 Hasil prot test tegangan terhadap putaran Fatik Limit dpt dihitung dari rumus : S = E + K Dimana : S = prot failure strees, K dan c = Konstanta material, nilai n untuk feros : 0,45 0,5 non fros : 0,15 Metode Prot ini adalah utk memplot S Vs spt pada gambar. Bab 4 Sifat Material 75

27 Gambar 4.30 Hasil prot test untuk menentukan fatik limit 7. Stair Case or Up-And-Down Method Sebuah grup sedikitnya 15 specimen dipilih utk mengevaluasi kekuatan fatik. Specimen I diuji pada teg. sedikit diatas kekuatan fatik yg diperkirakan sampai mengalami kegagalan atau Run-out pada kondisi yg diinginkan. Jika specimen gagal sebelum mencapai kondisi yg diinginkan, teg. diturunkan dan specimen ke-2 diuji pada teg. yg lebih rendah tsb. Jika specimen I mengalami Runout, teg. dinaikan dan specimen II diuji pada teg. yg lebih tinggi ini. Pengujian diteruskan untuk semua specimen dengan cara yang sama, dgn keberhasilan specimen adalah yg tegangannya naik atau turun 1 tingkat dibandingan specimen sebelumnya Data yang diperoleh diplot, dan akan tampak seperti pada gambar. Bab 4 Sifat Material 76

28 Gambar 4.31 Up and dodn pengujian fatik digunakan untuk menentukan rata-rata tengangan fatik pada 5 x 10 6 putara pada baja paduan Extreme Value Method / Least-of-n method Tehniknya adalah memilih 1 grup yang terdiri dari n specimen untuk diuji pada saat yang bersamaan pada n buah mesin penguji. Fatik yang identik, semuanya pada tingkat tegangan yang sama. Ketika specimen Z gagal; tegangan dan jumlah putaran dicatat; kemudian semua mesin yang lainnya dihentikan dan specimen dikeluarkan. Kemudian, grup ke-2 dari n specimen diuji pada tingkat teg. yang baru, sekali lagi catatlah data untuk kegagalan Z dan keluarkan specimen yang lain. Prosedur ini diulang utk beberapa tingkat tegangan yang berbeda pada ataupun diatas fatik limit. Akhirnya data I dari data kegagalan ke- n diplot pada koordinat S-N dan sebuah kurva digambarkan melalui data tsb spt pada gambar Bab 4 Sifat Material 77

29 Gambar 4.31 Harga probabilitas ekstrem S-N sebagai dasar pengujian lebih lanjut Prosedur Pembuatan Kurva S-N Melakukan percobaan pada spesimen pada tegangan tinggi dimana kegagalan diharapkan terjadi pada jumlah putaran yang relatif kecil misalnya sekitar 2/3 kekuatan tarik statik dari material. Tegangan akan terus diturunkan sampai satu atau dua spesimen tidak mengalami kegagalan pada jumlah putaran tertentu. Biasanya berada pada min 107 putaran. Tegangan tertinggi dimana suatu logam dapat bertahan (tidak mengalami kegagalan) ditentukan sebagai fatik limit dari logam. Untuk material yang tidak punya fatik limit misalnya non feros percobaan dilakukan pada tegangan rendah (berdasarkan pertimbangan praktis),dimana fatik limitnya sekitar 108 atau 5 x 108 putaran. Endurance Limit / fatigue limit Titik dimana kekuatan fatiknya tidak akan turun lagi, walaupun jumlah siklus beban diperbanyak. Hanya terdapat pada besi dan baja yang mengandung atom karbon (C) Sebab Atom C dalam besi dan baja dapat bergerak bebas. Dan akan mengisi retakanretakan yang timbul pada Tahap Inisiasi. Bab 4 Sifat Material 78

30 Pada umumnya : Jika jumlah siklus pembebanan diperbanyak Jumlah dislokasi atau pergeseran (slip) makin banyak pula Kekuatan Fatik makin turun. Keamanan dari mesin Stretham Mesin pompa uap stretham (pada gmb) dibuat th. 1831, dgn power (kekuatan) maks 105 HP pada 15 rpm (dpt memindahkan 30 ton air per revolusi atau 450 ton per menit. Mesin ini masih dpt dijalankan utk kegiatan pameran. Misalkan, diketemukan keretakan sedalam 2 cm pada conenecting rod (dari besi cor), panjang 21 kaki penampang 0,04 m². Akankah retakan bertambah akibat pembebanan siklik pada connecting rod? Dan berapakah kira-kira umur pakai dari struktur tsb? Aplikasi Hasil Pengujian Gambar 4.32 Aplikasi Hasil Pengujian Jawab : Mekanika : Tegangan pada crankshaft dihitung dari kekuatan dan kecepatan spt berikut Bab 4 Sifat Material 79

31 Gambar 4.33 Gambar skematik mesin Dari gambar di atas : Daya = 105 HP = 7,8. 10 J/s kecepatan = 15 rpm = 0,25 rev/s ; stroke = 8 feet = 2,44 m Power gaya x 2 x stroke x kecepatan gaya Power / (2 x Stroke x speed) 7,8. 10 / (2 x 2,44 x 0,25) Nominal stress pada connecting rod = F/A = 6,4. 10 / 0,04 = 1,6 MN/m². Kegagalan karena Fast fracture Utk besi cor, Kc = 18 MN/ m³ Pertama, apakah rod tersebut akan gagal karena fast fracture? Intensitas tegangannya adalah : K= σ π.a = 1,6 π.0,02 MN/ m³ = 0,4 MN/ m³ Nilai ini sangat kecil dibandingkan Kc, karena itu tdk ada resiko fast fracture, bahkan pada beban maksimal. Kegagalan karena Fatik Pertumbuhan retak Fatik dirumuskan: da / dn = A( K). (1) Utk besi cor: A = 4,3 10 (MN/ m³) = 4 Dari rumus sebelumnya : K = σ π.a dimana σ = range dari teg. (pada gambar). Walaupun σ konstan (pada power dan kec. konstan) K meningkat selagi kec. Bertambah Substitusi kepersamaan (1): da / dn = A σ ² a² dn = {1 / (A σ ²)}. da / a² Integrasi memberikan jml putaran agar keretakan bertambah dari a1 ke a, maka : N = [1 / {(4.3/10 ). (3,2). ²} ]. [ (1/0,02) (1/0,03) ] = 3,7. 10². 10³ putaran. Bab 4 Sifat Material 80

32 Ini berarti: cukup bagi mesin utkbekerja selama 8 jam utk pameran tiap akhir pekan dalm setahun. Keretakan sedalam 3cm masih terlalu jauh dari keadaan kritis, dgn demikian mesin tetap akan aman setelah 3,7. 10². 10³ putaran. Pengujian Feros dan Non Feros Jumlah putaran (yang dapat ditahan logam sebelum patah) yang meningkat seiring dengan tegangan yang menurun. Gambar 4.34 Kurva S N ( A. Logam besi B. Logan bukan besi ) Perbedaan utama berdasarkan gambar tersebut adalah : Pada Feros seperti baja dan besi, kurva S N menjadi horizontal pada batas tegangan tertentu. Di bawah batas tegangan ini, yang biasa disebut fatigue limit atau endurance limit, material logam ini dapat bertahan (tidak akan mengalami gagal fatik) untuk jumlah putaran yang tak terbatas. Sedangkan untuk logam non feros, seperti aluminium, magnesium dan tembaga, mempunyai kurva S N yang menurun seiring dengan bertambahnya jumlah putaran. Material ini tidak memiliki nilai fatik limit yang pasti karena memang kurva S N nya yang tidak pernah horizontal. Nilai Fatik Limit : Peningkatan dan metodenya Shot peening Mengubah struktur austenit menjadi martensit Bab 4 Sifat Material 81

33 Menghasilkan pengerasan dan tegangan tekan Hingga dapat meningkatkan ketahanan aus dan kekuatan fatik. Surface rolling Gambar 4.35 Pengaruh surface rolling terhadap kekuatan fatik dari v-notched ferriticand pearlitic ductiliron. Klasifikasi Mesin Uji Fatik 1. Axial (Direct-Stress) Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang uniform kepenampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama. 2. Bending Fatique Machines Cantilever Beam Machines Dimana specimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan fatik yang seragam dengan ukuran bagian yang sama. Rotating Beam Machines Bab 4 Sifat Material 82

34 Gambar 4.36 RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai rpm Gambar 4.38 diatas RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai rpm. Dalam seluruh pengujian tipe-lenturan, hanay material yang didekat permukaan yang mendapat teganagn maks ; karena itu, pada specimen yang berdiameter kecil volume material yang diuji. 3. Torsional Fatik Testing Machines Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maks. yang dibutuhkan itu kecil. Gambar dibawah ini adalah Mesin Uji Fatik akibat Torsi yang dirancang khusus. Gambar 4.37 Torsional Fatik Testing Machines Bab 4 Sifat Material 83

35 4. Special-Purpose Fatique Testing Machines Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Kadang-kadang merupakan modifikasi dari mesin penguji fatik yang suda ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari Rotating Beam Machines. 5. Multiaxial Fatique Testing Machines Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menentukan sipat logam dibawah tegangan biaxial/triaxial. Specimen Untuk Uji Fatik Memiliki 3 daerah : Bagian yang diuji (ditengah) dan 2 bagian pegangan (dike- 2 ujungnya). Ujung pegangan dirancang untuk memindahkan beban dari mesin penguji kebagian tengahnya. Bagian transisi dari pegangan ke bagian tengah dirancang dengan radius yang besar dengan maksud menghilangkan konsentrasi tegangan. Jenis-jenis specimen yang digunakan tergantung pada mesin penguji fatik yang digunakan untuk tujuan dari uji coba fatik tersebut: Kekuatan Tarik Pada percobaan ini menghasilkan angka-angka bahan terpenting kekuatan, kesudian regang dan kekenyalan. Bab 4 Sifat Material 84

36 Dari bahan yang diuji dibuat sebuah batang coba dengan ukuran yang distandarisasikan, dieretkan pada sebuah mesin renggut dan dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahan-lahan sampai ia putus. Selama percobaan diukur terus menerus beban dan regangan batang coba dan kedua besaran ini ditampilkan dalam sebuah gambar unjuk (diagram). Skala tegangan menunjukkan tegangan dalam dan/mm 2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan (perpanjangan)yang bersangkutan dalam prosentasi panjang awalnya. dan/mm 2 40 B Batas pecah B Tekanan dalam dan/mm 2 Z S Batas rentang s E 10 P B E p s Regangan Pecah = 20% % Regangan dalam % Gambar 4.38 Grafik tegangan-regangan pada pengujian tarik Bab 4 Sifat Material 85

37 Gambar 4.45 Alat Uji Tarik Pertama-tama lengkumgan memperlihatkan garis lurus miring, ini berarti bahwa tegangan dan regangan naik sebanding (proposional). Pada batas proporsionalitas (batas kesebandingan),yaitu pada ujung atas garis lurus, maka berdaulat tegangan p. jika beban terus ditingkatkan, maka akan dicapai batas elastisitas (batas kekenyalan)dengan teganagan E. Jika pada saat ini batang diulepaskan dari tegangan maka akan memegas kembali secara kenyal ke kedudukan awalnya(kedudukan semula Lo) tanpa meninggalkan bentuk yang berarti. Regangan yang menetap disini hanya boleh sampai setinggi-tingginya 0,01%. Jika beban dinaikkan melampaui batas kekenyalan, maka regangan membesar relatiflebihpesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas,semakin ulet bahan itu. Tegangan s dalam tahap percobaan ini dinamakan batas rentang atau batas leleh. Ia merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disisni bahan untuk pertama kalinya mengalami pelonggaran menetap pada stukturnya yang dapat dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh pada permukaan batang. Di dalam kasus yang tidak jelas, maka batas rentang s ditetapkan sebagai tegangan yang menimbulkan regangan sebesar 0,2%. Pada pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik puncaknya seraya melajunya regangan batang. Bahan telah mencapai pembebanan tertinggi yang mungkin, dan batang kini menyusut pada kedudukannya yang nantinya merupakan tempat perpecahan. Ia dapat lagi menahan beban tertinggi Bab 4 Sifat Material 86

38 dan terus meregang walaupun beban menukik, sampai ia putus pada batas perenggutan (titik z). Tegangan tertinggi B dalam dan/mm 2 atau dan/cm 2 yang berpatokan pada penampang batang semula, menghasilkan kekuatan tarik bahan. Regangan memanjang batang sampai saat perenggutan (titik z) disebut regangan pecah dan diungkapkan dalam persentase (%) dari panjang semula Lo. Suatu bahan ulet menghasilkan regangan perpecahan yang besar. Kekuatan tarik maksimum (ultimite tensile strength) adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang benda uji. Pmaks S u = Lo Pada pengujian tarik, pengukuran dilaksanakan berdasarkan tegangan yang diperlukan untuk menarik benda uji dengan penambahan tegangan konstan. Bila suatu logam dibebani dengan beban tarik, maka akan mengalami deformasi. Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan kepadanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis atau plastis. A. Regangan Regangan adalah perpanjangan dibagi dengan panjang benda semula. ε = L L = L L 0 0 L0 Dimana : ε = Regangan L = Panjang akhir L = Perpanjangan L 0 = Panjang awal Dari hukum Hooke diperoleh : L = P. L 0 Σ. A 0 Dimana: L = Perpanjangan P = Gaya L 0 = Panjang awal Σ = Modulus Elastisitas Dan jika dikaitkan dengan tegangan menjadi : Bab 4 Sifat Material 87

39 L L 0 τ = E ini berarti : ε = τ E B. Batas Elastisitas Batas ini sulit ditentukan dalam percobaan. Batas keseimbangan keadaan juga digunakan untuk batas elastisitas karena jaraknya sangat dekat sekali (untuk bahan tertentu). Biasanya dalam tegangan-regangan di bawah elastisitas terdapat batas proposional. Ada juga yang mengasumsikan batas proposional sama dengan batas elastisitas. Batas elastisitas adalah batas dimana batas tegangan, bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula setelah tegangan dihilangkan, akan tetapi benda akan mengalami deformasi tetap yang disebut permanent. C. Modulus Young Dalam menentukan hubungan tegangan dan regangan, penampang batas harus diketahui. Dengan demikian tegangan yang bekerja dapat ditentukan. D. Yield Point (Batas Linier) Jika benda yang bekerja pada batang uji diteruskan sampai di luar batas elastisitas akan terjadi secara tiba-tiba, perpanjangan permanen dari suatu bahan uji ini disebut Yield Point. Di mana tegangan meningkat sekalipun tidak ada peningkatan tegangan, tentu saja beban sebenarnya ketika terjadi mulur. Tetapi gejala mulur memang terjadi pada baja. E. Yield Strength Untuk beberapa logam non-ferro dan baja, yield point sukar diteliti. Oleh karena itu, kekuatan mulurnya biasanya ditetapkan dengan metode pergeseran. Metode ini berupa penarikan garis sejajar ke garis singgung awal kurva teganganregangan. Garis ini dimulai dari pergeseran sembarang besarnya 0,2 %. F. Pengecilan Penampang Pengecilan penampang terjadi di antara kekuatan maksimal dan kekuatan patah. Untuk baja, struktur kekuatan patah lebih besar dari kekuatan maksimal. Karena patah bahan meregang dengansangat cepat dan secara simultan bertambah kecil sehingga beban patah sebenarnya terdistribusikan sepanjang luas terkecil. Bab 4 Sifat Material 88

40 Kontraksi = Penampang awal penampang patah Penampang awal x100% G. Keuletan Adalah besarnya tegangan plastis sampai perpatahan dan dapat dinyatakan dalam prosentase perpanjangan dan tidak berdimensi. L L 1 L 0 0 L = L 0 Apabila bahan uji dibebani, maka akan mengalami deformasi. Selama deformasi, beban akan menyerap energi akibat gaya yang bekerja sepanjang jarak deformasi. H. Regangan Patah Adalah sifat bahan yang akan diukur pada batang yang ditarik hingga patah, dinyatakan dengan : A = L L 1 L 0 0 x100% Dimana: L 0 = Panjang benda mula-mula L 1 = Panjang benda setelah putus Uji tarik dimaksudkan untuk mengetahui : - kekuatan maksimum logam : σ mak ( kg/mm 2 atau N/mm 2 ) terhadap beban yang bekerja pada logam tersebut. - Regangan (%) yang dicapai dari logam sewaktu mendapat beban dari luar. - Ketangguhan logam, dinilai dari σ dan ε Suatu pengujian logam/material yang ditarik sampai putus dengan maksud untuk mengetahui kekuatan logam/bahan terhadap beban tarik Batang uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar, dengan ujung-ujung tebal untuk pemasangan pada mesin tarik. Ditengah tegah batangnya (bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya, dimana panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang l o dari daerah ukur ini memepunyai perbandingan tertentu dengan diameter d o dari batang itu. Yang banyak dipakai ialah perbandingan l d o o = 10 atau 5; maka kita berbicara tentang batang uji tarik dp10 dan dp5 (jadi ini selalu batang-batang uji tarik Bab 4 Sifat Material 89

41 bundar), lihat gambar 4.4. ini adalah perbandingan tetap yang paling banyak dipakai, tetapi ada juga yang lain-lainnya. Batang yang memenuhi syarat perbandingan tetap, kita sebut batang-batang uji tarik proporsional. Gambar 4.40 Bentuk Batang Uji Tarik Keterangan: Bila batang uji tarik itu tidak bundar, harus juga dibuat suatu angka regangan yang dapat dibandingkan. Diemikian bila pebandingan panjang dengan penampang dibuat konstan (tetap). Untuk batang bujur sangkar dan/ atau persegi panjang maka untuk batang dp10:l o = 11,3 A o Dan untuk batang dp 5:l o = 5,65 A o Dimana A o merupakan penampang asal Creep Material teknik adalah semua jenis material yang perlu diproses utuk mengubah bentuk dan potensinya menjadi suatu produk yang dapat digunakan dalam teknik keperluan kehidupan orang dan masyarakat (1). Salah satu jenis produk material teknik digunakan sebagai pipa ketel uap merupakan suatu alat yang dapat menghasilkan tenaga listrik dengan mengubaha energi panas dalam bentuk gas atau uap menjadi energi listrik. Komponen utama yang digunakan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari unit ketel uap, turbin dan generator listrik (rotor dan Bab 4 Sifat Material 90

42 stator). Ketel uap digunakan untk menghasilkan uap yang akan dipakai untuk memutar turbin, dan putaran ini diteruskan ke generator melalui rotor, sehingga menghasilkan tenaga listrik (2). Jadi nampak bahwa ketel uap merupakan salah satu alat yang sangat vital untuk menghasilkan tenaga listrik. Hingga saat ini pembangkit listrik tenaga uap yang ada di Indonesia rata-rata beroperasi di atas 10 tahun lamanya, sehingga membutuhkan evaluasi sisa umur. Pada unit ketel uap terdapat beberapa komponen yang tersusun menjadi satu kesatuan dalam bentuk pipa, mulai steam drum, ruang bakar (furnace/burner), superheater dan economezer. Pipa yang ada pada ketel uap merupakan komponen yang sangat vital, karena piapa tersebut digunakan sebagai wadah untuk mengalirkan uap atau cairan keseluruh sistem yang ada dengan suhu operasi berkisaar antara 250 o C hingga, hal ini sangat tergantung pada jenis material teknik yang digunakan. Pipa ketel uap yang digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap umumnya dirancang sedemikian rupa sehingga umurnya diharapkan mencapai jam operasi atau sekitar 34 tahun (3,4,7).Semua pipa ketel uap dioperasikan pada suhu tinggi dan tentunya harus dalam kondisi yang aman. Untuk menciptakan suatu keamanan dalam pengoperasian pembangkit listrik, harus dilakukan inspeksi seoptimal mungkin dan berdasarkan pedoman atau batasan-batasan pengoperasian yang telah dibuat atau didisain oleh produsen pembangkit tenaga listrik tersebut. Pipa ketel uap ini bila terinspeksi dengan baik, maka kerusakan yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin, dan dengan mudah pipa tersebut dapat diganti sesuai ukuran dan spesifikasi teknisnya. Pipa ketel uap yang beroperasi pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama dan akibat adanya faktor lingkungan korosif serta tekanan atau teganagn statis maupun dinamis, dapat menyebabkan kerusakan. Jenis-jenis kerusakan tersebut adalah kerusakan akibat creep, thermal fatigue, penipisan ketebalan akibat korosi, korosi retak tegang, korosi erosi, korosi kapitasi, oksidasi, decarburisasi, karburisasi, spherodisasi, dan lain-lain (5). Pengkajian Sisa Umur dengan Uji Merusak Pipa pada ketel uap beroperasi pada suhu tinggi dalam kurun waktu yang cukup lama dan sering meledak dan rusak tanpa diketahui dahulu penyebabnya. Ila telah terjasi ledakan atau kerusakan pada salah satu pipa, maka teknik pengkajian sisa umur dengan Bab 4 Sifat Material 91

