LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JL.GUDANG UTARA NO BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JL.GUDANG UTARA NO BANDUNG"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JL.GUDANG UTARA NO BANDUNG Disusun Oleh : ORYZA SATIVA S.Farm PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DILEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT Jl.Gudang Utara No Bandung OLEH: ORYZA SATIVA, S. Farm PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung, yang dilaksanakan pada tanggal 1 september 23 September Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat telah memperluas wawasan penulis tentang gambaran sebuah industri farmasi bagaimana cara mengelola dan manajemen dari suatu industri farmasi. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan kemudahan bagi penulis. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Letkol CKM Drs. Sambas Setiawan, Apt, selaku Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 2. Bapak Letkol CKM Drs.Yan Suryana Ilham, Apt, M.M selaku kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 3. Ibu Letkol CKM. (K). Dra.Nur Laila, Apt, M.Si. selaku Kepala Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

4 4. Bapak Mayor CKM Drs. Abdul Azis, MM selaku Kepala Bagian Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 5. Bapak Mayor CKM Drs. Junaedi, Apt. selaku Lakhar Kepala Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 6. Ibu Mayor CKM. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt. selaku Kepala Instalasi Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 7. Bapak Mayor CKM Drs. Agoes Imam Nugroho, Apt. selaku Kepala Instalasi Pemeliharaan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 8. Bapak Mayor CKM Drs. T.P. Simorangkir, M.Si., Apt. selaku Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai Pembimbing. 9. Ibu Dra. Neneng Cahyati, Apt. selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi simpan dan sebagai pembimbing dan sebagai Pembimbing Ibu Dra. Lisa Olii, Apt, M.Si. selaku Wakil Koordinator Mahasiswa Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 11. Ibu Dra. Tuti Sunarti, Apt. selaku Kepala Seksi Sediaan Cair dan Steril Instalasi Produksi dan sebagai pembimbing. 12. Ibu Dra. Weni Widaningsih, Apt. selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagai Pembimbing. 13. Seluruh Staf dan Karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

5 Semoga Tuhan membalas budi baik Bapak dan Ibu dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Bandung, September 2008 Penulis

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Metodologi Praktek Kerja Profesi Apoteker Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri Farmasi Persyaratan Industri Farmasi Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik Managemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Rancang Bangun dan Konstruksi Pemasangan dan Penempatan Pemeliharaan Sanitasi dan Higiene Personalia Bangunan Peralatan Validasi dan kehandalan Prosedur Produksi Bahan awal Validasi Proses Pencemaran Sistem Penomoran Batch dan Lot... 18

7 5. Penimbangan dan Penyerahan Pengembalian Pengolahan Produk Steril Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu Laboratorium Validasi Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi Produksi-produksi dan perubahannya Peninjauan Catatan Produksi dan Batch Produk Penelitian stabilitas Laboratorium luar Penilaian terhadap pemasok Inspeksi Diri Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT Sejarah Visi, Misi serta Tujuan Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad Tugas melaksanakan Fungsi Utama Tugas melaksanakan Fungsi Organik Struktur Organisasi Lafi Ditkesad Eselon Pimpinan Eselon Pembantu Pimpinan Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha Urusan

8 Dalam) Eselon Pelaksana Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad Kegiatan Lafi Ditkesad Kegiatan Bagminlog Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) Kegiatan Instalasi Produksi Seksi Sediaan Non Betalaktam Seksi Sediaan sefalosporin Seksi Sediaan Betalaktam Seksi Kemas Kegiatan Instalasi Simpan Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang Pengolahan Dokumen BAB IV PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Instalasi Produksi Instalasi Simpan Instalasi Pengawasan Mutu Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Dokumentasi... 78

9 4.11 Utilitas BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 84

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan September 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Farmasi (kep-51/menlh/10/1995)... 67

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad Berdasarkan Eselon dan Jabatan (Peraturan Kasad Nomor Perkasad/219/XII/2007 Tanggal ) Blanko Hasil Pengujian Laboratorium Blanko Catatan Pengujian Tablet dan Kapsul Blanko Laporan Hasil Pengujian Larutan/ Sirup/ Injeksi Blanko Laporan Hasil Pengujian Salep/ Krim Alur Proses Produksi Tablet Biasa/Salut Secara Granulasi Basah Alur Produksi Tablet Biasa/ Salut dengan Metode Cetak Langsung Alur Produksi Kapsul Alur Proses Produksi Sirup kering Alur Produksi Salep Alur Proses Produksi Sediaan Cairan Obat Luar Skema IPAL... 96

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi ini dapat berupa sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri farmasi merupakan salah satu tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengolahan dan pengemasan, pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat. Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Pada saat ini industri farmasi di Indonesia telah menghasilkan berbagai produk obat yang jumlahnya semakin meningkat dan tersebar luas, sehingga diharapkan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Industri farmasi bertanggung jawab sepenuhnya dalam menjamin tersedianya produk obat yang memenuhi standar mutu. Oleh karena itu, industri farmasi harus dapat menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam memproduksi obat

13 sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang CPOB, yang kemudian direvisi dengan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No:HK tahun 2001 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB hendaklah diperbaiki secara berkesinambungan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengantisipasi era globalisasi dan harmonisasi di bidang farmasi terutama pemenuhan terhadap persyaratan dan standar produk farmasi global terkini. Oleh karena itu, pedoman CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi pedoman CPOB yang dinamis edisi tahun 2006, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK , tanggal 24 Januari Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi, apoteker sebagai personil yang profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri farmasi bagi calon apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang industri famasi melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan dari tanggal 1 September 2008 sampai selesai.

14 1.2 Metodologi Praktek Kerja Profesi Apoteker Metodologi kerja praktek profesi apoteker yang dilakukan di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat adalah : 1. Interaksi langsung mahasiswa dengan pihak-pihak terkait dengan cara melakukan kunjungan langsung ke instalasi-instalasi di lingkungan Lafi Ditkesad 2. Diskusi dengan para pembimbing dan antar mahasiswa. 3. Belajar mandiri melalui data perpustakaan Lafi Ditkesad, website farmasi, data-data primer dan sekunder lainnya. 4. Pemberian materi oleh masing-masing kepala instalasi di Lafi Ditkesad. 1.3 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Tujuan praktek kerja profesi apoteker, sebagai berikut: 1. Memahami dan melihat secara langsung gambaran umum tentang kegiatan suatu industri farmasi 2. Mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan industri farmasi secara profesional serta melihat tentang penerapan aspek CPOB di industri farmasi 3. Mengetahui dan memahami tentang pendelegasian tugas dan tanggung jawab serta wewenang apoteker, sehingga dapat dijadikan bekal guna mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja sesungguhnya. 4. Mengetahui perencanaan dan pelaksanaan produksi di industri farmasi khususnya di Lafi Ditkesad yang merupakan perusahaan non profit oriented. 5. Mengetahui dan memahami secara luas proses produksi obat.

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, dimana obat jadi tersebut dapat berupa sediaan atau bahan-bahan yang sering digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengolahan obat. 2.2 Persyaratan Industri Farmasi Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut : 1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. 2. Memiliki rencana investasi.

16 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/II/ Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, masingmasing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB. 6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. 2.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal: 1. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin. 2. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. 3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu.

17 4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). 5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi. 2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/Men.Kes/SK/V/1990, menjelaskan bahwa CPOB merupakan syarat wajib untuk memperoleh izin usaha industri farmasi. CPOB harus diterapkan di industri farmasi karena CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pedoman CPOB telah terbit tiga edisi, yaitu pedoman CPOB edisi 1988, 2001, dan Dibandingkan dengan edisi sebelumnya, Pedoman CPOB edisi 2006 mengandung perbaikan sesuai persyaratan CPOB dinamis, antara lain Kualifikasi dan Validasi, Pembuatan dan Analisis Obat Berdasarkan Kontrak, Pembuatan Produk Steril, dan penambahan beberapa bab serta aneks yaitu Manajemen Mutu, Pembuatan Produk Darah, Sistem Komputerisasi, dan Pembuatan Produk Investasi untuk UJi Klinis. Aspek-aspek CPOB 2006 diuraikan di bawah ini Manajemen Mutu Industri farmasi harus memberikan jaminan khasiat, keamanan dan mutu produk yang dihasilkan agar sesuai dengan tujuan penggunaanya. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu

18 dimana diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar dari manajemen mutu adalah : 1. Sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya 2. Pemastian Mutu Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Pengawasan Mutu berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengawasan mutu secara menyeluruh mempunyai tugas lain, yaitu menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan bahan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat

19 aktif dan obat jadi dipantau mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya Personalia Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar mampu melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek personalia adalah : 1. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab a. Struktur organisasi perusahaan bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh apoteker yang berbeda, yang tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lain. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan di luar organisasi perusahaan, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya. b. Manajer produksi hendaklah seorang apoteker yang terlatih serta memiliki pengalaman yang memadai, diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat.

