MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1

2 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DI DAERAH

3 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DI DAERAH 307

4 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 308

5 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 309

6 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 310

7 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 311

8 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 312

9 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 313

10 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 314

11 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 315

12 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 316

13 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 317

14 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 318

15 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 319

16 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 320

17 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 321

18 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 322

19 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 323

20 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 324

21 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 325

22 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 326

23 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 327

24 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 328

25 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 329

26 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 330

27 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 331

28 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA 332

29 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Sebagai langkah percepatan penyediaan infrastruktur untuk mencapai target yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , pemerintah telah mengundangkan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam Penyediaan Infrastruktur. Dengan berlakunya peraturan presiden tersebut, maka Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 juga mengamanatkan agar pemerintah menetapkan ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dan tata cara pengadaan Badan Usaha Pelaksana KPBU. Ketentuan tersebut diundangkan dalam bentuk Peraturan Menteri PPN / Kepala Bappenas No. 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Kepala LKPP No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. i

30

31 DAFTAR ISI PENDAHULUAN... DAFTAR ISI... PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR... i iii v DAFTAR ISI SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR SALINAN ANAK LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NO. 4 TAHUN PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR LAMPIRAN LAMPIRAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NO.190/PMK-08/2015 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR iii

32 iv

33 PENJELASAN UMUM KERJASAMA PEMERINTAH DANGAN BADAN USAHA (KPBU) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) v

34 Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Definisi: KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah/ BUMN/BUMD, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak. Mengapa KPBU? Tujuan menggunakan skema KPBU meliputi: Mencukupi kebutuhan pendanaan penyediaan infrastruktur secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta. Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran dan tepat waktu Menciptakan iklim investasi yang mendorong partisipasi Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur. Mendorong prinsip pakai-bayar oleh pengguna, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna. Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha melalui pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada Badan Usaha. PRINSIP KPBU KEMITRAAN BERSAING EFEKTIF KEMANFAATAN PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN RISIKO EFISIEN vi

35 Kesalahpahaman Terhadap KPBU KPBU bukan pengalihan kewajiban pemerintah dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, tetapi KPBU merupakan pembiayaan untuk merancang, membangun, dan mengoperasikan proyek-proyek infrastruktur kepada swasta; Investasi swasta bukan sumbangan gratis kepada pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik; KPBU bukan merupakan privatisasi barang publik; KPBU bukan merupakan sumber pendapatan pemerintah yang akan membebani masyarakat dalam pemberian pelayanan umum; KPBU bukan merupakan pinjaman (utang) pemerintah kepada swasta. vii

36 Subjek dalam KPBU berdasarkan Perpres 38/2015 Pemerintah yang dalam hal ini akan berperan sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) Menteri/Kepala Lembaga atau pihak yang didelegasikan untuk bertindak mewakili Kementerian/Lembaga / Kepala Daerah / BUMN/ BUMD. Proyek KPBU dapat dilakukan dengan penggabungan (bundling) 2 atau lebih jenis infrastruktur dimana Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah bertindak bersama-sama sebagai PJPK dengan menandatangani nota kesepahaman mengenai PJPK dan menunjuk pihak yang menjadi koordinator PJPK. BUMN/D dapat bertindak sebagai PJPK sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan sektor. Badan Usaha Badan Usaha Milik Negara Badan hukum asing Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Swasta berbentuk Perseroan Terbatas Koperasi viii

37 Jenis Infrastruktur Berdasarkan Perpres No. 38 / 2015 tentang KPBU ix

38 PJPK dapat membiayai sebagian penyediaan infrastruktur KPBU. Penyediaan Infrastruktur yang sebagian dibiayai oleh PJPK dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelaksana yang pemilihannya dilakukan melalui pengadaan badan usaha sebagaimana diatur dalam Perpres KPBU. Pelaksanaan sebagian proyek KPBU yang dibiayai oleh PJPK dilakukan oleh badan usaha pelaksana pemenang pengadaan usaha sebagaimana diatur dalam Perpres. Proyek Atas Prakarsa Badan Usaha (Unsolicited Project) Proyek Atas Prakarsa Badan Usaha (Unsolicited Project) : Terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; Layak secara ekonomi dan finansial; dan Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. Perubahan pada Perpres 38/2015 adalah menghapus salah satu kriteria yang tercantum pada Perpres sebelumnya: Jenis Kompensasi: (1) Pemberian tambahan nilai sebesar 10%; (2) Right to match; atau (3) Pembelian prakarsa. Proyek Atas Prakarsa Badan Usaha (Unsolicited Project) dapat diberikan Jaminan Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan x

39 Pengadaan Tanah Pengadaan tanah untuk KPBU diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari APBN dan/ atau APBD. Apabila PJPK adalah BUMN, pendanaan pengadaan tanah bersumber dari anggaran BUMN/BUMD atau dari Badan Usaha melalui kerjasama dengan BUMN/BUMD yang bersangkutan. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali sebagian / seluruh biaya pengadaan tanah. Pengadaan Badan Usaha dalam rangka KPBU dilaksanakan setelah diperolehnya penetapan lokasi atas tanah yang diperlukan untuk pelaksanaan KPBU. xi

40 Dukungan Pemerintah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap KPBU sesuai dengan lingkup kegiatan KPBU. KETENTUAN Menteri Keuangan dapat menyetujui pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk Dukungan Kelayakan dan/atau insentif perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan usulan PJPK. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BENTUK Viability Gap Fund (VGF) atau insentif perpajakan yang disetujui Menteri Keuangan; dan/atau Bentuk lainnya yang dapat diberikan oleh Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadaan tanah dan perizinan merupakan kewajiban pemerintah. Jaminan Pemerintah Pemerintah dapat memberikan Jaminan Pemerintah terhadap KPBU dalam bentuk Penjaminan Infrastruktur. KETENTUAN Pengendalian dan pengelolaan risiko atas jaminan pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, dimana untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut Menteri Keuangan berwenang untuk: (a) menetapkan kriteria pemberian Jaminan Pemerintah untuk KPBU; (b) meminta dan memperoleh data serta informasi yang diperlukan dari pihak-pihak yang terkait dengan Proyek KPBU yang diusulkan untuk diberikan Jaminan Pemerintah; (c) menetapkan bentuk, tata cara, dan mekanisme Jaminan Pemerintah untuk KPBU; (d) menetapkan pemberian Jaminan Pemerintah kepada Badan Usaha. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, tata cara dan mekanisme Jaminan Pemerintah diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Jaminan Pemerintah dapat diberikan Menteri Keuangan melalui Badan Usaha Penjaminan Infratruktur dengan ketentuan diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri. xii

41 Penganggaran KPBU & Penyiapan KPBU dengan Bantuan Badan Usaha Penganggaran KPBU Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD menganggarkan dana perencanaan, penyiapan, transaksi, dan manajemen KPBU sesuai ketentuan peraturan perundangundangan Penyiapan KPBU dengan Bantuan Badan Usaha Biaya penyiapan dapat dibebankan kepada pemenang lelang baik sebagian atau seluruhnya, yang meliputi: Biaya Penyiapan Prastudi Kelayakan; Biaya Transaksi; Imbalan terhadap Badan Usaha dan lembaga/institusi/organisasi internasional pelaksana penyiapan yang dibayarkan berdasarkan keberhasilan transaksi KPBU (success fee); Biaya lain yang sah Pengadaan Badan Usaha Mekanisme pengadaan badan usaha: 1. Pelelangan; atau 2. Penunjukan langsung Pelelangan atau penunjukan dilakukan melalui prakualifikasi. Penunjukkan langsung dilakukan dengan kondisi tertentu, yaitu: 1. Pengembangan atas infrastruktur yang telah dibangun dan/atau dioperasikan sebelumnya oleh Badan Usaha Pelaksana yang sama; 2. Pekerjaan yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satu-satunya; atau 3. Badan Usaha telah menguasai sebagian besar atau seluruh lahan yang diperlukan untuk melaksanakan KPBU. xiii

42 Perolehan Pembiayaan dan Pengembalian Investasi Perolehan Pembiayaan (Financial Close) Perolehan pembiayaan paling lama dalam 12 bulan dan dapat diperpanjang dari waktu ke waktu dalam hal kegagalan bukan karena kelalaian badan usaha pelaksanan. Perolehan pembiayaan telah terlaksana bila: a. telah ditandatanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai seluruh KPBU, dan b. sebagian pinjaman telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. Setiap perpanjangan waktu perolehan pembiayaan diberikan paling lama 6 (enam) bulan. Pengembalian Investasi 1. Pembayaran oleh pengguna (user charge); dan/atau 2. Pembayaran oleh PJPK melalui skema pembayaran ketersediaan layanan (availability payment) Simpul KPBU Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menunjuk unit kerja di lingkungan Kementerian/Lembaga/Daerah sebagai Simpul KPBU FUNGSI Sebagai unit yang akan melaksanakan tugas berkaitan dengan KPBU dalam Kementerian/Lembaga/Daerah tersebut. TUGAS Menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU xiv

43

44

45 PERATURAN PRESIDEN NO. 38 TAHUN 2015 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR 1

46 2

47 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak, untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, menyejahterakan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global; b. bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, perlu mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi, untuk mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan layanan berdasarkan prinsip-prinsip usaha yang sehat; c. bahwa untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan layanan sosial, diperlukan pengaturan guna melindungi dan menjaga kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara berkeadilan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur 3 agar...

48 Mengingat agar kerjasama tersebut dapat dilakukan secara luas, cepat, efektif, efisien, komprehensif, dan berkesinambungan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan : 1. Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/ kepala lembaga atau pihak yang didelegasikan untuk bertindak mewakili kementerian/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur yang diatur dalam Peraturan Presiden ini. 2. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi, atau bupati/walikota bagi daerah kabupaten/kota atau pihak yang didelegasikan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk mewakili kepala daerah bersangkutan. 4

49 3. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang- undangan. 4. Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. 5. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. 6. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. 7. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. 8. Badan Usaha Pelaksana KPBU, yang selanjutnya disebut dengan Badan Usaha Pelaksana, adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung Seleksi...

50 9. Seleksi adalah metode pengadaan Badan Usaha dalam rangka penyiapan KPBU dengan mengikutsertakan sebanyakbanyaknya peserta melalui pengumuman secara luas atau undangan. 10. Pelelangan adalah metode pengadaan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan KPBU dengan mengikutsertakan sebanyak-banyaknya peserta melalui pengumuman secara luas atau undangan. 11. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan KPBU melalui negosiasi dengan 1 (satu) peserta. 12. Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang- undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektifitas KPBU. 13. Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap Proyek KPBU oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 14. Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana melalui skema pembagian risiko untuk Proyek Kerja Sama. 15. Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan. 16. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) adalah pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala 6

51 Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPBU. BAB II TUJUAN DAN PRINSIP KPBU Pasal 2 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. (2) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan melalui skema KPBU berdasarkan ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini. Pasal 3 KPBU dilakukan dengan tujuan untuk: a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta; b. Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu; c. Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat; d. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna; dan/ atau 7 e. Memberikan...

52 e. Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada Badan Usaha. Pasal 4 KPBU dilakukan berdasarkan prinsip: a. Kemitraan, yakni kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak; b. Kemanfaatan, yakni Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah dengan Badan Usaha untuk memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat; c. Bersaing, yakni pengadaan mitra kerjasama Badan Usaha dilakukan melalui tahapan pemilihan yang adil, terbuka, dan transparan, serta memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat; d. Pengendalian dan pengelolaan risiko, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi pengelolaan, dan mitigasi terhadap risiko; e. Efektif, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mampu mempercepat pembangunan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur; dan f. Efisien, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui dukungan dana swasta. 8

53 BAB III JENIS INFRASTRUKTUR DAN BENTUK KERJASAMA Pasal 5 (1) Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Peraturan Presiden ini adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. (2) Jenis Infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. infrastruktur transportasi; b. infrastruktur jalan; c. infrastruktur sumber daya air dan irigasi; d. infrastruktur air minum; e. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat; f. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat; g. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan; h. infrastruktur telekomunikasi dan informatika; i. infrastruktur ketenagalistrikan; j. infrastruktur minyak dan gas bumi dan energi terbarukan; k. infrastruktur konservasi energi; l. infrastruktur fasilitas perkotaan; m. infrastruktur fasilitas pendidikan; n. infrastruktur fasilitas sarana dan prasarana olahraga, serta kesenian; o. infrastruktur kawasan; p. infrastruktur pariwisata; q. infrastruktur kesehatan; 9 r. infrastruktur...

54 r. infrastruktur lembaga pemasyarakatan; dan s. infrastruktur perumahan rakyat. (3) KPBU dapat merupakan Penyediaan Infrastruktur yang merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam rangka meningkatkan kelayakan KPBU dan/atau memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat, KPBU dapat mengikutsertakan kegiatan penyediaan sarana komersial. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial lainnya ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. BAB IV PENANGGUNG JAWAB PROYEK KERJASAMA Bagian Pertama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai PJPK Pasal 6 (1) Dalam pelaksanaan KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah bertindak selaku PJPK. (2) Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai PJPK dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang sektor. 10

55 Pasal 7 (1) Dalam hal KPBU merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang memiliki kewenangan terhadap sektor infrastruktur yang dikerjasamakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, bertindak bersama-sama sebagai PJPK. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang memiliki kewenangan terhadap sektor Infrastruktur yang akan dikerjasamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menandatangani nota kesepahaman mengenai PJPK. (3) Nota kesepahaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang memuat: a. kesepakatan pihak yang menjadi koordinator PJPK; b. kesepakatan mengenai pembagian tugas dan anggaran dalam rangka penyiapan, transaksi, dan manajemen KPBU; dan c. jangka waktu pelaksanaan KPBU. Bagian Kedua Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah sebagai PJPK Pasal 8 Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat bertindak sebagai PJPK, sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan sektor. 11 Pasal 9...

56 Pasal 9 Dalam hal Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah menjadi PJPK, KPBU dilaksanakan melalui perjanjian dengan Badan Usaha Pelaksana. BAB V PENGADAAN TANAH Pasal 10 (1) Pengadaan tanah untuk KPBU diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. (2) Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Dalam hal PJPK adalah Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, pendanaan pengadaan tanah dapat bersumber dari anggaran Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah atau dari Badan Usaha melalui kerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah yang bersangkutan. (4) Dalam hal KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali sebagian atau seluruh biaya pengadaan tanah yang telah dilaksanakan oleh Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dicantumkan dalam dokumen pengadaan Badan Usaha Pelaksana. 12

57 BAB VI PENGEMBALIAN INVESTASI BADAN USAHA Pasal 11 (1) PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana. (2) Pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana atas Penyediaan Infrastruktur bersumber dari: a. pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif; b. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment); dan/atau c. bentuk lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Dalam hal pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif, PJPK menetapkan tarif awal atas penyediaan infrastruktur. (2) Tarif awal dan penyesuaiannya, ditetapkan untuk memastikan pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan dalam kurun waktu tertentu. (3) Dalam hal berdasarkan pertimbangan PJPK, tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum dapat ditetapkan untuk mengembalikan seluruh investasi Badan Usaha Pelaksana, tarif dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. 13 (4) Dalam...

58 (4) Dalam hal tarif ditentukan berdasarkan kemampuan pengguna, PJPK memberikan Dukungan Kelayakan sehingga Badan Usaha Pelaksana dapat memperoleh pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Pemberian Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), hanya diberikan bagi KPBU yang mempunyai kepentingan dan kemanfaatan sosial, setelah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh atas kemanfaatan sosial. Pasal 13 (1) Dalam hal pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana ditetapkan bersumber dari Pembayaran atas Ketersediaan Layanan, PJPK menganggarkan dana Pembayaran Ketersediaan Layanan untuk Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana pada masa operasi selama jangka waktu yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama. (2) Penganggaran dana Pembayaran Ketersediaan Layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhitungkan: a. biaya modal; b. biaya operasional; dan/atau c. keuntungan Badan Usaha Pelaksana. (3) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana telah mengoperasikan Infrastruktur yang dikerjasamakan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan Pembayaran Ketersediaan Layanan kepada Badan Usaha Pelaksana, melalui anggaran Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah. (4) PJPK melakukan Pembayaran Ketersediaan Layanan kepada 14

59 Badan Usaha Pelaksana apabila telah memenuhi kondisi sebagai berikut: a. Infrastruktur yang dikerjasamakan telah dibangun dan dinyatakan siap beroperasi; dan b. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menyatakan bahwa infrastruktur telah memenuhi indikator layanan infrastruktur sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Sama. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembayaran Ketersediaan Layanan, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri. BAB VII KPBU ATAS PRAKARSA BADAN USAHA Pasal 14 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah memprakarsai Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha melalui skema KPBU. (2) Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa KPBU kepada Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah. (3) Penyediaan Infrastruktur yang dapat diprakarsai Badan Usaha adalah yang memenuhi kriteria sebagai berkut: a. terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; b. layak secara ekonomi dan finansial; dan 15 c. Badan...

60 c. Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. (4) Badan Usaha pemrakarsa wajib menyusun studi kelayakan atas KPBU yang diusulkan. (5) Terhadap Badan Usaha pemrakarsa KPBU dapat diberikan alternatif kompensasi sebagai berikut: a. pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh per seratus); b. pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan; atau c. pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang lelang. (6) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dicantumkan dalam persetujuan Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah. (7) Dalam hal Badan Usaha pemrakarsa telah mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, ayat (5) huruf b atau ayat (5) huruf c, seluruh studi kelayakan dan dokumen pendukungnya, termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya beralih menjadi milik Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. (8) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat mengubah atau melakukan penambahan terhadap studi kelayakan dan dokumen pendukungnya tanpa memerlukan perijinan terlebih dahulu dari Badan Usaha pemrakarsa, terhadap seluruh studi kelayakan dan dokumen-dokumen pendukungnya, termasuk Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (7). 16

61 (9) KPBU yang diprakarsai Badan Usaha dapat diberikan Jaminan Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII DUKUNGAN PEMERINTAH DAN JAMINAN PEMERINTAH Pasal 15 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap KPBU sesuai dengan lingkup kegiatan KPBU. (2) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicantumkan dalam dokumen pengadaan Badan Usaha Pelaksana. Pasal 16 (1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara dapat menyetujui pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk Dukungan Kelayakan dan/atau insentif perpajakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan usulan PJPK. (2) Bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. (3) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 17 Pasal 17...

62 Pasal 17 (1) Pemerintah dapat memberikan Jaminan Pemerintah terhadap KPBU. (2) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk Penjaminan Infrastruktur. (3) Jaminan Pemerintah diberikan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (4) Pengendalian dan pengelolaan risiko atas Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. (5) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berwenang untuk: a. menetapkan kriteria pemberian Jaminan Pemerintah yang akan diberikan kepada KPBU; b. meminta dan memperoleh data serta informasi yang diperlukan dari pihak yang terkait dengan KPBU yang diusulkan untuk diberikan Jaminan Pemerintah; c. menetapkan bentuk, tata cara, dan mekanisme Jaminan Pemerintah yang diberikan kepada suatu KPBU; dan d. menetapkan pemberian Jaminan Pemerintah kepada Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur. (6) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disertakan dalam dokumen pelelangan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, tata cara dan mekanisme Jaminan Pemerintah, diatur lebih lanjut oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 18

63 Pasal 18 (1) Jaminan Pemerintah dapat diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara melalui badan usaha penjaminan Infrastruktur. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Presiden tersendiri. BAB IX PEMBIAYAAN SEBAGIAN KPBU OLEH PEMERINTAH Pasal 19 (1) PJPK dapat membiayai sebagian Penyediaan Infrastruktur. (2) Penyediaan Infrastuktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelaksana. (3) Pemilihan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini. BAB X PERENCANAAN KPBU Bagian Kesatu Umum Pasal 20 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah merencanakan kegiatan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha. (2) Perencanaan

64 (2) Perencanaan KPBU antara lain: a. identifikasi dan penetapan KPBU; b. penganggaran KPBU; dan c. pengkategorian KPBU. Bagian Kedua Identifikasi dan Penetapan KPBU Pasal 21 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengidentifikasi Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha. (2) Identifikasi Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan mempertimbangkan paling kurang: a. kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah; c. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah; d. analisa biaya manfaat dan sosial; dan e. analisa nilai manfaat uang (Value for Money). Pasal 22 (1) Pengadaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha harus disertai dengan studi pendahuluan. (2) Studi pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat paling kurang: 20

65 a. rencana bentuk KPBU; b. rencana skema pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan c. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses, dan cara penilaian. Pasal 23 Dalam melakukan identifikasi KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah melakukan konsultasi publik. Pasal 24 (1) Berdasarkan hasil studi pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan daftar usulan rencana KPBU. (2) Daftar usulan rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Pasal 25 (1) Penyusunan daftar rencana KPBU dilakukan berdasarkan daftar usulan yang disampaikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. (2) Penetapan daftar rencana KPBU dilakukan berdasarkan tingkat kesiapan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. 21 (3) Daftar...

66 (3) Daftar rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diumumkan dan disebarluaskan kepada masyarakat. Bagian Ketiga Penganggaran KPBU Pasal 26 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah menganggarkan dana perencanaan, penyiapan, transaksi, dan manajemen KPBU sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI PENYIAPAN KPBU Bagian Kesatu Umum Pasal 27 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan penyiapan KPBU, yang menghasilkan paling kurang: a. Prastudi kelayakan; b. Rencana Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah; c. penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan d. pengadaan tanah untuk KPBU. Pasal 28 (1) Penyiapan KPBU dapat dilakukan bersama dengan Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi internasional 22

67 berdasarkan kesepakatan dengan Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah. (2) Dalam hal terdapat lebih dari satu Badan Usaha atau lembaga/ institusi/organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan Seleksi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Seleksi dalam rangka penyiapan KPBU, diatur dalam peraturan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 29 (1) Biaya penyiapan KPBU dengan bantuan Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi internasional dibayarkan dengan tata cara pembayaran secara berkala (retainer fee), pembayaran secara penuh (lump sum), gabungan pembayaran secara berkala dan secara penuh, dan/atau tata cara lain yang disepakati antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha/lembaga/institusi/organisasi internasional. (2) Biaya penyiapan KPBU dan pengadaan Badan Usaha mitra KPBU yang dilakukan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan bantuan Badan Usaha/lembaga/institusi/ organisasi internasional, pelaksana penyiapan KPBU dapat dibebankan kepada Badan Usaha pemenang lelang baik sebagian atau seluruhnya. (3) Biaya penyiapan KPBU yang dapat dibebankan kepada Badan Usaha pemenang lelang meliputi: a. biaya penyiapan prastudi kelayakan; b. biaya transaksi; 23 c. imbalan...

68 c. imbalan terhadap Badan Usaha dan lembaga/institusi/ organisasi internasional pelaksana penyiapan yang dibayarkan berdasarkan keberhasilan transaksi KPBU (success fee); dan d. biaya lain yang sah. Bagian Kedua Prastudi Kelayakan Pasal 30 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menyusun prastudi kelayakan atas Infrastruktur yang akan dikerjasamakan. (2) Prastudi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menghasilkan kesimpulan antara lain: a. sumber pembiayaan KPBU; b. identifikasi kerangka kontraktual, pengaturan, dan kelembagaan; c. rancangan KPBU dari aspek teknis; d. usulan Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah yang diperlukan; e. identifikasi risiko dan rekomendasi mitigasi, serta pengalokasian risiko tersebut; dan f. bentuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana. Pasal 31 Dalam tahapan penyiapan prastudi kelayakan, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menyusun dokumen sebagai berikut: 24

69 a. dokumen studi lingkungan; dan b. dokumen perencanaan pengadaan tanah. Bagian Ketiga Penyiapan Perjanjian KPBU Pasal 32 (1) PJPK menyiapkan perjanjian KPBU. (2) Perjanjian KPBU paling kurang memuat ketentuan mengenai: a. lingkup pekerjaan; b. jangka waktu; c. Jaminan pelaksanaan; d. tarif dan mekanisme penyesuaiannya; e. hak dan kewajiban termasuk alokasi risiko; f. standar kinerja pelayanan; g. pengalihan saham sebelum KPBU beroperasi secara komersial; h. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian; i. pemutusan atau pengakhiran perjanjian; j. status kepemilikan aset; k. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan; l. mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha Pelaksana dalam melaksanakan pengadaan; m. mekanisme perubahan pekerjaan dan/atau layanan; 25 n. mekanisme...

70 n. mekanisme hak pengambilalihan oleh Pemerintah dan pemberi pinjaman; o. penggunaan dan kepemilikan aset infrastruktur dan/atau pengelolaannya kepada PJPK; p. pengembalian aset infrastruktur dan/atau pengelolaannya kepada PJPK; q. keadaan memaksa; r. pernyataan dan jaminan para pihak bahwa perjanjian KPBU sah dan mengikat para pihak dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; s. penggunaan bahasa dalam Perjanjian, yaitu Bahasa Indonesia atau apabila diperlukan dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (sebagai terjemahan resmi/official translation), serta menggunakan Bahasa Indonesia dalam penyelesaian perselisihan di wilayah hukum Indonesia; dan t. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia. (3) Besaran jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, setingginya-tingginya adalah 5% (lima per seratus) dari nilai investasi KPBU. (4) Pengalihan saham Badan Usaha Pelaksana sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dan berdasarkan kriteria yang ditetapkan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. (5) Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak boleh menunda jadwal mulai beroperasinya KPBU. 26

71 Pasal 33 (1) Dalam hal terdapat penyerahan pengelolaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana untuk pelaksanaan KPBU, dalam perjanjian KPBU diatur: a. tujuan pemanfaatan aset dan larangan untuk memanfaatkan aset untuk tujuan selain yang telah disepakati; b. tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan, termasuk pembayaran pajak dan kewajiban lain yang timbul akibat pemanfaatan aset; c. hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara kinerja aset selama digunakan; d. larangan bagi Badan Usaha Pelaksana untuk mengagunkan aset sebagai jaminan kepada pihak ketiga; e. tata cara penyerahan dan/atau pengembalian aset; f. hal-hal lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal Perjanjian KPBU mengatur penyerahan pengelolaan aset yang diadakan oleh Badan Usaha Pelaksana selama jangka waktu perjanjian, perjanjian KPBU harus mengatur: a. kondisi aset yang akan dialihkan; b. tata cara pengalihan aset; c. status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah; d. status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; dan 27 c. pembebasan...

72 e. pembebasan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dari segala tuntutan yang timbul setelah penyerahan aset. Pasal 34 Dalam kaitannya dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, perjanjian KPBU harus memuat jaminan dari Badan Usaha Pelaksana bahwa: a. Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk pelanggaran hukum; b. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan dibebaskan dari segala gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga manapun yang berkaitan dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dalam Penyediaan Infrastruktur; c. Dalam hal terdapat gugatan atau tuntutan atas Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka: 1. kelangsungan Penyediaan Infrastruktur tetap dapat dilaksanakan; dan 2. penggunaan Hak Kekayaan Intelektual tetap dapat berlangsung. BAB XII TRANSAKSI KPBU Bagian Kesatu Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Pasal 35 Transaksi KPBU terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; 28

73 b. penandatanganan perjanjian KPBU; dan c. pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana. Pasal 36 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka KPBU dilaksanakan setelah diperolehnya penetapan lokasi atas tanah yang diperlukan untuk pelaksanaan KPBU, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 37 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk panitia pengadaan Badan Usaha Pelaksana. Pasal 38 (1) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dilakukan melalui Pelelangan atau Penunjukan Langsung. (2) Pelelangan atau Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui prakualifikasi. Pasal 39 (1) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana melalui Penunjukan Langsung dapat dilakukan apabila: a. merupakan KPBU kondisi tertentu; atau b. prakualifikasi Badan Usaha Pelaksana hanya menghasilkan satu peserta. 29 (2) Kondisi...

74 (2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu: a. Pengembangan atas Infrastruktur yang telah dibangun dan/atau dioperasikan sebelumnya oleh Badan Usaha Pelaksana yang sama; b. Pekerjaan yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satu-satunya; atau c. Badan Usaha Pelaksana telah menguasai sebagian besar atau seluruh lahan yang diperlukan untuk melaksanakan KPBU. Pasal 40 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Badan Usaha Pelaksana melalui Pelelangan atau Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, diatur dalam peraturan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagian Kedua Penandatanganan Perjanjian KPBU Pasal 41 Perjanjian KPBU ditandatangani oleh PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana. 30

75 Bagian Ketiga Perolehan Pembiayaan Pasal 42 Paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah Badan Usaha Pelaksana menandatangani perjanjian KPBU, Badan Usaha Pelaksana harus telah memperoleh pembiayaan atas KPBU. Pasal 43 (1) Perolehan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman dinyatakan telah terlaksana apabila: a. telah ditandatanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai seluruh KPBU; dan b. sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada huruf a, telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. (2) Dalam hal KPBU terbagi dalam beberapa tahapan, perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan terlaksana apabila: a. telah ditandanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan KPBU; dan b. sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dapat diperpanjang dari waktu ke waktu oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah apabila kegagalan memperoleh pembiayaan bukan disebabkan oleh kelalaian Badan Usaha Pelaksana, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. (4) Setiap perpanjangan jangka waktu oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan paling lama 6 (enam) bulan. 31 (5) Dalam...

76 (5) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana, maka perjanjian KPBU berakhir dan jaminan pelaksanaan berhak dicairkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. BAB XIII SIMPUL KPBU Pasal 44 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menunjuk unit kerja di lingkungan Kementerian/Lembaga/ Daerah sebagai Simpul KPBU. (2) Simpul KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 (1) Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini: a. Perjanjian KPBU yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini tetap berlaku; b. Proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang sedang dilakukan dan belum ditetapkan pemenangnya, maka proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana selanjutnya dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden ini; 32

77 c. Proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang telah dilakukan dan ditetapkan pemenangnya, namun perjanjian KPBU belum ditandatangani, maka perjanjian KPBU dibuat sesuai dengan Peraturan Presiden ini; d. Perjanjian KPBU yang telah ditandatangani, namun belum tercapainya perolehan pembiayaan sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Perjanjian KPBU, ketentuan kewajiban perolehan pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Presiden ini setelah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan evaluasi terhadap Badan Usaha Pelaksana dan KPBU tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah; e. Perjanjian KPBU yang telah ditandatangani, namun pengadaan tanah belum selesai dilaksanakan, maka proses pengadaan tanah akan disesuaikan berdasarkan Peraturan Presiden ini, dan Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah dapat melakukan penyesuaian atas perjanjian KPBU setelah melakukan evaluasi terhadap Badan Usaha Pelaksana dan KPBU tersebut dengan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah; dan f. Pengalihan saham sebelum KPBU beroperasi secara komersial yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. (2) Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, peraturan pelaksanaan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan 33 Usaha...

78 Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan ketentuan Peraturan Presiden ini. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha Pelaksana dalam Penyediaan Infrastruktur, diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat mengatur tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha Pelaksana sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pasal 47 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha Pelaksana dalam Penyediaan Infrastruktur, ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran ketersediaan layanan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri sesuai dengan bidang tugas 34

79 dan kewenangan masing-masing, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Badan Usaha Pelaksana ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. Pasal 48 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 49 Peraturan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 35 Ditetapkan...

80 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2015 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2015 JOKO WIDODO MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 62 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang Perekonomian, ttd. Ratih Nurdiati 36

81 37

82 38

83 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN MENTERI PPN NO. 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR 39

84 40

85 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong partisipasi badan usaha dan pemerintah dalam pelayanan dan penyelenggaraan sarana dan prasarana yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2007 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; 2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; Peraturan...

86 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; 5. Peraturan Menteri Negera Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER. 005/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun 2014; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum 42

87 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA dengan mengacu kepada spesifikasi yang kerjasama, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak. 2. Tata Cara Pelaksanaan KPBU yang selanjutnya disebut Panduan Umum adalah pedoman mengenai tata cara pelaksanaan kerjasama yang menjadi acuan bagi penanggung jawab proyek kerjasama dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan KPBU berdasarkan perjanjian KPBU. 3. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. 4. Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras dan lunak yang Ådiperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. 5. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disebut PJPK adalah menteri, kepala lembaga, kepala daerah dan direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan sektor. 6. Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/kepala lembaga atau pihak yang didelegasikan untuk bertindak mewakili kementerian/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawabnya meliputi sektor Infrastruktur yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. 7. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi, atau bupati/walikota bagi daerah kabupaten/kota atau pihak yang didelegasikan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk mewakili kepala daerah bersangkutan Badan...

88 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 8. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. 9. Badan Usaha Pelaksana adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau yang telah ditunjuk secara langsung. 10. Badan Penyiapan adalah Badan Usaha dan lembaga/institusi/ organisasi nasional atau internasional, yang melakukan pendampingan dan/atau pembiayaan kepada PJPK dalam tahap penyiapan atau dalam tahap penyiapan hingga tahap transaksi KPBU. 11. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah pengadaan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan KPBU melalui metode pelelangan umum maupun penunjukan langsung. 12. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 14. Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundangundangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas KPBU. 15. Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan 44

89 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana melalui skema pembagian risiko untuk proyek kerjasama. 16. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) adalah pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan efektivitas KPBU. 18. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat calon investor, perbankan, dan asuransi atas KPBU yang akan dikerjasamakan. 19. Studi Pendahuluan adalah kajian awal yang dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu Infrastruktur tertentu serta manfaatnya, apabila dikerjasamakan dengan Badan Usaha Pelaksana melalui KPBU. 20. Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU dengan mempertimbangkan sekurangkurangnya aspek hukum, teknis, ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan, dan sosial. 21. Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah kajian yang dilakukan oleh Badan Usaha calon pemrakarsa untuk KPBU atas mekanisme prakarsa Badan Usaha dalam rangka penyempurnaan Prastudi Kelayakan. 22. Imbalan Keberhasilan (Success Fee) adalah biaya yang dibayarkan oleh PJPK dan dapat dibebankan kepada Badan Usaha Pelaksana kepada Badan Penyiapan yang terlibat dalam pelaksanaan KPBU sampai dengan tercapainya pemenuhan pembiayaan Menteri...

90 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 23. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. 24. Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara. 25. Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disebut BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan penjaminan infrastruktur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 26. Daftar Rencana KPBU adalah dokumen yang memuat rencana KPBU yang diusulkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah dan telah dilakukan penilaiannya oleh Menteri Perencanaan untuk ditetapkan sebagai rencana KPBU siap ditawarkan dan KPBU dalam proses penyiapan. Pasal 2 Panduan Umum bertujuan untuk: a. memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan b. memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing. 46

91 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BAB II JENIS INFRASTRUKTUR Pasal 3 Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Panduan Umum ini mencakup: a. infrastruktur transportasi, antara lain: 1. penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa kebandarudaraan, termasuk fasilitas pendukung seperti terminal penumpang dan kargo; 2. penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan; 3. sarana dan/atau prasarana perkeretaapian; 4. sarana dan prasarana angkutan massal perkotaan dan lalu lintas; dan/atau 5. sarana dan prasarana penyeberangan laut, sungai, dan/atau danau. b. infrastruktur jalan, antara lain: 1. jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal; 2. jalan tol; dan/atau 3. jembatan tol. c. infrastruktur sumber daya air dan irigasi, antara lain: 1. saluran pembawa air baku; dan/atau 2. jaringan irigasi dan prasarana penampung air beserta bangunan pelengkapnya, antara lain waduk, bendungan, dan bendung. d. infrastruktur air minum, antara lain: 1. unit air baku; 2. unit produksi; dan/atau 3. unit distribusi. 47 e. infrastruktur...

92 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA e. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat, antara lain: 1. unit pelayanan; 2. unit pengumpulan; 3. unit pengolahan; 4. unit pembuangan akhir; dan/atau 5. saluran pembuangan air, dan sanitasi. f. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat, antara lain: 1. unit pengolahan setempat; 2. unit pengangkutan; 3. unit pengolahan lumpur tinja; 4. unit pembuangan akhir; dan/atau 5. saluran pembuangan air, dan sanitasi. g. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan, antara lain: 1. pengangkutan; 2. pengolahan; dan/atau 3. pemrosesan akhir sampah. h. infrastruktur telekomunikasi dan informatika, antara lain: 1. jaringan telekomunikasi; 2. infrastruktur e-government; dan/atau 3. infrastruktur pasif seperti pipa saluran media transmisi kabel (ducting). i. infrastruktur energi dan ketenagalistrikan, termasuk infrastruktur energi terbarukan, antara lain: 1. infrastruktur ketenagalistrikan, antara lain: a) pembangkit listrik; b) transmisi tenaga listrik; c) gardu induk; dan/atau d) distribusi tenaga listrik. 48

93 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 2. infrastruktur minyak dan gas bumi, termasuk bio-energi, antara lain: a) pengolahan; b) penyimpanan; c) pengangkutan; dan/atau d) distribusi. j. infrastruktur konservasi energi, antara lain: 1. penerangan jalan umum; dan/atau 2. efisiensi energi. k. infrastruktur ekonomi fasilitas perkotaan, antara lain: 1. saluran utilitas (tunnel); dan/atau 2. pasar umum. l. infrastruktur kawasan, antara lain: 1. kawasan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi termasuk pembangunan science and techno park; dan/atau 2. kawasan industri. m. infrastruktur pariwisata, antara lain pusat informasi pariwisata (tourism information center). n. infrastruktur fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan, antara lain: 1. sarana pembelajaran; 2. laboratorium; 3. pusat pelatihan; 4. pusat penelitian/pusat kajian; 5. sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan; 6. inkubator bisnis; 7. galeri pembelajaran; 8. ruang praktik siswa; 9. perpustakaan; dan/atau fasilitas...

94 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 10. fasilitas pendukung pembelajaran dan pelatihan. o. infrastruktur fasilitas sarana olahraga, kesenian dan budaya, antara lain: 1. gedung/stadion olahraga; dan/atau 2. gedung kesenian dan budaya. p. infrastruktur kesehatan, antara lain: 1. rumah sakit, seperti bangunan rumah sakit, prasarana rumah sakit, dan peralatan medis; 2. fasilitas pelayanan kesehatan dasar, seperti bangunan, prasarana, dan peralatan medis baik untuk puskesmas maupun klinik; dan/atau 3. laboratorium kesehatan, seperti bangunan laboratorium kesehatan, prasarana laboratorium kesehatan dan peralatan laboratorium. q. infrastruktur pemasyarakatan, antara lain: 1. lembaga pemasyarakatan; 2. balai pemasyarakatan; 3. rumah tahanan negara; 4. rumah penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan negara; 5. lembaga penempatan anak sementara; 6. lembaga pembinaan khusus anak; dan/atau 7. rumah sakit pemasyarakatan. r. infrastruktur perumahan rakyat, antara lain: 1. perumahan rakyat untuk golongan rendah; dan/atau 2. rumah susun sederhana sewa. 50

95 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pasal 4 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat melaksanakan KPBU selain jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengajukan permohonan KPBU untuk jenis Infrastruktur lain kepada Menteri Perencanaan. (3) KPBU untuk jenis Infrastruktur lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan penetapan Menteri Perencanaan. BAB III PENANGGUNG JAWAB PROYEK KPBU Bagian Pertama PJPK Pasal 5 (1) PJPK merupakan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dalam rangka pelaksanaan KPBU. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai PJPK dapat mendelegasikan kewenangannya kepada pihak yang dapat mewakili kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawabnya meliputi sektor Infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 6 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah bertindak sebagai PJPK berdasarkan hasil Studi Pendahuluan pada tahap perencanaan KPBU. 51 Pasal 7...

96 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pasal 7 Direksi Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dapat bertindak sebagai PJPK sepanjang diatur dalam peraturan perundangundangan sektor. Bagian Kedua PJPK Dalam Gabungan KPBU Pasal 8 (1) KPBU dapat merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur. (2) Dalam hal gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan lebih dari 1 (satu) PJPK, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang memiliki kewenangan terhadap masing-masing sektor Infrastruktur yang akan dikerjasamakan, bertindak bersama-sama sebagai PJPK. (3) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang memiliki kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menandatangani nota kesepahaman. (4) Nota kesepahaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat sekurang-kurangnya: a. kesepakatan pihak yang menjadi koordinator PJPK; b. kesepakatan pembagian tugas dan tanggung jawab masingmasing PJPK, termasuk hak dan kewajiban masing masing PJPK dalam perjanjian KPBU; c. kesepakatan penganggaran dalam rangka tahap penyiapan dan tahap transaksi, termasuk manajemen KPBU; d. jangka waktu berlakunya nota kesepahaman; dan e. jangka waktu pelaksanaan KPBU. 52

97 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (5) Koordinator PJPK bertindak sebagai pihak yang menandatangani perjanjian KPBU dengan Badan Usaha Pelaksana mewakili PJPK sebagaimana diatur dalam nota kesepahaman. BAB IV PEMBIAYAAN SEBAGIAN KPBU OLEH PEMERINTAH Pasal 9 (1) PJPK dapat membiayai sebagian Penyediaan Infrastruktur. (2) Pembiayaan sebagian Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh PJPK bersama dengan kementerian/lembaga/daerah lainnya. (3) Mekanisme pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB V TAHAP PELAKSANAAN KPBU Pasal 10 (1) KPBU dilaksanakan dalam tahap, sebagai berikut: a. perencanaan KPBU; b. penyiapan KPBU; dan c. transaksi KPBU. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melaksanakan perencanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Dalam melaksanakan perencanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan Konsultasi Publik. 53 (4) Dalam...

98 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (4) Dalam melaksanakan fungsinya sebagai PJPK, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/ Direksi Badan Usaha Milik Daerah melaksanakan penyiapan dan transaksi KPBU. (5) Dalam melaksanakan penyiapan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PJPK melakukan Konsultasi Publik dan dapat melakukan Penjajakan Minat Pasar. (6) Dalam melaksanakan transaksi KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, PJPK melakukan Penjajakan Minat Pasar. (7) Dalam melaksanakan tahap pelaksanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK dapat melaksanakan kegiatankegiatan pendukung secara bersamaan yang merupakan bagian dari pelaksanaan tahapan KPBU. (8) Kegiatan-kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi kegiatan: a. perencanaan dan pelaksanaan pengadaan tanah; b. kajian lingkungan hidup; dan c. permohonan pemberian Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. (9) PJPK melaksanakan pengadaan tanah dan membantu proses pemberian perizinan untuk menyelenggarakan KPBU sesuai dengan kewenangannya. BAB VI TAHAP PERENCANAAN KPBU Pasal 11 Tahap perencanaan KPBU terdiri atas kegiatan-kegiatan: a. penyusunan rencana anggaran dana KPBU; b. identifikasi dan penetapan KPBU; 54

99 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA c. penganggaran dana tahap perencanaan KPBU; d. pengambilan keputusan lanjut/tidak lanjut rencana KPBU; e. penyusunan Daftar Rencana KPBU; dan f. pengkategorian KPBU. Pasal 12 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menyusun rencana anggaran untuk dana pelaksanaan KPBU sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan penyusunan rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang meliputi setiap tahap pelaksanaan KPBU. (3) Rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); b. pinjaman/hibah; dan/atau c. sumber lainnya sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Pasal 13 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah menganggarkan dana tahap perencanaan KPBU sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengidentifikasi Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan melalui 55 skema...

100 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA skema KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Dalam hal melakukan identifikasi, Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah menyusun Studi Pendahuluan dan melakukan Konsultasi Publik. (3) Berdasarkan hasil Studi Pendahuluan dan Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah memutuskan lanjut atau tidak lanjut rencana Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme KPBU. Pasal 15 (1) Dalam hal hasil identifikasi menunjukkan adanya gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur yang melibatkan lebih dari 1 (satu) PJPK, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang memiliki kewenangan, menandatangani nota kesepahaman. (2) Berdasarkan nota kesepahaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator PJPK mengajukan usulan atas gabungan 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur kepada Menteri Perencanaan. Pasal 16 Konsultasi Publik pada tahap perencanaan KPBU bertujuan untuk memperoleh pertimbangan mengenai manfaat dan dampak KPBU terhadap kepentingan masyarakat. Pasal 17 (1) Menteri Perencanaan menyusun Daftar Rencana KPBU berdasarkan: a. usulan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik 56

101 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Daerah yang diindikasikan membutuhkan Dukungan dan/ atau Jaminan Pemerintah; dan b. hasil identifikasi Menteri Perencanaan berdasarkan prioritas pembangunan nasional. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dan/atau direksi Badan Usaha Milik Daerah menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepada Menteri Perencanaan dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (3) Menteri Perencanaan melakukan penyeleksian dan penilaian terhadap usulan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/ direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 18 (1) Berdasarkan hasil penyusunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, Menteri Perencanaan menetapkan Daftar Rencana KPBU yang terdiri atas: a. KPBU siap ditawarkan; dan b. KPBU dalam proses penyiapan. (2) Penetapan Daftar Rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesiapan KPBU dan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan rencana pembangunan nasional. (3) Daftar Rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pertimbangan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah serta dokumen perencanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 57 Pasal 19...

102 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pasal 19 (1) Daftar Rencana KPBU sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 diperbaharui secara berkala untuk diumumkan dan disebarluaskan kepada masyarakat. (2) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dan/atau direksi Badan Usaha Milik Daerah menyampaikan informasi mengenai perkembangan KPBU secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Menteri Perencanaan. (3) Menteri Perencanaan melakukan evaluasi terhadap KPBU yang tidak mengalami perkembangan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak penetapan Daftar Rencana KPBU. BAB VII TAHAP PENYIAPAN KPBU Pasal 20 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah bertindak sebagai PJPK dalam tahap penyiapan KPBU. Pasal 21 (1) PJPK menyusun rencana anggaran untuk pelaksanaan tahap penyiapan KPBU sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Penyiapan KPBU terdiri atas kegiatan-kegiatan: a. penyiapan Prastudi Kelayakan termasuk kajian pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; b. pengajuan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan c. pengajuan penetapan lokasi KPBU. 58

103 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (3) Penyiapan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menghasilkan, antara lain: a. prastudi kelayakan; b. rencana Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; c. penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan d. pengadaan tanah untuk KPBU. Pasal 22 (1) PJPK dapat dibantu oleh Badan Penyiapan untuk melakukan penyiapan KPBU. (2) Tata cara pengadaan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 23 (1) Penyiapan kajian KPBU memuat kegiatan Prastudi Kelayakan, yang terdiri dari: a. penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan, terdiri dari: 1. kajian hukum dan kelembagaan; 2. kajian teknis; 3. kajian ekonomi dan komersial; 4. kajian lingkungan dan sosial; 5. kajian bentuk kerjasama dalam penyediaan infrastruktur; 6. kajian risiko; kajian...

104 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 7. kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan 8. kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. b. penyiapan kajian akhir Prastudi Kelayakan, yang terdiri dari penyesuaian data dengan kondisi terkini dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. c. kajian akhir Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b juga meliputi kajian kesiapan KPBU yang mencakup: 1. terpenuhinya seluruh persyaratan kajian pada Prastudi Kelayakan termasuk hal-hal yang perlu ditindaklanjuti; 2. persetujuan para pemangku kepentingan mengenai KPBU; dan 3. kepastian perlu atau tidaknya Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah. (2) Dalam penyiapan kajian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga/Daerah dapat menentukan isi dan tingkat kedalaman Prastudi Kelayakan sesuai dengan kebutuhan di sektor masing-masing. Pasal 24 (1) Dalam tahap penyiapan KPBU, PJPK menyiapkan dokumen kajian lingkungan hidup. (2) Penyiapan dan dokumen kajian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) PJPK melakukan identifikasi kebutuhan atas tanah untuk KPBU berdasarkan hasil kajian akhir Prastudi Kelayakan. 60

105 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (2) Dalam hal hasil identifikasi menunjukkan kebutuhan akan pengadaan tanah, PJPK melakukan perencanaan dan penyusunan dokumen pengadaan tanah untuk memperoleh penetapan lokasi. (3) Dalam hal hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berstatus Barang Milik Negara atau Barang Milik Daerah, PJPK mengajukan usulan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah untuk pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 PJPK melaksanakan Konsultasi Publik pada tahap penyiapan KPBU yang bertujuan untuk: a. menjajaki kepatuhan terhadap norma sosial dan norma lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup; b. mendapat masukan mengenai kebutuhan masyarakat terkait dengan KPBU; dan c. memastikan kesiapan KPBU. Pasal 27 (1) PJPK dapat melaksanakan Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) pada tahap penyiapan. (2) Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperoleh masukan dan tanggapan terhadap KPBU dari pemangku kepentingan. (3) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari Badan Usaha/lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional. 61 Pasal 28...

106 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pasal 28 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau Menteri Keuangan dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap KPBU. (2) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara bersama-sama antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. (3) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk: a. dukungan kelayakan KPBU b. insentif perpajakan; dan/atau c. bentuk lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Menteri Keuangan dapat menyetujui pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk dukungan kelayakan dan/atau insentif perpajakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan usulan PJPK. (5) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam dokumen pengadaan Badan Usaha. Pasal 29 (1) KPBU dapat memperoleh Jaminan Pemerintah. (2) PJPK menyampaikan usulan Jaminan Pemerintah kepada Menteri Keuangan melalui BUPI sebelum penyelesaian kajian akhir Prastudi Kelayakan untuk tujuan penjaminan Penyediaan Infrastuktur. (3) Jaminan Pemerintah terhadap KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan dalam dokumen pengadaan Badan Usaha. 62

107 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BAB VIII TAHAP TRANSAKSI KPBU Pasal 30 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah bertindak sebagai PJPK dalam tahap transaksi KPBU. Pasal 31 Tahap transaksi KPBU terdiri atas kegiatan-kegiatan: a. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding); b. penetapan lokasi KPBU; c. pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang mencakup persiapan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana; d. penandatanganan perjanjian KPBU; dan e. pemenuhan pembiayaan (financial close). Pasal 32 (1) PJPK melaksanakan transaksi KPBU setelah terpenuhinya syarat dan ketentuan untuk memanfaatkan Barang Milik Negara dan/atau Barang Milik Daerah untuk pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) PJPK dapat dibantu oleh Badan Penyiapan untuk melakukan transaksi KPBU. (3) Tata cara pengadaan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. 63 Pasal 33...

108 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pasal 33 (1) PJPK melaksanakan Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) dalam tahap transaksi KPBU. (2) Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperoleh masukan, tanggapan, dan mengetahui minat pemangku kepentingan terhadap KPBU. (3) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari Badan Usaha/lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional. Pasal 34 PJPK melakukan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana setelah memperoleh penetapan lokasi. Pasal 35 (1) Dalam rangka melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, PJPK membentuk panitia pengadaan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c, diatur lebih lanjut melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 36 Penandatanganan perjanjian KPBU dilakukan oleh PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana. 64

109 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pasal 37 (1) Badan Usaha Pelaksana wajib memperoleh pembiayaan atas KPBU paling lambat dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah menandatangani perjanjian KPBU. (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh PJPK, apabila kegagalan memperoleh pembiayaan tidak disebabkan oleh kelalaian Badan Usaha Pelaksana, berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh PJPK dan disepakati dalam perjanjian KPBU. (3) Setiap perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan paling lama 6 (enam) bulan oleh PJPK. (4) Dalam hal perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana, maka perjanjian KPBU berakhir dan jaminan pelaksanaan berhak dicairkan oleh PJPK. Pasal 38 Pemenuhan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman dinyatakan telah terlaksana, apabila: a. perjanjian pinjaman telah ditandatangani untuk membiayai seluruh KPBU; dan b. sebagian pinjaman telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. Pasal 39 Dalam hal KPBU terbagi dalam beberapa tahapan, pemenuhan pembiayaan dinyatakan terlaksana, apabila: a. perjanjian pinjaman telah ditandatangani untuk membiayai salah satu tahapan KPBU; dan b. sebagian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan KPBU telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. 65 BAB IX...

110 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BAB IX KPBU ATAS PRAKARSA BADAN USAHA Pasal 40 (1) Badan Usaha dapat memprakarsai KPBU. (2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada jenis Infrastruktur yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan. (3) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah disertai dengan Studi Kelayakan. (4) Dalam hal KPBU merupakan kerjasama atas prakarsa Badan Usaha, Badan Usaha pemrakarsa mempersiapkan dokumen kajian lingkungan hidup. (5) KPBU atas prakarsa Badan Usaha harus memenuhi persyaratan: a. terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; b. layak secara ekonomi dan finansial; dan c. Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. (6) Tata cara pelaksanaan KPBU atas prakarsa Badan Usaha diatur lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. 66

111 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BAB X SIMPUL KPBU Pasal 41 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dalam rangka melaksanakan kegiatan KPBU membentuk simpul KPBU. (2) Simpul KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melekat pada unit kerja yang sudah ada di lingkungan Kementerian/ Lembaga/Daerah atau unit kerja baru yang dibentuk dalam lingkungan Kementerian/Lembaga/Daerah. (3) Simpul KPBU dibentuk dengan tujuan untuk melakukan perumusan kebijakan dan/atau sinkronisasi dan/atau koordinasi dan/atau pengawasan, dan/atau evaluasi terhadap kegiatan KPBU. (4) Simpul KPBU dibantu oleh: a. tim KPBU dalam melaksanakan kegiatan pada tahap penyiapan dan tahap transaksi KPBU; dan b. panitia pengadaan dalam melaksanakan kegiatan pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (5) Peran dan tanggung jawab tim KPBU dan panita pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 42 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini: a. KPBU yang telah selesai memenuhi kegiatan pada tahap Perencanaan KPBU berdasarkan Peraturan Menteri sebelum 67 Peraturan...

112 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Peraturan Menteri ini diundangkan, maka kegiatan-kegiatan pada tahap selanjutnya wajib menyesuaikan dan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. b. KPBU yang telah memenuhi kegiatan penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan pada tahap penyiapan Prastudi Kelayakan berdasarkan Peraturan Menteri sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, maka kegiatan kajian akhir Prastudi Kelayakan dan kegiatan-kegiatan pada tahap selanjutnya wajib menyesuaikan dan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. BAB XII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 43 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur diatur dalam Lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 44 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini: a. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun 2012 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan 68

113 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA b. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 6 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Infrastruktur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 45 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 2015 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDRINOF A. CHANIAGO 69 Salinan...

114 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 829 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum, Emmy Suparmiatun 70

115 71

116 72

117 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TANGGAL 29 MEI 2015 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN NO. 4 TAHUN 2015 TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR 73

118 74

119 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TANGGAL 29 MEI 2015 TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi, sinkronisasi, penyiapan perumusan kebijakan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaksanaan hubungan kerja dalam perencanaan pembangunan nasional, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional perlu mengambil langkah-langkah percepatan penyediaan infrastruktur melalui kerjasama pemerintah dan badan usaha. Berdasarkan amanat Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, Pemerintah mendorong partisipasi Badan Usaha swasta, masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam pelayanan dan penyelenggaraan Infrastruktur. Lampiran Peraturan Menteri tentang Tata Cara Pelaksanaan KPBU yang selanjutnya disebut Panduan Umum, dimaksudkan untuk memperjelas mekanisme KPBU dengan perluasan ruang lingkup jenis-jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun B. Tujuan...

120 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA B. Tujuan Tujuan ditetapkannya Panduan Umum ini adalah untuk: 1. memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dalam penyusunan panduan pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing; 2. memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk melaksanakan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; 3. memberikan pedoman bagi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, badan hukum asing dan Koperasi dalam rangka pelaksanaan KPBU; dan 4. memberikan informasi bagi pemangku kepentingan lainnya, termasuk otoritas pemberi izin yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan KPBU. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup Panduan Umum terdiri dari: 1. Tahap perencanaan KPBU; 2. Tahap penyiapan KPBU; 3. Tahap transaksi KPBU; dan 4. KPBU atas Prakarsa Badan Usaha. D. Pengertian Umum Dalam lampiran Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Simpul Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang selanjutnya disebut Simpul KPBU adalah unit kerja di kementerian/lembaga pada tingkat nasional atau unit kerja pada tingkat daerah, yang dibentuk baru atau melekat pada unit kerja atau bagian yang sudah ada, dengan tugas dan fungsi perumusan kebijakan dan/atau sinkronisasi dan/atau koordinasi tahap perencanaan dan tahap penyiapan dan/atau pengawasan dan 76

121 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA evaluasi tahap penyiapan dan tahap transaksi, termasuk manajemen pelaksanaan KPBU. 2. Tim KPBU adalah tim yang dibentuk oleh PJPK untuk membantu pengelolaan KPBU pada tahap penyiapan dan tahap transaksi KPBU khususnya setelah penetapan Badan Usaha Pelaksana hingga diperolehnya pemenuhan pembiayaan (financial close), serta berkoordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaanya. 3. Panitia Pengadaan adalah tim yang dibentuk PJPK, yang memilikiperan dan tanggung jawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada tahap transaksi. 4. Analisis Multi Kriteria yang selanjutnya disebut AMK adalah prosedur seleksi dan pemeringkatan proyek dengan menggunakan metodologi gabungan penilaian subyektif dan obyektif dari beberapa kriteria. 5. Analisis Biaya Manfaat Sosial yang selanjutnya disebut ABMS adalah metode untuk mengukur nilai kontribusi sosial dan ekonomi dari proyek terhadap masyarakat dan negara secara keseluruhan. 6. Economic Internal Rate of Return yang selanjutnya disebut EIRR adalah tingkat imbal hasil ekonomi proyek yang dilakukan dengan membandingkan manfaat ekonomi-sosial dan biaya ekonomi proyek. 7. Economic Net Present Value yang selanjutnya disebut ENPV adalah adalah tingkat imbal hasil ekonomi yang dihitung dengan membandingkan besaran hasil kuantifikasi manfaat ekonomi-sosial yang diterima oleh masyarakat dan pemerintah dari proyek terhadap biaya ekonomi proyek. 8. Financial Internal Rate of Return yang selanjutnya disebut FIRR adalah tingkat imbal hasil keuangan proyek yang dilakukan dengan membandingkan pendapatan dan biaya proyek dengan mempertimbangkan besarnya faktor nilai uang di masa depan. 9. Financial Net Present Value yang selanjutnya disebut FNPV adalah nilai saat ini dari selisih antara pendapatan dan biaya selama jangka waktu proyek pada tingkat diskonto keuangan tertentu Weighted...

122 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 10. Weighted Average Cost of Capital yang selanjutnya disebut WACC adalah penentuan tingkat biaya modal optimal dengan menghitung rata-rata modal tertimbang dengan memperhatikan faktor nilai uang masa kini dan masa depan. 11. Return On Equity yang selanjutnya disebut ROE adalah tingkat besaran imbal hasil yang diperoleh atas ekuitas yang diinvestasikan pada KPBU. 12. Debt Service Coverage Ratio yang selanjutnya disebut DSCR adalah tingkat kemampuan pemilik modal dalam membayar seluruh kewajiban pinjaman yang akan jatuh tempo pada tahun berjalan. 13. Afiliasi adalah hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal, hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat 1 (satu) atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama, hubungan antara perusahaan dan pihak lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut, hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama atau hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama. 14. Dokumen Prastudi Kelayakan adalah dokumen yang disiapkan oleh PJPK yang penyusunannya dilaksanakan pada tahap penyiapan KPBU atau oleh Calon Pemrakarsa pada tahap persetujuan usulan KPBU atas Prakarsa Badan Usaha dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat persetujuan untuk melakukan Studi Kelayakan dari PJPK. 15. Dokumen Studi Kelayakan adalah dokumen yang disiapkan oleh Calon Pemrakarsa yang penyusunannya dilaksanakan pada tahap persetujuan usulan KPBU atas prakarsa Badan Usaha untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat penetapan sebagai pemrakarsa dari PJPK. 16. Badan Hukum Asing adalah suatu badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum suatu negara di luar yurisdiksi Indonesia. 17. Calon Pemrakarsa adalah suatu badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Hukum Asing, dan koperasi yang mengajukan 78

123 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA suatu prakarsa KPBU kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. 18. Badan Usaha Pemrakarsa adalah Calon Pemrakarsa yang telah memperoleh penetapan sebagai pemrakarsa KPBU dari PJPK. 19. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 20. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 21. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 22. Nilai Manfaat Uang (Value for Money) adalah pengukuran kinerja suatu KPBU berdasarkan nilai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas pengeluaran serta kualitas pelayanan yang memenuhi kebutuhan masyarakat. E. Peraturan Terkait Peraturan terkait merupakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan KPBU dan dasar kewenangan Kementerian PPN/Bappenas menetapkan Panduan Umum ini yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Undang-Undang...

124 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 13. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 14. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 15. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata. 17. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. 19. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. 20. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 21. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 22. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 23. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. 24. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan 80

125 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. 25. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. 26. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. 28. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. 29. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. 31. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 32. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. 33. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. 34. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. 35. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. 37. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun Peraturan...

126 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 38. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara. 39. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. 40. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 41. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2007 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 42. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjamin Infrastruktur. 44. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. 46. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. 48. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. 49. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah. 82

127 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 51. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. 52. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL dan Persyaratan LPK Penyusun Dokumen AMDAL. 53. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 54. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. 55. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun Serta peraturan lain yang akan muncul dikemudian hari yang merupakan peraturan perubahan, peraturan pengganti maupun peraturan baru lainnya terkait dengan pelaksanaan KPBU. BAB II TAHAP PERENCANAAN KPBU A. Ketentuan Umum 1. Tahap perencanaan KPBU dimaksudkan untuk: a. memperoleh informasi mengenai kebutuhan Penyediaan Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, 83 Rencana...

128 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga, dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan b. mendukung koordinasi perencanaan dan pengembangan rencana KPBU serta melakukan keterbukaan informasi kepada masyarakat mengenai rencana KPBU. 2. Pelaksanaan kegiatan dalam tahap perencanaan, sebagai berikut: a. penyusunan rencana anggaran dana KPBU; b. identifikasi dan penetapan KPBU, termasuk untuk gabungan 2 (dua) atau lebih PJPK; c. penganggaran dana tahap perencanaan; d. Konsultasi Publik; e. pengambilan keputusan lanjut atau tidak lanjut rencana KPBU; f. penyusunan Daftar Rencana KPBU; dan g. pengkategorian KPBU. Kegiatan pendukung dapat dilaksanakan pada tahap perencanaan diantaranya kegiatan yang terkait dengan kajian lingkungan hidup dan kegiatan yang terkait dengan pengadaan tanah. B. Penyusunan Rencana Anggaran Dana KPBU 1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menyusun rencana anggaran untuk pelaksanaan KPBU sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Penyusunan rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi setiap tahap pelaksanaan KPBU, yang terdiri dari: a. tahap perencanaan KPBU; b. tahap penyiapan KPBU; dan c. tahap transaksi KPBU. 3. penyusunan rencana anggaran pada setiap tahap pelaksanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 2 bertujuan untuk memastikan 84

129 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ketersediaan anggaran kementerian/lembaga/daerah untuk pelaksanaan KPBU. C. Identifikasi dan Penetapan KPBU 1. Identifikasi KPBU yang memiliki potensi untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha: a. dilaksanakan oleh Direktur Jenderal/Deputi atau Direksi BUMN untuk KPBU yang diprakarsai oleh Pemerintah Pusat; b. dilaksanakan oleh Kepala Perangkat Daerah atau Direksi BUMD untuk KPBU yang diprakarsai oleh Pemerintah Daerah. 2. Dalam hal melakukan identifikasi KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1, Direktur Jenderal/Deputi/Kepala Perangkat Daerah/ Direksi BUMN/Direksi BUMD menyusun Studi Pendahuluan yang memuat paling kurang: a. rencana bentuk KPBU; b. rencana skema pembiayaan KPBU dan sumber dananya; dan c. rencana penawaran KPBU yang mencakup jadwal, proses, dan cara penilaian. 3. Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada angka 2, meliputi kajian mengenai: a. analisis kebutuhan (need analysis); b. kriteria kepatuhan (compliance criteria); c. kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money) partisipasi badan usaha; d. analisa potensi pendapatan dan skema pembiayaan proyek; dan e. rekomendasi dan rencana tindak lanjut. 4. Indikator analisis kebutuhan (need analysis) sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, meliputi: a. kepastian KPBU memiliki dasar pemikiran teknis dan ekonomi berdasarkan analisis data sekunder yang tersedia; 85 b. kepastian...

130 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA b. kepastian KPBU mempunyai permintaan yang berkelanjutan dan diukur dari ketidakcukupan pelayanan, baik secara kuantitas maupun kualitas, berdasarkan analisis data sekunder yang tersedia; dan c. kepastian KPBU mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang berkaitan, salah satunya melalui Konsultasi Publik. 5. Kriteria kepatuhan (compliance criteria) sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b, meliputi: a. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/ Direksi BUMN/Direksi BUMD bertindak selaku PJPK; b. kesesuaian KPBU dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah dan/atau Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, rencana bisnis BUMN/ BUMD; c. kesesuaian lokasi KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (apabila diperlukan sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan); dan d. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah (apabila diperlukan sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan). 6. Kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money) partisipasi Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c, meliputi: a. sektor swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan KPBU termasuk dalam pengelolaan risiko; b. terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan pelayanan publik dalam jangka panjang; c. alih pengetahuan dan teknologi; dan d. terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi dalam proses pengadaan. 7. Analisis potensi pendapatan dan skema pembiayaan proyek sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d, meliputi: 86

131 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA a. kemampuan pengguna untuk membayar; b. kemampuan fiskal pemerintah pusat, pemerintah daerah, c. BUMN/BUMD dalam melaksanakan KPBU; potensi pendapatan lainnya; dan d. perkiraan bentuk dukungan pemerintah. 8. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf e, meliputi: a. rekomendasi bentuk KPBU; b. rekomendasi kriteria utama dalam pemilihan badan usaha; dan c. rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi KPBU. 9. Dalam hal KPBU merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis infrastruktur, maka koordinator PJPK yang disepakati dalam nota kesepemahaman akan melakukan pembagian kewenangan tugas dalam KPBU gabungan tersebut. 10. Penetapan KPBU yang memiliki potensi untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha: a. dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Direksi BUMN untuk penetapan KPBU yang diprakarsai oleh Pemerintah dalam hal terdapat kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan b. dilakukan oleh Kepala Daerah atau Direksi BUMD untuk penetapan KPBU yang diprakarsai oleh Pemerintah Daerah. D. Penganggaran Dana Tahap Perencanaan Kementerian/Lembaga/Daerah/BUMN/BUMD menganggarkan dana untuk kegiatan perencanaan dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya penganggaran untuk kegiatan antara lain penyusunan Studi Pendahuluan dan pelaksanaan Konsultasi Publik. 87 E. Konsultasi...

132 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA E. Konsultasi Publik Konsultasi Publik pada tahap perencanaan dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD untuk mendiskusikan penjelasan dan penjabaran terkait dengan rencana KPBU sehingga diperoleh hasil sekurang-kurangnya sebagai berikut: 1. penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan yang menghadiri Konsultasi Publik; dan 2. evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik dan implementasinya dalam KPBU. F. Pengambilan Keputusan Lanjut atau Tidak Lanjut Rencana KPBU Pada Tahap Perencanaan 1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah Direksi BUMN/Direksi BUMD memutuskan lanjut atau tidak lanjut rencaana KPBU berdasarkan hasil identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Bagian C. 2. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengusulkan KPBU yang diputuskan untuk dilanjutkan, kepada Menteri Perencanaan. 3. Pengusulan Rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilengkapi dengan dukumen pendukung sebagai berikut: a. Dokumen pendukung untuk usulan KPBU dalam proses penyiapan terdiri atas: 1) Dokumen penyiapan KPBU; dan 2) Lembar ringkasan dari dokumen penyiapan KPBU. b. Dokumen pendukung untuk usulan KPBU siap ditawarkan terdiri atas: 1) Dokumen Prastudi Kelayakan; 2) Lembar ringkasan dari Dokumen Prastudi Kelayakan; dan 3) Surat pernyataan persetujuan prinsip Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah bilamana diperlukan. 88

133 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA G. Penyusunan Daftar Rencana KPBU 1. Menteri Perencanaan menyusun Daftar Rencana KPBU. 2. Penyusunan Daftar Rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada angka1 disusun berdasarkan: a. usulan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah yang diindikasikan membutuhkan Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah; dan b. hasil identifikasi Menteri Perencanaan berdasarkan prioritas pembangunan nasional. 3. Menteri Perencanaan melakukan seleksi dan penilaian terhadap rencana Penyediaan Infrastuktur yang akan dikerjasamakan melalui mekanisme KPBU berdasarkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Bagian F angka Berdasarkan hasil penyeleksian dan penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 3, Menteri Perencanaan menetapkan Daftar Rencana KPBU yang terdiri atas: a. KPBU siap ditawarkan; dan b. KPBU dalam proses penyiapan. 5. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah selaku PJPK melaporkan informasi perkembangan KPBU dalam proses penyiapan dan KPBU siap ditawarkan kepada Menteri Perencanaan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. 6. Jangka waktu pencantuman KPBU dalam proses penyiapan dan KPBU siap ditawarkan dalam Daftar Rencana KPBU paling lama 2 (dua) tahun. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak terdapat perkembangan maka proyek KPBU tersebut dievaluasi oleh Menteri Perencanaan. H. Pengkategorian KPBU 1. KPBU dikategorikan berdasarkan tingkat kesiapan, yaitu: 89 a. KPBU...

134 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA a. KPBU siap ditawarkan; dan b. KPBU dalam proses penyiapan. 2. Rencana KPBU yang diusulkan sebagai KPBU siap ditawarkan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus memenuhi kriteria: a. memperoleh kepastian mengenai kesiapan KPBU, kesesuaian teknis, ketertarikan pasar, dan pilihan bentuk KPBU; b. telah menyelesaikan kajian lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan; c. telah disusun rancangan rinci spesifikasi keluaran; d. telah disusun rancangan struktur tarif; e. telah dilakukan analisis model keuangan, alokasi dan mitigasi risiko serta mekanisme pemberian Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah bilamana diperlukan; f. telah disusun rancangan rencana pengadaan Badan Usaha Pelaksana dengan mempertimbangkan: 1) potensi dan minat Badan Usaha dalam KPBU; 2) kewajaran rencana atau jadwal pelaksanaan pengadaan; dan 3) penetapan dan kesiapan Panitia Pengadaan. g. telah disusun rancangan ketentuan perjanjian KPBU; dan h. memperoleh persetujuan dari PJPK untuk KPBU atas prakarsa Badan Usaha dan kesepakatan dari para pemangku kepentingan atas KPBU. 3. Rencana KPBU yang diusulkan sebagai KPBU dalam proses penyiapan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b harus memenuhi kriteria: a. kesesuaian dengan RPJM Nasional/Daerah dan Rencana Strategis sektor infrastruktur; b. kesesuaian lokasi proyek yang akan dikerjasamakan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); c. keterkaitan antarsektor Infrastruktur dan antar wilayah; dan d. telah memiliki dokumen Studi Pendahuluan. 90

135 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA I. Kegiatan Pendukung pada Tahap Perencanaan KPBU Kegiatan pendukung yang dapat dilakukan pada tahap perencanaan diantaranya: 1. Kegiatan terkait dengan kajian lingkungan hidup Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD melakukan identifikasi awal bahwa KPBU menerapkan teknologi dengan dampak lingkungan yang dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan sesuai dengan referensi literatur, dan studi terkait. 2. Kegiatan terkait dengan pengadaan tanah Untuk KPBU yang dapat diperkirakan lokasinya, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD melakukan identifikasi peninjauan lokasi, luas lahan, dan perkiraan harga sesuai dengan peraturan perundang-undangan. J. Dokumen-Dokumen pada Tahap Perencanaan KPBU 1. Dokumen yang harus disiapkan pada tahap Perencanaan KPBU yaitu: a. Kerangka Acuan Pengadaan Badan Penyiapan, jika diperlukan; b. Dokumen Studi Pendahuluan; dan c. Berita acara Konsultasi Publik. 2. Kerangka Acuan Pengadaan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, sekurang-kurangnya meliputi: a. latar belakang dan deskripsi KPBU; b. tujuan pekerjaan; c. lingkup jasa konsultansi untuk melaksanakan berbagai kajian kelayakan yang diperlukan/dipersyaratkan; d. jumlah personil dan kualifikasi yang dibutuhkan; e. dokumen yang harus disiapkan; f. jadwal pelaksanaan; dan g. perkiraan besarnya anggaran. 3. Dokumen Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b berisi substansi yang merujuk dalam Panduan Umum Bagian C angka Berita...

136 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 4. Berita acara Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, sekurang-kurangnya meliputi: a. daftar peserta Konsultasi Publik; b. notulensi pembahasan rencana KPBU; dan c. kesimpulan dan rencana tindak lanjut. BAB III TAHAP PENYIAPAN KPBU A. Ketentuan Umum 1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah bertindak sebagai PJPK dalam tahap penyiapan KPBU. 2. PJPK memastikan ketersediaan anggaran pada tahap penyiapan KPBU antara lain: a. penyusunan kajian awal Prastudi Kelayakan; b. penyusunan kajian akhir Prastudi Kelayakan; c. penyusunan kajian lingkungan, bila diperlukan; dan d. pengadaan Badan Penyiapan, bila diperlukan. 3. Penyiapan KPBU bertujuan untuk mengkaji kelayakan KPBU untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha. 4. PJPK membentuk Tim KPBU dalam tahap penyiapan KPBU dan dapat dibantu oleh Badan Penyiapan. 5. Tim KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 4 memiliki peran dan tanggung jawab untuk: a. melakukan kegiatan tahap penyiapan KPBU meliputi, kajian awal Prastudi Kelayakan dan kajian akhir Prastudi Kelayakan; b. melakukan kegiatan tahap transaksi KPBU hingga tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close), kecuali kegiatan pengadaan Badan Usaha Pelaksana; 92

137 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA c. menyampaikan pelaporan kepada PJPK secara berkala melalui Simpul KPBU; dan d. melakukan koordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaan tugasnya. 6. Ruang lingkup tugas Badan Penyiapan meliputi: a. melakukan pendampingan dalam penyiapan dan transaksi KPBU; atau b. membantu PJPK dalam melakukan transaksi KPBU. 7. Dalam hal PJPK dibantu oleh Badan Penyiapan, biaya Badan Penyiapan dibayarkan dengan tata cara pembayaran secara berkala (retainer fee), pembayaran secara penuh (lump sum), gabungan pembayaran secara berkala dan penuh, dan/atau tata cara lain yang disepakati antara Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/ Direksi Badan Usaha Milik Daerah dengan Badan Penyiapan. 8. Tahap Penyiapan KPBU terdiri dari: a. Penyiapan Prastudi Kelayakan KPBU Prastudi Kelayakan KPBU terdiri dari kajian awal Prastudi Kelayakan dan kajian akhir Prastudi Kelayakan. 1) Kajian awal Prastudi Kelayakan bertujuan untuk: a) menentukan sasaran dan kendala KPBU; b) memastikan kesesuaian dengan peraturan perundangundangan; c) mengkaji peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan; d) mengkaji pilihan teknis serta ketersediaan teknologi dan barang/jasa yang dibutuhkan; e) mengidentifikasi pilihan bentuk KPBU terbaik; f) mengkaji manfaat ekonomi dan sosial dari rencana KPBU; g) menyusun rencana komersial yang mencakup kajian permintaan (demand), industri (market), struktur pendapatan, dan keuangan; 93 h) memetakan...

138 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA h) memetakan risiko dan upaya mitigasi yang diperlukan; i) mengidentifikasi awal atas dampak lingkungan dan sosial; j) menetapkan persyaratan pelaksanaan KPBU, termasuk landasan hukum, dan tindak lanjut yang diperlukan berkaitan dengan pengadaan tanah dan pemukiman kembali; dan k) mengidentifikasi kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/ atau Jaminan Pemerintah. l) menentukan berbagai permasalahan pokok dan hambatannya serta usulan untuk mengatasi permasalahan. 2) Kajian akhir Prastudi Kelayakan bertujuan untuk memastikan: a) konsep KPBU dalam kajian awal Prastudi Kelayakan memperoleh persetujuan dari masing-masing pemangku kepentingan; b) konsep KPBU dalam kajian awal Prastudi Kelayakan telah dimutakhirkan dan disempurnakan berdasarkan masukan dari pemerintah, masyarakat, badan usaha, lembaga keuangan, dan/atau lembaga terkait lainnya; c) usulan permintaan Dukungan Pemerintah telah disampaikan oleh PJPK kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau Menteri Keuangan apabila hasil kajian awal mengindikasikan perlunya Dukungan Pemerintah untuk KPBU; d) usulan permintaan Jaminan Pemerintah telah disampaikan oleh PJPK kepada BUPI, apabila hasil kajian awal mengidentifikasikan perlunya Jaminan Pemerintah untuk KPBU; e) Tim KPBU telah terbentuk dan berfungsi; f) rencana dan jadwal waktu program penyiapan tapak termasuk pengadaan tanah dan program pemukiman kembali telah disiapkan, termasuk rancangan rencana anggaran dan jadwal pelaksanaannya telah diusulkan 94

139 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA dalam Rencana Kerja Pemerintah/Rencana Kerja Pemerintah Daerah; g) rancangan rencana anggaran dan jadwal pelaksanaan penyusunan kajian lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL) telah diusulkan dalam Rencana Kerja Pemerintah/ Rencana Kerja Pemerintah Daerah; dan h) langkah-langkah untuk menyelesaikan berbagai masalah hukum telah disusun. b. Konsultasi Publik, bertujuan untuk: 1) menjajaki kepatuhan terhadap norma sosial dan norma lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; 2) memperoleh masukan mengenai kebutuhan masyarakat terkait dengan rencana KPBU yang akan dikerjasamakan; dan 3) memastikan kesiapan KPBU. c. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding), bertujuan untuk memperoleh masukan dan tanggapan terhadap KPBU dari para pemangku kepentingan. d. Kegiatan pendukung, bila diperlukan terdiri dari: 1) pengajuan Dukungan Pemerintah, yang dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan; 2) pengajuan Jaminan Pemerintah, yang dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan; 3) kegiatan terkait dengan kajian lingkungan hidup; dan 4) pengajuan penetapan lokasi untuk KPBU, yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan izin lokasi KPBU dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. 95 B. Penyiapan...

140 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA B. Penyiapan Kajian Prastudi Kelayakan 1. Penyiapan kajian Prastudi Kelayakan dilakukan oleh PJPK. 2. Penyiapan kajian Prastudi Kelayakan terdiri dari penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan dan penyiapan kajian akhir Prastudi Kelayakan. 3. Kajian awal Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada angka 2, terdiri dari: a. kajian hukum dan kelembagaan; b. kajian teknis; c. kajian ekonomi dan komersial; d. kajian lingkungan dan sosial; e. kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur; f. kajian risiko; g. kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan h. kajian mengenai masalah yang perlu ditindaklanjuti (out standing issues). 4. Kajian hukum dan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, terdiri atas: a. analisis peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan tujuan untuk: 1) memastikan bahwa KPBU dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan aspek-aspek: a) pendirian Badan Usaha; b) penanaman modal; c) persaingan usaha; d) lingkungan; e) keselamatan kerja; f) pengadaan tanah; g) pembiayaan KPBU, termasuk mekanisme pembiayaan dan pendapatan; 96

141 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA h) perizinan KPBU; i) perpajakan; dan j) peraturan-peraturan terkait lainnya. 2) menentukan risiko hukum dan strategi mitigasinya; 3) mengkaji kemungkinan penyempurnaan peraturan perundangundangan, atau penerbitan peraturan perundang-undangan yang baru; 4) menentukan jenis-jenis perizinan/persetujuan yang diperlukan; dan 5) menyiapkan rencana dan jadwal untuk memenuhi persyaratan peraturan dan hukum berdasarkan kajian pada angka 4. b. analisis kelembagaan, yang dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) memastikan kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah sebagai PJPK dalam melaksanakan KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi infrastuktur; 2) melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dengan menentukan peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang berkaitan dalam pelaksanaan KPBU; 3) menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan kegiatan penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan, dan penyelesaian kajian akhir Prastudi Kelayakan, serta menentukan sistem pelaporan Tim KPBU kepada PJPK; 4) menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan 5) menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan. 5. Kajian teknis sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b, terdiri atas: a. analisis teknis, yang bertujuan untuk: 97 1) menetapkan...

142 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 1) menetapkan standar kinerja teknis operasional yang diperlukan; 2) mempertimbangkan berbagai alternatif tapak, besaran proyek, kualitas, teknologi dan waktu pelaksanaan; 3) menetapkan kapasitas keluaran dan standar operasional yang dibutuhkan, serta menyiapkan rancangan awal yang layak secara teknis; 4) mengidentifikasi dan menilai Barang Milik Negara dan/atau Daerah yang dibutuhkan dan menyiapkan daftar Barang Milik Negara dan/atau Daerah yang akan digunakan untuk pelaksanaan KPBU; 5) mengidentifikasi ketersediaan pasokan sumber daya untuk keberlangsungan KPBU, apabila diperlukan; 6) mengidentifikasi persyaratan dan ketersediaan input sekurangkurangnya meliputi sumber daya manusia, bahan baku, pelayanan jasa, akses menuju tapak; 7) menentukan perkiraan biaya KPBU dan asumsi perhitungan biaya KPBU; 8) memperkirakan dan menentukan pendapatan (revenue), biaya modal, biaya operasional dan biaya pemeliharaan dengan berbagai pilihan; 9) menyiapkan rencana pembiayaan yang sesuai denga jadwal konstruksi, perkiraan biaya operasional, perkiraan biaya pemeliharaan, dan estimasi biaya siklus kesinambungan KPBU; dan 10) mengidentifikasi standar pelayanan minimum. b. penyiapan tapak termasuk jalur, apabila diperlukan, yang dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) kesesuaian tapak dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); 2) kesesuaian tapak dengan kebutuhan operasional dan bahan baku; 98

143 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3) ketersediaan pelayanan jasa dan bahan baku; 4) kondisi tapak yang diusulkan dan kesesuaian dengan kebutuhan KPBU; 5) konfirmasi kepemilikan tanah dan hambatan-hambatan yang timbul; 6) perkiraan biaya pengadaan tanah dengan berbagai pilihan; dan 7) rencana dan jadwal pelaksanaan program pengadaan tanah dan pemukiman kembali. c. rancang bangun awal, yang memuat rancangan teknis dasar KPBU termasuk lingkup KPBU yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari masing-masing sektor; d. spesifikasi keluaran, yang meliputi: 1) standar pelayanan minimum yang meliputi kuantitas, kualitas dan ketersediaan (availibility); 2) jadwal indikatif untuk pekerjaan konstruksi dan penyediaan peralatan; 3) kepatuhan atas masalah lingkungan, sosial dan keselamatan; 4) persyaratan pengalihan aset sesuai perjanjian KPBU; dan 5) pengaturan pemantauan pada setiap tahapan: a) konstruksi; b) operasi komersial; dan c) berakhirnya perjanjian KPBU. 6. Kajian ekonomi dan komersial sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c, mencakup substansi sebagai berikut: a. analisis permintaan (demand), yang bertujuan untuk memahami kondisi pengguna layanan. Analisis permintaan ini dilakukan dengan paling kurang memuat: 1) survei kebutuhan nyata (real demand survey) untuk mendapatkan gambaran yang akurat seperti mengenai perkiraan kebutuhan, 99 ketertarikan...

144 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ketertarikan, kemauan dan kemampuan pengguna untuk membayar, kinerja pembayaran, serta tingkat pelayanan yang diharapkan; dan 2) penentuan sumber dan tingkat pertumbuhan permintaan dengan berbagai skenario (uji elastisitas permintaan). b. analisis pasar (market), yang bertujuan untuk mengetahui tingkat ketertarikan industri dan kompetisi. Analisis pasar ini dilakukan dengan paling kurang memuat: 1) penyampaian rencana KPBU kepada publik dalam rangka penjajakan minat calon investor terhadap KPBU; 2) pengumpulan tanggapan dan penilaian calon investor terhadap kelayakan, risiko serta kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/ atau Jaminan Pemerintah untuk KPBU; 3) pengumpulan tanggapan dan penilaian lembaga keuangan nasional dan internasional dan/atau institusi lainnya mengenai potensi pemberian dan indikasi besaran pinjaman yang bisa dialokasikan dalam KPBU; 4) pemilihan strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat dalam proses pengadaan KPBU; dan 5) penilaian mengenai struktur pasar untuk menentukan tingkat kompetisi pada sektor yang bersangkutan. c. Analisis struktur pendapatan KPBU, yang bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pendapatan yang optimal bagi KPBU dengan mempertimbangkan hasil analisis permintaan, kemampuan pembiayaan Kementerian/Lembaga/Daerah yang bersangkutan, serta tingkat kelayakan KPBU selama masa KPBU, analisis struktur pendapatan KPBU ini paling kurang memuat: 1) perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU selama masa kerjasama; 2) identifikasi pembayaran/tarif awal, mekanisme penyesuaian, 100

145 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA indeks acuan untuk membuat penyesuaian atas parameter yang digunakan selama jangka waktu perjanjian KPBU; 3) identifikasi dampak terhadap pendapatan dalam hal: a) terjadi kenaikan biaya KPBU (cost over run); b) pembangunan KPBU selesai lebih awal; dan c) pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan, sehingga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawback mechanism); d) terjadinya pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban. d. Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS), yang bertujuan untuk memastikan manfaat sosial dan ekonomi serta keberlanjutan KPBU yang berkaitan dengan efektivitas, ketepatan waktu, penggunaan dana, dan sumber daya publik selama masa KPBU, selain itu ABMS juga dimaksudkan untuk memberikan batasan maksimal besarnya Dukungan Pemerintah, sehingga manfaat bersih KPBU lebih besar dari Dukungan Pemerintah yang diberikan. ABMS ini dilakukan dengan memuat paling kurang: 1) perbandingan biaya dan manfaat dengan ada atau tanpa adanya KPBU; 2) biaya yang dimaksud dalam angka 1 didasarkan pada harga konstan, yang meliputi: a) biaya penyiapan KPBU; b) biaya modal; c) biaya operasional; d) biaya pemeliharaan; dan e) biaya-biaya lain akibat dari adanya proyek ) penilaian...

146 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3) penilaian/pengukuran manfaat proyek bagi masyarakat dan negara dengan mempertimbangkan paling kurang: a) penghematan oleh masyarakat; dan b) penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang diperoleh. 4) penentuan biaya ekonomi yang dilakukan dengan mengubah harga finansial menjadi harga ekonomi (shadow price) untuk setiap masukan dan keluaran berdasarkan faktor konversi ekonomi yang sesuai; 5) penentuan manfaat ekonomi dilakukan dengan mengkonversikan manfaat tersebut menjadi kuantitatif; 6) parameter penilaian kelayakan ekonomi dilakukan melalui pendekatan EIRR dan ENPV dengan menggunakan tingkat diskonto ekonomi atau sosial (economic atau social discount rate); dan 7) analisis sensitivitas untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek. e. analisis keuangan, dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) analisis keuangan bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial KPBU dengan menggunakan asumsi yang didasarkan pada: a) informasi ekonomi makro (nilai tukar, inflasi, dan suku bunga) yang dikeluarkan oleh otoritas lembaga resmi seperti Bank Indonesia dan BPS; b) analisis biaya modal yang terdiri dari biaya proyek, asumsi bunga dan eskalasi biaya dari KPBU; 102

147 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA c) biaya operåyusutan dan nilai buku pada akhir masa konsesi; e) perhitungan biaya-biaya lain terkait KPBU termasuk biaya pemukiman kembali, pemeliharaan lingkungan, perijinan, dan biaya tidak langsung (management overhead cost); f) biaya mitigasi risiko; dan g) perhitungan pendapatan yang didasarkan pada hasil analisis kebutuhan dan analisis struktur pendapatan. 2) analisis keuangan dilakukan dengan cara: a) menetapkan rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan dalam KPBU, sesuai dengan rasio yang umum digunakan di Indonesia; b) menentukan tingkat biaya modal rata-rata tertimbang/ WACC sesuai dengan rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan, tingkat suku bunga pinjaman, serta biaya ekuitas; c) menentukan tingkat imbal hasil keuangan/firr pada KPBU; d) menentukan rasio cakupan pembayaran hutang (Debt Service Coverage Ratio - DSCR) dengan menghitung besarnya kas yang tersedia untuk membayar kewajiban (pokok pinjaman dan bunga) yang akan jatuh tempo pada tahun berjalan; e) menentukan besaran imbal hasil ekuitas (Return On Equity - ROE); f) menentukan besaran FNPV dan metode pengembalian investasi (payback period); g) menyajikan proyeksi arus kas KPBU; 103 h) menyajikan...

148 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA h) menyajikan proyeksi arus kas dan laporan laba rugi Badan Usaha Pelaksana; i) menyajikan sensitivitas KPBU dalam berbagai pilihan analisis keuangan dalam nilai rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya disetarakan dengan rupiah; j) menentukan bentuk dan nilai Dukungan Pemerintah; dan k) menentukan besaran premi Jaminan Pemerintah. 7. Kajian lingkungan dan sosial sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d meliputi: a. kajian lingkungan hidup bagi KPBU yang wajib AMDAL, yang dilakukan mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) melakukan penapisan yang bertujuan untuk: a) menetapkan potensi dampak penting yang akan timbul dari KPBU; b) menetapkan klasifikasi KPBU dalam memperkirakan dampak yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; c) menentukan peningkatan kapasitas dan program pelatihan untuk melaksanakan program perlindungan lingkungan, jika diperlukan; d) memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk perizinan yang berkaitan dengan kepentingan lingkungan hidup; dan e) menyiapkan rencana dan jadwal untuk melaksanakan program kepatuhan lingkungan dan melakukan pencatatan untuk persetujuan lingkungan. 2) penyeleksian digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL). 3) prosedur dalam melakukan kajian dampak lingkungan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- 104

149 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA undangan di bidang lingkungan hidup. 4) PJPK bertanggung jawab untuk menyusun dokumen AMDAL bagi KPBU yang terdiri dari dokumen KA-ANDAL, ANDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup sebagai dasar penilaian dan izin lingkungan dari Menteri/Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. b. kajian lingkungan hidup bagi KPBU yang wajib memiliki UKL-UPL, dilakukan mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) mengisi ringkasan informasi awal yang meliputi: a) identitas pemrakarsa, yaitu PJPK atau Badan Usaha Calon Pemrakarsa; b) rencana usaha dan/atau kegiatan; c) dampak lingkungan yang akan terjadi; dan d) program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. 2) ringkasan informasi awal sebagaimana dimaksud pada angka 1), diajukan kepada: a) Bupati/Walikota, untuk KPBU yang berlokasi pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan di wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut kewenangan provinsi; b) Gubernur, untuk KPBU yang berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) propinsi; di lintas kabupaten/kota; dan/atau di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan; c) Menteri, untuk KPBU yang berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah propinsi; di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang dalam sengketa dengan negara lain; di wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil laut diukur dari 105 garis...

150 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA garis pantai kearah laut lepas; dan/atau di lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain. 3) Setelah memeriksa dan menyatakan tidak ada kekurangan dari data yang diisikan, Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota mengeluarkan rekomendasi yang selanjutnya diajukan kepada pejabat yang berwenang sebagai dasar penerbitan izin untuk melakukan usaha atau kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. c. analisis sosial, diperlukan untuk: 1) menentukan dampak sosial KPBU terhadap masyarakat dan menyusun rencana mitigasinya; 2) menentukan lembaga yang bertanggung jawab untuk pembebasan tanah dan pemukiman kembali; 3) menentukan pihak-pihak yang akan terkena dampak oleh proyek dan kompensasi yang akan diberikan, bila diperlukan; 4) memperkirakan kapasitas lembaga untuk membayar kompensasi dan melaksanakan rencana pemukiman kembali, bila diperlukan; dan 5) menentukan rencana pelatihan dalam rangka melaksanakan program perlindungan sosial untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang terkena dampak. d. rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali, mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) menyiapkan dokumen perencanaan pengadaan tanah terlebih dahulu; 2) PJPK bertanggung jawab untuk menyiapkan dokumen perencanaan pengadaan tanah yang merupakan persyaratan untuk memperoleh penetapan lokasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 3) Izin Lingkungan diperlukan untuk memperoleh surat penetapan lokasi, selain dokumen rencana pengadaan tanah; dan 106

151 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 4) rencana pemukiman kembali, yang merupakan bagian dari rencana pengadaan tanah, disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan. 8. Kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf e, mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. pemilihan bentuk KPBU dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: 1) kepastian ketersediaan Infrastruktur tepat pada waktunya; 2) optimalisasi investasi oleh Badan Usaha; 3) maksimalisasi efisiensi yang diharapkan dari pengusahaan Infrastruktur oleh Badan Usaha; 4) kemampuan Badan Usaha untuk melakukan transaksi; 5) alokasi resiko; dan 6) kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik. b. bentuk KPBU harus mencakup sekurang-kurangnya: 1) lingkup KPBU, mencakup sebagian atau seluruh proses kegiatan KPBU, seperti membiayai, merancang, membangun, merehabilitasi, mengoperasikan, memelihara, dan lainnya; 2) jangka waktu dan penahapan KPBU; 3) identifikasi keterlibatan pihak ketiga, seperti off-taker, penyedia bahan baku, dan lainnya; 4) skema pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau Barang Milik Daerah selama perjanjian KPBU; 5) status kepemilikan aset KPBU selama jangka waktu perjanjian KPBU dan pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian KPBU; dan 107 6) bentuk...

152 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 6) bentuk partisipasi pemerintah dalam Badan Usaha Pelaksana KPBU, seperti penyertaan modal atau bentuk lainnya. 9. Kajian risiko sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf f, dilakukan dengan memenuhi ketentuan, sebagai berikut: a. analisis risiko bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan. b. analisis risiko dilakukan dengan cara: 1) melakukan identifikasi risiko; 2) mengukur besaran risiko; 3) menentukan alokasi risiko; dan 4) menyusun mitigasi risiko. 10. Kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf g, meliputi: a. analisis Dukungan Pemerintah, yang bertujuan untuk mengidentifikasi perlu atau tidaknya Dukungan Pemerintah guna meningkatkan kelayakan keuangan KPBU. b. dukungan Pemerintah dapat diberikan dalam bentuk: 1) dukungan kelayakan KPBU (Viability Gap Fund) yang diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Keuangan; 2) insentif perpajakan; dan/atau 3) dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang undangan. c. analisis Jaminan Pemerintah yang bertujuan untuk mengidentifikasi perlu atau tidaknya Jaminan Pemerintah untuk mengurangi risiko Badan Usaha yang dapat diberikan oleh Menteri Keuangan melalui BUPI sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 11. Kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf h, antara lain: a. identifikasi isu-isu kritis yang harus ditindaklanjuti; 108

153 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA b. menyusun rencana penyelesaian isu-isu kritis pada huruf a, termasuk strategi penyelesaian dan penanggung jawab; dan c. jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persiapan KPBU. 12. Kajian akhir Prastudi Kelayakan, terdiri dari penyempurnaan data dengan kondisi terkini dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU yang sebelumnya telah tercakup dalam kajian awal Prastudi Kelayakan, termasuk penyelesaian hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. C. Konsultasi Publik PJPK menetapkan Konsultasi Publik yang dapat dilakukan pada setiap tahap penyiapan KPBU untuk melakukan penjelasan dan penjabaran terkait dengan KPBU dan sekurang-kurangnya menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1. Penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan yang menghadiri Konsultasi Publik; dan 2. Evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik dan implementasinya dalam KPBU. D. Penjajakan Minat Pasar Pada Tahap Penyiapan 1. PJPK dapat melakukan Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) antara lain melalui kegiatan pertemuan dua pihak (one-on-one meeting) dan promosi KPBU dengan calon investor, lembaga keuangan nasional dan internasional, serta pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pelaksanaan KPBU; 2. Penjajakan Minat Pasar dapat dilakukan lebih dari satu kali. E. Kegiatan Pendukung Selama Tahap Penyiapan KPBU Kegiatan pendukung yang dapat dilakukan pada tahap penyiapan diantaranya: Kegiatan...

154 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 1. Kegiatan untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Kegiatan untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. 2. Kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan tanah a. pada saat proses kajian akhir Prastudi Kelayakan dimulai, PJPK melakukan penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali. b. selama proses kajian akhir Prastudi Kelayakan, 1) PJPK melakukan penyelesaian dokumen perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali; dan 2) PJPK memulai proses untuk mendapatkan persetujuan atas rancangan anggaran dan jadwal pelaksanaan KPBU berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup Bagi KPBU yang diwajibkan memiliki AMDAL, maka pada tahap penyiapan KPBU, PJPK melakukan proses kajian lingkungan hidup dengan mengikuti mekanisme AMDAL sebagai berikut: a. pengumuman mengenai rencana kegiatan dan melakukan Konsultasi Publik dengan masyarakat mengenai lingkungan hidup sehubungan rencana pelaksanaan KPBU. b. konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam huruf a, bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai dampak yang diterima masyarakat sekitar lokasi rencana pelaksanaan KPBU, apabila KPBU dilaksanakan. c. pada saat proses kajian akhir Prastudi Kelayakan dimulai, PJPK dengan didampingi oleh konsultan lingkungan hidup mulai melakukan kegiatan penyusunan dokumen AMDAL atau UKL-UPL. 110

155 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA d. dalam hal KPBU tidak diwajibkan untuk melakukan penyusunan dokumen AMDAL, proses pengajuan Izin Lingkungan dapat dilakukan berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh instansi yang berwenang. F. Dokumen-Dokumen Pada Tahap Penyiapan KPBU 1. Dokumen yang harus disiapkan pada tahap Penyiapan KPBU adalah Dokumen Prastudi Kelayakan. 2. Dokumen Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 terdiri atas Dokumen Kajian Awal Prastudi Kelayakan dan Dokumen Kajian Akhir Prastudi Kelayakan. 3. Dokumen Prastudi Kelayakan berisi hasil kajian-kajian yang telah dilakukan dalam Bagian B di atas serta dilengkapi dengan ringkasan eksekutif. BAB IV TAHAP TRANSAKSI KPBU A. Ketentuan Umum 1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah bertindak sebagai PJPK dalam tahap transaksi KPBU. 2. PJPK memastikan ketersediaan anggaran pada tahap transaksi KPBU untuk sekurang-kurangnya meliputi kegiatan pengadaan Badan Usaha Pelaksana dan pengadaan tanah. 3. PJPK dibantu oleh Tim KPBU dalam melaksanakan kegiatan pada tahap transaksi hingga tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close), termasuk dalam kegiatan pengadaan Badan Usaha Pelaksana, apabila diperlukan PJPK...

156 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 4. PJPK membentuk Panitia Pengadaan untuk melaksanakan kegiatan pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada tahap transaksi KPBU, setelah menyelesaikan Dokumen Prastudi Kelayakan. 5. Peran dan tanggung jawab Panita Pengadaan sebagaimana dimaksud pada angka 4, diatur melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. 6. Badan Penyiapan pada tahap transaksi adalah: a. Badan Penyiapan yang melanjutkan tugas dari tahap penyiapan sampai tahap transaksi sebagaimana dimaksud pada Bab III; atau b. Badan Usaha yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas di tahap transaksi. 7. Biaya Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada angka 6, dibayarkan dengan tata cara pembayaran secara berkala (retainer fee), pembayaran secara penuh (lump sum), gabungan pembayaran secara berkala dan penuh, dan/atau tata cara lain yang disepakati antara Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah dengan Badan Penyiapan. 8. Badan Penyiapan dapat memperoleh Imbalan Keberhasilan (Success Fee) dalam hal tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close) berdasarkan kesepakatan dengan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah. 9. PJPK menetapkan biaya Imbalan Keberhasilan (Success Fee) maksimum sebesar 25% dari total biaya yang dikeluarkan oleh Badan Penyiapan. 10. Tahap Transaksi KPBU, terdiri dari: a. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding); b. Penetapan lokasi KPBU; c. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; 112

157 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA d. Penandatanganan Perjanjian KPBU; dan e. Pemenuhan pembiayaan (Financial Close). B. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) 1. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) bertujuan untuk memperoleh masukan, tanggapan dan mengetahui minat terhadap KPBU. 2. PJPK melakukan Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) antara lain melalui kegiatan pertemuan dua pihak (one-on-one meeting) dan promosi KPBU dengan calon investor, lembaga keuangan nasional dan internasional, serta pihak lain yang memiliki potensi dalam pelaksanaan KPBU. 3. Penjajakan Minat Pasar dapat dilakukan lebih dari satu kali. 4. Berdasarkan hasil dari Penjajakan Minat Pasar yang dilakukan oleh PJPK, Panitia Pengadaan dapat melakukan perubahan terhadap rancangan Dokumen Pengadaan. C. Penetapan Lokasi KPBU 1. PJPK memastikan kesesuaian dokumen perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali berkaitan dengan rencana KPBU untuk mendapatkan penetapan lokasi. 2. PJPK memastikan KPBU telah mendapatkan Izin Lingkungan. 3. PJPK mengajukan permohonan penetapan lokasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Penetapan lokasi untuk KPBU dilakukan sebelum tahap Prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana KPBU. Pengadaan Badan Usha Pelaksana dilaksanakan setelah penetapan lokasi untuk tanah yang belum tersedia. Sedangkan untuk tanah milik negara/ 113 daerah...

158 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA daerah untuk pelaksanaan KPBU yang sudah tersedia mengikuti mekanisme Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. D. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana 1. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana mencakup persiapan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. E. Penandatanganan Perjanjian KPBU 1. Pelaksanaan penandatanganan perjanjian KPBU a. Pemenang lelang harus mendirikan Badan Usaha Pelaksana yang akan menandatangani Perjanjian KPBU. b. Badan Usaha Pelaksana harus telah didirikan secara sah selambatlambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Surat Penetapan Pemenang Lelang oleh PJPK. c. Perjanjian KPBU akan ditandatangani oleh PJPK dan Badan Usaha Pelaksana, selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja setelah terbentuknya Badan Usaha Pelaksana. d. Perjanjian KPBU mengatur ketentuan mengenai manajemen pelaksanaan KPBU. e. Perjanjian KPBU akan berlaku efektif setelah semua persyaratan pendahuluan yang ditetapkan dalam Perjanjian KPBU telah dipenuhi oleh masing-masing pihak. f. Persyaratan pendahuluan sebagaimana dimaksud pada huruf e, antara lain terdapat persetujuan Jaminan Pemerintah dan terdapat 114

159 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA perizinan-perizinan yang diperlukan oleh Badan Usaha Pelaksana untuk melaksanakan bidang usahanya. g. Pemenuhan pembiayaan (financial close) bukan merupakan persyaratan pendahuluan agar Perjanjian KPBU menjadi efektif. h. Dalam hal semua persyaratan pendahuluan telah dipenuhi, PJPK akan menerbitkan berita acara yang menyatakan bahwa perjanjian KPBU telah berlaku efektif. 2. Manajemen Pelaksanaan Perjanjian KPBU a. Manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan penyediaan jasa/layanan, serta pelaksanaan hak dan kewajiban masing masing dari PJPK dan Badan Usaha Pelaksana telah dipenuhi sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian KPBU. b. Manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan pada 4 (empat) masa, yaitu: 1) Prakonstruksi; 2) Konstruksi; 3) Operasi komersial; dan 4) Masa berakhirnya perjanjian KPBU. c. Dalam kegiatan manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU dilaksanakan, PJPK memastikan pelaksanaan perjanjian penjaminan dan perjanjian regres agar tidak menyimpang dari ketentuan- ketentuan yang telah disepakati sebelumnya. d. Simpul KPBU membantu PJPK untuk mengawasi dan mengendalikan jalannya pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disepakati dan tercantum dalam perjanjian KPBU. e. Masa Prakonstruksi 115 1). Manajemen...

160 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 1) Manajemen pelaksanaan pada saat prakonstruksi terhitung sejak penandatanganan perjanjian KPBU sampai dengan pemenuhan pembiayaan (financial close). 2) Simpul KPBU bertugas melaksanakan pengawasan pelaksanaan perjanjian KPBU dan pemenuhan pembiayaan (financial close). 3) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 2), Simpul KPBU dapat dibantu oleh tim. f. Masa Konstruksi 1) Manajemen pelaksanaan pada saat konstruksi terhitung sejak dimulainya konstruksi sampai dengan proyek KPBU beroperasi secara komersial. 2) Simpul KPBU melaksanakan manajemen pelaksanaan atas: a) rancangan fasilitas baru atau penjelasan atas pelayanan yang akan disediakan; b) penggabungan fasilitas baru dengan fasilitas yang telah ada; c) hak untuk menyampaikan permasalahan terkait dengan kegagalan dan ketidakmampuan Badan Usaha Pelaksana untuk memenuhi perjanjian KPBU; d) penundaan atau perubahan jadwal konstruksi; e) variasi disain konstruksi, apabila diminta oleh PJPK; f) kesiapan pekerjaan/operasi; g) pemantauan atas kesesuaian perencanaan teknik dengan pelaksanaan konstruksi; h) permasalahan mengenai tenaga kerja; dan i) risiko yang ditanggung oleh PJPK. 3) Apabila terjadi pengalihan saham Badan Usaha Pelaksana sebelum proyek KPBU beroperasi secara komersial, Simpul KPBU melakukan kegiatan yang meliputi: 116

161 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA a) penetapan kriteria pengalihan saham oleh PJPK yang meliputi: i. pengalihan saham tidak boleh menunda jadwal mulai beroperasinya KPBU; dan ii. g. Masa Operasi pemegang saham pengendali yang merupakan pemimpin konsorsium dilarang untuk mengalihkan sahamnya sampai dengan dimulainya operasi komersial dari KPBU. b) melakukan kualifikasi terhadap calon pemegang saham baru Badan Usaha Pelaksana yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada saat dilaksanakan prakualifikasi pelelangan umum Badan Usaha Pelaksana; c) mengajukan persetujuan kepada PJPK, apabila calon pemegang saham baru telah memenuhi seluruh kriteria pengalihan saham yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan kualifikasi; dan d) menyiapkan konsep persetujuan pengalihan saham yang akan ditandatangani oleh PJPK. 1) Manajemen pelaksanaan pada saat operasi terhitung sejak KPBU beroperasi secara komersial sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian KPBU. 2) Simpul KPBU melaksanakan manajemen pelaksanaan terhadap: a) pelaksanaan perjanjian KPBU; dan b) pemantauan standar kinerja jasa/layanan sesuai dengan perjanjian KPBU ) Dalam...

162 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3) Dalam hal pemantauan pelaksanaan pemberian penjaminan pada masa operasi, Simpul KPBU melakukan koordinasi dengan BUPI. h. Masa Berakhirnya Perjanjian KPBU 1) Menjelang masa berakhirnya perjanjian KPBU, Simpul KPBU mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a) pengalihan kembali aset kepada PJPK (jika bentuk KPBU menggunakan opsi pengalihan); b) perjanjian KPBU harus mengatur secara spesifik kondisi proyek yang dikehendaki pada saat jangka waktu perjanjian KPBU berakhir dan KPBU dialihkan kepada PJPK; dan c) setiap sektor/sub sektor memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga diperlukan pertimbangan terhadap situasi dimana keadaan infrastruktur secara fisik dan ekonomi sudah tidak layak lagi sehingga diperlukan rehabilitasi atau renovasi. 2) Simpul KPBU melakukan penilaian aset yang meliputi kegiatan: a) meneliti dan menilai semua komponen sarana/sistem yang termasuk dalam perjanjian KPBU (penilaian dilakukan terhadap kondisi atau kinerja dan sisa usia masing-masing komponen sesuai tolak ukur yang disepakati); b) menghitung perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk operasi dan pemeliharaan rutin dan non rutin selama sisa usia; c) menilai ketersediaan suku cadang untuk sarana dan sistem yang secara teknis mungkin sudah tidak layak; d) melakukan evaluasi ketersediaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh PJPK; dan e) melakukan evaluasi terhadap efisiensi manajemen 118

163 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA pelaksanaan selama kerjasama berlangsung. 3) Dalam hal pengalihan aset, Simpul KPBU melakukan kegiatan: a) menyiapkan dan mengajukan izin pemeriksaan/pengujian terhadap semua aset KPBU untuk kepentingan pengalihan aset; b) melakukan pengujian dan pemeriksaan sarana fisik dan semua peralatan untuk kepentingan pengalihan aset sesuai dengan perjanjian KPBU; c) melakukan tindakan administrasi yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga semua aset tercatat atas nama PJPK; dan d) menyiapkan dan membuat Berita Acara Serah Terima Aset yang ditandatangani oleh Badan Usaha Pelaksana dan PJPK. 3. Dokumen-Dokumen pada Pelaksanaan Manajemen KPBU a. Dokumen-dokumen yang harus disampaikan oleh Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK pada masa pra konstruksi meliputi: 1) rencana terperinci pelaksanaan proyek KPBU termasuk rancang bangun rinci (detail engineering design); 2) seluruh salinan perjanjian yang telah ditandatangani oleh Badan Usaha Pelaksana dengan pihak ketiga meliputi perjanjian perancangan, penyediaan dan pembangunan (engineering procurement construction contract) atau perjanjian pengoperasian dan pemeliharaan (operation and maintenance contract); 3) laporan administrasi; 119 4) lapran...

164 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 4) laporan kemajuan pekerjaan, terutama dalam kaitannya dengan upaya Badan Usaha Pelaksana untuk mencapai pemenuhan pembiayaan (financial close); dan 5) persetujuan pemutakhiran Izin Lingkungan. b. Dokumen-dokumen yang harus disampaikan oleh Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK pada masa konstruksi meliputi: 1) laporan administrasi; 2) laporan kemajuan pekerjaan (laporan bulanan dan laporan tahunan dan/atau laporan khusus); 3) laporan kinerja (laporan bulanan dan laporan tahunan dan/atau laporan khusus); dan 4) laporan keuangan tahunan. c. Dokumen-dokumen yang harus disampaikan oleh Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK pada masa operasi meliputi: 1) laporan administrasi; 2) laporan kinerja (laporan bulanan dan laporan tahunan dan/atau laporan khusus); dan 3) laporan keuangan tahunan. d. Dokumen-dokumen yang harus disampaikan oleh Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK pada saat berakhirnya perjanjian KPBU meliputi: 1) laporan keuangan tahunan terakhir; 2) laporan penilaian aset; 3) berita acara pemeriksaan aset; dan 4) berita acara pengalihan aset. 120

165 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA F. Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close) 1. Pemenuhan Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman dinyatakan telah terlaksana apabila: a. telah ditandatanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai seluruh KPBU; dan b. sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. 2. Dalam hal KPBU terbagi dalam beberapa tahapan, pemenuhan pembiayaan dinyatakan terlaksana apabila: a. telah ditandanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan KPBU; dan b. sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. 3. Dalam jangka waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah Badan Usaha Pelaksana menandatangani Perjanjian KPBU, Badan Usaha Pelaksana harus telah memperoleh pembiayaan atas KPBU. 4. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat diperpanjang dari waktu ke waktu oleh PJPK apabila kegagalan memperoleh pembiayaan bukan disebabkan oleh kelalaian Badan Usaha Pelaksana, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PJPK. 5. Setiap perpanjangan jangka waktu oleh PJPK sebagaimana dimaksud pada angka 4 diberikan paling lama 6 (enam) bulan. 6. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada angka 5 tidak dapat dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana, maka Perjanjian KPBU berakhir dan jaminan pelaksanaan berhak dicairkan oleh PJPK. 121 G. Kegiatan...

166 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA G. Kegiatan-Kegiatan Pendukung Selama Tahap Transaksi Kegiatan pendukung yang dapat dilakukan pada tahap transaksi diantaranya: 1. Kegiatan yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup a. Untuk melengkapi Dokumen Prastudi Kelayakan, PJPK wajib menyelesaikan seluruh penyusunan dokumen AMDAL atau mengisi formulir UKL-UPL. b. Dokumen AMDAL yang telah selesai disusun diajukan kepada Menteri atau Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya melalui sekretariat komisi penilai AMDAL yang ada di tingkat pusat, propinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. c. Formulir UKL-UPL yang telah diisi disampaikan kepada Menteri atau Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya untuk kemudian dijadikan dasar dikeluarkannya rekomendasi UKL-UPL. d. Memastikan telah didapatkannya surat keputusan kelayakan lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL dari Menteri, Gubernur atau Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. e. Menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelaksana seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL dan Izin Lingkungan. 2. Kegiatan yang berkaitan pengadaan tanah dan pemukiman kembali a. PJPK memastikan ketersediaan anggaran untuk melakukan pengadaan tanah. b. Pada saat dimulainya proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana, PJPK memastikan proses pengadaan tanah sudah mulai dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pertanahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. c. Pengandaan tanah untuk pelaksanaan KPBU yang dilakukan pada 122

167 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA tanah milik negara/daerah, mengikuti peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah. d. PJPK memanfaatkan informasi yang terdapat di dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup untuk menyelesaikan program pengadaan tanah dan pemukiman kembali. e. Pada awal proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana dimulai, PJPK memastikan program pemukiman kembali sudah dilaksanakan, jika diperlukan. f. Pada akhir proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, PJPK memastikan pengadaan tanah sudah dilaksanakan melalui lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pertanahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Kegiatan yang berkaitan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Kegiatan sehubungan dengan Dukungan Pemerintah dan/ atau Jaminan Pemerintah diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. H. Dokumen-Dokumen pada Tahap Transaksi KPBU 1. Dokumen-dokumen pada tahap transaksi KPBU terdiri dari: a. Dokumen Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan dan/atau Jaminan Pemerintah, apabila diperlukan; b. Dokumen Pengadaan; c. Dokumen Perjanjian KPBU; d. Dokumen Perjanjian Penjaminan, apabila diperlukan; dan e. Dokumen Perjanjian Regres, apabila diperlukan. 2. Dokumen Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan dan/atau Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, diatur lebih 123 lanjut...

168 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. 3. Dokumen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. 4. Dokumen Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c, sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan, sebagai berikut: a. lingkup pekerjaan; b. jangka waktu; c. jaminan pelaksanaan; d. tarif dan mekanisme penyesuaiannya; e. hak dan kewajiban termasuk alokasi resiko; f. standar kinerja pelayanan; g. pengalihan saham sebelum KPBU beroperasi secara komersial; h. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian; i. pemutusan atau pengakhiran perjanjian; j. status kepemilikan aset; k. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan; l. mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha Pelaksana dalam melaksanakan pengadaan; m. mekanisme perubahan pekerjaan dan/atau layanan; n. mekanisme hak pengambilalihan oleh Pemerintah dan pemberi pinjaman; o. penggunaan dan kepemilikan aset Infrastruktur dan/atau pengelolaanya kepada PJPK; p. pengembalian aset Infrastruktur dan/atau pengelolaannya kepada PJPK; 124

169 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA q. keadaan memaksa (force majeure); r. pernyataan dan jaminan para pihak bahwa perjanjian KPBU sah dan mengikat para pihak dan telah sesuai dengan peraturan perundangundangan; s. penggunaan bahasa dalam Perjanjian, yaitu Bahasa Indonesia atau apabila diperlukan dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (sebagai terjemahan resmi/official translation), serta menggunakan Bahasa Indonesia dalam penyelesaian perselisihan di wilayah hukum Indonesia; t. manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU; dan u. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia. 5. Dokumen Perjanjian Penjaminan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d, diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai Jaminan Pemerintah. 6. Dokumen Perjanjian Regres sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf e, diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Jaminan Pemerintah. BAB V TATA CARA PELAKSANAAN PROYEK KPBU ATAS PRAKARSA BADAN USAHA A. Ketentuan Umum 1. Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa KPBU dengan mengusulkan kepada PJPK berdasarkan tata cara pelaksanaan KPBU atas prakarsa Badan Usaha. 2. Usulan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1, dievaluasi oleh PJPK sebelum ditetapkan sebagai KPBU atas prakarsa Badan Usaha Tata...

170 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3. Tata Cara Pelaksanaan KPBU atas prakarsa Badan Usaha bertujuan untuk: a. memastikan transparansi dan persaingan dalam pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana berdasarkan perjanjian KPBU; b. meningkatkan akuntabilitas dan tata kelola yang baik dari PJPK dalam melaksanakan KPBU atas prakarsa Badan Usaha; dan c. memastikan kesiapan Badan Usaha dalam menyiapkan usulan KPBU atas prakarsa Badan Usaha dengan memberikan pedoman mengenai: 1) tujuan usulan KPBU diajukan; 2) informasi dan dokumen yang dipersyaratkan dalam KPBU usulan Calon Pemrakarsa; dan 3) tahapan dan langkah-langkah serta kerangka waktu dalam proses pengambilan keputusan untuk memberikan persetujuan atas usulan KPBU yang diprakarsai oleh Badan Usaha. B. Tahapan proses persetujuan Usulan KPBU atas Prakarsa Badan Usaha. 1. Proses untuk memperoleh persetujuan dari PJPK bagi Calon Pemrakarsa untuk mempersiapkan KPBU dengan menyelesaikan Dokumen Prastudi Kelayakan, terdiri dari 4 (empat) kegiatan: a. Calon Pemrakarsa menyampaikan surat pernyataan maksud (letter of intent) untuk mengajukan usulan pengembangan KPBU kepada PJPK. b. PJPK menilai Prastudi Kelayakan KPBU dengan kriteria: 1) terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; 2) layak secara ekonomi dan finansial; dan 3) Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. 126

171 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA c. PJPK menilai kualifikasi Calon Pemrakarsa dengan mengevaluasi kemampuan dan rekam jejak Calon Pemrakarsa dalam penyiapan, transaksi, pembiayaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan KPBU; d. PJPK membuat keputusan: 1) Dalam hal PJPK memberikan persetujuan atas Prastudi Kelayakan KPBU, PJPK menerbitkan surat persetujuan yang memuat: a) hak eksklusif Calon Pemrakarsa selama jangka waktu tertentu untuk menyelesaikan Studi Kelayakan KPBU; b) kewajiban untuk menyiapkan Studi Kelayakan dan mematuhi tata cara KPBU atas prakarsa Badan Usaha sesuai dengan Panduan Umum; dan c) kewajiban untuk menyampaikan usulan bentuk kompensasi. 2) Dalam hal Prastudi Kelayakan KPBU ditolak, PJPK menerbitkan surat pemberitahuan kepada Calon Pemrakarsa. 2. Ketentuan Dokumen Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan ketentuan dalam kajian awal Prastudi Kelayakan sebagaimana diatur dalam Bab III bagian B angka Setelah memperoleh persetujuan Prastudi Kelayakan dari PJPK, Calon Pemrakarsa melanjutkan penyelesaian Studi Kelayakan dan menyerahkannya kepada PJPK, termasuk: 1) rencana bentuk KPBU; 2) rencana pembiayaan proyek dan sumber dana; 3) rencana penawaran KPBU yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian; 4) kajian lingkungan hidup yang mengikuti mekanisme AMDAL (KA-ANDAL dan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup - Rencana 127 Pemantauan...

172 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Pemantauan Lingkungan Hidup) dan mekanisme UKL-UPL sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 5) kajian pengadaan tanah dan pemukiman kembali yang menghasilkan dokumen perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali. 4. Ketentuan Dokumen Studi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada angka 3 merupakan ketentuan dalam kajian akhir Prastudi Kelayakan sebagaimana diatur dalam Bab III bagian B angka Dokumen Studi Kelayakan adalah dokumen uji tuntas (due diligence) yang disiapkan oleh Calon Pemrakarsa sebagai bentuk penawaran awal atas KPBU. 6. Selain menyerahkan Studi Kelayakan, Calon Pemrakarsa juga menyerahkan: a. dokumen pemenuhan persyaratan prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana; dan b. rencana dokumen pengadaan Badan Usaha Pelaksana. 7. PJPK mengevaluasi dan menilai secara mendalam Dokumen Studi Kelayakan, dengan kriteria: a. layak secara ekonomi dan finansial; dan b. tidak memerlukan Dukungan Pemerintah berupa kontribusi fiskal dalam bentuk finansial. 8. PJPK mengevaluasi kualifikasi Calon Pemrakarsa berdasarkan dokumen yang disampaikan. 9. Atas dasar evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 8, maka: a. Dalam hal Studi Kelayakan memperoleh persetujuan dari PJPK: 1) PJPK menerbitkan surat persetujuan yang berisi: a) persetujuan Studi Kelayakan; 128

173 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA b) penetapan usulan KPBU sebagai KPBU atas prakarsa Badan Usaha (unsolicited); c) penetapan Calon Pemrakarsa sebagai Badan Usaha Pemrakarsa; d) penetapan bentuk kompensasi; dan e) pemenuhan persyaratan prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana. 2) PJPK melakukan konsultasi kepada BUPI dalam hal terdapat indikasi diperlukan Jaminan Pemerintah, dan mengkomunikasikan dokumen Prastudi Kelayakan untuk dapat dimulainya proses permohonan untuk memperoleh Jaminan Pemerintah. b. Dalam hal menurut penilaian PJPK Studi Kelayakan masih memerlukan perbaikan, PJPK menerbitkan surat pemberitahuan kepada Calon Pemrakarsa untuk melakukan perbaikan sebagaimana diminta oleh PJPK; c. Dalam hal perbaikan Studi Kelayakan memperoleh persetujuan, PJPK menetapkan Calon Pemrakarsa sebagai Pemrakarsa dan dianggap telah memenuhi persyaratan prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana; atau d. Dalam hal menurut penilaian PJPK Prastudi Kelayakan tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, PJPK menerbitkan surat pemberitahuan penolakan usulan KPBU kepada Calon Pemrakarsa. 10. Dalam hal bentuk kompensasi yang ditetapkan oleh PJPK sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf a butir 1).d) adalah pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha Pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match) sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan, maka: a. Badan Usaha Pemrakarsa tetap wajib mengikuti penawaran sebagaimana disyaratkan dalam Dokumen Pengadaan. 129 b) Seluruh...

174 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA b. Seluruh Studi Kelayakan beserta dokumen-dokumen pendukungnya serta merta beralih menjadi milik PJPK tanpa memperoleh bayaran atau kompensasi dalam bentuk apapun. 11. Dalam hal pemberian kompensasi yang ditetapkan oleh PJPK sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf a butir 1).d) adalah dalam bentuk pembelian Prakarsa KPBU termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya oleh PJPK atau oleh pemenang lelang, maka: a. Badan Usaha Pemrakarsa diperkenankan mengikuti penawaran sebagaimana disyaratkan dalam Dokumen Pengadaan yang diatur lebih lanjut dalam peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. b. Pembelian prakarsa KPBU merupakan penggantian oleh PJPK atau oleh pemenang tender atas sejumlah biaya langsung yang berkaitan dengan penyiapan KPBU yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha Pemrakarsa; c. Besarnya biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha Pemrakarsa ditetapkan oleh PJPK berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh penilai independen yang ditunjuk oleh PJPK; d. Badan Usaha Pemrakarsa yang telah memperoleh kompensasi dalam bentuk pembelian prakarsa, dilarang menggunakan atau mengungkapkan sebagian maupun seluruhnya untuk tujuan apapun dan dengan siapapun tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari PJPK; 12. Dalam hal pengadaan tanah, PJPK secara formal menyiapkan proses pelaksanaan pengadaan tanah dengan terlebih dahulu mempersiapkan anggaran untuk pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundangundangan. 13. PJPK menyerahkan Dokumen Studi Kelayakan kepada BUPI untuk memperoleh Jaminan Pemerintah sesuai dengan mekanisme yang diatur melalui peraturan perundang-undangan, apabila diperlukan. 130

175 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA C. Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana atas Prakarsa Badan Usaha Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana atas prakarsa Badan Usaha mengikuti ketentuan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang diatur oleh peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. D. Penandatanganan Perjanjian KPBU Pelaksanaan penandatanganan perjanjian KPBU atas prakarsa Badan Usaha mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam BAB IV bagian E. E. Dokumen 1. Dokumen penting yang dihasilkan pada pelaksanaan Proyek KPBU atas Prakarsa Badan Usaha adalah: a. dokumen Prastudi Kelayakan. b. dokumen AMDAL (KA ANDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) atau formulir UKL-UPL yang telah diisi. c. dokumen rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali. d. dokumen Studi Kelayakan. e. dokumen permintaan penawaran. f. dokumen perjanjian KPBU. g. dokumen perjanjian penjaminan. h. dokumen perjanjian regres. 2. Dokumen Studi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d, antara lain: a. rencana rancang bangun KPBU; b. rencana bentuk KPBU; c. rencana pembiayaan KPBU dan sumber dana; dan d. rencana penawaran KPBU (mencakup jadwal, proses dan cara penilaian) Kerangka...

176 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3. Kerangka struktur dan isi dokumen sebagaimana pada angka 1 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h dan huruf 1 mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab IV. BAB VI PENUTUP Panduan Umum ini disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai pedoman pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi Badan Usaha dan pedoman bagi Menteri/ Kepala Lembaga/Kepala Daerah dalam penyusunan panduan pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing, agar penyelenggaraan penyediaan Infrastruktur dapat berjalan efektif dan efesien. MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, ttd ANDRINOF A. CHANIAGO Salinan Sesuai Dengan Aslinya Kepala Biro Hukum, Emmy Suparmiatun 132

177 133

178 134

179 ANAK LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN NO. 4 TAHUN 2015 ANAK LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN NO. 4 TAHUN

180 136

181 137

182 138

183 139

184 140

185 141

186 142

187 143

188 144

189 PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN KEPALA LKPP NO. 19 TAHUN

190 146

191 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 28 ayat 3 dan Pasal 40 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tetang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, perlu menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; 147 Mengingat...

192 Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 62); 2. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 314); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian dan Istilah Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala ini yang dimaksud dengan: 1. Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha dalam 148

193 Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. 2. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. 3. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau direksi Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4. Penyiapan KPBU yang selanjutnya disebut dengan Penyiapan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah sebagai PJPK yang menghasilkan antara lain prastudi kelayakan, rencana Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, penetapan tata cara pengembalian investasi, dan pengadaan tanah untuk KPBU. 5. Transaksi KPBU yang selanjutnya disebut dengan Transaksi adalah kegiatan yang terdiri dari Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, penandatanganan Perjanjian KPBU, dan pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana. 6. Badan Penyiapan KPBU, yang selanjutnya disebut dengan Badan Penyiapan adalah Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang dipilih melalui Kesepakatan atau Seleksi untuk melakukan pendampingan dan/atau pembiayaan Penyiapan dan Transaksi proyek KPBU atau hanya Transaksi Proyek KPBU. 7. Pengadaan adalah Pengadaan Badan Usaha Pelaksana KPBU dan Pengadaan Badan Penyiapan. 8. Badan Usaha Pelaksana KPBU, yang selanjutnya disebut dengan Badan 149 Usaha...

194 Usaha Pelaksana, adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau yang ditunjuk langsung. 9. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah rangkaian kegiatan pemilihan Badan Usaha untuk mendapatkan mitra kerjasama bagi PJPK untuk melaksanakan Proyek KPBU. 10. Pengadaan Badan Penyiapan adalah rangkaian kegiatan pemilihan Badan Usaha dan lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang memberikan pendampingan dan/atau pembiayaan Penyiapan dan Transakasi, atau hanya Transaksi Proyek KPBU. 11. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari Peserta untuk mengikuti proses pemilihan. 12. Seleksi adalah metode pemilihan Badan Penyiapan dengan mengikutsertakan sebanyak-banyaknya peserta melalui pengumuman secara luas atau undangan. 13. Pelelangan adalah metode pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan mengikutsertakan sebanyak-banyaknya peserta melalui pengumuman secara luas atau undangan. 14. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Badan Usaha Pelaksana melalui negosiasi dengan 1 (satu) peserta. 15. Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang disusun oleh Panitia Pengadaan yang terdiri dari Dokumen Prakualifikasi dan Dokumen Permintaan Proposal (Request for Proposal/RfP). 16. Dokumen Kualifikasi adalah dokumen yang disampaikan oleh peserta untuk memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Dokumen Prakualifikasi. 17. Dokumen Penawaran adalah dokumen yang disampaikan oleh Peserta yang terdiri dari dokumen administrasi, dokumen teknis dan dokumen finansial sebagaimana dipersyaratkan dalam Dokumen Permintaan Proposal (Request for Proposal/RfP). 18. Tim KPBU adalah tim yang dibentuk oleh PJPK untuk membantu 150

195 pengelolaan KPBU pada tahap Penyiapan dan pada tahap Transaksi KPBU khususnya setelah penetapan Badan Usaha Pelaksana hingga diperolehnya pemenuhan pembiayaan (financial close), serta berkoordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanannya. 19. Panitia Pengadaan adalah tim yang dibentuk PJPK, yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada tahap transaksi. 20. Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit organisasi Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. 21. Perjanjian KPBU adalah kesepakatan tertulis antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana untuk Penyediaan Infrastruktur. 22. Perjanjian Penyiapan adalah kesepakatan tertulis antara PJPK dengan Badan Penyiapan untuk melaksanakan kegiatan Penyiapan dan Transaksi atau kegiatan Transaksi. 23. Proyek KPBU adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian KPBU kerjasama antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana. 24. Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektifitas KPBU. 25. Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana melalui skema pembagian risiko untuk proyek kerjasama. 26. Ruangan Data dan Informasi (Data Room) adalah ruang data fisik dan 151 elektronik...

196 elektronik yang disiapkan oleh PJPK dan dikelola oleh Panitia Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, untuk memberikan kemudahan akses dan menjaga keamanan dokumen berkaitan dengan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. 27. Peserta Pengadaan yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang mengikuti proses Prakualifikasi dan/atau yang diundang memasukkan Dokumen Penawaran. 28. Surat Kerahasiaan adalah surat pernyataan komitmen dari Peserta untuk menjaga kerahasiaan seluruh informasi yang diperoleh dari Ruangan Data dan Informasi. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Kepala ini meliputi: a. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; dan b. Pengadaan Badan Penyiapan yang tidak didanai dari hibah. Pasal 3 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah untuk Proyek KPBU atas prakarsa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah (solicited) maupun atas prakarsa Badan Usaha (unsolicited). Pasal 4 Ruang lingkup kegiatan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf b mencakup pendampingan dan/atau pembiayaan: a. Penyiapan dan Transaksi; atau b. Transaksi. 152

197 Bagian Ketiga Prinsip Pengadaan Pengadaan dilakukan dengan prinsip : Pasal 5 a. Efisien, berarti Pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas, sasaran dan waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum; b. Efektif, berarti Pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya; c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan diungkapkan secara lengkap, jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Peserta yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya; d. Terbuka, berarti Pengadaan dapat diikuti oleh semua Peserta yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas; e. Bersaing, berarti Pengadaan harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Peserta yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh infrastruktur/layanan yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan; f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama kepada semua Peserta dan tidak memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; dan g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan sehingga dapat dipertanggungjawabkan. 153 BAB II...

198 BAB II ORGANISASI PENGADAAN Bagian Kesatu PJPK Pasal 6 (1) PJPK dalam proses Pengadaan memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai berikut: a. menganggarkan biaya pelaksanaan Pengadaan dan pelaksanaan Perjanjian KPBU; b. menetapkan Tim KPBU dan Panitia Pengadaan; c. menyediakan Ruangan Data dan Informasi (Data Room); d. memberikan persetujuan pada perubahan Dokumen Pengadaan yang diajukan oleh Panitia Pengadaan; e. melaksanakan penjajakan minat pasar dalam melaksanakan Transaksi; f. menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada pemilihan Badan Penyiapan; g. menetapkan pemenang Pelelangan atau Seleksi; h. menerbitkan surat pemenang Pelelangan atau Seleksi; i. menerbitkan surat penunjukan Badan Usaha Pelaksana dan Badan Penyiapan; j. menetapkan hasil Penunjukan Langsung; k. menjawab sanggah; l. menyatakan proses Prakualifikasi atau pemilihan gagal; m. menandatangani Perjanjian Penyiapan; dan n. menandatangani Perjanjian KPBU. (2) Biaya pelaksanaan Pengadaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a 154

199 termasuk : a. biaya pengumuman; b. penggandaan dokumen; c. honorarium Panitia Pengadaan; dan d. biaya lain yang diperlukan. Bagian Kedua Tim KPBU Pasal 7 (1) PJPK dibantu oleh Tim KPBU dalam melaksanakan: a. kegiatan pada tahap Transaksi hingga tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close); dan b. kegiatan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, apabila diperlukan. (2) Tim KPBU dalam proses Pengadaan memiliki tugas dan tanggugjawab sebagai berikut: a. berkoordinasi dengan Panitia Pengadaan selama proses Pengadaan; b. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk Pengadaan Badan Penyiapan; dan c. membantu PJPK dalam memonitor pelaksanaan Pengadaan. Bagian Ketiga Panitia Pengadaan Pasal 8 (1) Panitia Pengadaan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 155 a. menetapkan...

200 a. menetapkan Dokumen Pengadaan dan perubahannya (apabila ada) setelah mendapatkan persetujuan PJPK; b. mengelola data dan informasi pada Ruangan Data dan Informasi (Data Room) ; c. mengumumkan pelaksanaan Pengadaan; d. menilai kualifikasi Peserta melalui Prakualifikasi; e. memberikan penjelasan Dokumen Pengadaan; f. melakukan evaluasi administrasi, teknis dan finansial terhadap penawaran Peserta; g. melakukan diskusi optimalisasi pada metode pelelangan dua tahap; h. melakukan negosiasi; i. mengusulkan pemenang Seleksi atau Pelelangan; j. mengusulkan penetapan Badan Usaha Pelaksana melalui Penunjukan Langsung; k. berkoordinasi dengan Tim KPBU selama proses Pengadaan; l. melaporkan proses pelaksanaan Pengadaan secara berkala kepada PJPK; m. menyerahkan dokumen asli proses Pengadaan kepada simpul KPBU setelah proses Pengadaan selesai ; dan n. menyerahkan salinan dokumen proses Pengadaan kepada PJPK (2) Pengambilan keputusan oleh Panitia Pengadaan dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. (3) Dalam hal keputusan tidak dapat diambil melalui musyawarah mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan hasil suara terbanyak. (4) Dalam hal keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap anggota memiliki 1 (satu) hak suara yang tidak dapat diwakilkan kepada anggota lainnya. (5) Panitia Pengadaan dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh tenaga ahli profesional dan/atau Badan Penyiapan. 156

201 Pasal 9 Panitia Pengadaan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. berjumlah gasal minimal 5 (lima) orang dan dapat ditambah sesuai kebutuhan; b. berasal dari personil instansi sendiri dan dapat berasal dari instansi/satuan kerja yang terkait; c. dapat berasal dari personil Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah setempat; d. Panitia Pengadaan yang ditetapkan oleh direksi Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang bertindak sebagai PJPK berdasarkan peraturan perundang-undangan sektor berasal dari personil BUMN/BUMD tersebut; e. Panitia Pengadaan terdiri dari anggota yang memahami tentang: 1) prosedur Pengadaan; 2) prosedur KPBU; 3) ruang lingkup pekerjaan proyek kerjasama; 4) hukum perjanjian dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang infrastruktur sektor bersangkutan; 5) aspek teknis terkait dengan proyek kerjasama; dan 6) aspek bisnis dan finansial terkait dengan proyek kerjasama. f. anggota Panitia Pengadaan dilarang memiliki hubungan afiliasi dengan anggota Panitia Pengadaan lainnya dan/atau dengan PJPK dan/atau Peserta dalam Pengadaan Proyek KPBU yang sama; dan g. menandatangani Pakta Integritas. 157 BAB III...

202 BAB III PERTENTANGAN KEPENTINGAN Pasal 10 (1) Para pihak yang terlibat dalam Pengadaan wajib menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan antara para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk hubungan afiliasi. (2) Pertentangan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pihak yang terlibat pada tahapan Penyiapan dan/atau Transaksi sebagai konsultan atau Badan Penyiapan: 1) menjadi Peserta atau anggota konsorsium Peserta Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada Proyek KPBU yang sama; 2) sebagai pemegang saham dan/atau pengurus pada perusahaan yang menjadi Peserta atau perusahaan pada anggota konsorsium dalam Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada Proyek KPBU yang sama; 3) memberikan pembiayaan/pendanaan atau memberikan penjaminan pada Proyek KPBU yang sama; dan/atau 4) menjadi konsultan bagi Peserta Badan Usaha Pelaksana pada Proyek KPBU yang sama. b. pihak yang bertindak selaku konsultan pada lebih dari 1 (satu) Peserta dalam Proyek KPBU yang sama; c. anggota direksi atau dewan komisaris suatu Badan Usaha yang menjadi Peserta merangkap sebagai anggota direksi atau dewan komisaris pada Badan Usaha lain yang menjadi Peserta pada Proyek KPBU yang sama; d. anggota Panitia Pengadaan/Tim KPBU/PJPK memiliki hubungan afiliasi dengan Peserta pada Proyek KPBU yang sama; e. hubungan antara 2 (dua) atau lebih Badan Usaha yang menjadi Peserta pada Pengadaan yang sama dikendalikan oleh pihak yang sama, baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau 158

203 f. kegiatan atau tindakan yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana tercantum pada ketentuan perundangan mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. (3) Hubungan afiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah: a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; dan/atau b. memiliki kendali pada perusahaan Peserta baik langsung maupun tidak langsung. (4) Para pihak yang memiliki pertentangan kepentingan dalam Proyek KPBU yang sama dilarang terlibat dalam proses Pengadaan. (5) PJPK/Tim KPBU/Panitia Pengadaan/Peserta atau pihak lain yang terlibat dalam Pengadaan harus menandatangani Pakta Integritas sebagai bentuk komitmen untuk menghindari terjadinya pertentangan kepentingan. BAB IV PENGADAAN BADAN USAHA PELAKSANA Bagian Kesatu Umum Pasal 11 (1) Dalam rangka melaksanakan fungsi PJPK, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan direksi BUMN/BUMD melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (2) Kegiatan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dilaksanakan dengan memperhatikan dokumen yang dihasilkan dalam tahap Penyiapan KPBU. (3) Kegiatan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dilaksanakan setelah PJPK menerbitkan surat pernyataan bahwa Proyek KPBU layak secara teknis, 159 ekonomi...

204 ekonomi dan finansial berdasarkan dokumen yang dihasilkan dalam tahap Penyiapan. (4) Dalam hal proyek KPBU sebagaimana dimaksud ayat 3 membutuhkan Dukungan Kelayakan, maka PJPK harus mendapatkan persetujuan prinsip Dukungan Kelayakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana meliputi persiapan dan pelaksanaan. Bagian Kedua Persiapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Pasal 13 (1) Persiapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dilakukan oleh Panitia Pengadaan. (2) Persiapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan sebagai berikut: a. konfirmasi kesiapan Proyek KPBU untuk dilanjutkan ke tahapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; b. konfirmasi minat pasar; c. penyusunan jadwal pengadaan Badan Usaha Pelaksana dan rancangan pengumuman; d. penyusunan dan penetapan Dokumen Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; dan e. pengelolaan Ruangan Data dan Informasi (Data Room) untuk keperluan uji tuntas (due diligence). Pasal 14 (1) Konfirmasi kesiapan Proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 160

205 (2) huruf a dengan cara melakukan checklist terhadap kelengkapan dokumen/ data kesiapan Proyek KPBU. (2) Kelengkapan dokumen/data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (3) Dalam hal data kesiapan Proyek KPBU belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panitia Pengadaan mengembalikan dokumen/data tersebut kepada PJPK melalui Tim KPBU untuk dilakukan perbaikan atau dilengkapi. (4) Perbaikan dan proses pelengkapan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat diselesaikan sebelum proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dimulai. Pasal 15 (1) Konfirmasi Minat Pasar (market interest confirmation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, dilakukan oleh Panitia Pengadaan untuk mengetahui kepastian minat Badan Usaha terhadap proyek kerjasama. (2) Konfirmasi Minat Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain dengan mereviu hasil penjajakan minat pasar (market sounding), yang dilakukan oleh PJPK atau melakukan diskusi dalam forum Badan Usaha. Pasal 16 (1) Penyusunan jadwal Pengadaan Badan Usaha Pelaksana harus memberikan alokasi waktu yang cukup untuk melakukan semua tahapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (2) Panitia Pengadaan menyiapkan pengumuman dan menentukan media pengumuman yang dapat menjangkau calon peserta secara luas. 161 Pasal 17...

206 Pasal 17 (1) Panitia Pengadaan menyusun Dokumen Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, yang terdiri atas Dokumen Prakualifikasi dan Dokumen Permintaan Proposal (RfP). (2) Dokumen Pengadaan disusun berdasarkan hasil Penyiapan. (3) Dokumen Pengadaan ditetapkan Panitia Pengadaan setelah mendapatkan persetujuan dari PJPK. Pasal 18 Dokumen Prakualifikasi Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. latar belakang dan uraian singkat Proyek KPBU; b. tujuan Proyek KPBU; c. objek dan ruang lingkup proyek kerjasama; d. informasi penting terkait Proyek KPBU; e. persyaratan kualifikasi Peserta; dan f. uraian proses kualifikasi termasuk jadwal, kriteria dan tata cara penilaian kualifikasi, hal yang dapat menggugurkan, bentuk dan format pengisian dokumen kualifikasi. Pasal 19 Dokumen Permintaan Proposal (RfP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. penjelasan umum Proyek KPBU; b. instruksi kepada Peserta; c. ketentuan pembukaan dan evaluasi Dokumen Penawaran; d. larangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Penipuan serta pertentangan kepentingan; 162

207 e. spesifikasi layanan dan teknis yang dipersyaratkan; f. matriks alokasi risiko; g. mekanisme pembayaran; h. model keuangan termasuk sumber pendanaan; i. pemenuhan persyaratan yang terkait aspek hukum, sosial, lingkungan; j. jaminan dan persyaratan jaminan; k. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Panitia Pengadaan untuk dicantumkan dan dipersyaratkan di dalam Dokumen Permintaan Proposal (RFP); dan l. lampiran yang terdiri atas: 1) memorandum informasi; 2) rancangan Perjanjian KPBU; 3) Ketentuan utama perjanjian penjaminan (apabila membutuhkan Jaminan Pemerintah); dan 4) dokumen lain yang diperlukan. Pasal 20 (1) Peserta yang lulus Prakualifikasi dan telah menyerahkan Surat Kerahasiaan diberikan akses Ruangan Data dan Informasi (Data Room) sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (2) huruf e. (2) Ruangan Data dan Informasi (Data Room) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi antara lain: a. dokumen yang berkaitan dengan Proyek KPBU; b. Dokumen Pengadaan beserta perubahannya (apabila ada); dan c. salinan dokumen terkait Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang telah didistribusikan kepada Peserta. 163 Bagian...

208 Bagian Ketiga Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Pasal 21 (1) Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, meliputi kegiatan: a. Prakualifikasi; dan b. Pemilihan. (2) Pemilihan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui: a. Pelelangan; atau b. Penunjukan Langsung Paragraf 1 Prakualifikasi Pasal 22 (1) Persyaratan peserta Prakualifikasi Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha; b. memiliki pengalaman dan kemampuan dalam pembiayaan dan pelaksanaan Proyek KPBU. c. Dalam hal peserta berbentuk konsorsium: 1) pengalaman dan kemampuan dalam pelaksanaan proyek KPBU sekurang-kurangnya dimiliki oleh salah satu anggota konsorsium; dan 2) pengalaman dan kemampuan pembiayaan dinilai secara agregat. 164

209 d. memenuhi kewajiban perpajakan; e. tidak sedang dalam pengampuan, pailit, dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan; f. tidak memiliki pertentangan kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; g. dalam hal Peserta berbentuk badan hukum asing, maka dokumen yang diterbitkan negara lain, yang akan digunakan di Indonesia dilegalisasi oleh notaris publik di negara dimana dokumen tersebut diterbitkan dan dilegalisasi oleh kedutaan besar atau konsulat Indonesia; h. dalam hal Peserta adalah badan usaha internasional atau lembaga/ institusi/organisasi internasional dengan tetap mengedepankan Prinsip Pengadaan yang baik, serta memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan; i. Peserta dapat berbentuk sebagai Badan Usaha tunggal atau konsorsium; j. dalam hal Peserta melakukan konsorsium, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta memiliki perjanjian konsorsium; 2) perjanjian konsorsium sebagaimana dimaksud pada angka 1) memuat sekurang-kurangnya: a) kewajiban dan tanggung jawab masing-masing Badan Usaha; b) penunjukan pimpinan (lead) konsorsium yang mewakili konsorsium; c) kewajiban dan tanggung jawab pimpinan (lead) konsorsium; d) pimpinan (lead) konsorsium dapat lebih dari 1 (satu) Badan Usaha; e) pimpinan (lead) konsorsium harus menguasai mayoritas ekuitas dari Badan Usaha Pelaksana yang dibentuk apabila ditetapkan sebagai pemenang atau ditunjuk dalam pemilihan; dan f) dalam hal pimpinan (lead) konsorsium lebih dari 1 (satu) 165 maka...

210 maka ditunjuk perwakilan resmi (authorized representative) konsorsium. k. bukan Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang melakukan Penyiapan dan/atau Transaksi pada Proyek KPBU yang sama; l. ketentuan Penyiapan sebagaimana dimaksud huruf k dikecualikan bagi Badan Usaha Pemrakarsa KPBU pada proyek unsolicited; dan m. selama proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, anggota dari konsorsium yang menjadi Peserta tidak boleh menjadi anggota atau berpartisipasi atau terlibat dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, dalam konsorsium lainnya pada seluruh tahapan atau menjadi calon Peserta Badan Usaha tunggal pada Proyek KPBU yang sama. (2) Dalam penyusunan persyaratan kualifikasi dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang bertujuan diskriminatif dan mengarah kepada pihak tertentu. Pasal 23 (1) Tahapan Prakualifikasi Badan Usaha Pelaksana meliputi kegiatan sebagai berikut: a. pengumuman Prakualifikasi; b. pendaftaran dan pengambilan Dokumen Prakualifikasi; c. penjelasan Proyek KPBU, ruang lingkup (scope of work) kegiatan pelaksana Proyek KPBU dan Dokumen Prakualifikasi; d. pemasukan dokumen kualifikasi; e. evaluasi kualifikasi; f. penetapan dan pengumuman hasil kualifikasi; dan g. sanggahan kualifikasi. (2) Penilaian kualifikasi Badan Usaha Pelaksana dalam tahapan Prakuafikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi: 166

211 a. pemenuhan syarat administrasi; b. kemampuan teknis; dan c. kemampuan keuangan. (3) Dalam hal hasil penilaian kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan lebih dari 1 (satu) Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi, tahapan Pengadaan dilanjutkan dengan Pelelangan. (4) Dalam hal hasil penilaian kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan hanya 1 (satu) Badan Usaha, tahapan Pengadaan dilanjutkan dengan Penunjukan Langsung. (1) Prakualifikasi gagal dalam hal : Pasal 24 a. tidak ada Peserta yang memasukan dokumen kualifikasi; b. Prakualifikasi tidak menghasilkan Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi; atau c. Sanggahan dinyatakan benar oleh PJPK dengan materi : 1) dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan prakualifikasi dinyatakan benar; atau 2) Dokumen Prakualifikasi tidak sesuai dengan Peraturan Kepala ini. (2) Dalam hal Prakualifikasi gagal, maka PJPK meninjau penyebab kegagalan. (3) Berdasarkan hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK dapat memerintahkan Panitia Pengadaan melakukan Prakualifikasi ulang. (4) Apabila Prakualifikasi ulang gagal, maka proses pengadaan dihentikan dan PJPK melakukan kaji ulang terhadap Penyiapan KPBU. 167 Paragraf 2...

212 Paragraf 2 Pemilihan Pasal 25 Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dilakukan melalui: a. Pelelangan; atau b. Penunjukan Langsung. Pasal 26 Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, terdiri atas: a. Pelelangan Satu Tahap; atau b. Pelelangan Dua Tahap. Pasal 27 (1) Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU yang memiliki karakteristik: a. spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan b. tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal. (2) Evaluasi Dokumen Penawaran pada pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap menggunakan metode: a. Sistem Gugur dengan ambang batas (teknis) dan finansial terbaik/rate of investment return terendah; atau b. Sistem Nilai (3) Nilai Dukungan Kelayakan dijadikan parameter finansial yang dikompetisikan pada proyek KPBU yang mendapatkan Dukungan Kelayakan. (4) Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Satu Tahap sebagaimana dimaksud 168

213 pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi kegiatan sebagai berikut: a. undangan kepada Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi dengan melampirkan Dokumen Permintaan Proposal (RfP); b. penyampaian Surat Kerahasiaan; c. pemberian penjelasan; d. perubahan Dokumen Permintaan Proposal (RfP), jika diperlukan; e. pemasukan Dokumen Penawaran sampul I dan sampul II; f. pembukaan Dokumen Penawaran sampul I; g. evaluasi Dokumen Penawaran sampul I; h. pemberitahuan hasil evaluasi sampul I; i. pembukaan Dokumen Penawaran sampul II; j. evaluasi Dokumen Penawaran sampul II; k. penerbitan Berita Acara Hasil Pelelangan; l. penetapan pemenang; m. pengumuman hasil pelelangan; n. sanggahan; o. penerbitan surat pemenang lelang (letter of award); dan p. persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU. Pasal 28 (1) Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang memiliki karakteristik: a. spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan b. memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal. 169 (2) Evaluasi...

214 (2) Evaluasi Dokumen Penawaran pada pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Dua Tahap menggunakan metode evaluasi sistem nilai untuk menghasilkan penawaran yang paling ekonomis dan bermanfaat dengan mengkombinasikan nilai penawaran teknis dan nilai penawaran finansial. (3) Nilai Dukungan Kelayakan dijadikan parameter finansial yang dikompetisikan pada proyek KPBU yang mendapatkan Dukungan Kelayakan. (4) Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Dua Tahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi kegiatan sebagai berikut: a. undangan kepada Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi dengan melampirkan Dokumen Permintaan Proposal (RfP) ; b. penyampaian Surat Kerahasiaan; c. pemberian penjelasan; d. perubahan Dokumen Permintaan Proposal (RfP) jika diperlukan; e. pemasukan Dokumen Penawaran Tahap I (dokumen administrasi dan dokumen teknis); f. pembukaan Dokumen Penawaran Tahap I; g. evaluasi Dokumen Penawaran Tahap I; h. pemberitahuan hasil evaluasi Dokumen Penawaran Tahap I kepada setiap Peserta; i. diskusi mengenai optimalisasi teknis, aspek finansial dan rancangan Perjanjian KPBU; j. perubahan Dokumen Permintaan Proposal (RfP) jika diperlukan; k. pemasukan Dokumen Penawaran Tahap II (dokumen penawaran teknis hasil optimalisasi bila ada dan dokumen finansial); l. pembukaan Dokumen Penawaran Tahap II; m. evaluasi Dokumen Penawaran Tahap II; n. Penerbitan Berita Acara Hasil Lelang; o. Penetapan pemenang; 170

215 p. pengumuman hasil pelelangan; q. sanggahan; r. penerbitan surat pemenang lelang (letter of award); dan s. persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU. Pasal 29 (1) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana melalui Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dapat dilakukan, apabila: a. merupakan KPBU kondisi tertentu; atau b. Prakualifikasi Badan Usaha Pelaksana hanya menghasilkan satu Peserta. (2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu: a. pengembangan atas infrastruktur yang telah dibangun dan/atau dioperasikan sebelumnya oleh Badan Usaha Pelaksana yang sama; b. pekerjaan yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satusatunya; atau c. Badan Usaha telah menguasai sebagian besar atau seluruh lahan yang diperlukan untuk melaksanakan KPBU. (3) Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah sektor terkait. (4) Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan: a. kinerja Badan Usaha Pelaksana dalam membangun dan/atau mengoperasikan Proyek KPBU tersebut dinilai baik berdasarkan hasil audit oleh pihak independen; dan b. berdasarkan kajian PJPK, menunjukan bahwa Proyek KPBU lebih efektif dan efisien apabila dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana yang sama. 171 (5) Penunjukan...

216 (5) Penunjukan Langsung pada kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan: a. lahan yang diperlukan untuk melaksanakan KPBU hanya satu-satunya dan tidak dapat dipindah ke lokasi lain ; dan b. proyek KPBU telah layak secara teknis, ekonomis dan finansial tanpa ada Dukungan Kelayakan dari pemerintah. (6) Dalam hal penunjukan langsung pada kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c masih terdapat sisa lahan yang belum dibebaskan, maka pembebasan lahan tersebut menjadi tanggung jawab Badan Usaha Pelaksana. (7) Pemilihan Badan Usaha dengan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi kegiatan sebagai berikut: a. undangan kepada calon Badan Usaha Pelaksana yang memenuhi ketentuan ayat (1) dhuruf a disertai dengan penyampaian dokumen isian kualifikasi, Dokumen Permintaan Proposal (RfP) dan Surat Kerahasiaan; b. pemasukan dokumen kualifikasi; c. evaluasi kualifikasi; d. pemberian penjelasan Proyek KPBU; e. pemasukan Dokumen Penawaran; f. evaluasi Dokumen Penawaran, klarifikasi dan negosiasi; g. penyampaian hasil Penunjukan Langsung untuk mendapatkan persetujuan PJPK dilampiri dengan Berita Acara Hasil Penunjukan Langsung; h. penetapan dan pengumuman Badan Usaha Pelaksana; dan i. persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU. (8) Pemilihan Badan Usaha dengan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sekurang-kurangnya meliputi kegiatan sebagai berikut: a. undangan kepada Peserta yang lulus Prakualifikasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan melampirkan Dokumen Permintaan Proposal (RfP); b. pemberian penjelasan Proyek KPBU; 172

217 c. pemasukan Dokumen Penawaran; d. evaluasi Dokumen Penawaran, klarifikasi dan negosiasi; e. penyampaian hasil Penunjukan Langsung untuk mendapatkan persetujuan PJPK dilampiri dengan Berita Acara Hasil Penunjukan Langsung; f. penetapan dan pengumuman Badan Usaha Pelaksana; dan g. persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU. Pasal 30 (1) Pelelangan dinyatakan gagal dalam hal : a. tidak ada Peserta yang memasukan dokumen penawaran; b. Pelelangan tidak menghasilkan pemenang; c. dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti persaingan tidak sehat; atau d. sanggahan dinyatakan benar oleh PJPK dengan materi: 1) dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pelelangan dinyatakan benar; atau 2) Dokumen Pengadaan tidak sesuai dengan Peraturan Kepala ini. (2) Dalam hal Pelelangan gagal maka PJPK meninjau penyebab kegagalan dan/ atau menindaklanjuti dengan: a. memerintahkan Panitia Pengadaan melakukan lelang ulang; atau b. menghentikan proses Pelelangan. Paragraf 3 Pelelangan KPBU atas Prakarsa Badan Usaha Pasal 31 (1) Pelelangan KPBU atas Prakarsa Badan Usaha dapat diberikan kompensasi kepada Badan Usaha Pemrakarsa yang dinyatakan dalam Dokumen Pengadaan. (2) Dalam

218 (2) Dalam hal pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk pembelian Prakarsa KPBU, termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang lelang, Badan Usaha Pemrakarsa diperkenankan mengikuti penawaran, dan Dokumen Pengadaan memuat ketentuan sebagai berikut: a. Badan Usaha Pemrakarsa membuat surat pernyataan kerahasiaan terkait dengan tidak menggunakan atau mengungkapkan sebagian maupun seluruhnya dari prakarsa untuk tujuan apapun dan dengan siapapun tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari PJPK; b. teknologi yang digunakan pada penawaran harus sama dengan prakarsa; c. Badan Usaha Pemrakarsa tidak mendapatkan kompensasi apapun; d. dalam hal Badan Usaha Pemrakarsa merupakan anggota konsorsium dalam proses penawaran maka Badan Usaha Pemrakarsa tidak mengundurkan diri dari keanggotaan konsorsium dalam jangka waktu yang disepakati PJPK; dan e. Badan Usaha Pemrakarsa bersedia membeli kembali prakarsa sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangan apabila memenangkan lelang. Paragraf 4 Jaminan Pengadaan Pasal 32 (1) Jaminan dalam Pengadaan Badan Usaha Pelaksana terdiri atas: a. Jaminan Penawaran; dan b. jaminan Pelaksanaan. (2) Jaminan Pengadaan diterbitkan oleh bank umum nasional atau bank asing yang memiliki kantor cabang di Indonesia dan dapat dicairkan di Indonesia. (3) Jaminan Pengadaan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan dapat dicairkan sebesar nilai jaminan. 174

219 (4) Jaminan Pengadaan dicairkan dalam jangka waktu maksimal 14 (empat belas) hari kerja, setelah surat pernyataan wanprestasi dari PJPK diterima oleh penerbit jaminan. Pasal 33 (1) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a, diberikan oleh Badan Usaha pada saat memasukkan penawaran, yang besarannya ditentukan dalam Dokumen Pengadaan. (2) Besaran Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dinyatakan dalam nilai nominal. (3) Penentuan besaran Jaminan Penawaran dilakukan dengan memperhatikan karakteristik, kompleksitas dan risiko proyek KPBU. (4) Masa berlaku Jaminan Penawaran adalah sebagai berikut: a. berlaku sejak pemasukan Dokumen Penawaran sampai dengan satu bulan setelah diterbitkannya surat penetapan pemenang lelang oleh PJPK untuk Pelelangan Satu Tahap; atau b. berlaku sejak pemasukan Dokumen Penawaran tahap II sampai dengan satu bulan setelah diterbitkannya surat penetapan pemenang lelang oleh PJPK untuk Pelelangan Dua Tahap. (5) Peserta yang diumumkan sebagai pemenang harus memperpanjang jaminan penawaran sampai dengan tanda tangan perjanjian kerjasama. Pasal 34 (1) Badan Usaha Pelaksana menyerahkan Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b, sebagai persyaratan penandatanganan perjanjian kerjasama. (2) Jaminan Pelaksanaan yang wajib diminta: 175 a. Jaminan...

220 a. Jaminan Pelaksanaan pada masa perolehan pembiayaan dengan besaran 1%-5% dari penawaran nilai investasi Peserta; dan b. Jaminan Pelaksanaan pada masa konstruksi dengan besaran 1%-5% dari nilai konstruksi. (3) Besarnya nilai Jaminan Pelaksanaan yang dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dikurangi secara bertahap sesuai dengan kemajuan Proyek KPBU sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama. Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana diatur dalam Lampiran Peraturan Kepala ini. BAB V PENGADAAN BADAN PENYIAPAN Bagian Kesatu Umum Pasal 36 Apabila diperlukan, Penyiapan dan Transaksi Proyek KPBU oleh PJPK dapat dilakukan bersama Badan Penyiapan. Pasal 37 Pengadaan Badan Penyiapan meliputi: a. persiapan; dan b. pelaksanaan. 176

221 Paragraf 1 Persiapan Pengadaan Badan Penyiapan Pasal 38 (1) Persiapan Pengadaan Badan Penyiapan meliputi kegiatan : a. penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pengadaan Badan Penyiapan oleh Tim KPBU dengan mempertimbangkan hasil studi pendahuluan; b. penyusunan Dokumen Pengadaan yang terdiri dari Dokumen Prakualifikasi dan Dokumen Permintaan Proposal (RfP) oleh Panitia Pengadaan; dan c. Persetujuan KAK dan Dokumen Pengadaan oleh PJPK. (2) Penyusunan Dokumen Pengadaan Badan Penyiapan dilakukan oleh Panitia Pengadaan berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disetujui oleh PJPK. (3) KAK Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya memuat: a. latar belakang dan deskripsi Proyek KPBU; b. ruang lingkup (scope of work) kegiatan Penyiapan dan Transaksi Proyek KPBU; c. output kegiatan: 1) Penyiapan dan Transaksi; atau 2) Transaksi. d. jadwal pelaksanaan Pengadaan; e. Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan f. skema pembayaran kepada Badan Penyiapan Proyek KPBU. (4) Dokumen Prakualifikasi Badan Penyiapan sekurang-kurangnya memuat: a. latar belakang dan uraian singkat Penyiapan; b. tujuan kegiatan; 177 c. objek...

222 c. objek dan ruang lingkup; d. informasi penting terkait kegiatan; e. persyaratan kualifikasi Peserta; dan f. uraian proses kualifikasi termasuk jadwal, kriteria dan tata cara penilaian kualifikasi, bentuk dan format pengisian dokumen kualifikasi. (5) Dokumen Permintaan Proposal (RfP) Badan Penyiapan sekurang-kurangnya memuat: a. instruksi kepada Peserta memuat sekurang-kurangnya: 1) informasi umum; 2) informasi tentang Dokumen Permintaan Proposal (RfP); 3) penyiapan dan penyampaian Dokumen Penawaran; dan 4) proses evaluasi. b. ketentuan pembukaan dan evaluasi Dokumen Penawaran; c. larangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Penipuan serta pertentangan kepentingan; d. Kerangka Acuan Kerja (KAK); e. mekanisme pembayaran termasuk success fee; f. rancangan perjanjian Penyiapan; dan g. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Panitia Pengadaan untuk dicantumkan dan dipersyaratkan di dalam Dokumen Permintaan Proposal (RfP). Paragraf 2 Pelaksanaan Pengadaan Badan Penyiapan Pasal 39 (1) Pelaksanaan Pengadaan Badan Penyiapan dilakukan oleh Panitia Pengadaan. 178

223 (2) Pelaksanaan Pengadaan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. Prakualifikasi; dan b. Pemilihan Paragraf 3 Prakualifikasi Badan Penyiapan Pasal 40 Persyaratan Peserta Prakualifikasi Pengadaan Badan Penyiapan: a. Peserta dapat berbentuk: 1) Badan Usaha; atau 2) lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional. b. Peserta sebagaimana dimaksud huruf a dapat berbentuk konsorsium; c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha; d. memiliki pengalaman dan kemampuan dalam menyiapkan dan/atau membiayai Penyiapan Proyek KPBU; e. memenuhi kewajiban perpajakan; f. tidak sedang dalam pengampuan, pailit, dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan; g. dalam hal PJPK adalah BUMN/BUMD yang mendapatkan penugasan, Peserta bukan afiliasi dari PJPK; h. dalam hal Peserta adalah lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional, kegiatan lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional termasuk di bidang pembiayaan; i. dalam hal Peserta berbentuk badan hukum asing, maka dokumen yang diterbitkan negara lain, yang akan dipergunakan di 179 Indonesia...

224 Indonesia dilegalisasi oleh notaris publik di negara dimana dokumen tersebut diterbitkan, dan dilegalisasi oleh kedutaan besar atau konsulat Indonesia, untuk membuktikan salinan dokumen tersebut sesuai dengan aslinya; dan j. dalam hal Peserta adalah badan usaha internasional atau lembaga/ institusi/organisasi internasional dengan tetap mengedepankan Prinsip Pengadaan yang baik, serta memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan. Pasal 41 (1) Tahapan Prakualifikasi sekurang-kurangnya meliputi kegiatan sebagai berikut: a. pengumuman dan undangan Prakualifikasi dengan melampirkan dokumen kualifikasi; b. penjelasan gambaran umum Proyek KPBU, ruang lingkup (scope of work) kegiatan dan Dokumen Prakualifikasi; c. pemasukan dokumen kualifikasi; d. evaluasi kualifikasi; e. penetapan dan pengumuman hasil kualifikasi; dan f. sanggahan kualifikasi. (2) Penilaian kualifikasi dalam tahapan Prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi: a. pemenuhan syarat administrasi; b. kemampuan teknis; dan c. kemampuan keuangan. Pasal 42 (1) Prakualifikasi gagal dalam hal: a. Tidak ada Peserta yang memasukan dokumen kualifikasi; atau b. Prakualifikasi tidak menghasilkan Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi; 180

225 c. Sanggahan dinyatakan benar oleh PJPK dengan materi : 1) dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan prakualifikasi dinyatakan benar; atau 2) Dokumen Prakualifikasi tidak sesuai dengan Peraturan Kepala ini. (2) Dalam hal Prakualifikasi gagal, maka PJPK meninjau penyebab kegagalan (3) Berdasarkan hasil peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PJPK dapat melakukan evaluasi ulang atau Prakualifikasi ulang Paragraf 4 Pemilihan Badan Penyiapan Pasal 43 Pemilihan Badan Penyiapan dilakukan dengan Seleksi. Pasal 44 (1) Pelaksanaan Seleksi Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sekurang-kurangnya dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penyampaian Dokumen Penawaran menggunakan metode Dua Sampul; dan b. evaluasi Dokumen Penawaran menggunakan metode Kualitas atau metode Kualitas dan Biaya. (2) Seleksi terhadap Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional sebagai Badan Penyiapan dengan menggunakan metode Kualitas, sekurang-kurangnya dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : a. undangan kepada Peserta dengan melampirkan Dokumen Permintaan Proposal (RfP); b. pemberian penjelasan; 181 c. pemasukan...

226 c. pemasukan Dokumen Penawaran; d. pembukaan dan evaluasi Dokumen penawaran Sampul I; e. penetapan peringkat teknis; f. pemberitahuan dan pengumuman peringkat teknis; g. sanggahan; h. undangan pembukaan Dokumen Penawaran Sampul II; i. pembukaan dan evaluasi Dokumen Penawaran Sampul II; j. negosiasi; k. penerbitan Berita Acara Hasil Seleksi; l. penetapan pemenang; m. penunjukan Badan Penyiapan; dan n. penandatanganan perjanjian Penyiapan. (3) Seleksi terhadap Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional sebagai Badan Penyiapan dengan menggunakan metode Kualitas dan Biaya, sekurang-kurangnya dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: a. undangan kepada Peserta dengan melampirkan Dokumen Permintaan Proposal (RfP); b. pemberian penjelasan; c. pemasukan Dokumen Penawaran; d. pembukaan dan evaluasi Dokumen penawaran Sampul I; e. penetapan peringkat teknis; f. pemberitahuan dan pengumuman peringkat teknis; g. undangan pembukaan Dokumen Penawaran Sampul II; h. pembukaan dan evaluasi Dokumen Penawaran Sampul II; i. pemberitahuan hasil evaluasi Dokumen Penawaran; j. negosiasi; k. penerbitan Berita Acara Hasil Seleksi; l. penetapan pemenang; m. pemberitahuan dan pengumuman pemenang; n. sanggahan; o. penunjukan Badan Penyiapan; dan p. penandatanganan perjanjian Penyiapan. 182

227 (1) Seleksi dinyatakan gagal dalam hal : Pasal 45 a. tidak ada Peserta yang memasukan dokumen penawaran; b. Seleksi tidak menghasilkan pemenang; c. dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti persaingan tidak sehat; atau d. sanggahan dinyatakan benar oleh PJPK dengan materi: 1) dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan seleksi dinyatakan benar oleh pihak berwenang; atau 2) Dokumen Pengadaan tidak sesuai dengan Peraturan Kepala ini. (2) Dalam hal Seleksi gagal maka PJPK meninjau penyebab kegagalan dan/atau menindaklanjuti dengan: a. menugaskan Panitia Pengadaan melakukan seleksi ulang; atau b. menghentikan proses Seleksi. Pasal 46 Tata cara lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pengadaan Badan Penyiapan diatur dalam Lampiran Peraturan Kepala ini. BAB VI PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK Pasal 47 (1) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dan Pengadaan Badan Penyiapan dapat dilakukan secara elektronik. (2) LKPP mengembangkan sistem Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dan Pengadaan Badan Penyiapan serta menetapkan arsitektur sistem informasi yang mendukung penyelenggaraan secara elektronik. BAB VII

228 BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 48 (1) Pengadaan yang sedang dilaksanakan dan telah telah memasuki kegiatan pemilihan sebelum berlakunya Peraturan Kepala ini, tetap dilanjutkan dengan berpedoman pada Peraturan sebelum berlakunya Peraturan Kepala ini. (2) Pengadaan yang sedang dilaksanakan dan belum ada Pengumuman Hasil Prakualifikasi, maka prosesnya tetap dilanjutkan sampai dengan diselesaikannya proses Prakualifikasi dengan berpedoman kepada Peraturan sebelum berlakunya Peraturan Kepala ini. Untuk selanjutnya proses pemilihannya berpedoman pada Peraturan Kepala ini. (3) Perjanjian/Kontrak dalam rangka KPBU yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Kepala ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perjanjian/Kontrak. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 49 Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 184

229 Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Agustus 2015 KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, ttd AGUS PRABOWO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 28 Agustus 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR a. menetapkan...

230 186

231 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR LAMPIRAN PERATURAN KEPALA LKPP NO. 19 TAHUN

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU?

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU? Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Definisi: KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMER 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEMUTUSKAN : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta No.1486, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Ketersediaan Layanan. Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur.Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.08/2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 KEMENKEU. Ketersediaan Layanan KPBU. Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyiapan. Pelaksanaan. Transaksi. Fasilitas. Penyediaan Infrastruktur. Proyek Kerjasama. Pemerintah dan Bahan Usaha. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Kilang Minyak. Dalam Negeri. Pembangunan. Pengembangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d No.829, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN KERJASAMA SPAM 1. UU 23/2014 2. PP 50/2007 3. PP 121/2015 4. PP 122/2015 5. PP 54/2017 6. Perpres 38/2015 7. Permen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2016 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PEMANFAATAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ketersediaan infrastruktur

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN MATERI PEMBAHASAN MATERI PEMBAHASAN RAPAT: LATAR BELAKANG POKOK DISKUSI PERBANDINGAN KERANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan dari P.T. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan berdasarkan hasil analisis

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kerjasama. Badan Swasta Asing. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun -, ;' MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 43 TAHUN 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2017 KEMENPU-PR. Pengusahaan Jalan Tol. Pangadaan Badan Usaha. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA

GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA Buku ini disusun oleh Tim IIGF Institute : Bely Utarja, Reni F. Zahro, Ratna Widianingrum didukung oleh berbagai narasumber;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan

Lebih terperinci

2 Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor

2 Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1281, 2015 LKPP. Badan Usaha Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Penyediaan Infrastruktur. Pengadaan. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 193 Tahun 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG PENDANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionall Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionall Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionall Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 6

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 260/PMK.011/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR Berdasarkan Peraturan Presiden No.38 Tahun 2015 dan Permen PPN/Bappenas No.4 Tahun 2015 Mohammad Taufiq Rinaldi Jatinangor, 11 November

Lebih terperinci

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id 13 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PANDUAN UMUM PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mempercepat pembangunan daerah,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN P EMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 260/PMK.011/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2015 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban. Fasilitas Dana. Geothermal. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PMK.011/2012

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PAPARAN

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PAPARAN PAPARAN PENGANTAR PERMENDAGRI NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN/AVAILABILITY PAYMENT DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA UNTUK PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif Jakarta 31 Desember 2015 Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya infrastruktur dan menempatkan infrastruktur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESlA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESlA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESlA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.08/20 16 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 265/PMK.08/20 15 TENTANG FASILITAS

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2012 PEREKONOMIAN. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5371) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER-03 /M.EKON/06/2006

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 No. Urut: 05 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 8 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA PEMERINTAH

Lebih terperinci