43 cara merusak dapat dilakuan. Kerusakan akibat suhutinggi dalam kurunwaktu yang cukup lama, tanpa adanya kesalahan pengoperasian, biasanya terjadi akibat pengaruh creep atau mulur (5). Pipa terdeformassi secara kontinu dan perlahan-lahan dalam kurun waktu yang lama, apanila dibebani secara tetap. Laju regangan creep tergantung pada waktu dan suhu serta pembebanan yang konstan. Prosesn kerusakan akibat creepjuga dapat terjadi pada suhu rendah, akan tetapi yang sangat menyolok terjadi pada suhu tinggi atau mendekati suhu cair suatu material. Proses kerusakan creep pada material biasanya terjadi pada suhu tinggi yang berada pada 0.4 sampai 0.5 kali titik cair dalam derajat kerlvin atau biasanya dinyatakan T M dan terjadi akibat adanya peregangan butiran atau struktur pada suhu tinggi dalam waktu yang lama pada kondisi pembebanan konstan. Ketika menyeleksi material untuk penggunaan pada temperatur tinggi, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Diantaranya adalah biaya, seperti komponen manufaktur, density dari material ketika pengurangan berat diperlukan untuk aplikasi aerospace, ketahanan terhadap lingkungan dibawah kondisi normal dan kemampuan untuk menahan distorsi atau kerusakan selama pemakaian. Kekuatan material pada suhu tinggi akan menurun karena mobilitas atom bertambah dengan cepat apabila suhu naik, maka dapat dipahami bahwa proses yang dikontrol oleh difusi mempunyai pengaruh yang sangat berarti pada sifat mekanik suhu tinggi. Suhu tinggi juga mengakibatkan mobilitas dislokasi yang lebih besar, melalui mekanisme panjat (climb). Konsentrasi kekosongan atom dalam keadaan seimbang juga bertambah besar jika suhu naik, selain itu dengan naiknya suhu akan memungkinkan terjadinya deformasi pada batas butir. Suatu karakteristik penting dari kekuatan material pada suhu tinggi adalah keharusan untuk menyatakan kekuatan tersebut terhadap skala waktu tertentu. Untuk keperluan praktis, dianggap bahwa sifat-sifat tarik sebagian besar logam teknik pada suhu kamar tidak tergantung pada waktu. Akan tetapi pada suhu tinggi, kekuatan bahan sangat tergantung pada laju perubahan regangan dan waktu keberadaan pada suhu tinggi tersebut. Sejumlah logam pada keadaan demikian mempunyai perilaku seperti bahan-bahan viskoelastis. Logam yang diberi beban tarik tetap pada suhu tinggi akan mulur (creep) dan mengalami pertambahan yang tergantung pada waktu. Untuk membuktikan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka benda tarik dikenakan beban tetap sedangkan suhu benda uji, regangan (perpanjangan) yang Bab 4 Sifat Material 92

44 terjadi ditentukan sebagai fungsi waktu. Walaupun prinsip pengukuran ketahanan mulur sangat sederhana, tetapi pada kenyataanya pengukuran tersebut memerlukan peralatan laboratorim yang banyak. Kurva pada gambar 1.2 merupakan bentuk kurva mulur ideal. Kemiringan pada kurva (dε/dt) tersebut dinyatakan sebagai laju mulur. Mula-mula benda uji mengalami perpanjangan yang sangat cepat (ε 0 ), kemudian laju mulur akan turun terhadap waktu hingga mencapai keadaan makin seimbang, dimana laju mulurnya mengalami perubaan yang kecil terhadap waktu. Pada tahap akhir, laju mulur bertambah besar secara cepat hingga terjadi patah. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar bahwa pembahasan kurva mulur ditinjau berdasarkan ketiga tahapan tersebut, yang sangat tergantung pada suhu dan tegangan yang digunakan. Terlihat pada gambar kurva, creep dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama disebut sebagai primary creep, yaitu tahap dimana benda uji mengalami peningkatan regangan plastis dengan menurunnya laju regangan terhadap waktu. Hal ini terjadi karena adanya pembebanan awal. Laju creep akan berkurang pada akhir tahap ini karena terjadi penyusunan ulang cacat kristal dan merupakan awal dari tahap kedua. Tahap kedua creep atau secondary creep pada dasarnya adalah kondisi kesetimbangan antara mekanisme work hardening dan recovery. Benda uji tetap berada dibawah pembebanan dan tetap bertambah panjang, namun tidak secepat tahap pertama. Tahap ini bergantung pada temperatur dan tingkat pembebanan pada benda uji. Semakin besar beban dan semakin tinggi temperatur, pertambahan panjang dari benda uji akan semakin besar. Tahap akhir dari creep atau tertiary creep adalah pertambahan panjang benda uji secara cepat menuju perpatahan. Tahap ini merupakan hasil dari perubahan metalurgis dalam logam seperti pengkasaran partikel endapan, rekristalisasi atau perubahan difusi yang memungkinkan peningkatan deformasi secara cepat. Dalam tertiary creep terjadi pengurangsn luas penampang akibat adanya necking yang mengakibatkan bertambahnya tegangan dalam beban yang konstan, sehingga menambah peningkatan deformasi. Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan regangan mencapai ε 1 (strain pada saat putus). Karena creep rate akan meningkat dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka umur hidup atau masa kerja Bab 4 Sifat Material 93

45 sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau temperatur dinaikan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4.41 Kurva creep, perubahan regangan terhadap waktu Metode Evaluasi Sisa Umur Obyek penelitian adalah salah satu pipa secondary superheate yang terdapat pada unit pembangkit listrik tenaga uap yang telah beroperasi lama, berumur kurang leih 15 tahun. Berdasarkan data yang ada pada unit pembangkit listrik tenaga uap tersebut desain operasinya adalah sebagai berikut ; bahan pipa SA 213 T22, suhu disain 595 o C, tekanan 5 kg/cm 2, diameter luar pipa 57,15 mm, tebal pipa 8,052 mm, jumlah start/stop ketel uap 22 dan pipa dialiri oleh uap kering. Metode penelitian yang dilakuakan untuk mengevaluasi sisa umur adalah dengan teknik uji merusak, hal ini dengan memotong pipa sepanjang 100 cm sebagai sample uji dan berjarak minimal 100 cmdari lokasi tempar terjadinya kebocoran, kemudian dibuat benda uji yang sesuai dengan standart mesin uji creep (gambar 2) dengan jumlah minimal 10 pcs dan pengambilan data yang dibutuhkan adalah suhu, dan beban pengujian. Sebelum pembebanan dilakukan, benda uji harus dipanaskan hingga mencapai suhu konstan selama 24 jam (sesuai standart ASTM E139-70), kurva yang dihasilkan dari pengujian ini adalah kura regangan (ε ) vs waktu pengujian(t). Bab 4 Sifat Material 94

46 Gambar 4.42 Alat Uji Creep Dari hasil pengujian creep, selanjutnya digunakan untuk menghitung sisa umur pipa yang masih terpasang pada pada ketel uap, karena sebenarnya pipa yang diuji pada awalnya bersamaan dipasang dengan pipa yang belum dipotong atau meledak, hanya saja karena faktor pemanasan yang tidak merata atau proses pengoperasian ketel uap yang kurang sempurnadan seringnya terjadi start-stop mengakibatkan salah satu atau beberapa dari pipa meledak/bocor sebelum mencapai umur disain dari pipa tersebut. Untuk memprediksi sisa umur pipa, salah satu cara yang terbaik atau yang sering digunakan adalah dengan menggunakan persamaan Larson-Miller Parametr (LMP). Dari persamaan ini dapat dengan mudah menghitung sisa umur pakai pipa, melalui kurva mster LMP vs log σ (tegangan). Khusus untuk baja feritik, bentuk persamaannya adalah: o LMP = ( T C + 273)(20 + logtτ )10 Persamaan Larson-Miller parameter dikembangkan berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari persamaan laju tipe Arthenius (4,5), yang menyatkan bahwa creep merupakan proses aktivasi tunggal yang terjadi pada suhu antara T M, yaitu : 3 ε S = Ae Q RT Bab 4 Sifat Material 95

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan)

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 #5 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 Perpatahan Rapuh Keramik Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan untuk 4 metode

Lebih terperinci

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan)

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan) Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK DELIANA RAMDANIAWATI KELOMPOK: 7

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK DELIANA RAMDANIAWATI KELOMPOK: 7 LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK DELIANA RAMDANIAWATI 1206217364 KELOMPOK: 7 LABORATORIUM METALURGI FISIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta Perbedaannya pada spesimen diletakan. Pada uji impak yang diukur adalah energi impak dan disebut juga ketangguhan takik ( notch toughness ). Bahan yang diuji diberi takik, kemudian dipukul sampai patah

Lebih terperinci

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH Fatique Testing (Pengujian Lelah) Fatique Testing (Pengujian Lelah) Definisi : Pengujian kelelahan adalah suatu proses pengujian dimana material tersebut menerima pembebanan

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis, SIFAT MEKANIK BAHAN Sifat (properties) dari bahan merupakan karakteristik untuk mengidentifikasi dan membedakan bahan-bahan. Semua sifat dapat diamati dan diukur. Setiap sifat bahan padat, khususnya logam,berkaitan

Lebih terperinci

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN - 2012 Is This Stress? 1 Bukan, Ini adalah stress Beberapa hal yang menyebabkan stress Gaya luar Gravitasi Gaya sentrifugal Pemanasan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM) MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM) FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perancangan konstruksi mesin harus diupayakan menggunakan bahan seminimal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN BAB PENGUJIAN KEKERASAN Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil melakukan pengujian kekerasan. Sub Kompetensi : Menguasai prosedur pengujian kekerasan Brinell, Vickers dan Rockwell B DASAR TEORI Pengujian

Lebih terperinci

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL 2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN

MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN DISUSUN OLEH : FEBRI IRAWAN 05091002006 KELOMPOK 5 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

KEKUATAN IMPAK BAJA ST 60 DI BAWAH TEMPERATUR EKSTRIM

KEKUATAN IMPAK BAJA ST 60 DI BAWAH TEMPERATUR EKSTRIM KEKUATAN IMPAK BAJA ST 60 DI BAWAH TEMPERATUR EKSTRIM Zuhaimi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km. 80 PO Box 90 Buketrata, Lhokseumawe 40 Abstrak Kegagalan pada suatu

Lebih terperinci

1. Teori Dasar Pengujian Mekanik pada Material 2. Modul Praktikum Pengujian Mekanik pada Material

1. Teori Dasar Pengujian Mekanik pada Material 2. Modul Praktikum Pengujian Mekanik pada Material BUKU PANDUAN PRAKTIKUM KARAKTERISASI MATERIAL 1 PENGUJIAN MERUSAK (DESTRUCTIVE TESTING) Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil.Eng. DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL #2 SIFAT MATERIAL Material yang digunakan dalam industri sangat banyak. Masing-masing material memiki ciri-ciri yang berbeda, yang sering disebut dengan sifat material. Pemilihan dan penggunaan material

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UJI IMPAK METODE CHARPY KAPASITAS 100 JOULE. Yopi Handoyo 1)

PERANCANGAN ALAT UJI IMPAK METODE CHARPY KAPASITAS 100 JOULE. Yopi Handoyo 1) PERANCANGAN ALAT UJI IMPAK METODE CHARPY KAPASITAS 00 JOULE Yopi Handoyo ) ) Program Studi Teknik Mesin, Universitas Islam 45 Bekasi Email : handoyoyopi@yahoo.com Abstrak Perancangan dan pengujian impak

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS 1.1.PENDAHULUAN Tujuan Pengujian Mekanis Untuk mengevaluasi sifat mekanis dasar untuk dipakai dalam disain Untuk memprediksi kerja material dibawah kondisi pembebanan Untuk memperoleh

Lebih terperinci

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

Karakterisasi Mekanik. Abstrak

Karakterisasi Mekanik. Abstrak Karakterisasi Mekanik Rifani Magrissa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang, Padang Abstrak Characterization is something that is important in determining

Lebih terperinci

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis VII EASTISITAS Kompetensi yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa setelah mempelajari bab elastisitas adalah kemampuan memahami, menganalisis dan mengaplikasikan konsep-konsep elastisitas pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN 143 BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN Bahan-bahan terdapat disekitar kita dan telah menjadi bagian dari kebudayaan dan pola berfikir manusia. Bahan telah menyatu dengan peradaban manusia, sehingga manusia mengenal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Baja AISI 1045 Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Peneletian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Menguji komposisi kimia pelat baja karbon rendah A 516 g 70 Pemberian simbol dan pembuatan batang uji standar baja karbon rendah A 516 g 70 Dicatat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486 TUGAS AKHIR TM091486 STUDI EKSPERIMENTAL UMUR LELAH BAJA AISI 1045 AKIBAT PERLAKUAN PANAS HASIL FULL ANNEALING DAN NORMALIZING DENGAN BEBAN LENTUR PUTAR PADA HIGH CYCLE FATIGUE Oleh: Adrian Maulana 2104.100.106

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL KEKUATAN MATERIAL Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami sifat-sifat material Mahasiswa memahami proses uji tarik Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar III. KEGIATAN BELAJAR 3 SIFAT-SIFAT BAHAN TEKNIK A. Sub Kompetensi Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa

Lebih terperinci

TINGKAT KETELITIAN PADA REDESIGN ALAT UJI IMPAK TERHADAP SKALA LABORATORIUM METALURGI FISIK Agus Suyatno 1), Suriansyah S 2) ABSTRAK

TINGKAT KETELITIAN PADA REDESIGN ALAT UJI IMPAK TERHADAP SKALA LABORATORIUM METALURGI FISIK Agus Suyatno 1), Suriansyah S 2) ABSTRAK TINGKAT KETELITIAN PADA REDESIGN ALAT UJI IMPAK TERHADAP SKALA LABORATORIUM METALURGI FISIK Agus Suyatno 1), Suriansyah S 2) ABSTRAK Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan dua metode standar yaitu

Lebih terperinci

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL Kekerasan Sifat kekerasan sulit untuk didefinisikan kecuali dalam hubungan dengan uji tertentu yang digunakan untuk menentukan harganya. Harap diperhatikan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi semakin banyak dilakukan penelitian untuk menemukan teknologi baru yang layak digunakan oleh manusia sehingga mempermudah pekerjaan

Lebih terperinci

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Budi Setyahandana 1, Anastasius Rudy Setyawan 2 1,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut: 1. Tempat pengambilan data : Laboratorium Bahan Teknik Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 3 IWAN PONGO,ST,MT SIFAT MEKANIS LOGAM DAN PADUAN MECHANICAL TESTING. Pengujian untuk menentukan sifat mekanis, yaitu sifat terhadap beban atau gaya mekanis seperti tarik, tekan, tekuk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

BAB 2. PENGUJIAN TARIK BAB 2. PENGUJIAN TARIK Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses pengujian tarik pada material logam. Sub Kompetensi : Menguasai dan mengetahui proses pengujian tarik pada baja karbon rendah

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

Uji impak. Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu. Deformasi plastis Efek Hysteresis Efek Inersia

Uji impak. Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu. Deformasi plastis Efek Hysteresis Efek Inersia Uji impak *Uji Impak ini adalah praktikum Labtek-1 saya yang ke3 setelah uji puntir, dan bending fatigue. Cuma pengen ada dokumentasi tentang uji ini, biar ntar klo udah jadi asisten bisa nostalgia.. halah..

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Jenis Perpatahan Mekanisme Perpatahan Perambatan Retakan Perpatahan Intergranular Mekanika Perpatahan Pemusatan Tekanan Ductile vs Brittle

Lebih terperinci

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11.1. Parameter - Parameter Sifat Mampu Bentuk Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Lebih terperinci

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER) RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER) 1. Nama Mata Kuliah : Bahan Teknik I 2. Kode/SKS : DTM 1105, 2 SKS, 32 jam 3. Prasyarat : - 4. Status Matakuliah : Pilihan / Wajib (coret yang

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata

I. PENDAHULUAN. untuk diperkirakan kapan terjadinya, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak masalah yang timbul dalam pengerjaan mekanis di lapangan yang dialami oleh ahli-ahli teknis dalam bidangnya seperti masalah fatik yang sulit untuk diperkirakan kapan

Lebih terperinci

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan I.1 Tegangan dan Regangan Normal 1. Tegangan Normal Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING TUGAS AKHIR PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING Oleh : Viego Kisnejaya Suizta 2104 100 043 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III SIFAT MEKANIK MATERIAL TEKNIK

BAB III SIFAT MEKANIK MATERIAL TEKNIK BAB III SIFAT MEKANIK MATERIAL TEKNIK Material dalam penggunaannya selalu dikenai gaya atau beban. Oleh karena itu perlu diketahui karakter material agar deformasi yang terjadi tidak berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

TEGANGAN DAN REGANGAN

TEGANGAN DAN REGANGAN Kokoh Tegangan mechanics of materials Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TEGANGAN DAN REGANGAN 1 Tegangan Normal (Normal Stress) tegangan yang bekerja dalam arah tegak lurus permukaan

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO EFEK WAKTU PERLAKUAN PANAS TEMPER TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK BAJA KOMERSIAL Bakri* dan Sri Chandrabakty * Abstract The purpose of this paper is to analyze

Lebih terperinci

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL Novi Tri Nugraheni 1,Kiranti Nala Kusuma 1, Ratna Yulia Sari 2, Agung Sugiharto 3, Hanif Roikhatul Janah 4, Khoirotun Nisa 6, Ahmad Zusmi Humam 7. Abstrak

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS)

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) 1 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) TIN107 Material Teknik Jenis Perpatahan (Fracture) 2 Perpatahan sederhana adalah pemisahan material menjadi dua atau lebih sebagai reaksi terhadap tegangan statis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fatik Fatik atau kelelahan merupakan fenomena terjadinya kerusakan material karena pembebanan yang berulang-ulang, diketahui bahwa apabila pada suatu logam dikenai tegangan berulang

Lebih terperinci

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL- 2024 T3 Susilo Adi Widyanto Abstract Streching process of sheet materials is one of any process to increasing of material strength.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal BAB 1 PENDAHULUAN Perencanaan Merencana, berarti merumuskan suatu rancangan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pada mulanya, suatu kebutuhan tertentu mungkin dengan mudah dapat diutarakan secara jelas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

Hardness testing. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan : Material Teknik 2 nd session Page 1

Hardness testing. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan : Material Teknik 2 nd session Page 1 Hardness testing Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya

Lebih terperinci

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS

PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS Judul : PERENCANAAN ELEMEN MESIN RESUME JURNAL BERKAITAN DENGAN POROS ANALISA KEKUATAN PUNTIR DAN KEKUATAN LENTUR PUTAR POROS BAJA ST 60 SEBAGAI APLIKASI PERANCANGAN BAHAN POROS BALING-BALING KAPAL Pengarang

Lebih terperinci

MAKALAH MATERIAL TEKNIK

MAKALAH MATERIAL TEKNIK MAKALAH MATERIAL TEKNIK UJI TARIK DAN KEKERASAN Oleh: Kelompok II David Yafisham (1107114368) Diki Ramadan (1107114179) Febrizal (1107114332) Jhona Heri (1107120827) Suhendra (1107114150) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. Identitas Diri 2. II. Daftar Isi 3. i. Tujuan Percobaan 5. ii. Dasar Teori 5. Alat dan Bahan 9. Flowchart Proses Pengujian 11

DAFTAR ISI. I. Identitas Diri 2. II. Daftar Isi 3. i. Tujuan Percobaan 5. ii. Dasar Teori 5. Alat dan Bahan 9. Flowchart Proses Pengujian 11 DAFTAR ISI I. Identitas Diri 2 II. Daftar Isi 3 III. Lapran Awal Pengujian Impak i. Tujuan Percbaan 5 ii. Dasar Teri 5 iii. Metdlgi Percbaan Alat dan Bahan 9 Flwchart Prses Pengujian 11 IV. Data Percbaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1)

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1) ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS R. Bagus Suryasa Majanasastra 1) 1) Dosen Program Studi Teknik Mesin - Universitas Islam

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan) b. Tugas : Jelaskan cara membuat diagram teganganregangan

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan) b. Tugas : Jelaskan cara membuat diagram teganganregangan Media Ajar Pertemuan ke Tujuan Ajar/Keluaran/Indikator Topik (pokok, sub pokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Gambar Audio/Video Soal-Tugas Web Metode Evaluasi dan Penilaian Metode Ajar (STAR)

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN FAKTOR KEAMANAN

Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN FAKTOR KEAMANAN Diktat-elmes-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 2 BEBAN, TEGANGAN DAN AKTOR KEAMANAN Beban merupakan muatan yang diterima oleh suatu struktur/konstruksi/komponen yang harus diperhitungkan sedemikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Analisa Kekuatan Tarik, Kekuatan Lentur

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460 PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460 Gunawan Dwi Haryadi 1) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kekerasan logam yaitu baja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya, poros menerima beban yang terkombinasi berupa beban puntir dan beban lentur yang berulangulang (fatik). Kegagalan

Lebih terperinci

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 4.1. Deformasi 4.1.1 Pengertian Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi

Lebih terperinci

BAB 3 SIFAT DAN PENGUJIAN BAHAN TEKNIK

BAB 3 SIFAT DAN PENGUJIAN BAHAN TEKNIK BAB 3 SIFAT DAN PENGUJIAN BAHAN TEKNIK 3.1. Pendahuluan Terdapat banyak sekali bahan/material yang sehari-hari digunakan didalam kehidupan manusia. Bahan tersebut memiliki sifat-sifat tertentu. Sebelum

Lebih terperinci

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik ogam Oleh zhari Sastranegara Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. da empat jenis uji coba

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia () 3. Hutomo

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR YANG DITINGGIKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH TEMPERATUR YANG DITINGGIKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA KARBON RENDAH No. Vol. Thn. XV April ISSN: - PENGARUH TEMPERATUR YANG DITINGGIKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA KARBON RENDAH Asfarizal Staf pengajar jurusan teknik mesin fakultas teknik Institut Teknologi Padang Baja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentasi karbon

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun

Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 21 PENGARUH KULIT TELUR SEBAGAI ENERGIZER PADA PROSES CARBURIZING TERHADAP NILAI KEKERASAN PERMUKAAN MEDIUM CARBON STEEL Saiful Arif 1 1,2 Dosen Program

Lebih terperinci

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR H. Purwanto helmy_uwh@yahoo.co.id Laboratorium Proses Produksi Laboratorium Materiat Teknik Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

BAB II LANDASAN TEORI. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengujian Impak Sejarah pengujian impak terjadi pada masa Perang Dunia ke 2, karena ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal perang dan tanker.

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 1, APRIL 2014 81 PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH Oleh: Prihanto Trihutomo Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baja sangat memiliki peranan yang penting dalam dunia industri dimana banyak rancangan komponen mesin pabrik menggunakan material tersebut. Sifat mekanik yang dimiliki

Lebih terperinci