HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISIS SIFAT FISIKO KIMIA (PROKSIMAT) BIJI JARAK PAGAR DAN PROSES PENGEPRESAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISIS SIFAT FISIKO KIMIA (PROKSIMAT) BIJI JARAK PAGAR DAN PROSES PENGEPRESAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISIS SIFAT FISIKO KIMIA (PROKSIMAT) BIJI JARAK PAGAR DAN PROSES PENGEPRESAN Jarak pagar (Jatropha curcas L) yang akan dipress untuk diperoleh minyaknya dianalisis terlebih dahulu atau yang sering disebut dengan uji proksimat untuk dapat diketahui kualitas dari biji jarak pagar tersebut. Hasil analisis biji jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar Analisis Proksimat Satuan Nilai ± SD Kadar Air (%) % 9,65 ± 0,12 Kadar Abu (%) % 3,27 ± 0,08 Kadar Minyak (%) % 40,55 ± 0,96 Hasil analisis kadar minyak pada biji jarak pagar adalah sebesar 40,55%. Kadar minyak yang tinggi ini menunjukkan bahwa biji jarak pagar ini potensial untuk dikembangkan sebagai sumber minyak nabati dalam produksi surfaktan methyl ester sulfonates (MES). Menurut Hambali et al. (1935), kadar minyak pada biji-bijian berbeda-beda tergantung pada varietas tanaman, keadaan tanah dan iklim. Disamping itu juga cara dan jenis bahan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi mempengaruhi besarnya kadar minyak yang dihasilkan. Dalam hal ini, kematangan buah waktu dipanen juga berpengaruh terhadap kandungan minyak dalam biji. Hasil analisis kadar air biji jarak pagar adalah sebesar 9,65%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian biji jarak yang digunakan masih basah, sehingga diperlukan proses pengeringan atau penjemuran biji jarak tersebut. Menurut Hambali (2007), kadar air yang optimum untuk biji-bijian yang akan dipress minyaknya adalah sebesar 6 sampai 7 persen. Adanya kandungan air di dalam jaringan minyak dalam biji-bijian dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisa yang akan menghasilkan asam lemak bebas. Besarnya kadar air biji jarak antara lain dipengaruhi oleh kematangan buah waktu dipanen, penjemuran dan lama penyimpanan. Kadar abu menunjukkan jumlah kandungan bahan anorganik dalam biji jarak pagar, dimana kadar abu hasil analisis adalah sebesar 3,27%. Besarnya kadar abu tersebut dipengaruhi oleh keadaan tempat tumbuh dan iklim. Alasan digunakannya biji jarak pagar dalam penelitian kali ini menurut Hambali et al. (2006), adalah dikarenakan oleh sifat minyak jarak hasil pengepresan biji jarak pagar tergolong dalam nonedible oil (bukan merupakan minyak makan), karena mengandung senyawa forbol ester dan cursin yang bersifat toksik sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga tidak terjadi kompetisi antara bahan pangan dengan bahan untuk energi atau oleochemical. Setelah dilakukan analisis proksimat, selanjutnya biji jarak pagar tersebut dipress dengan menggunakan alat pengepresan berulir (sistem kontinyu) yang memberikan tekanan yang semakin membesar sampai ke ujung alat dan tekanan inilah yang menyebabkan keluarnya minyak dari biji jarak pagar tersebut. Proses pengepresan biji jarak pagar dideskripsikan pada Gambar

2 Gambar 19. Proses pengepresan biji jarak dengan alat pengepress berulir 4.2. ANALISIS MINYAK JARAK PAGAR Minyak jarak hasil pengepresan biji jarak pagar diperoleh dengan rendemen sekitar 25% dimana selebihnya adalah sludge. Selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut terhadap minyak jarak pagar dari hasil pengepresan biji yang telah dianalisis sebelumnya guna mengetahui sifat fisiko kimia dari minyak jarak pagar yang akan diolah menjadi metil ester, sehingga dapat ditentukan jalur proses produksi minyak jarak pagar menjadi metil ester. Analisis tersebut meliputi analisis kadar air, kadar abu, bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan asam dan FFA (Free Fatty Acid). Berikut Tabel hasil analisis minyak jarak pagar yang dihasilkan: Tabel 7. Hasil Analisis Minyak Jarak pagar. No Parameter mutu Satuan Nilai 1 Kadar air % (b/b) 0,36 2 Kadar Abu % Bilangan iod mg iod/g sampel 71,46 4 Bilangan penyabunan mg KOH/g lemak 196,2 5 FFA % 32,09 6 Bilangan asam mg KOH/g lemak 63,86 Dari hasil pengujian minyak jarak di atas, diperoleh nilai kadar air yang cukup tinggi sebesar 0,36%. Sedangkan pada nilai FFA dan nilai bilangan asam yang tinggi, masing-masing sebesar 32,09 dan 63,86%. Hal ini dikarenakan oleh minyak jarak yang digunakan mengalami proses penyimpanan maupun proses pengendapan setelah pengepresan dimana kandungan air dan enzim lipase dalam biji jarak pagar akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis minyak jarak pagar. Karena nilai FFA lebih dari 2%, maka dalam pembuatan metil ester dari minyak jarak ini akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi ditujukan untuk mencegah terbentuknya sabun pada saat proses transesterifikasi yang nantinya akan mengganggu proses transesterifikasi sehingga mengurangi rendemen metil ester yang dihasilkan. Bilangan penyabunan diperoleh cukup besar, yaitu sebesar 196,2 mg KOH/g lemak. Menurut Jacobs (1951), besarnya bilangan penyabunan ditentukan oleh berat molekul minyak. Minyak yang mempunyai berat molekul yang rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi 25

3 daripada minyak yang berat molekulnya tinggi. Bilangan penyabunan merupakan ciri khas suatu minyak atau lemak. Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodin yang terserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Tinggi atau rendahnya bilangan iod tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap tidak jenuh (Ketaren, 1986). Lebih lanjut, Hambali et al. (2006) menjelaskan bahwa jenis asam lemak dominan pada minyak jarak adalah asam lemak oleat dan linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Berdasarkan analisis, diperoleh bilangan iod sebesar 71,46 mg I 2 /g minyak. Bilangan iod yang diperoleh ini lebih rendah dari bilangan iod berdasarkan literatur yakni 96,5 mg I 2 /g minyak (Hambali et al.,2006). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya reaksi oksidasi selama proses penyimpanan minyak setelah ekstraksi dan mengakibatkan terbentuknya senyawa peroksida yang akan mengurangi jumlah ikatan rangkap dalam minyak sehingga nilai bilangan iod minyak jarak mengalami penurunan PROSES PEMBUATAN DAN ANALISIS METIL ESTER Hasil minyak jarak yang diperoleh kemudian diproses menjadi metil ester dengan proses pembuatan pada Gambar 20. Metil ester hasil proses esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar selanjutnya dianalisis guna mengetahui sifat fisiko kimia metil ester yang akan diolah menjadi metil ester sulfonat melalui proses sulfonasi sehingga dapat ditentukan jalur proses produksi metil ester jarak pagar menjadi metil ester sulfonat. Berikut adalah tabel hasil analisis metil ester hasil pengolahan minyak jarak pagar di laboratorium: Tabel 8. Hasil Analisis Metil Ester Jarak Pagar No. Parameter Satuan Nilai 1 Kadar Air % 0,024 2 Bilangan Asam mg KOH/g lemak 1,44 3 Bilangan Iod mg Iod/g lemak 94,917 4 Bilangan Penyabunan mg KOH/g lemak 198,125 5 Gliserol Total % 0,918 6 Kadar Ester % 97,660 Sebagian besar hasil di atas sesuai dengan literatur dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh MacArthur (1998). Perubahan mencolok yang terjadi dengan proses trans-esterifikasi adalah adanya perubahan pada parameter bilangan asam dan FFA. Bilangan asam metil ester jarak pagar (0,44 mg KOH/g minyak) jauh lebih rendah dari bilangan asam jarak pagar (63,86 mg KOH/g minyak). Terjadinya fenomena tersebut menunjukkan bahwa reaksi transesterifikasi bersifat menurunkan bilangan asam. Asam lemak merupakan komponen penyusun minyak dan terdeteksi sebagai bilangan asam. Dengan terjadinya penurunan bilangan asam tersebut maka asam lemak telah mengalami konversi menjadi ester (dalam hal ini metil ester). Oleh karena itu, metil ester ini dapat digunakan untuk diproses lebih lanjut sebagai bahan baku MESA. 26