20 c. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang handal, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. d. Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, pelatihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan serta kemunduran mutu dan dalam penyimpanan dokumen. e. Tersedianya tenaga yang terampil dalam jumlah memadai untuk melaksanakan supervisi langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu obat. Setiap supervisor tersebut hendaklah terlatih dan memiliki keterampilan teknis, pengalaman dan bertanggung jawab kepada manajer produksi dan pengawasan mutu. f. Tersedianya tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu sesuai prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan. g. Tanggung jawab yang diberikan pada setiap personil hendaklah tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap mutu obat. h. Tugas dan tanggung jawab hendaklah diberikan dengan jelas serta dapat dipahami dengan baik oleh setiap personil. 2. Pelatihan

21 a. Seluruh personil yang terlibat dalam kegiatan pembuatan obat, hendaklah dilatih mengenai kegiatan yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. b. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang ahli. Perhatian khusus diberikan bagi mereka yang bekerja di daerah steril dan daerah bersih atau yang bekerja dengan bahan yang beresiko tinggi atau yang menimbulkan sensitifitas. c. Pelatihan mengenai CPOB dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar personil terbiasa dengan persyaratan CPOB. d. Pelatihan CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang disetujui oleh manajer produksi dan pengawasan mutu. e. Catatan pelatihan mengenai CPOB kepada personil hendaklah disimpan dan efektivitas program pelatihan dan prestasi personil hendaklah dinilai secara berkala untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan Bangunan dan Fasilitas Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

22 1. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya. Seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun kegiatan di sekitarnya. 2. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi sebagaimana mestinya : a. Permukaan bagian dalam haruslah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata yang memudahkan proses pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah dicuci. Sudut-sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan. b. Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai. c. Penataan ruangan disesuaikan dengan tujuan penggunaan, seperti ruang untuk steril dipisahkan dari ruang produksi lain serta dirancang secara khusus. Ruangan-ruangan khusus diperlukan bagi kegiatan-kegiatan pembukaan kemasan, pencucian, pengolahan dan penutupan wadah, ruangan penyangga udara dan pergantian pakaian steril. d. Pemisahan produksi obat Betalaktam dengan non Betalaktam dilakukan dengan isolasi yang efektif terhadap kegiatan dalam satu gedung melalui sistem pengolahan udara yang terpisah. Adanya perbedaan kelas pemisahan ruang di dalam bangunan produksi, misalnya ruang untuk bahan baku, kamar ganti pakaian dan pengolahan produksi.

23 e. Tersedianya sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya: suhu, kelembaban dan keamanan tertentu. Dalam penyimpanan hendaklah dihindari terjadinya pencampuran. f. Kondisi bangunan diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan bila diperlukan. g. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran produk. 3. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik. 4. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya 1. Rancang Bangun dan Konstruksi a. Peralatan yang digunakan tidak bereaksi atau menimbulkan akibat terhadap bahan yang diolah. b. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luarnya.

24 c. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditara menurut program dan prosedur yang tepat, hasil pemeriksaannya dicatat dan disimpan dengan baik. d. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk dan tidak boleh mengandung asbes. 2. Pemasangan dan Penempatan a. Peralatan hendaklah ditempatkan pada posisi yang tepat untuk memperkecil pencemaran silang antar bahan. b. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja. c. Peralatan utama diberi nomor pengenal yang dipakai pada semua perintah dan catatan pembuatan bets untuk menunjukkan unit atau alat tertentu. d. Semua pipa, tangki, selubung hendaknya diberikan pelekat untuk memperkecil kehilangan energi. e. Saluran pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaknya dilengkapi dengan peralatan uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik. f. Sistem-sistem penunjang hendaknya divalidasi untuk memastikan fungsinya sesuai tujuannya. 3. Pemeliharaan

25 a. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran. b. Prosedur-prosedur tertulis untuk peralatan dibuat dan dipatuhi. c. Catatan pelaksanaan pemeliharaan pemakaian peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku harian dan catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan ke catatan produksi bets produk tertentu Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. 1. Personalia a. Semua personil hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum maupun selama bekerja dan pemeriksaan mata secara berkala. b. Semua personil hendaknya menerapkan higiene perorangan yang baik. c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk, dilarang menangani bahan-bahan sampai pulih kembali. d. Semua personil hendaknya melaporkan keadaan yang dapat merugikan produk. e. Hendaklah dihindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan maupun produk.

26 f. Personil menggunakan pakaian pelindung untuk keamanan sendiri. g. Hanya petugas yang berwenang saja diizinkan memasuki bangunan dan fasilitas daerah terbatas. h. Personil diinstruksikan agar mencuci tangan sebelum memasuki daerah produksi. i. Personil dilarang merokok, makan dan minum di daerah produksi, laboratorium dan daerah lain yang dapat merugikan produk. j. Prosedur higiene perorangan hendaklah diberlakukan bagi semua personil. 2. Bangunan a. Bangunan dirancang dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi. b. Toilet dengan ventilasi yang baik tersedia dengan cukup. c. Tempat penyimpanan pakaian memadai. d. Tempat pencucian diletakkan di luar daerah steril. Bila mungkin hendaknya dilengkapi dengan suatu sistem yang baik. e. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan hendaknya dibatasi di daerah khusus dan memenuhi standar kebersihan. f. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai. g. Rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan pembersih tidak boleh mencemari peralatan dan bahan-bahan. h. Ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab sanitasi dan higiene serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode,

27 3. Peralatan a. Peralatan hendaknya dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali sebelum dipakai. b. Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah dan sedapat mungkin dihindari pencemaran produk. c. Pembersihan dan penyimpanan alat maupun bahan pembersih dilakukan pada ruangan terpisah dari proses pengolahan. d. Prosedur yang tertulis untuk pembersihan dan sanitasi hendaknya dibuat dan dipatuhi. e. Catatan pembersihan, sanitasi, sterilisasi, dan inspeksi hendaknya disimpan. 4. Validasi dan Kehandalan Prosedur Prosedur sanitasi-higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan prosedur yang disusun cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dapat menjamin produk obat jadi memenuhi spesifikasi yang ditentukan. 1. Bahan Awal a. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaklah dicatat.

28 b. Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan. c. Untuk setiap kiriman atau bets hendaklah diberi nomor rujukan yang menunjukkan identitas yang jelas. d. Saat penerimaan barang selalu dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum dan contoh untuk pengujian yang diambil oleh petugas menggunakan metode yang disetujui oleh manajer pengawasan mutu. e. Kiriman bahan awal hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai. f. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu. g. Persediaan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. h. Bahan awal yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, hendaklah disimpan pada ruangan dengan suhu udara yang dapat diatur. i. Bahan awal yang cenderung rusak potensinya dalam penyimpanan hendaklah dinyatakan dalam batas umurnya. j. Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang. k. Tersedianya daerah penyerahan yang tersisa untuk mencegah pencemaran silang. l. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok.

29 2. Validasi Proses a. Semua proses produksi divalidasi dengan tepat serta dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan. b. Sebelum suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi. c. Perubahan peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang. d. Proses dan prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tersebut tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. 3. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mengurangi daya terapeutik maupun mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. 4. Sistem Penomoran bets dan Lot a. Sistem penomoran dijabarkan secara rinci. b. Sistem penomoran selanjutnya hendaklah saling berkaitan. c. Sistem penomoran hendaklah menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang. d. Pemberian nomor dicatat dalam buku harian. 5. Penimbangan dan Penyerahan a. Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis. b. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan.

30 c. Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan dalam penyerahannya hanyalah yang diperlukan untuk suatu bets tertentu saja. d. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan. e. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang hendaklah sesuai dengan jumlah bahan. f. Pada setiap penimbangan maupun pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenarannya, ketepatan identitas, dan jumlah bahan. g. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan bahan ataupun obat hendaklah dijaga. h. Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan bersih. i. Bahan baku produk yang diserahkan hendaknya diperiksa ulang. 6. Pengembalian a. Semua bahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan baik. b. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh dikembalikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. 7. Pengolahan a. Semua bahan dan peralatan yang dipakai hendaklah diperiksa terlebih dahulu. b. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan.

31 c. Semua kegiatan pengolahan hendaklah mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan dilaporkan dengan alasan dan penjelasan. d. Wadah dan penutup untuk bahan dan produk hendaklah selalu bersih. e. Semua wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk hendaklah diberi label yang tepat. f. Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. g. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dengan teliti. h. Hasil sesungguhnya hendaklah dicatat dan dicocokkan dengan hasil teoritis. i. Dalam seluruh tahap pengolahan, diperhatikan masalah pencemaran silang. j. Bahan dan produk kering. Penanganannya menimbulkan masalah debu, oleh karena itu perlu dipasang sistem penghisap debu untuk mencegah penyebarannya. Produk hendaklah dilindungi dari pencemaran dan jangan sampai ada produk yang tertinggal di dalam peralatan. k. Pencampuran dan granulasi. Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian debu. Parameter operasional tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Bahan yang beresiko tinggi digunakan kantong pelindung. Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran atau pertumbuhan mikroba.

32 l. Pencetakan tablet. Mesin dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk menghindari campur aduk antar produk. Tersedianya alat timbang yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas dan dicatat pada Catatan Pengolahan bets. m. Penyalutan Udara yang dialirkan disaring dan memiliki mutu yang tepat dan larutan penyalut digunakan dengan cara yang dapat menekan pertumbuhan jasad renik. n. Pengisian kapsul keras. Kapsul kosong sebagai bahan awal, disimpan dalam kondisi yang baik. o. Pemberian tanda tablet bersalut dan kapsul. Hendaklah dihindari terjadinya campur-baur selama proses pemberian tanda, pemeriksaan, pemilahan dan proses pengkilapan kapsul dan tablet bersalut. Tinta yang digunakan untuk penandaan hendaklah tinta yang memenuhi persyaratan untuk bahan makanan. p. Produk cair, krim dan salep. Proses produksi produk cair, krim, dan salep terlindung dari pencemaran. Peralatan yang digunakan dirancang dan dipasang secara tepat sehingga mudah untuk melakukan pembersihan. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air hendaklah diperiksa pada awal, sesudah penghentian dan pada akhir proses pengisian untuk memastikan homogenitas produk. Jika produk

33 ruahan tidak segera dikemas hendaklah dibuat ketetapan mengenai waktu paling lama produk ruahan boleh disimpan serta kondisi penyimpanannya dan ketetapan ini hendaklah dipatuhi. 8. Produk Steril a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptik dan sterilisasi akhir. b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi yang terkendali dan dipantau dengan teliti, diperlukan tindakan khusus untuk meyakinkan sterilisasi akhir. c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruangan terpisah yang dirancang khusus. d. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang berbeda yaitu ruang ganti pakaian, ruang bersih, dan ruang steril. e. Kontaminasi jasad renik tidak melebihi nilai batas yang ditentukan. f. Personalia. Personil yang bekerja hendaklah dipilih dengan seksama. Standar higiene dan kebersihan perorangan sangat penting. Oleh karena itu semua personil dilatih dalam bidang yang berkaitan dengan pembuatan produk steril. g. Pakaian. Personil memakai pakaian khusus untuk daerah bersih dan steril. Pakaian biasa dari luar tidak boleh dibawa ke dalam. Arloji, perhiasan dan kosmetika tidak boleh dipakai dalam ruangan bersih dan steril. Pakaian ditangani dengan cepat dan pencucian terpisah sehingga tidak terkena cemaran. h. Bangunan.

34 Bangunan untuk ruang steril dirancang khusus, ruangan diberi aliran udara bertekanan positif secara efektif melalui saringan. Permukaan kedap air dan tidak retak. Tidak boleh ada bagian yang dapat terjadi penumpukan debu. Pipa-pipa dipasang dengan tepat. Saluran pembuangan terpisah dan bak cuci ditiadakan. Dan semua aspek yang memungkinkan pencemaran dihindari. i. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah dibersihkan. j. Pengolahan bahan awal dan produk dihindari dari pencemaran jasad renik, baik sebelum dan sesudah sterilisasi. Wadah, pembersih, jarak waktu sterilisasi, pembuatan larutan, sumber air hendaklah selalu dipantau dengan baik. k. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, cara saring, dengan etilen oksida atau dengan cara radiasi sesuai dengan masing-masing cara yang efektif. Selain hal-hal di atas, masalah yang perlu diperhatikan adalah masalah air, penyelesaian produk steril, indikator biologis dan kimia, kesiapan jalur pengemasan, pengawasan dalam proses, pelaksanaan pengemasan, produk pilihan, sisa produk dan obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, obat kembalian, karantina obat jadi, pengawasan distribusi, penyimpanan bahan awal, produk antara, ruahan dan obat jadi, penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas, serta penyimpanan produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya boleh diberikan kepada pabrik yang sudah memiliki sertifikat CPOB dan disertai surat perjanjian yang merinci tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak.

35 Pembuatan produk steril dilakukan di area bersih yang tingkat kebersihannya sesuai dengan standar kebersihan dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai. Pembuatan produk steril dibedakan menjadi 4 kelas : 1. Kelas A Zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya untuk zona pengisian ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik dan wadah tutup karet. Kondisi ini umumnya dicapai dengan memasang Laminar Air Flow (LAF). 2. Kelas B Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini merupakan latar belakang untuk zona kelas A. 3. Kelas C dan D Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat resiko yang lebih rendah Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik, agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang perlu dibicarakan dalam pengawasan mutu antara lain : 1. Pengawasan mutu Pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium. Sistem dokumentasi dan prosedur hendaklah menjamin bahwa pemeriksaan dilakukan dengan tepat. Tugas pokok pengawasan mutu meliputi penyusunan prosedur, penyiapan, instruksi,

36 menyusun rencana pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahan-bahan dan produk, meneliti catatan sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal kadaluwarsa, mengevaluasi pengujian ulang, menyetujui penunjukan pemasok, mengevaluasi keluhan, menyediakan baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak. 2. Laboratorium Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang yang lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab, peralatan instrumen yang cocok untuk prosedur dan dikalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang sesuai, baku pembanding resmi yang sesuai dengan monografi yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian yang mencakup seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk disimpan yang dipergunakan dalam pengujian selanjutnya. 3. Validasi Bagian pengawasan mutu melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar dan penerapan alat-alat instrumen yang ada, serta memberi bantuan dalam pelaksanaan validasi di bagian produksi. 4. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, diperhatikan dalam hal spesifikasi, cara pengambilan contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Uji sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan

37 secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi dari air dan lingkungan produksi. 5. Produksi-produksi dan perubahannya Bagian pengawasan mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk. 6. Peninjauan catatan produksi dan bets produk Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets dilakukan oleh bagian pengawasan mutu dan bets yang menyimpang diselidiki secara tuntas. 7. Penelitian stabilitas Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program ini dipatuhi mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan bets yang telah diluluskan. 8. Laboratorium luar Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar pabrik, tanggung jawab tetap berada di tangan pabrik. Sifat dan luas analisis hendaknya disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik yang bersangkutan. 9. Penilaian terhadap pemasok Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersama oleh bagian pengawasan mutu, bagian produksi dan bagian pembelian secara berkala.

38 2.4.8 Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi standar CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan dirinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan. 1. Tim inspeksi diri Tim ini ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurangnya tiga orang dari bidang yang berlainan yang paham mengenai CPOB. 2. Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali setahun. 3. Laporan inspeksi diri mencakup hasil inspeksi, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan. 4. Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pimpinan perusahaan.

39 2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Serta Obat Kembalian Penarikan kembali obat adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets obat tertentu dari peredaran. Penarikan kembali obat dilakukan apabila ditemukan obat yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Obat kembalian adalah obat jadi yang beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat atau mutu obat. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. 1. Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets Hal ini dilakukan bila ada produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau adanya efek samping yang merugikan kesehatan. 2. Keluhan dan laporan yang menyangkut kualitas produk, efek samping atau masalah medik lainnya menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik, dan akibat yang fatal. Penanganan keluhan dan laporan hendaklah dicatat dan secepatnya ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak

40 lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. 3. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi spesifikasi dapat digunakan, yang masih dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang. 4. Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian, pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengujian mutu yang seksama. 5. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat prosedurnya. 6. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian, dilaporkan dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi Dokumentasi Dokumentasi adalah seluruh prosedur, instruksi dan catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan tablet. Fungsi dokumentasi adalah: 1. Merupakan bagian dari sistem manajemen mutu dalam c-gmp 2. Memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan 3. Menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets/lot produk sehingga menjamin ketelusuran Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen dalam penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam

41 pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan peralatan, dokumen dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali, obat kembalian dan pemusnahan bahan baku obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi personil Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Hal hal yang harus diperhatikan dari pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, yaitu : 1. Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. 2. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usulan perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. 3. Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana dari Penerima Kontrak. 4. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak

42 Kualifikasi dan Validasi 1. Perencanaan Validasi adalah sebagai berikut : a. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. b. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. c. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: 1) Kebijakan validasi. 2) Struktur organisasi kegiatan validasi. 3) Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi. 4) Format dokumen, format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan. 5) Pengendalian perubahan, dan 6) Acuan dokumen yang digunakan. d. RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar. 2. Kualifikasi terdiri dari : a. Kualifikasi Desain Kualifikasi Desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. b. Kualifikasi Instalasi Kualifikasi Instalasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. c. Kualifikasi Operasional

43 Kualifikasi Operasional hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. d. Kualifikasi Kinerja Kualifikasi Kinerja hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi dan Kualifikasi Operasional dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

44 BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT 3.1. Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda. Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, sehingga pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No. Kep/23/I/1997 tanggal 31 Januari Setelah serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua : 1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD). 2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD). Berdasarkan SK Ditkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi : 1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Jankesad).

45 2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April 2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad. 3.2 Visi, Misi LAFI DITKESAD Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi satu-satunya lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat yang bermutu bagi TNI AD. Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut : 1. Mampu memenuhi kebutuhan obat, Dukkes dan Yankes TNI AD 2. Pusat litbang dan informasi obat TNI AD. 3. Mampu menjadi mitra industri Farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan obat Nasional. 3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad) struktur organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dapat dilihat pada Lampiran 1. Tugas pokok Lafi Ditkesad adalah membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi, penelitian dan pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad.

46 Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Lafi Ditkesad menyelenggarakan tugas-tugas sebagai berikut : Tugas dalam melaksanakan fungsi utama 1. Penelitian dan Pengembangan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode dan personel dalam rangka penyelenggaraan produksi obat. 2. Produksi; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang produksi obat 3. Pengawasan mutu; meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pemeriksaan fisika, kimia, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan pendukung produksi, pengawasan selama proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. 4. Pemeliharaan; meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, pengawasan mutu dan sistem penunjang. 5. Penyimpanan; meliputi segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan di bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan pendukung produksi, peralatan dan obat jadi Tugas Melaksanakan Fungsi Organik 1. Fungsi Organik Militer Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok LAFI Ditkesad.

47 2. Fungsi Organik Pembinaan Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad. 3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad Peraturan Kepala Staf TNI AD No. Perkasad/219/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih mengoptimalkan kinerja personil dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad dapat dilihat pada lampiran 2. Susunan organisasi adalah sebagai berikut: Eselon Pimpinan 1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi Kalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Direktur Kesehatan Angkatan Darat. 2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat, berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi Eselon Pembantu Pimpinan 1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Paahli Lafi

48 Pa Ahli Lafi dijabat oleh Pamen TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Pa Ahli terdiri dari: a. Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu, disingkat Paahli Madya Jemen Mutu. b. Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Paahli Madya Biotekfi. c. Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, disingkat Paahli Madya Amdal. 2. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Bagminlog. Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kabagminlog dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran, disingkat Kasirengarprogar. b. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam, disingkat Si TUUD) Kasi TUUD dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kasi TUUD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tiga kepala urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat

49 berpangkat Kapten CKM dan PNS golongan tiga serta satu perwira urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM terdiri dari: 1. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik, disingkat Kaurminperslog. 2. Kepala Urusan Tata Usaha, disingkat Kaurtu. 3. Kepala Urusan Dalam, disingkat Kaurdal. 4. Perwira Urusan Pengamanan, disingkat Paurpam Eselon Pelaksana 1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan, disingkat Installitbang KaInstallitbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi, disingkat Kasilitbangprod. b. Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metode dan Personel, disingkat Kasilitbangsistodapers. KaInstallitbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 2. Instalasi Produksi, disingkat Instalprod. KaInstalprod dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM (Berkualifikasi Apoteker), dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Ka Instalprod dalam

50 melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam, disingkat Kasidia Non Betalaktam b. Kepala Seksi Sediaan Betalaktam, disingkat Kasidia Betalaktam c. Kepala Seksi Sediaan Sefalosforin disingkat Kasidia Sefalosforin. d. Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasi Kemas. 3. Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Instal wastu KaInstal wastu dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel CKM (Apoteker), dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari: a. Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika dan mikrobiologi, disingkat Kasiuji Kifis dan Mikro b. Kepala Seksi Inspeksi, disingkat Kasiinspek. KaInstal wastu dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 4. Instalasi Pemeliharaan dan sistem penunjang, disingkat Instalhar dan Sisjang. Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM, terdiri dari: a. Kepala Urusan Pemeliharaan, disingkat Kaurhar.

51 b. Kepala Urusan Sistem Penunjang, disingkat Kaursisjang. Kainstalhar dan Sisjang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 5. Instalasi Simpan, disingkat Instal simpan Kainstalsimpan di. jabat oieh Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten CKM dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan CKM, terdiri dari: a. Kepala Urusan Penyimpanan Material Produksi, disingkat Kaur simpanmatprod. b. Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paursimpan Obat Jadi. Kainstalsimpan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. 3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun data personil Lafi Ditkesad Bulan Agustus 2008 berdasarkan jenjang pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 1.

52 Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan September 2008 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya. No Kualifikasi Militer PNS Jumlah 1 S2 Farmasi S2 Manajemen S1 Apoteker S1 Kimia / Sarjana lain-lain Sarjana Muda Kimia D3 Analisis Medis / Kesehatan Asisten Apoteker Analis Perawat Umum/Bidan Perawat Veteriner STM Alkes SLTA (SMA, SMEA, STM) SLTP SD Jumlah Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Angkatan Darat merupakan salah satu badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan dan produksi obat-obatan, yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan pemerintah melalui keputusan MenKes RI No. 43/MenKes/SK/II/1988 tentang

53 Cara Pembuatan Obat Yang Baik yang mengharuskan seluruh industri farmasi melaksanakan seluruh kegiatan sesuai dengan tuntunan CPOB. Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas maka dimulailah pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi. Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No tanggal 28 Februari Pembangunan dan pekerjaan yang sudah dilaksanakan Lafi Ditkesad pada saat ini adalah : 1. Bangunan a. Bangunan Instalasi Produksi Betalaktam. b. Sebagian bangunan Instalasi Produksi Non Betalaktam. c. Bangunan Instalasi Pengawasan Mutu. d. Fasilitas sumber air PDAM dan air baku farmasi untuk seluruh kebutuhan Instalasi Produksi (Betalaktam dan non Betalaktam), Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran. e. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan Instalasi Produksi, Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran. f. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah limbah pabrik. g. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik.

54 h. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan pabrik. i. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang laboratorium mikrobiologi dan Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagian unit produksi Non Betalaktam sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. 2. Peralatan Peralatan untuk Betalaktam, sebagian non Betalaktam dan Instalasi Pengawasan Mutu sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. 3. Dokumen Prosedur Tetap (Protap) Dokumen protap untuk sediaan Betalaktam dan non Betalaktam yang telah dibuat sudah dilaksanakan sesuai aturan CPOB 4. Pelatihan CPOB Pelatihan CPOB umum dan khusus baik untuk Betalaktam dan Non Beta laktam telah dilaksanakan secara berkala. 5. Sertifikasi CPOB Sertifikasi CPOB yang telah diterima oleh Lafi Ditkesad sampai bulan Februari 2007 ditujukan untuk sediaan Betalaktam dan non Betalaktam. a. Sertifikat CPOB untuk Sediaan Betalaktam : 1) Tablet antibiotika Penisilin dan turunannya 2) Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya 3) Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya 4) Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya 5) Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya

55 b. Sertifikat CPOB untuk Sediaan non Betalaktam : 1) Tablet biasa non antibiotik 2) Tablet salut non antibiotik 3) Kapsul keras non antibiotik 4) Serbuk oral non antibiotik 5) Cairan obat luar non antibiotik Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan. 3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan kegiatan administrasi Kegiatan Bagminlog Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan. Surat Keputusan Kasad No. Skep/336/X/2005 tanggal 17 Oktober 2005 tentang Pengadaan Barang/Material dan Jasa di Lingkungan Angkatan Darat mengatur tata cara pengadaan obat yang dilakukan dengan cara pembelian obat

56 jadi dan produksi di Lafi Ditkesad. Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap instalasi atau bagian di Lafi Ditkesad. Pengadaan barang dilakukan oleh Ditkesad melalui panitia pengadaan atau lelang, kemudian Dirkesad membentuk tim komisi penerimaan barang yang bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisik, uji kimia dan uji mutu dilakukan oleh Instal Wastu setelah barang lulus uji mutu maka dibuat Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) penerimaan. Bila barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan spesifikasi diminta atau tidak memenuhi syarat, maka barang akan dikembalikan untuk diganti, kemudian barang yang lolos administrasi dan uji mutu dikirim ke Gudang Pusat II yang disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM) Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instal wastu) Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat. Instal wastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Instal wastu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja yang menyangkut pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti

57 pemeriksaan kualitas udara, pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instal wastu ditunjang oleh fasilitas Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya. Dalam menjalankan tugasnya, Instal wastu didukung oleh personel yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan Instal wastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi. Beberapa kegiatan Instal wastu diantaranya: 1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metoda analisa yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia. 2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan didokumentasikan. 3. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian. 4. Menyimpan contoh pertinggal obat jadi dan bahan baku serta Catatan Pengujian atau Pemeriksaan. 5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan embalage. Hasilnya dapat dicatat pada Laporan Hasil Penjualan (Laporan Hasil Pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3).

58 6. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap produksi sampai hasil produk akhirnya. 7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh. Dicatat pada Catatan Pengujian sediaan jadi (Blanko Hasil Pengujian Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 4,5,6). 8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan. 9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi penyimpanan dan masa edar suatu produk. 10. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi. 11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama untuk sediaan antibiotika. 12. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian. Bangunan Instal wastu terdiri dari : 1. Laboratorium kimia Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber. 2. Laboratorium mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan Laminar Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri ( Read Biotic). 3. Ruang fisika

59 Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan tablet, keregasan tablet, waktu hancur tablet dan alat uji kebocoran sirup. 4. Ruang Instrumen Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV Vis, alat uji disolusi dan HPLC. 5. Ruang timbang 6. Ruang contoh pertinggal Ruang ini sebagai tempat penyimpanan contoh Bets dari tiap item yang di produksi Lafi dengan massa simpan satu tahun setelah massa kadaluarsa. 7. Gudang reagen 8. Perpustakaan 9. Ruang staff Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) Dalam menjalankan perannya Installitbang melakukan penelitian terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi : 1. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). 2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk Lafi Ditkesad. 3. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya. 4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.

60 Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi, selanjutnya dilakukan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama antara Insproduksi dan Instal wastu Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod) Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk Betalaktam dan produk non Betalaktam, dimana masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada Instalprod terdapat empat seksi yaitu: seksi non Betalaktam, seksi sediaan Betalaktam, seksi sediaan sefalosporin dan seksi kemas. Masing-masing seksi dikepalai oleh seorang Apoteker. Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, dan belum memiliki nomor registrasi, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia. Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record) yang disusun oleh tim CPOB dan disetujui oleh Kainstal prod dan Kainstal wastu, kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Hal yang diuraikan dalam catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets adalah kode produk, nama

61 produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan, tanggal pengolahan dan tanggal penyimpanan. Selain itu dalam catatan pengolahan bets diuraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan bahan, prosedur pengolahan dan rekonsiliasi. Pada catatan pengemasan bets di cantumkan tentang penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, prosedur pengemasan sekunder pelulusan oleh pengawasan mutu, rekonsiliasi pengemasan dan pengiriman obat jadi ke Instal Simpan. Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Ins. Simpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan non Betalaktam, seksi sediaan Betalaktam, seksi sediaan Sefalosporin. Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing seksi yang ada di Instalasi Produksi : 1. Seksi Sediaan Non Betalaktam (Sidia Non Betalaktam) Seksi sediaan Non Betalaktam adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi produksi. Pada seksi ini memproduksi obatobatan yang terdiri dari: sediaan tablet, sediaan kapsul dan sediaan sirup kering, salep dan sirup basah a. Sediaan Tablet

62 Pembuatan tablet meliputi kegiatan pencampuran, granulasi, pengeringan, pencetakan, penyalutan dan stripping. Hasil dari seksi sediaan non Betalaktam kemudian dikirim ke seksi pengemasan untuk dikemas. Tablet merupakan sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung, mengandung satu jenis bahan obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Peralatan yang digunakan oleh seksi sediaan padat untuk pembuatan tablet diantaranya adalah mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah sekaligus campur kering, oven pengering, granulator, mesin cetak tablet, mesin salut film serta mesin strip tablet. Metoda pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metoda cetak langsung dan metoda granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa, tablet kunyah, tablet lapis dua dan tablet salut film. Alur proses produksi tablet di Lafi Ditkesad dengan menggunakan metoda granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut: 1) Penimbangan bahan baku Bahan yang ditimbang diambil dari Instalasi simpan. Bahan yang dibawa ke ruang timbang hanya boleh terbungkus oleh kemasan primernya, sedangkan kemasan sekundernya tidak disertakan. Proses penimbangan dilakukan di ruang kelas III. Ruang timbang dilengkapi dengan dust extractor dan meja timbang yang kuat dan tahan getar. Bahan baku yang akan digunakan adalah bahan baku yang sudah dinyatakan lulus.

63 2) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai homogen. Pada pencampuran ini yang harus diperhatikan adalah waktu pencampuran dan putaran mesin pencampur agar dihasilkan massa yang homogen. 3) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago) Pada proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago telah dicampur homogen sebelum ditambahkan ke dalam penambahan aqua demineralisata panas. Kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa bening. Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket. 4) Proses granulasi basah Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago) ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal. Proses granulasi ini dilakukan didalam Mixer. 5) Proses pengeringan Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 38 0 C selama ±20 jam, sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet yang dibuat). 6) Proses pengayakan

64 Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung dari jenis dan ukuran tablet yang akan dibuat. Hasil pengayakan disebut dengan granul setengah kering. 7) Pada granul dilakukan IPC yang meliputi pemeriksaan kadar air granul 8) Proses pembuatan massa cetak Setelah granul lulus pemeriksaan uji mutu dibuat massa cetak yaitu dengan penambahan bahan pelincir dan bahan penghancur luar. Diaduk sampai homogen. 9) Pengawasan mutu (In process control) Sebelum proses pencetakan, dilakukan IPC terhadap massa cetak yang meliputi pemeriksaan homogenitas dan kadar zat aktif. 10) Proses pencetakan Pencetakan tablet dilakukan sesuai dengan ukuran diameter dan berat tablet. 11) Pengawasan mutu (In process control) Sebelum dikemas, dilakukan pemeriksaan keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan kadar zat aktif. 12) Proses penyalutan Jika tablet memerlukan penyalutan maka dapat dilakukan penyalutan dengan mencampurkan larutan penyalut dengan tablet jadi. 13) Proses penyetripan

65 Setelah tablet selesai dicetak atau disalut (untuk tablet salut) maka dilakukan proses pengemasan primer yakni proses penyetripan (stripping). 14) Pengawasan mutu (In process control) Pada hasil penyetripan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi tes kebocoran strip. Tablet yang telah lulus uji mutu siap dikemas dan dikirim ke Instalasi simpan. Untuk pembuatan tablet metode cetak langsung Dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi. Alur proses produksi tablet dan tablet salut dapat dilihat pada Lampiran 7 & 8. Untuk pembuatan tablet metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi. b. Sediaan Kapsul Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin strip. Alur proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1) Penimbangan bahan baku

66 Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir dilakukan oleh personil Instalsimpan. 2) Pencampuran/granulasi Proses pencampuran dilakukan hingga seluruh bahan yang dicampurkan homogen. Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, sedangkan untuk bahan yang tidak digranulasi langsung diisikan pada cangkang kapsul. 3) Pengawasan mutu Hasil pencampuran massa kapsul dilakukan IPC oleh Instal wastu yang meliputi pemeriksaan homogenitas kadar zat aktifnya. 4) Pengisian kapsul Setelah massa kapsul diluluskan oleh Instal wastu maka massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul. Selama pengisian harus diperhatikan suhu dan kelembaban ruangan. 5) Polishing Polishing dilakukan untuk menghilangkan debu yang masih menempel pada dinding luar kapsul. 6) Pengawasan mutu Pemeriksaan dilakukan pada hasil pengisian ke dalam cangkang kapsul yang meliputi pemeriksaan kadar zat aktif, keragaman bobot, uji waktu hancur dan uji disolusi untuk kapsul tertentu yang ada pengujian disolusinya. 7) Stripping

67 Proses stripping kapsul sama dengan proses stripping pada tablet. 8) Pengawasan mutu Pada hasil stripping dilakukan tes kebocoran strip. Kapsul yang telah di strip siap untuk dikemas dan dikirim ke Instalsimpan. Alur proses produksi kapsul dapat dilihat pada Lampiran 9. c. Sirup Kering Alur proses produksi sirup kering hampir sama dengan alur proses produksi tablet, yang membedakan hanya pada proses pencetakan, stripping dan pengemasan. Alur proses produksi sirup kering dapat dilihat pada Lampiran 10. d. Sediaan Salep Ruang produksi salep terdiri dari ruang pencampuran dan ruang pengisian. Peralatan yang digunakan antara lain mesin peleleh basis (Doubel Jacket), mesin pencampur salep dan mesin pengisi-penutup salep otomatis. Alur proses produksi salep terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1) Penimbangan bahan baku Penimbangan bahan baku dilakukan di ruang kelas III, oleh personil instalasi simpan. 2) Pelelehan basis Basis dilelehkan pada tangki pemanas double jacket, disaring kemudian didiamkan selama satu malam. 3) Pencampuran

68 Bahan basis yang telah dilelehkan lalu dicampur dengan zat aktif dan diaduk terus sampai homogen pada suhu 40 0 C di dalam Homomixer. 4) Pengawasan mutu Pada hasil proses pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas, ph dan kadar zat aktif. 5) Pengisian tube Setelah lulus uji mutu, massa salep diisikan ke dalam tube dengan suhu yang terjaga sekitar 40 0 C. 6) Pengawasan mutu Pada hasil pengisian dilakukan uji mutu (IPC) untuk diperiksa keseragaman isi tube dengan cara menimbang tube satu persatu yang dilakukan setiap 15 menit selain itu juga dilakukan uji mutu (IPC) yang meliputi pemeriksaan ph, massa salep dan kadar zat aktif tiap tube. Setelah lulus uji mutu, tube siap dikemas dan dikirim ke Ins. Simpan. Alur proses produksi salep dapat dilihat pada Lampiran 11. e. Sediaan Sirup Ruang produksi sirup merupakan ruang kelas III yang terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, colloid mill, tangki pemanas (double jacket), filter, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (In Line Process). Alur proses produksi sirup terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1) Penimbangan bahan baku

69 Penimbangan bahan baku dilakukan di ruang kelas III, oleh personil instalasi simpan. 2) Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex) Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada tangki pemanas double jacket. Pemanasan menggunakan uap air yang dihasilkan oleh ketel uap. 3) Pencampuran Zat aktif dan zat tambahan (pewarna dan pengawet) masing-masing dilarutkan dalam pelarutnya sampai larut sempurna, lalu dicampur dengan larutan gula pekat. Essence dapat ditambahkan jika diperlukan dan volume ditambahkan sampai tanda batas yang ditentukan. 4) Pengawasan mutu Pada hasil pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas larutan, kadar zat aktif, ph larutan dan berat jenis. 5) Pengisian, penutupan dan labelling Setelah lulus uji mutu dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label. 6) Pengawasan mutu Pada hasil pengisian dan penutupan dilakukan pengawasan mutu yang meliputi kadar zat aktif, ph larutan dan berat jenis. Selama proses pengisian dilakukan pengontrolan setiap 15 menit terhadap keseragaman volume dan hasil penutupan. Alur proses sediaan cairan obat luar dapat dilihat pada Lampiran 12.

70 2. Seksi Sediaan Sefalosporin (Sidia Sefalosporin). Produksi Sefalosporin belum dimulai produksi karena bangunan produksi belum jadi. 3. Seksi Sediaan Betalaktam Produksi Betalaktam di Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB pada tanggal 1 Juni Proses produksi Betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan produksi Non Betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang. Gedung produksi Betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga (air lock). Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan pembersihan. Ruang kelas I terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), dimana dilakukan pengisian ke dalam vial. Ruang kelas II meliputi loker, koridor kelas II, air shower, dan ruang staging steril. Ruang kelas III meliputi ruang timbang, ruang staging, ruang campur, ruang cetak tablet, ruang karantina, ruang salut film, ruang penyetripan, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang cuci vial, ruang botol bersih, ruang simpan alat, ruang IPC, ruang janitor, loker kelas III wanita dan pria. Ruang kelas IV meliputi ruang coding, ruang kemas, ruang karantina obat jadi, ruang gudang sejuk, ruang gudang botol/vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat, ruang laundry dan loker kelas IV wanita dan pria. Sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS) untuk ruang kelas I dan kelas II dilakukan dengan sistem recycle (udara dari kelas II disaring kemudian ditambah udara segar %), kemudian udara yang masuk

71 disaring dengan HEPA filter. Sementara untuk ruang kelas III dengan sistem pengolahan udara terbuka (udara segar yang masuk disaring dengan pre-filter dan medium filter). Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur secara berkala untuk mengukur pertukaran udara, suhu udara, kelembaban dan jumlah partikel. Setiap personel yang masuk ke ruangan Betalaktam diharuskan menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang berupa masker, sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan saat keluar dari ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor yang melekat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan produksi, setiap personel diharuskan untuk membersihkan diri dengan mandi. 4. Seksi Kemas Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kapsul, sirup, dan salep. Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik dilengkapi dengan brosur lalu diseal, setiap sak plastik berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dilengkapi dengan identitas berupa slip pak dimana setiap dus isinya berbeda sesuai dengan ukuran diameter tablet yaitu: a. Untuk tablet dengan diameter 7,5 mm, setiap dus berisi 40 sak plastik. b. Untuk tablet dengan diameter mm, setiap dus berisi 30 sak plastik. c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik. Pengemasan kapsul dilakukan setelah proses stripping. Kapsul yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik dilengkapi

72 dengan brosur lalu diseal. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus dilengkapi dengan identitas berupa slip pak dimana tiap dus berisi 20 sak plastik, setiap sak plastik berisi 25 strip dan setiap strip berisi 10 kapsul. Untuk sirup dipak ke dalam dus. Tiap dus berisi 25 botol dilengkapi dengan sendok takar, brosur dan slip pak. Untuk sediaan salep setelah dimasukkan ke dalam tube aluminium sebanyak 10 g yang etiketnya telah tercetak pada permukaan luar tube, dimasukkan ke dalam dus kecil dilengkapi dengan brosur. Setiap dus kecil berisi 25 tube dan dimasukkan ke dalam dus besar yang berisi 24 dus kecil. Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh Instalasi pengawasan mutu dan tim komisi, kemudian Inswastu menempelkan label dikeluarkan dikemasan sekundernya dan setelah diperiksa oleh tim komisi seksi kemas membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan bukti penyerahan obat jadi yang dikirim ke Instalasi Simpan Kegiatan Instalasi Simpan (Instalsimpan) Instalasi Simpan (Instalsimpan) bertanggung jawab terhadap penyimpanan barang- barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang berlangsung di Lafi Ditkesad yaitu produksi, Wastu, administrasi dan logistik serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang Instalsimpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instalsimpan ke Gudang Pusat II dan sebaliknya adalah sebagai berikut: 1. PPM 2. PPnM

73 3. Bukti Penyerahan Barang (BP) dari Pusat II 4. Bukti Pengiriman (Surat Kirim Barang). Kegiatan yang dilakukan oleh Instalsimpan meliputi : 1. Menerima dan menyimpan bahan baku, bahan pendukung Prod, reagensia, dan bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II. 2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain serta peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan. 3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi 4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II. Persediaan barang di Instalsimpan diawasi dengan ketat dimana pemasukan dan pengeluaran barang dicatat di kartu gudang Ruangan. Instalsimpan terdiri dari ruangan administrasi, ruang sejuk (AC), ruang sampling (kelas III), ruang timbang dan staging (kelas III), ruang bahan aktif, ruang bahan cair dan ruang produk jadi, ruang bahan pembantu, ruang embalage Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang Instalasi pemeliharaan dan Sisjang merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi sehingga siap digunakan, penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dilaporkan kepada Kalafi. 1. Penanganan Limbah Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan

74 di sekitar industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari proses produksi dan proses pengujian, yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair. Pada produksi obat Non Betalaktam, pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector yaitu limbah (debu) disedot dari ruang produksi dengan vakum kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah dengan air washer. Sedangkan limbah cair produksi Non Betalaktam langsung dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah. Pada produksi Betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah melalui air washer, dimana limbah padat (debu) disedot oleh vakum dari ruangan yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan ruang isi sirup kering, lalu disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga debu akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang dilengkapi dengan dozing pump dan ph meter. Cairan ini didestruksi untuk memecah cincin Betalaktam dengan larutan NaOH 0,1 N yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh ph 9. Sedangkan limbah cair produksi obat non Betalaktam tidak melalui destruksi. Selanjutnya, limbah hasil produksi Betalaktam disalurkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan mengendapkan kotoran pada bak pengendap. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan Poly Aluminium Chloride pada bak koagulasi dan polimer anionik pada bak flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan dengan mengembangbiakkan bakteri aerobik pada bak aerasi agar dapat menghancurkan zat organik. Untuk

75 menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea sebagai nutrisi untuk bakteri. Tahapan pengolahan air limbah di IPAL Lafi Ditkesad melibatkan proses fisika, kimia dan biologi. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Bak Penampungan Awal Air limbah yang masuk dari produksi Betalaktam yang telah mengalami destruksi akan ditampung dan pengotornya diendapkan dalam bak ini. Kemudian dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi pertama). b. Bak Sedimentasi Pertama Disini terjadi proses pengendapan kembali. Di dalam bak ini terdapat sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan berlangsung lama. Air limbah dari bak ini mengalir ke bak equalisasi. c. Bak Equalisasi Disini terjadi proses fisika. Di bak ini material padat dihancurkan dengan menggunakan Communitor, pasir terbawa diendapkan. Bak ini dilengkapi dengan pompa untuk mengendalikan fluktuasi jumlah air kotor yang tidak merata, yaitu pada jam kerja dan di luar jam kerja. Bak ini juga terdapat pengaduk untuk mengaduk bahan organik agar tidak mengendap. d. Bak Aerasi dan Stabilisasi Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan pompa secara kontinyu. Di dalam bak ini limbah diolah menggunakan bakteri aerob (jenis SGP-50) yang berguna untuk menghancurkan zat-zat organik. Bak ini dilengkapi dengan aerator untuk memasukkan oksigen dari udara yang dihasilkan oleh blower dan ditransfer ke dalam air limbah, sehingga

76 mikroorganisme mampu melanjutkan sintesis dan dekomposisi bahan pencemar menjadi gas yang tidak mencemari. Di dalam bak ini dilakukan juga pengadukan untuk menjamin seluruh material yang ada di dalam limbah cair dalam kondisi tersuspensi. e. Bak Sedimentasi Kedua (Clarifier) Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak sedimentasi kedua. Dalam bak ini air mengalami penjernihan. Bak ini memiliki dinding pemisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang berbentuk kerucut untuk mengendapkan sedimen sehingga air yang mengalir ke bak koagulasi hanya cairannya saja. f. Bak Koagulasi Cairan dari bak sedimentasi kedua masuk ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dengan menggunakan dozing pump yang disertai dengan pengaduk, dimana koagulasi berfungsi untuk mengikat protein berantai panjang. Konsentrasi PAC yang diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dalam 1000 L air. Bak koagulasi berfungsi sebagai bak penampung koagulan. g. Bak Flokulasi Dari bak koagulasi cairan dialirkan ke bak flokulasi yang berfungsi untuk mengendapkan endapan yang masih terbawa. Di dalam bak ini air limbah mengalami penambahan flokulan berupa polimer elektrolit sebagai polianionik dengan konsentrasi 1 kg polianionik dalam 1000 L air sehingga terbentuk flok-flok yang kemudian diendapkan di bak

77 sedimentasi kedua. Untuk air yang sudah jernih akan langsung menuju ke bak penampungan akhir melalui bidang miring. h. Bak Pengendapan akhir (Bak Sedimentasi Ketiga) 1) Dari bak flokulasi, cairan yang masih mengandung endapan dialirkan ke dalam bak sedimentasi ketiga yang berbentuk kerucut di bagian bawah bak. Pada bak ini diberi karung yang berfungsi sebagai penyaring untuk menampung endapan, sedangkan cairan yang lebih jernih masuk ke dalam bak penampung cairan. 2) Bak Penampung Cairan Cairan yang masih mungkin mengandung limbah dialirkan kembali ke bak sedimentasi pertama untuk diolah kembali sampai limbah tersebut benar-benar bersih dari senyawa kimia yang berbahaya. i. Bak Bidang Miring Bak bidang miring berbentuk miring ke satu arah yang menghubungkan bak flokulasi dan bak kontrol yang gunanya untuk menahan endapan dan partikel lain yang masih terdapat dalam air limbah dari bak flokulasi. Melalui bak bidang miring, air dari bak flokulasi mengalir ke bak kontrol. j. Bak Kontrol (Bak Pembuangan Akhir) Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak kontrol yang berisi ikan sebagai kontrol biologi untuk diperiksa kadar COD dan BOD serta TDS (jumlah zat padat total), dan ph. Jika hasilnya memenuhi syarat air dapat dibuang ke saluran pembuangan umum. Parameter yang harus dipantau untuk limbah cair adalah : 1. ph

78 2. Suhu 3. Total Suspended Solid (TSS) 4. Total Dissolved Solid (TDS) 5. Biological Oxygen Demand (BOD) 6. Chemical Oxygen Demand (COD) Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Farmasi (kep-51/menlh/10/1995) Parameter Proses pembuatan Bahan Formula (mg/l) Formulasi (Pencampuran) (mg/l) BOD COD TSS Total-N 30 - Fenol 1,0 - Ph 6,0-9,0 6,0 9,0 Denah IPAL dapat dilihat pada Lampiran Fasilitas Pendukung / Utility Fasilitas pendukung terdiri dari pengolahan air baku farmasi, Instalasi listrik dan Instalasi udara bertekanan. Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diolah menjadi air baku farmasi melalui Instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi steril maupun nonsteril. Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan dan sisjang. Fasilitas utility terdiri dari : a. Instalasi Listrik

79 Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 2000 KW. Pada saat ini belum digunakan generator tetapi pada produksi steril diperlukan adanya aliran listrik secara terus-menerus sehingga dipertimbangkan untuk menggunakan generator. b. Pengolahan Demineralisata Sumber air bersih berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kemudian diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air. Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena banyaknya kandungan logam pada air tanah. Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang tertanam di dalam tanah ( ground tank ) kemudian dialirkan melalui pipa ke dalam suatu alat filtrasi. 3.8 Pengolahan Dokumen Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen sebuah organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi : 1. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi obat yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi bidang personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan Instalasi umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan perawatan alat, prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metoda dan instruksi serta protap-protap lain yang diperlukan. 2. Dokumen seluruh proses pembuatan obat yang dituangkan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets meliputi spesifikasi, prosedur,

80 metoda dan Instruksi, catatan dan laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang diproduksi. 3. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil pengujiannya. 4. Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan. 5. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan dengan perbaikan, pemantauan dan pengendalian, misalnya lingkungan, perlengkapan, peralatan dan personalia. Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan tetapi Master Document disimpan di produksi. Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets yang sudah diisi, disimpan di Instalasi Pengawasan Mutu

81 BAB IV PEMBAHASAN Lafi Ditkesad merupakan Satu-satunya produksi dilingkungan Ditkesad yang mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu bagi TNI AD. Untuk itu Lafi Ditkesad dituntut untuk menghasilkan obat yang bermutu tinggi, aman dan berkhasiat walaupun obat yang diproduksi hanya untuk lingkungan sendiri yaitu prajurit dan PNS TNI-AD serta keluarganya. Selain itu, Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan suatu badan pelaksana yang berada di bawah Direktorat kesehatan Angkatan Darat yang bertugas untuk menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi teknik yang meliputi produksi obat, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, penyimpanan, administrasi logistik, pemeliharaan alat produksi dan instrumen serta menyelenggarakan fungsi organiknya yang berupa fungsi militer dan fungsi pembinaan. Dalam pelaksanaan produksi, Lafi Ditkesad senantiasa mengacu pada CPOB hal ini dibuktikan dengan telah dimilikinya 5 sertifikat CPOB untuk sediaan antibiotik Betalaktam dan 5 sertifikat sediaan Non Betalaktam. Pelaksanaan CPOB di Lafi Ditkesad tercakup dalam pembahasan berikut : 4.1 Manajemen Mutu Sistem manajemen mutu pada produk jadi di Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan sesuai dengan pedoman CPOB, hal ini dibuktikan dengan telah

82 diperolehnya sertifikat CPOB sebanyak 10 sertifikat untuk produk jadi yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad. 4.2 Personalia Struktur organisasi Lafi Ditkesad mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas, sehingga tiap personil mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Instalasi Produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu dipimpin oleh masing-masing seorang Apoteker yang berbeda, tetapi memiliki kewajiban yang sama untuk menghasilkan produk yang bermutu. Lafi Ditkesad senantiasa melakukan pelatihan bagi personil yang pelaksanaannya selalu mengacu pada CPOB serta disesuaikan dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing. Materi pelatihan dibuat secara bertahap dan tertulis dalam bentuk prosedur tetap yang disetujui oleh Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi Produksi. Materi tersebut disampaikan secara bertahap dan terjadwal disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis materi. 4.3 Bangunan dan Fasilitas Lafi Ditkesad memiliki dua lokasi yang digunakan dalam proses produksinya. Lokasi pertama berada di Jl. Gudang Utara No. 25 yang digunakan sebagai gedung produksi dari sebagian tahap produksi Non Betalaktam. Sedangkan lokasi kedua terletak di Jl. Gudang Utara No. 26 yang digunakan sebagai gedung produksi Betalaktam, laboratorium dan gedung produksi dari sebagian tahap produksi Non Betalaktam

83 Lafi Ditkesad memproduksi dua jenis sediaan obat, yakni sediaan golongan Betalaktam dan Non Betalaktam, untuk obat-obatan golongan penisilin diproduksi pada bangunan yang terpisah yang dilengkapi dengan peralatan pengendali udara khusus. Hal ini diperuntukkan agar tidak mencemari lingkungannya Instalasi Produksi Pada gedung produksi Betalaktam dan Non Betalaktam permukaan lantai, dinding dan langit-langit dilapisi cat epoksi, permukaannya rata, halus dan dihindari adanya celah, tidak terdapat sambungan agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan pembersih, tidak melepas atau menahan partikel dan sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit berbentuk lengkungan. Untuk mengendalikan udara, di ruang produksi dilengkapi dengan sarana pengatur suhu dan kelembaban, Penyaringan udara dilakukan melalui filter udara yang dilengkapi dengan pre-filter, medium filter dan hepa filter. Hepa filter mampu menyaring partikel berukuran 0,3 μm dengan tingkat kemampuan 99,9997% Instalasi Simpan Bangunan Instalsimpan di Lafi Ditkesad dibagi menjadi gudang cairan, gudang bahan baku obat, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas, gudang peralatan, ruang penimbangan, gudang penyaluran, dan ruang administrasi. Penyimpanan barang, tidak diurutkan secara alfabetis tetapi tetap berdasarkan : 1. Stabilitas penyimpanan. Bahan yang harus disimpan di bawah suhu kamar, disimpan di gudang sejuk.

84 2. Barang yang fast atau slow moving. Barang fast moving, disimpan di dekat ruang timbang, sedangkan barang yang slow moving, disimpan dalam ruang yang sesuai dengan kondisi barang. 3. Barang yang bobotnya besar atau berat. Diletakkan di bagian depan gudang supaya lebih mudah dikeluarkan. 4. Barang yang ringan dan mahal. Diletakkan di bagian dalam gudang, untuk mencegah terjadinya kehilangan. Bahan baku dan obat jadi sediaan Betalaktam sudah dipisahkan dari bahan baku dan obat jadi lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi silang. Sistem administrasi di gudang sebaiknya dilaksanakan melalui sistem komputerisasi untuk memudahkan pencatatan keluar masuknya barang dan pengawasannya Instalasi Pengawasan Mutu Instalasi Wastu Lafi Ditkesad bertugas melakukan pengawasan mutu terhadap obat-obat produksi Lafi Ditkesad mencakup pemeriksaan bahan awal, in process control dan obat jadi. Personil Instalasi Wastu yang terdiri dari Apoteker, Asisten Apoteker dan analis memiliki ketrampilan dan pengalaman yang cukup dalam pengajian. Prosedur pengujian terhadap obat-obat yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad telah terdokumentasikan dengan baik, sehingga memudahkan dalam proses pemeriksaan mutu, bahan awal dan obat jadi. Bangunan instalasi pengawasan mutu telah memenuhi persyaratan CPOB dengan adanya pembagian ruangan yang jelas untuk setiap bagian di Instalasi Pengawasan Mutu. Metode yang paling sering digunakan dalam penetapan kadar adalah metode

85 spektrofotometri dan titrasi. Metode spektrofotometri lebih sering digunakan karena pelaksanaannya sederhana, cepat dan tingkat akurasinya tinggi Peralatan Mesin-mesin produksi dan peralatan penunjang dalam proses produksi Betalaktam, Non Betalaktam dan pengawasan mutu sebagian besar telah memenuhi persyaratan CPOB. Selain itu juga dilakukan perawatan dan kalibrasi ulang secara berkala untuk menjamin agar proses produksi senantiasa terjaga dan kinerja mesin senantiasa terawat. Rancang bangun dan konstruksi peralatan yang tepat dengan penempatan alat yang tepat akan memudahkan dalam pembersihan dan perawtannya. Setiap peralatan dilengkapi dengan protap (prosedur tetap), sehingga operator akan lebih mudah dalam mengoperasikan alat tersebut Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan hygiene di Lafi Ditkesad sudah dilaksanakan dengan baik walaupun masih banyak yang harus dibenahi lagi seperti : Higiene perorangan dan sanitasi bangunan yang masih lebih optimal pelaksanaannya dan perlu pengawasan yang lebih ketat lagi. Penerapan sanitasi dan hygiene pada bangunan dan ruangan di Lafi Ditkesad, yaitu : 1. Gedung atau ruang untuk proses produksi dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan.

86 2. Tersedia toilet dan ruang ganti dalam jumlah yang cukup, berventilasi baik, mudah dicapai dari daerah kerja tetapi tidak berhubungan langsung dengan daerah kerja. 3. Upaya pembersihan atau sanitasi terhadap mikroba dan pencegahan terhadap serangga atau binatang kecil lainnya, binatang pengerat dan lain-lain sudah dilaksanakan dan ditunjang dengan penyediaan sarananya. 4. Dilakukan secara teratur dan periodik yang didukung oleh prosedur tetap yang terperinci, antara lain metode, jadwal dan alat yang dipakai, bahan pembersih dan desinfektan yang dipakai harus aman, pelaksana dan penanggung jawab, pemeriksa dan pengawasan serta dokumentasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan sanitasi dan hygiene pada peralatan dan perlengkapan di Lafi Ditkesad adalah : 1. Setelah digunakan, peralatan yang dibersihkan secara keseluruhan (luar dan dalam) sesuai dengan prosedur tetapnya. 2. Peralatan dan perlengkapan dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. 3. Sebelum dipakai, diperiksa kebersihannya untuk memastikan bebas dari sisa produk atau bahan sebelumnya. 4. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dilepas dilakukan di ruang khusus dan terpisah dari ruang pengolahan 5. Setiap wadah dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi dilengkapi dengan prosedur pembersihan secara tertulis. Prosedur sanitasi dan hygiene belum divalidasi dan dievaluasi secara periodik sehingga penerapan prosedur yang bersangkutan belum dapat dinyatakan seratus persen memenuhi persyaratan.

87 4.6 Produksi Setiap bahan awal yang masuk ke instal produksi harus sudah lulus uji mutu. Pelaksanaan produksi senantiasa mengikuti protap yang telah di buat sesuai CPOB. Setiap produk yang akan diproduksi memiliki catatan bets tersendiri sehingga produk obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Perlu penerapan kedisiplinan setiap personil produksi untuk mencatat semua kegiatan selama proses produksi berlangsung pada catatan bets dan ini merupakan tugas dan tanggung jawab masing- masing personil, sehingga apabila ada kesalahan dapat terseleksi lebih dini. 4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Instalasi Pengawasan Mutu Lafi Ditkesad bertugas melakukan pengawasan mutu terhadap obat-obat produksi Lafi Ditkesad mencakup pemeriksaan bahan awal, produk antara, produk ruahan, In Process Control dan obat jadi. Personil Instalasi Pengawasan Mutu yang berfungsi sebagai analisis yang memiliki ketrampilan dan pengalaman cukup. Prosedur pengujian terhadap obat-obat yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad telah terdokumentasikan dengan baik, sehingga memudahkan dalam proses pemeriksaan mutu bahan awal dan obat jadi Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah peninjauan kembali atau pemeriksaan secara jujur seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang dapat berpengaruh pada

88 jaminan mutu. Tujuan dari inspeksi diri adalah untuk menilai penerapan CPOB dalam seluruh aspek produksi dam pengendalian mutu. Sasaran inspeksi diri adalah mencari setiap kekurangan dalam penerapan CPOB dan memberi saran untuk dilakukan perbaikan. Inspeksi diri dilakukan terhadap personil, bangunan dan fasilitas, penyimpanan bahan baku dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu dan pemeliharaan gedung yang dilakukan secara teratur, minimal setahun sekali dimana tindakan perbaikannya harus dilaksanakan. Inspeksi diri di Lafi Ditkesad lebih dilaksanakan secara optimal dan terjadwal Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Lafi Ditkesad memiliki tempat penyimpanan khusus untuk contoh pertinggal dari obat-obat yang telah diproduksi dengan tujuan penanganan jika terjadi keluhan obat, penarikan kembali atau obat kembalian yang telah diproduksi. Lafi Ditkesad selalu menanggapi dengan cepat apabila ada keluhan terhadap obat yang diproduksi, dengan cara melakukan pemeriksaan kembali contoh pertinggal, yang dilakukan oleh Instalasi Pengawasan Mutu. Instalasi ini akan melakukan analisis, evaluasi dan perbaikan-perbaikan serta bila perlu akan dilakukan penarikan produk obat yang bersangkutan. Penanganan terhadap keluhan langsung disampaikan kepada Dirkesad, kemudian Dirkesad memberikan perintah kepada Ka Lafi dan Ka Lafi akan memerintahkan Instalasi Pengawasan Mutu untuk melakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal pada nomor batch yang sama. Jika contoh pertinggal

89 tersebut mengalami cacat, maka Ka Lafi akan melaporkan kepada Dirkesad untuk menarik produk tersebut. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa saran-saran mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan Dokumentasi Dokumen mengenai seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan baik, meliputi dokumen batch record, protap untuk produksi, operasional, perawatan gedung, perawatan alat dan peralatan penunjang lainnya, spesifikasi bahan dan produk, metode dan prosedur analisa, penyimpanan dan sebagainya. Namun masih perlu dilakukan penanganan dokumen secara teratur dan sistematis sehingga dapat dijaga kerapian, keaslian, kerahasiaan, keamanan, serta kemudahan dalam penelusurannya, karena sistem dokumentasi akan sangat menunjang dalam manajemen sistem informasi dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Bila perlu, berbagai dokumen yang sudah ada tersebut ditangani oleh suatu bagian atau seksi khusus dengan sistem komputerisasi Utilitas Utilitas merupakan sarana pendukung yang diperlukan untuk terlaksananya proses produksi didalam suatu pabrik yang meliputi berbagai komponen seperti instalasi listrik, air, AHS, steam, kompresi, vakum, gas dan air limbah. Sebagai sarana penunjang, komponen listrik sangat berperan penting bagi terlaksananya semua kegiatan yang berkaitan dengan dengan produksi seperti

90 proses pencampuran, pencetakan, pengisian sirup, striping, pengemasan, sistem tata udara, pengawasan mutu, sistem pengolahan air (SPA), penanganan air limbah (IPAL) dan lain sebagainya. Dalam hal ini LAFI AD sebagai salah satu industri farmasi mensupply tenaga listrik dari PLN, yang jika terjadinya pemadaman listrik secara bergilir maka semua proses yang berkaitan dengan proses produksi tidak bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal-hal yang terkena dampak langsung jika aliran listrik terputus antara lain meliputi proses-proses berikut ini : 1. Pencampuran dan Pencetakan Tidak berjalannya mesin yang digerakkan oleh tenaga listrik. 2. Pembuatan Sirup Proses pengisian dan penutupan botol tidak akan jalan. 3. Stripping Tidak bisa dilakukan stripping karena aliran yang dibutuhkan untuk mengepres Polycellonium tidak tersedia. 4. Pengemasan Aktivitas terganggu akibat tidak adanya penerangan yang memadai. 5. Sistem tata udara (AHS) Terganggunya proses pengaturan kelembaban yang diperlukan selama proses produksi. Proses pengaturan tekanan udara yang telah seimbang menjadi terganggu sehingga tidak adanya perbedaan tekanan udara antar kelas jika listrik padam dalam waktu yang cukup lama.

91 Terganggunya proses pertukaran udara yang biasanya dilakukan selama 1x 24 jam. 6. Pengawasan mutu Tidak bisa melakukan pengujian secara keseluruhan karena mulai dari timbangan sampai alat-alat untuk pengujian lainnya tidak bisa dioperasikan. Terganggunya proses pengujian masa edar yang menggunakan climatic chamber karena ketidaksesuaian suhu yang diinginkan 7. Sistem pengolahan air Terganggunya suplai air yang dibutuhkan baik untuk pemakaian umum dan mampu untuk pembuatan air demin. 8. Penanganan air limbah Proses pertukaran oksigen pada bak aerasi tidak berjalan.

92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad tanggal 1 September 2008 sampai dengan selesai, maka diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan unsur pelaksana Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yang memproduksi obat yang diperuntukkan hanya bagi Angkatan Darat. b. Obat jadi yang di produksi di Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) ini dibuktikan dengan diperolehnya 10 sertifikat CPOB masing-masing 5 sertifikat untuk produk Betalaktam dan 5 sertifikat produk Non Betalaktam. c. Lafi Ditkesad senantiasa untuk meningkatkan pelaksanaan CPOB dengan tujuan untuk menghasilkan obat yang dihasilkan bermutu, aman dan berkhasiat dengan upaya pembangunan gedung yang baru, melengkapi dan memperbarui peralatan, validasi metode dan meningkatkan perawatan peralatan, serta sistem pengawasan secara menyeluruh d. Lafi Ditkesad merupakan tempat pembelajaran yang tepat bagi mahasiswamahasiswi yang sedang mengikuti pendidikan profesi apoteker. e. Prosedur dan manajemen Lafi Ditkesad berbeda dengan industri farmasi lainnya, karena memiliki kebijakan dan alur kerja berdasarkan jalur komando dari supra sistemnya.

93 f. Secara umum ruangan yang dimiliki oleh Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan ruang yang telah ditentukan oleh CPOB maupun GSP, seperti sarana dan prasarana, personalia, higiene, dan sanitasi serta pengawasan mutu dan dokumentasi, sehingga menjamin kualitas dari bahan baku obat sampai dengan obat jadi. 5.2 Saran Hendaknya dilakukan pelatihan secara berkala mengenai seluruh aspek CPOB terkini yang diikuti secara menyeluruh oleh personil mulai dari tingkat pimpinan sampai dengan tingkat operator dan bawahan lainnya.

94 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1989, Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No /A/SK/XII/1989 tentang Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1998, Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 43/SK/Menkes/II/1988 tentang pedoman Cara P embuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1990, Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 245/SK/Menkes/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Izin Usaha Industri farmasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2007, Kepala Staf TNI AD, Peraturan Kasad Nomor Perkasad/219/XII/2007 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi, Ditkesad (Orgas Lafi Ditkesad), Bandung. Anonim, 2001, Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Anonim, 2001, Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Anonim, 2006, Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

95 Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DIRKESAD POKPIM ITDIT SESDITKESAD INFOLAHTA SUBDIT BINCAB SUBDIT BINYANKES SUBDITBIN MATKES SUBDIT BINDUKKES RSPAD LAFI LAKESMIL LABIOMED LAKESGILUT LAPALKES GUPUS I GUPUS II

96 Lampiran 2. Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad Berdasarkan Eselon dan Jabatan (Peraturan Kasad NomorPerkasad/219/XII/2007 Tanggal ) Kalafi Wakalafi Eselon pimpinan Eselon Pembantu Pimpinan Paahli Kabagminlog Eselon pelayanan Kasituud Eselon Pelaksana Kainstalprod Kainstalwastu Kainstalhar & Sisjang Kainstallitbang Kainstalsimpan Keterangan: Kalafi : Kepala Lembaga Farmasi Wakalafi : Wakil Kepala Lembaga Farmasi Paahli : Perwira Ahli Kabagminlog : Kepala Bagian Administrasi dan Logistik Kasituud : Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam Kainstalprod : Kepala Instalasi Produksi Kainstalwastu : Kepala Instalasi Pengawasan Mutu Kainstalhar & Sisjang : Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang Kainstallitbang : Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan Kainstalsimpan : Kepala Instalasi Simpan

97 Lampiran 3. Blanko Hasil Pengujian Laboratorium LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT INSTALASI PENGAWASAN MUTU LAPORAN HASIL PENGUJIAN NOMOR : / / NAMA CONTOH 2. NAMA PABRIK : 3. NAMA PENYALUR : 4. JUMLAH : 5. KEMASAN : 6. TGL DALUAWARSA : 7. RUMUS KIMIA : 8. DITERIMA TANGGAL : 9. MULAI DIUJI TANGGAL : 10. SELESAI DIUJI TANGGAL : 11. PERMINTAAN DARI Panitia Penerimaan Matkes/Matum No... Tanggal , TA Contoh :..No MAKSUD PENGUJIAN : Quality Control 13. HASIL PENGUJIAN a. Pemerian b. Identifikasi c. Kemurnian d. Kelarutan e. Keasaman/Kebasaan f. Suhu Lebur : (Syarat : - ) g. Rotasi Jenis : (Syarat : - ) h. Indeks Bias : (Syarat : - ) i. Bobot Jenis : (Syarat : - ) j. Susut Pengeringan : % (Syarat : - ) k. Kadar Abu : % (Syarat : - ) l. Kadar : % (Syarat : - ) 14. PEMERIKSAAN LAIN : 15. PUSTAKA : Farmakope Indonesia Ed. IV Th. 1995/Prosedur Tetap 16. CATATAN : 17. KESIMPULAN : Memenuhi Syarat 18. PEMERIKSA : BANDUNG, 200 KA. INS. WASTU ( )

98 Lampiran 4. Blanko Catatan Pengujian Tablet dan Kapsul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : YURAIDAH, S.Farm 083202097 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LEMBAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun oleh : Sri Munawarni, S.Farm NIM : 073202164 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG PERIODE 03 MEI 31 MEI 2010 Disusun oleh: AMELIA LEONA, S. Farm NIM 093202002

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) BANDUNG Disusun oleh: JOHAN, S.Farm 093202035 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 01 30 NOVEMBER 2010 Disusun oleh: RANI MELINTAN, S.Farm. NIM 093202145

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 01 30 NOVEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDUSTRI FARMASI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDUSTRI FARMASI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDUSTRI FARMASI DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD) PERIODE 03 28 OKTOBER 2011 BANDUNG Disusun oleh : Meily Dasnawati, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh:

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh: LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung Disusun Oleh: Debora R. Hutagaol, S.Farm. NIM 133202215 Dinda Ayyu Hanjaya, S.Farm. NIM 133202126

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI Di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun oleh : Desi Hernita, S. Farm 073202014 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA 2.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II PT. KIMIA FARMA 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma(Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Disusun oleh: KATARIN SITOMPUL, S.Farm NIM 093202039 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 3.1 Keterlibatan Dalam Produksi Praktek Kerja Profesi Apoteker di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, dilaksanakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 2.1 Sejarah Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin mutu obat hewan, perlu adanya upaya penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat tradisional merupakan produk

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA (LAFIAU) Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt Disusun Oleh : Ratna susanti,s.fram 083202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD POKPIM ITDIT SESDITKESAD INFOLAHTA SUBDIT BINCAB SUBDIT BINYANKES SUBDIT BINMATKES SUBDIT BINDUKKES RSPAD LAFI LAKESMIL LABIOMED

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad berdasarkan Peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII /2007 Tanggal KALAFI WAKALAFI

Lampiran 1. Struktur organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad berdasarkan Peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII /2007 Tanggal KALAFI WAKALAFI Lampiran 1. Struktur organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad berdasarkan Peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII /2007 Tanggal 10-12-2007 KALAFI WAKALAFI ESELON PIMPINAN ESELON PEMBANTUPIMPINAN PAAHLI KABAG MINLOG

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD POKPIM ITDIT SESDITKESAD INFOLAHTA SUBDIT BINCAB SUBDITBIN YANKES SUBDIT MATKES SUBDIT BINDUKKES RSPAD LAFI LAKESMIL LABIOMED

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

Lampiran 1.Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD

Lampiran 1.Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD Lampiran 1.Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat DITKESAD POKPI ITDIT SESDITKESAD INFOLAHTA SUBDIT BINCAB SUBDITBIN YANKES SUBDIT MATKES SUBDIT BINDUKKES RSPAD LAFI LAKESMIL LABIOMED

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PEMERIKSAAN LAPANG DALAM RANGKA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci