BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial; 2. Kehamilan di luar pernikahan yang tidak diinginkan oleh

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ada sedikitnya tujuh masalah yang terkait langsung dengan proses dan fungsi reproduksi remaja yang diidentifikasi oleh Departemen Kesehatan RI (2004: 15), antara lain: 1. Remaja seksual aktif sebelum tercapainya kematangan mental dan sosial; 2. Kehamilan di luar pernikahan yang tidak diinginkan oleh remaja; 3. Kondisi remaja yang tidak menunjang kehamilan sehat (anemia, kurang energi dan kalori dan sebagainya); 4. Percobaan pengguguran kandungan yang tidak aman oleh tenaga medis yang tidak terlatih; 5. Terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS; 6. Resiko berganti ganti pasangan seksual; dan 7. Resiko komplikasi kehamilan dan persalinan, termasuk lahirnnya bayi yang prematur. Remaja sangat mudah untuk mengalami ketujuh masalah tersebut, ketika remaja mengalami salah satu diantaranya mereka masih belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk menyelesaikannya. Terkadang remaja memakai jalan pintas untuk menyelesaikannya tanpa memperhitungkan dampak apa yang akan terjadi nantinya. Di dalam era yang modern sekarang ini segala informasi dapat di akses dengan sangat mudah. Dengan menggunakan media internet maka informasi apa 1

2 saja yang dibutuhkan dapat diketahui dalam waktu yang singkat. Apalagi internet sekarang sudah masuk ke desa desa sehingga masyarakat pinggiran pun dapat memanfaatkannya untuk mencari segala informasi yang dibutuhkan, tak terkecuali informasi mengenai kesehatan reproduksi. Kemudahan akses ini mengakibatkan remaja mempunyai pengetahuan yang luas mengenai kesehatan reproduksi tanpa sepengetahuan orang tua ataupun guru. Pengetahuan yang ada belum tentu dapat dipertangungjawabkan kebenarannya sehingga membuat remaja sangat ingin tahu akan hal tersebut. Tabel di bawah ini akan menjelaskan darimana saja remaja mendapatkan informasi mengenai perubahan fisik anak laki laki maupun perempuan pada masa pubertas. Sumber Informasi Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi Sumber Informasi Perempuan Laki Laki Teman 44,3 46,9 Guru 42,6 33,4 Ayah 3,7 2,6 Ibu 20,5 3,4 Buku/Majalah/Surat Kabar 13,9 6,1 Tidak Satupun 17,5 15,1 Tabel 1 Sumber: Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia, diolah

3 Data diatas menjelaskan bagaimana seorang teman sangat mempunyai peranan yang signifikan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan perkembangan dan perubahan fisik remaja pada masa pubertas. Disamping itu, sisi lain remaja sendiri lebih senang berbagi secara terbuka dan membicarakan hal sensitif (pacar, perubahan fisik, dan seksualitas) dengan teman sebaya daripada dengan orang tua atupun guru, sehingga informasi yang di dapat akan di share secara langsung tanpa mengetahui apakah informasi tersebut benar atau salah. Hal tersebut dikarenakan teman sebaya cenderung lebih bisa menerima perbedaan pendapat, memiliki pengetahuan yang setara, serta terdapat suasana kesetiakawanan yang menyebabkan kenyamanan dalam membicarakan sesuatu karena akan saling merahasiakan terhadap orang lain. Dari data tersebut juga menjelaskan bahwa orang tua mempunyai peranan yang sangat lemah terhadap sosialisasi kesehatan reproduksi, hal ini dikarenakan kultur dari masyarakat sendiri yang masih menganggap tabu segala permasalahan yang berkaitan dengan seksualitas. Perspektif masyarakat masih terlalu sempit yang beranggapan bahwa seksualitas hanya dipahami sebagai hubungan suami istri, bukan dipahami secara menyuluruh yaitu berkaitan dengan kesehatan secara fisik yang salah satunya menyangkut perubahan fisik remaja pada masa pubertas. Oleh karena itu BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) merealisasikan program kesehatan reproduksi remaja yang berbasis peer educator/pendidik sebaya dimana nantinya akan berperan sebagai konselor bagi 3

4 teman sebayanya, dan program tersebut dinamakan Program Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Program ini sudah di laksanakan di beberapa SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta, namun terdapat sedikit di wilayah Kota Yogyakarta salah satunya adalah PACTO (Puspanegara in Action to Kespro), PIK-KRR di SMAN 5 Yogyakarta. Remaja dan Kebebasannya Dari data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan penyumbang populasi besar penduduk di dunia. Menurut Persarikatan Bangsa Bangsa (PBB), lebih dari 1 miliar atau sekitar 19,1% penduduk dunia adalah remaja yang berusia tahun, dan diperkirakan akan meningkat prosentasenya sebesar 3% pada tahun Data demografi di Asia Tenggara menunjukkan statistik dimana jumlah remaja pada tahun 2010 berkisar 100 juta jiwa (PBB, 2001). Sedangkan di Indonesia sendiri menurut Biro Pusat Statistik, pada tahun 2008 kelompok remaja yang berusia tahun memiliki prosentase sebesar 30% dengan jumlah mencapa 1,2 juta jiwa Di era globalisasi yang terus berkembang sekarang ini semakin membuat pertukaran antar budaya secara tidak langsung terjadi, hal ini bisa dilihat dari perubahan pola pola kehidupan masyarakat Timur yang mengalami pergeseran nilai akibat masuknya budaya barat, contohnya terjadi di Indonesia sekarang ini. Salah satu budaya yang berkembang dalam kehidupan remaja saat ini adalah pergaulan bebas (free sex). Semakin berkembangnya pergaulan bebas remaja ini 4

5 salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah disebabkan kurangnya pengetahuan mereka mengenai pendidikan seks yang benar dan bertanggung jawab. Pendidikan seks seorang remaja didapat dari pergaulan dengan teman teman lingkungannya (yang belum tentu akan kebenarannya), akses internet yang semakin mudah didapatkan, buku buku porno, atau juga bisa dipengaruhi dari penjelasan orang tua yang kurang jelas akibat kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi itu sendiri maupun orang tua merasa sentiment dengan topik mengenai reproduksi yang didiskusikan dengan seorang anak. Hal ini yang mengakibatkan seorang anak mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, yang lebih membahayakan bagi diri mereka sendiri karena tidak adanya seorang pendamping yang mampu memberikan pengetahuan yang baik serta mengeleminasi yang buruk. Berdasarkan survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, ) didapatkan bahwa remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada usia tahun (wanita 34,7%; pria 30,9%) sedangakan pada usia tahun (wanita 48,6%; pria 46,5%). Selain itu menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2010, tingkat aborsi menembus angka 97,05%, dari mahasiswi Yogyakarta telah kehilangan kegadisannya disaat kuliah. Hal ini menjadi permasalahan yang serius mengingat Yogyakarta merupakan Kota Pendidikan, dimana setiap tahun banyak remaja yang menginginkan melanjutkan studinya di 5

6 sekolah maupun Perguruan Tinggi yang berada di DIY sendiri. Jika hal ini tidak segera diantisipasi oleh Pemerintah Kota maka angka tersebut tidak mustahil akan terus bertambah dan membuat budaya kehidupan remaja di Yogyakarta akan bergeser. Selama ini peranan pemerintah dalam menyikapi persoalan mengenai kesehatan reproduksi adalah dengan memberikan penyuluhan ke berbagai pihak termasuk kalangan orang tua dan remaja. Namun hal tersebut tidak berjalan dengan baik serta memberikan dampak yang positif bagi orang tua dan remaja itu sendiri, karena tidak adanya monitoring yang dilakukan oleh pemerintah setelah adanya penyuluhan yang dilakukan. Sehingga program penyuluhan tersebut tidak berjalan efektif bahkan bisa menimbulkan dampak negatif karena tidak adanya kontrol terhadap remaja yang nantinya di khawatirkan remaja menyalahgunakan info yang sudah didapat. Dalam kalangan masyarakat sendiri khususnya orang tua, terkesan pasif dalam memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Ini terjadi karena orang tua menunggu anaknya untuk bertanya kepada mereka, bukan mengantisipasi dengan menanyakan atau berdiskusi dengan anak sebelum si anak sempat bertanya. Ini juga dipengaruhi oleh budaya yang masih menganggap tabu perbincangan mengenai reproduksi. Oleh karena itu pemerintah mengimplementasikan program yang bertujuan untuk meminimalkan isu kesehatan reproduksi dengan memposisikan remaja sebagai aktor dalam menyelesaikan permasalahannya. Yaitu dengan membuat 6

7 wadah organisasi yang nantinya dikelola oleh remaja dengan pembina dari sekolah dan pemerintah sendiri di bawah BKKBN sebagai pengawan program. Program ini di beri naman Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Peran Negosiasi Remaja Dalam Isu Kesehatan Reproduksi Remaja selama ini merupakan obyek dari isu mengenai kesehatan reproduksi, dipandang sebagai korban dan pelaku. Di sisi lain remaja menginginkan dirinya untuk dapat dipandang dalam kalangan sebayanya, dimana mengikuti perkembangan jaman dalam hal bergaul dengan sesamanya, di lain sisi adat yang berkembang dalam masyarakat memakanai berbeda akan perilaku mereka. Remaja yang mempunyai rasa keingintahuan yang besar atas segala sesuatu tidak sejalan dengan pemikiran negara atau dalam hal ini adalah orang tua dalam mendiskusikan permasalahan mengenai kesehatan reproduksi. Sehingga remaja terkadang bereksplorasi sendiri dan mencari jawaban atas keingintahuan tersebut. Negara merespon permasalahan ini dengan membuat suatu wadah organisasi remaja yang bergerak dalam pendidikan kesehatan reproduksi yang diberi nama PIK-KRR. Kebijakan ini diimplementasikan untuk memberikan kesempatan kepada remaja dalam belajar serta memberikan ide mengenai kesehatan reproduksi, selain itu remaja juga mempunyai wadah dalam bentuk organisasi yang di kontrol oleh pemerintah/sekolah sehingga wawasan dan 7

8 pengetahuan yang didapat dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kemudian remaja akan membagikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada teman sebaya yang lain. Dengan adanya program ini apakah nantinya remaja memiliki nilai tawar dalam masyarakat dengan menjadi sumber informasi bagi teman sebayanya atau bahkan para orang tua dalam mendiskusikan mengenai permasalahan ini, atau sebaliknya para orang tua masih belum bisa menerima topik pembicaraan mengenai kesehatan reproduksi dan teman sebaya hanya menganggap hal ini sebagai informasi yang tidak penting bagi dirinya. Proses negosiasi yang dilakukan oleh remaja menjadi sangat penting karena hal ini akan berpengaruh kepada tercapainya tujuan dari PIK-KRR itu sendiri. Selain itu akan berdampak pada ruang lingkup yang bisa dicapai oleh PIK-KRR tersebut dalam memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi, apakah hanya dalam lingkup remaja di sekolah, atau lebih luas dengan mencakup remaja di sekitar sekolah, bahkan masyarakat sekitar. Hal ini tidak akan terlepas dari terbentuknya kerjasama yang baik dari pihak sekolah, pemerintah, serta dukungan para orang tua yang mau untuk membuka pikirannya mengenai reproduksi. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana remaja berusaha mengelola isu kesehatan reproduksi yang notabennya dilakukan oleh negara/pemerintah dan orang tua. Bagaimana remaja mampu menegosiasikan salah satu permasalahan remaja yaitu mengenai kesehatan reproduksi dengan 8

9 guru, teman, serta orang tua. Selain itu faktor faktor apa saja yang membuat remaja berhasil/tidak dalam meyakinkan para guru, orang tua, ataupun siswa bahwa program ini mempunyai dampak positif kedepannya. Disisi lain diharapkan mampu memberikan visualisasi program program kesehatan reproduksi apa saja yang dapat direalisasikan di setiap sekolah sehingga dapat disamakan antara satu sekolah dengan sekolah yang lain, namun dapat berubah sesuai kondisi lingkungan dimana tempat sekolah tersebut berada. Yang nantinya diharapkan program ini ada di setiap sekolah sekolah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan andil dalam memberikan masukan kepada pemerintah untuk lebih mengembangkan program ini, dimana program ini nantinya bisa termasuk dalam kegiatan ekstrakulikuler sekolah atau sebagai organisasi sekolah di bawah naungan OSIS. Karena pada dasarnya siswa dapat belajar hal positif terhadap program ini, selain mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana bersikap positif terhadap kesehatan reproduksi, siswa juga mampu belajar bagaimana cara memberikan konseling terhadap teman sebayanya. pembelajaran konseling ini diharapkan nantinya siswa akan menjadi duta kesehatan dalam kesehatan reproduksi dimanapun dia berada nantinya. Lokus dari penelitian ini adalah PIK-KRR PACTO (Puspnegaran in Action to Kespro) SMAN 5 Yogyakarta. Hampir sama dengan PIK-KRR di sekolah yang lain baik dari negeri ataupun swasta, tingkatan yang diraih oleh PACTO berawal dari tahapan paling rendah ke tahapan paling tinggi. Dengan segudang prestasi dan kegiatan yang bervariasi membuat PACTO menjadi salah satu sekolah percontohan yang mampu mengembangkan PIK-KRR di tingkat 9

10 sekolah. Namun yang menarik adalah proses berdirinya PACTO, dimana harus meyakinkan pihak sekolah dalam hal ini adalah kepala sekolah untuk mendukung kegiatan PACTO. Hal ini dikarenakan terbentuknya PACTO tanpa sepengetahuan dan melalui kepala sekolah, hanya dari Guru BK yang bekerjasama dengan Kantor KB Kota. Sehingga PACTO tidak memiliki dukungan yang penuh dari pihak sekolah dalam pengembangannya dalam periode awal berdirinya PACTO. Oleh karena itu bagaimana proses negosiasi yang dilakukan oleh PACTO sehingga akhirnya mampu di terima dan menjadi bagian dari organisasi di sekolah serta bagaimana PACTO menjalin mitra dan dukungan dari pemerintah dalam mengembangkan PACTO. 1.2 RUMUSAN MASALAH Remaja merupakan salah satu kelompok masyarakat dan termasuk dalam warga negara yang harus mendapatkan sebuah perlindungan terhadapnya. Pemerintah mencoba merespon permasalahan mengenai kesehatan reproduksi dengan membentuk program PIK-KRR yang berbasis konseling yang dilakukan oleh teman sebaya. Kenapa menggunakan teman sebaya? Hal ini dikarenakan remaja lebih terbuka dan nyaman berkomunikasi dan berbagi dengan sesama daripada dengan orang tua. Orang tua terkadang masih tabu untuk membicarakan hal hal sensitif yang berkaitan dengan reproduksi ataupun seks dengan anaknya Dan apakah PIK-KRR tersebut memberikan dampak dalam merubah pemikiran dan sudut pandang para orang tua dalam mendiskusikan permasalahan 10

11 mengenai kesehatan reproduksi, dan menarik minat teman sebaya untuk lebih membuka diri membahas masalah kesehatan reproduksi dan mencari solusi atas permasalahan yang ada. Bagaimanakah cara remaja menegosiasikan hal tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melihat terdapat berbagai macam permasalahan serta peluang untuk menyelesaikan masalah tersebut yang ditemukan dalam negosiasi remaja dalam pengeloalaan isu publik dimana dalam hal ini adalah kesehatan reproduksi. Rumusan masalah yang dibuat oleh penulis adalah: Bagaimanakah remaja menegosiasikan isu kesehatan reproduksi antara birokrasi/sekolah, siswa/teman sebaya, dan orang tua melalui PACTO (Puspanegara in Action to Kespro) di SMAN 5 Yogyakarta? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang disusun ini memiliki beberapa tujuan tertentu untuk jangka panjang maupun jangka pendek nantinya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1) Sebagai bahan evaluasi terhadap pemerintah untuk lebih memperhatikan program ini, karena program ini memiliki potensi untuk memberikan self defence kepada remaja untuk terhindar dari budaya dan pengaruh seks bebas serta mampu merencanakan kehidupan berkeluarga kedepannya. Program ini juga memiliki karakteristik dimana remaja belajar untuk 11

12 memiliki mindset serta komitmen yang kuat dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan sensitif mengenai kesehatan reproduksi secara langsung yang biasanya permasalahan ini ditangani oleh para orang tua. Selain itu dapat diketahui bagaimana cara remaja menegosiasikan permasalahan mengenai kesehatan reproduksi ini melalui PACTO (Puspanegara in Action to Kespro) dengan berbagai pihak. 2) Memberikan alternatif baru dimana program ini tidak hanya sebatas program saja, namun bisa lebih berkembang menjadi ekstrakurikuler di sekolah. Karena besar manfaatnya bagi siswa sendiri dan pada dasarnya program ini adalah dari, untuk, dan oleh siswa. 3) Perubahan mindset di kalangan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi, sehingga hal ini dipahami secara menyeluruh bukan sekedar anatomi tubuh manusia, melainkan kesehatan dari aspek jasmani dan rohani. 4) Remaja mampu menjadi agent serta sumber informasi mengenai kesehatan reproduksi yang nantinya mampu berperan dalam mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh kesehatan reproduksi. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Dalam melakukan penelitian yang mengambil tema kesehatan reproduksi remaja ini, peneliti mengharapkan munculnya manfaat manfaat yang ada setelah penelitian ini dapat terselesaikan. Manfaat manfaat dari penelitian tersebut diantaranya: 12

13 1) Bagi peneliti, dapat memahami bagaimana cara remaja menegosiasikan permasalahan mengenai kesehatan reproduksi melalui wadah tertentu agar mampu dipahami dan diterima sebagai pendidikan yang positif. 2) Bagi remaja, memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, di samping memberikan gambaran bagaimana cara menyikapi kesehatan reproduksi tersebut secara menyuluruh. 3) Bagi masyarakat, memberikan perspektif baru terhadap masyarakat dalam memandang kesehatan reproduksi bukan menjadi sesuatu hal yang masih dianggap tabu untuk diperbincangkan dalam lingkup keluarga, namun sebagai edukasi dan pengetahuan dasar yang harus dipahami secara utuh. 4) Bagi pemerintah, menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan mengenai strategi dalam sosialisasi kesehatan reproduksi pada remaja. 13