BAB V. Penutup. Peran dan kedudukan anavina berbeda dengan anamhana (laki-laki), dalam konteks
|
|
- Veronika Halim
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V Penutup...Hanya Kesetaraan yang dapat membuat semuanya menjadi adil Meskipun itu sulit dan tak mudah dicapai... Paul Jalvins Solissa Bab ini merupakan bagian akhir dari tesis yang berisi tentang kesimpulan, implikasi penelitian, saran dan usulan penelitian lanjutan Kesimpulan Peran dan kedudukan anavina berbeda dengan anamhana (laki-laki), dalam konteks sosial dan struktur kebudayaan asli masyarakat di Buru Selatan. Perempuan lebih banyak berperan pada area rumah-tangga atau keluarga, sementara laki-laki berperan di luar rumah tangga. Masyarakat Buru menganggap bahwa perempuan itu berharga dalam keluarga mereka. Keberhargaan perempuan ini membuat mereka tidak diberikan kebebasan oleh keluarganya untuk bersosialisasi dan berinteraksi di luar rumah. Mereka hanya boleh berada di dalam rumah saja. Perempuan hanya boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan di rumahtangga saja seperti memasak, mencuci, mengurus rumah dan mengasuh anak. Peran-peran seperti ini membuat akses perempuan menjadi terbatas dalam dunia publik seperti di pemerintahan dan pendidikan. Sementara itu, kaum laki-laki justru memiliki akses yang lebih besar dalam bidang-bidang tersebut. Kedudukan perempuan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat di Buru Selatan juga terlihat lebih rendah dari pada laki-laki. Perempuan tidak pernah menempati posisiposisi penting dalam masyarakat, baik dalam pemerintah maupun badan pemerintah adat (kepala adat atau kepala soa). Semua jabatan tersebut hanya boleh ditempati oleh kaum laki-
2 laki. Oleh karena itu, sangat wajar apabila para perempuan di Buru Selatan sangat jarang bahkan tidak pernah dilibatkan dalam berbagai proses pengambilan keputusan dan kebijakankebijakan penting dalam masyarakat dan keluarga. Semuanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Kondisi yang lebih baik, telah dialami oleh perempuan dalam beberapa tahun terakhir ini, di mana peran dan kedudukan mereka mulai bergeser dari peran dan kedudukan mereka yang tradisional. Perempuan baik dalam gereja maupun masyarakat mulai mendapat ruang yang lebih untuk mengembangkan dirinya, untuk berperan serta menduduki jabatan atau posisi-posisi yang tinggi dan penting. Pengaruh arus globalisasi dan modernisasi ditambah dengan usaha terus menerus gereja, berhasil memberikan sedikit ruang bagi perempuan (meskipun hanya sebagian kecil terutama di daerah pesisir) untuk mengembangkan diri mereka ke-arah yang lebih setara dan sama dengan laki-laki. Di dalam gereja, perempuan diberikan kesempatan dan peluang yang sama dengan laki-laki untuk berperan dan terlibat dalam berbagai tugas dan pelayanan gereja. Perempuan juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan gereja dan memiliki posisi (jabatan) dalam struktur gereja seperti: majelis jemaat, tuagama (koster) dan badan pengurus organisasi gerejawi. Gereja dalam hal ini menjadi gesellschaft (sebuah institusi sosial) yang mengakomodir dengan baik potensi-potensi anggota jemaatnya, baik laki-laki pun perempuan. Sementara itu, di bidang pemerintahan kesempatan yang diberikan kepada perempuan untuk mengembangkan diri masih lebih kecil, jika dibandingkan dengan kesempatan yang diberikan oleh gereja. Selain itu, kesempatan-kesempatan ini lebih banyak didapat oleh para perempuan yang menetap di daerah-daerah pesisir pantai, di kota-kota kecamatan dan kabupaten serta di pusat klasis. Sedangkan di daerah-daerah pegunungan yang jauh dan di pedalaman Buru Selatan, kesempatan perempuan untuk mengembangkan diri masih sangat kecil. Perempuan memang sudah terlibat dalam berbagai kegiatan di masyarakat namun mereka belum memiliki banyak posisi atau kedudukan yang penting (menjadi pejabat) di bidang
3 pemerintahan seperti layaknya kaum laki-laki. Dalam pemerintah adat, kedudukan perempuan bahkan belum ada sama sekali. Perempuan hanya bertugas untuk menyiapkan makan minum ketika ada pertemuan adat atau acara adat. Dalam bidang pendidikan, perempuan di Buru Selatan (terutama di pesisir pantai) sudah diberikan kesempatan untuk bersekolah dan belajar, mengembangkan potensi diri dengan berbagai bidang ketrampilan dan ilmu pengetahuan. Meskipun begitu, di sebagian besar desa-desa di pegunungan dan pedalaman Buru Selatan, tenaga guru dan fasilitas pendidikan belum memadai bahkan tidak ada sama sekali. Hal inilah yang menjadi pembeda dari kualitas manusia di Buru Selatan dengan daerah lain di Maluku. Secara umum, dapat dikatakan bahwa belum ada kesadaran dan kesetaraan jender secara penuh (utuh) dalam kehidupan masyarakat di Buru Selatan sejak pada zaman dulu hingga sekarang. Perempuan belum secara menyeluruh diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berperan dan memiliki kedudukan. Kesempatan bagi perempuan hanya mereka rasakan di daerah-daerah tertentu saja seperti di daerah pesisir, kota kecamatan dan kabupaten. Sementara sebagian besar perempuan lainnya yang berada di daerah pegunungan dan pedalaman Buru Selatan, belum memiliki kesetaraan jender dengan kaum laki-lakinya. Dalam hal ini, akses dan kesempatan mereka untuk berperan lebih dalam keluarga, masyarakat (pemerintah) bahkan gereja tidak lebih besar dari yang dimiliki oleh kaum laki-laki. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan kebebasan untuk bersekolah serta memilih bidang pendidikan sesuai dengan minat anak, yang telah diberikan oleh sebagian besar orang tua di Buru Selatan kepada anak perempuannya, menjadi sebuah perubahan yang berarti dalam masyarakat saat ini. Kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan kepada anak-anak mereka (baik laki-laki maupun perempuan), di tambah dengan semakin mengecilnya praktek-praktek adat istiadat yang sarat ketidak-adilan jender (seperti
4 adat perkawinan), dapat menjadi sebuah batu loncatan penting bagi kehidupan yang sadar, setara dan adil jender dalam masyarakat di Buru Selatan. Selain itu, upaya-upaya gereja untuk membangun konsolidasi dengan pemerintah (pemerintah adat) terkait dengan penghapusan harta kawin dan praktek poligami serta penyediaan lembaga pendidikan dan tenaga guru dalam masyarakat, terutama di daerah-daerah pegunungan dan pedalaman di Buru Selatan, semakin memberikan jalan terang bagi kehidupan bersama yang lebih setara dalam masyarakat Implikasi Penelitian Implikasi dari temuan penelitian ini akan dijabarkan dalam 2 bagian yakni implikasi teori dan implikasi praktis. Implikasi teori akan bertujuan memberikan sumbangsih pikir bagi pengembangan teori jender (kesetaraan jender) dalam dunia pendidikan di indonesia. Sementara itu, implikasi praktis lebih mengarah pada sumbangsih penelitian ini bagi kehidupan masyarakat khususnya di Buru Selatan. 1. Implikasi Teori Studi mengenai jender sudah banyak dilakukan oleh para peneliti maupun pengajar jender di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Umumnya masalah-masalah jender yang diteliti adalah yang berkaitan dengan jenis kelamin perempuan. berkaitan dengan itu, seringkali jender dipahami sebagai bidang studi yang hanya membahas tentang ketidak-adilan dari para perempuan. Jender dipahami sebagai pengembangan dari studi feminis yang memang ber-orientasi kepada perempuan. Padahal jender sesungguhnya adalah bidang keilmuan yang membahas berbagai permasalahan hidup yang terjadi baik kepada laki-laki maupun perempuan yang mengandung unsur ketidakadilan dan diskriminasi didalamnya. Jadi studi jender adalah studi yang membahas tentang berbagai permasalahan kehidupan yang memberikan dampak ketidakadilan baik
5 terhadap laki-laki maupun perempuan. Studi jender lebih bernuansa sosio-kultural daripada biologis. Studi jender tidak sekedar berusaha untuk mencari kesetaraan kepada salah satu jenis kelamin (individu yang mengalami tindak ketidak-adilan dalam masyarakat), tetapi lebih dari pada itu studi jender memperjuangkan berbagai bentuk ketidak-adilan yang terjadi baik kepada laki-laki atau perempuan, orang tua atau anakanak, suami atau istri, tuan atau hamba, dalam keluarga, sekolah, pemerintah, lembaga keagamaan bahkan tempat kerja. Studi jender ada agar masyarakat sadar bahwa keadilan hanya akan tercapai jika masyarakat bisa bersatu tanpa adanya perbedaan jender. 2. Implikasi Praktis Secara umum, masyarakat perlu disadarkan tentang dinamika kehidupan bersama yang setara dan adil secara jender. Masyarakat perlu menyadari bahwa sebagai sebuah keluarga atau sebuah persekutuan, baik laki-laki maupun perempuan harus ikut berperan secara bersama-sama. Sebagaimana laki-laki berhak memiliki kedudukan dalam keluarga dan masyarakat, perempuan pun harus diberikan hak yang sama. Keadilan dan kesetaraan jender mesti ada dalam wujud yang nyata, tidak hanya dalam dialog atau diskusi tetapi dalam aplikasi dalam berbagai peran dan posisi di keluarga, masyarakat dan gereja. Untuk tujuan inilah, maka proses sosialisasi jender mesti dilakukan sejak dini dalam kehidupan bersama di keluarga, sekolah, gereja dan lingkungan masyarakat. Anak-anak harus sejak dini diarahkan untuk menjalani kehidupan yang adil dan setara secara jender. Tidak perlu lagi ada pengkotak-kotakan atau pelabelan tertentu terhadap seorang anak dengan jenis kelamin tertentu dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. anak mesti diajarkan untuk menghargai dan menghormati setiap orang dalam tataran yang sama (tidak ada pembedaan terhadap laki-laki maupun perempuan). Anak-anak ini juga harus diajarkan dengan berbagai kompetensi hidup baik domestik maupun publik (dalam rumah-tangga maupun masyarakat) supaya tidak tercipta sistem pembagian kerja
6 secara jender yang nantinya memetakan ruang gerak perempuan di dalam rumah-tangga sementara laki-laki di luar rumah-tangga. Tetapi keduanya harus dibekali dengan kemampuan yang sama untuk berperan baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Dengan menciptakan suasana keluarga yang adil dan setara secara jender, akan ada harapan untuk menciptakan kehidupan yang lebih setara dan adil antara laki-laki dan perempuan di kemudian hari Saran 1. Bagi pemerintah daerah dan pemerintah adat di kabupaten maupun kecamatan di Buru Selatan : a) Memberikan peluang yang seluas-luasnya baik kepada perempuan maupun lakilaki untuk mengembangkan diri mereka, untuk berperan dalam berbagai tugas dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan serta memiliki kedudukan dan posisi dalam pemerintahan sesuai dengan ketrampilan diri mereka masing-masing. b) Menyediakan lembaga pendidikan (sekolah-sekolah) yang mampu menyediakan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat di Buru selatan, baik laki-laki maupun perempuan. Selain fasilitas pendidikan yang baik, tenaga guru yang memadai perlu juga ada. Dengan lembaga pendidikan yang memadai, setiap orang dimungkinkan untuk dapat memiliki kesempatan dan peluang yang sama dalam mengembangkan diri mereka dan mengejar masa depan. c) Fasilitas hidup seperti listrik dan jalan yang layak untuk digunakan harus diprioritaskan pemerintah untuk masyarakat di daerah pegunungan Buru Selatan. Dengan penyediaan fasilitas kehidupan seperti ini, masyarakat di daerah tersebut dapat juga memiliki informasi yang memadai dan dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
7 d) Secara berkala memberikan pemahaman terhadap masyarakat tentang kehidupan bersama yang setara antara laki-laki dan perempuan (kesetaraan jender), melalui sosialisasi UU tentang kesetaraan jender dalam masyarakat, Sosialisasi UU perkawinan, cemarah, diskui, dialog maupun kegiatan-kegiatan sosial masyarakat dan adat yang dapat mengakomodir keterlibatan perempuan dan laki-laki secara bersama didalamnya. e) Khusus untuk badan pemerintah adat agar supaya dapat mendekontruksi praktekpraktek adat yang dapat memarjinalisasikan perempuan seperti harta kawin dan sistem perkawinan panjar dan poligami dalam adat perkawinan, kesempatan untuk terlibat dalam berbagai upacara adat dan keputusan-keputusan penting dalam masyarakat yang terkait dengan adat. Selain itu, untuk memberikan kesempatan kepada perempuan menjadi bagian dari badan pemerintah adat. 2. Bagi Gereja a) Lebih banyak mengangkat teks-teks Alkitab yang mengandung unsur kemitraan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai bahan khotbah, PA, Diskusi dll. b) Me-reinterpretasi ulang cerita-cerita alkitab yang memuat nilai-nilai diskriminasi terhadap salah satu jenis kelamin baik laki-laki dan terutama perempuan, ke dalam nilai-nilai teologis baru yang mengandung kesetaraan dan keadilan bagi seluruh manusia. c) Tetap memberikan kesempatan dan peluang yang sama bagi perempuan untuk terlibat dalam peran dan kedudukan di gereja, baik sebagai majelis jemaat, badan pengurus organisasi gerejawi dll, serta senantiasa dilibatkan dalam berbagai kegiatan gerejawi.
8 3. Bagi seluruh masyarakat di Buru Selatan. a) Melibatkan perempuan dalam proses-proses pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan dalam keluarga terutama yang menyangkut masa depan perempuan dan anak-anak. b) Memberikan kesempatan kepada siap saja baik laki-laki dan terutama perempuan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan gereja, untuk bersekolah, untuk memilih pekerjaan sesuai dengan minat dan keahlian mereka masing-masing. c) Menciptakan sebuah dinamika kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga yang lebih adil dan setara antara laki-laki dan perempuan, tanpa ada paksaan atau intimidasi terhadap masing-masing individu. Dalam hal ini saling memahami, menghargai dan menghormati baik laki-laki maupun perempuan dalam berbagai peran, kedudukan, tugas dan tanggungjawab yang dilakukan. Secara khusus lakilaki mesti memandang area domestik (rumah khususnya dapur) sebagai tempat yang sama bernilai dengan area perkantoran atau pemerintahan. Hanya dengan pandangan seperti ini akan ada kesetaraan dalam kehidupan keluarga. d) Menggali kembali nilai-nilai budaya Kaka-Wait yang dapat dijadikan salah satu media alternatif untuk mencapai kesetaraan jender dalam masyarakat terutama di daerah pegunungan di Buru Selatan. Nilai budaya kaka-wait dapat menyadarkan masyarakat (baik laki-laki maupun perempuan, baik di daerah gunung maupun pesisir) tentang arti persaudaraan. Dengan kesadaran tersebut, mereka akan lebih menghargai satu dengan yang lain. Dengan kesadaran itu pula, berbagai bentuk ketidakdilan jender dapat dikikis secara perlahan dalam kehidupan masyarakat di Buru Selatan.
9 5.4. Usulan Penelitian Lanjutan 1. Perlu dilakukan penelitian (studi komparasi/perbandingan) terhadap peran dan kedudukan perempuan dalam bingkai yang lebih besar misalnya antar daerah di Maluku atau antar daerah di Indonesia. 2. Perlu melakukan penelitian yang khusus mengarah kepada berbagai praktek budaya masyarakat khususnya adat perkawinan, yang sering menjadi sumber dari berbagai bentuk ketidakadilan jender di masyarakat. 3. Perlu melakukan penelitian atau tinjauan kritis terhadap berbagai materi pendidikan, perundangan maupun tradisi agama yang masih mengandung unsur ketidakadilan jender. 4. Perlu melakukan penelitian untuk melihat budaya-budaya masyarakat Buru seperti kola, kaka-wait sebagai media berteologi sekaligus alternatif baru menuju kesetaraan jender bagi masyarakat di Buru Selatan.
BAB IV. Refleksi Teologis
BAB IV Refleksi Teologis Budaya patriarki berkembang dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia dan mengakibatkan adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laki-laki dalam segala bidang kehidupan, seperti hukum, pemerintahan, politik, pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN...Karena Perempuan adalah mitra laki-laki Yang diciptakan dengan kemampuan-kemampuan mental yang setara dengannya... Mahatma Gandi 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah
Lebih terperinciFakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga
PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS JEMAAT (Studi Kasus Terhadap Kesenjangan Jender dalam Struktur Kepemimpinan Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua) Oleh, Michael Willy Patawala 712008039 TUGAS
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.
BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,
Lebih terperinciGENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd
GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara
Lebih terperinciMELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR
Bab 9 Kesimpulan Kehidupan rumah tangga nelayan tradisional di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Penyebab kemiskinan berasal dari dalam diri nelayan sendiri
Lebih terperinciLAMPIRAN. A. Foto-foto. Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga
LAMPIRAN A. Foto-foto Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga mantan ketua sinode periode lalu (gambar bawah sebelah kiri) serta ketua sinode periode 2011-2015 (gambar
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?, Bandung, Penerbit Mizan, 1999, p. 101
1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan ini, manusia tercipta sebagai laki-laki dan perempuan. Mereka saling membutuhkan satu dengan yang lain. Seorang laki-laki membutuhkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Seksualitas merupakan pemberian dari Allah. Artinya bahwa Allah yang membuat manusia bersifat seksual. Masing-masing pribadi merupakan makhluk seksual
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan
BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinci1Konsep dan Teori Gender
1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam kehidupan suatu negara dan bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan negara yang mutu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga
Lebih terperinciGENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities
Lebih terperincisosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga
Lebih terperinciJENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI. Pile Patiung, SE
JENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI Pile Patiung, SE DASAR PEMIKIRAN CEDAW 1984 ICPD CAIRO 1994 KONFERENSI WANITA SEDUNIA DI BEIJING 1995 KONDISI KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA HAM DAN HAK-HAK REPRODUKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang hidup dalam dunia pada umumnya menginginkan suatu hubungan yang didasari rasa saling mencintai sebelum memasuki sebuah perkawinan dan membentuk sebuah
Lebih terperinciLaki-laki Papua dan partisipasi dalam pengasuhan anak
Laki-laki Papua dan partisipasi dalam pengasuhan anak Oleh: Rini Hanifa* Ada apa dengan perempuan? Berbicara mengenai gender in value chain dapat dimulai dengan mengajukan pertanyaan Ada apa dengan perempuan?,
Lebih terperinci2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini sebagai salah satu institusi yang memiliki peran sentral dan strategis dalam proses transformasi sosial serta pemberdayaan insani,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan, perubahanperubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap
Lebih terperinciDalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI
BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon.
BAB 4 PENUTUP Pada bab ini akan di tulis kesimpulan dan saran untuk Gereja, para Medis, pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon. 4.1 KESIMPULAN 1. Sterilisasi dipilih oleh kebanyakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini
Lebih terperinciUKDW BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia sejak dulu telah mewarisi sebuah sistem kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap perempuan dalam tahun 2008 meningkat lebih dari 200% (persen) dari tahun sebelumnya. Kasus kekerasan yang dialami perempuan, sebagian besar
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan
BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan
Lebih terperinci2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali mempunyai perjalanan yang tidak diharapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Tumbuh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang dipatuhi dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan suatu acara adat perkawinan atau hajatan. Dalam
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di pembahasan pada bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisa dan evaluasi
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri
Lebih terperinciGENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar
GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana
Lebih terperinciMILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak tuntutan, tanggungjawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta jemaat. Dengan berbagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan
Lebih terperincino mate galitõ da õ. Suatu ungkapan yang hendak mengatakan bahwa tidak
STRATEGI PENYAJIAN MATERI PA PADA SEKOLA WANGANDRŐ BNKP CONTOH PENERAPAN NATS : LUKAS 7:36-50 Oleh : Dr. Etiknius Harefa, MTh,MPd.K =========================================== A. Pengantar Pelaksanaan
Lebih terperinciPENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014
PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014 Oleh: LILI ROMLI STAF AHLI MENTERI BIDANG HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya
BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun
Lebih terperinciPEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
Lebih terperinciPemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin
Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan
BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja
Lebih terperinciPedoman Program Sertifikat Bersama untuk Kepemilikan Tanah
Pedoman Program Sertifikat Bersama untuk Kepemilikan Tanah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NAD pada bulan September 2006 mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta merupakan dinas yang memiliki jumlah pegawai perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pegawai laki-laki, terutama pada posisi jabatan
Lebih terperinci2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia secara individu maupun secara sosial tidak pernah lepas dari aspek budaya dalam hal ini adat-istiadat. Setiap bangsa di dunia memiliki adat istiadat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin
BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin Dalam laporan penelitian di atas telah disajikan 2
Lebih terperinciMODUL GENDER UNTUK ANAK
MODUL GENDER UNTUK ANAK PENGANTAR Kesadaran dan pola pikir manusia di bentuk pada usia dini melalui pola asuh, pola didik dan pola tingkah laku. Pola diskriminasi terhadap perempuan adalah merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan
BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciKasus Bias Gender dalam Pembelajaran
Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran Oleh: Wagiran (Anggota Pokja Gender bidang Pendidikan Provinsi DIY, Dosen FT Universitas Negeri Yogyakarta), maswa_giran@yahoo.com GENDER BERMASALAH? salah satu jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dalam setiap komunitas masyarakat memiliki struktur sosial yang mengkategorikan anggota masyarakatnya ke dalam kelas sosialnya masingmasing (stratifikasi
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN. 1. Kisah Ina Mana Lali Ai ini merupakan gambaran dari realitas
BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN 1. Kisah Ina Mana Lali Ai ini merupakan gambaran dari realitas sosial kehidupan masyarakat Rote Dengka, di mana mereka ingin menunjukan bahwa orang Rote adalah orang yang cerdik,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME
51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan
Lebih terperinci