4. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Ratna Johan
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum lokasi penelitian Gugus Pulau Pari merupakan salah satu bagian dari Kepulauan Seribu dan tersusun dari lima buah pulau kecil, antara lain Pulau Pari, Pulau Tengah, Pulau Kongsi, Pulau Tikus, dan Pulau Burung masing-masing dipisahkan oleh beberapa buah Goba. Pulau Pari merupakan pulau terbesar dari ke lima pulau penyusun Gugus Pulau Pari. Panjangnya sekitar 2,5 km dan lebar bagian terpendek sekitar 60 m dan bagian terpanjang sekitar 400 m (Kiswara, 1992). Secara geografis, gugus pulau pari terletak pada posisi 5 o LS 5 o LS dan 106 o BT 106 o BT. Perairan Pulau Pari dipengaruhi oleh pasang surut harian. Pasang harian di Pulau Pari tertinggi 1,2 m dan terendah 0,18 m. Salinitas berkisar 30,2-36,7 dan temperatur berkisar 26,7 o C 32,9 o C, sehingga dari data lingkungan diatas menunjukkan kualitas perairan di Pulau Pari termasuk ke dalam kisaran optimum bagi spesies lamun (Azkab, 1988). Substrat dasar di perairan Pulau Pari berupa pasir, pasir berlumpur dan pasir berkarang dan kedalaman yang dangkal di perairan Pulau Pari memungkinkan kecerahan perairan dapat mencapai 100% (Kiswara, 1992). Vegetasi lamun tersebar di wilayah perairan Gugus Pulau Pari dengan kedalaman kurang dari 2 meter dengan kondisi arus yang tenang (Kiswara, 1992). Berdasarkan identifikasi jenis lamun di perairan Pulau Pari ditemukan 3 jenis antara lain Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii. 22
2 Peta hasil klasifikasi Citra satelit yang dipergunakan untuk menghasilkan peta sebaran lamun adalah citra ALOS tahun 2008 yang memiliki resolusi spasial 10 meter. Citra yang sudah dikoreksi secara geografi (Lampiran 1) dan atmosferik diklasifikasi dengan 2 metode. Klasifikasi pertama adalah klasifikasi unsupervised dan yang kedua adalah klasifikasi berdasarkan algoritma Lyzenga (Gambar 5). Hasil dua metode klasifikasi yang digunakan menunjukkan adanya perbedaan luas kelas lamun sebagai objek yang sama. Luas ekosistem lamun pada peta hasil klasifikasi unsupervised adalah 1,67 km 2 sedangkan pada peta klasifikasi algoritma Lyzenga luas ekosistem lamun adalah 1,95 km 2. Sama halnya dengan perbedaan luasan lamun, dari kedua peta tampak adanya perbedaan hasil klasifikasi habitat dasar perairan berupa sebaran pasir dan karang. Pada peta klasifikasi unsupervised terlihat adanya sebaran karang di tubir bagian utara sedangkan pada peta klasifikasi dengan menggunakan algoritma Lyzenga banyak ditemukan sebaran karang di goba (lagoon) labangan pasir dan besar 1. Perbedaan ini disebabkan pada saat pengambilan data lapang kelas karang untuk klasifikasi unsupervised hanya ditemukan di bagian barat Pulau Pari dan pada daerah goba sudah terkelaskan menjadi laut dalam. Dalam penelitian ini kelas laut dalam mencakup daerah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 2 meter.
3 24 inset Gambar 5. Peta klasifikasi habitat dasar perairan Pulau Pari berdasarkan klasifikasi unsupervised (atas) dan algoritma Lyzenga (bawah)
4 25 Sebaran lamun di Gugus Pulau Pari dari kedua peta terlihat tersebar merata di sebelah barat daya serta sebelah barat dari Pulau Pari atau tepatnya tersebar diantara Pulau Pari, Pulau Tengah dan Pulau Burung serta di daerah dekat tubir. Di bagian timur Pulau Pari tidak terlalu banyak sebaran lamun. Hal ini diduga karena sisi timur Pulau Pari banyak dihuni oleh penduduk, sehingga aktivitas manusia dapat mempengaruhi keberadaan lamun itu sendiri. Selain itu faktor alam seperti arus dan pasang surut juga mempengaruhi. Arus yang melalui bagian timur Pulau Pari memiliki kecepatan 0,15 m/detik sedangkan di bagian barat kecepatan arus sebesar 0,09 m/detik sehingga arus yang melalui bagian timur Pulau Pari lebih besar dibandingkan arus yang melewati bagian barat Pulau Pari yang yang terhalangi oleh daratan (LAPAN, 2005). Kedalaman perairan pada saat surut dapat mencapai 0,18 meter menyebabkan terbatasnya jenis lamun yang bisa tumbuh didaerah tersebut (Kiswara, 1992). Berdasarkan tabel pasang surut perairan Kepulauan Seribu (Stasiun Tanjung Priok) Dishidros TNI AL bulan November 2008 (Lampiran 8), perairan Kepulauan Seribu mengalami surut mulai pukul WIB dan mengalami pasang mulai pukul WIB. Sehingga perekaman citra ALOS pada tanggal 21 November 2008 pukul WIB terjadi saat perairan Kepulauan seribu mulai mengalami pasang Perbandingan klasifikasi kelas lamun berdasarkan klasifikasi unsupervised dan algoritma Lyzenga Klasifikasi unsupervised Pada awal pemrosesan citra, seteleh proses koreksi dilakukan selanjutnya dilakukan masking untuk memisahkan darat dan laut dengan menggunakan band-
5 26 4. Citra satelit ALOS memiliki 3 band tampak yang dapat menganalisis objek bawah laut seperti lamun yaitu band biru (band 1), band hijau (band 2) dan band merah (band 3) yang memiliki panjang gelombang yang lebih kecil yang memungkinkan untuk menembus kedalam kolom perairan. Citra dibagi menjadi 100 kelas yang selanjutnya di reclass menjadi 5 kelas yaitu kelas lamun, pasir, karang, darat, dan laut dalam seperti yang ditampilkan pada Gambar 5. Pada Gambar 6 menunjukkan sebaran lamun di Gugus Pulau Pari yang dihasilkan oleh klasifikasi unsupervised. inset Gambar 6. Peta sebaran lamun di gugusan Pulau Pari berdasarkan klasifikasi unsupervised Berdasarkan data survey yang telah dikumpulkan maka dapat ditentukan nilai overall accuracy (OA), producer accuracy (PA), dan user accuracy (UA) dari peta kondisi lamun berdasarkan klasifikasi unsupervised (Tabel 6).
6 27 Tabel 6. Matriks kontingensi klasifikasi unsupervised Pulau Pari Survey Lapang Citra UA (%) OA (%) Lamun Lain Jumlah Lamun ,97 Lain ,82 Jumlah PA (%) 55,55 Perhitungan UA lamun di perairan Pulau Pari memberikan informasi bahwa sekitar 68,97% kelas lamun telah terklasifikasi dengan benar. Kemudian PA untuk kelas lamun sebesar 55,55%. Sementara 44,45% piksel yang seharusnya termasuk dalam kelas lamun terpetakan sebagai kelas lain (omission error) dan 31,03% daerah yang seharusnya bukan lamun telah terpetakan sebagai terumbu karang pada peta hasil klasifikasi (commission error). Hasil perhitungan OA untuk peta hasil klasifikasi unsupervised diperoleh sebesar 72,82%. Nilai akurasi untuk pemetaan habitat dasar pada setiap citra satelit berbeda-beda. Nilai akurasi pemetaan substrat dasar di Pulau Caicos Turki menggunakan metode klasifikasi unsupervised ditemukan sebesar 81% dengan menggunakan citra satelit SPOT-XT (Sheppard et al., 1995 dalam Green et al., 2000). Dekker (2005) dalam Yang (2009) menemukan nilai akurasi pemetaan lamun dengan menggunakan citra satelit Landsat sebesar 76%. Jika dibandingkan dengan penelitian ini yang menggunakan citra satelit ALOS dimana nilai overall accuracy diperoleh sebesar 72,82%, hal ini diduga dipengaruhi oleh kesalahan pada saat pengolahan citra klasifikasi. Kesalahan tersebut adalah kesalahan tematik dan kesalahan dari segi penentuan posisi. Kesalahan tematik merupakan kesalahan dalam pengelompokkan jenis habitat berdasarkan kelas yang sebenarnya yang terdapat di lapang pada saat pengambilan data insitu. Sedangkan posisi pada saat di lapang dengan koordinat yang terdapat pada citra satelit ALOS
