HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik Hayati terhadap Peubah Pertumbuhan Tanaman Padi Hasil analisis statistik menunjukan bahwa metode budidaya maupun aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan tanaman padi yaitu tinggi tanaman pada 42, 56 dan 70 HST, jumlah anakan 42, 56 dan 70 HST, bobot basah dan kering tajuk serta bobot basah dan kering akar (Lampiran 6 19). Tinggi Tanaman Hasil analisis statistik pada peubah tinggi tanaman 14, 28, 42, 56 dan 70 HST menunjukan bahwa aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati berpengaruh nyata pada metode konvensional dibandingkan dengan metode SRI. Pada 14, 28, 42, dan 56 HST metode konvensional menghasilkan tanaman yang lebih tinggi yaitu masing-masing 38,1; 64,4; 77,5; dan 90,2 cm dan berbeda nyata dengan metode SRI yang memiliki tinggi tanaman masing-masing adalah 21,4; 38,7; 60,1; dan 81,0 cm (Tabel 3). Perbedaan tinggi tanaman pada metode konvensional dan metode SRI ini, diduga karena pada metode konvensional penanaman dilakukan disaat bibit berumur 25 hari setelah sebar dan sudah beradaptasi dengan lingkungan, sedangkan pada metode SRI, penanaman dilakukan pada saat umur bibit 10 hari setelah sebar sehingga membutuhkan waktu penyesuaian lingkungan yang lebih lama dan masih belum beradaptasi dengan berbagai perlakuan pemupukan. Hal ini berlangsung sampai tanaman padi berumur 70 HST, dimana tinggi tanaman metode SRI baru bisa menyamai tinggi tanaman padi dengan metode konvensional. Hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 42, 56, dan 70 HST, sedangkan pada fase awal pertumbuhan yaitu 14 dan 28 HST, perlakuan pemupukan belum berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pada 42 HST, tinggi tanaman dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik + 200

2 29 kg pupuk organik hayati (71,3 cm) cenderung lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol (tanpa pemupukan), sedangkan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, 50% dosis pupuk anorganik memiliki tinggi tanaman yaitu masing-masing 70,1; 69,8; dan 67,1 cm dan tidak berbeda nyata dibandingkan tanpa pemupukan yaitu 65,8 cm. Pada pengamatan umur 56 HST, semua perlakuan pemupukan mulai menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan kontrol (tanpa pemupukan). Pada umur tanaman 70 HST, pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati dibanding dengan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi yaitu masing-masing 98,4; 97,7; 97,1 cm dan berbeda nyata dengan pemupukan 50% pupuk anorganik dan tanpa pemupukan yang masing-masing tinggi tanamannya 94,9 dan 91,1 cm (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap tinggi tanaman (cm). Budidaya padi Konvensional SRI Perlakuan Umur tanaman (HST) ,1a 21,4b 64,4a 38,7b 77,5a 60,1b 90,2a 81,0b 98,3a 92,8b Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorg 75% Anorg +200 kg org hayati 50% Anorg +200 kg org hayati 50% Anorg 28,8a 31,5a 29,3a 31,0a 28,2a 50,1a 51,9a 51,4a 53,1a 51,3a 65,8b 70,1ab 69,8ab 71,3a 67,1ab 79,8b 87,5a 87,1a 88,6a 84,4a 91,1b 97,7a 97,1a 98,4a 94,9ab Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf yang berbeda adalah berbeda nyata pada P 0.05 berdasarkan uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Hasil pengamatan dan analisis pengaruh perlakuan terhadap peubah tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata antar berbagai perlakuan pemupukan

3 30 menunjukan bahwa adanya peran unsur hara makro N, P dan K yang tersedia dan dapat dimanfatkan tanaman dalam keadaan cukup. Menurut Sugiyanta (2007), kebutuhan hara P dan K sangat bergantung pada suplai unsur hara N. Pupuk N telah diteliti dan nyata meningkatkan tinggi tanaman. Syamsiah (2008), menambahkan bahwa peningkatan hara P meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman. Pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dikombinasikan dengan 200 kg pupuk organik hayati yang mengandung inokulum mikrob Azotobacter dan mikrob pelarut fosfat mampu menyediakan hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman padi. Jumlah Anakan Hasil analisis statistik menunjukkan metode budidaya maupun aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi sawah, tetapi tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan tersebut. Pada fase awal pertumbuhan yaitu umur 14 dan 28 HST, metode konvensional menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak yaitu masing-masing 7,7 dan 18,8 batang per rumpun dibandingkan metode SRI yaitu 2,2 dan 6,3. Hal ini disebabkan pada budidaya padi metode konvensional, penanaman padi dilakukan dengan jumlah 5 bibit tiap lubang tanam sehingga menyebabkan jumlah anakan pada saat tanaman berumur 14 dan 28 HST lebih banyak dibanding dengan penanaman metode SRI yang dilakukan hanya 1 bibit tiap lubang tanam. Pengaruh metode SRI mulai terlihat dan menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dibandingkan konvensional pada umur tanaman 42, 56 dan 70 HST. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan metode SRI mampu meningkatkan jumlah anakan sebesar 64,3% dibandingkan metode konvnesional pada umur 70 HST (Tabel 4). Jumlah anakan pada metode SRI lebih banyak dibanding konvensional diduga karena bibit yang ditanam adalah umur muda (10 hari) setelah sebar, menanam 1 bibit dalam 1 lubang dan kondisi ini menstimulir terbentuknya anakan yang banyak. Kondisi tanah yang tidak tergenang menyebabkan aerase disekitar perakaran sangat memungkinkan phyllochron dari tanaman padi untuk berkembang (terus membentuk anakan). Semakin tua bibit dipindahkan ke lahan,

4 31 semakin sedikit jumlah phyllochron yang diselesaikan, sedangkan semakin muda bibit dipindahkan, semakin banyak jumlah phyllochron yang dihasilkan sehingga anakan yang dapat dihasilkan semakin banyak. Menurut Uphoff (2002), bibit ditanam secara tunggal atau 1 bibit dalam 1 lubang tanam tidak terdapat kompetisi diantara akar tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan. Sedangkan menurut Barkelaar (2001), bahwa bibit ditransplantasi satu-satu agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran, sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya atau nutrisi dalam tanah. Tabel 4. Pengaruh metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap jumlah anakan Budidaya padi Konvensional SRI Perlakuan Umur tanaman (HST) batang rumpun -1. 7,7a 2,2b 18,8a 6,3b 19,1b 24,9a 16,5b 28,1a 15,7b 25,8a Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorg 75% Anorg +200 kg org hayati 50% Anorg +200 kg org hayati 50% Anorg 4,5a 5,1a 5,0a 5,7a 4,5a 10,5a 13,2a 13,3a 13,9a 11,9a 19,6b 22,7ab 22,4ab 24,5a 19,8b 20,9b 23,7ab 23,6ab 25,3a 20,4b 16,9b 22,8a 21,0ab 23,9a 19,4ab Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Penurunan jumlah anakan pada metode konvensional terjadi pada saat tanaman berumur 56 dan 70 HST atau terjadi pada saat tanaman memasuki fase reproduktif dimana sebagian anakan mati dan mengering. Pada metode konvensional, jumlah anakan yang terbentuk sangat sedikit dibandingkan dengan metode SRI. Pemindahan bibit dari persemaian berumur tua (25 HSS) dengan 5 bibit perlubang dan kondisi air selalu tergenang serta kandungan oksigen dalam tanah berkurang, menyebabkan perkembangan akar terganggu. Pada sawah yang

5 32 tergenang, tanaman padi membutuhkan sejumlah besar energi untuk pembentukan dan aktivitas sel aerenchym untuk memasok oksigen, akibatnya energi berkurang untuk pertumbuhan anakan tanaman, sehingga jumlah anakan menjadi sedikit bila dibandingkan dengan kondisi air tidak tergenang (Sunadi 2007). Kerapatan tanaman akan berpengaruh terhadap banyaknya sinar radiasi yang ditangkap tajuk tanaman, besarnya persaingan akar tanaman dalam menyerap air dan hara, serta kelembaban udara mikro yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman. Pada jarak tanam lebar, dapat dikatakan hampir tidak ada persaingan antar rumpun tanaman dalam tiga faktor diatas sehingga diharapkan tanaman akan tumbuh sesuai dengan potensinya. Semakin rapat jarak tanam, semakin terhambat pertumbuhan individu tanaman. Jarak tanam yang terlalu sempit pada metode konvensional menyebabkan akar tanaman tidak dapat menyebar dengan baik, pembentukan jumlah anakan juga semakin sedikit. Penggunaan jarak tanam yang lebih renggang pada metode SRI ini memberikan kesempatan kepada akar untuk tumbuh dan menyebar lebih luas sehingga akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Hasil penelitian Rozen (2008), anakan dengan metode SRI lebih banyak dibandingkan dengan cara konvensional, anakan yang terbentuk antara batang rumpun -1. Hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan mulai berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada umur tanaman 42 HST. Perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati pada saat tanaman berumur 42 HST menghasilkan jumlah anakan lebih banyak yaitu 24,5 batang rumpun -1 dan berbeda nyata dibanding kontrol (tanpa pemupukan) yang menghasilkan jumlah anakan 19,6 batang rumpun -1. Perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, perlakuan pemupukan 75% dosis anorganik kg pupuk organik hayati, pemupukan 50% dosis pupuk anorganik menghasilkan jumlah anakan masing-masing 22,7; 22,4; 19,8 batang rumpun -1 yang tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (Tabel 4). Jumlah anakan pada saat tanaman berumur 56 HST dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati lebih banyak yaitu 25,3 batang rumpun -1 dibanding dengan jumlah anakan pada perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik (23,7 batang rumpun -1 ) dan

6 33 pemupukan 75% dosis anorganik kg pupuk organik hayati (23,6 batang rumpun -1 ), tetapi nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik (20,4 batang rumpun -1 ) dan tanpa pemupukan (20,9 batang rumpun -1 ). Begitupun dengan pengamatan jumlah anakan pada saat tanaman berumur 70 HST, jumlah anakan pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati lebih tinggi yaitu 23,9 batang rumpun -1 dari jumlah anakan dengan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik (22,8 batang rumpun -1 ), pemupukan 75% dosis anorganik kg pupuk organik hayati (21,0 batang rumpun -1 ), perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik (19,4 batang rumpun -1 ), dan dengan tanpa pemupukan (16,9 batang rumpun -1 ). Aplikasi pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati menghasilkan jumlah anakan lebih tinggi dibanding dengan pemupukan lainnya, hal ini menunjukan bahwa pupuk organik hayati dapat menggantikan sebagian dari pupuk anorganik. Fakta ini menunjukan bahwa penambahan pupuk anorganik dan organik hayati sebagai tambahan sumber nutrisi sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini terkait erat dengan peran sumber nutrisi selain sebagai penyedia unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi pertumbuhan bakteri yang berperan sebagai pupuk organik hayati. Kedua hal tersebut diperlukan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman yang antara lain dipicu oleh adanya hormon tumbuh yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Patten dan Glick, 2005). Bobot Tanaman Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi antara lain dengan melakukan manipulasi source dan sink tanaman. Perubahan source dan sink tanaman dapat dilakukan dengan perbaikan lingkungan tumbuh agar menjadi lebih optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan mengoptimalisasikan sumberdaya alam yang tersedia. Pengelola ruang, cahaya, air dan nutrisi yang optimal tidak hanya meningkatkan efisiensi source tetapi juga meningkatkan kekuatan sink (Venkateswarlu & Vispears, 1987).

7 34 Metode budidaya maupun aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati nyata berpengaruh terhadap bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar tetapi tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar Budidaya Padi Konvesional SRI Perlakuan Bobot Tajuk Bobot Akar Basah Kering Basah Kering.g rumpun ,0b 68,0a 11,4b 13,6a 25,5b 30,2a 6,7b 9,5a Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorganik kg Org. Hayati 50% Anorganik kg Org. Hayati 50% Anorganik 30,6d 79,8b 71,5b 90,9a 47,3c 5,6d 13,8bc 15,1b 19,7a 8,3c 12,3d 29,1bc 32,2b 43,6a 21,9c 3,6d 7,7bc 9,6b 13,4a 6,2c Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Budidaya padi metode SRI menghasilkan bobot basah tajuk lebih besar yaitu 68,0 g rumpun -1 dibanding dengan metode konvensional (60,0 g rumpun -1 ), begitupun bobot kering tajuk pada metode SRI lebih besar yaitu 13,6 g rumpun -1 dibanding dengan metode konvensional (11,4 g rumpun -1 ). Bobot basah dan kering akar pada metode SRI lebih besar yaitu masing-masing 30,2 g rumpun -1 dan 9,5 g rumpun -1 dari metode konvensional (25,5 g rumpun -1 dan 6,7 g rumpun -1 ). Peningkatan bobot basah dan kering tajuk serta bobot basah dan kering akar terjadi karena pada metode SRI menggunakan bibit yang lebih muda dan hanya satu bibit dengan posisi akar horizontal sehingga potensi menganak besar dan tidak terjadi stagnasi pertumbuhan. Selain itu, jarak tanam yang lebar pada metode SRI memungkinkan akar untuk tumbuh intensif menyerap lebih banyak sinar matahari, CO 2 dan nutrisi sehingga akar dan batang akan tumbuh lebih baik.

8 35 Kerapatan tanaman akan berpengaruh terhadap banyaknya sinar radiasi yang ditangkap tajuk tanaman, besarnya persaingan akar tanaman dalam menyerap air dan hara, serta kelembaban udara mikro yang berpengaruh terhadap perkembangan tanaman. Pada jarak tanam lebar, dapat dikatakan hampir tidak ada persaingan antar rumpun tanaman dalam tiga faktor diatas sehingga diharapkan tanaman akan tumbuh sesuai dengan potensinya (Pratiwi et al. 2009). Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah terus digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga senescence yang merupakan proses alami (Berkelaar, 2001). Penurunan bobot basah dan kering akar sejalan dengan penurunan jumlah anakan pada metode konvensional. Yoshida (1981) menyatakan bahwa penurunan jumlah anakan pada fase reproduktif dimana sebagian anakan mati dan mengering. Perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati menghasilkan bobot basah dan kering tajuk lebih besar dibanding dengan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg organik hayati, perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan tanpa pemupukan. Pengaruh aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap bobot basah dan kering akar pun demikian. Bobot basah akar dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati lebih besar dibanding dengan perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg organik hayati, perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik dan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik serta tanpa pemupukan. Perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati terhadap bobot kering akar lebih besar dibanding dengan perlakuan pemupukan lainnya. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk organik hayati mampu mensubstitusi kebutuhan terhadap pupuk anorganik sebesar 50% atau 125 kg ha -1 Urea, 37,5 kg ha -1 SP- 36 dan 25 kg ha -1 KCl pada tanaman padi. Terjadi hubungan yang positif antara peningkatan populasi mikrob tanah dengan perkembangan akar dimana populasi mikrob tanah yang banyak menyebabkan akar berkembang dengan baik. Peningkatan bobot basah dan kering

9 36 akar pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati disertai dengan peningkatan populasi mikrob tanah (Azotobacter, mikrob pelarut fosfat dan total mikrob). Pengaruh Aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik Hayati terhadap Komponen Hasil Tanaman Padi Hasil uji F menunjukkan bahwa aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati pada metode budidaya konvensional dan SRI berpengaruh nyata terhadap peubah hasil tanaman yang meliputi jumlah anakan produktif, jumlah gabah/malai, panjang malai, bobot 1000 butir gabah isi, hasil gabah kering panen dan hasil gabah kering giling. Interaksi antara perlakuan metode budidaya dan aplikasi pemupukan berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah anakan produktif, bobot 1000 gabah (Lampiran 20-26). Jumlah Anakan Produktif Jumlah anakan produktif merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi potensi hasil tanaman padi. Hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukan bahwa jumlah anakan produktif dengan perlakuan pupuk anorganik dan organik hayati tidak berpengaruh pada metode konvensional tetapi berpengaruh pada metode SRI. Jumlah anakan produktif pada metode SRI nyata lebih banyak dibanding dengan metode konvensional. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik dan anorganik tidak berpengaruh nyata pada sistem budidaya konvensional, tetapi berpengaruh pada budidaya SRI. Pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati pada metode SRI nyata menghasilkan jumlah anakan produktif lebih banyak yaitu 27,40 batang rumpun -1 dibanding dengan perlakuan pemupukan lainnya. Begitu juga jumlah anakan pada budidaya SRI secara nyata menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak yaitu 21,05 batang rumpun -1 dibandingkan metode konvensional sebanyak 13,27 batang rumpun -1 (Tabel 6).

10 37 Jumlah anakan produktif pada metode SRI lebih banyak dibanding dengan metode konvensional. Hal tersebut diduga karena ketersediaan unsur hara N dan P pada metode SRI lebih banyak dibanding dengan metode konvensional. Kondisi terbentuk lingkungan yang oksidatif sehingga menyebabkan hara N dan P relatif tersedia untuk diserap tanaman. Dobermann & Fairhurst (2000) mengatakan bahwa unsur P berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan jumlah anakan, disamping mempercepat pembungaan dan pemasakan gabah. Tabel 6. Pengaruh interaksi metode budidaya padi dan aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik Hayati terhadap jumlah anakan produktif. Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik Jumlah Anakan Produktif Konvensional SRI batang rumpun ,53d 13,93d 13,80d 23,47b 14,33d 21,07bc 13,87d 27,40a 12,80d 19,40c Rata-rata 13,27b 21,05a Keterangan : Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Lingkungan yang oksidatif pada metode SRI menyebabkan mikroba tanah fungsional yang bersifat aerob seperti penambat N dan pelarut P lebih meningkat sehingga akan meningkatkan ketersediaan hara N dan P dalam tanah dan dengan sendirinya meningkat pula jumlah anakan produktif (Pan et al. 2009). Hasil penelitian Hutabarat (2011), mengatakan bahwa kondisi aerob pada metode budidaya SRI sangat mendukung tersedianya unsur hara N, terutama jumlah populasi Azotobacter dan Azospirillum sebagai penambat N lebih tinggi dibanding dengan metode konvensional. Penanaman bibit muda berumur 10 hari setelah semai dan tanam 1 bibit tiap lubang tanam yang dilakukan pada metode SRI secara nyata meningkatkan jumlah anakan produktif. Menurut Berkelaar (2001), pemakaian bibit per titik

11 38 tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan karena secara langsung berhadapan dengan kompetisi antar tanaman dalam satu rumpun. Jumlah bibit per titik tanam yang lebih sedikit akan memberikan ruang pada tanaman untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Umur pindah bibit lebih muda yakni 7-14 hari setelah semai, memberikan kesempatan kepada bibit untuk beradaptasi dan dengan lebih awalnya bibit dipindahkan akan memberikan waktu yang lebih panjang kepada bibit untuk membentuk anakan atau phyllochrons lebih banyak (Berkelaar, 2001; Defeng et al. 2002). Penanaman bibit berumur 25 hari sesudah semai dan tanam 5 bibit tiap lubang tanam yang dilakukan pada metode budidaya konvensional menghasilkan jumlah anakan produktif lebih rendah dibandingkan dengan metode SRI, hal tersebut disebabkan karena terjadinya persaingan sejak awal antar lembaran daun secara langsung akan menurunkan kebugaran (vigor) anakan. Komponen Hasil Padi Berdasarkan hasil analisis uji F menunjukkan metode budidaya dan aplikasi pupuk anorganik maupun organik hayati berpengaruh nyata terhadap peubah komponen hasil seperti total gabah/malai dan persentase gabah hampa, tetapi tidak berbeda nyata terhadap panjang malai. Interaksi perlakuan terjadi pada peubah bobot 1000 butir (Tabel 7). Hasil analisis statistik terhadap panjang malai menunjukan budidaya SRI tidak berbeda nyata dibanding sistem konvensional yaitu masing-masing 55,42 dan 54,28 cm. Hal ini agak berbeda dengan pernyataan Hutabarat (2001) yang menyatakan panjang malai dari varietas yang sama dapat menunjukan perbedaan jika ditanam dengan pola budidaya yang berbeda. Menurut Manurung & Ismunadji (1988) malai padi sangat tergantung terhadap unsur hara N. Kondisi aerob pada metode SRI sangat mendukung tersedianya unsur hara N terutama pada budidaya SRI jumlah populasi bakteri Azotobacter dan Azospirillum sebagai penambat N lebih tinggi dibanding konvensional. Pengaruh perlakuan pemupukan anorganik dan organik hayati terhadap panjang malai ternyata juga tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa pemupukan). Begitu juga antara aplikasi pemupukan anorganik dengan organik hayati juga tidak berbeda nyata (Tabel 7). Hasil penelitian Hutabarat (2011) juga menyatakan bahwa pemberian 250 kg N ha -1 menunjukan hasil panjang malai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan

12 39 pemupukan 125 kg N ha -1. Pemberian unsur hara N yang tepat melalui pemupukan urea sangat berpengaruh terhadap panjang malai, artinya jika dosis N yang diberikan kurang atau berlebih dapat berpengaruh terhadap panjang malai. Tabel 7. Pengaruh metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap panjang malai dan jumlah gabah/malai. Budidaya Padi Konvensional SRI Perlakuan Panjang Malai (cm) 54,28a 55,42a Jumlah Gabah Total Hampa. (butir malai -1 ).. 109,32b 149,79a 18,90a 16,31b Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorg +200 kg org hayati 50% Anorg +200 kg org hayati 50% Anorg 53,31a 55,44a 56,33a 54,37a 54,80a 100,25b 116,14ab 113,04ab 125,16a 105,18b 20,28a 18,63ab 17,62ab 12,33b 19,19a Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Pada peubah jumlah total gabah malai - 1, hasil analisis statistik menunjukan bahwa metode SRI menghasilkan 149,79 butir malai -1 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah total gabah malai -1 pada metode konvensional yaitu sebesar 109,32 butir malai -1. Sedangkan persentase gabah hampa per rumpun terendah terdapat pada metode SRI dibanding dengan metode konvensional. Peningkatan jumlah gabah dan gabah isi malai -1 pada metode SRI sangat dipengaruhi oleh proses penyerapan hara oleh akar tanaman pada lingkungan aerob. Secara umum tanaman padi sawah tidak menghendaki kondisi anaerob, namun tanaman ini toleran terhadap kondisi anaerob tersebut dan menyiasatinya dengan membentuk jaringan aerenchyma. Semakin lama tanaman padi tumbuh pada kondisi tergenang maka akan semakin banyak jaringan aerenchyma terbentuk. Jaringan aerenchyma yang terbentuk akan menempati sebagian sel yang semestinya sebagai jalur transportasi unsur hara dan air, sehingga dapat

13 40 menghambat proses pengambilan unsur hara dan air (Simarmata dan Yuwariah 2007). Perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati terhadap jumlah gabah menghasilkan 125,16 butir malai -1 tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati. Jumlah gabah per malai pada perlakuan tersebut berbeda nyata dibanding dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan tanpa pemupukan (Tabel 7). Hasil analisis menunjukan bahwa pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg organik hayati lebih kecil persentase gabah hampanya dibanding dengan perlakuan pemupukan lainnya. Hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk anorganik sebagai sumber hara tanaman dan pupuk organik hayati yang mengandung inokulan mikrob pelarut fosfat dan Azotobacter juga sebagai sumber C-organik dan unsur hara makro dan mikro dapat berinteraksi dalam meningkatkan gabah isi malai -1. Hasil penelitian El Ainy (2008), perlakuan kombinasi antara pupuk hayati dengan sumber nutrisi 50% dosis kompos + 50% dosis pupuk anorganik menghasilkan bobot total gabah isi tertinggi (33,4 g pot -1 ) serta mampu meningkatkan produksi sebesar 18,8% bila dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan 100% dosis pupuk anorganik pada tanaman padi. Hasil analisis statistik pada pengaruh interaksi perlakuan metode budidaya dan aplikasi pemupukan terhadap bobot 1000 butir gabah isi menunjukkan metode SRI dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, perlakuan pemupukan 100% dosis anorganik, dan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik menghasilkan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi yaitu masing-masing 31,49; 30,39; 30,36; 30,16 g dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemupukan). Sedangkan pada metode konvensional, seluruh perlakuan pemupukan tidak berbeda nyata terhadap bobot 1000 butir gabah isi (Tabel 8). Peningkatan bobot 1000 butir gabah isi dengan berbagai kombinasi perlakuan pemupukan pada metode SRI dikarenakan peningkatan ketersediaan

14 41 unsur K sehingga pengisian gabahpun sempurna. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Kasniari dan Supadma (2007), bahwa pemberian jenis pupuk alternatif (Greener) dapat meningkatkan bobot 1000 butir gabah berisi pada tanaman padi. Perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati menunjukan bahwa serapan unsur hara K nyata paling tinggi. Tabel 8. Pengaruh interaksi metode budidaya padi dan aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik Hayati terhadap Bobot 1000 butir gabah. Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik Bobot 1000 butir gabah (g) Konvensional SRI 29,49bc 28,50c 29,36bc 30,36ab 29,24bc 30,39ab 29,70bc 31,49a 29,47bc 30,16ab Rata-rata 29,45b 30,18a Keterangan : Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), unsur K berperan dalam translokasi asimilat dari daun ke gabah. Hal tersebut menjelaskan bahwa peningkatan bobot 1000 butir gabah disebabkan oleh meningkatnya serapan hara K. Pengaruh perlakuan budidaya padi (SRI dan konvensional) terlihat nyata terhadap bobot 1000 butir gabah. Hasil pengamatan dan analisis statistik (Tabel 8) menunjukan bahwa bobot 1000 butir gabah pada metode SRI lebih tinggi dibanding dengan metode konvensional. Tingginya bobot 1000 butir gabah ini karena penanaman padi metode SRI secara tunggal dan jarak tanam lebar (25 cm x 25 cm) sehingga menjadikan antar tanaman tidak berebut cahaya dan ruang dan memberikan kesempatan kepada akar untuk tumbuh dan menyebar lebih luas sehingga akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik dan dengan sendirinya pengisian gabahpun lebih berat.

15 42 Hasil Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling Peningkatan produksi pada tanaman padi disebabkan oleh meningkatnya jumlah anakan produktif, jumlah gabah malai -1, bobot 1000 butir gabah isi dan bobot gabah ha -1 maupun persentase gabah hampa rumpun -1. Hasil analisis statistik (Tabel 9) menunjukkan bahwa budidaya padi metode SRI menghasilkan bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling lebih tinggi dibandingkan metode konvensial. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada metode konvensional maupun metode SRI, apabila di aplikasikan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik, terjadi penurunan hasil gabah kering panen masing-masing sebanyak 4,98 ton ha -1 dan 6,09 ton ha -1 dibanding dengan aplikasi pemupukan 100% dosis pupuk anorganik yaitu masing-masing sebanyak 6,13 ton ha -1 dan 7,75 ton ha -1, tetapi kalau aplikasi perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati memberikan hasil yang tidak berbeda nyata yaitu 6,01 ton ha -1 dan 7,94 ton ha -1 dengan aplikasi pemupukan 100% pupuk anorganik. Tabel 9. Pengaruh interaksi perlakuan metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorg kg Org. Hayati 50% Anorg kg Org. Hayati 50% Anorganik Gabah Kering Panen (GKP) Gabah Kering Giling (GKG) Konv SRI Konv SRI ton ha ,50f 5,69d 3,42f 4,44d 6,13c 7,75a 4,75bc 6,72a 5,55d 6,49b 4,40cd 5,16b 6,01c 7,94a 4,77bc 6,77a 4,98e 6,09c 3,83e 4,99b Rata-rata 5,43b 6,79a 4,23b 5,61a Keterangan : Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Hasil pengamatan dan analisis statistik (Tabel 9) menunjukan bahwa gabah kering giling pada metode konvensional dan metode SRI dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik, memberikan hasil yang lebih rendah

16 43 masing-masing sebanyak 3,83 ton ha -1 dan 4,99 ton ha -1 dibanding dengan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik yaitu 4,75 ton ha -1 dan 6,72 ton ha -1 tetapi kalau perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati hayati memberikan hasil yang tidak berbeda nyata yaitu 4,77 ton ha -1 dan 6,77 ton ha -1 dibanding dengan perlakuan pemupukan 100% pupuk anorganik. Fenomena ini menunjukan bahwa penambahan 200 kg pupuk organik hayati dapat menggantikan 50% dosis pupuk anorganik. Sebayang et al. (2004) berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan bahwa hasil produktivitas tertinggi tanaman padi sawah diperoleh dari perlakuan pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan pupuk organik. Menurut Pan et al. (2009), menyatakan bahwa kombinasi pupuk anorganik dan organik juga nyata mereduksi emisi karbon dari pupuk anorganik yaitu melalui peningkatan efisiensi penyerapan N oleh tanaman. Hasil analisis statistik (Tabel 9) pengaruh metode budidaya padi (Konvensional dan SRI) dan aplikasi pemupukan menunjukan bahwa perlakuan yang dicobakan nyata berpengaruh terhadap hasil gabah kering panen dan hasil gabah kering giling. Pada perlakuan budidaya padi metode SRI, hasil gabah kering panen dan hasil gabah kering giling lebih tinggi dibanding dengan hasil gabah kering panen dan hasil gabah kering panen pada metode konvensional. Hasil gabah kering panen pada metode SRI lebih tinggi yaitu 6,79 ton ha -1 dibanding metode konvensional (5,43 ton ha -1 ). Begitu pula dengan hasil gabah kering giling, pada metode SRI lebih tinggi yaitu 5,61 ton ha -1 dari metode konvensional. Tingginya hasil gabah kering panen dan hasil gabah kering giling pada metode SRI sangat dipengaruhi oleh jarak tanam yang berbeda pada kedua metode budidaya tersebut. Jarak tanam lebar pada metode SRI menghasilkan jumlah anakan produktif ha -1 lebih banyak dibanding konvensional dan jika dihitung jumlah populasi tanaman pada metode SRI dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm menghasilkan jumlah anakan produktif ha -1 sebesar anakan sedangkan pada metode konvensional sebesar anakan. Peningkatan hasil tanaman berhubungan dengan adanya peningkatan serapan unsur hara terutama serapan hara N dan P, sehingga kebutuhan kedua unsur tersebut pada fase generatif terpenuhi (Simarmata dan Danapriatna 1996).

17 44 Pengaruh Aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik Hayati terhadap Serapan Hara N, P dan K Hasil uji F menunjukkan metode budidaya maupun aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati berpengaruh terhadap serapan hara N, P dan K (Lampiran 27-29). Serapan hara N tanaman tertinggi terdapat pada metode SRI masing-masing sebesar 0,308 g rumpun -1 dibanding dengan metode konvensional. Begitu pula dengan serapan hara P maupun serapan hara K tanaman. Serapan hara P pada metode SRI nyata lebih tinggi yaitu 0,037 g rumpun -1 dari serapan hara P pada metode konvensional sedangkan serapan hara K sebesar 0,243 g rumpun -1 pada metode SRI juga lebih tinggi dari metode konvensional (Tabel 10). Tabel 10. Pengaruh budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap serapan hara N, P dan K. Budidaya Padi Konvensional SRI Perlakuan Serapan Hara N P K g rumpun ,182b 0,308a 0,024b 0,037a 0,219a 0,243a Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorg kg Org. hayati 50% Anorg kg Org. hayati 50% Anorganik 0,093c 0,274b 0,276b 0,422a 0,164c 0,011c 0,031b 0,036b 0,053a 0,024c 0,102c 0,258b 0,259b 0,377a 0,160bc Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Peningkatan serapan hara N, P dan K secara konvensional jauh lebih kecil dibandingkan dengan SRI sebagai respon terhadap aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati bisa disebabkan oleh kondisi rizosfer tanaman padi konvensional yang cenderung anaerob, sehingga menyebabkan serapan unsur-unsur hara kurang optimal. Tanaman padi sawah tidak menghendaki kondisi anaerob pada media pertumbuhannya, namun tanaman ini toleran terhadap kondisi anaerob tersebut.

18 45 Pada kondisi jenuh air, tanaman sulit mendapatkan O 2 sehingga tanaman padi menyiasatinya dengan membentuk jaringan aerenchym. Semakin lama tanaman padi tumbuh pada kondisi anaerob maka akan semakin banyak dan semakin besar jaringan aerenchym yang terbentuk. Jaringan aerenchym yang terbentuk menyebabkan terjadinya kerusakan struktur tanaman padi, sehingga energi atau hara N dan P sangat dibutuhkan dalam memperbaiki struktur tanaman padi tersebut. Apabila jaringan aerenchym yang terbentuk semakin banyak, maka akan mengganggu proses penyerapan hara dan air oleh akar tanaman (Sumardi, 2007). Serapan hara N, P dan K pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati nyata lebih tinggi dibanding dengan serapan hara N, P dan K pada perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan tanpa pemupukan. Peningkatan serapan hara N, P dan K yang terjadi pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan pupuk organik hayati lebih efesien dibanding dengan pemberian 75% dosis pupuk anorganik + organik hayati. Walaupun kadar hara yang terdapat pada perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik tinggi yang dikombinasikan dengan pupuk organik hayati, menyebabkan aktivitas dari pupuk organik hayati yang dikandung tidak berperan dalam menyediakan ataupun mempertahankan hara yang dibutuhkan tanaman. Pemupukan 100% dosis pupuk anorganik lebih tinggi serapan hara N, P dan K dibanding perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik. Kondisi ini menunjukan bahwa dosis 100% pupuk anorganik atau dosis rekomendasi adalah dosis yang cukup atau sesuai untuk menunjang serapan hara N, P dan K. Perlakuan kombinasi 50% dosis pupuk anorganik dan 200 kg pupuk organik hayati menghasilkan serapan hara N, P dan K lebih tinggi dibanding dengan perlakuan 100% dosis pupuk anorganik. Tingginya serapan hara N, P dan K pada kombinasi perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan 200 kg pupuk organik hayati ini karena pupuk organik hayati dapat meningkatkan ketersediaan hara (makro dan mikro) bagi tanaman juga meningkatkan aktivitas dan keanekaragaman hayati biota tanah yang penting dalam meningkatkan ketersediaan hara. Menurut Hermawan (2002), serapan hara tanaman dipengaruhi

19 46 oleh ketersediaan unsur hara lain didalam tanah dan bahan organik dapat memperbaiki kesuburan tanah diantaranya meningkatkan ketersediaan N, P dan K di dalam tanah. Peningkatan serapan hara N pada tanaman padi (Tabel 13) dapat dipengaruhi oleh aktivitas bakteri yang digunakan sebagai pupuk organik hayati. Kristanto et al. (2002) melaporkan bahwa inokulasi bakteri Azospirillum sp. pada tanaman jagung mampu mengurangi kebutuhan N sampai dosis sedang. Selain meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara didalam tanah, bakteri-bakteri tersebut juga dapat membantu meningkatkan serapan unsur-unsur hara pada tanaman (Smith dan Read 1997). Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteribakteri tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan rambut-rambut akar sehingga penyerapan air dan hara mineral menjadi lebih efisien (Lerner et al. 2005). Pengaruh budidaya padi dan aplikasi pemupukan terhadap serapan hara P menunjukan bahwa ketersediaan unsur hara P pada perlakuan pemupukan anorganik dan organik hayati tergolong terbatas pada metode konvensional sedangkan pada metode SRI ketersediaan unsur hara P telah mengalami perbaikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sugiyanta et al. (2008) perlakuan pupuk anorganik dosis rekomendasi dan jerami + 50% dosis pupuk anorganik menghasilkan serapan hara P yang tinggi dibanding dengan perlakuan pemupukan lainnya. Pengaruh Aplikasi Pupuk Anorganik dan Organik Hayati terhadap Populasi Mikroba Tanah Mikroba tanah yang diamati dalam penelitian ini meliputi Azotobacter, Mikroba Pelarut Fosfat dan Total Mikroba. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pengaruh perlakuan budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati tidak berpengaruh nyata populasi mikroba tanah (Lampiran 30-35). Azotobacter Azotobacter merupakan bakteri yang mampu menambat nitrogen dari udara bebas dan hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Azotobacter merupakan bakteri aerob obligat yang membutuhkan oksigen untuk kelangsungan

20 47 hidupnya. Azotobacter bersifat heterotrofik, hidup tidak saja di daerah rizosfer tanaman tetapi juga di dalam tanah yang bebas dari pengaruh akar tanaman (Rao 1977). Sejalan dengan pernyataan Sutedjo et al. (1991) yang menjelaskan bahwa Azotobacter dalam hidupnya menggunakan sumber karbon yang berasal dari senyawa karbon organik terutama gula, alkohol dan asam organik. Pengaruh budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap populasi Azotobacter disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap populasi Azotobacter Budidaya Padi Konvensional SRI Perlakuan Azotobacter pada (HST) x 10 4 SPK g -1 tanah BKM ,4a 2,3b 0,05b 50,1a Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik 13,1a 11,4a 14,2a 18,3a 12,2a 29,1a 15,4a 25,8a 29,9a 24,2a Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukan bahwa populasi Azotobacter sebelum tanam tertinggi terdapat pada metode konvensional (25,4 x 10 4 SPK g -1 BKM) dibanding dengan metode SRI, namun pada 56 HST populasi Azotobacter pada metode SRI yaitu 50,1 x 10 4 SPK g -1 BKM nyata lebih tinggi dibanding dengan metode konvensional. Peningkatan populasi Azotobacter pada metode SRI ini karena budidaya padi SRI mengkondisikan lahan dalam keadaan yang tidak selalu tergenang, sehingga memungkinkan pada bagian tertentu di tanah dalam keadaan oksidatif, hal ini mendorong Azotobacter dan

21 48 mikroorganisme aerob lainnya dapat tumbuh dengan baik. Penurunan populasi Azotobacter pada metode konvensional dikarenakan kondisi konvensional yang terus tergenang sehingga mengganggu keseimbangan mikroba fungsional tersebut. Azotobacter adalah bakteri aerob obligat atau bakteri yang memerlukan oksigen bebas sehingga peran oksigen menjadi salah satu faktor dalam perkembangan hidupnya (Rao 1977). Populasi Azotobacter sebelum tanam tertinggi terdapat pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati yaitu sebesar 18,3 x 10 4 SPK g -1 BKM lebih tinggi dibanding dengan perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik, perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan tanpa pemupukan, sedangkan populasi Azotobacter terendah terdapat pada pemupukan 100% dosis pupuk anorganik yaitu sebesar 11,4 x 10 4 SPK g -1 BKM. Hal ini terjadi karena pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik diberikan pupuk organik hayati 2 minggu sebelum tanam. Pada pengamatan 56 HST, populasi Azotobacter pada perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati lebih tinggi yaitu 29,9 x 10 4 SPK g -1 BKM dibanding dengan perlakuan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, tanpa pemupukan, pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik. Peningkatan populasi Azotobacter pada perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan organik hayati ini karena pemberian pupuk organik hayati dapat memberikan sumber energi dan pertumbuhan mikroba. Selanjutnya diduga populasi Azotobacter yang tinggi dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara N bagi tanaman sehingga mampu meningkatkan hasil tanam. Penurunan populasi Azotobacter pada perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik dibanding perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik karena efek dari penggunaan pupuk anorganik dapat mengurangi dan menekan populasi Azotobacter yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman padi itu sendiri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwani et al. (1988) yang

22 49 menyatakan bahwa pemberian pupuk kimia sesuai takaran rekomendasi, lama kelamaan akan menekan populasi Azotobacter. Mikroba Pelarut Fosfat Mikroba pelarut fosfat merupakan mikroba yang hidup di daerah rhizosfer yang mampu meningkatkan ketersediaan P dalam tanah dengan mengeluarkan asam-asam organik yang mampu melarutkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia (Isroi 2005). Hasil analisis statistik menunjukan bahwa populasi mikroba pelarut fosfat pada metode konvensional sebelum tanam lebih banyak yaitu 27,7 x 10 5 SPK g -1 BKM dibanding dengan metode SRI yaitu 2,1 x 10 5 SPK g -1 BKM, namun pada 56 HST populasi mikroba pelarut fosfat pada metode SRI lebih banyak 21,1 x 10 5 SPK g -1 BKM dibanding metode konvensional (Tabel 12). Tabel 12. Pengaruh metode budidaya padi dan aplikasi pupuk anorganik dan organik hayati terhadap populasi Mikrob Pelarut Fosfat Budidaya Padi Konvensional SRI Perlakuan Mikrob Pelarut Fosfat pada (HST) x 10 5 SPK g -1 tanah BKM ,7a 2,1b 0,13b 21,1a Pemupukan Tanpa Pemupukan 100% Anorganik 75% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik kg Organik hayati 50% Anorganik 16,3a 10,9a 12,0a 23,6a 11,8a 11,3a 5,4a 9,9a 18,5a 7,9a Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Tukey s Studentized Range (HSD) 100% dosis pupuk anorganik (Urea = 250 kg ha -1, SP-36 = 75 kg ha -1, KCl = 50 kg ha -1 ); 75% dosis pupuk anorganik (Urea = 187,5 kg ha -1, SP-36 = 56,25 kg ha -1, KCl = 37,5 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ) + Pupuk Organik Hayati (Biost = 200 kg ha -1 ); 50% dosis pupuk anorganik (Urea = 125 kg ha -1, SP-36 = 37,5 kg ha -1, KCl = 25 kg ha -1 ). Peningkatan populasi mikroba pelarut fosfat ini diduga karena keragaman tanaman yang dibudidayakan dengan SRI lebih baik dibanding konvensional. Spedding et al. (2003) menyatakan bahwa aktivitas dan kepadatan populasi mikroba ditentukan oleh perubahan kondisi fisika dan kimia tanah sedangkan

23 50 menurut Ponmurugan dan Gopi (2006), aktivitas mikroba tergantung dari jenis tanaman yang dibudidayakan, nutrisi tanah, ph, kelembaban dan bahan organik serta menurut Mehrvarz et al. (2008) yaitu teknik budidaya yang diterapkan. Populasi mikrob pelarut fosfat sebelum tanam dengan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati lebih banyak (23,6 x 10 5 SPK g -1 BKM lebih banyak dibanding dengan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan tanpa pemupukan. Begitupun pada 56 HST, pupulasi mikroba pelarut fosfat dengan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati lebih banyak (18,5 x 10 5 SPK g -1 BKM dibanding dengan pemupukan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk organik hayati, pemupukan 50% dosis pupuk anorganik dan tanpa pemupukan. Penurunan populasi mikroba pelarut fosfat pada perlakuan 75% dosis pupuk anorganik kg pupuk pupuk organik hayati diduga karena peningkatan dosis pupuk P sehingga populasi mikroba pelarut fosfat akan semakin berkurang karena sumber P yang ada dalam tanah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal bahkan menghambat pertumbuhan mikrob pelarut fosfat. Populasi mikrob pelarut fosfat lebih rendah pada perlakuan pemupukan 100% dosis pupuk anorganik dibanding dengan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik ini menunjukan bahwa pemberian pupuk anorganik sesuai rekomendasi baik untuk pertumbuhan tanaman tapi tidak baik untuk meningkatkan populasi mikroba pelarut fosfat. Hal ini sejalan dengan penelitian Hamzah et al. (1998) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk anorganik tanpa dibarengi pemberian pupuk kandang, bokashi maupun biofosfat cenderung menurunkan populasi mikroba pelarut fosfat. Total Mikroba Populasi mikroba didalam tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat kepekaan mikroba, kesuburan tanah, kelembaban serta intensitas cahaya. Populasi mikroba tanah tertinggi umumnya berada pada lapisan rizosfer, hal ini karena daerah rizosfer memiliki komponen carbon (C) yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan miktoba tanah (Widawati dan Suliasih 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK ANORGANIK DAN ORGANIK HAYATI PADA BUDIDAYA PADI SRI (System of Rice Intensification)

APLIKASI PUPUK ANORGANIK DAN ORGANIK HAYATI PADA BUDIDAYA PADI SRI (System of Rice Intensification) J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 25-32 ISSN 1410-7333 APLIKASI PUPUK ANORGANIK DAN ORGANIK HAYATI PADA BUDIDAYA PADI (System of Rice Intensification) Application of inorganic and bio-organic fertilizer

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) 1 Zulkarnain Husny, 2 Yuliantina Azka, 3 Eva Mariyanti

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.) Kelompok 2: Wahyu Puspasari (121510501006) Tatik Winarsih (121510501009) Devi Anggun C (121510501010) Jeni Widya R (121510501018) Devy Cristiana (121510501020) Aulya Arta E (121510501021) KAJIAN POLA TANAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Faktor abiotik (meliputi sifat fisik dan kimia tanah Faktor biotik (adanya mikrobia lain & tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification) PRINSIP S R I Oleh : Isnawan BP3K Nglegok Tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya Semua unsur potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura dari jenis sayuran yang memiliki buah kecil dengan rasa yang pedas. Cabai jenis ini dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1 Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian Lokasi percobaan bertempat di desa Jayamukti, Kec. Banyusari, Kab. Karawang mendukung untuk budidaya tanaman

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil) Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah Pertanian Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi KAJIAN APLIKASI KOMPOS AZOLLA DAN PUPUK ANORGANIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L) Gatot Kustiono 1), Indarwati 2), Jajuk Herawati 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Mojosari,Mojokerto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN 1979 5777 55 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) VARIETAS LOKAL MADURA PADA BERBAGAI JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK FOSFOR Nurul Hidayat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI

EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI Endah Sulistyawati dan Ridwan Nugraha Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya 17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati Rice Organic Cultivation with Different Times of Manure Application and Biological Fertilizer Application

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN DOSIS PUPUK NPK PHONSKA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN DOSIS PUPUK NPK PHONSKA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN DOSIS PUPUK NPK PHONSKA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Zulfikar Mahmud (1), Moh. Ikbal Bahua (2) dan Fauzan Zakaria (3) Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang tinggi seperti vitamin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanaman jagung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan

PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (Bio organic fertilizer) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir)

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (Bio organic fertilizer) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir) UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (Bio organic fertilizer) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir) Gubali, H., M.I.Bahua, N.Musa Jurusan Agroteknologi Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci