BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Biomassa Menurut Persamaan BEF dan Alometrik Dari hasil perhitungan data lapang, diperoleh biomassa pada masing-masing kelas umur dengan perhitungan alometrik rata-rata berkisar antara 4,836 ton/ha 356,363 ton/ha. Biomassa dengan perhitungan alometrik lebih besar dibandingkan nilai biomassa pada BEF dengan kisaran 3,517 ton/ha 238,955 ton/ ha. Tabel 2 berikut merupakan hasil perhitungan biomassa menggunakan perhitungan BEF dan alometrik. Tabel 2 Rata-rata biomassa lapangan dengan menggunakan BEF dan alometrik Biomassa (ton/ha) KU BEF Alometrik I 3,517 4,836 II 67, ,402 II 112, ,300 IV 128, ,554 V 174, ,883 VI 214, ,359 VII 129, ,344 VIII 238, ,363 Berdasarkan Tabel 2 diperoleh hasil biomassa atas permukaan dengan menggunakan persamaan alometrik berbeda dengan perhitungan biomassa atas permukaan menggunakan koefisien BEF. Menurut Riska (2011) hal ini disebabkan karena perhitungan menggunakan koefisien BEF sifatnya lebih umum untuk jenis pinus pada hutan tropis, sedangkan persamaan alometrik yang digunakan untuk perhitungan biomassa pada penelitian ini sifatnya lebih khusus karena persamaan tersebut dibuat untuk perhitungan pinus pada daerah dengan ketinggian dan topografi yang kurang lebih sama dengan daerah penelitian. Selain itu, dilakukan uji t-student berpasangan pada biomassa BEF dan alometrik yang menghasilkan nilai t hitung 9,381 lebih besar dibandingkan t (α/2) 2,026 pada taraf nyata 5% sehingga dapat diketahui bahwa kedua biomassa tersebut berbeda nyata.

2 22 Berdasarkan pernyataan tersebut, selanjutnya perhitungan biomassa menggunakan persamaan alometrik. 5.2 Nilai Backscatter Resolusi 50 Meter dan 12,5 Meter Pada pengolahan data citra dilakukan slope correction terlebih dahulu pada masing-masing citra yang digunakan, yaitu citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 meter. Selanjutnya dilakukan pencarian backscatter dari hasil perolehan digital number. Berikut hasil perhitungan nilai backscatter yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil nilai backscatter resolusi 50 m dan 12,5 m Polarisasi Resolusi citra Rata-rata HH Rata-rata 50 meter ,5 meter Dari hasil perolehan nilai backscatter pada Tabel 3 diketahui resolusi 50 meter dan 12,5 meter memiliki nilai backscatter yang berbeda. Perbedaan nilai backscatter tersebut dipengaruhi oleh tingkat perbedaan resolusi yang digunakan. Untuk menegaskan pernyataan tersebut dilakukan uji t-student berpasangan pada Tabel 4. Tabel 4 Uji t-student berpasangan backscatter HH dan resolusi 50 m dan 12,5 m Resolusi citra 12,5 m dan 50 m t hitung t (α/2) Sig backscatter (HH) 3,609 2,026 0,001 backscatter () 2,433 2,026 0,020 Berdasarkan hasil uji t-student berpasangan pada Tabel 4 diperoleh nilai t hitung lebih besar dibandingkan t (α/2) untuk backscatter polarisasi HH dan resolusi 50 m dan 12,5 m pada taraf nyata 5%. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai backscatter resolusi 50 m dan 12,5 m berbeda nyata. Hal tersebut menjelaskan bahwa perbedaan resolusi yang digunakan dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai hamburan balik yang diperoleh.

3 Hubungan Antara Peubah Biomassa dan Peubah Lain Sebelum pemilihan model terbaik dilakukan pendugaan korelasi dan multikolinearitas pada masing-masing peubah yang digunakan guna melihat hubungan antar variabel yang nantinya akan digunakan pada pembuatan model. Berikut merupakan korelasi antara peubah biomassa dan peubah lain yang ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Korelasi antara peubah biomassa, backscatter, umur, dan tinggi Peubah bebas Biomassa 50 m 50 m 12,5 m 12,5 m HH HH HH Umur 50 m HH 0, m 0,479 0,895 12,5 m HH 0,375 0,332 0,461 12,5 m 0,496 0,117 0,346 0,868 Umur 0,746 0,231 0,490 0,395 0,550 Tinggi 0,782 0,186 0,486 0,642 0,781 0,870 Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh informasi bahwa peubah backscatter, umur, dan tinggi memiliki korelasi positif dengan biomassa. Peubah backscatter 12,5 meter menunjukkan hubungan yang lebih erat dengan biomassa dibandingkan nilai backscatter pada resolusi 50 meter. Korelasi yang erat dapat dilihat pada peubah backscatter HH 12,5 meter dengan backscatter 12,5 meter dan peubah backscatter HH 50 meter dengan backscatter 50 meter serta pada peubah tinggi dengan umur. Korelasi yang erat ini mengindikasikan adanya multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan adanya hubungan yang sangat erat antara satu peubah bebas dengan peubah bebas lainnya dalam satu model regresi. Hal tersebut dapat menyebabkan koefisien regresi tidak stabil (Irawan 2007). Dalam mengetahui adanya multikolinearitas pada suatu persamaan dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari peubah yang digunaksn. Nilai VIF yang sangat besar atau (VIF > 5) mempunyai arti bahwa model tersebut mengandung multikolinearitas. Berikut Tabel 6 menunjukkan nilai VIF dari masing-masing peubah bebas yang digunakan.

4 24 Tabel 6 Nilai VIF dari peubah bebas yang digunakan pada resolusi 50 meter Variance Inflation Factor (VIF) Peubah HH Umur Tinggi X 1, X 2, X 3, X 4 8,5 10,8 4,2 5,1 X 1, X 3, X 4 1,1 4,2 4,1 X 2, X 3, X 4 1,3 4,2 4,2 X 1, X 3 1,1 1,1 X 2, X 3 1,3 1,3 X 1,X X 2, X 4 1,3 1,3 Keterangan : X 1 = polarisasi HH, X 2 = polarisasi, X 3 = umur, dan X 4 = tinggi Tabel 7 Nilai VIF dari peubah bebas yang digunakan pada resolusi 12,5 meter Variance Inflation Factor (VIF) Peubah HH Umur Tinggi X 1, X 2, X 3, X 4 4,3 6,3 5,2 9 X 1, X 3, X 4 1,5 4,2 4,4 X 2, X 3, X 4 2,3 4,2 5 X 1, X 3 1,2 1,2 X 2, X 3 1,4 1,4 X 1,X 4 1,7 1,7 X 2, X 4 2,6 2,6 Keterangan : X 1 = polarisasi HH, X 2 = polarisasi, X 3 = umur, dan X 4 = tinggi Berdasarkan data Tabel 6 dan Tabel 7 di atas menunjukkan adanya multikolinearitas pada peubah bebas resolusi 50 meter dan 12,5 meter. Multikolinearitas terdapat pada persamaan yang menggunakan peubah polarisasi HH, polarisasi, umur, dan tinggi, baik pada resolusi 50 meter maupun resolusi 12,5 meter berdasarkan nilai VIF > 5. Dari informasi nilai VIF di atas dapat diketahui bahwa adanya peubah HH dan atau polarisasi gabungan pada satu persamaan menyebabkan terjadi multikolinearitas. Berdasarkan uji multikolinearitas tersebut, maka salah satu peubah dari polarisasi HH atau harus dibuat dalam dua persamaan polarisasi yang berbeda guna menghasilkan koefisien regresi yang stabil.

5 Analisis Regresi Pada Resolusi 50 Meter Berikut merupakan hasil regresi pendugaan biomassa pada citra resolusi 50 meter yang ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah backscatter HH Y = 263, ,071X₁ 2,91 117,39 Y = 228,24 1,075X₁² 3,10 117,28 Y = EXP(5, ,068X₁ ) 2,70 117,52 Y = 456, ,949X₁ 20,80 106,02 Y = 318,267 0,917X₁² 21,18 105,77 Y = EXP(6, ,107X₁ ) 17,64 108,12 Keterangan : Y = biomassa, X 1 = backscatter Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai R 2 adj terbesar dan nilai RMSE paling kecil. R 2 adj merupakan nilai koefisien determinasi terkoreksi dan RMSE merupakan nilai bias (error) rata-rata dari suatu persamaan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh permodelan terbaik pada polarisasi dengan model kuadratik dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 21,18 % dan RMSE sebesar 105,77. Dari hasil permodelan menggunakan backscatter resolusi 50 meter, polarisasi merupakan nilai polarisasi terbaik sehingga untuk penyusunan model berikutnya hanya menggunakan polarisasi terbaik saja. Selanjutnya ditambahkan peubah umur pada resolusi 50 meter yang ditampilkan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah backscatter dan umur Y = ,15X₁ + 7,8X₂ 54,89 80,02 Y = 186 0,469X₁² + 0,161X₂² 46,94 86,78 Y = EXP(5, ,048X₁ + 0,032X₂) 47,13 86,63 Keterangan : Y = biomassa, X 1 = backscatter, dan X 2 = umur Berdasarkan Tabel 9 regresi terbaik dengan menggunakan peubah backscatter dan umur pada citra resolusi 50 meter, yaitu Y = ,15X₁ + 7,8X₂ dengan koefisien determinasi terkoreksi sebesar 54,89% dan RMSE sebesar 80,02.

6 26 Tabel 10 berikut merupakan tabel hasil permodelan dengan menggunakan peubah backscatter dan tinggi pohon. Tabel 10 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah backscatter dan tinggi pohon Y = 44, ,189X₁ + 11,842X₂ 60,33 75,03 Y = 97,926 0,333X₁² + 0,358X₂² 59,30 76,00 Y = EXP(4, ,044X₁ + 0,071X₂) 58,11 77,12 Keterangan : Y = biomassa, X 1 = backscatter, dan X 3 = tinggi Berdasarkan Tabel 10 hasil regresi terbaik citra resolusi 50 meter dengan menggunakan peubah backscatter dan tinggi menggunakan persamaan linier dengan koefisien determinasi terkoreksi 60,33% dan nilai RMSE sebesar 75,03. Kemudian dilakukan analisis regresi terbaik menggunakan peubah backscatter, nilai dan umur untuk pendugaan biomassa yang ditampilkan pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah backscatter, umur dan tinggi Y = 41,7 + 5,18X₁ + 2,77X₂ + 8,59X₃ 60,64 74,75 Y = 98,7 0,318X₁² X₂² + 0,317X₃² 59,73 75,60 Y = EXP (4,306 0,039X₁ + 0,005X₂ + 0,064X₃) 58,37 76,86 Keterangan :Y = biomassa, X 1 = backscatter, X 2 = umur, dan X 3 = tinggi Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa model terbaik untuk menduga biomassa resolusi 50 meter menggunakan persamaan linier dengan koefisien determinasi terkoreksi sebesar 60,64% dan RMSE 74,75 yang berarti bahwa model regresi linier berganda menggunakan peubah backscatter, umur, dan tinggi mampu menjelaskan biomassa atas permukaan dengan alometrik sekitar 60,64%. Penambahan peubah umur dan tinggi dalam persamaan memberikan penambahan nilai koefisien determinasi terkoreksi pada model yang digunakan. Hal tersebut menandakan bahwa penambahan umur dan tinggi pada permodelan yang dibuat mampu memberikan pendugaan biomassa lebih baik dibandingkan hanya menggunakan peubah backscatter. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari

7 27 penambahan nilai koefisien determinasi terkoreksi dan perubahan nilai RMSE yang semakin kecil Analisis Regresi Pada Resolusi 12,5 Meter Berikut hasil permodelan dalam pendugaan biomassa pada citra resolusi 12,5 meter menggunakan peubah backscatter. Tabel 12 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah backscatter HH Y = 469, ,526X₁ 11,70 111,95 Y = 324,398 2,751X₁² 13,98 110,49 Y = EXP(6, ,178X₁ ) 7,88 114,35 Y = 598, ,313X₁ 22,50 104,92 Y = 376,226 1,142X₁² 23,36 104,29 Y = EXP(7, ,185X₁ ) 18,77 107,38 Keterangan : Y = biomassa dan X 1 = backscatter Berdasarkan Tabel 12, hasil regresi terbaik menggunakan peubah backscatter, yaitu persamaan kuadratik pada polarisasi dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 23,36% dan RMSE sebesar 104,29. Polarisasi terbaik pada permodelan di atas menggunakan polarisasi sehingga untuk penambahan peubah pada permodelan selanjutnya menggunakan polarisasi saja. Pada Tabel 13 berikut merupakan hasil permodelan dengan menggunakan peubah backscatter dan umur. Tabel 13 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah backscatter dan umur Y = ,6X₁ + 5,49X₂ 62,36 73,09 Y = 263 0,672X₁² + 0,123X₂² 57,38 77,78 Y = EXP(7, ,181X₁ + 0,016X₂) 62,07 73,38 Keterangan : Y = biomassa, X 1 = backscatter, dan X 2 = umur Berdasarkan hasil regresi menggunakan peubah backscatter dan umur pada Tabel 13, model terbaik yang dapat digunakan adalah model regresi linier dengan koefisien determinasi terkoreksi sebesar 62,36% dan RMSE sebesar 73,09. Selanjutnya dilakukan penyusunan model dengan menggunakan peubah

