V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Beban Emisi Pencemar dari Kendaraan Bermotor di DKI Pertumbuhan kendaraan bermotor pada tahun Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI mengalami peningkatan rata-rata 8% pertahun untuk semua kategori kendaraan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pertumbuhan kendaraan bermotor dari tahun 23 sampai dengan tahun 27 disampaikan pada Gambar 1. Jumlah total kendaraan tahun 23 adalah 4,1 juta dan bertambah sebanyak 1,6 juta sampai dengan tahun 27 menjadi 5,7 juta unit. 7 Jumlah Kendaraan (unit) Tahun Gambar 1 Total jumlah kendaraan bermotor di DKI tahun Sumber : Ditlantas Polda Metro Jaya, 28 Berdasarkan komposisi jenis kendaraannya, Gambar 11 menunjukkan bahwa kategori kendaraan sepeda motor selalu mengalami peningkatan tiap tahun dengan rata-rata peningkatan sebesar 12% per tahun. Pada tahun 23 berjumlah 2,2 juta meningkat menjadi 3,6 juta unit pada tahun 27. Sedangkan untuk jenis kendaraan lainnya kenaikan yang terjadi rata-rata hanya dibawah 5% pertahun, bahkan untuk kendaraan bis hanya,2% per tahun. Persentase perbandingan antara jenis kendaraannya adalah 58% sepeda motor, 28% mobil penumpang, 8% truk serta 5% mobil bis.

2 43 Jumlah Kendaraan (unit) Mobill Penumpang Truk Bis Sepeda motor Kategori Kendaraan Gambar 11 Komposisi kendaraan bermotor di DKI Sumber : Ditlantas Polda Metro Jaya, 28 Kecilnya jumlah kenaikan kendaraan bis dibandingkan kendaraan lain terutama kendaraan pribadi telah membuktikan bahwa kendaraan pribadi terutama sepeda motor merupakan pilihan kendaraan yang paling diminati oleh penduduk kota. Hal tersebut disebabkan oleh : 1) kondisi jalan di yang semakin padat 2) fasilitas untuk memiliki kendaraan cukup mudah dan harga kendaraan relatif lebih murah (secara menyicil) serta 3) harga bahan bakar minyak yang semakin mahal. Pertumbuhan kendaraan pribadi yang pesat di kota-kota besar di Indonesia, terutama DKI memperlihatkan bahwa sistem transportasi kota memang kurang memadai. Fasilitas transportasi umum yang ada dirasakan banyak orang tidak nyaman dan aman serta tidak ada jaminan lamanya waktu tempuh kendaraan mendorong banyak orang memilih menggunakan kendaraan pribadi. Volume pergerakan orang dan kendaraan yang tinggi antara DKI dan Bodetabek telah memberikan kontribusi penting pada kepadatan lalu lintas di pusat-pusat kota. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas menyebabkan kendaraan tidak dapat beroperasi pada kecepatan optimum yaitu kecepatan kendaraan yang menghasilkan emisi gas buang minimum. Dinas Perhubungan Provinsi DKI (25) memprediksi bahwa pada tahun 214 jumlah kendaraan roda empat di DKI akan mencapai sekitar 3 juta unit akan di

3 44 layani oleh jalan seluas hanya 4 juta meter persegi (Gambar 12). Dengan demikian rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan akan mencapai titik jenuh. Artinya, diperkirakan akan terjadi kemacetan total di ruas-ruas jalan di DKI mulai tahun 214. Rasio panjang jalan yang rendah seharusnya diatasi dengan penggunaan angkutan umum yang berkapasitas angkut besar Luas (juta m2) Kendaraan Roda 4 (ribu unit) Luas (juta m2) Kendaraan roda 4 (ribu unit) Gambar 12 Trend utilisasi jumlah kendaraan terhadap luas jalan di DKI, Sumber : Bappenas, Estimasi Jumlah kendaraan bermotor tahun 28, 214 dan 22 Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 28, 214 dan 22 diestimasi berdasarkan jumlah kendaraan 5 tahun sebelumnya (tahun 23-27). Pada tahun 214 diperkirakan akan terjadi kenaikan jumlah kendaraan sebanyak hampir 2 kali lipat dari jumlah kendaraan yang ada pada tahun 27 dan lebih dari 3 kali lipatnya pada tahun 22 (Gambar 13).

4 45 25 Jumlah kendaraan (unit) Tahun Gambar 13 Estimasi jumlah total kendaraan tahun 28, 214 dan 22. Jumlah kendaraan di DKI yang diperkirakan terus bertambah di masa yang akan datang sangatlah diperlukan sistem pengelolaan transportasi kota yang terpadu. Data selengkapnya estimasi jumlah kendaraan bermotor tahun 28, 214 dan 22 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Estimasi jumlah kendaraan tahun 28, 214, 22 Tahun Mobil Penumpang Sepeda motor Truk Bis Sumber : perhitungan Pada Tabel 4 terlihat kenaikan yang cukup signifikan akan terjadi pada sepeda motor, dimana pada tahun 22 kenaikan diperkirakan akan mencapai 3% dari tahun 28. Hal ini terlihat sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan kendaraan jenis bis, dimana kenaikannya dari tahun 28 ke tahun 22 diperkirakan hanya sebesar 2%.

5 46 Persentase komposisi kendaraan tahun 28, 214 dan 22 seperti pada Gambar 14, semua kendaraan mengalami penurunan komposisi kecuali sepeda motor yang justru meningkat persentasenya. Komposisi kendaraan (%) Mobill Penumpang Bis Truk Sepeda motor Gambar 14 Distribusi kendaraan bermotor di DKI tahun 28, 214, 22 Perkiraan kenaikan jumlah sepeda motor yang sangat fantastis di masa mendatang perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak, selain kondisi lalu lintas lebih tidak terkontrol karena tidak ada jalur khusus sepeda motor, hal yang tidak kalah penting adalah jumlah emisi pencemar tentu akan meningkat. Kebijakan untuk menekan jumlah sepeda motor dan mengadakan sarana transportasi umum serta management lalu lintas yang lebih baik sangatlah diperlukan Estimasi Panjang Perjalanan Kendaraan Panjang perjalanan suatu kendaraan bermotor (vehicle kilometers traveled- VKT) adalah jumlah jarak yang ditempuh oleh suatu kendaraan dalam kurun waktu tertentu. Beberapa jenis kendaraan memiliki nilai VKT yang dapat dipantau seperti mikrolet, mikro bis dan bis, hal ini dikarenakan jenis kendaraan tersebut melintasi rute perjalanan yang sama setiap waktu. Sedangkan jenis kendaraan lain seperti; mobil pribadi (sedan, jeep, minibus), taksi, sepeda motor, serta truk nilai VKT nya selalu berbeda tiap waktu.

6 47 Berdasarkan data yang didapat, nilai VKT akumulatif kendaraan sangat beragam nilainya (Lampiran 1-4). Nilai VKT ini biasanya akan sebanding dengan usia pakai dari kendaraan tersebut. Pola penggunaan kendaraan untuk jenis mobil pribadi yang ada di DKI dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan untuk kendaraan dengan kategori lain dapat dilihat pada Lampiran 5 dan VKT akumulatif (1 3 km/tahun) y = -,5844x ,416x - 17,53 R 2 =, Usia Kendaraan (tahun) Gambar 15 Penggunaan mobil pribadi selama 15 tahun pertama. Gambar 15 menunjukkan bahwa hubungan antara panjang perjalanan kendaraan dipengaruhi oleh usia kendaraan jenis mobil pribadi, hal ini ditandai dengan nilai r 2 =,96. Kategori mobil penumpang pada penelitian ini adalah kendaraan mobil pribadi baik jenis sedan, jeep, maupun minibus, mikrolet, taksi dan pickup. Hasil perhitungan panjang perjalanan kendaraan rerata berdasarkan kategori kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5. Data panjang perjalanan rerata kendaraan pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa kendaraan dengan kategori bis memiliki nilai rerata paling besar dan nilai VKT rerata terkecil adalah sepeda motor.

7 48 Tabel 5 Panjang perjalanan kendaraan berdasarkan kategori (km/tahun) Kategori Kendaraan VKT rerata Mobil penumpang Sepeda Motor Bis Truk Sumber : perhitungan Hal ini disebabkan oleh rute perjalanan yang ditempuh kendaraan bis relatif panjang (jauh) dan tetap, misalnya dari terminal Grogol ke terminal Lebak Bulus, dari terminal Senen ke terminal Blok M dan sebagainya. Sepeda motor pada umumnya digunakan untuk jarak yang pendek dan waktu yang tidak terlalu lama. Walaupun nilai VKT rerata bis lebih besar dibandingkan kategori lain, namun tidak menghasilkan VKT total yang besar hal ini disebabkan oleh jumlah kendaraan yang ada relatif sedikit. Jumlah kendaraan sepeda motor yang lebih banyak dari kendaraan lain di DKI menyebabkan nilai total VKT yang dihasilkanpun besar (Gambar 16). 5 Total VKT (1 6 km) Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 16 Total panjang perjalanan kendaraan bermotor di DKI.

8 Beban Emisi tahun 28 Beban emisi pencemar CO, NO x dan PM 1 dari kendaraan bermotor di DKI tahun 28 tersaji dalam Gambar 17. Nilai beban emisi terbesar adalah parameter CO sebesar 52% ( ton/tahun) sedangkan beban emisi terkecil adalah parameter PM 1 sebesar 5% (4.18 ton/tahun). Kedua pencemar tersebut dihasilkan dari emisi kendaraan mobil penumpang. 12 Beban emisi (ton/tahun) Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis PM1 Nox CO Gambar 17 Beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 28 Karakteristik mobil penumpang yang ada di DKI adalah kendaraan dengan bahan bakar bensin mendominasi jumlahnya dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar (JICA, 24). Kendaraan roda empat dengan mesin yang berbahan bakar bensin dapat mengemisikan hampir 9% CO dibandingkan dengan pencemar NO x, SO 2 dan PM 1 (Walsh et al. 1996) Bila ditinjau dari penghasil emisinya, kategori kendaraan mobil penumpang menghasilkan emisi terbesar sejumlah 42% dibandingkan dengan kategori lain. Sedangkan untuk kendaraan bis, sepeda motor dan truk berkontribusi mengeluarkan emisi masing-masing sebesar 28%, 2% dan 1% terhadap beban emisi total (Gambar 18).

9 5 Bis 28% Sepeda Motor 2% Truk 1% Mobil Penumpang 42% Gambar 18. Komposisi penghasil emisi dari kendaraan bermotor. Berdasarkan parameter pencemar yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI didominasi pencemar CO sebesar 73% setara dengan 5.82 ton/hari diikuti oleh NO x sebesar 24% (1.854 ton/hari) dan PM 1 sebesar 3% (27 ton/hari) (Gambar 19). Secara umum setiap pembakaran bahan bakar minyak baik bensin maupun solar akan mengeluarkan pencemar CO, hanya saja kondisi pembakaran dan jenis bahan bakar juga akan mempengaruhi besarnya emisi yang dikeluarkan. NOx 24% PM 1 3% CO 73% Gambar 19 Persentase beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor.

10 51 Proses pembakaran secara tidak sempurna yang terjadi pada mesin menyebabkan emisi CO menjadi tinggi. Selain CO, emisi NO x dari kendaraan bermotor di DKI juga tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi antara bahan bakar dan udara yang terjadi saat proses pembakaran pada mesin. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Pengalaman dari negaranegara maju menunjukkan bahwa emisi zat-zat pencemar udara dari sumber transportasi dapat dikurangi secara substansial dengan kandungan bahan bakar yang ramah lingkungan, perbaikan sistem pembakaran dan penggunaan katalis (catalytic converter) serta pengendalian manajemen lalu lintas setempat (ARPEL, 21). Tahun 21 sebesarnya Pertamina telah memasok bensin tanpa timbal untuk wilayah DKI dan sekitarnya. Namun ketidaktersediaan bensin tanpa timbal di hampir seluruh wilayah Indonesia (produksi bensin bertimbal nasional masih 75%) dan kandungan sulfur dalam minyak solar di Indonesia yang masih tinggi, sulit untuk mewajibkan produsen kendaraan bermotor memasang peralatan pereduksi emisi (katalis) pada kendaraan bermotor. Katalis tidak dapat berfungsi jika bensin mengandung timbal dan kandungan sulfur dalam minyak solar tinggi Berdasarkan pemantauan bahan bakar minyak yang dilakukan oleh KLH tahun 27 pada SPBU-SPBU di 3 kota di Indonesia, menunjukkan bahwa sebagian besar bensin masih mengandung timbal walaupun ada 1 kota yang sudah tidak terdektesi adanya timbal yaitu kota Bandung, Denpasar, Makassar, Medan, Surabaya, Ambon, Banjarmasin, Mataram, Pekanbaru, dan Sorong. Sedangkan pemantauan terhadap kandungan sulfur memperlihatkan bahwa 26 kota ditemukan nilai rata-rata sulfur sama dengan atau di bawah ambang batas. Sementara empat kota lainnya ditemukan nilai rata-rata sulfur di atas ambang batas, yaitu 3.5 ppm. Empat kota tersebut adalah Manado dengan nilai ppm, Mataram dengan nilai 4.25 ppm, Bandar Lampung dengan nilai 3.95 ppm, dan Jayapura dengan nilai 3.6 ppm (KLH, 27). Khusus untuk kota Jabodetabek kadar timbal maupun sulfur masih dibawah standar yang dipersyaratkan oleh Departemen Energi Sumberdaya dan Mineral (Gambar 2). Kota Bogor dari hasil pemantauan didapati kandungan sulfur yang

11 52 lebih rendah dibandingkan kota-kota lain di Jabodetabek, sedangkan kadar timbal terendah dideteksi di Kota Bekasi. Kandungan sulfur di DKI paling tinggi dibandingkan kota lain di Jabodetabek dan kandungan timbal dijumpai sama dengan Kota Tangerang dan Depok. gram/liter,14,12,1,8,6,4,2 Bekasi Bogor Tangerang Depok ppm Pb standart Pb :,13 g/l Sulfur Standar sulfur : 35 ppm Gambar 2 Kualitas BBM di JABODETABEK parameter Pb dan Sulfur. Sumber : KLH, Estimasi Beban Emisi tahun 214 dan tahun 22 Beban emisi tahun 214 dan tahun 22 diestimasi dengan menggunakan pendekatan jumlah kendaraan yang diperkirakan ada pada tahun tersebut (lihat bagian 5.1.2) dan menggunakan faktor emisi yang sama dengan tahun 28. Besar beban emisi tahun 214 dan tahun 22 untuk pencemar CO, PM 1 dan NO x terlihat pada Gambar 21. Peningkatan terbesar beban emisi pada tahun 22 diperkirakan terjadi pada pencemar PM 1 sebesar 97% dibandingkan tahun 214. Secara keseluruhan beban emisi total dari kendaraan bermotor pada tahun 214 diperkirakan meningkat 1,4 kali lipat dari tahun 28 dan menjadi 2,5 kali lipat pada tahun 22.

12 CO NOx PM1 PM 1 Beban Emisi (ton/tahun) Gambar 21 Beban emisi total dari kendaraan bermotor tahun 214 dan 22 Estimasi beban emisi CO tahun 214 dan 22 sesuai kategori kendaraannya dapat dilihat pada Gambar 22. Kendaran mobil penumpang menghasilkan emisi CO tertinggi pada tahun 214 sejumlah ton/tahun, sedangkan di tahun 22 nilai tertinggi emisi CO dihasilkan dari sepeda motor sebanyak ton/tahun. Peningkatan beban emisi CO tahun 22 dari sepeda motor sebanyak lebih dari dua kali lipat dari tahun 214 disebabkan meningkatnya jumlah sepeda motor yang cukup signifikan (lima kali lipat dari tahun 28). 3 Beban emisi (ton/tahun) Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 22 Beban emisi CO dari kendaraan bermotor di DKI

13 54 Peningkatan jumlah kendaraan bis dan truk yang tidak sebesar kendaraan sepeda motor maupun mobil penumpang tahun 22 menyebabkan beban emisi CO dari kendaraan bis dan truk meningkat hanya sebesar 1,1% dan 21% dibandingkan beban emisi tahun 214. Estimasi beban emisi PM 1 di DKI tahun 214 dan 22 sesuai kategori kendaraannya dapat dilihat pada Gambar 23. Beban emisi PM 1 terbesar dihasilkan dari kendaraan bis. Secara keseluruhan beban emisi PM 1 dari sepeda motor diperkirakan akan meningkat sejumlah ton atau sebanyak dua kali lipat dibandingkan tahun 214. Sedangkan kendaraan kategori lain peningkatan beban emisi berturut-turut sebesar 1.92 ton, ton dan 532 ton dari mobil penumpang, truk dan bis. 6 Beban emisi (ton/tahun) Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 23 Beban emisi PM 1 dari kendaraan bermotor di DKI Mesin kendaraan (tanpa alat kontrol pengendalian emisi) yang menggunakan bahan bakar solar sebagai penggeraknya akan mengeluarkan emisi PM 1 sebanyak tujuh sampai sepuluh kali lipat dari pada mesin kendaraan berbahan bakar bensin (Walsh et al. 1996). Beban emisi NO x dari kendaraan bermotor di DKI tahun 214 dan 22 yang terbesar dihasilkan dari kendaraan bis dan yang terkecil adalah dari sepeda motor. Peningkatan jumlah emisi NO x tahun 22 yang dikeluarkan dari kendaraan truk lebih besar dari kendaraan kategori lainnya yaitu sebesar

14 55 ton. Kendaraan mobil penumpang emisi NO x meningkat sebesar ton tahun 22, sepeda motor meningkat sebesar ton dan bis meningkat sebesar ton dari tahun 214. Beban emisi (ton/tahun) Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 24 Beban emisi NOx dari kendaraan bermotor di DKI Berdasarkan hasil-hasil beban emisi yang didapatkan diatas, kebijakan pengendalian emisi sesuai dengan pencemar yang dihasilkan akan lebih bermanfaat dari pada kebijakan secara global. Pengendalian emisi dari sepeda motor akan mengurangi beban emisi CO dan PM 1. Pengendalian emisi dari mobil penumpang akan mengurangi beban emisi CO. Pengendalian emisi dari bis akan mengurangi beban emisi NO x dan PM 1 sedangkan pengendalian emisi dari truk akan mengurangi beban emisi NO x. Pembatasan jumlah kendaraan terutama sepeda motor akan sangat mempengaruhi beban emisi dimasa-masa mendatang. 5.2 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor di DKI dalam Mereduksi Beban Emisi. Pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor pada prinsipnya melibatkan 4 elemen, yaitu standar baku mutu (baik emisi maupun ambien), spesifikasi bahan bakar, pemeriksaan dan perawatan kendaraan serta managemen transportasi yang baik. DKI sebagai barometer dari segala kegiatan mempelopori adanya peraturan di tingkat daerah tentang pengendalian pencemaran udara pada tahun 25. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan

15 56 Pemerintah Daerah Propinsi DKI No.2 tahun 25. Khusus untuk pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi (sumber bergerak) terdapat dua strategi kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi tingkat pencemaran. Pertama adalah kebijakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor pribadi (biasa digunakan istilah sistem P dan P) dan yang kedua adalah kebijakan penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah Pengaruh Kebijakan Sistem Pemeriksaan Emisi dan Perawatan kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban Emisi. Pengendalian pencemaran udara dengan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor pribadi (sistem P dan P) dimaksudkan untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan yang beroperasi (in-use vehicles) yang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar kriteria CO, HC, dan opasitas. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas. Negara-negara maju dan berkembang di dunia banyak yang menerapkan kebijakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor bagi semua kendaraan-kendaraan yang beroperasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga performa kerja mesin dan efisiensi bahan bakar, mengingat dengan bertambahnya usia pakai kendaraan maka performa kerja mesinpun mengalami penurunan. Melalui perawatan rutin seperti penyetelan mesin, pembersihan filter udara, dan lain-lain emisi gas buang CO dapat berkurang hingga 9%, HC hingga 75%, dan partikulat hingga 85% (Walsh et al, 1996) dan NO x sebesar 2% (Gorham, 22). Sedangkan berdasarkan survei yang dilakukan pada kegiatan pekan uji emisi tahun 21 oleh pemerintah DKI bekerjasama dengan Swisscontact menunjukkan adanya pengurangan emisi CO sebesar 5%, PM 1 sebesar 45%. Di samping itu efisiensi bahan bakar pun dapat mencapai 5%. Walaupun sampai saat ini, sistem p dan p baru disosialisasikan untuk mobil pribadi, akan tetapi perangkat teknis bagi sepeda motor sudah mulai disiapkan. Jumlah bengkel pelaksana uji emisi yang tersertifikasi bagi mobil pribadi di DKI

16 57 sampai dengan tahun 28 sebanyak 216 bengkel yang tersebar di lima wilayah kota. Beberapa asumsi yang digunakan dalam mengestimasi reduksi emisi bila kebijakan ini diterapkan adalah : Tahun 214 target kendaraan yang tereduksi adalah 8% Kendaraan yang gagal memenuhi baku mutu emisi sebanyak 5% untuk mobil penumpang dan sepeda motor, 2% truk dan bis. Tahun 22 kendaraan yang tereduksi ditargetkan sebesar 9 %. Estimasi reduksi emisi pada tahun 214 dan 22 bila sistem ini diterapkan di DKI dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tahun 214 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar ton, NO x dapat direduksi sebesar ton dan emisi PM 1 total adalah ton. Tabel 6 Estimasi reduksi emisi dengan sistem P dan P Kategori CO NO x PM 1 Kendaraan % ton % ton % ton 214 Sepeda Motor 38% % ,8% Mobil Penumpang 38% % ,8% Truk 3% % ,% Bis 3% % ,% Sepeda Motor 43% % ,3% Mobil Penumpang 43% % ,3% 4.62 Truk 35% % ,5% Bis 35% % ,5% Tahun 22 dengan menerapkan kebijakan ini total emisi CO, NO x dan PM 1 yang dapat direduksi diperkirakan sebesar ton, ton dan ton. Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor di DKI pada tahun 214 dan tahun 22 bila kebijakan sistem P dan P diterapkan dapat dilihat pada Tabel 7. Pada tahun 214 total beban emisi pencemar adalah ton/tahun sedangkan pada tahun 22 total beban emisi sebesar ton/tahun.

17 58 Tabel 7 Estimasi beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI (dengan penerapan Sistem P dan P) (ton/tahun) Tahun Parameter Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis 214 CO NO x PM CO NO x PM Beban emisi karbon monoksida pada tahun 214 dari kendaraan bermotor di DKI bila kebijakan ini diterapkan adalah ton/tahun dan pada tahun 22 sebesar ton/tahun. Hampir 9% dari beban emisi tersebut berasal dari sepeda motor dan mobil penumpang, sedangkan beban emisi NO x total adalah ton/tahun pada tahun 214 dan ton/tahun pada tahun 22. Sebanyak 5% beban emisi NO x bersumber dari kendaraan bis. Beban emisi total PM 1 pada tahun 214 adalah ton/tahun menjadi ton/tahun di tahun 22 dimana hampir 5% dari pencemar ini berasal dari kendaraan bis. 5 Beban emisi (ton/tahun) CO NOx PM1 214 Tanpa kontrol 214 Sistem P dan P 22 Tanpa kontrol 22 Sistem P dan P Gambar 25 Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan kebijakan sistem P dan P tahun 214 dan tahun 22 di DKI

18 59 Beban emisi total untuk masing-masing pencemar tanpa pengendalian maupun dengan penerapan sistem P dan P ditampilkan pada Gambar 25. Potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya sistem P dan P pada tahun 214 untuk pencemar CO sebesar 32%, NO x sebesar 6% dan PM 1 sebesar 23%. Sedangkan pada tahun 22, potensi penurunannya adalah untuk pencemar CO sebesar 37%, NO x sebesar 4% dan PM 1 sebesar 27%. Tujuan utama dari perawatan kendaraan adalah mengoptimumkan pembakaran dalam mesin yang berarti mengefisiensikan konsumsi bahan bakar. Penghematan bahan bakar yang dikaitkan dengan peningkatan ekonomi bahan bakar akan menghemat biaya pemilik kendaraan. Berdasarkan hasil evaluasi pekan uji emisi di wilayah DKI tahun 21 didapatkan hasil bahwa efisiensi bahan bakar bensin dengan melakukan perawatan sebesar 52% (Swisscontact, 21). Bila angka ini yang dipergunakan untuk menghitung efisiensi bahan bakar bensin untuk tahun 214 maka diperkirakan akan terjadi penghematan BBM sebesar kl/hari dengan asumsi : jumlah kendaraan berbahan bakar bensin sebesar 75% dari total jumlah kendaraan mobil penumpang konsumsi BBM kendaraan rata-rata per hari adalah 2 liter/hari Pengaruh Kebijakan Penggunaan Bahan Bakar Gas untuk Kendaraan Umum dalam Mereduksi Beban Emisi. Sebagaimana hasil pembahasan sebelumnya bahwa kualitas bahan bakar minyak yang beredar di pasaran Indonesia belum cukup ramah lingkungan, maka penggunaan bahan bakar alternatif seperti bahan bakar gas (BBG) sangatlah diperlukan dalam rangka penurunan tingkat emisi dari kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI adalah pemanfaatan BBG sebagai pengganti BBM untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah daerah. Penggunaan BBG pada kendaraan dapat mengurangi emisi pencemar PM 1 sebesar 6% sampai 97%, NO x sebesar 25% hingga 86% dan CO sebesar 52% hingga 84% dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar (worldbank, 2). Sedangkan bila dibandingkan dengan kendaraan yang menggunakan bahan

19 6 bakar bensin, penggunaan BBG dapat menurunkan 98% pencemar CO, 45% NO x dan 95% PM 1 (Walsh et al. 1996). Adapun target kendaraan yang akan dikonversi sebanyak 5% untuk mobil penumpang yang merupakan kendaraan dari jenis angkutan umum (mikrolet dan taksi) serta kendaraan operasional milik pemerintah, 2% kendaraan truk serta 3% bis. Berdasarkan hal tersebut, maka estimasi reduksi emisi dengan menggunakan BBG dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Estimasi reduksi emisi dengan penggunaan BBG Kategori CO NO x PM 1 Kendaraan % ton % ton % ton 214 Sepeda Motor % - % - % - Mobil Penumpang 5% % % 263 Truk 2% % % 369 Bis 45% % % Sepeda Motor % - % -,% - Mobil Penumpang 5% % ,% 279 Truk 2% % ,% 466 Bis 45% % % Pada tahun 214 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar ton, NO x dapat direduksi sebesar ton dan emisi PM 1 total adalah ton. Sedangkan pada tahun 22 total emisi CO yang dapat tereduksi diperkirakan sebesar ton, NO x dapat direduksi sebesar ton dan emisi PM 1 total adalah ton. Tabel 9 Estimasi beban emisi dengan penggunaan BBG (ton/tahun) Tahun Parameter Sepeda Mobil Motor Penumpang Truk Bis 214 CO NO x PM CO NO x PM

20 61 Total beban emisi pencemar pada tahun 214 yang berasal dari mobil penumpang dengan adanya kebijakan ini adalah ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar ton/tahun. Pada tahun 22 total beban emisi pencemar yang berasal dari mobil penumpang dengan adanya kebijakan ini adalah ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar ton/tahun Total beban emisi CO dari kendaraan bermotor tahun 214 bila kebijakan penggunaan BBG ini diterapkan adalah ton/tahun dan pada tahun 22 total beban emisi CO adalah ton/tahun. Sedangkan beban emisi NO x total ton/tahun pada tahun 214 dan ton/tahun pada tahun 22. Beban emisi total pencemar PM 1 pada tahun 214 sebesar ton/tahun dan sebesar ton/tahun pada tahun 22 (Gambar 26). 5 Beban emisi (ton/tahun) CO NOx PM1 214 Tanpa kontrol 214 BBG 22 Tanpa kontrol 22 BBG Gambar 26 Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan adanya kebijakan BBG tahun 214 dan tahun 22 di DKI Potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya kebijakan BBG pada tahun 214 untuk pencemar CO sebesar 8%, NO x sebesar 21% dan PM 1 sebesar 28%. Sedangkan pada tahun 22, potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya kebijakan BBG untuk pencemar CO sebesar 5%, NO x sebesar 18% dan PM 1 sebesar 24%.

21 Pengaruh Kedua Program Kebijakan diterapkan Bersamaan dalam Menurunan Emisi Apabila sistem P dan P diterapkan bersamaan dengan penggunaan BBG pada kendaraan umum dan operasional pemerintah, maka diperkirakan reduksi emisi pada tahun 214 adalah 1,7 juta ton dan meningkat mencapai 2,7 juta ton di tahun 22. Jumlah ini adalah dua kali lipat dari penerapan kebijakan yang dilakukan secara terpisah atau bila hanya salah satu dari kebijakan yang diterapkan. Reduksi emisi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Estimasi reduksi emisi bila penggunaan BBG dan sistem P dan P diterapkan bersamaan Kategori CO NO x PM 1 Kendaraan % ton % ton % ton 214 Sepeda Motor 38% % % Mobil Penumpang 42% % % 2.13 Truk 32% % % 5.91 Bis 75% % % Sepeda Motor 43% % % Mobil Penumpang 47% % % 3.13 Truk 37% % % Bis 8% % % Pada tahun 214 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar ton, NO x dapat direduksi sebesar ton dan emisi PM 1 total adalah ton. Sedangkan pada tahun 22 total emisi CO yang dapat tereduksi diperkirakan sebesar ton, NO x dapat direduksi sebesar ton dan emisi PM 1 total adalah ton. Total beban emisi pencemar pada tahun 214 yang berasal dari mobil penumpang bila kedua kebijakan dilakukan bersamaan adalah ton/tahun, sepeda motor sebesar ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi sebesar ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar ton/tahun. Pada tahun 22 total beban emisi pencemar ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi ton/tahun, bis berkontribusi sebesar ton/tahun dan sepeda motor sebesar ton/tahun.

22 63 Tabel 11 Estimasi beban emisi tahun 214 dan 22 bila penggunaan BBG dan sistem P dan P diterapkan bersamaan (ton/tahun) Tahun Parameter Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis 214 CO NO x PM CO NO x PM Total beban emisi CO dari kendaraan bermotor tahun 214 bila bila kedua kebijakan diterapkan bersamaan adalah ton/tahun dan pada tahun 22 total beban emisi CO adalah ton/tahun. Sedangkan beban emisi NO x total ton/tahun pada tahun 214 dan ton/tahun 22. Beban emisi total pencemar PM 1 pada tahun 214 sebesar 4.17 ton/tahun dan sebesar ton/tahun pada tahun 22. Perbandingan total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 214 dan 22 dapat dilihat pada Gambar 27. Bila dilakukan pengendalian terhadap emisinya tahun 214 maka diperkirakan akan menurunkan beban emisi sampai dengan 1,7 juta ton dan 2,2 juta ton pada tahun Beban emisi (ton/tahun) Tanpa kontrol Sistem P dan P BBG Bersamaan Gambar 27 Total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI (dengan kontrol dan tanpa kontrol)

23 64 Secara umum kebijakan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor di DKI mampu mengurangi beban emisi yang ada baik yang dilakukan secara terpisah maupun bersamaan. Potensi penurunan total beban emisi jika kedua kebijakan diterapkan bersamaan pada tahun 214 untuk pencemar CO sebesar 44%, NO x sebesar 33% dan PM 1 sebesar 57%. Sedangkan pada tahun 22, potensi penurunannya untuk pencemar CO sebesar 47%, NO x sebesar 33% dan PM 1 sebesar 56%. Penurunan total beban emisi dari kendaraan bermotor dengan menggunakan kebijakan penggunaan BBG bagi kendaraan umum tidak sebesar bila diterapkan kebijakan pemeriksaan emisi dan pemeliharaan kendaraan bermotor apalagi jika diterapkan bersamaan. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya (terbatas) jumlah kendaraan yang menggunakan BBG, tetapi jika dikemudian hari kendaraan umum yang ada bertambah sesuai dengan kebutuhan perjalanan penduduk maka tidak menutup kemungkinan beban emisi akan berkurang secara signifikan. Kebijakan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor seharusnya terintegrasi dengan kebijakan transportasi yang ada. Tanpa dukungan management transportasi yang baik maka pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi tidak akan mampu menurunkan tingkat pencemaran udara yang ada saat ini. Kesadaran akan kebutuhan udara yang bersih dan sehat dari semua warga masyarakat harus terus di tingkatkan. Dukungan akan terciptanya udara yang bersih dari semua pihat baik perorangan, masyarakat, instansi pemerintah dan swasta sangatlah diperlukan. 5.3 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NO x dan PM 1 dengan Model Kotak. Beban emisi tahun 28 dari kendaraan bermotor di DKI untuk masing-masing pencemar yang terdistribusi ke dalam lima wilayah administratif kotamadya tersaji pada Tabel 12 dengan mengacu nilai VKT pada Lampiran 8. Beban emisi terbesar dijumpai di Timur. Jumlah penduduk Timur yang lebih tinggi dari wilayah lain ternyata berpengaruh terhadap beban emisi yang dihasilkan (Lampiran 9).

24 65 Tabel 12 Distribusi spasial beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 28 (ton/tahun) Wilayah Admistratif CO NO x PM 1 Selatan Timar Utara Pusat Barat (Sumber : perhitungan) Estimasi kualitas udara tahun 28 menggunakan model kotak dapat dilihat pada Tabel 13. Ketinggian lapisan pencampuran maksimum (musim kemarau) mencapai 1.981,29 meter dan minimum (musim hujan) adalah 1.435,17 meter (Septianzar, 28). Tabel 13 Estimasi kualitas udara di DKI tahun 28 Wilayah CO NO x PM 1 Keterangan Administratif mg/m 3 µg/m 3 µg/m 3 Selatan 6, A. Timur 5, Utara 4, Pusat 11, Barat 6, Selatan 4, B. Timur 3, Utara 3, Pusat 8, Barat 4, Keterangan : A= Saat ketinggian lapisan pencampuran minimum B = Saat ketinggian lapisan pencampuran maksimum Konsentrasi yang tertera pada Tabel 13 menunjukkan angka yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil pengukuran kualitas udara milik BPLHD DKI untuk mobile station (Lampiran 8). Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena hasil pengukuran dilapangan sudah dipengaruhi oleh faktor meteorologi seperti angin, temperatur, radiasi sehingga pencemaran telah mengalami

25 66 pengenceran. Selain itu, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah konsentrasi pencemar yang terukur bersumber tidak hanya dari kendaraan bermotor, tetapi juga dari sumber pencemar lain. Pada tahun 214 diperkirakan konsetrasi pencemar CO, NO x dan PM 1 akan meningkat masing-masing sebesar,9 kali hingga 2 kali lipat dari tahun 28. Peningkatan akan bertambah di tahun 22 menjadi 1 kali hingga 3,21 kali lipat bila dibandingkan tahun 28. Berikut ini disajikan estimasi konsentrasi pencemar rata-rata tahunan pada tahun 214 dan 22 (Gambar 28 - Gambar 3) 3, Konsentrasi (mg/m3) 25, 2, 15, 1, 5,, Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat Ketinggian maksimum Ketinggian minimum Tahun 214 Tahun 22 BMU DKI Gambar 28 Estimasi konsentrasi CO tahun 214 dan 22 di DKI Kisaran konsentrasi pencemar CO tahun 214 diperkirakan sebesar 5,2 mg/m 3 hingga 17,41 mg/m 3, sedangkan pada tahun 22 konsentrasi pencemar berkisar antara 8,17 mg/m 3 hingga 27,34 mg/m 3. Konsentrasi pencemar di Pusat memiliki nilai tertinggi dan melebihi baku mutu udara ambien DKI dibandingkan dengan daerah lain hal ini dapat dipahami mengingat luasan area Pusat lebih kecil dari daerah lain. Pada tahun 22, konsentrasi CO di seluruh DKI berpotensi melebihi baku mutu udara ambien DKI (BM 24 jam), jika kebijakan pengendalian pencemaran udara sama sekali tidak diterapkan kecuali untuk wilayah Utara yang terukur pada ketinggian lapisan pencampuran maksimum.

26 Konsentrasi ( µg/m 3 ) Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat Ketinggian maksimum Ketinggian minimum Tahun 214 Tahun 22 BMU DKI Gambar 29 Estimasi konsentrasi NO x tahun 214 dan 22 di DKI Kisaran konsentrasi pencemar NO x tahun 214 diperkirakan sebesar µg/m 3 hingga µg/m 3 dan pada tahun 22 nilai konsentrasi berkisar µg/m 3 hingga µg/m 3. Pada Gambar 29 terlihat bahwa semua nilai konsentrasi jauh diatas baku mutu 24 jam dan 1 tahun udara ambien DKI untuk pencemar NO 2 yaitu 92,5 µg/m 3 dan 6 µg/m 3. Perkiraan konsentrasi pencemar PM 1 tahun 214 berkisar antara 155 µg/m 3 hingga 517 µg/m 3 dan pada tahun 22 nilai konsentrasi berkisar 23 µg/m 3 hingga 678 µg/m 3. Bila dibandingkan dengan baku mutu udara ambien DKI yaitu 15 µg/m 3 maka nilai konsentrasi yang diperkirakan akan berada diatas baku mutu, terlebih bila dibandingkan dengan baku mutu WHO (25) yang sebesar 5 µg/m 3 maka semua nilai konsentrasi yang ada tahun 22 jauh diatas baku mutu.

27 Konsentrasi ( µg/m 3 ) Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat Ketinggian maksimum Ketinggian minimum Tahun 214 Tahun 22 BMU DKI Gambar 3 Estimasi konsentrasi PM 1 tahun 214 dan 22 di DKI

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB V Hasil dan Pembahasan 43 BAB V Hasil dan Pembahasan Bagian ini memberikan gambaran tentang hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca (CO 2 dan CH 4 ) dari Sektor Transportasi dengan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71 GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Dessy Gusnita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kontribusi emisi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara perkotaan yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Emisi gas buang kendaraan bermotor : suatu eksperimen penggunaan bahan bakar minyak solar dan substitusi bahan bakar minyak solar-gas Achmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar 1. PENDAHULUAN Pencemaran udara terutama di kota kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat penduduknya sangat padat, kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang beredar

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan 5 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Transportasi secara umum diartikan sebagai perpindahan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan menurut Sukarto (2006), transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara akibat dari peningkatan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang mengeluarkan gas-gas berbahaya akan sangat mendukung terjadinya pencemaran udara dan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN 1 2 PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN Tata cara ini merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan tahap demi tahap oleh tim lapangan dalam rangka pemantauan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA

BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA Variabel-variabel yang mempengaruhi pencemaran udara yang akan dianalisis merupakan variabel eksogen dari model dinamis yang dibangun.

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) dan Tahun Pembuatan Kendaraan dengan ISSN Emisi 1978-5283 Co 2 Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) HUBUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR, ODOMETER KENDARAAN DAN TAHUN PEMBUATAN KENDARAAN DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya kelangkaan serta tiadanya jaminan ketersediaan pasokan minyak dan gas (Migas) di negeri sendiri, merupakan kenyataan dari sebuah negeri yang kaya sumber energi.

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angkutan umum memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian, untuk menuju keberlajutan angkutan umum memerlukan penanganan serius. Angkutan merupakan elemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

2. Apa Penyebab. Persoalan?

2. Apa Penyebab. Persoalan? 2. Apa Penyebab Persoalan? ada bab sebelumnya, telah dipaparkan secara sederhana mengenai proses terjadinya pencemaran udara. Selain itu, juga ditekankan bahwa perjalanan yang menggunakan kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. Dewasa ini, penurunan kualitas lingkungan menjadi bahan petimbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh : KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang dan ada kota kecil. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Pendahuluan Dalam melakukan analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap kualitas udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar Balaraja

Lebih terperinci

ANALISIS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN (STUDI KASUS JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA)

ANALISIS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN (STUDI KASUS JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA) ANALISIS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN (STUDI KASUS JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA) Lydia Novitriana 1), Dewi Handayani 2),,Muh Hasbi 3) 1) Pengajar Teknik Sipil,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sangat pesat terjadi di segala bidang, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mempengaruhi berjalannya suatu proses pekerjaan meliputi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. menghasilkan 165 grid. Seperti terlihat pada Gambar 4.1.

BAB IV METODE PENELITIAN. menghasilkan 165 grid. Seperti terlihat pada Gambar 4.1. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Sumber emisi yang diperhitungkan pada penelitian ini adalah sumber emisi bergerak di jalan (on road). Untuk keperluan analisis emisi, wilayah kota Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

Kajian logam berat di udara ambien-th2013

Kajian logam berat di udara ambien-th2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam konsep pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara adalah pelaksanaan pemantauan secara kontinu. Karena polusi udara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : /MENLH/ /TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : /MENLH/ /TAHUN 2007 TENTANG DRAFT PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : /MENLH/ /TAHUN 2 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 141 TAHUN 2003 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa dampak semakin sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat kota akan kesejahteraan, ketentraman, ketertiban

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan sumber daya yang penting dalam kehidupan, dengan demikian kualitasnya harus dijaga. Udara yang kita hirup, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia merupakan pusat pemerintahan dan bisnis dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 mencapai 10,277 juta jiwa. Kepadatan penduduk di Jakarta

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan jumlah penduduknya, dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia semakin meningkat. Beragam aktifitas manusia seperti kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Beiakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Saat ini Indonesia memiliki indeks pencemaran udara 98,06 partikel per meter kubik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND GAS DI DKI/ JABAR Perkiraan pasokan gas untuk wilayah DKI Jakarta/Jawa Barat berdasarkan data dari ESDM yang ada pada Tabel 2.3 dapat dijabarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai zat aditif bensin yang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai zat aditif bensin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara di Indonesia sebesar 70% disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor yang menyumbangkan hampir 98% timbal ke udara. Emisi tersebut merupakan hasil samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB IV Metodologi Penelitian

BAB IV Metodologi Penelitian 32 BAB IV Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini merupakan rangkaian proses yang dilakukan selama pengerjaan penelitian meliputi: tahapan pengambilan data, tahapan pengolahan

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN PENCEMAR UDARA SO 2 DAN HC DENGAN PENDEKATAN LINE SOURCE MODELING (STUDI KASUS DI JALAN MAGELANG YOGYAKARTA)

ANALISIS BEBAN PENCEMAR UDARA SO 2 DAN HC DENGAN PENDEKATAN LINE SOURCE MODELING (STUDI KASUS DI JALAN MAGELANG YOGYAKARTA) ANALISIS BEBAN PENCEMAR UDARA SO 2 DAN HC DENGAN PENDEKATAN LINE SOURCE MODELING (STUDI KASUS DI JALAN MAGELANG YOGYAKARTA) ANALISYS OF AIR POLLUTER SO 2, AND HC BY USING LINE SOURCE MODELING APPROACH

Lebih terperinci

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS UNTUK ANGKUTAN UMUM DAN KENDARAAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas buang motor bensin mengandung nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO 2 ) (NO 2 dalam

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan yang telah dilakukan serta tujuan dari tugas akhir ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat konsentrasi partikulat Maksimum pada hari Senin untuk

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN Riccy Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unika Atma Jaya, Jakarta Jalan Jenderal Sudirman 51 Jakarta 12930

Lebih terperinci