4 Pembuatan larutan metoksida (Metanol + Asam Sulfat) Penuangan larutan metoksida Reaksi esterifikasi / transesterifikasi Pencucian Pemisahan gliserol Proses settling Proses evaporasi Metil Ester/Biodiesel Gambar 20. Proses Pembuatan Metil Ester Jarak Pagar 4.4. ANALISIS SURFAKTAN MESA Setelah melalui proses sulfonasi, dilakukan analisis terhadap surfaktan MESA yang dihasilkan. Hasil analisis surfaktan MESA dari jarak pagar disajikan pada Tabel 9. 27

5 Tabel 9. Hasil Analisis MESA Jarak Pagar setelah Sulfonasi. Karakteristik Satuan Nilai Rata-rata Bilangan Asam mg KOH/g MESA 15,12 Bahan Aktif % 32,64 Bilangan Iod mg iod/g MESA 42,42 Ph 1,01 Warna Klett 5% aktif (MES + di-salt) 877 Dari hasil analisis di atas, diperoleh nilai bilangan iod yang lebih rendah dari metil ester sebelum sulfonasi. Penurunan nilai bilangan iod ini dapat terjadi akibat adanya proses adisi ikatan rangkap metil ester oleh gas SO 3 membentuk molekul-molekul surfaktan dengan gugus sulfonat. Semakin tinggi suhu reaksi akan menurunkan nilai bilangan iod yang dikarenakan oleh proses sulfonasi yang semakin sempurna. Hal ini diperkuat oleh Jungermann (1979) yang mengemukakan bahwa ikatan rangkap pada metil ester merupakan salah satu tempat terjadinya reaksi sulfonasi. Reaksi pembentukan MESA melalui reaksi sulfonasi pada ikatan rangkap metil ester dapat dilihat pada gambar berikut: O O CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH (CH 2 ) 7 C OCH 3 + SO 3 CH 3 (CH 2 ) 7 CH 2 CH (CH 2 ) 6 CH C OCH 3 Terikat pada ikatan SO 3 H rangkap Metil Ester Sulfur trioksida Metil Ester Sulfonat Gambar 21. Reaksi sulfonasi yang terjadi pada ikatan rangkap metil ester Dari data juga diperoleh nilai bahan aktif yang cukup tinggi yaitu sebesar 32,64% yang berbanding lurus dengan bilangan asamnya sehingga bilangan asam yang diperoleh juga tergolong tinggi yaitu sekitar 15,12 mg KOH/g MESA. Surfaktan MESA yang dihasilkan masih bersifat sangat asam dengan nilai ph sebesar 1,01. Dalam aplikasinya, surfaktan yang masih asam belum bisa digunakan karena MESA yang bersifat asam masih bersifat reaktif dan tidak stabil sehingga lamakelamaaan akan mengurangi kualitas surfaktan tersebut. Dengan demikian perlu dilakukan suatu proses pemurnian berupa netralisasi untuk menghasilkan surfaktan dengan ph netral. Tujuan lain proses netralisasi adalah untuk mencegah terbentuknya disalt (garam) sebagai produk samping. Akan tetapi, proses netralisasi yang melewati batas netral (ph>7) justru akan menyebabkan terbentuknya disalt. Produk samping ini terbentuk karena proses sulfonasi dari metil ester yang kurang sempurna sehingga tidak semua metil ester terkonversi menjadi metil ester sulfonat. Sebenarnya kehadiran garam ini tidak diinginkan pada pembentukan MES karena mampu menurunkan kelarutan MES dalam air dingin, lebih sensitif terhadap air sadah, memiliki deterjensi 50% lebih rendah dan menurunkan daya simpan produk. Adapun nilai dari warna diperoleh dengan menggunakan alat spectrophotometer (metode Klett dengan 5% MESA) sehingga diperoleh tingkat warna sebesar 0,88 % (absorbansi) yang menunjukkan warna yang tidak jernih atau hitam pekat dan cukup kental. Hal ini dikarenakan oleh proses sulfonasi dengan suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi sehingga menimbulkan warna gelap pada produk serta belum dilakukannya proses pemucatan dan netralisasi pada surfaktan MESA tersebut. 28