8 28 backscatter dan tinggi pada model regresi resolusi 12,5 meter dengan hasil regresi ditunjukkan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah backscatter dan tinggi Y = 219,492 14,483X₁ + 9,025X₂ 63,60 71,89 Y = 159,557 0,451X₁² + 0,297X₂² 63,45 71,33 Y = EXP(6, ,136X₁ + 0,044X₂) 65,29 70,18 Keterangan : Y = biomassa, X 1 = backscatter, dan X 2 = tinggi Berdasarkan Tabel 14 hasil analisis regresi menggunakan peubah backscatter dan tinggi diperoleh model terbaik, yaitu model regresi eksponensial dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 65,29% dan RMSE sebesar 70,18. Kemudian dilakukan analisis regresi menggunakan peubah backscatter, umur dan tinggi dengan hasil regresi ditunjukkan pada Tabel 15 berikut. Tabel 15 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah backscatter, umur, dan tinggi Y = ,8X₁ + 2,72X₂ + 5,84X₃ 63,96 71,52 Y = 164 0,45X₁² + 0,0378X₂² + 0,0243X₃² 63,07 72,40 Y = EXP (3,01 0,055X₁ + 0,006X₂ + 0,073X₃) 57,48 77,68 Keterangan : y = biomassa, X 1 = backscatter, X 2 = umur, dan X 3 = tinggi Pada Tabel 15 diketahui hasil permodelan pendugaan biomassa terbaik dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi menggunakan persamaan linier dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 63,96% dan nilai RMSE sebesar 71,52. Berdasarkan hasil permodelan tersebut menunjukkan bahwa penambahan peubah umur dan tinggi mempengaruhi pendugaan biomassa dalam permodelan dibandingkan hanya menggunakan peubah backscatter saja. Namun data tinggi pohon yang tersedia pada penelitian ini hanya terdapat pada plot-plot pengamatan saja sehingga tidak dapat memberikan informasi keseluruhan data tinggi di wilayah yang diamati. Selain itu, tinggi pohon saat ini hanya dapat dipetakan menggunakan LIDAR (Light Detection and Ranging) sehingga pemilihan model pendugaan biomassa terbaik untuk pemetaan sebaran biomassa pada penelitian ini menggunakan peubah backscatter dengan umur.

9 Pemetaan Biomassa dan Analisis Akurasi Pemetaan dilakukan dengan menggunakan model terpilih. Sebelum dilakukan pemetaan terlebih dahulu dilakukan pembagian kelas untuk memperoleh dugaan terbaik dari pembagian kelas yang dilakukan. Berikut grafik pembagian kelas biomassa berdasarkan sebaran plot. Biomassa (ton/ha) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Gambar 5 Grafik distribusi kelas biomassa Dari grafik distribusi kelas biomassa di atas dapat diketahui bahwa selang nilai biomassa pada kelas 1 antara 2,7 ton/ha 129 ton/ha, kelas 2 antara 130 ton/ha 238 ton/ha, dan selang nilai biomassa pada kelas 3 antara 239 ton/ha 506,4 ton/ha. Selanjutnya dilakukan akurasi dari peta sebaran biomassa berdasarkan pemilihan model terbaik. Berikut hasil akurasi pendugaan biomassa pada resolusi 50 meter dan 12,5 meter yang ditunjukkan pada Tabel 16 dan Tabel 17. Tabel 16 Hasil perhitungan Kappa Acuracy dan Overall Acuracy resolusi 50 meter Anak Petak Filtering 1x1 3x3 5x5 OA(%) KA(%) OA(%) KA(%) OA(%) KA(%) OA(%) KA(%) 34,21 3,94 42,11 14,87 42,11 14,87 42,11 14,95

10 30 Tabel 17 Hasil perhitungan Kappa Acuracy dan Overall Acuracy resolusi 12,5 meter Anak Petak Filtering 3x3 5x5 7x7 OA(%) KA(%) OA(%) KA(%) OA(%) KA(%) OA(%) KA(%) 63,16 35,59 60,53 41,36 65,79 49,54 71,05 56,95 Berdasarkan hasil akurasi pada Tabel 16 dan Tabel 17 diketahui bahwa pemetaan menggunakan basis piksel, baik pada resolusi 50 meter maupun resolusi 12,5 meter, menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik dibandingkan pemetaan menggunakan anak petak. Nilai Kappa Acuracy (KA) terbaik untuk resolusi 50 meter, yaitu pada filtering kernel 5x5 sebesar 14,95%, sedangkan untuk resolusi 12,5 meter pada filtering kernel 7x7 sebesar 56,95%. Sebagian besar kesalahan saat pengakurasian, yaitu menduga biomassa di plot merupakan kelas 1, namun di lapangan masuk ke dalam kelas 2. Pada hasil penelitian Riska (2011) dalam pendugaan biomassa di KPH Banyumas Barat dengan peubah backscatter, hasil uji akurasi biomassa menggunakan KA pada pemetaan terbaik sebesar 54,32% lebih kecil dibandingkan nilai KA dengan penambahan peubah umur pada penelitian ini, yaitu sebesar 56,95%. Berdasarkan uji akurasi tersebut diketahui bahwa penambahan umur pada penelitian ini dapat meningkatkan nilai akurasi dalam pemetaan biomassa. Berdasarkan hasil uji akurasi pada Tabel 16 dan Tabel 17 menjelaskan bahwa tingkat resolusi citra mempengaruhi nilai akurasi pemetaan terhadap biomassa. Semakin tinggi resolusi yang digunakan, semakin besar pengaruhnya terhadap tingkat ketelitian akurasi serta besar nilai pendugaan biomassa. Peta sebaran biomassa resolusi 50 meter hasil akurasi menggunakan anak petak dan filtering dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.

11 31 Gambar 6 Peta sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat resolusi 50 meter berdasarkan anak petak Gambar 7 Peta sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat resolusi 50 meter filtering kernel 5x5

12 32 Dari hasil distribusi biomassa pada Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa citra resolusi 50 meter didominasi oleh kelas biomassa tiga, baik pada peta sebaran biomassa menggunakan anak petak maupun peta sebaran biomassa menggunakan basis piksel. Hal tersebut menerangkan bahwa kedua jenis peta di atas memiliki sebaran kelas biomassa serupa yang didominasi oleh kelas tiga dan secara umum memiliki sebaran kelas biomassa yang kurang lebih sama. Pada Gambar 6, penampakkan citra sebaran biomassa masih banyak generalisasi dibandingkan citra sebaran biomassa menggunakan basis piksel pada gambar 7. Hal tersebut disebabkan luasan rata-rata untuk pemetaan menggunakan anak petak lebih besar dibandingkan pemetaan menggunakan basis piksel. Luasan rata-rata anak petak sekitar 36,7 ha atau m 2, sedangkan pada pemetaan basis piksel terbaik resolusi 50 meter dengan filtering kernel 5 5 sekitar 6,25 ha atau m 2. Perbedaan luasan rata-rata kedua metode sebaran biomassa tersebut yang menimbulkan perbedaan citra yang ditampilkan dari masing-masing metode pemetaan. Selanjutnya hasil pemetaan sebaran biomassa resolusi 12,5 meter dengan menggunakan basis anak petak dan basis piksel yang ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 8 Peta sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat resolusi 12,5 meter berdasarkan anak petak

13 33 Gambar 9 Peta resolusi sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat 12,5 meter filtering kernel 7x7 Berdasarkan hasil peta sebaran biomassa pada Gambar 8 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa resolusi 12,5 meter didominasi oleh biomassa kelas tiga. Pemetaan pada resolusi 12,5 meter, baik menggunakan anak petak maupun basis piksel, memiliki distribusi kelas biomassa yang serupa, yaitu didominasi oleh kelas biomassa tiga. Peta sebaran biomassa menggunakan anak petak pada Gambar 8 lebih general dengan luasan rata-rata sekitar 36,7 ha atau m 2, sedangkan sebaran biomassa menggunakan basis piksel terbaik dengan filtering kernel 7 7 memiliki luasan rata-rata sekitar 0,7 ha atau 7.00 m 2. Oleh karena itu, pemetaan dengan menggunakan basis piksel lebih detail karena ukuran luasan yang lebih kecil sehingga lebih akurat dalam memetakan biomassa. Selanjutnya dibuat matriks konfusi antara model pemetaan terbaik resolusi 50 meter dengan model pemetaan terbaik resolusi 12,5 meter untuk melihat seberapa besar perbedaan kedua citra resolusi tersebut. Berikut hasil matriks konfusi kedua citra resolusi yang ditunjukkan pada Tabel 18.

14 34 Tabel 18 Matriks konfusi resolusi 50 meter dan 12,5 meter Bentuk 12,5 meter Kelas1 Kelas 2 Kelas 3 Total Kelas meter Kelas Kelas Total Berdasarkan Tabel 18 resolusi 12,5 meter diasumsikan lebih teliti pendugaannya sehingga dianggap sebagai producer s accuracy (PA) dan resolusi 50 meter sebagai user s accuracy (UA). Matriks konfusi ini dapat mengetahui besar ketelitian akurasi antara citra resolusi 50 meter terhadap citra resolusi 12,5 meter. Berdasarkan data matriks konfusi Tabel 18 diketahui bahwa biomassa kelas 1 memiliki piksel yang sama antara resolusi 50 meter dan 12,5 meter dari jumlah piksel yang dikelaskan sebagai kelas 1 atau sekitar 30,24% jumlah piksel yang benar untuk PA kelas 1. Pada biomassa kelas 2 terdapat piksel yang sama dari piksel yang dikelaskan sebagai biomassa kelas 2 atau sekitar 11,51% jumlah piksel yang benar untuk PA kelas 2. Kemudian untuk biomassa kelas 3 terdapat 529 piksel yang sama dari jumlah piksel yang dikelaskan sebagai kelas 3 atau sekitar 46,43% jumlah piksel yang benar untuk PA kelas 3. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan pengkelasan biomassa paling banyak antara resolusi 50 meter dan 12,5 meter, yaitu pada kelas biomassa 2. Banyaknya piksel yang sama dari masing-masing kelas biomassa selanjutnya dijumlahkan dan diperoleh jumlah piksel yang benar sebanyak piksel antara resolusi 50 meter dengan resolusi 12,5 meter atau sekitar 22,98%. Ini berarti citra resolusi 50 meter mampu menjelaskan citra resolusi 12,5 meter sebesar 22,98% berdasarkan OA. Pada Gambar 10 berikut menampilkan secara visual perbedaan spasial antara resolusi 50 meter dan 12,5 meter.

15 35 a b Keterangan : Kelas 3 : Kelas 2 Gambar 10 Sebaran kelas biomassa antara (a) resolusi 50 meter dan (b) resolusi12,5 meter Berdasarkan Gambar 10 di atas terlihat adanya perbedaan antara sebaran kelas biomassa pada resolusi 50 meter dan 12,5 meter. Wilayah yang dianggap kelas dua pada resolusi 50 meter ternyata merupakan kelas tiga pada resolusi 12,5 meter. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaaan resolusi akan mempengaruhi keakuratan pendugaan biomassa. Semakin tinggi resolusi yang digunakan, maka seharusnya akan menghasilkan tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan resolusi di bawahnya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan data Biomassa Penelitian ini dilakukan di dua bagian hutan yaitu bagian Hutan Balo dan Tuder. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Statistik Data Plot Contoh Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT Pankromatik sebanyak 26 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian dikelompokkan

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN BIOMASSA MENGGUNAKAN ALOS PALSAR UNTUK IDENTIFIKASI EKOSISTEM TRANSISI HUTAN DATARAN RENDAH Korelasi antara biomassa dengan backscatter polarisasi ALOS PALSAR Korelasi

Lebih terperinci

PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH

PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH ADITYA PRADHANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 25 3.1 Eksplorasi Data Lapangan III HASIL DAN PEMBAHASAN Data lapangan yang dikumpulkan merupakan peubah-peubah tegakan yang terdiri dari peubah kerapatan pancang, kerapatan tiang, kerapatan pohon, diameter

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Degradasi Hutan di Lapangan 4.1.1 Identifikasi Peubah Pendugaan Degradasi di Lapangan Identifikasi degradasi hutan di lapangan menggunakan indikator

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Pengantar Pada sesi sebelumnya kita hanya menggunakan satu buah X, dengan model Y = b 0 + b 1 X 0 1 Dalam banyak hal, yang mempengaruhi X bisa lebih dari satu.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Sebaran Pohon Contoh Pohon contoh sebanyak 0 pohon dipilih secara purposive, yaitu pohon yang tumbuh normal dan sehat, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya dan tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI

PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Menurut Jogiyanto (2007:61) mengemukakan bahwa, obyek penelitian

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Menurut Jogiyanto (2007:61) mengemukakan bahwa, obyek penelitian BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Menurut Jogiyanto (2007:61) mengemukakan bahwa, obyek penelitian adalah sebagai berikut: suatu entitas yang akan diteliti. Obyek dapat berupa perusahaan,

Lebih terperinci

Latar belakang. Kerusakan hutan. Perlu usaha: Perlindungan Pemantauan 22/06/2012

Latar belakang. Kerusakan hutan. Perlu usaha: Perlindungan Pemantauan 22/06/2012 Deteksi Kesehatan Hutan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Hutan Lahan Kering SIGIT NUGROHO Latar belakang Kerusakan hutan Perlu usaha: Perlindungan Pemantauan Efisien waktu Efektif Hemat biaya Mudah

Lebih terperinci

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi STK 511 Analisis statistika Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi 1 Pendahuluan Kita umumnya ingin mengetahui hubungan antar peubah Analisis Korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan linier antar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak terdaftar di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak terdaftar di 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Tanjung Karang. Sampel yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth. menggunakan data latih kedua band citra berbasis rona (tone, sehingga didapatkan pohon keputusan untuk citra berbasis rona. Pembentukan rule kedua menggunakan data latih citra berbasis rona ditambah dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Guna menyelesaikan penelitian ini terutama untuk memperoleh data-data dan

BAB III METODE PENELITIAN. Guna menyelesaikan penelitian ini terutama untuk memperoleh data-data dan BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Guna menyelesaikan penelitian ini terutama untuk memperoleh data-data dan keterangan yang diperlukan, penulis dalam hal ini berusaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA LAHAN. harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah, Kepulauan Riau adalah

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA LAHAN. harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah, Kepulauan Riau adalah VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA LAHAN Model yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah, Kepulauan Riau adalah model double

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dantempat Penelitian ini dilakukan selama empat bulan: 1 bulanu ntuk pengumpulan data lapang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan 4 bulan untuk pengolahan data

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode melalui website :

BAB III METODE PENELITIAN. yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode melalui website : BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek/Obyek Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih Bursa Efek Indonesia sebagai tempat untuk melakukan riset. Lokasi penelitian ini dipilih karena dianggap sebagai

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Pembahasan

Bab IV Analisis dan Pembahasan Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Ketelitian Citra IV.1.1 Titik Sekutu Berdasarkan hasil titik sekutu yang diperoleh dari dua variasi titik sekutu yang berbeda diperoleh nilai untuk 10 titik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di PT. Bangunperkasa Adhitamasentra yang berlokasi di Gedung Graha GRC board lantai 3, Jalan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Paparan Data Hasil Penelitian Pada bab ini mengemukakan hasil dan pembahasan dari penelitian mengenai pengaruh komunikasi organisasi terhadap prestasi

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB III. penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan metode statistik.

BAB III. penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan metode statistik. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011), metode penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.1. Inventarisasi Aset Inventarisasi aset terdiri dari 2 (dua) aspek yaitu inventarisasi fisik dan inventarisasi yuridis.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Setiap penelitian membahas mengenai objek dan subjek yang ditelitinya. Dalam penelitian ini yang menjadi objek terdiri dari dua variabel bebas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subyek Penelitian Penggunaan objek penelitian dalam penelitian ini adalah pelaporan tahunan perusahaan. Pelaporan tahunan perusahaan merupakan yang mengikuti PROPER dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek / Subyek Penelitian Obyek yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berlokasi di Kampus Terpadu, Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam penelitan ini yang menjadi populasi oleh penulis adalah Satuan Kerja

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam penelitan ini yang menjadi populasi oleh penulis adalah Satuan Kerja 25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi Dan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian Dalam penelitan ini yang menjadi populasi oleh penulis adalah Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Segmentasi Dari beberapa kombinasi scale parameter yang digunakan untuk mendapatkan segmentasi terbaik, untuk mengklasifikasikan citra pada penelitian ini hanya mengambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Respon Polarimetri pada Tanaman Padi Varietas Ciherang 4.1.1. Analisis Data Eksploratif Hasil penerapan teori dekomposisi Cloude Pottier pada penelitian ini terwakili oleh

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Eucalyptus grandis hybrid MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI PT.TOBA PULP LESTARI RANI ILMA PURBA

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Eucalyptus grandis hybrid MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI PT.TOBA PULP LESTARI RANI ILMA PURBA PENDUGAAN SIMPANAN KARBON TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Eucalyptus grandis hybrid MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI PT.TOBA PULP LESTARI RANI ILMA PURBA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai Maret 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai Maret 2014 43 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai Maret 2014 dengan objek penelitian PT. Indosat Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai pengaruh free cash flow, leverage, payout, undervalue, dan size terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai pengaruh free cash flow, leverage, payout, undervalue, dan size terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian meliputi serangkaian pilihan pengambilan keputusan rasional, sehingga data yang diperlukan peneliti dapat dikumpulkan serta dianalisis

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS MUHAMMAD PANJI SOLIHIN

APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS MUHAMMAD PANJI SOLIHIN APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS MUHAMMAD PANJI SOLIHIN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah asosiatif, menurut Sugiyono (2012:11),

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah asosiatif, menurut Sugiyono (2012:11), BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis, Lokasi dan Waktu penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah asosiatif, menurut Sugiyono (2012:11), pendekatan asosiatif adalah pendekatan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Surat Pemberitahuan (SPT) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Deskriptif

Surat Pemberitahuan (SPT) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Deskriptif 62 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif 1. Perkembangan Penerimaan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN) Jumlah penerimaan SPT PPN yang terdaftar pada KPP Pratama

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN

BAB 3 METODA PENELITIAN BAB 3 METODA PENELITIAN Metode penelitian merupakan sekumpulan peraturan dan prosedur atau kerangka berfikir yang digunakan untuk menguji hipoteis suatu penelitian. Metodologi penelitian berperan penting

Lebih terperinci

PENGAUH KUALITAS PRODUK, HARGA, CITRA MEREK DAN DESAIN PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL JENIS MPV MEREK TOYOTA. Risnandar

PENGAUH KUALITAS PRODUK, HARGA, CITRA MEREK DAN DESAIN PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL JENIS MPV MEREK TOYOTA. Risnandar PENGAUH KUALITAS PRODUK, HARGA, CITRA MEREK DAN DESAIN PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL JENIS MPV MEREK TOYOTA AVANZA DI KOTA DEPOK Risnandar 16212478 Latar Belakang Di jaman modern seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 2 5. Pemilihan Pohon Contoh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini adalah jenis nyatoh (Palaquium spp.). Berikut disajikan tabel penyebaran pohon contoh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi merupakan suatu teknik statistika untuk menyelidiki dan

TINJAUAN PUSTAKA. Analisis regresi merupakan suatu teknik statistika untuk menyelidiki dan TINJAUAN PUSTAKA Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi merupakan suatu teknik statistika untuk menyelidiki dan memodelkan hubungan diantara peubah-peubah, yaitu peubah tak bebas (respon) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data yang diperlukan dari responden. Dalam upaya pengumpulan

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data yang diperlukan dari responden. Dalam upaya pengumpulan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat melakukan kegiatan penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan dari responden. Dalam upaya pengumpulan data yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016, dimana periode yang akan diteliti adalah tahun pajak 2015 yaitu pada saat diberlakukannya Peraturan Menteri

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ROKOK SAMPOERNA A MILD DIKALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA KALIMALANG

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ROKOK SAMPOERNA A MILD DIKALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA KALIMALANG ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ROKOK SAMPOERNA A MILD DIKALANGAN MAHASISWA UNIVERSITAS GUNADARMA KALIMALANG Nama : Dwike Puteri Utami NPM : 12213717 Kelas : 3EA29

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian, lokasi dan waktu penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang menggabungkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menguji apakah alat ukur (instrument) yang digunakan memenuhi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menguji apakah alat ukur (instrument) yang digunakan memenuhi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil uji itas dan Reliabilitas Untuk menguji apakah alat ukur (instrument) yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik, sehingga mengahasilkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Perusahaan emiten manufaktur sektor (Consumer Goods Industry) yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Perusahaan emiten manufaktur sektor (Consumer Goods Industry) yang BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Perusahaan emiten manufaktur sektor (Consumer Goods Industry) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki beberapa perusahaan, dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

Pengaruh Faktor Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Pocari Sweat Pada Mahasiswa Universitas Gunadarma. Destri Andini,

Pengaruh Faktor Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Pocari Sweat Pada Mahasiswa Universitas Gunadarma. Destri Andini, Pengaruh Faktor Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Pocari Sweat Pada Mahasiswa Universitas Gunadarma Destri Andini, 11208460 LATAR BELAKANG Perkembangan usaha saat ini telah diwarnai dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Kuncoro (2003:103) populasi merupakan kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan mempelajari berbagai literatur, jurnal, karangan ilmiah dan penerbitan lainnya

BAB III METODE PENELITIAN. dan mempelajari berbagai literatur, jurnal, karangan ilmiah dan penerbitan lainnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data 3.1.1 Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari berbagai literatur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan selesai. Untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan, tempat penelitian

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Pada bab ini penulis akan menganalisis data yang telah terkumpul yaitu data dari Dana Perimbangan dan Belanja Modal Provinsi Jawa Timur,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Analisis Regresi dan Korelasi 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1. Objek dan Subjek Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Menurut Umar (2003) objek penelitian menjelaskan tentang apa atau siapa yang menjadi objek penelitian juga dimana dan kapan penelitian dilakukan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah penelitian yang menganalisis datanya berbentuk. dikumpulkan telah selesai berlangsung (Nazir, 2005).

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah penelitian yang menganalisis datanya berbentuk. dikumpulkan telah selesai berlangsung (Nazir, 2005). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif.penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menganalisis datanya berbentuk angka.sedangkan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data-data dan keterangan yang akurat dan langsung ke lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data-data dan keterangan yang akurat dan langsung ke lokasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Guna menyelesaikan penelitian ini terutama untuk memperoleh datadata dan keterangan yang diperlukan, penulis dalam hal ini berusaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pajak Reklame, dan Pajak Parkir dari tahun 2010 sampai dengan 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Pajak Reklame, dan Pajak Parkir dari tahun 2010 sampai dengan 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kabupaten Pandeglang. Kegiatan penilitian ini dilakukan tahun 2014 yang dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan di analisis yaitu dari tahun 2009 sampai dengan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan di analisis yaitu dari tahun 2009 sampai dengan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013, dimana periode penelitian yang akan di analisis yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numerik atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numerik atau BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numerik atau angka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KAP yang terdapat di Daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KAP yang terdapat di Daerah 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal yang berhubungan dengan analisis data yang berhasil dikumpulkan, hasil pengolahan data dan pembahasan dari hasil pengolahan data yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah,

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan BUMD Dan Pendapatan Lain Daerah Terhadap Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menjadi sampel dalam penelitian mengenai pengaruh harga, kualitas produk, citra merek

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menjadi sampel dalam penelitian mengenai pengaruh harga, kualitas produk, citra merek BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian Deskripsi responden disini akan menganalisa identitas para konsumen yang menjadi sampel dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Analisis Regresi dan Korelasi 1. Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian 42 BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian peneliti. Menurut Jogiyanto (2007 : 61), objek penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian adalah daerah tempat akan diadakannya penelitian yang mendukung dalam penulisan penelitian itu sendiri. Dalam hal ini yang akan dijadikan

Lebih terperinci