7 28 seharusnya sama, akan tetapi GPS yang digunakan pada saat pengambilan data di lapang menghasilkan galat/error GPS sebesar < 30 meter sehingga koordinat titik sampel akan bergeser Klasifikasi berdasarkan algoritma Lyzenga Pemetaan kondisi lamun dengan menggunakan algoritma Lyzenga (Gambar 7) diawali dengan menggabungkan tiga band citra RGB 421 sehingga menghasilkan citra komposit. Kemudian dilakukan penajaman citra dengan mengkombinasikan band 1 dan band 2 berdasarkan algoritma penurunan standard exponential attenuation model yang menghasilkan persamaan yang disebut transformasi Lyzenga. inset Gambar 7. Peta sebaran lamun di gugusan Pulau Pari berdasarkan algoritma Lyzenga
8 29 Setelah pemrosesan dilakukan, maka didapat nilai rasio koefisien band 1 dan band 2 (ki/kj) dimana nilai yang didapat untuk citra adalah 1,18 sehingga algoritma yang digunakan pada citra ini adalah Y = ln (TM 1) - 1,18 ln (TM 2). Hasil dari transformasi Lyzenga berupa tampilan citra baru yang menampakkan kelas dasar perairan dangkal. Banyaknya kelas terlihat pada histogram yang diwakili oleh puncak-puncak nilai piksel yang dominan (Lampiran 7). Setiap kelas habitat dasar perairan memiliki nilai spektral yang berbeda. Berdasarkan training area pada citra ALOS, nilai spektral untuk lamun memiliki kisaran 8,031 8,467. Untuk mengetahui berapa luasan habitat dilakukan klasifikasi supervised. Training area dilakukan disetiap vegetasi seperti karang, lamun dan pasir. Perhitungan matriks kontingensi juga diterapkan pada peta hasil klasifikasi dengan menggunakan algoritma Lyzenga (Tabel 7). Berdasarkan data survey lapang yang telah dilakukan diperoleh nilai OA sebesar 65,21%. Nilai UA lamun didapat sebesar 61,11% kelas lamun telah terklasifikasi dengan benar. Kemudian PA untuk kelas lamun sebesar 30,55%. Tabel 7. Matriks kontingensi klasifikasi berdasarkan algoritma Lyzenga di Pulau Pari Survey Lapang Citra UA (%) OA (%) Lamun Lain Jumlah Lamun ,11 Lain ,21 Jumlah PA (%) 30,55 Algoritma Lyzenga atau disebut juga depth-invariant index yang dirumuskan oleh David Lyzenga digunakan untuk koreksi kolom perairan dimana persamaan ini didapat dari perbandingan nilai reflektansi dari beberapa
9 30 band citra satelit di suatu perairan yang dangkal dan sangat jernih. Penerapan algoritma ini sangat terbatas untuk perairan yang memiliki daya tembus rendah, sehingga hasil dari transformasi citra masih mengalami kekeliruan. Maka dari itu, untuk mendapatkan hasil pemetaan yang lebih akurat, Sagawa et al. (2007) telah mengembangkan sebuah metode koreksi kolom perairan baru bernama reflectance index. Metode ini menggunakan parameter tambahan seperti data kedalaman dan nilai reflektansi. Penelitian Sagawa et al. (2007) di Teluk Gabes Tunisia dengan menggunakan citra satelit IKONOS menemukan perbedaan nilai overall accuracy antara peta hasil transformasi depth invariant index dengan reflectance index. Nilai overall accuracy yang diperoleh dari depth invariant index sebesar 54% sedangkan nilai overall accuracy yang diperoleh dari reflectance index sebesar 90%. Hal ini menandakan bahwa untuk penggunaan koreksi kolom perairan yang lebih akurat diperlukan parameter pendukung seperti data kedalaman, nilai reflektansi dan koefisien atenuasi yang diambil saat pengambilan data lapang dengan menggunakan suatu peralatan seperti spektrofotometer. Pada penelitian ini penggunaan metode klasifikasi yang berbeda didapat nilai overall accuracy (OA) yang berbeda pula. Nilai OA klasifikasi unsupervised pada pemetaan lamun di perairan Pulau Pari ditemukan lebih tinggi dibanding hasil klasifikasi berdasarkan algoritma Lyzenga. Fornes et al. (2006) menemukan nilai overall accuracy dari pemetaan lamun adalah 84% dengan menggunakan metode klasifikasi supervised citra satelit Ikonos di Pulau Balearic Laut Mediterania. Komatsu et al. (2008) menggunakan ALOS di Akeshi Jepang untuk memetakan lamun (metode klasifikasi supervised) menemukan nilai OA
10 31 peta sebesar 64,20%. Namun dengan menggunakan algoritmalyzenga, Komatsu et al. (2008) mendapatkan nilai OA naik menjadi 71,80% Kondisi lamun di Perairan Pulau Pari Persentase penutupan lamun Persentase penutupan lamun di perairan Pulau Pari diklasifikasikan menjadi 3 kelas (Gambar 8) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200 tahun Persentase lamun 60% masuk dalam kelompok status lamun rapat, persentase penutupan lamun antara 30%-59,9% masuk dalam kelompok status lamun kurang rapat sedangkan lamun yang memiliki persentase penutupan 29,9% masuk dalam kisaran status lamun jarang. >=60% 30 59,9 % <29,9 % Gambar 8. Sebaran persentase penutupan lamun di tiap titik stasiun
11 32 Dari gambar 8 dapat diketahui persentase penutupan yang besar ditemukan di titik stasiun yang berada di selatan Pulau Tengah dan di sebelah barat Pulau Burung. Sedangkan persentase penutupan lamun pada titik stasiun disebelah barat Pulau Pari beragam. Hasil analisis persentase penutupan lamun di perairan Pulau Pari yaitu berkisar antara 5% - 95% Biomasa Lamun Biomasa lamun adalah berat dari semua material yang hidup pada suatu satuan luas tertentu, baik yang berada di atas maupun dibawah substrat yang sering dinyatakan dalam satuan gram berat kering per m 2 (gbk/m 2 ), sedangkan produksi lamun diartikan sebagai pertambahan biomasa lamun dalam selang waktu tertentu. Kesuburan lamun berkorelasi positif dengan besarnya biomasa dan produksi lamun (Hogart, 2007). Sebaran biomasa lamun di tiap titik stasiun di gugusan Pulau pari ditunjukkan pada Gambar 9. >=93,57 gbk/m ,56 gbk/m 2 <47,99 gbk/m 2 Gambar 9. Sebaran biomasa lamun di tiap titik stasiun
12 33 Hasil analisis biomasa lamun di perairan Pulau Pari Biomasa lamun yang ditemukan di titik stasiun berkisar antara 2,43 gbk/m 2-139,13 gbk/m 2. Rata-rata biomasa lamun sebesar 41,94 gbk/m 2. Titik stasiun lamun di perairan Pulau Pari sebagian besar memiliki biomasa lamun < 47,99 gbk/m 2 dan banyak tersebar di bagian selatan Pulau Pari. Dari 35 titik stasiun lamun, hanya ada 3 titik stasiun yang memiliki biomasa lamun 93,57 gbk/m 2 yang tersebar di sebelah selatan Pulau Tengah dan di sebelah barat Pulau pari. Penelitian mengenai biomasa lamun pernah dilakukan Azkab (1988) di wilayah Pulau Pari pada jenis lamun Enhalus acoroides dan diperoleh hasil analisis biomasa sebesar 44,949 gbk/m 2 175,00 gbk/m 2. Semakin besar kandungan biomasa lamun maka produktivitas lamun semakin besar, dalam hal ini berhubungan dengan proses fotosintesis (Duarte, 1989) Jumlah spesies lamun Hasil identifikasi data lamun di perairan Pulau Pari ditemukan tiga jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii (Gambar 10) dan jumlah spesies lamun ini relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan lokasi lainnya (Lampiran 4). Tipe vegetasi lamun di perairan Pulau Pari adalah vegetasi campuran dimana komunitas lamun terdiri atas dua atau lebih jenis lamun yang tumbuh pada tempat yang sama. Dari ke 35 titik stasiun, jenis lamun yang sering ditemukan yaitu Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Di Perairan Pulau Pari Enhalus acoroides tumbuh pada dasar perairan pasur berlumpur, pasir dan pasir berkarang yang selalu tergenang air. Thalassia hemprichii umumnya tumbuh di perairan dangkal pada dasar pasir dan pasir berlumpur (Kiswara, 1992).
13 34 Gambar 10. Sebaran spesien lamun di tiap titik stasiun Analisis kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan, biomasa, dan jumlah jenis lamun Hasil dari pemberian skor pada setiap stasiun kemudian diplotkan yang terbagi menjadi kelas kondisi lamun baik, sedang, dan jelek (Gambar 11). Baik Sedang Jelek Gambar 11. Sebaran kondisi lamun di perairan Pulau Pari
14 35 Penentuan kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan, biomasa, dan jumlah jenis yang selanjutnya dilakukan teknik skoring untuk mengetahui apakah titik stasiun tersebut masuk kedalam kategori lamun baik, sedang atau jelek. Kategori kondisi lamun baik menandakan bahwa keanekaragaman jenis, persentase tutupan dan biomasa lamun masih relatif tinggi. Berdasarkan Gambar 11, terdapat 42,85% titik stasiun lamun masuk ke dalam kategori kondisi lamun sedang. Dari 35 titik stasiun lamun, ditemukan 15 titik stasiun lamun dalam kondisi sedang tersebar di bagian selatan Pulau Pari dan di bagian utara Pulau Burung. Titik stasiun yang termasuk dalam kategori baik ditemukan ada 10 titik atau 28,57%. Kondisi lamun yang masuk dalam kategori baik ditemukan di bagian barat Pulau Burung, di bagian selatan Pulau Tengah, dan di bagian timur Pulau Kongsi timur. Sedangkan untuk kondisi lamun yang masuk ke dalam kategori jelek ditemukan 28,57% di titik stasuin atau 10 titik stasiun lamun yang tersebar di bagian timur Pulau Pari dekat daratan (mess LIPI), dan di daerah dekat dermaga selatan Pulau Pari. Daerah lamun yang masuk ke dalam kategori jelek seperti halnya di bagian timur Pulau Pari merupakan daerah yang sering dijadikan lokasi transplantasi lamun dengan tujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan habitat yang mengalami kerusakan (Azkab, 1988). Parameter penentu untuk mengetahui kondisi lamun secara keseluruhan harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti aspek biologi (persentase penutupan, kerapatan, biomasa, jumlah jenis, dan sebaran lamun), aspek fisik (arus, pasang surut, kedalaman, dan substrat), aspek kimia (kualitas air), aspek ekologi (asosiasi fauna dan flora), dan aspek pengaruh manusia (Kiswara, 1999).
3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,
Lebih terperinciPEMETAAN LAMUN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS DI PERAIRAN PULAU PARI
PEMETAAN LAMUN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS DI PERAIRAN PULAU PARI SILFIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN
Lebih terperincimenunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.
Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun (Seagrass) Lamun (seagrass) adalah tanaman air yang berbunga (Angiospermae) dan mempunyai kemampuan beradaptasi untuk hidup dan tumbuh di lingkungan laut. Secara sepintas
Lebih terperinciGambar 6. Peta Lokasi Penelitian
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Lebih terperinciGambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data Citra 4.1.1 Koreksi Radiometrik dan Geometrik Penelitian ini menggunakan citra satelit ALOS AVNIR2 tahun 2007, 2009 dan 2010 di perairan Nusa Lembongan untuk
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Lebih terperinci5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik
5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya
Lebih terperinciV ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN
49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya
Lebih terperinciRekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun pada Jenis Enhalus acoroides dan Thallassia hemprichii di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Oleh : Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc Ir. Indarto H.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2004 sampai bulan Desember 2006. Lokasi yang dipilih untuk studi kasus adalah Gugus Pulau Pari, Kepulauan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan
Lebih terperinciPEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN CITRA SATELIT SPOT-5 DI PESISIR BINTAN TIMUR, KEPULAUAN RIAU ALVIDITA BEATRIX INDAYANI
PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN CITRA SATELIT SPOT-5 DI PESISIR BINTAN TIMUR, KEPULAUAN RIAU ALVIDITA BEATRIX INDAYANI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Lebih terperinciGambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat
Lebih terperinciAnalisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)
A554 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni Ratnasari dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika,
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 275-286 ISSN : 2088-3137 Deteksi Perubahan Padang Lamun Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh Dan Kaitannya Dengan Kemampuan Menyimpan Karbon
Lebih terperinciKerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.
Lebih terperinciASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C
ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinciJatinangor, 10 Juli Matius Oliver Prawira
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala berkat dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul Dinamika Karakteristik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu yang semakin berkembang pada masa sekarang, cepatnya perkembangan teknologi menghasilkan berbagai macam produk penginderaan jauh yang
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciKorelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu
Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. /Juni 06 (6-7) Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Saiyaf Fakhri
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI
BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengenalan Pola dan Performa Pengklasifikasi ANN Pengenalan pola (pattern recognition) dan performa klasifikasi citra bertujuan untuk membantu penyusunan skema klasifikasi citra
Lebih terperinciKATA PENGANTAR Pemetaan Sebaran dan Kondisi Ekosistem Lamun Di Perairan Bintan Timur Kepulauan Riau.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diajukan sebagai acuan pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572
JURNAL TEKNIK ITS Vol., No., (01) ISSN: 33-353 (301-1 Print) A-5 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal
Lebih terperinci4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan
4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea
Lebih terperinciAnalisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B
Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel
Lebih terperinciPEMETAAN HABITAT PERAIRAN DANGKAL KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ SLC-OFF DAN LANDSAT-8 OLI LA ODE ABDUL HAFID
PEMETAAN HABITAT PERAIRAN DANGKAL KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ SLC-OFF DAN LANDSAT-8 OLI LA ODE ABDUL HAFID DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012
LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT
Lebih terperinciAKURASI PEMETAAN PADANG LAMUN DARI CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 DI PERAIRAN KARANG BONGKOK DAN KOTOK KAWASAN TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
AKURASI PEMETAAN PADANG LAMUN DARI CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 DI PERAIRAN KARANG BONGKOK DAN KOTOK KAWASAN TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU AGNESTESYA MANUPUTTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan
15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi
Lebih terperinciPEMANTAUAN EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN CITRA ALOS DI KAWASAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU PRIA WIBAWA UTAMA
PEMANTAUAN EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN CITRA ALOS DI KAWASAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU PRIA WIBAWA UTAMA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciStruktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan
Lebih terperinciOleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan
or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK
KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada
Lebih terperinciANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS
ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota
Lebih terperinciJournal Of Marine Research. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di:
ANALISA SPASIAL PADANG LAMUN DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH SATELIT GEOEYE-1 DI PERAIRAN PULAU PARANG DAN PULAU KUMBANG, KEPULAUAN KARIMUNJAWA Andhika Kurniawan *), Petrus Subardjo, Ibnu Pratikto
Lebih terperinciKomposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Lebih terperinciKAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)
KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas
Lebih terperinciDISTRIBUSI LAMUN DAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 DI GUGUS PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU IHSAN KURNIA GHAZALI
DISTRIBUSI LAMUN DAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 DI GUGUS PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU IHSAN KURNIA GHAZALI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Lebih terperinciPENENTUAN SEBARAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LYZENGA DI PULAU MAITARA. Universitas Khairun. Ternate. Universitas Khairun.
PENENTUAN SEBARAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA LYZENGA DI PULAU MAITARA Surahman 1 dan Rustam Effendi P 2 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciPEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN LAUT DANGKAL
PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN LAUT DANGKAL Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia PANDUAN TEKNIS PEMETAAN HABITAT DASAR PERAIRAN LAUT DANGKAL 2014 CRITC COREMAP II LIPI Penulis
Lebih terperinci3. METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah
3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengolahan citra dan penyusunan basis data awal yang dilakukan pada bulan April 2008. Tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat
Lebih terperinciPEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRAALOS DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU MOH IKHWANUSH SHOFA
PEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRAALOS DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU MOH IKHWANUSH SHOFA ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013. Lokasi Penelitian adalah Teluk Banten, Banten.Teluk Banten terletak sekitar 175
Lebih terperinciPEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK DAN KARANG LEBAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS PAN-SHARPENED
PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK DAN KARANG LEBAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS PAN-SHARPENED CORYELISABETY DIANOVITA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter
Lebih terperinciAnalisa Kesehatan Mangrove Berdasarkan Nilai Normalized Difference Vegetation Index Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2
Analisa Kesehatan Mangrove Berdasarkan Nilai Normalized Difference Vegetation Index Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tyas Eka Kusumaningrum 1) dan Bangun Muljo Sukojo 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya
Lebih terperinciPEMETAAN SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK DAN LEBAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICK BIRD
E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 19-30, Juni 2010 PEMETAAN SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK DAN LEBAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICK BIRD
Lebih terperinciIV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi
31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi
Lebih terperinciDiterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT ABSTRAK
ALGORITMA UNTUK ESTIMASI KEDALAMAN PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN DATA LANDSAT-7 ETM + (Studi Kasus: Perairan Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta) Algorithm to estimate shallow water depth by using
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau
Lebih terperinciKLASIFIKASI DARATAN DAN LAUTAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Studi Kasus di Pesisir Timur Kota Surabaya
KLASIFIKASI DARATAN DAN LAUTAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS Studi Kasus di Pesisir Timur Kota Surabaya (Land and Sea Classification Using ALOS Satellite Imagery, Case Study in East Coast of Surabaya)
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI
APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM
HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)
Lebih terperinciEvaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 Latri Wartika
Lebih terperinciAnalisis Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Pulau Pramuka Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
Analisis Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Pulau Pramuka Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Jeppry Candra Manullang, Hartoni, Heron Surbakti Program
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini berlangsung mulai Maret 2009 - Juli 2010. Prosessing data citra dilakukan di bagian SIG Kelautan dan Remote Sensing Departemen Ilmu dan
Lebih terperinciPEMETAAN BENTIK HABITAT DAN TUTUPAN LAHAN PULAU TUNDA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 IRPAN PIDIA PUTRA
PEMETAAN BENTIK HABITAT DAN TUTUPAN LAHAN PULAU TUNDA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT WORLDVIEW-2 IRPAN PIDIA PUTRA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG
KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc 1 Dr. HM. Mahfud Efendy, S.Pi, M.Si 1 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciIdentifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4
Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4 I Nyoman Fegie 1) dan Bangun Muljo Sukojo 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
IV Hasil dan Pembahasan A. Kondisi Lokasi Penelitian Pulau Misool merupakan salah satu pulau besar di antara empat pulau besar yang ada di Kabupaten Raja Ampat. Secara Umum luas wilayahnya adalah 2.034
Lebih terperinciPengaruh Pengambilan Sampel... (Syarif Budhiman et al.)
PENGARUH PENGAMBILAN TRAINING SAMPLE SUBSTRAT DASAR BERBEDA PADA KOREKSI KOLOM AIR MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH (EFFECT OF TRAINING SAMPLE OF DIFFERENT BOTTOM SUBSTRATES ON WATER COLUMN CORRECTION
Lebih terperinciSEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA
SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada
Lebih terperinciPERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA
PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas
Lebih terperinciKEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU
KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEMINAR KOMPREHENSIF Dibawah Bimbingan : -Dr. Sunarto, S.Pi., M.Si (Ketua Pembimbing)
Lebih terperinci1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif
Lebih terperinci