MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA"

Transkripsi

1

2 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara September 2018 #1 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA Oleh: Margaretha Quina, Annisa Erou ICEL

3 Secara umum, PP 41/1999 mengatur pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (industri). Kerangka umum pengendalian pencemaran udara di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (PP 41/1999). PP ini sesungguhnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari UU No. 23 Tahun 1997 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup (UU 23/1997), yang sekarang telah diganti dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009). Akan tetapi, selama PP yang baru tentang pengendalian pencemaran udara yang dimandatkan UU 32/2009 belum dibuat dan disahkan, maka PP 41/1999 masih tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan isi UU 32/2009. Selain kerangka umum dalam PP 41/1999 ini, terdapat juga beberapa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengatur hal-hal teknis/penjabaran yang dimandatkan PP 41/1999, termasuk baku mutu emisi, tata cara pengendalian pencemaran udara, pemantauan kualitas udara, dan lain-lain. Secara umum, PP 41/1999 mengatur pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (industri). Sekalipun PP 41/1999 ini merupakan sumber hukum yang mengatur pengendalian pencemaran udara secara umum, PP 41/1999 ini tidak berdiri sendiri. Dalam paparan di bawah ini akan dijelaskan relevansi instrumen pengendalian pencemaran udara dalam PP 41/1999 dan hubungannya dengan produk hukum lain, baik dalam bentuk Permen, Kepmen, hingga Kepka Bapedal. BAKU MUTU UDARA AMBIEN Dalam pengaturan pengendalian pencemaran udara, udara bebas yang kita hirup disebut sebagai udara ambien. Baku mutu udara ambien secara sederhana dapat diartikan sebagai batas maksimum bahan pencemar (zat, senyawa) yang diperbolehkan ada di udara. Terdapat 13 (tiga belas) parameter yang diatur dalam baku mutu udara ambien Indonesia yang berlaku secara nasional, yaitu SO 2 (Sulfur Dioksida), CO (Karbon Monoksida), NO 2 (Nitrogen Dioksida), O 3 (Oksida), HC (Hidrokarbon), PM 10 dan PM 2,5 (Partikel), TSP (Debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (Debu Jatuh), Total Fluorides, Fluor Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 3

4 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA Indeks, Khlorine dan Khlorine Dioksida, serta Sulphat Index. Baku mutu udara ambien ini (lihat: Lampiran 1) berlaku di seluruh wilayah NKRI (disebut dengan baku mutu udara ambien nasional), kecuali jika Gubernur menetapkan baku mutu udara ambien yang lebih ketat dalam baku mutu udara ambien daerah. Baku mutu udara ambien (baik yang berlaku secara nasional maupun daerah) inilah yang menjadi batas hukum dinyatakan terjadinya suatu pencemaran. Baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali setelah 5 tahun. Sayangnya, PP 41/1999 masih belum mengatur pencemar berbahaya dan beracun di udara ambien secara komprehensif. PP 41/1999 dan peraturan turunannya juga belum secara tegas memiliki instrumen untuk memastikan baku mutu ambien dapat dicapai dengan pengalokasian beban pencemaran terhadap sumber emisi. STATUS MUTU UDARA AMBIEN Status mutu udara ambien mencerminkan kondisi udara ambien pada waktu dan tempat tertentu, yang dihasilkan dari inventarisasi 1 mutu udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna tanah. Inventarisasi tersebut dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup daerah yakni Dinas Lingkungan Hidup yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Setelah dilakukan inventarisasi, maka akan diperoleh status mutu udara ambien. Status mutu udara ambien tersebut kemudian ditetapkan dan diumumkan oleh Gubernur yakni cemar atau baik (tidak cemar). Manfaat penetapan status mutu udara ambien ini adalah sebagai acuan dalam mengelola kualitas udara ambien sehingga diharapkan program pengendalian pencemaran udara yang dilakukan lebih terfokus dan tepat sasaran (Lampiran III PermenLH 12/2010). PENANGGULANGAN & PEMULIHAN MUTU UDARA AMBIEN Apabila status mutu udara ambien menunjukkan kondisi cemar, maka Gubernur wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan mutu udara ambien. Agar program pengendalian pencemaran udara yang dilakukan dapat lebih terfokus dan tepat sasaran, sebagai bagian dari penanggulangan dan pemulihan mutu udara ambien yang cemar perlu ditetapkan strategi dan rencana aksi. Rencana aksi memuat: 1. Target penurunan beban pencemaran untuk tiap jenis pencemar yang melampaui BMUA daerah ataupun nasional dan dapat ditinjau ulang setiap 5 (lima) tahun. 2. Target waktu pemenuhan BMUA maksimal 5 (lima) tahun. 3. Upaya instansi terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing agar mencapai target yang telah ditetapkan. 4. Rencana pemantauan kemajuan kegiatan. 1 Lebih jelas mengenai inventarisasi, silakan rujuk Lembar Informasi Mengenal Status Mutu Udara Ambien dan Pedoman Inventarisasi dalam Pengendalian Pencemaran Udara 4 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara Oktober 2018 #1

5 PEMELIHARAAN & PENINGKATAN KUALITAS UDARA AMBIEN Apabila status mutu udara ambien menunjukkan kondisi baik (tidak cemar), bukan berarti Gubernur tidak memiliki kewajiban apapun terkait dengan mutu udara ambien, melainkan Gubernur wajib mempertahankan dan meningkatkan kualitas udara ambien. Gubernur melakukan perkiraan kualitas udara masa depan berdasarkan perencanaan dan pembangunan kemudian dihitung kembali apakah cemar atau tidak. Apabila status mutu udara cemar, perlu dihitung besar penurunan emisi gas agar tidak melampaui BMUA. Muatan rencana aksi serta pelaksanaannya sama dengan strategi dan rencana aksi status mutu udara cemar. Dengan demikian, Gubernur pada dasarnya tetap membuat strategi dan rencana aksi, yang membedakan hanyalah targetnya yakni bila status mutu udara cemar, maka strategi dan rencana aksi ditetapkan untuk menanggulangi dan memulihkan mutu udara ambien, sedangkan bila status mutu udara baik (tidak cemar), maka strategi dan rencana aksi ditetapkan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu udara ambien. Pedoman teknis mengenai Penentuan Status Mutu Udara Daerah termuat dalam Lampiran III PermenLH 12/2010. Inventarisasi dilakukan oleh Dinas LH Untuk Menentukan Status Mutu Udara ditetapkan oleh Gubernur Berdasarkan Pedoman Teknis Penentuan Status Mutu Udara Daerah Berdasarkan Pedoman Teknis Inventarisasi dibuat oleh Menteri LHK dibuat oleh Menteri LHK Baik *SRA dibuat oleh Gubernur untuk tujuan Cemar *SRA *SRA = Strategi dan Rencana Aksi mempertahankan dan meningkatkan mutu udara menanggulangi dan memulihkan mutu udara INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA (ISPU) Indeks adalah cara untuk mempermudah memahami kualitas udara di suatu tempat pada waktu tertentu. Indeks yang sekarang digunakan di Indonesia adalah ISPU, yang menunjukkan kondisi udara ambien untuk parameter pencemar tertentu di lokasi tertentu pada waktu tertentu. Dinyatakan Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 5

6 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (Kepka Bapedal 107/1997), terdapat 5 (lima) parameter yang diukur dalam ISPU, yaitu Partikulat (PM 10 ), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Carbon Monoksida (CO), Ozon (O 3 ) dan Nitrogen Dioksida (NO 2 ) (lihat: Lampiran 2). Adapun angka dan kategori ISPU yang menunjukkan kualitas udara mulai dari baik hingga berbahaya ditetapkan juga dalam peraturan tersebut (lihat: Lampiran 3). Sama halnya seperti PP 41/1999, Kepka Bapedal 107/1997 juga merupakan turunan dari UU 23/1997 yang sekarang telah diganti dengan UU 32/2009. Meskipun demikian, oleh karena belum dibentuk peraturan baru mengenai ISPU berdasarkan mandat Pasal 12 ayat (2) UU 32/2009, maka Kepka Bapedal tersebut masih tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan isi UU 32/2009. ISPU diperoleh dari pengoperasian stasiun pemantau kualitas udara ambien secara otomatis dan berkesinambungan dan dapat dipergunakan untuk: a. bahan informasi kepada masyarakat tentang kualitas udara ambien di lokasi tertentu dan pada waktu tertentu; b. bahan pertimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara. Sayangnya, indeks yang disampaikan dalam ISPU kepada masyarakat adalah hasil pengukuran sebelumnya (pukul hari sebelumnya sampai dengan pukul hari tersebut). Dengan demikian, indeks yang disampaikan dalam ISPU bukanlah indeks hasil pengukuran real-time melainkan indeks hasil pengukuran ke belakang. Sebagai perbandingan, Kedutaan Besar Amerika Serikat juga melakukan pemantauan udara yang hasilnya disebut dengan Air Quality Index (AQI) dan dapat diakses melalui Pengukuran dalam AQI dilakukan perjam, sehingga indeks hasil pengukuran yang disampaikan dalam AQI pukul 8.00 menunjukkan pengukuran yang dilakukan pukul 7.00 hingga PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER TIDAK BERGERAK PP 41/1999 mengatur pencemaran dari sumber bergerak dan tidak bergerak. Dalam bahasa peraturan, industri, pembangkit adalah contoh sumber tidak bergerak (STB); sementara mobil dan alat transportasi adalah contoh sumber bergerak (SB). Seharusnya, pengendalian pencemaran ini dilakukan berdasarkan kebijakan di level nasional dan provinsi (lihat bagian penanggulangan dan pemulihan serta pemeliharaan pemeliharaan dan peningkatan mutu udara ambien) sekalipun hal ini jarang terjadi. Instrumen pencegahan digunakan baik bagi daerah yang kualitas udaranya baik (attainment) maupun cemar (non-attainment). Sebagaimana dijelaskan di atas, untuk status cemar, upaya pencegahan harus diimbangi dengan upaya penanggulangan dan pemulihan kualitas udara. 1. Pencegahan. Pengendalian pencemaran udara bagi STB dilakukan dengan instrumen 6 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara Oktober 2018 #1

7 pencegahan yang mencakup baku mutu emisi STB, baku tingkat gangguan, dan ambang batas emisi gas buang. Pelaku usaha dan/atau kegiatan wajib menaati BME, baku tingkat gangguan serta baku mutu ambien. 2. Penanggulangan dan pemulihan. Penanggulangan pencemaran udara wajib dilakukan oleh STB sebagai penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan apabila kegiatannya mengakibatkan pencemaran udara. Penanggulangan dan pemulihan dilakukan berdasarkan pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan yang ditetapkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan yakni Menteri LHK. Meskipun demikian, hingga saat ini pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan belum ditetapkan. 2 Hal ini nantinya akan membawa dampak pada terhambatnya penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara itu sendiri, sehingga seharusnya Menteri LHK menetapkan pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan tersebut. Kemudian, dalam hal ISPU mencapai lebih dari 300, maka Menteri LHK/Gubernur menetapkan dan mengumumkan keadaan darurat pencemaran udara melalui media cetak dan/atau elektronik. Penanggulangan dan pemulihan keadaan darurat pencemaran dilakukan Menteri LHK/Gubernur berdasarkan pedoman teknis tata cara penanggulangan dan pemulihan keadaan darurat. Sayangnya, sama seperti pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan (secara umum bukan dalam keadaan darurat) yang telah dijelaskan di atas, pedoman teknis tata cara penanggulangan dan pemulihan keadaan darurat pencemaran juga belum ditetapkan 3. Padahal, seharusnya Menteri LHK/Gubernur menetapkan pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan keadaan darurat tersebut. Pasal 9 ayat (2) PP 41/1999 memberikan tanggungjawab bagi Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan, yakni Menteri LHK, untuk menetapkan pedoman teknis pengendalian pencemaran udara STB. Pedoman teknis pengendalian pencemaran udara STB yang telah ada adalah Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak (Kepka Bapedal 205/1996). Pedoman teknis tersebut memuat pelaksanaan pemantauan kualitas udara, pengambilan contoh uji dan analisis, persyaratan cerobong dan unit pengendalian pencemaran udara. Pedoman teknis pengendalian yang lebih rinci 2 PERMENLH 12/2010 dalam bagian lampirannya memuat Pedoman Teknis Penetapan Baku Mutu Udara Ambien Daerah, Pedoman Inventarisasi Data Mutu Udara Ambien dan Sumber Pencemar Udara, Pedoman Teknis Penentuan Status Mutu Udara Daerah, Pedoman Teknis Penetapan Baku Mutu Emisi Udara dari Sumber Tidak Bergerak, Pedoman Teknis Penetapan Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama, Pedoman Teknis Pemantauan Kualitas Udara Ambien, Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak dan Pedoman Teknis Pengawasan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. Adapun mengenai pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan belum diatur. 3 Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) sebagai salah satu sumber tidak bergerak spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. P.32/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PermenLH P.32/2016) dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. P.9/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2018 tentang Kriteria Teknis Status Kesiagaan dan Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan (PermenLH P.9/2018). Meskipun sudah berjudul Status Kesiagaan dan Darurat Karhutla, namun PermenLH P.9/2018 belum memuat pedoman teknis tata cara dan pemulihan keadaan darurat karhutla karena sejauh ini hanya memuat kriteria teknis status kesiagaan/darurat (Siaga 3, Siaga 2 dan Siaga 1) dan penetapan status kesiagaan atau darurat (apa saja yang menjadi pertimbangan ditetapkannya status kesiagaan/darurat). Seharusnya pedoman teknis tata cara dan pemulihan keadaan darurat karhutla diatur juga di dalam PermenLH P.9/2018 mengingat karhutla adalah penyumbang pencemaran udara dalam bentuk sumber bergerak tidak spesifik. Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 7

8 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA yang disyaratkan PP No. 41/1999 tertuang juga dalam PermenLH No. 12 Tahun 2010 yang mengatur Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengendalian Pencemaran Udara di daerah. PermenLH 12/2010 ini tidak mencabut Kepka Bapedal 205/1996. BAKU MUTU EMISI (BME) Instrumen ini merupakan bagian dari pencegahan, berupa standar yang mengatur kualitas gas buang (kadar maksimum pencemar) yang dilepaskan oleh STB, yang pada esensinya juga bertujuan untuk memastikan kumulasi berbagai emisi tetap terkendali dan tidak melampaui baku mutu ambien yang disyaratkan. Menurut Pasal 8 ayat (1) PP 41/1999, BME STB ditetapkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan yakni Menteri LHK. BAKU TINGKAT GANGGUAN Sama seperti BME, baku tingkat gangguan juga merupakan bagian dari pencegahan. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari STB yang mengeluarkan gangguan wajib menaati ketentan baku tingkat gangguan. Baku tingkat gangguan adalah batas maksimum gangguan yang boleh masuk ke udara dan/atau zat padat. Baku tingkat gangguan terdiri akan dijelaskan lebih lanjut dalam lembar informasi lain, Pengendalian Gangguan: Kebisingan, Getaran, Kebauan. mensyaratkan adanya partisipasi publik. Mekanisme dan ketentuan lebih lanjut mengenai AMDAL/UKL- AMDAL/UKL- UPL DAN IZIN LINGKUNGAN Beberapa sumber pencemar tidak bergerak merupakan kegiatan dan/atau usaha yang wajib AMDAL, dan dengan demikian juga wajib Izin Lingkungan. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan (usaha dan/atau kegiatan tersebut dinyatakan wajib Amdal/UKL-UPL) dan izin lingkungan tersebut adalah prasyaratnya memperoleh izin usaha. Sayangnya, dalam PP 41/1999, kewajiban pengendalian pencemaran udara belum dihubungkan dengan izin lingkungan, yang baru muncul pada tahun 2009 dalam UU 32/2009. Dengan demikian, tidak ada instrumen izin khusus untuk pengendalian pencemaran udara dan emisi, dan instrumen utama dalam memeriksa kewajiban pelaku usaha dan/atau kegiatan dalam pengendalian pencemaran udara hanyalah AMDAL/UKL-UPL dan Izin Usaha. Akan tetapi, AMDAL merupakan salah satu instrumen yang memiliki mekanisme partisipasi masyarakat yang cukup jelas, termasuk melalui pengumuman dan Komisi AMDAL. UKL-UPL, sekalipun lebih sederhana, juga UPL dan Izin Lingkungan diatur dalam PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP 27/2012). 8 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara Oktober 2018 #1

9 PENGAWASAN Pengawasan perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat ketaatan suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan agar pengendalian pencemaran udara dapat terlaksana dengan baik. Mengenai pengawasan terkait pengendalian pencemaran udara dari STB dinyatakan dalam Pasal 12, 13 dan 14 PermenLH 12/2010. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bupati/Walikota dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara dari STB. Gubernur juga melakukan pengawasan penaatan STB yang lokasi dan/atau dampaknya lintas kabupaten/kota terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara, pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan pedoman teknis pengawasan pengendalian pencemaran udara STB yang termuat dalam Lampiran VIII PermenLH 12/2010. Selain Gubernur, Bupati/ Walikota juga melakukan pengawasan penaatan STB. Meskipun demikian, berbeda dengan Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pengawasan penaatan STB yang lokasi dan/atau dampaknya skala kabupaten/kota terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara, yang mana pedoman teknis untuk pengawasan tersebut juga termuat dalam Lampiran VIII PermenLH 12/2010. Pedoman teknis pengawasan pengendalian pencemaran udara STB dalam Lampiran VIII PermenLH 12/2010 mengatur mengenai: a. syarat pengawas; b. kewenangan pejabat pengawas; c. tanggung jawab pejabat pengawas; d. kegiatan persiapan pengawasan; e. kegiatan pelaksanaan pengawasan; dan f. kegiatan paska pengawasan. GUBERNUR melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bupati/Walikota dalam pelaksanaan PPU* dari STB melakukan pengawasan penaatan STB yang lokasi dan/atau dampaknya lintas kab/kota terhadap peraturan perundang-undangan di bidang PPU* WALIKOTA dilaksanakan sesuai pedoman teknis pengawasan PPU STB melakukan pengawasan penaatan STB yang lokasi dan/atau dampaknya skala kab/kota terhadap peraturan peruuan di bidang PPU* *PPU = Pengendalian Pencemaran Udara Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 9

10 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA BIAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA Mengenai biaya pengendalian pencemaran udara, termasuk penanggulangan dan pemulihan, adalah beban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Selain itu, dalam pengendalian, penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan juga berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat mengenai usaha pengendalian pencemaran dalam lingkup usahanya. Terhadap kewajiban-kewajiban di atas, KLHK/BLHD melakukan pengawasan terhadap penaatan BME, pemantauan emisi dan mutu udara ambien di sekitar lokasi kegiatan, dan pemeriksaan penaatan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara. 10 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara Oktober 2018 #1

11 LAMPIRAN Mengenal Kerangka Pengaturan Pencemaran Udara di Indonesia

12 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA LAMPIRAN 1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan Lampiran PP 41/1999 No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Metode Analisis Peralatan 1. SO2 (Sulfur Dioksida) 1 jam 1 tahun 900 ug/nm3 365 ug/nm3 60 ug/nm3 Pararosanilin Spektrofotometer 2. CO (karbon Monoksida) 1 jam 1 tahun ug/nm ug/nm3 NDIR NDIR Analyzer 3. NO2 (Nitrogen Dioksida) 1 jam 1 tahun 400 ug/nm3 150 ug/nm3 100 ug/nm3 Saltzman Spektrofotometer 4. O3 (oksidan) 1 jam 1 tahun 235 ug/nm3 50 ug/nm3 Chemiluminescent Spektrofotometer 5. HC (Hidro Karbon) 3 jam 160 ug/nm3 Flamelonization Gas Chromatogarfi PM10 (Partikel < 10 um) 150 ug/nm3 Gravimetric Hi-Vol 6. PM2.5 (*) (Partikel < 2m5 um) 1 tahun 65 ug/nm3 15 ug/nm3 Gravimetric Gravimetric Hi-Vol 7. TSP (Debu) 1 tahun 230 ug/nm3 90 ug/nm3 Gravimetric Hi-Vol 8. Pb (Timah Hitam) 1 tahun 2 ug/nm3 1 ug/nm3 Gravimetric Ekstraktif Pengabuan AAS 9. Dustfall (Debu Jatuh) 30 hari 10 Ton/km3/bln (Pemukiman) 20 Ton/km3/ bln (Industri) Gravimetric Cannister 10. Total Fluorides (as F) 90 hari 3 ug/nm3 0.5 ug/nm3 Spesific Ion Electode Impinger atau Countinous Analyzer 11. Fluor Indeks 30 hari 40 ug/100 cm3 dari kertaslimed filter Colourimetric Limed Filter Paper 12. Khlorine & Khlorine Dioksida 150 ug/nm3 Spesific Ton Electrode Impinger atau Countinous Analyzer 13. Sulphat Indeks 30 hari 1 mg SO 100 cm3 dari Lead Peroksida Colourimetric Lead Peroxida Candle Catatan: (*) PM 2.5 mulai berlaku tahun 2002 Nomor 11 s.d. 13 hanya diberlakukan untuk daerah/kawasan industri kimia dasar. Misal: industri petrokimia/pembuatan asam sulfat. 12 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara Oktober 2018 #1

13 LAMPIRAN 2: Parameter-Parameter Dasar ISPU berdasarkan Lampiran I Kepka Bapedal 107/1997 NO. PARAMETER WAKTU PENGUKURAN 1. Partikulat (PM 10 ) (Periode pengukuran rata-rata) 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) (Periode pengukuran rata-rata) 3. Carbon Monoksida (CO) 8 jam (Periode pengukuran rata-rata) 4. Ozon (O 3 ) 1 jam (Periode pengukuran rata-rata) 5. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) 1 jam (Periode pengukuran rata-rata) Catatan: 1. Hasil pengukuran untuk pengukuran kontinyu diambil harga rata-rata tertinggi waktu pengukuran. 2. ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap dari rata-rata sebelumnya (24 sebelumnya). 3. Waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada pukul Waktu Indonesia Bagian Barat (WIBB). 4. ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku ke depan ( pkl tgl (n) sampai pkl tgl (n+1) ) Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 13

14 MENGENAL KERANGKA PENGATURAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA LAMPIRAN 3: Angka dan Kategori ISPU berdasarkan Lampiran II Kepka Bapedal 107/1997 INDEKS KATEGORI 1 50 Baik Sedang Tidak Sehat Sangat Tidak Sehat 300 lebih Berbahaya 14 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara Oktober 2018 #1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008 KUESIONER PENELITIAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008 Nama Perusahaan Jenis Industri Lokasi Kegiatan : PT. Pertamina

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PENGOPERASIAN SPSS. Adapun langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan program SPSS adalah:

LAMPIRAN 1 PENGOPERASIAN SPSS. Adapun langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan program SPSS adalah: LAMPIRA 1 PEGOPERASIA SPSS Adapun langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan program SPSS adalah: 1. Perangkat lunak SPSS sudah terinstal pada komputer dan kemudian dibuka dengan: Klik tombol start,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

*36508 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 41 TAHUN 1999 (41/1999) TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*36508 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 41 TAHUN 1999 (41/1999) TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 41/1999, PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA *36508 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 41 TAHUN 1999 (41/1999) TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pencemaran udara di Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Studi Bappenas

PENDAHULUAN. Tingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Studi Bappenas PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Studi Bappenas pada tahun 2010 melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat polusi udara tertinggi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa pengendalian

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA Dampak pencemaran udara debu dan lainnya Keluhan-keluhan tentang pencemaran di Jepang (Sumber: Komisi Koordinasi Sengketa Lingkungan) Sumber pencemaran udara Stasiun

Lebih terperinci

Kajian Pustaka KEBIJAKAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA

Kajian Pustaka KEBIJAKAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA Kajian Pustaka KEBIJAKAN PENCEMARAN UDARA DI INDONESIA Oleh Arsad Rahim Ali Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Bertitik tolak dari permasalahan Apakah telah ada kebijakan

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI CARBON BLACK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA UMUM Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAKU MUTU UDARA AMBIEN DI PROPINSI JAWA TENGAH

BAKU MUTU UDARA AMBIEN DI PROPINSI JAWA TENGAH BAKU MUTU UDARA AMBIEN NO PARAMETER WAKTU PENGUKURAN BAKU MUTU METODE ANALISIS PERALATAN 1 SO 2(Sulfur Dioksida) 1 Jam 2 CO (Carbon Monoksida) 1 Jam 3 NO 2 (Nitrogen Dioksida) 1 Jam 632 µg/nm 3 Pararosanilin

Lebih terperinci

JURNAL IMPLEMENTASI PASAL 12 PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NO 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH DINAS KEBERSIHAN LINGKUNGAN HIDUP

JURNAL IMPLEMENTASI PASAL 12 PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NO 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH DINAS KEBERSIHAN LINGKUNGAN HIDUP 1 JURNAL IMPLEMENTASI PASAL 12 PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NO 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH DINAS KEBERSIHAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus TPA Klotok Kota Kediri) OLEH : ADHITYA

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Page 1 KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR: KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG

Page 1 KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR: KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://bplhd.jakarta.go.id/peraturan/dll/bapedal_107_1997.pdf. G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003 KEPUTUSAN PROPINSI NOMOR : 169 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI PROPINSI Menimbang Mengingat : a. Bahwa Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

PENGUKURAN EMISI UDARA

PENGUKURAN EMISI UDARA PENGUKURAN EMISI UDARA I. TUJUAN 1. Menentukan kandungan partikulat debu dengan HVAS 2. Mengetahui tingkat kebisingan udara lingkungan II. ALAT DAN BAHAN - Alat yang digunakan: 1. High volume Air Sample

Lebih terperinci

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER 2015-2016 KRITERIA AMDAL No KRITERIA AMDAL 1. Dasar Peraturan : PP LH No. 27 Thn 2012 tentang Izin Lingkungan 2. Aspek Penilaian : Pelaksanaan Dokumen Lingkungan/Izin

Lebih terperinci

STUDI LITERATUR TENTANG PENCEMARAN UDARA AKIBAT AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN KOTA SURABAYA

STUDI LITERATUR TENTANG PENCEMARAN UDARA AKIBAT AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN KOTA SURABAYA ISSN : 2460-8815 STUDI LITERATUR TENTANG PENCEMARAN UDARA AKIBAT AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN KOTA SURABAYA Yusrianti Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya

Lebih terperinci

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kualitas Udara

Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kualitas Udara Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kualitas Udara ISI DRAFT Bab I : Ketentuan Umum (Pasal 1-3) Bab II : Perencanaan (Pasal 4-14) Bab III: Pemanfaatan Ruang Udara (Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB. 1 PENDAHULUAN. pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak. bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir

BAB. 1 PENDAHULUAN. pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak. bergerak. Sebagai upaya pengendalian pencemaran udara, Prolabir BAB. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prolabir (Program Langit Biru) adalah suatu program pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sebagai upaya pengendalian

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa baku mutu udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG KEPGUB DKI JAKARTA No. 551 TAHUN 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan Di Propinsi DKI Jakarta Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta KEPUTUSAN NOMOR 551/2001

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent No.1535, 2014. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Sumber Tidak Bergerak. Usaha. Pertambangan. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BAKU

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU EMISI GAS BUANG SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER 2015-2016 KRITERIA AMDAL No KRITERIA AMDAL 1. Dasar Peraturan : PP LH No. 27 Thn 2012 tentang Izin Lingkungan 2. Aspek Penilaian : Pelaksanaan Dokumen Lingkungan/Izin

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Setiap makhluk hidup membutuhkan udara untuk mendukung kehidupannya secara

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 Tentang : Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 63TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER

KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER KRITERIA PROPER DOKUMEN LINGKUNGAN PROPER 2014-2015 KRITERIA AMDAL No KRITERIA AMDAL 1. Dasar Peraturan : PP LH No. 27 Thn 2012 tentang Izin Lingkungan 2. Aspek Penilaian : Pelaksanaan Dokumen Lingkungan/Izin

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

Kajian logam berat di udara ambien-th2013

Kajian logam berat di udara ambien-th2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam konsep pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara adalah pelaksanaan pemantauan secara kontinu. Karena polusi udara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 133 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU EMISI BAGI KEGIATAN INDUSTRI PUPUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa kegiatan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN 2 Desember 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Nomor 1 Seri E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan industri di Indonesia saat ini meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran lingkungan terutama yang berhubungan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS UDARA AMBIEN TAHUN 2017

LAPORAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS UDARA AMBIEN TAHUN 2017 LAPORAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS UDARA AMBIEN TAHUN 217 UPT LABORATORIUM LINGKUNGAN DINAS PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI PAPUA 217 KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kepada

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA. : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran. Lingkungan

STANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA. : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran. Lingkungan Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2011 Tanggal : 14 September 2011 STANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kualifikasi : Penanggung Jawab Pengendalian

Lebih terperinci