BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan umum Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa instrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif yang dilakukan untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. a. Pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan/kontrol dalam Hukum Administrasi Negara (Ridwan HR, 2011:296) : 1) Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap terhadap badan/organ yang dikontrol, terdiri dari : a) Kontrol intern, berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri. b) Kontrol ekstern, berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah. 2) Ditinjau dari waktu dilaksanakannya, terdiri dari: a) Kontrol a-priori adalah bilamana pengawasan itu dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan pemerintah. 14

2 15 b) Kontrol a-posteriori adalah bilamana pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan pemerintah. 3) Ditinjau dari segi objek yang diawasi, terdiri dari: a) Kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) yaitu kontrol yang dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (sisi legalitas). b) Kontrol dari segi kemanfaatannya (doelmatigheid) yaitu kontrol yang dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya peraturan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya. Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktifitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya represif. b. Penerapan Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara Pada umumnya macam-macam dan jenis sanksi itu dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan bidang administrasi tertentu. Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu (Ridwan HR, 2011:303) : 1) Paksaan Pemerintah (bestuurdwang) Kewenangan paksaan pemerintah merupakan kewenangan organ pemerintahan untuk melakukan suatu bentuk eksekusi nyata sebagai reaksi dari pemerintah atas pelanggaran norma hukum yang dilakukan oleh warga negara. Paksaan pemerintah dilaksanakan tanpa perantaraan hakim (parate executie). 2) Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan sebagainya)

3 16 Keputusan yang menguntungkan artinya keputusan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui keputusan atau bilamana keputusan itu memberikan keringanan yang ada. Pencabutan keputusan yang menguntungkan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu keputusan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi keputusan yang terdahulu. 3) Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom) Pengenaan uang paksa dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, Philipus M. Hadjon mengemukakan uang paksa dimaksudkan untuk keadaan-keadaan ketika bestuurdwang sulit dilakukan atau akan berlaku suatu yang terlalu berat. Pada masa yang akan datang, undang-undang dalam semua hal akan mengaitkan upaya alternatif ini pada kewenangan bestuurdwang. (Philipus M. Hadjon, 2005:258) 4) Pengenaan denda administratif Pada umumnya dalam berbagai peraturan perundang-undangan, hukuman yang berupa denda ini telah ditentukan mengenai jumlah yang dapat dikenakan kepada pihak yang melanggar ketentuan. Dengan kata lain, denda administrasi hanya dapat diterapkan atas dasar kekuatan wewenang yang diatur dalam undang-undang dalam arti formal.

4 17 2. Tinjauan umum tentang Perlindungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan a. Perlindungan Tenaga Kerja Kedudukan pekerja pada hakikatnya dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi yuridis dan sosial ekonomis. Dari segi yuridis, kedudukan pekerja/buruh berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945 adalah sama dengan pengusaha/majikan. Kenyataannya, secara sosial ekonomis kedudukan antara pekerja dengan pengusaha adalah tidak sama, dimana kedudukan pengusaha lebih tinggi daripada pekerja ( Asri Wijayanti, 2010:8). Ketimpangan antara pekerja dan pengusaha ini mengingat ada yang beranggapan pengusaha sebagai pemilik dari perusahaan, sehingga setiap kegiatan apapun tergantung dari kehendak pengusaha. Keadaan inilah yang menimbulkan kecenderungan pengusaha untuk berbuat sewenang-wenang kepada pekerja. Maka, perlu adanya campur tangan dari pemerintah untuk memberikan perlindungan hukumnya. Perlindungan hukum menurut Philipus, yakni: Selalu berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian, yakni kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah), terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha (Asri Wijayanti, 2010:10). Pada dasarnya, perlindungan tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

5 18 Ketenagakerjaan, dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Secara umum, perlindungan tenaga kerja harus memuat normanorma sebagai berikut: 1) Norma Keselamatan Kerja, meliputi keselamatan kerja yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja dan proses pengerjaannya, keaadan tempat kerja, dan lingkungan serta caracara melakukan pekerjaan. 2) Norma Kesehatan Kerja dan Kesehatan Perusahaan, meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan cara mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. Mengatur pula tentang persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi kehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja. 3) Norma Kerja, meliputi perlindungan yang berkaitan degnan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tingi serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral. 4) Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan atau penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan,

6 19 ahli warisnya berhak mendapatkan ganti rugi (Zainal Asikin dkk, 1993:96). Menurut Soepomo bahwa perlindungan tenaga kerja menjadi dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 1) Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja diluar kehendaknya. 2) Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. 3) Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. (Abdul Khakim, 2003:61). b. Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan bukanlah sebagai alat perlindungan, melainkan suatu cara untuk menjamin pelaksanaan peraturan perlindungan para buruh, terutama perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Zainal Asikin dkk, 1993:63). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia, pengawasan dilakukan pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh menteri yang diserahi urusan ketenagakerjaan untuk

7 20 melakukan pengawasan dimana pegawai tersebut harus mengunjungi tempat kerja pada waktu-waktu tertentu untuk menjalankan tiga tugas pokok, yaitu: (Zainal Asikin dkk, 1993: 62-63). 1) Melihat dengan jalan memeriksa dan menyelidiki sendiri apakah ketentuan peraturan perundang-undangan dan jika tidak demikian halnya mengambil tindakan-tindakan yang wajar untuk menjamin pelaksanaanya itu. 2) Membentuk baik buruh maupun pimpinan perusahaan dengan jalan memberi penjelasan teknik dan nasihat yang mereka perlukan agar mereka menyelami apakah yang dimintakan peraturan dan bagaimanakah melaksanakannya. 3) Menyelidiki keadaan perburuhan dan mengumpulkan bahan untuk penyusunan perundang-undangan perburuhan dan penetapan kebijaksanaan pemerintah. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam penegakan atau penerapan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja.. Dengan adanya ratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 melalui Unddang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengawaasn Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan memperkuat pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

8 21 Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan sebagai anggota ILO mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan yang bersifat internasional termasuk standar ketenagakerjaan internasional. Adapun pengawasan ketenagakerjaan yang efektif menurut standar universal ini adalah: 1) Pengawasan ketenagakerjaan harus diselenggarakan sebagai sistem yang berlaku pada semua tempat kerja di mana ketentuanketentuan hukum yang terkait dengan kondisi kerja dan perlindungan pekerja ditegakkan 2) Pengawasan ketenagakerjaan harus ditempatkan di bawah pengawasan dan kontrol kekuasaan pusat sejauh hal tersebut sesuai dengan praktik administrasi di negara yang bersangkutan 3) Pengawasan harus memastikan adanya fungsi pendidikan dan penegakan hukum terkait dengan kondisi kerja (seperti jam kerja, upah, keamanan, kesehatan dan kesejahteraan, pekerja anak dan kaum muda dan hal terkait lainnya) dan mengingatkan otoritas yang kompeten atas setiap kekurangan atau penyalahgunaan yang tidak dicakup dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku 4) Pengawas haruslah pegawai negeri yang dijamin dengan hubungan kerja yang stabil dan mandiri dari perubahan pemerintahan dan pengaruh-pengaruh eksternal yang tidak pantas 5) Mereka harus direkrut semata-mata dengan mempertimbangkan kualifikasi mereka dan mereka harus dilatih secara memadai untuk pelaksanaan yang baik dari tugas-tugas mereka 6) Jumlah mereka harus memadai untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugasnya secara efektif antara lain terkait dengan, jumlah, sifat, ukuran dan situasi tempat kerja, jumlah pekerja yang

9 22 dipekerjakan, dan jumlah serta kompleksitas ketentuan hukum yang akan ditegakkan 7) Mereka harus dilengkapi dengan kantor dan fasilitas transportasi serta material pengukuran yang memadai 8) Mereka harus diberikan kekuasaan yang memadai dan diberdayakan secara hukum 9) Tempat kerja harus diawasi sesering mungkin dan sedetil mungkin untuk memastikan penerapan yang efektif dari ketentuan hukum yang relevan. 10) Pengawas harus menyediakan informasi dan saran kepada pengusaha dan pekerja tentang bagaimana mematuhi undangundang 11) Hukuman yang memadai atas pelanggaran ketentuan hukum harus ditegakkan oleh pengawas ketenagakerjaan dan karena menghalangi pengawas ketenagakerjaan dalam menjalankan tugastugas mereka harus diatur dalam hukum dan peraturan nasional dan harus ditegakkan secara efektif; dan 12) Pelaksanaan operasional sistem pengawasan ketenagakerjaan dapat dicapai melalui kerjasama dengan badan-badan pemerintahan lainnya dan lembaga-lembaga swasta yang terlibat dalam perlindungan pekerja serta pengusaha dan pekerja dan organisasi mereka Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan bahwa pegawai pengawas ketenagakerjaan mempunyai hak untuk:

10 23 1) secara bebas, memasuki setiap tempat kerja yang dapat diawasi di setiap saat, baik siang maupun malam, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu; dan 2) pada siang hari, memasuki setiap tempat yang diperkirakan dapat diawasi; dan 3) melakukan pemeriksaan, pengujian atau penyelidikan yang dipandang perlu untuk meyakinkan bahwa ketentuan hukum benar-benar ditaati dan khususnya: a) memeriksa pengusaha atau pegawai perusahaan, baik sendiri atau dengan kehadiran saksi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan hukum b) meminta buku-buku, catatan atau dokumen lain yang penyimpanannya diwajibkan oleh perundang-undangan atau peraturan nasional mengenai kondisi kerja, untuk memastikan bahwa buku-buku, catatan atau dokumen tersebut sudah sesuai dengan perundangundangan atau peraturan tersebut, dan untuk menyalin atau mengutip dokumen tersebut c) mewajibkan pemasangan peringatan yang diharuskan oleh ketentuan hukum. d) mengambil atau membawa contoh bahan-bahan dan zat yang digunakan atau dipakai untuk dianalisa dengan pemberitahuan kepada pengusaha atau wakilnya. 4) pada saat kunjungan pengawasan, pengawas harus memberitahu pengusaha atau wakilnya tentang kehadirannya, kecuali bila pengawas tersebut mempertimbangkan bahwa pemberitahuan itu akan merugikan pelaksanaan tugasnya

11 24 3. Tinjauan umum tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan terjadi. Tidak terduga karena hal tersebut terjadi tanpa adanya unsur kesengajaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai dengan kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. (Zaeni Asyhadie, 2008: 127). Dalam perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia, Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dijelaskan bahwa Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Dengan adanya sebab, maka suatu kejadian akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan kerja ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (Lalu Husni, 2005: ) a. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain: 1) Kerusakan/ kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan; 2) Biaya pengobatan dan perawatan korban; 3) Tunjangan kecelakaan; 4) Hilangnya waktu kerja; 5) Menurunnya jumlah maupun waktu produksi; b. Kerugian yang bersifat non ekonomis Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat maupun luka ringan. Ditinjau dari segi keilmuan, K3 dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di

12 25 tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan) agar tidak menimbulkan kerugian yang mungkin terjadi akibat kecelakaan kerja. (Lalu Husni, 2005: 132) Mengingat perlunya K3 sebagai perlindungan terhadap pekerja kemudian diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan ditekankan dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: 1) Keselamatan dan kesehatan kerja 2) Moral dan kesusilaan 3) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 4. Tinjauan umum tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) a. Pengertian SMK3 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Penerapan praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di berbagai sektor di dalam kehidupan atau di suatu organisasi tidak secara sembarangan. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian

13 26 secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan SMK3 yang terintegrasi dan perlu dimiliki oleh setiap perusahaan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 ayat (1) dituliskan bahwa : Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, maka mempertegas kewajiban bagi perusahaan untuk menerapkan SMK3. Kewajiban tersebut sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) berlaku bagi perusahaan yang: 1) Mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau 2) Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Yang dimaksud dengan tingkat potensi bahaya tinggi adalah perusahaan yang memiliki potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja b. Tujuan penerapan SMK3 Tujuan penerapan SMK3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka: (Notoatmodjo, 2007) 1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2) Menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan, dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada serta membuat tempat kerja yang sehat.

14 27 3) Menciptakan efisiensi dan produktifitas kerja karena menurunnya biaya kompensasi akibat sakit atau kecelakaan kerja. c. Kerangka Pemikiran interpretasi Premis Mayor (Peraturan Perundang-undangan) a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan c) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakta Hukum: 1. Fungsi pengawasan Dinas Sosial dan Transmigrasi Surakarta terhadap pemenuhan SMK3 2. Implikasi hukum terhadap perusahaan yang tidak menerapakan SMK3 Premis Minor (penerapan hukum ): 1..Fungsi pengawasan Dinas Sosial dan Transmigrasi Surakarta terhadap pemenuhan SMK3 2. Implikasi hukum terhadap perusahaan yang tidak menerapakan SMK3 Konklusi (Kesimpulan) : 1. Berfungsi/ tidak fungsi pengawasan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam pemenuhan SMK3 pada perusahaan-perusahaan di Surakarta 2. Ada/tidak sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkan SMK3 Ragaan 1. Kerangka Pemikiran

15 28 Keterangan : Kerangka pemikiran ini menjelaskan alur pemikiran penulis dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum terkait pemenuhan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan-perusahaan di Surakarta. Perlindungan tenaga kerja khususnya terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja diakomodir melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang pada penelitian ini adalah premis mayor yang merupakan aturan hukum. Sedangkan untuk premis minor dan fakta hukumnya, Dinas Sosial Teanga Kerja dan Transmigrasi Surakarta mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja khususnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dimana tiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 Dari kedua premis tersebut kemudian ditarik sebuah konklusi atau kesimpulan yang menjadi tujuan dalam penelitian hukum ini yaitu untuk mengetahui berfungsi atau tidaknya fungsi pengawasan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta dalam pemenuhan SMK3 dan ada/tidaknya sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkan SMK3.

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB II PEKERJA (WAITRESS), DAN KECELAKAAN KERJA

BAB II PEKERJA (WAITRESS), DAN KECELAKAAN KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, PEKERJA (WAITRESS), DAN KECELAKAAN KERJA 1.1. Perlindungan Hukum 1.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum diartikan sebagai suatu bentuk

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut kamus Bahasa Indonesia (1988:667) peranan mempunyai dua arti, pertama menyangkut pelaksanaan tugas, kedua diartikan sebagian dari tugas utama yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, DRAFT PERBAIKAN RAPAT KEMKUMHAM TANGGAL 24 SEPT 2010 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Organisasi Perburuhan Internasional

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Organisasi Perburuhan Internasional Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Organisasi Perburuhan Internasional Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Organisasi Perburuhan Internasional Peraturan ran nperund Perundang-Undangan tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA DAN PERDAGANGAN JASA PARIWISATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA DAN PERDAGANGAN JASA PARIWISATA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA DAN PERDAGANGAN JASA PARIWISATA 2.1 Konsep Perlindungan Hukum Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Perempuan Malam Hari 1. Pengertian Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyaknya kecelakaan yang terjadi pada pekerja khususnya pada pekerja bangunan sering diakibatkan karena pihak pelaksana jasa kurang memprioritaskan keselamatan dan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 100) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV, berisi tujuan negara bahwa salah satu tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No.

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No. DASAR HUKUM - 1 Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD 1945 Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan UU No.1 Tahun 1970 Peraturan Pelaksanaan Peraturan Khusus PP; Per.Men ; SE; UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai peraturan perundang-undangan yang mengatur Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2. Menguasai

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 BIMBINGAN TEKNIS SMK3 KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN 1 KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI BALAI PENINGKATAN

Lebih terperinci

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA 1 R-198 Rekomendasi Mengenai Hubungan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI A. FAKTOR PENDUKUNG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PEREMPUAN

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan a. Latar belakang masalah Dewasa ini peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai sektor

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan

Lebih terperinci

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Jalur usaha yang turut menentukan keberhasilan permbangunan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 1 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI TUJUAN PENGAJARAN Tujuan Umum: peserta mengetahui peraturan perundangan dan persyaratan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh : Zsa Zsa Kumalasari 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 1 R184 - Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 2 R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) Rekomendasi mengenai Kerja Rumahan Adopsi: Jenewa, ILC

Lebih terperinci

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial K102 Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial 1 Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial Copyright Organisasi Perburuhan Internasional

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara berkembang dan masyarakatnya sedang giat membangun. Salah satu aspek penting dari pembangunan adalah bidang ekonomi dan sosial, di mana dunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G PEMBAHASAN TANGGAL 16 OKTOBER 2015 WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G ZONA BEBAS PEKERJA ANAK DI KOTA SAMARINDA DENGAN

Lebih terperinci

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 23 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Manusia selalu dituntut untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA A. Prinsip Perlindungan Kerja Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Quality Of Worklife Kualitas kehidupan kerja (Quality Of Worklife) adalah hubungan timbal balik atau respon antara pekerja dengan perusahaan, serta adanya respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA TENAGA KERJA. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.

UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA TENAGA KERJA. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 14 TAHUN 1969 (14/1969) Tanggal: 19 NOVEMBER 1969 (JAKARTA) Sumber: LN 1969/55;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan pembangunan masyarakat dan menyumbang pemasukan bagi negara peranan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi diharapkan masih tetap memberikan

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:14 TAHUN 1969 (14/1969)

UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:14 TAHUN 1969 (14/1969) UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:14 TAHUN 1969 (14/1969) Tanggal:19 NOVEMBER 1969 (JAKARTA) Tentang:KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja yaitu suatu kejadian yang timbul akibat atau selama pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal dan kecelakaan kerja yang tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952 Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952 Komperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah disidangkan di Jeneva oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat beroperasi dan berpartisipasi dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERALIHAN PENGAWASAN PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN A. Akibat

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Novalita Eka Christy Pihang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN. A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan

BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN. A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan 23 BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan 1. Pengertian Pengawas Ketenagakerjaan Ada banyak

Lebih terperinci

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK 3.1. Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak Terkait dengan ketentuan hukum mengenai pekerja anak telah diatur di dalam peraturan perundang undangan,

Lebih terperinci