6 4.5. ANALISIS SIFAT FISIKO KIMIA METHYL ESTER SULFONATE (MES HASIL PROSES PEMURNIAN) Metil ester sulfonat yang dihasilkan dari reaktor cukup kental dan berwarna gelap dengan viskositas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan metil ester. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas surfaktan MES perlu dilakukan pemurnian yang meliputi pemucatan (bleaching) dan netralisasi. Melalui proses pemucatan, surfaktan akan berwarna lebih cerah sehingga memenuhi kriteria untuk diaplikasikan dalam pembuatan deterjen. Kondisi proses ini merujuk pada penelitian sebelumnya serta penelitian tentang MES oleh Chemiton, Amerika Serikat. Tabel analisis masing-masing perlakuan proses pemurnian surfaktan disajikan pada lampiran 5. Setelah melakukan proses pemucatan surfaktan MESA, selanjutnya dilakukan analisis sifat fisiko kimia MESA yang dihasilkan dari masing-masing proses pemurnian. Analisis yang dimaksud adalah: ph, FFA, warna produk (% warna Klett), kadar bahan aktif dan bilangan iod Derajat Keasaman (ph) Hasil analisis nilai ph surfaktan MES yang telah dimurnikan disajikan pada Lampiran 5. Dari data diperoleh bahwa nilai ph surfaktan MESA pada sampel awal sebesar 1,01. Nilai ph surfaktan MES setelah pemurnian mengalami peningkatan dimana nilainya lebih tinggi dari kondisi awal sebelum proses pemurnian. Dari Gambar 22 diperoleh bahwa nilai ph terendah pada proses bleaching diperoleh dari penambahan konsentrasi H 2 O 2 2% dengan nilai ph sebesar 1,11. Sedangkan pada proses bleaching-netralisasi, nilai ph tertinggi yaitu 7,15 diperoleh dari penambahan konsentrasi H 2 O 2 2%. Kondisi asam pada proses bleaching diperoleh pada waktu proses pemucatan dengan penambahan asam peroksida tanpa diikuti proses netralisasi sehingga surfaktan yang dihasilkan masih bersifat asam dan bersifat reaktif sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan nilai ph surfaktan tersebut dibandingkan dengan MESA awal sedangkan kondisi netral (bleaching-netralisasi ) diperoleh pada waktu proses netralisasi surfaktan MESA setelah proses pemucatan dengan penambahan NaOH 50%. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi H 2 O 2 yang ditambahkan terhadap nilai ph MES yang dihasilkan, dilakukan analisis uji statistik (ANOVA) dengan dua kali pengulangan. Hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi H 2 O 2 sebesar 2, 4 dan 6% tidak berpengaruh terhadap nilai ph yang dihasilkan pada masing-masing proses pemurnian (Lampiran 6). Histogram pengaruh tahapan proses terhadap nilai ph dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22. Histogram Pengaruh Proses Pemucatan terhadap Nilai ph Surfaktan MESA. 29

7 Tingkat Warna (% Absorbansi) Warna gelap yang diperoleh pada produk surfaktan ini berasal dari proses sulfonasi pembuatan MESA dengan suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi. Hasil analisis tingkat warna surfaktan MES yang telah dimurnikan disajikan pada lampiran 5. Nilai kekeruhan surfaktan MESA sample awal adalah sebesar 0,88%. Nilai kekeruhan surfaktan MES setelah proses pemucatan mengalami penurunan atau nilainya lebih rendah dari kondisi awal. Dengan demikian, proses pemucatan yang dilakukan mampu menurunkan tingkat kekeruhan warna MES sekitar 62,5-69,3% dari tingkat kekeruhan surfaktan awal. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi hidrogen peroksida (sebesar 2, 4 dan 6%) yang ditambahkan pada proses pemucatan dalam pengaruhnya terhadap tingkat warna surfaktan yang dihasilkan, dilakukan uji statistik dengan rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan dua kali pengulangan. Hasil analisis ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi H 2 O 2 sebesar 2, 4 dan 6% tidak berpengaruh terhadap nilai kekeruhan surfaktan MES yang dihasilkan (Lampiran 7). Dengan demikian, kondisi proses pemurnian pada masing-masing konsentrasi H 2 O 2 yang digunakan belum mampu untuk memberikan perbedaan yang nyata pada tingkat warna atau kualitas surfaktan MES yang dihasilkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan H 2 O 2 pada konsentrasi rendah (2%) dalam proses pemucatan MESA dinilai dapat menurunkan tingkat kekeruhan MESA sampai pada tingkat tertentu sama seperti pada penambahan H 2 O 2 dengan konsentrasi yang lebih tinggi, serta dinilai lebih bersifat ekonomis karena dapat mengurangi biaya proses produksi. Gambar 23 menunjukkan histogram kekeruhan surfaktan MESA akibat pengaruh penambahan konsentrasi H 2 O 2. Sedangkan gambar 24 menunjukkan surfaktan hasil pemurnian dari setiap perlakuan. (a) Tahap I (b) Tahap II Gambar 23. Pengaruh Proses Pemurnian Terhadap Tingkat Warna Surfaktan MESA 30

8 Perlakuan Awal : MESA sebelum pemucatan Perlakuan Tahap I: (a) : MESA bleaching dengan H 2 O 2 2% (b) : MESA bleaching dengan H 2 O 2 4% (c) : MESA bleaching dengan H 2 O 2 6% (a) (b) (c) Perlakuan Tahap II: (a) : MES bleaching (H 2 O 2 2%) dan netralisasi (b) : MES bleaching (H 2 O 2 4%) dan netralisasi (c) : MES bleaching (H 2 O 2 4%) dan netralisasi Bilangan iod (a) (b) (c) Gambar 24. Metil Ester Sulfonat sebelum dan sesudah pemucatan: Hasil analisis bilangan iod surfaktan MES yang telah dimurnikan disajikan pada Lampiran 5. Dari data diperoleh bahwa nilai bilangan iod surfaktan MESA pada sampel awal (sebelum pemurnian) adalah sebesar 42,42 mg iod/g MESA. Sedangkan nilai bilangan iod yang dihasilkan setelah proses pemurnian (Gambar 26) pada tahap I berkisar antara 30,02 32,82 mg iod/g MESA dan pada tahap II berkisar antara 29,75 31,02 mg iod/g MESA. Dengan demikian, proses pemurnian yang dilakukan mampu menurunkan nilai bilangan iod MES dengan tingkat penurunan sekitar 26,87-29,87%. Tingkat penurunan tertinggi diperoleh pada proses pemurnian tahap II dengan penambahan H 2 O 2 pada konsentrasi 4% yang disertai dengan proses netralisasi. Hal ini dikarenakan oleh adanya pengaruh basa (NaOH) yang digunakan dalam proses netralisasi sehingga mengakibatkan berpindahnya ikatan rangkap pada asam lemak dari yang tidak berkonjugasi menjadi ikatan rangkap yang berkonjugasi sehingga turut menurunkan jumlah iodin yang terserap oleh surfaktan MESA tersebut. Menurut Jacobs (1951), dalam suasana alkalis dengan suhu tinggi ikatan rangkap pada asam lemak yang semula tidak berkonjugasi, cenderung berpindah dan membentuk ikatan rangkap yang berkonjugasi. Gambaran proses netralisasi MESA dapat dilihat pada Gambar

9 O O R CH C O - CH 3 + NaOH R CH C O - CH 3 + H 2 O SO 3 SO 3 Na MESA Basa MES Air Gambar 25. Reaksi Netralisasi MESA Namun demikian, setelah dilakukan analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa konsentrasi H 2 O 2 sebesar 2, 4 dan 6% pada proses pemurnian tahap I dan II tidak berpengaruh terhadap bilangan iod yang dihasilkan (Lampiran 8). Dengan demikian, kondisi proses pemurnian pada masing-masing konsentrasi H 2 O 2 yang digunakan belum mampu untuk memberikan perbedaan yang nyata pada nilai bilangan iod surfaktan MES yang dihasilkan, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah iodin yang diserap selama proses pemurnian dari setiap perlakuan masih tergolong hampir sama. Histogram pengaruh tahapan proses terhadap bilangan iod dapat dilihat pada Gambar 26. (a) Tahap I (b) Tahap II Gambar 26. Pengaruh proses pemurnian terhadap bilangan iod surfaktan MESA Kadar Bahan Aktif (Active matter) Hasil analisis nilai bahan aktif surfaktan MES yang telah dimurnikan disajikan pada Lampiran 5. Hasil pengukuran nilai bahan aktif surfaktan MESA sebelum pemurnian adalah sebesar 32

10 32,64%. Hasil pengukuran nilai bahan aktif surfaktan MESA setelah pemurnian pada tahap I adalah sekitar 19,43-23,25% sedangkan pada tahap II sekitar 22,40-23,47%. Dari gambar 27 menunjukkan adanya penurunan nilai bahan aktif surfaktan MESA setelah pemurnian dengan tingkat penurunan sekitar 28,09-40,47% dari nilai bahan aktif surfaktan awal. Penurunan nilai bahan aktif ini dapat dipengaruhi oleh metanol yang belum teruapkan secara sempurna sebelum proses netralisasi serta adanya penurunan nilai bilangan iod surfaktan MES setelah pemurnian akibat proses oksidasi dari bahan pemucat (hidrogen peroksida) yang mempunyai sifat oksidator sekaligus reduktor kuat dengan tingkat potensial oksidasi sebesar 1,8V (Shafii, 2008) sehingga jika mengalami penguraian menjadi air dan oksigen selama proses pemucatan akan menimbulkan reaksi eksoterm. Namun demikian, untuk melihat sejauh mana pengaruh penambahan H 2 O 2 pada beberap konsentrasi (sebesar 2, 4 dan 6%) terhadap kadar bahan aktif surfaktan MES yang dihasilkan, dillakukan uji statistik dengan rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan dua kali pengulangan. Dari hasil analisa keragaman (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi H 2 O 2 tidak berpengaruh terhadap nilai bahan aktif surfaktan MES baik pada proses pemurnian tahap I maupun tahap II (Lampiran 9). Dengan demikian, kondisi proses pemurnian dengan konsentrasi H 2 O 2 sebesar 2, 4 dan 6% yang digunakan belum mampu untuk memberikan perbedaan yang nyata pada tingkat kualitas dari segi nilai bahan aktif surfaktan MES yang dihasilkan. Histogram pengaruh proses pemurnian terhadap kadar bahan aktif surfaktan MESA dapat dilhat pada Gambar 27. (a) Tahap I (b) Tahap II Gambar 27. Pengaruh proses pemurnian terhadap kadar bahan aktif surfaktan MESA. Berdasarkan analisa ke-empat karakteristik diatas menunjukkan bahwa kondisi proses pemucatan dengan penambahan H 2 O 2 sebesar 2, 4 dan 6% sebagai bahan pemucat tidak 33

11 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada sifat fisiko kimia surfaktan MES yang dihasilkan, dimana dengan penambahan H 2 O 2 sebesar 2% mampu menghasilkan sifat fisiko kimia yang tidak berbeda jauh dengan proses pemucatan dengan penambahan konsentrasi H 2 O 2 sebesar 4 dan 6%. Dengan demikian, pada penelitian kali ini telah terbukti bahwa dengan penambahan konsentrasi H 2 O 2 yang lebih rendah mampu memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penambahan konsentrasi yang lebih tinggi sehingga berdasarkan pertimbangan nilai ekonominya, proses pemurnian dengan penambahan H 2 O 2 sebesar 2% dinilai lebih efisien. Pada kondisi proses pemurnian (pemucatan dan netralisasi) ini diperoleh nilai ph sebesar 7,15, bilangan iod 31,02 mg I 2 /g MES, kadar bahan aktif 23,47 % dan persen absorbansi sebesar 0,52 %. Proses pemucatan dengan penambahan H 2 O 2 sebesar 2% ini bersifat lebih ekonomis dibandingkan dengan pemucatan dengan penambahan H 2 O 2 sebesar 4 dan 6% karena biaya yang dibutuhkan lebih murah. 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. Wellable Indonesia di daerah Lampung. Analisis biji jarak dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar dari PT Rajawali Nusantara ini dikemas dalam kemasan karung, masing-masing karung berisi kurang lebih 30 kg. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisiko Kimia Minyak Jarak Pagar. Minyak jarak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisikokimia ME Stearin Proses konversi stearin sawit menjadi metil ester dapat ditentukan dari kadar asam lemak bebas (FFA) bahan baku. FFA merupakan asam lemak jenuh

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jarak Pagar Jarak Pagar (Jatropha curcas L) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati non pangan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Selain tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis sifat fisiko-kimia CPO Minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Asian Agri Grup. Analisis sifat fisiko kimia CPO

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Surfaktan methyl ester sulfonat (MES) dibuat melalui beberapa tahap. Tahapan pembuatan surfaktan MES adalah 1) Sulfonasi ester metil untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar Lampiran 2. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) dengan Alat Tensiometer Du Nuoy Faktor koreksi = ( γ ) air menurut literatur ( γ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sifat Fisikokimia Metil Ester Stearin Penelitian pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES) ini menggunakan bahan baku metil ester stearin sawit. Stearin sawit

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. METIL ESTER CPO 1. Minyak Sawit Kasar (CPO) Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit melalui proses perebusan (dengan steam)

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Beberapa tahun ini produksi minyak bumi selalu mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak selalu mengalami penaikan. Menurut Pusat Data Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PROSES TRANSESTERIFIKASI OLEIN MENJADI BIODIESEL Pemilihan proses yang tepat dalam produksi metil ester berbahan baku olein sawit adalah proses transesterifikasi. Proses ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

BERNADETHA RODEKA PINEM F

BERNADETHA RODEKA PINEM F PENGARUH PENAMBAHAN H 2 O 2 SEBAGAI BAHAN PEMUCAT PADA PROSES PEMURNIAN SURFAKTAN MESA DARI JARAK PAGAR TERHADAP SIFAT FISIKO KIMIA SURFAKTAN YANG DIHASILKAN SKRIPSI BERNADETHA RODEKA PINEM F34061157 FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BIJI BINTARO Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menyiapkan bahan yang digunakan pada ekstraksi minyak. Proses diawali dengan sortasi buah bintaro yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN 1.1 Data Analisis Bahan Baku Pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Analisis karakter minyak kelapa sawit kasar (CPO) sebelum dan setelah di pre-treatment (tabel 14).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Jarak pagar (Jatropha curcas L) telah lama dikenal masyarakat luas di Indonesia sejak dikenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Tanaman ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengambilan dan Determinasi Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan ikan teri galer (Stolephorus indicus Van Hasselt) yang diperoleh dari Pasar Induk Caringin Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Dari perhitungan, maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA CPO sebesar 272,30

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Minyak Goreng Bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan dalam penelitian adalah yang berasal dari minyak goreng bekas rumah tangga (MGB 1), minyak goreng

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Mutu Minyak Ikan Sebelum Ekstraksi dengan Fluida CO 2 Superkritik Minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak ikan hasil samping industri pengalengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F34061189 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PENGARUH SUHU DAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Hesti Meilina 1, Asmawati 2, Ryan Moulana 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci