ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN"

Transkripsi

1 VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN 6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun Pemilihan input atau faktor-faktor produksi dalam usahatani mentimun perlu dilakukan, karena dengan pemilihan input atau faktor produksi yang tepat atau tidak tepat akan berpengaruh pada tinggi rendahnya produksi mentimun yang didapat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa input produksi atau faktor-faktor produksi mentimun memiliki risiko produksi. Selain itu indikasi adanya suatu risiko produksi yang terjadi pada usahatani mentimun dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas yang terjadi pada tanaman mentimun. Untuk mengetahui risiko produksi mentimun pada input atau faktor-faktor produksi mentimun dapat dianalisis menggunakan model fungsi produksi Just and Pope, dimana model tersebut menunjukan adanya pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas mentimun. Persamaan fungsi produksi yang digunakan yaitu fungsi produksi Cobb-Douglass dalam bentuk persamaan logaritma natural. Analisis risiko produksi menggunakan fungsi model GARCH (1,1), dimana model GARCH (1,1) mempunyai nilai variance produksi yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan produksi rata-rata dan persamaan variance produksi. Hasil pendugaan model GARCH (1,1) terhadap persamaan fungsi produksi rata-rata dan variance produksi pada tanaman mentimun dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dan variance produksi terdapat nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang relatif kecil yaitu 31,91 persen. Nilai koefisian determinasi (R 2 ) tersebut memiliki arti bahwa 31,91 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersamasama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 68,09 persen digambarkan oleh komponen error atau faktor-faktor lain diluar model. Walaupun nilai koefisien determinasi (R 2 ) relatif kecil, model tersebut cukup baik dalam menjelaskan pengaruh penggunaan input terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu. Risiko produksi musim sebelumnya dapat ditunjukan oleh error kuadrat musim sebelumnya (ε 2 t-1) 65

2 dan varian error musim sebelumnya (σ 2 t-1), sedangkan risiko produksi musim tertentu dapat ditunjukan oleh varian error musim tertentu (σ 2 t). Hasil pendugaan parameter variance error produksi periode tertentu pada persamaan variance mentimun menunjukkan bahwa error kuadrat musim sebelumnya mempunyai taraf nyata diatas 35 persen, sedangkan variance error produksi musim sebelumnya mempunyai taraf nyata dibawah 15 persen. kedua parameter pada variance error musim sebelumnya memiliki tanda positif, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi mentimun pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Pengujian model dugaan dapat menggunakan uji-f selain menggunakan nilai koefisien determinasi (R 2 ). Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dan variance produksi pada usahatani mentimun menunjukan bahwa nilai F-hitung sebesar 1,23, maka nilai tersebut lebih kecil dari nilai F-Tabel. Dimana nilai F-tabel berasal dari F (8, ) yaitu 2,02. Karena nilai F-hitung lebih kecil dari F-tabel, hal tersebut berarti bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani mentimun secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi dan variance produksi mentimun petani responden pada taraf nyata lima persen. Hal tersebut diduga bahwa sumber-sumber risiko seperti hama dan penyakit, air, cuaca dan alam berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun Analisis Faktor-Faktor pada Produktivitas Mentimun Faktor-faktor pada produktivitas mentimun dapat di duga menggunakan delapan variabel yaitu benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida padat, pestisida cair serta Tenaga kerja. Delapan variabel tersebut merupakan variabel yang di duga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman mentimun. Adapun hasil pendugaan dengan delapan variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel

3 Tabel 13. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Rata-rata Mentimun di Desa Citapen 2011 Variabel Koefisien Std. Error z-statistic Peluang Konstanta 7, , , ,0000 Benih (X 1 ) 0, , , ,0078 Pupuk Kandang (X 2 ) 0, , , ,9516 Kapur (X 3 ) -0, , , ,1968 Pupuk Kimia (X 4 ) 0, , , ,5678 Pupuk D & B (X 5 ) 0, , , ,0657 Pestisida Padat (X 6 ) 0, , , ,7636 Pestisida Cair (X 7 ) 0, , , ,1930 Tenaga Kerja (X 8 ) -0, , , ,1077 a. Benih (X 1 ) Penggunaan benih mentimun merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani mentimun. Berdasarkan tanda parameter pada variabel benih, menunjukan bahwa parameter benih memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,5803 yang berarti semakin banyak benih yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 0,5803 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel benih memiliki peluang sebesar 0,0078. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan benih berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel benih berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel benih petani responden dalam satu hektar per musim tanam sebanyak gram per hektar. Ada beberapa petani yang hanya menggunakan satu benih mentimun dalam satu lubang tanam tetapi pada umumnya petani responden menggunakan dua benih mentimun dalam satu lubang tanam. Petani responden yang menggunakan satu benih mentimun pada satu lubang tanam akan menghasilkan produksi mentimun yang kurang optimal, sedangkan para petani responden yang menggunakan benih mentimun dalam satu lubang tanam hanya dua benih mentimun dengan diberi jarak sekitar lima centimeter antara benih satu dengan benih lainnya maka hasil produksi yang akan diperoleh lebih optimal. Selain itu ada juga petani responden 67

4 yang menggunakan benih mentimun dalam satu lubang tanam dengan dua benih mentimun tetapi tidak diberi jarak antara benih satu dengan benih lainnya, meskipun demikian tanaman mentimun dapat tetap tumbuh walaupun tidak sebaik jika pada saat penanaman diberi jarak. b. Pupuk Kandang (X 2 ) Pupuk kandang merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani mentimun. Berdasarkan tanda parameter pada pupuk kandang, menunjukan bahwa parameter pupuk kandang memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,0079 yang berarti semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 0,0079 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk kandang memiliki peluang sebesar 0,951. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pupuk kandang petani responden dalam satu hektar per musim tanam sebesar kilogram per hektar. penggunaan pupuk kandang tidak hanya saat awal persiapan lahan, tetapi saat dilakukan pemupukan susulan dengan cara pengecoran yang ditambahkan pupuk kandang yang telah matang selain penggunaan pupuk kimia. Sehingga semakin banyak penggunaan pupuk kandang dalam kegiatan usahatani mentimun maka hasil produksi mentimun akan meningkat. Walaupun semakin banyak penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan hasil tetapi pemberian pupuk kandang sebaiknya tidak diberikan secara berlebihan, penggunaan pupuk kandang yang berlebihan dapat menyebabkan unsur hara hilang dan dapat menjadi racun bagi tanaman. c. Kapur (X 3 ) Kapur merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani mentimun dalam meningkatkan ph tanah. Berdasarkan tanda parameter 68

5 variabel kapur, menunjukan bahwa parameter kapur memiliki tanda negatif yaitu sebesar -0,1862 yang berarti semakin banyak kapur yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan menurun sebesar 0,1862 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel kapur, memiliki peluang sebesar 0,196. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan kapur berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel kapur berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel kapur petani responden dalam satu hektar per musim tanam sebesar kilogram per hektar. petani responden menggunakan kapur untuk meningkatkan ph tanah dan unsur hara yang ada pada tanah sehingga mudah di serap tanaman. Desa Citapen memilki ph tanah antara 4,5-7, sedangkan ph tanah yang ideal untuk tanaman mentimun yaitu ph tanah antara 5,5-6,8 (Wahyudi, 2010). Oleh karena itu perlu dilakukannya pengapuran dengan tepat. Saat petani responden menanam tanaman menggunakan lahan secara terus-menerus maka diperlukannya pengapuran sebagai penetral ph tanah dan meningkatkan unsur hara tanah. Berbeda halnya jika petani responden menggunakan kapur sebelum melakukan budidaya mentimun terlebih dahulu menanam padi karena tanah bekas menanam padi menjadi lebih subur sehingga tidak perlu dilakukan pengkapuran atau tidak memerlukan pengapuran yang terlalu banyak. d. Pupuk Kimia (X 4 ) Pupuk kimia merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani mentimun dalam meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan tanda parameter menunjukan bahwa parameter pupuk kimia memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,0819 yang berarti semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 0,0819 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk kimia, memiliki peluang sebesar 0,567. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kimia tidak berpengaruh 69

6 nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kimia tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Pupuk kimia menunjukkan bahwa tidak berpengaruh nyata terhadap variabel lain, tetapi penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan hasil produksi mentimun. Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pupuk kimia petani responden saat musim hujan per satu hektar sebesar 261,53 kilogram per hektar, sedangkan saat musim kemarau rata-rata kebutuhan pupuk kimia per hektar sebesar 260,38 kilogram per hektar. Petani responden menggunakan beberapa macam pupuk kimia untuk pemupukan susualan pertama antara lain pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, dan pupuk TSP. Pada umumnya para petani tidak memakai kelima pupuk kimia tersebut secara bersama-sama. Kelima pupuk tersebut yang paling banyak digunakan para petani yaitu pupuk ZA, dan pupuk NPK, karena kedua pupuk tersebut telah mewakili unsurunsur hara yang diperlukan tanaman mentimun. selain itu pupuk ZA dan pupuk NPK juga merupakan pemupukan susulan kedua yaitu dengan cara pengecoran, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi mentimun. Selain itu pupuk kimia dapat mempercepat panen dan hasil produksi dapat cepat tumbuh. Hal ini yang menyebabkan petani responden menggunakan pupuk kimia dalam jumlah yang besar. Penggunaan pupuk kimia saat musim hujan dan musim kemarau mengalami perbedaan. Saat musim hujan penggunaan pupuk kimia lebih tinggi dibandingkan saat musim kemarau karena saat musim hujan pupuk kimia yang diberikan akan tercecer keluar dari bedengan sehigga dosis pupuk kimia saat musim hujan lebih banyak dibandingkan saat musim kemarau. e. Pupuk Daun dan Buah (X 5 ) Pupuk daun dan buah merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani mentimun untuk meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk daun dan buah menunjukan bahwa parameter pupuk daun dan buah memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,1320 yang berarti semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 70

7 0,1320 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk daun dan buah, memiliki peluang sebesar 0,065. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk daun dan buah berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk daun dan buah berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun.. Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pupuk daun dan buah petani responden dalam satu hektar per musim tanam sebesar 168 kilogram per hektar. dimana pupuk daun digunakan untuk mempercepat tumbuhnya bunga dan untuk pupuk buah digunakan untuk menghasilkan mentimun yang memiliki warna yang hijau dan pertumbuhan mentimun yang cepat. Pada umumnya penggunaan pupuk daun dilakukan satu hingga dua kali penyemprotan lalu setelah tumbuh bunga digantikan dengan penyemprotan pupuk buah. Oleh karena itu, penggunaan pupuk daun dan buah atau instensitas penyemprotan dapat meningkatkan hasil produksi mentimun. f. Pestisida Padat (X 6 ) Pestisida padat merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani mentimun berupa obat-obatan untuk tanaman dalam bentuk padat bertujuan untuk memberantas hama dan penyakit dalam ushatani mentimun. Berdasarkan tanda parameter variabel pestisida padat, menunjukan bahwa parameter pestisida padat memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,0524 yang berarti semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 0,0524 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pestisida padat, memiliki peluang sebesar 0,7636. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Pestisida padat menunjukkan bahwa tidak berpengaruh nyata terhadap variabel lain tetapi penggunaan pestisida padat dapat meningkatkan hasil produksi mentimun. 71

8 Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pestisida padat saat musim hujan per satu hektar sebesar 2,4 kilogram per hektar. Sedangkan saat musim kemarau penggunaan pestisida padat sebesar 2,5 kilogram per hektar. Pestisida padat yang digunakan oleh para petani responden ada empat macam yang terdiri dari antrakol, sevin, khardan, dan lanet. Empat macam pestisida tersebut ada yang berfungsi sebagai fungisida yaitu antrakol dan yang berfungsi sebagai insektisida adalah sevin, khardan, dan lanet. Pemberian pestisida dilakukan untuk mencegah datangnya hama sehingga ada tidaknya hama maka tetap dilakukan penyemprotan, tetapi penyemprotan dapat dilakukan berapa sering dengan dosis yang digunakan didasarkan seberapa bermasalahnya tanaman mentimun terhadap hama dan penyakit yang menyerang. Hal tersebut terjadi pada saat musim kemarau dimana hama dan penyakit lebih banyak menyerang sehingga penggunaan insektisida perlu ditingkatkan sehingga hasil produksi akan meningkat bukannya malah menurun. Ketiga pestisida padat tersebut mengandung unsur-unsur yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi dimana memiliki kandungan vitamin yang memperkuat tanaman mentimun dari serangan hama. g. Pestisida Cair (X 7 ) Pestisida cair sama halnya dengan pestisida padat yang merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani yang bertujuan untuk memberantas hama dan penyakit dalam ushatani mentimun. Berdasarkan tanda parameter menunjukan bahwa parameter pestisida cair memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,1469 yang berarti semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 0,1469 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pestisida cair, memiliki peluang sebesar 0,193. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. 72

9 Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pestisida cair saat musim hujan per satu hektar sebesar 1,96 kilogram per hektar. Sedangkan saat musim kemarau penggunaan pestisida cair sebesar 1,91 kilogram per hektar. Selain menggunakan pestisida padat, pestisida cair juga diberikan dimana pestisida cair yang digunakan petani responden dalam usahatani mentimun ada tiga macam diantaranya yaitu winder, churacron, dan plengket. Sama halnya dengan pestisida padat dan pestisida cair, para petani responden dalam penggunaan pestisida tersebut berbeda-beda tetapi ada juga petani responden yang menggunakan keempat atau ketiga macam pestisida tersebut. oleh karena itu dalam kenyataannya penggunaan pestisida cair maupun padat yang berlebihan tidak menurunkan rata-rata produksi mentimun. h. Tenaga Kerja (X 8 ) Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mendukung kegiatan usahatani mentimun dalam meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan tanda parameter menunjukan bahwa parameter tenaga kerja memiliki tanda negatif yaitu sebesar -0,1929 yang berarti semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan menurun sebesar -0,1929 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel tenaga kerja, memiliki peluang sebesar 0,1077. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel tenaga kerja baik tenaga kerja luar keluarga ataupun tenaga kerja dalam keluarga per musim tanam per satu hektar sebesar 216,11 HOK per hektar. Dalam melakukan kegiatan usahatani mentimun memerlukan tenaga kerja yang banyak dan dalam bekerja harus optimal dan tidak berlebihan walapun menggunakan tenaga kerja yang banyak. Misalkan saat panen, tenaga kerja pria lebih banyak di bandingkan tenaga kerja wanita saat panen, hal tersebut dapat menimbulkan rata-rata hasil produksi mentimun 73

10 menurun. Hal tersebut dikarenakan tenaga kerja pria kurang teliti dalam melakukan panen dibandingkan wanita yang lebih teliti. Misalkan dalam kegiatan panen, tenaga kerja pria tidak sengaja memanen tanaman mentimun yang belum siap panen dikarenakan ingin cepat-cepat selesai dan tidak telitinya sehingga berdampak pada hasil produksi yang menurun Analisis Faktor-Faktor pada Risiko Produksi Hasil pendugaan dengan delapan variabel yaitu benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida padat, pestisida cair serta Tenaga kerja. Delapan variabel tersebut merupakan variabel yang di duga dapat mempengaruhi variasi produksi tanaman mentimun. Adapun hasil pendugaan dengan delapan variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi Mentimun di Desa Citapen 2011 Variance Equation Variabel Koefisien Std. Error z-statistic Peluang Konstanta 0, , , ,7914 (ε 2 t-1) 0, , , ,3840 (σ 2 t-1) 0, , , ,1233 Benih (X 1 ) -0, , , ,9808 Pupuk Kandang (X 2 ) -0, , , ,9592 Kapur (X 3 ) -0, , , ,9580 Pupuk Kimia (X 4 ) -0, , , ,9685 Pupuk D & B (X 5 ) 0, , , ,2039 Pestisida Padat (X 6 ) -0, , , ,7192 Pestisida Cair (X 7 ) -0, , , ,6593 Tenaga Kerja (X 8 ) -0, , , ,9671 a. Benih (X 1 ) Berdasarkan tanda parameter variabel benih memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Sedangkan, untuk hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi mentimun sebesar 0,9808. Oleh karena itu, benih menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel benih, memiliki peluang sebesar 0,9808. Jika taraf nyata 74

11 sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan benih tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel benih tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Jika penggunaan benih ditambah dengan aturan diberi jarak antara benih satu dengan benih lainnya dalam satu lubang tanam maka hasil produksi yang dihasilkan tetap atau dapat meningkat. Dengan demikian benih sebagai pengurang risiko produksi b. Pupuk Kandang (X 2 ) Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk kandang memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, pupuk kandang menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk kandang, memiliki peluang sebesar 0,9592. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Hal tersebut dapat dilihat jika tanah yang sebelumnya telah ditanamani sayuran lainnya maka kesuburan tanah akan berkurang. Sehingga, penggunaan pupuk kandang dalam pemupukan dasar berfungsi untuk membuat tanah yang akan ditanami mentimun menjadi subur kembali, dengan kata lain pupuk kandang dapat sebagai pengurang risiko produksi. c. Kapur (X 3 ) Berdasarkan tanda parameter variabel kapur memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, kapur menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel kapur, memiliki peluang sebesar 0,9580. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan kapur tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel kapur 75

12 tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Sama halnya dengan pupuk kandang bahwa tanah yang sebelumnya telah ditanamani sayuran lainnya maka ph tanah akan berkurang. Sehingga penggunaan kapur dalam pengolahan lahan memiliki fungsi untuk membuat ph tanah kembali normal sehingga tanah tersebut siap untuk ditanami kembali. Dengan kata lain kapur dapat sebagai pengurang risiko produksi. d. Pupuk Kimia (X 4 ) Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk kimia memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, pupuk kimia menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk kimia, memiliki peluang sebesar 0,9685. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kimia tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kimia tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tanaman mentimun memerlukan pupuk untuk tumbuh cepat. Pupuk kimia dibutuhkan tanaman mentimun untuk tumbuh khususnya pupuk ZA dan pupuk NPK. Karena kedua pupuk tersebut sudah mewakili pupuk kimia lainnya dan paling sering digunakan dalam pemupukan susulan dan pengecoran. Penggunaan pupuk kimia dalam penanaman mentimun memiliki fungsi untuk mempercepat tumbuh tanaman mentimun. Dengan kata lain pupuk kimia dapat sebagai pengurang risiko. e. Pupuk Daun dana Buah (X 5 ) Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk daun dan buah memiliki tanda positif yang berarti semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin meningkat. Oleh karena itu, pupuk daun dan buah menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk daun dan buah, memiliki peluang sebesar 0,2039. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, 76

13 hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk daun dan buah tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk daun dan buah tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Untuk mempercepat tumbuhnya tanaman mentimun diperlukannya pupuk daun dan buah selain pupuk kimia. Tetapi didaerah penelitian pemberian pupuk daun dan buah untuk tanaman mentimun yang berlebihan membuat hasil produksi berkurang sehinga petani mengalami kerugian. Dengan kata lain pupuk daun dan buah dapat menimbulkan risiko produksi. f. Pestisida Padat (X 6 ) Berdasarkan tanda parameter variabel pestisida padat memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, pestisida padat menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pestisida padat, memiliki peluang sebesar 0,7192. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Hal tersebut dapat dilihat dari serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman mentimun atau untuk melakukan pencegahan diperlukannya pestisida. Salah satu pestisida yang diperlukan yaitu pestisida padat diantaranya antrakol yng berfungsi sebagai fungisida serta sevin, khardan, dan lanet berfungsi sebagai insektisida. Dengan demikian pemberian pestisida padat tersebut dengan dasar melakukan pencegahan atau ingin membasmi hama yang menyerang tanaman mentimun. dengan kata lain pestisida padat dapat mengurangi risiko. g. Pestisida Cair (X 7 ) Berdasarkan tanda parameter variabel pestisida cair memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, 77

14 pestisida cair menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pestisida cair, memiliki peluang sebesar 0,6593. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Sama halnya dengan pestisida padat bahwa tanaman yang terserang hama dan penyakit perlu dilakukan pemberantasan hama dengan berbagai macam pestisida padat ataupun pestisida cair. Sehingga meningkatnya penggunaan pestisida cair dalam pengendalian hama dan penyakit memiliki fungsi memberantas hama dan mencegah hama kembali ke tanaman mentimun. Dengan kata lain pestisida cair dapat sebagai pengurang risiko produksi. h. Tenaga Kerja (X 8 ) Berdasarkan tanda parameter variabel tenaga kerja memiliki tanda negatif yang berarti semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel tenaga kerja, memiliki peluang sebesar 0,9671. Jika taraf nyata sebesar di atas 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Berdasarkan ditempat penelitian, dalam kegiatan ushatani mentimun diperlukannya tenaga kerja yang banyak untuk memaksimalkan kegiatan usahatani. seperti dalam kegiatan panen, penyulaman, dan penyiangan mentimun yang memerlukan tenaga kerja yang tidak sedikit. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja maka kegiatan usahatani tersebut tidak dapat dimaksimalkan. Dengan kata lain tenaga kerja merupakan pengurang risiko produksi 78

15 6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Gambaran mengenai pendapatan petani dari kegiatan usahatani dapat diketahui dengan menganalisis pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya benih, pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak lahan, biaya tenaga kerja luar keluarga dan biaya lain-lain. Sedangkan yang termasuk biaya yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan peralatan, biaya sewa lahan pengelola dan bagi hasil, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga Penggunaan Input Produksi Input yang digunakan pada usahatani mentimun pada umumnya terdiri dari benih, kapur, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Rincian rata-rata penggunaan input per hektar per musim tanam (musim hujan dan musim kemarau) pada usahatani mentimun di kelompok tani Pondok Menteng di Desa Citapen dapat di lihat pada Tabel 15. a. Benih Benih yang digunakan oleh para petani responden di kelompok tani Pondok Menteng pada umumnya menggunakan benih yang unggul. Benih mentimun dengan varietas wulan F1 yang biasa digunakan oleh para petani dalam melakukan usahatani mentimun. Benih dengan varietas wulan F1 digunakan dengan beberapa alasan. Menurut petani responden di kelompok tani Pondok Menteng varietas wulan F1 memiliki hasil yang baik, tahan terhadap penyakit, serta disukai oleh konsumen dari bentuk dan rasanya yang manis dan segar. Petani memperoleh benih mentimun tersebut dari GAPOKTAN Rukun Tani di Desa Citapen. Rata-rata penggunaan benih mentimun per hektar per musim tanam pada kelompok tani pondok menteng adalah sebanyak gram saat musim hujan, sedangkan saat musim kemarau penggunaan benih mentimun per hektar sebanyak gram. Benih varietas wulan F1 cap panah merah dikemas perbungkusnya yaitu sebanyak 20 gram. Harga perbungkus dari benih varietas wulan F1 cap 79

16 panah merah adalah Rp ,- atau Rp per gram benih mentimun varietas wulan F1. Tabel 15. Perbandingan Biaya Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Mentimun per Hektar per Musim Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 Musim Hujan Musim Kemarau No Uraian Nilai (Rp) (%) Nilai (Rp) (%) 1 Benih , ,07 2 Kapur , ,26 Pupuk - P. Kandang (kg) , ,65 - P. ZA (kg) , , P. NPK (kg) , ,87 - P. Urea (kg) , ,27 - P. KCL (kg) , ,90 - P. TSP (kg) , ,22 Total Biaya Pupuk , ,97 Pupuk Tumbuh - Gandasil D 149,977 0,71 149,977 0,70 - Gandasil B , ,87 4 a. Pestisida Padat - Antrakol - Sevin - Khardan - Lanet b. Pestisida Cair - Winder - Curachron - Plengket ,26 0,37 0,47 1,62 1,42 1,42 1, ,22 0,38 0,47 1,82 1,40 1,48 0,11 Total Biaya Pestisida , ,88 5 Tenaga Kerja , ,14 Total Biaya b. Kapur Kapur pada umumnya digunakan dalam usahatani mentimun dimana, kapur memiliki kegunaan untuk menaiki ph tanah. Pemakaian kapur hanya dilakukan setelah pembuatan bedengan. Rata-rata penggunaan kapur per hektar per musim tanam yaitu sebanyak kilogram dengan harga per kilogramnya Rp. 300,-. Kapur dapat diperolah petani responden di GAPOKTAN Rukun Tani sehingga dalam memperoleh input itu sendiri dapat dengan mudah. 80

17 c. Pupuk Pupuk kandang merupakan pupuk dengan penggunaan terbanyak dalam usahatani mentimun dibandingkan dengan pupuk kimia lainnya. pupuk kandang digunakan dua kali yang pertama dalam pemupukan dasar guna memperbaiki struktur tanah, yang kedua dilakukan saat pengecoran dimana pupuk kandang yang telah matang dicampur dengan beberapa pupuk kimia lainnya. dalam penggunaan dosisnya pun setiap petani berbeda-beda dimana sesuai dari pengetahuan dan pengalaman selama bertani. Rata-rata penggunaan pupuk kandang dalam usahatani mentimun per hektar saat musim hujan dan musim kemarau sama yaitu sebanyak kilogram. Pupuk kandang pada umumnya dapat diperoleh oleh petani responden di Gapoktan tapi ada beberapa petani responden yang langsung membeli ke peternaknya, sehingga harga pupuk pun berbeda-beda. Namun, harga eceran pupuk kandang jika dirata-ratakan yaitu sebesar Rp. 197,- per kilogram. Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan petani untuk pupuk kandang yaitu sebesar Rp Pupuk yang digunakan dalam usahatani mentimun tidak hanya pupuk kandang tetapi pupuk kimia juga perlu diberikan. Karena pupuk kimia dapat menambah kekurangan unsur hara Nitrogen, phospot, dan kalium yang terkandung dalam tanah yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya. Pupuk kimia yang digunakan yaitu pupuk ZA, NPK, Urea, KCL dan TSP. Dari kelima pupuk kimia tersebut yang paling banyak digunakan petani responden adalah ZA, NPK, dan KCL dimana ketiga pupuk kimia tersebut merupakan sumber nitrogen, phosfat, dan kalium, sehingga pupuk urea yang mengandung sumber nitrogen dan pupuk TSP yang mengandung phospat tidak digunakan secara bersamaan karena sudah di berikan oleh ketiga pupuk kimia tersebut, tetapi ada juga petani yang menggunakan Urea, KCL dan TSP. Pupuk kimia tersebut disediakan oleh Gapoktan sehingga petani di kelompok tani pondok menteng tidak susah untuk mendapatkannya. Total biaya yang dikeluarkan petani untuk pupuk kimia saat musim kemarau yaitu sebesar Rp per hektar, sedangkan saat musim hujan sebesar Rp

18 d. Pestisida Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman mentimun dapat dilakukan dengan cara pemberian pestisida. Pengendalian hama dengan pengendalian penyakit dilakukan berbeda, dimana untuk pengendalian penyakit dapat dicegah dengan penyiangan secara rutin dan pergantian tanaman, sedangkan untuk pengendalian hama yaitu dengan pemberian fungisida dan insektisida. Pestisida tersebut dikelompokan jadi dua yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Total biaya pestisida yang dikeluarkan oleh petani responden saat musim hujan sebesar Rp , sedangkan saat musim kemarau total biaya yang dikeluarkan petani responden adalah Rp ,- Biaya yang dikeluarkan petani responden saat musim hujan dan saat musim kemarau ada perbedaan, dimana saat musim kemarau total biaya pestisida yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan saat hujan. Hal tersebut dikarenakan saat musim kemarau hama dan penyakit lebih banyak menyerang, sehingga penyemprotan pestisida dilakukan secara intensif. Para petani responden dalam menentukan dosis pemakaiannya berdasarkan pengalaman selama bertani mentimun. e. Tenaga Kerja Tenaga kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam biaya usahatani mentimun. biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani responden diantara biaya lainnya yaitu sebesar Rp ,-. Adapun biaya tenaga kerja meliputi persiapan lahan, penanaman, pemupukan susulan, pengecoran, penyemprotan pestisida dan pupuk daun, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita yang berasal dari luar anggota keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Penggunaan rata-rata tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan petani responden dalam satu periode musim tanam adalah 192,14 HOK dan rata-rata untuk tenaga kerja dalam kelurga yang dibutuhkan petani responden dalam satu periode musim tanam adalah 23,97 atau 24 HOK. Aktivitas yang dilakukan tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan berbeda-beda, dimana tenaga kerja 82

19 laki-laki memiliki jam kerja selama delapan jam per hari, sedangkan untuk tenaga kerja perempuan memiliki jam kerja selama enam jam per hari. Jam kerja dan jenis kelamin juga mempengaruhi upah yang diberikan, dimana untuk upah tenaga kerja laki-laki untuk satu hari kerja sebesar Rp ,-, untuk upah tenaga kerja perempuan untuk satu hari kerja sebesar Rp ,-. Untuk menyetarakan upah tenaga kerja wanita dengan tenaga kerja pria dilakukan perbandingan jam kerja yaitu enam jam kerja wanita dibanding dengan delapan jam kerja pria sehingga tenaga kerja wanita setara 0,75 hari kerja pria Penggunaan Peralatan Usahatani Sarana penunjang yang diperlukan oleh petani dalam usahatani yaitu peralatan. Bila tidak memiliki peralatan tersebut makan usahatani yang sedang dijalankan tidak dapat berjalan dengan baik. Peralatan yang biasanya para petani responden gunakan dalam berusahatani yaitu hand sprayer, cangkul, garpu, drum plastik, dan sabit atau arit. Peralatan-peralatan yang digunakan oleh petani dapat diperoleh dari toko-toko pertanian di sekitar Desa Citapen. Peralatan tersebut berpengaruh terhapat pengeluaran biaya tetap petani yaitu pada biaya penyusutan peralatan. Biaya penyusutan dilakukan untuk mengetahui nilai investasi alat-alat pertanian yang mengalami penyusutan penggunaan setiap tahunnya. Biaya penyusutan peralatan masuk kedalam biaya yang diperhitungkan dimana perhitungan penyusutan menggunakan metode garis lurus, yaitu nilai beli dikurangi nilai sisa lalu dibagi dengan nilai ekonomis. Peralatan yang digunakan oleh petani responden diasumsikan tidak memiliki nilai sisa atau dianggap nol yang berarti peralatan tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Besarnya biaya penyusutan peralatan pada usahatani mentimun per hektar per musim tanam sebesar Rp ,15, dimana satu periode musim tanam adalah tiga bulan musim tanam. Biaya penyusutan peralatan dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 16. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa penyusutan terbesar ada di peralatan sprayer dengan biaya penyusutan Rp ,87 per musim tanam dimana sprayer digunakan untuk penyemprotan pestisida, sedangkan penyusutan terkecil ada pada peralatan drum plastik dengan biaya penyusutan sebesar Rp 4.129,10 dalam usahatani mentimun drum plastik hanya digunakan sebagai alat pencampur 83

20 berbagai macam pupuk untuk pengecoran. Cangkul dan garpu digunakan dalam pengolahan lahan untuk menggemburkan tanah, dalam kegiatan usahatani arit digunakan dalam kegiatan penyiangan. Tabel 16. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Mentimun Per Periode Musim Tanam di Desa Citapen Tahun 2010 No Jenis Peralatan Jumlah (Unit) Harga (Rp/unit) Total Biaya (Rp) Umur Ekonomis Biaya Penyusutan (Rp/tahun) Biaya Penyusutan (Rp/musim tanam) 1 Sprayer , ,87 2 Cangkul , ,52 3 Garpu , ,10 4 Drum Plastik , ,10 5 Arit , ,56 Jumlah , , Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah yang dikeluarkan atau pengeluaran dan mendapatkan hasil yang positif. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Oleh karena itu perlu diketahui berapa besarnya pendapatan yang diterima petani sehingga dapat diketahui usahatani yang dilakukan telah berhasil atau tidak berhasil. Dalam kegiatan usahatani mentimun penerimaan dibagi menjadi dua bagian yaitu penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan hasil produksi mentimun yang seluruhnya dijual ke pasar, dan penerimaan yang diperhitungkan yaitu sebagian hasil produksi yang di tidak dijual ke pasar atau digunakan oleh petani itu sendiri. Sama halnya dengan penerimaan, biaya yang dikeluarkan dalam ushatani mentimun ini dibagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai dimana perhitungan dalam usahatani mentimunnya meliputi biaya benih, pupuk, kapur, pestisida, pajak lahan, sewa lahan, tenaga kerja dari luar keluarga serta biaya lainnya yang dikeluarkan secara tunai. Biaya yang diperhitungkan meliputi tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan peralatan, biaya sewa yang 84

21 diperhitungkan seperti penggelola lahan atau bagi hasil. Dalam perhitungan usahatani biaya yang dikeluarkan telah dikonversi per hektar. Mentimun dapat dipanen setelah hari setalah tanam, panen mentimun dapat dilakukan 8-15 kali panen. Saat musim hujan mentimun dapat dipanen dua hari sekali, sedangkan saat musim kemarau mentimun dapat dipanen tiga hari sekali. Saat musim hujan mentimun yang dihasilkan oleh petani responden adalah ,6 kilogram per hektar dimana penerimaan yang didapat sebesar Rp ,-, sedangkan saat musim kemarau produksi mentimun yang dihasilkan oleh petani responden adalah kilogram per hektar dengan penerimaan yang didapat sebesar Rp ,-. Oleh karena itu dapat dilihat bahwa produksi saat musim hujan lebih baik dibandingkan saat produksi musim kemarau. Produksi mentimun saat musim kemarau lebih rendah dikarenakan para petani responden di kelompok tani pondok menteng dalam usahatani mentimunnya untuk pengairannya hanya mengandalkan hujan karena sumber air di Desa Citapen susah untuk didapat, selain itu saat musim kemarau hama lebih banyak menyerang sedangkan penggunaan pestisida dengan dosis yang sama saat musim hujan membuat hama lebih susah diberantas sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas mentimun. Biaya yang dikeluarkan oleh petani ada dua biaya yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani per musim tanam. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya dengan nilai tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani responden. Rata-rata biaya tunai per musim tanam yang dikeluarkan petani responden saat musim hujan sebesar ,- per hektar. Sedangkan untuk rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan petani saat musim kemarau sebesar Rp ,- per hektar. Perbedaan biaya tunai saat musim hujan dan saat musim kemarau dapat dilihat dari penggunaan inputnya, dimana saat musim kemarau penggunaan pestisida khususnya insektisida lebih banyak. Adapun biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi benih mentimun, pupuk kandang, pupuk kimia, pupuk daun, tenaga kerja luar keluarga, pestisida padat, pestisida cair, sewa lahan, pajak lahan. 85

22 Rata-rata biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani dalam usahatani mentimun per musim tanam adalah sebesar Rp ,-. Biaya yang diperhitungkan dalam kegiatan usahatani mentimun meliputi tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan peralatan, dan sewa lahan. Sewa lahan yang dimasukan kedalam biaya yang diperhitungkan berbeda dengan biaya sewa lahan yang berada di biaya tunai. Sewa lahan yang dimasukan kedalam biaya diperhitungkan merupakan lahan yang dimiliki orang lain tetapi dikelola oleh petani sehingga untuk lahan dianggap termasuk biaya yang diperhitungkan dengan nilai sewa Rp ,- per hektar per tahun, selain lahan yang status lahannya adalah pengelola, status lahan bagi hasil juga dimasukan kedalam biaya yang diperhitungkan, biaya sewa lahan tersebut adalah Rp ,- per hektar pertahun biaya tersebut didapat dari 40 persen dari biaya sewa lahan yang ada di Desa Citapen. Sehingga rata-rata biaya sewa lahan yang diperhitungkan per periode musim tanam sebesar Rp ,-. Sedangkan rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan petani dalam ushatani mentimun per musim tanam sebesar Rp ,15,-. Penjumlahan biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya total. Rincian biaya pada usahatani mentimun dapat dilihat pada Lampiran 8. Pendapatan usahatani pada penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani mentimun, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total usahatani mentimun. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai petani responden saat musim hujan sebesar Rp ,- dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp ,- sedangkan saat musim kemarau dengan rata-rata pendapatan atas biaya tunai petani responden sebesar Rp dan pendapatan atas biaya total saat musim kemarau sebesar Rp ,- Rincian analisis usahatani mentimun di kelompok tani pondok menteng dengan perbandingan antara musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8 bahwa saat musim kemarau produksi menurun dibandingkan musim hujan. Oleh karena itu tanaman mentimun baik ditanam saat musim hujan karena saat musim 86

23 kemarau hama yang menyerang tanaman mentimun lebih banyak serta tidak tersedia sumber air yang langka maka tanaman mentimun juga jarang dilakukan penyiraman. 87

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen 5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya di Desa Lebak Muncang sebagian besar penduduknya adalah petani. Sebanyak

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU 7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya ubi kayu tidak terlalu sulit. Ubi kayu tidak mengenal musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Responden Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, penggunaan luas lahan, dan jumlah tanggungan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya sebagian besar penduduk Desa Citapen adalah bermata pencaharian

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI 6.1. Keragaan Usahatani Jambu biji Usahatani jambu biji di Desa Cimanggis merupakan usaha yang dapat dikatakan masih baru. Hal ini dilihat dari pengalaman bertani jambu

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH Analisis pendapatan pada usaha budidaya udang galah akan menjelaskan apakah usaha yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak yaitu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013 ANALISIS EFISIENSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI DESA SUKOMAKMUR KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Rini Utami Sari, Istiko Agus Wicaksono dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pepaya California. Semakin tua umur seorang petani tentunya akan sangat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pepaya California. Semakin tua umur seorang petani tentunya akan sangat V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Umur mempengaruhi kinerja seseorang dalam bertani tidak terkecuali petani pepaya California. Semakin tua umur seorang petani tentunya akan sangat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Padi Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Budidaya tanaman pare ini dilakukan dari mulai pengolahan lahan manual dengan menggunakan cangkul, kemudian pembuatan bedengan menjadi 18 bedengan yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH DENGAN SISTEM PANEN HIJAU DAN SISTEM PANEN MERAH (Kasus Pada Petani Cabai di Kecamatan Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

KUISIONER PRAKTIKUM LAPANG ILMU USAHATANI (Responden : Petani)

KUISIONER PRAKTIKUM LAPANG ILMU USAHATANI (Responden : Petani) I. GAMBARAN UMUM RESPONDEN KUISIONER PRAKTIKUM LAPANG ILMU USAHATANI (Responden : Petani) a. Tanaman di usahakan : ( ) Padi, ( ) Palawija, ( ) Hortikultura, ( ) Lainnya :. b. Luas lahan : Ha c. Luas Lahan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur petani berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja dari petani tersebut.

V HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur petani berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja dari petani tersebut. V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani kentang Desa Batur berusia antara 20 tahun sampai lebih dari 50 tahun. Umur petani berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pekerjaan sampingan dan pengalaman bertani. Berdasarkan umur, usia antara tahun adalah usia produktif, sementara usia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pekerjaan sampingan dan pengalaman bertani. Berdasarkan umur, usia antara tahun adalah usia produktif, sementara usia V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Pada proses usahatani, petani menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Merode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang merumuskan diri pada pemecahan masalah yang ada

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Gambaran Umum Desa Ciaruten Ilir Desa Ciaruten Ilir merupakan bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MEIRANTI YUDI PRATIWI H34096061 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya I. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, artinya adalah metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR No. Responden : Nama Responden : Alamat : Desa/Kelurahan : Kecamatan : Kabupaten : Bogor Provinsi : Jawa Barat Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG LAMPIRAN Lampiran 1 KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG 1. Keadaan Umum Responden 1.1. Identitas Responden 1. Nama : (L / P) 2. Umur : tahun 3. Alamat : RT /

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian,

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian, 44 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian, mencakup: Usahatani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian 4.1.1. Letak Geografis Desa Penelitian BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data sekunder, Desa Batur merupakan salah desa di wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci