SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ASELAPANG PANGKEP SEBAGAI PRODUK POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS. Oleh : INDRI SETIAWATI B

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ASELAPANG PANGKEP SEBAGAI PRODUK POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS. Oleh : INDRI SETIAWATI B"

Transkripsi

1 SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ASELAPANG PANGKEP SEBAGAI PRODUK POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS Oleh : INDRI SETIAWATI B DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 i

2 HALAMAN JUDUL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ASELAPANG PANGKEP SEBAGAI PRODUK POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS OLEH: INDRI SETIAWATI B SKRIPSI Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Pada Departemen Hukum Perdata Program Studi Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 i

3 ii

4 iii

5 iv

6 ABSTRAK INDRI SETIAWATI, B , Perlindungan Hukum Terhadap Aselapang Pangkep Sebagai Produk Potensi Indikasi Geografis, dibawah bimbingan Bapak Winner Sitorus selaku Pembimbing I dan Bapak Hasbir Paserangi selaku Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Aselapang Pangkep sebagai produk potensi Indikasi Geografis, serta untuk mengetahui peran pemerintah Pangkep dalam mendorong upaya perlindungan Indikasi Geografis terhadap Aselapang Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bontomanai Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep, dengan teknik wawancara langsung kepada narasumber terhadap informasi yang dibutuhkan oleh penulis yang berkaitan dengan judul tugas akhir ini, penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Aselapang Pangkep berpotensi mendapatkan perlindungan Hukum Indikasi Geografis karena telah memenuhi syarat pendaftaran Indikasi Geografis seperti karakteristik dan kualitas yang membedakan Aselapang Pangkep dengan beras lainnya, lingkungan geografis, faktor alam, faktor manusia, batas wilayah yang dicakup Indikasi Geografis, sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian Indikasi Geografis. Namun untuk membuktikan kepastiannya harus dilakukan pendaftaran terlebih dahulu dan harus diuji oleh tim ahli Indikasi Geografis. 2) Pemerintah Kabupaten Pangkep telah berupaya memberikan perlindungan Indikasi Geografis terhadap Aselapang Pangkep. Namun, upaya yang dilakukan oleh Pemertintah Kabupaten Pangkep belum optimal. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat khususnya para petani terhadap pentingnya perlindungan hukum melalui Indikasi Geografis terhadap Aselapang Pangkep. v

7 KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim Segala puji dan rasa syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat ALLAH SubhanahuWata ala, atas segala limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Aselapang Pangkep Sebagai Produk Potensi Indikasi Geografis yang merupakan suatu tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada beberapa pihak yang telah senantiasa mendampingi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi inipenulis persembahkan terkhusus kepada ayah dan ibu penulis, Raba dan Jumaliah yang senantiasa mendidik, menyayangi, dan memberikan perhatian, dengan penuh kesabaran dan ketulusan serta senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan baik itu berupa dukungan moril ataupun materil yang tidak ada hentinya terus mengalir. Saudara sepupu penulis, Sukaena yang selalu bersedia menjadi tempat meluapkan kejahilan, amarah, dan pastinya kasih sayang dari penulis. vi

8 Selain itu penulis juga hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Dwia Ariestina Palubuhu, M.A. selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan segenap jajarannya. 2. Ibu Prof. Dr. Farida Pattitingi, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta para wakil dekan, yaitu Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Dr Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H atas segala bentuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Bapak Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H., LLM, dan Bapak Dr. Hasbir Paserangi, S.H., M.H. selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang senantiasa dan dengan rasa sabar membimbing penulis. Terima kasih atas segala sumbangsih, waktu, tenaga, dan pikiran para pembimbing yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Bapak Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., dan Ibu Dr. Oky Deviany B. S.H., M.H., selaku penguji penulis. Terima kasih atas segala masukan dan arahannya dalam penyelesaian skripsi ini. vii

9 5. Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S. selaku penasehat akademik penulis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama di bangku kuliah. 6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pembelajaran yang diberikan kepada penulis. 7. Seluruh staff/pegawai akademik yang senantiasa dengan sabar membantu penulis selama melakukan pemberkasan dan kebutuhan-kebutuhan penulis dalam penyelesaian skripsi ini 8. Pegawai Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah senantiasa memberikan kelonggaran peminjaman buku, menyediakan waktu dan tempat untuk penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 9. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pangkep beserta jajarannya yang telah melayani dan membantu penulis selama proses penelitian. 10. Terima kasih kepada Akmal, S.Farm yang selalu mengajariku untuk menyikapi proses hidup dengan kesabaran dan selalu mendukungku. 11. Sahabat-sahabatku Arpiani, S.H., Apni Vulgasari, S.H., Tri Ayu Anggrayni Syam, S.H., Dewi Ratnawulansari Ibrahim, S.H., dan Andi Nella Utari Ikbal, S.H Yang menjadi teman-teman seperjuangan kuliah penulis, menjadi pengisi hari-hari penulis, viii

10 menjadi pelampiasan amarah, ilmu, dan hal-hal lain penulis, menjadi teman tim penilai orang-orang sekitar, dan banyak hal lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-satu. Terima Kasih Sahabat. 12. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan di SMA hingga detik ini yaitu Arnisa, Sri Wahyuni Wahab, Dwi Erviana Pasimai, Fitrah Chumaerah Abidin, Afni Arfiah Ramli, Mimi Anggraemi Suardi, Tiara Sulfahnur Alwi, Maya Sulastri, dan Rani Maharani terima kasih selalu mengingatkan penulis untuk bersabar dan mengingatkan dalam hal kebaikan. 13. Seluruh penerima Beasiswa Karya Salemba Empat se-indonesia dan terkhusus kepada Beswan Karya Salemba Empat Universitas Hasanuddin yang telah memberikan warna berbeda dalam kehidupan penulis selama ini. 14. Kepada teman KKN Reguler Gel. 96 terkhusus Posko KKN Desa Su ru Langi Kecamatan Polombangkeng Selatan Kabupaten Takalar, Anita Natsir, S.H., Noer Afni Badaria, Muhammad Asri, Imannuel Yakin, S.H., dan Fadhli Dzil Iqram. 15. Keluarga Besar UKM Bengkel Seni Dewi Keadilan (BSDK), khususnya teman-teman pengurus angkatan Teman-teman DIPLOMASI Terima Kasih atas segala bantuan, keceriaan, pertemanan, pengetahuan dan seluruh pengalaman selama masa perkuliahan penulis. ix

11 17. Serta seluruh pihak yang telah mendukung dan mendoakan penulis, namun mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan penuh rahmat dan hidayah-nya. Dan pada akhirnya penulis mengucapkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya jika skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, namun semoga ada manfaat yang dapat diambil, terutama perkembangan hukum di Indonesia. Makassar, Mei 2018 Indri Setiawati x

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PENGESAHAN SKRIPSI... i i i PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... i v x v v i i 1 A. Latar Belakang... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... A. Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Konvensi The Paris Convention The Madrid Agreement The GATT Lisbon Agreement WIPO TRIPs... B. Indikasi Geografis Sebagai Bagian Dari HKI Pengertian Indikasi Geografis... a. Indikasi Geografis Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis... b. Indikasi Geografis Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis... c. Indikasi Geografis Menurut Perjanjian TRIPs... d. Indikasi Geografis Menurut Perjanjian Lisabon Manfaat Indikasi Geografis Pendaftaran Indikasi Geografis xi

13 C. Kabupaten Pangkep... D. Aselapang... BAB III METODE PENELITIAN... A. Lokasi Penelitian... B. Populasi dan Sampel... C. Jenis dan Sumber Data... D. Teknik Pengumuplan Data... E. Analisis Data... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... A. Perlindungan Hukum Terhadap Aselapang Pangkep Sebagai Produk Potensi Indikasi Geografis... B. Peran Pemerintah Pangkep dalam Mendorong Upaya Perlindungan Indikasi Geografis Terhadap Aselapang Pangkep... BAB V PENUTUP... A. Kesimpulan... B. Saran..... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN xii

14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan keragaman budaya dan sumberdaya, baik sumberdaya alami maupun sumberdaya manusia dari segi budaya, untuk melindungi budaya dan sumberdaya yang beraneka ragam itu dibutuhkan adanya payung hukum yang mengaturnya. Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 1994 Indonesia masuk sebagai anggota WTO (Word Trade Organization), berstatuskan anggota WTO Indonesia berkewajiban untuk meratifikasi Putusan Uruguay yaitu Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi perdagangan Dunia). Salah satu bagian penting dari Persetujuan WTO yaitu Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensikonvensi Internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Konvensi-konvensi tersebut meliputi Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property and Convention Establishing the Word Intellectual Property Organizations, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No.24 Tahun 1979, Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT, dengan Keppres No. 16 Tahun 1997, 1

15 Trademark Law Treaty (TML) dengan Keppers No. 17 Tahun 1997, Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works dengan Keppres No. 18 Tahun 1997, dan WIPO Copyrights Treaty (WCT) dengan Keppres No. 19 Tahun Masuknya Indonesia sebagai anggota WTO/TRIPs dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI, maka Indonesia diwajibkan untuk menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HKI. Sejak tahun 2000 Indonesia telah melengkapi dan merevisi undangundang di bidang HKI guna memenuhi kewajiban Indonesia pada persetujuan TRIPs sebagai salah satu annex dari persetujuan pembentukan WTO yang telah diratifikasi Indonesia pada tahun Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Tidak semua orang dapat dan mampu memperkerjakan otak (nalar, rasio, intelektual) secara maksimal. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat menghasilkan HKI. Hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya secara maksimal sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan. Hal tersebut pula yang 2

16 menyebabkan hak atas kekayaan intelektual itu bersifat eksklusif. Hanya orang tertentu saja yang dapat melahirkan hak semacam itu. 1 Saat ini Indonesia telah memiliki seperangkat peraturan perundangundangan yang lengkap dan modern di bidang HKI yaitu: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak kekayaan intektual sendiri mempunyai cakupan bidang yang cukup luas yakni meliputi copyrights dan Industrial property rights yang secara rinci dapat diklasifikasikan sebagai berikut: copyrights atau hak cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights); trademarks atau merek dagang; industrial design; paten; topografi mengenai integrated circuit (desain tata letak sirkuit terpadu); undisclosed information (rahasia dagang); dan geographical indication (Indikasi Geografis). 2 1 OK. Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Medan, hlm Ibid., hlm. 29 3

17 Dalam peraturan perundang-undangan tentang HKI di Indonesia dalam cakupan Intellectual property rights tidak secara utuh diatur dalam undang-undang tersendiri, beberapa aturan digabungkan dalam satu undang-undang. Salah satunya yaitu pengaturan tentang neighbouring rights yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta, utility models (Undang-Undang kita tidak mengenal istilah ini tetapi menggunakan istilah Paten sederhana) diatur dalam Undang-Undang Paten. 3 Demikian pula pengaturan tentang geographical indication (Indikasi Geografis) yang diatur dalam Pasal 53 sampai Pasal 55 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis diatur bahwa tata cara pendaftaran Indikasi Geografis akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Ini merupakan pengganti dari Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka disusunlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang dimaksudkan untuk mengatur secara menyeluruh ketentuan pelaksanaan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis, mengenai Indikasi Geografis yang diatur dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 55. Di dalam Undang-Undang Merek diatur selain Indikasi Geografis diatur pula Indikasi Asal pada Pasal 63 sampai Pasal 65, dimana pengertian Indikasi Asal adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk 3 Ibid., hlm. 16 4

18 faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan, tetapi tidak didaftarkan atau semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang tanpa disadari sudah lama ada dan secara tidak langsung dapat menunjukkan adanya kekhususan pada suatu barang yang dihasilkan dari daerah tertentu. Tanda dimaksud selanjutnya dapat digunakan untuk menunjukkan asal suatu barang, baik yang berupa hasil kerajinan tangan, bahan pangan, hasil pertanian, atau barang lainnya, termasuk barang mentah dan/atau hasil olahan, baik yang berasal dari hasil pertambangan maupun yang berasal dari hasil pertanian. Penunjukan asal suatu barang merupakan hal penting, karena pengaruh dari faktor geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut di daerah tertentu tempat barang tersebut dihasilkan dapat membarikan ciri dan kualitas barang yang dipelihara dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu akan melahirkan reputasi (keterkenalan) atas barang tersebut, yang selanjutnya memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Adanya produk Indikasi Geografis dengan sendirinya memberikan reputasi pada suatu kawasan Indikasi Geografis sehingga suatu kawasan Indikasi Geografis akan ikut terangkat. Di sisi lain adanya kegiatan ekonomi akibat adanya Indikasi Geografis tersebut, secara 5

19 otomatis akan ikut mengangkat perekonomian kawasan perlindungan Indikasi Geografis itu sendiri. 4 Indonesia kaya akan kekayaan alamnya baik berupa hasil kerajinan tangan, produk olahan, maupun hasil hasil pertaniannya yang merupakan produk unggulan daerah yang telah dihasilkan dan berpotensi mendapatkan tempat di pasar Internasional. 5 Selain itu produk produk unggulan daerah tersebut mempunyai potensi sebagai produk Indikasi Geografis yang perlu dilindungi seperti: Kopi Arabika Gayo (IG Terdaftar) asal Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tengah, Kopi Arabika Lintong/Mandailing asal Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Lintongnihuta, Kayu Manis Kerinci asal Provinsi Jambi Kabupaten Kerinci. Kopi Robusta Lampung asal provinsi Lampung Kabupaten Lampung, Ubi Cilembu Provinsi Jawa Barat Kabupaten Sumedang, Telur Asin Brebes asal Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Brebes, Arabika Kintamani Bali (IG Terdaftar) Provinsi Bali, Padi Adan asal Provinsi Kalimantan Timur Kabupaten Nunukan merupakan beberapa contoh produk unggulan daerah yang berpotensi sebagai produk Indikasi Geografis. 6 Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia mempunyai banyak potensi Produk Indikasi Geografis, sehingga perlindungan Indikasi Geografis terhadap potensi produk produk Indikasi 4 Hery Firmansyah, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional, 2004, Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Indonesia dengan Pengembangan Indikasi Geografis. 6 (diakses tanggal 18 Oktober 2017 pukul 15.00) 6

20 Geografis sangat penting. Hal ini bertujuan sebagai perlindungan terhadap produk, mutu dari produk, nilai tambah dari suatu produk dan juga sebagai pengembangan pedesaan. Selain itu perlindungan Indikasi Geografis juga bertujuan untuk mencegah agar negara lain tidak mengklaim produk nasional sebagai produknya. Seperti kasus peniruan Indikasi Geografis yang merugikan Indonesia adalah nama Kopi Toraja lengkap disertai dengan gambar rumah Toraja yang telah digunakan di luar negeri dan didaftarkan sebagai Merek, di antaranya di Amerika sehingga simbol daerah Toraja tidak dapat diklaim sebagai produk Indikasi Geografis dari Indonesia. 7 Salah satu produk pertanian lainnya yang potensial mendapat Indikasi Geografis di Sulawesi Selatan adalah Aselapang yang merupakan produk pertanian dari daerah kabupaten Pangkep. Beras ini memiliki karakteristik karena mempunyai aroma harum dan rasanya yang enak/pulen. Aselapang saat ini hanya dapat dijumpai pada daerah tertentu. Sehingga beras yang berasal dari kabupaten Pangkep ini merupakan beras terbaik dan menjadi icon Kabupaten Pangkep. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanah dan tempat tumbuhnya Aselapang, sehingga memberikan karakteristik yang khas pada Aselapang. Pengaruh faktor alam, tanah mengindikasikan bahwa produk Aselapang dapat dilindungi dengan Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis. Perlindungan hlm Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 7

21 tersebut dapat mencegah tindakan-tindakan pemalsuan produk khas daerah. Seperti diketahui, Indikasi Geografis selalu memiliki hubungan atau kaitan yang khusus dengan wilayah tempat suatu produk. Wilayah tersebut ada dan masih menjadi faktor dominan dari proses pembuatan produk. Negara negara yang menganut berbagai jenis perlindungan Indikasi Geografis tampaknya sepakat bahwa suatu aplikasi Indikasi Geografis belum lengkap hingga wilayah yang ada kaitannya dengan aplikasi itu turut diklarifikasi. Penetapan wilayah representasi Indikasi Geografis adalah penting. Wilayah itu sendiri ditetapkan menurut tingkat keseragaman aspek yang menentukan kualitas produk. Karena wilayah itu hanya bisa terdiri dari suatu lokalitas kecil, desa, kabupaten kota, atau daerah provinsi. 8 Jika ciri khas dipertahankan dan dijaga konsistensi mutu tingginya maka produk tersebut akan tetap mendapatkan pasaran yang baik, sebaliknya bila ciri khas dan mutu produk tersebut tidak konsisten makanilainya akan merosot. Suatu produk yang bermutu khas tentu banyak ditiru orang sehingga perlu diupayakan perlindungan hukum yang memadai bagi produk-produk tersebut. Beberapa kasus telah membuktikan bahwa nama produk Indonesia seperti kopi Mandailing atau Mandheling Coffe digunakan untuk produk lain atau diisi dengan kopi yang 8 Miranda Risang Ayu, 2006, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis, Alumni, Bandung, hlm

22 berasal dari daerah lain bahkan negara lain, dan nama Kopi Toraja lengkap disertai dengan gambar rumah Toraja yang telah digunakan di luar negeri dan didaftarkan sebagai Merek, di antaranya di Jepang. 9 Banyaknya produk yang bermutu khas milik bangsa Indonesia yang diakui bahkan didaftarkan sebagai milik bangsa lain, membuat penulis tertarik untuk mengangkat isu hukum dalam penelitian ini adalah upaya perlindungan hukum bagi produk unggulan daerah dalam rezim Indikasi Geografis, terkhusus Aselapang. 9 Hasbir Paserangi Ibrahim Ahmad Muh. Nur Udpa, Menggali Potensi Industri Kreatif Sarung Sutera Mandar Dalam Rezim Indikasi Geografis (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2016), hlm. 5. 9

23 B. Rumusan Masalah Permasalahan yang penulis rumuskan dalam penulisan ini adalah 1. Apakah Aselapang Pangkep berpotensi mendapatkan perlindungan hukum Indikasi Geografis? 2. Bagaimana peran pemerintah Pangkep dalam mendorong upaya perlindungan Indikasi Geografis terhadap Aselapang Pangkep? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Aselapang Pangkep sebagai produk potensi Indikasi Geografis. 2. Untuk mengetahui peran pemerintah Pangkep dalam mendorong upaya perlindungan Indikasi Geografis terhadap Aselapang Pangkep. b. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memiliki kegunaan sebagai masukan bagi ilmu pengetahuan di bidang hukum dalam kaitannya pengetahuan di bidang Merek dan Indikasi Geografis. Diharapkan dapat menambah wawasan mengenai Indikasi Geografis itu berlaku sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun

24 tentang Merek dan Indikasi Geografis sehingga dapat mengurangi pelanggaran-pelanggaran dibidang Merek dan Indikasi Geografis. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi di bidang hukum Hak Kekayaan Intelektual, khususnya mengenai hukum Merek dan Indikasi Geografis. Juga sebagai masukan bagi masyarakat dan pelaku bisnis dalam upaya memberikan pengertian mengenai arti penting pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis. 11

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Kekayaan Intelektual Dalam Berbagai Konvensi Perlindungan atas Indikasi Geografis pada dasarnya telah diperkenalkan dalam beberapa konvensi internasional sebagai aturan yang universal yang bertujuan memberikan perlindungan dari praktik perdagangan curang. Konvensi-konvensi tersebut adalah: 1. The Paris Convention Konvensi Paris adalah perjanjian internasional yang meletakkan dasar dari prinsip protection against unfair competition yang diatur dalam ketentuan Pasal 10bis yang kemudian dipakai sebagai dasar dari pengaturan TRIPs tentang perlindungan Indikasi Geografis pada Pasal 22 (2). Paris Convention merupakan konferensi pertama yang membicarakan perlindungan bagi inventor dilakukan di Wina pada tahun 1873 dan konferensi ini dilanjutkan di Paris pada tahun Paris Convention diubah beberapa kali dan terakhir tahun 1967 di Stockhlom dan diubah lagi tahun Paris Convention berlaku terhadap hak kekayaan industrial (Industrial Property) dalam pengertian luas termasuk paten, merek, desain industri, utility models nama dagang, Indikasi 10 Indonesia ikut meratifikasi Paris Convention tanggal 18 Desember 1979 melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979 tanggal 18 Desember 1979 dan juga menjadi anggota Paris Union 12

26 Geografis, serta pencegahan persaingan curang. Negara-negara anggota TRIPs harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Art.1 sampai dengan 12, serta Art.19 dari Paris Convention. 2. The Madrid Agreement Perjanjian Madrid 14 April 1891 (The Madrid Agreement of False or Deceptive Indication of Source on Goods) yang tidak hanya menyelaraskan dengan ketentuan konvensi Paris Pasal 10 tentang adanya keterangan palsu dari asal barang (false indication of source) tetapi juga memperluas aturan tentang indikasi yang menyesatkan/memperdaya yang kemudian dituangkan dalam ketentuan Pasal 1 (1) yang mengatur: 11 All goods bearing a false or deceptive indication by which one of the countries to which this agreement applies, or a place situated therein, is directly or indirectly indicated as being the country ar place of origin shall be seize on importation into any of the said countries. 3. The GATT 1947 Pasal IX konsep perlindungan Indikasi Geografis dapat terlihat pada Pasal IX: 6 yang mengatur: The contracting parties shall co-operate each with a view to preventing the use of trade names in such manners as to misrepresent the true origin of a product, to determent of such distinctive regional or geographical names of products of territory of a contracting party as are propected by its legislation. Each contracting party shall acoord full and sympathetic consideration to 11 Sebagai contoh adalah California Burgundy atau California Chablis yang dapat menyesatkan konsumen tentang asal barang, sedangkan Chablish adalah daerah penghasil anggur di utara Burgundy Prancis. (dalam Hasbir Paserangi Ibrahim Ahmad Muh. Nur Udpa,2016) 13

27 such requests or representations as may be made by any other contracting party regarding the application of the undertaking set forth in preceding sentence to names of products which have been communicate to it by the other contracting party. Kalaupun ketentuan Pasal IX: 6 GATT 1947 tidak diberlakukan sebagai ketentuan hukum yang mengikat dan ditetapkan sebagai syarat wajib yang diberlakukan, tetapi ketentuan tersebut lebih cenderung ditetapkan sebagai kerja sama antar negara anggota untuk menangkal terjadinya penyesatan. Juga kewajiban antar negara anggota untuk melaksanakan kerja sama dalam merumuskan ketentuan hukum dalam peraturan hukumnya masing-masing terhadap perlindungan nama geografis Lisbon Agreement Istilah Appellation of Origin yang tercetus dalam Lisbon Agreement for Protection of Appellation of Origin and their International Registration tahun 1958 ditengarai sebagai perjanjian internasional yang memberikan perlindungan lebih luas terhadap perlindungan nama geografis (geographical names) dari perjanjian-perjanjian internasional sebelumnya. Dalasm Pasal 2 (1) perjanjian ini diatur:...appellation of origin means the geographical name of a country, region or locality, which serves to designate a product originating therein, the quality and characteristicsof which are due exclusively or essentially to the geographical environment, including natural and human factors. 12 Ibid.,hlm. 8 14

28 melingkupi: Perlindungan dalam perjanjian ini yang ditetapkan dalam Pasal 3 Protection shall be ensuresd against any unsurpation or imitation, even if the true origin of product is indicated or if the appelation is used in translated form or accompanied by terms such as kind, type, make, imitation or the like. Sehingga berdasarkan isi dari ketentuan tersebut disimpulkan terjadinya perluasan terhadap perlindungan yang menyangkut tidak hanya asal barang tetapi juga terhadap keterangan-keterangan yang menyesatkan seperti: jenis, tipe, dibuat berdasarkan, imitasi dari atau menyerupai yang dapat menyesatkan konsumen dan hal ini dikategorikan sebagai pelanggaran kalaupun asal barang dicantumkan. 13 Ketentuan ini juga diadopsi dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis WIPO Pada tahun 1974 dan 1975 WIPO berinisiatif menyelenggarakan persidangan untuk dibentuknya suatu perjanjian internasional baru tentang perlindungan Indikasi Geografis yang kemudian menjadi langkah nyata dengan merevisi ketentuan yang terkait dengan Indikasi Geografis 13 Sebagai contoh: Gayo Arabica Coffee style made in Malaysia, Toraja Coffee Type atau Malaysian Java Coffee. 14 Lihat Pasal 25 huruf d PP No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. 15

29 dalam Konvensi Paris yang kemudian menjadi suatu perjanjian internasional yang baru. 15 Sebagai bagian dalam taraf negoisasi dalam rangka merevisi Konvensi Paris pada tahun 1980 dan awal tahun 1990, para negara anggota mempertimbangkan untuk mengadopsi ketentuan tambahan (additional articles) 10 quater addressing geographical indications. Sebagai catatan berdasarkan laporan bureau internasional WIPO pendekatan yang dipandang dalam perlindungan Indikasi Geografis berdasar pada empat kategori pertimbangan hukum yaitu: 1) unfair competition and passing off, 2) collective and certification mark, 3) protected appellations of origin and registered geographical indications, dan 4) administrative schemes for protection. 6. TRIPs Persetujuan TRIPs ini merupakan bagian dari persetujuan pembentukan badan/organisasi perdagangan dunia yang merupakan salah satu hasil perundingan putaran Uruguay yang berbicara mengenai HKI sebagai bagian dari aspek-aspek perdagangan termasuk di dalamnya perdagangan dari barang tiruan. Indonesia adalah salah satu negara yang pada tanggal 15 April 1994 turut menandatangani persetujuan ini dan 15 WIPO Standing Commiitee on the Law of Trademarks, Industrial Designs and Geographical Indication. SCT/8/4, April 2, 2002 at paras (dalam Saky Septono, 2009). 16

30 persetujuan ini disahkan dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establising The World Trade Organization. TRIPs merupakan perjanjian multilateral yang paling lengkap mengatur tentang Hak Kekayaan Intelektual termasuk di dalamnya pengaturan Indikasi Geografis yaitu dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24. Pasal 22 memuat definisi tentang Indikasi Geografis yaitu: Yang dimaksud dengan Indikasi Geografis berdasarkan PERSETUJUAN ini adalah, tanda yang mengidentifikasikan suatu wilayah Negara Anggota, atau kawasan atau daerah di dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, di mana reputasi, kualitas dan karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut. 16 Berdasarkan Statuta of International Court of Justice (ICJ) atau Statuta Mahkamah Internasional, perjanjian merupakan salah satu sumber pokok hukum internasional. TRIPs ini memperkuat konvensi yang telah ada yaitu Paris Convention dan Berne Convention. Berne Convention 17 termasuk yang dirujuk dalam TRIPs setelah Paris Convention. Sesuai dengan namanya, Berne Convention mengatur mengenai cabang kedua dari HKI yaitu hak cipta, dan pararel dengan Paris Convention, Berne Convention merupakan pelopor kesepakatan internasional di bidang tersebut. TRIPs mengharuskan negara-negara 16 GATT, TRIPS dan Kekayaan Intelektual. Mahkamah Agung RI Hlm. 70 (dalam Saky Septono, 2009) 17 Indonesia Merupakan salah satu negara anggota Berne Convention sejak tanggal 5 September 1997 melalui Keputusan Presiden No.18 Tahun

31 anggotanya untuk mematuhi Art.1 sampai dengan Art.21 Berne Convention beserta lampirannya. Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku dalam hubungan dengan hak yang diberikan Art.6 bis, yaitu pengaturan tentang merek terkenal. Pada hakikatnya, TRIPs mengandung empat kelompok pengaturan. Pertama, yang mengaitkan HKI dengan konsep perdagangan internasional. Kedua, yang mewajibkan negara-negara anggota untuk memenuhi Paris Convention dan Berne Convention. Ketiga, menetapkan aturan atau ketentuan sendiri. Keempat, yang merupakan ketentuan atas hal-hal yang secara umum termasuk upaya penegakan hukum yang terdapat dalam legislasi negara-negara anggota. Di samping merujuk Paris Convention dan Berne Convention, TRIPs juga merujuk pada International Convention for the Protection of Perfomers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organization (Rome Convention) dan Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits (Washington Treaty) Ibid., hlm

32 B. Indikasi Geografis sebagai Bagian dari HKI 1. Pengertian Indikasi Geografis a. Indikasi Geografis Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa, Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus-menerus sehingga dikenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan Indikasi Geografis meliputi barang-barang yang dihasilkan oleh alam, hasil kerajinan tangan, barang hasil pertanian, atau hasil industri tertentu lainnya. 19

33 b. Indikasi Geografis Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis Berdasarkan Pasal 1 angka (1) PP No. 51 Tahun 2017 tentang Indikasi Geografis, pengertian Indikasi Geografis adalah: Suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis, pada Pasal 2 ditentukan bahwa tanda yang dimaksud dalam Pasal 1 angka (1) merupakan nama tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis. Barang dalam hal ini dapat berupa produk olahan, hasil kerajinan tangan, hasil pertanian, atau barang lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (1) PP Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis. Selain sebagai tanda pembeda, aspek-aspek khusus dari nama asal barang ini juga harus memiliki nilai ekonomis, hal tersebut berarti bahwa nama asal itu tidak hanya harus berfungsi untuk membedakan suatu barang dari barang lainnya, tetapi juga harus jelas bahwa tempat asal ini memiliki pengaruh yang besar 20

34 terhadap peningkatan kualitas atau mutu barang tersebut, sehingga meningkat pula harga jualnya. 19 c. Indikasi Geografis Berdasarkan Perjanjian TRIPs Indikasi Geografis diatur secara independen dalam bagian 3 Pasal 22-24, perjanjian TRIPs. Sesuai dengan Pasal 22 Ayat (1) perjanjian TRIPs, Indikasi Geografis adalah:...indikasi yang menandakan bahwa suatu barang berasal dari wilayah teritorial negara anggota, atau dari sebuah daerah atau daerah lokal di dalam wilayah teritorial itu, yang membuat kualitas, reputasi, atau karakter-karakter khusus lain dari barang tersebut dapat dikaitkan secara esensial kepada asal geografis barang itu.. Definisi ini sejalan dengan pengertian Indikasi Geografis yang terdapat dalam sistem hukum di lingkungan masyarakat Eropa (European Community/EC) atau Uni Eropa (European Union/EU), yang mengaturnya sebagai Indikasi Geografis yang dilindungi (protected geographical indications/pgi), kata dilindungi ditambahkan dalam penyebutan Indikasi Geografis dalam hukum tersebut. Penambahan ini dimaksudkan untuk membedakan Indikasi Geografis yang telah memeroleh perlindungan hukum di tingkat komunitas Eropa dengan perlindungan hukum di tingkat nasional. Indikasi Geografis yang belum mendapat perlindungan di tingkat komunitas Eropa biasanya telah mendapat perlindungan, tetapi hanya berdasarkan 19 Miranda Risang Ayu, Op, Cit., hlm

35 peraturan perundang-undangan tingkat nasional salah satunya Negara Komunitas Eropa saja. 20 Dari segi definisi, Indikasi Geografis mengandung pengertian: 21 A Geographical Indication is a sign used on goods that have specific geographical origin and prossess qualities or a reputation that are due to that place of origin. Most commonly, a geographical indications consists of the name of the place of origin of the goods. Agricultural products typically have qualities that derive from their place of production and are influence by specifik local factors, such as climate and soil. Dari pengertian di atas dapat diuraikan ciri atau unsur-unsur pokok Indikasi Geografis sebagai berikut: 1) Sebagai tanda yang diambil dari nama daerah yang merupakan ciri khas suatu produk atau barang yang diperdagangkan. 2) Sebagai tanda yang menunjukkan kualitas atau reputasi produk atau barang yang bersangkutan. 3) Kualitas barang tersebut dipengaruhi oleh alam, cuaca dan tanah di daerah yang bersangkutan. Jadi jelas dari uraian di atas bahwa Indikasi Geografis menyangkut perlindungan atas nama asal barang terhadap barang-barang tertentu. Indikasi Geografis yang dimaksudkan dalam perjanjian TRIPs yaitu tanda yang mengidentifikasi suatu wilayah negara 20 Ibid. hlm

36 hlm, 107 anggota, atau kawasan atau daerah di dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, dimana reputasi, kualitas, dan karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa asal suatu barang yang melekat dengan reputasi, karakteristik, dan kualitas suatu barang yang dikaitkan dengan wilayah tertentu dilindungi secara yuridis. Peran positif nama asal barang terhadap karakteristik lainnya yang secara langsung dapat menaikkan keuntungan ekonomis dari perdagangan barang tersebut harus ada Singkatnya, nama itu sendiri harus memiliki reputasi. Reputasi merupakan salah satu elemen proteksi yang disebutkan secara eksplisit oleh perjanjian TRIPs. 22 Penunjukan asal suatu barang merupakan hal penting, karena pengaruh faktor geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut di daerah tertentu tempat barang tersebut dihasilkan, dapat memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang tersebut, sehingga memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi. 23 Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang 22 Ibid. Hlm Iswi Hariyani, 2010, Prosedur Mengurus HAKI, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 23

37 dihasilkan. Hal itu berarti bahwa Indikasi Geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi, dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut. 24 d. Indikasi Geografis Berdasarkan Perjanjian Lisabon Dalam perjanjian Lisabon, telah diberikan ketentuan yang lengkap dan sistematis terhadap perlindungan Indikasi Geografis di dunia internasional daripada ketentuan-ketentuan perjanjian yang lainnya. Hal ini terlihat dari segi definisi terdapat suatu ketentuan baru yang melengkapi konsep Indikasi Geografis sebelumnya, yakni dalam Pasal 2 Ayat (1) dan (2): An Appellation of Origin as the Geographical denomination of a country, region, or locality, wich serves to designate a product originating therein, the quality or characteristics of wich are due exclusively or essentially to the geographical enviroment, including natural and human factory. Country of Origin as the Country whose name, or the country in which is situated the region or locality whose name, constitutes the appellation of origin that has given the product its reputation. Dari ketentuan di atas, terdapat tiga (3) elemen yang membedakan konsep Indikasi Geografis dengan konsep konsep di perjanjian lainnya, yaitu: 24 Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm

38 a) Keadaan geografis. Faktor pertama yang harus terdapat adalah faktor geografis yang memberikan identitas terhadap produk yang menunjukkan asal dari negara tertentu. b) Reputasi produk tersebut di mata masyarakat luas. c) Ada keterkaitan antara lingkungan geografis dengan produk yang dihasilkan dan ditentukan oleh faktor alam (seperti iklim dan tanah) dan faktor manusia (seperti pengetahuan tradisional) Manfaat Indikasi Geografis Keberadaan produk-produk unggulan daerah tentu sangat penting bagi kemajuan perekonomian daerahnya, khususnya demi kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Semakin unik atau semakin khas suatu produk maka akan semakin meningkat daya tariknya sehingga akan banyak dicari konsumen, selanjutnya akan meningkatkan nilai jual dan nilai tambah bagi produk tersebut. Oleh karena itu, keberadaan produk unggulan yang memiliki nilai keunikan atau kekhasan spesifik lokasi seperti itu perlu dijaga kelestariannya. 26 Adapun manfaat perlindungan Indikasi Geografis, yaitu: Lisbon Agreement for the Protection of Appellation of Origin and their International Registration of October 31, 1958, as revised at Stockholm on July 14, 1967, and as amended on September 28, Achmad Fausan Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Himpunan Undang-Undang), Yrama Widya, Surabaya, hlm (diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 14.20) 25

39 1) Memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar produksi serta standar proses di antara para pemangku kepentingan Indikasi Geografis; 2) Menghindari terjadinya praktik persaingan curang dalam perdagangan, memberikan perlindungan bagi konsumen dari penyalahgunaan reputasi Indikasi Geografis dengan cara menjual produk yang berasal dari daerah lain yang memiliki karakteristik berbeda bahkan lebih rendah; 3) Jaminan pada kualitas produk yang dilindungi Indikasi Geografis sebagai produk asli memberikan kepercayaan pada konsumen; 4) Membina para produsen lokal dan mendukung koordinasi serta memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk. 3. Pendaftaran Indikasi Geografis Buku persyaratan merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi bagi tiap-tiap pihak yang akan mendaftarkan produk Indikasi Geografis. Berdasarkan Pasal 1 angka (9) PP Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis, buku persyaratan adalah: suatu dokumen yang memuat informasi tentang kualitas dan karakteristik yang khas dari barang yang dapat digunakan untuk membedakan barang yang satu dengan barang lainnya yang memiliki kategori sama. 26

40 Berdasarkan Pasal 6 angka (3) PP Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis, buku persyaratan harus memuat: a. Daftar isi; b. Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya; c. Nama barang yang dilindungi Indikasi Geografis; d. Uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang lainnya yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan; e. Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan; f. Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup oleh Indikasi Geografis; g. Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian Indikasi Geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi Geografis; h. Uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau membuat barang terkait; 27

41 i. Uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan; j. Label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi Geografis; k. Daftar pustaka, rujukan yang digunakan dalam penulisan buku persyaratan; dan l. Daftar lampiran. Buku Persyaratan merupakan suatu syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi tiap-tiap pihak yang akan mendaftarkan Produk Indikasi Geografis. Buku Persyaratan adalah buku yang menggambarkan secara detail tentang Produk Indikasi Geografis yang akan didaftarkan. Di dalam buku persyaratan harus termuat: - Nama Indikasi Geografis Nama Indikasi Geografis dapat berupa nama tempat, daerah. Atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian nama tempat, daerah, wilayah dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama tertentu lainnya yang karena pemakaian secara terus-menerus menjadi dikenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Contoh : Tembakau Deli, Lada Putih Muntok, Kopi Arabika Kintamani, Beras Cianjur, dan lain-lain. - Nama Barang 28

42 Nama dari barang atau produk Indikasi Geografis yang akan dimintakan perlindungannya. Contoh Kopi, Lada Putih, Beras, dan lain-lain. - Uraian Karakteristik Uraian Karakteristik adalah uraian yang menerangkan ciri-ciri dan kualitas serta keunggulan barang/produk Indikasi Geografis. Uraian karakteristik produk Kopi Kintamani Bali sebagai berikut: Tipe Produk: Kopi Kintamani Bali adalah Kopi dengan jenis arabika yang pengolahannya dilakukan secara basah (wet processing) Sifat Khas: Kopi Kintamani Bali yang tumbuh didataran tinggi kintamani dengan ketinggian minimal 900 dpl-1400 dpl. - Uraian Pengaruh Lingkungan Geografis, Alam, dan Faktor Manusia Adalah uraian yang menjelaskan faktor-faktor alam yang berpengaruh terhadap barang/produk Indikasi Geografis yaitu uraian mengenai keadaan geografis setempat dapat berupa uraian tentang suhu rata-rata, tingkat curah hujan, kelembaban udara, sinar matahari, ketinggian, atau jenis/kondisi tanah. - Uraian Tentang Batas Wilayah Adalah uraian yang menjelaskan batas-batas daerah penghasil barang/produk Indikasi Geografis dengan daerah sekitarnya serta dilengkapi dengan gambar peta daerah setempat. - Uraian Tentang Sejarah 29

43 Adalah uraian yang menjelaskan tentang latar belakang sejarah keberadaan barang/produk Indfikasi Geografis, yaitu sejarah produksi, pengembangan serta pemakaian barang/produk tersebut oleh masyarakat. - Uraian Tentang Proses Adalah uraian yang menerangkan tentang tahapan-tahapan proses pembuatan/pengolahan barang/produk Indikasi Geografis yang dipakai sehingga memungkinkan terciptanya standar proses pengolahan/pembuatan. - Uraian Tentang Metode Pengujian Adalah uraian yang menjelaskan tentang metode yang dipergunakan untuk menguji kualitas barang/produk Indikasi Geografis. Dalam hal ini uraian harus digambarkan secara detail tahap-tahap pengujian atas kualitas barang dan siapa-siapa yang melakukan uji kualitas. - Label Adalah tanda (yang biasa berupa nama Indikasi Geografis dan atau gambar) yang digunakan pada barang/produk Indikasi Geografis sebanyak 10 lembar dengan ukuran max. 9x9 cm, min. 2x2 cm. Pasal 5 angka (2) PP Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis menentukan bahwa yang berhak mengajukan permohonan adalah: 30

44 a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, terdiri atas: 1. Pihak yang mengusahakan barang hasil alam atau kekayaan alam; 2. Produsen barang hasil pertanian; 3. Pembuat barang hasil kerajinan tangan atau barang hasil industri; atau 4. Pedagang yang menjual barang tersebut. b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau c. Kelompok konsumen barang tersebut. Berdasarkan Pasal 3 PP No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis ditentukan bahwa, terdapat beberapa kategori Indikasi Geografis yang tidak dapat didaftarkan, yaitu apabila tanda yang dimohonkan pendaftarannya: a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum; b. Menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai ciri, sifat, kualitas, asal sumber, proses pembuatan barang, dan/atau kegunaannya; c. Merupakan nama geografis setempat yang telah digunakan sebagai nama varietas tanaman yang digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis; atau 31

45 d. Telah menjadi generik. Indikasi yang bersifat generik merupakan indikasi mengenai suatu barang yang telah menjadi milik umum karena sering digunakan dalam bahasa sehari-hari. C. Kabupaten Pangkep Kabupaten Pangkep adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibukotanya adalah Pangkajene. Suatu kabupaten yang terletak sekitar 50 km di sebelah selatan Kota Makassar. Asal muasal nama Pangkajene sebenarnya mengacu kepada keberadaan sungai yang membelah kota Pangkep. Kata Pangkajene adalah Bahasa Makassar, berasal dari dua kata yang disatukan, yaitu Pangka yang berarti cabang dan Je ne yang berarti air, dinamai demikian karena pada daerah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Barasa itu, terdapat sungai yang bercabang, yang sekarang dinamai Sungai Pangkajene. Di Pangkep, nama atau sebutan Pangkajene melekat pada beragam identitas. Pangkajene sebagai sebuah kota kabupaten atau ibukota kabupaten, Pangkajene sebagai salah satu kecamatan di Pangkep, Pangkajene sebagai nama pasar: Pasar Pangkajene, dan terkhusus sebagai nama sungai: Sungai Pangkajene. Luas wilayah kecamatan Pangkajene ini adalah 45, 339 km 2, terdiri atas bentangan kawasan permukiman, persawahan, empang, dan wilayah pesisir yang menjadi mata pencaharian utama masyarakatnya sebagai petani, petambak, dan nelayan. Bagian tengah wilayah kota Pangkajene ini 32

46 membujur Sungai Pangkejene yang membelah wilayah kota kecamatan daratan Pangkep, sebelah utara sungainya adalah Balocci, Minasatene dan Pangkajene dan sebelah selatan sungainya adalah Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Ma rang, Segeri dan Mandalle. Secara geografis Kabupaten Pangkep terletak pada koordinat antara 110 o sampai 113 Lintang Selatan dan 4 o 40 sampai 8.00 Bujur Timur, atau terletak di pantai barat Sulawesi Selatan dengan berbatasan dengan Kabupaten Barru di utara, Kabupaten Maros di selatan, serta Kabupaten Bone di timur. Kabupaten Pangkep terdiri atas 13 Kecamatan, di mana 9 Kecamatan terletak pada wilayah daratan, dan 4 Kecamatan terletak di wilayah Kepulauan, 102 Desa/Kelurahan. Kabupaten Pangkep terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan. Dataran rendah seluas 73,721 Ha membentang dari garis pantai barat ke timur terdiri dari persawahan, tambak/empang, sedangkan daerah pegunungan dengan ketinggian meter di atas permukaan air laut terletak disebelah timur dan merupakan wilayah yang banyak mengandung batu cadas dan sebagian mengandung batu bara serta berbagai jenis marmer. Daerah pegunungan dengan ketinggian antara m dari permukaan laut terletak di sebelah timur merupakan gugusan pegunungan yang memiliki potensi sumber mineral yang sangat berlimpah (diakses pada tanggal 28 Oktober 2017 Pukul 15.00) 33

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah terjemahan resmi dari Intellectual Property Rights

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Indikasi Geografis itu?

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Indikasi Geografis itu? INDIKASI GEOGRAFIS Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Apakah Indikasi Geografis itu? Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan tempat,

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DALAM PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS Hak Indikasi Geografis sebagai Hak Kekayaan Intelektual

BAB II TINDAK PIDANA DALAM PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS Hak Indikasi Geografis sebagai Hak Kekayaan Intelektual BAB II TINDAK PIDANA DALAM PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS 2.1. Hak Indikasi Geografis sebagai Hak Kekayaan Intelektual 2.1.1. Pengertian Indikasi Geografis Penggunaan istilah Indikasi Geografis di

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) PENGERTIAN HAKI: Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual"

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2007 HKI. Merek. Geografis. Indikasi. Pemohon. Pemakai. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO Subjek dan Objek Hukum Arti & Peranan Hak Kekayaan Intelektual Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (9) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneliti dan menciptakan karya-karya intelektual selama jerih payahnya

BAB I PENDAHULUAN. meneliti dan menciptakan karya-karya intelektual selama jerih payahnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan mencipta dan melahirkan karyakarya intelektual dengan spektrum yang sangat luas, dan manusia bersedia meneliti dan menciptakan

Lebih terperinci

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked MUHAMMADIYAH MALANG Apa Kekayaan Intelektual (KI)? ADALAH: kreasi dari pikiran yang muncul dari kemampuan intelektual manusia, berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAKI

TINJAUAN TENTANG HAKI TINJAUAN TENTANG HAKI Mata Kuliah : Legal Aspek dalam Produk TIK Henny Medyawati, Universitas Gunadarma Materi dikutip dari beberapa sumber Subjek dan objek hukum Subjek Hukum adalah : Segala sesuatu yang

Lebih terperinci

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke: ETIKA PERIKLANAN Modul ke: Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi Periklanan (Marcomm) www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat tetap dan eksklusif serta melekat pada pemiliknya. Hak kekayaan intelektual timbul

Lebih terperinci

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI JANUARI RIFAI januari@raharja.info Abstrak Apa itu HAKI? Hak Atas Kekayaan Intelektual atau HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok

Lebih terperinci

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL*

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL* BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL* Oleh: Abdul Bari Azed 1. Kami menyambut baik pelaksanaan seminar ten tang Penegakan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempat merupakan salah satu konsep geografi yang terbentuk dari kondisi fisik dan sosial tertentu, seperti dikemukakan Maryani (2011: 22) bahwa tempat dibentuk oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. pemilik hak dengan tetap menjujung tinggi pembatasan-pembatasan yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. pemilik hak dengan tetap menjujung tinggi pembatasan-pembatasan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumber daya manusia yang ada di negara Indonesia pada khususnya dan di dunia pada umumnya mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat. Kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perdagangan global seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Rights, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Rights, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Adanya perkembangan ilmu pengetahuan serta olah pikir manusia yang berevolusi terus menerus, menjadi hal yang mungkin apabila melalui olah pikir manusia tersebut

Lebih terperinci

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32 BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32 A. PENDAHULUAN Hasil penelitian yang baik adalah yang memberikan dampak dan manfaat, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi buku berisikan pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan lainnya yang akan menambah wawasan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Geografis indication, Product, Place. Nita Anggraieni, Perlindungan Terhadap Indikasi Geografis 141

Kata Kunci : Geografis indication, Product, Place. Nita Anggraieni, Perlindungan Terhadap Indikasi Geografis 141 Nita Anggraieni, Perlindungan Terhadap Indikasi Geografis 141 Perlindungan Terhadap Indikasi Geografis (Produk yang disertai Nama Tempat) dalam Kerangka Hukum Nasional dan Hukum Internasional Oleh : Nita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. 1 Hak atas kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusasteraan atau seni. 1 Hak atas kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Intellectual Property Rights (IPR) dalam bahasa Indonesia memiliki 2 (dua) istilah yang pada awalnya adalah Hak Milik Intelektual dan kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I Etika Dalam Pemanfaatan Teknologi II Tim Pengajar KU1102 - Institut Teknologi Sumatera Outline 1. Hak Kekayaan Intelektual - Definisi - Jenis-jenis hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual menjadi isu sangat penting yang selalu mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional. Pengaturan internasional mengenai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KEBERADAAN BARANG BERPOTENSI UNTUK DILINDUNGI INDIKASI GEOGRAFIS SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI ACEH

BAB II KEBERADAAN BARANG BERPOTENSI UNTUK DILINDUNGI INDIKASI GEOGRAFIS SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI ACEH 38 BAB II KEBERADAAN BARANG BERPOTENSI UNTUK DILINDUNGI INDIKASI GEOGRAFIS SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI ACEH A. Dasar Hukum Indikasi Geografis Di Indonesia saat ini, dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau dalam bahasa asing disebut Intellectual Property Rights kian berkembang menjadi bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 1. Dasar Hukum dan Lingkup HKI Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang HKI salah satunya persetujuan pembentukan World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan bagi kekayaan intelektual merupakan langkah maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu implementasi era pasar

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK I. UMUM Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga dengan property rights

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga dengan property rights BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek telah lama dikenal manusia sejak zaman purba. Merek digunakan sebagai tanda pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum dengan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. penemuan-penemuan di bidang teknologi. Indonesia sebagai negara berkembang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. penemuan-penemuan di bidang teknologi. Indonesia sebagai negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kegiatan bidang ekonomi dan perdagangan negara-negara di dunia pada dasawarsa belakangan ini didorong oleh arus globalisasi yang menyebabkan sistem informasi,

Lebih terperinci

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK TIM PENYUSUSNAN NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK Ketua: Dr. Cita Citrawinda Noerhadi, SH.,MP. BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Jakarta, 4 Oktober 2012 Hotel

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2 PENEGAKAN HUKUM HAK PATEN MENURUT TRIPS AGREEMENT DAN PELAKSANAANYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rignaldo Ricky Wowiling 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannyapenelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa konsekwensi logis bahwa suatu negara tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa peran serta dari negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA Milsida Fandy, Henry Soelistyo Budi Hardijan Rusli ABSTRACT In the free trade era, there is an urgent need of a "rule of the game" that can create

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Perekonomian dunia hingga dewasa ini terus berkembang, oleh karena suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda pembeda, maksud dari pembeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, dalam era globalisasi. perdagangan, pembangunan hukum di Indonesia diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, dalam era globalisasi. perdagangan, pembangunan hukum di Indonesia diharapkan mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari kemajuan dunia industri dan perdagangan. Perkembangan ekonomi ini harus diimbangi dengan perangkat hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNISBANK SEMINAR NAS10NAL. MULTE DISIPLIN ILMU dan CALL FOR PAPERS KEE3. untuk Meningkatkan Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif

UNISBANK SEMINAR NAS10NAL. MULTE DISIPLIN ILMU dan CALL FOR PAPERS KEE3. untuk Meningkatkan Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif UN ISBN: SEMINAR NAS10NAL MULTE DISIPLIN ILMU dan CALL FOR PAPERS KEE3 UNISBANK Kajian Multi Disiplin IImu dalam Pemberdayaan Potensi daerah untuk Meningkatkan Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif Rabu,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

POTENSI PRODUK UNGGULAN DAERAH BERBASIS INDIKASI GEOGRAFIS

POTENSI PRODUK UNGGULAN DAERAH BERBASIS INDIKASI GEOGRAFIS POTENSI PRODUK UNGGULAN DAERAH BERBASIS INDIKASI GEOGRAFIS 1 OLEH : DJULAEKA FH UNIV. TRUNOJOYO MADURA (TIM SENTRA HKI UTM) PRODUK UNGGULAN --- KOMODITAS UNGGULAN ESENSI PRODUK = HASIL OLAHAN BAHAN BAKU/KOMODITAS

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG KERAJINAN TANGAN SARUNG DONGGALA SEBAGAI PRODUK INDIKASI ASAL SARIANTI / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG KERAJINAN TANGAN SARUNG DONGGALA SEBAGAI PRODUK INDIKASI ASAL SARIANTI / D TINJAUAN HUKUM TENTANG KERAJINAN TANGAN SARUNG DONGGALA SEBAGAI PRODUK INDIKASI ASAL SARIANTI / D 101 07 464 ABSTRAK Judul dari skripsi ini adalah Tinjauan Hukum Tentang Kerajinan Tangan Sarung Donggala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat berbagai macam keanekaragaman suku dan sangat kaya akan keragaman

BAB I PENDAHULUAN. terdapat berbagai macam keanekaragaman suku dan sangat kaya akan keragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara wilayah yang sangat luas dan terdapat berbagai macam keanekaragaman suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan warisan budaya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK 2.1 Desain Industri 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Desain Industri Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 60, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4997)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN Oleh: I Putu Renatha Indra Putra Made Nurmawati Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This scientific

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi teknologi berbasis sumber daya kecerdasan manusia. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai produk barang dan jasa beredar di dunia perdagangan, sehingga dibutuhkan daya pembeda antara produk barang/jasa yang satu dengan yang lain terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG 1 BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Kondisi masyarakat yang mengalami perkembangan dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan apa

Lebih terperinci

PERBUATAN CURANG DALAM PENGGUNAAN PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS. Yeti Sumiyati Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

PERBUATAN CURANG DALAM PENGGUNAAN PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS. Yeti Sumiyati Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Perbuatan Curang dalam Penggunaan Produk Indikasi Geografis (Yeti Sumiyati) PERBUATAN CURANG DALAM PENGGUNAAN PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS Yeti Sumiyati Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Email: yeti_sumiyati74@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga merek menjadi hal yang penting bagi sebuah bisnis, karena merek

BAB I PENDAHULUAN. sehingga merek menjadi hal yang penting bagi sebuah bisnis, karena merek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merek menjadi sebuah identitas bagi suatu kegiatan usaha dan produk, sehingga merek menjadi hal yang penting bagi sebuah bisnis, karena merek tersebut digunakan dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan nasional maupun internasional selain mengutamakan harga, juga sebagian besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia Tim Dosen Hak Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Brawijaya A. Sebelum Penjajahan Belanda Tidak ada Hk HKI, karena tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong ! 1 BAB I PENDAHULUAN A.! Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya HKI, diharapkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PRODUK BATIK DI PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO SRAGEN SKRIPSI. Disusun oleh:

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PRODUK BATIK DI PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO SRAGEN SKRIPSI. Disusun oleh: PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PRODUK BATIK DI PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO SRAGEN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan. pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan. pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 ATAS TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 ATAS TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Halaman 1

UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Halaman 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global,

Lebih terperinci