II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut
|
|
- Erlin Kartawijaya
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut Menurut Azis et al. (1998), pendugaan potensi sumberdaya perikanan untuk wilayah Perairan Indonesia telah dirintis sejak tahun 1970-an, sedangkan dugaan sumberdaya potensi ikan di Perairan Indonesia secara keseluruhan diterbitkan pertama kali oleh Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan dan Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada tahun 1983, sebesar 6,6 juta ton per tahun. Direktorat Jenderal Perikanan secara resmi menerbitkan Buku Potensi dan penyebaran Sumberdaya Ikan di Perairan Indonesia pada tahun 1991 dan mencantumkan dugaan potensi sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 5,7 juta ton per tahun. Potensi lestari (MSY) perikanan Kabupaten Sambas menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas (2005) adalah sebesar ton per tahun, dengan potensi produksi sebesar ,72 ton per tahun. Azis et al. (1998) mengungkapkan bahwa pada tahun 1995 telah dilakukan lokakarya yang disponsori bersama oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, FAO dan DANIDA dengan agenda utamanya melakukan penghitungan kembali potensi sumberdaya ikan berdasarkan data mutakhir yang tersedia. Lokakarya ini menghasilkan dugaan potensi sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 3,67 juta ton per tahun. Pada tahun 1996 Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi LIPI dan Fakultas Perikanan IPB melakukan evaluasi Buku Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan di Perairan Indonesia yang diterbitkan pada tahun Evaluasi ini menghasilkan dugaan potensi sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 6,35 juta ton per tahun. Pada tahun 1998 Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut menerbitkan buku yang berjudul Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Pada buku itu dilaporkan besarnya dugaan potensi sumberdaya ikan laut di Perairan Indonesia adalah 6,26 juta ton per tahun (Azis et al. 1998). Disebutkan pula bahwa peluang pengembangan kelompok pelagis besar adalah sebesar 19,48 % dari perkiraan
2 8 potensi 1.027,64 ribu ton atau sebesar 200,18 ribu ton per tahun. Peluang pengembangan kelompok ikan pelagis kecil dan kelompok sumberdaya ikan demersal masing-masing sebesar 49,07 % dan 55,26 % dari potensi masingmasing kelompok atau sebesar 1.525,93 dan 987,14 ribu ton per tahun, sedangkan peluang pengembangan lobster tinggal sekitar 23,18 % dari perkiraan potensinya atau sekitar 1,11 ribu ton per tahun. Perhitungan peluang pengembangan yang disebutkan Azis et al. (1998) tersebut mengikuti rekomendasi yang disarankan Gulland JA (1983) yang menyebutkan bahwa pemanfaatan yang aman, lestari dan berkelanjutan adalah 90 % dari besarnya potensi lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield). 2.2 Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi terbatas. Sumberdaya tersebut dapat mengalami penipisan (abudance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nirkelola (Widodo J 2002). Pengkajian stok ditujukan untuk membuat prediksi kuantitatif tentang reaksi dari populasi ikan yang bersifat dinamis terhadap sejumlah alternatif pengelolaan dengan menggunakan sejumlah metode dan penghitungan statistik serta matematik. Prediksi kuantitatif misalnya terhadap batas produksi yang diperbolehkan, resiko yang dapat ditimbulkan oleh penangkapan yang berlebihan (over fishing) atas sejumlah populasi yang tengah memijah (spawning) dan perlunya memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh mencapai ukuran tertentu yang diinginkan sebelum dieksploitasi (Widodo J 2002). Stok dapat diartikan sebagai sub gugus dari satu spesies yang mempunyai parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama, serta menghuni suatu wilayah geografis yang sama. Untuk spesies yang kebiasaan ruayanya dekat (terutama spesies demersal), lebih mudah untuk menentukan sebagai suatu stok dari pada spesies yang ruayanya jauh seperti tuna (Sparre P and SC Venema 1999). Menurut Gulland JA (1983), definisi suatu stok merupakan masalah operasional, yaitu suatu subkelompok dari satu spesies dapat diperlakukan sebagai satu stok jika perbedaan-perbedaan dalam kelompok tersebut dan percampuran
3 9 dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah. Konsep stok berkaitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan mortalitas. Parameter pertumbuhan merupakan nilai numerik dalam persamaan dimana dapat diprediksi ukuran badan ikan setelah mencapai umur tertentu. Parameter mortalitas mencerminkan suatu laju kematian hewan, yaitu jumlah kematian per unit waktu. Parameter mortalitas yang dimaksud adalah mortalitas penangkapan yang mencerminkan kematian, karena penangkapan dan mortalitas alami yang merupakan kematian karena sebab-sebab lain (pemangsaan, penyakit dan lain-lain) (Sparre P and SC Venema 1999). 2.3 Aplikasi Pemodelan dalam Perikanan Berdasarkan teknik pengkajian stok populasi, model-model yang digunakan dalam biologi perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (Gulland JA 1974). Model pertama adalah model yang memperlakukan populasi ikan sebagai satu kesatuan, dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam biomassa total tanpa memperhitungkan strukturnya (komposisi umur dan sebagainya). Model kedua adalah model yang menganggap populasi sebagai kumpulan dari individu-individu anggotanya, dan dikaitkan dengan laju pertumbuhan dan mortalitas dari individu-individu tersebut. Model produksi yang digunakan dalam pengkajian stok umumnya hanya memperhitungkan faktor biologis semata. Untuk menentukan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal, maka perlu memperhitungkan faktor ekonomi. Model pendekatan ini biasanya lebih dikenal dengan model bioekonomi (Clark CW 1985). Selanjutnya berdasarkan analisis faktor waktu, model bioekonomi perikanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model statis dan model dinamis. Model statis tidak memperhitungkan dinamika faktor waktu, sedangkan model dinamis memperhitungkan faktor waktu dalam analisisnya. 2.4 Laju Degradasi Sumberdaya Perikanan Pengukuran besaran laju degradasi terkait dengan kepentingan penglolaan sumberdaya dan lingkungan. Dengan mengetahui tingkat/besaran laju
4 10 degradasi/deplesi, kita dapat melakukan langkah pengelolaan lebih jauh, apakah dalam bentuk pengurangan laju ekstraksi atau bahkan penutupan/moratorium berbagai kegiatan ekstraksi sumberdaya alam tersebut. Informasi mengenai laju degradasi dan deplesi sumberdaya alam sumberdaya alam dapat dijadikan titik referensi (reference point) maupun early warning signal untuk mengetahui apakah ekstraksi sumberdaya alam sudah melampaui kemampuan daya dukungnya (Fauzi A dan S Anna 2004). 2.5 Model Surplus Produksi Pendugaan stok ikan dipermudah menggunakan suatu model yang dikenal dengan model surplus produksi. Model ini diperkenalkan oleh Graham tahun 1935, tetapi lebih sering disebut sebagai model Schaefer (Sparre P and SC Venema 1999). Tujuan penggunaan model ini adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, dan biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maksimum sustainable yield). Model Schaefer ini lebih sederhana karena hanya memerlukan data yang sedikit, sehingga sering digunakan dalam estimasi stok ikan di perairan tropis. Model Schaefer dapat diterapkan apabila tersedia data hasil tangkapan total (berdasarkaan spesies) dan CPUE (Catch Per Unit Effort) per spesies serta CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Sparre P and SC Venema 1999). Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan merupakan parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi diharapkan dapat menggantikan biomassa yang hilang akibat kematian, penangkapan maupun faktor alami. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan yang diproduksi, maka perikanan tersebut berada dalam keadaan seimbang (equilibrium) (Azis YA 1989). Menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam Fauzi A (2006), laju pertumbuhan populasi merupakan fungsi dari pertumbuhan biomassa (stok) yang dipengaruhi oleh ukuran kelimpahan stok (x), daya dukung alam (k) dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Laju pertumbuhan alami stok ikan yang tidak
5 11 dieksploitasi atau disebut sebagai fungsi pertumbuhan density dependent growth dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : dx dt Keterangan : dx dt f(x) x r k x = f ( x) = x. r 1 k (1) = laju pertumbuhan biomassa (stok) = fungsi pertumbuhan populasi biomassa (stok) = ukuran kelimpahan biomassa (stok) = laju pertumbuhan alami (intrinsik) = daya dukung alam (carrying capacity) Persamaan (1) dalam literatur perikanan dikenal dengan pertumbuhan logistik (logistic growth model) yang pertama kali dikemukakan oleh Verhulst tahun Persamaan tersebut dapat digambarkan pada persamaan 1. Menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam Fauzi A (2006), kurva pertumbuhan logistik tersebut (Gambar 2) menggambarkan kondisi perikanan yang tidak mengalami eksploitasi. Untuk mengeksploitasi suatu perairan diperlukan berbagai sarana yang merupakan faktor input dan disebut sebagai effort dalam perikanan. Effort merupakan indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap serta lain-lain yang dibutuhkan pada saat penangkapan ikan. f(x) MSY 0 ½ k k x Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006 Gambar 2 Kurva Pertumbuhan Logistik
6 12 Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan bergantung pada tingkat upaya penangkapannya (effort). Upaya penangkapan (effort) dibedakan menjadi dua berdasarkan satuan pengukurnya, yaitu upaya penangkapan nominal dan upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan jumlah nominalnya meliputi, satuan jumlah kapal, alat tangkap atau jumlah trip yang telah distandardisasikan, sedangkan upaya penangkapan efektif ditentukan berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penangkapan terhadap kelimpahan stok ikan. Hubungan antara kedua upaya tersebut dapat digambarkan melalui persamaan berikut : h = q.e...(2) dimana q merupakan koefisien penangkapan (catchability). Perolehan hasil tangkapan (h) ditentukan oleh ukuran kelimpahan stok (x), tingkat upaya penangkapan (E) dan koefisien penangkapan (q). Persamaan dari ketiga variabel tersebut sebagai berikut : h=q.e.x...(3) Kegiatan penangkapan menyebabkan terjadinya pengurangan stok (biomassa) populasi ikan yang pada akhirnya merangsang populasi untuk meningkatkan pertumbuhan, survival atau rekruitmen. Perubahan populasi tersebut merupakan selisih antara laju pertumbuhan biomassa dengan perolehan hasil tangkapan. Hubungan tersebut menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam Fauzi A (2006), dapat dilihat pada persamaan berikut : dx = f(x) h dt dx x = r. x 1 -q.e.x.(4) dt k Pengaruh introduksi penangkapan ikan terhadap fungsi pertumbuhan biologi stok ikan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat beberapa hal yang menyangkut dampak dari aktivitas penangkapan terhadap stok. Pertama, pada saat tingkat upaya sebesar E 1 diberlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar h 1 (garis vertikal). Jika upaya penangkapan dinaikkan sebesar E 2, dimana E 2 > E 1, maka hasil tangkapan akan meningkat sebesar h 2 (h 2 > h 1 ). Apabila upaya terus dinaikkan sebesar E 3 (E 3 > E 2 > E 1 ), maka akan
7 h = q.x.e 3 h = q.x.e 2 13 terlihat bahwa untuk tingkat upaya dimana E 3 > E 2 ternyata tidak menghasilkan tangkapan yang lebih besar (h 3 < h 2 ). Dari Gambar 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat eksploitasi tersebut tidak efisien secara ekonomi, karena tingkat produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih besar. f(x) h = q.x.e 1 h 2 h 3 h 1 Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006 Gambar 3 Pengaruh Tangkapan terhadap Stok (biomass) E Pada saat populasi berada pada kondisi seimbang jangka panjang maka besarnya perubahan stok (biomassa) sama dengan nol (dx/dt = 0), maka persamaannya : dx = f(x) - h dt h = f(x)... (5) Berdasarkan persamaan (1) dan (3), maka dapat dinyatakan sebagai berikut : q.e.x x = x. r 1...(6) k q. E x=k 1... (7) r
8 14 Apabila persamaan (7) disubstitusikan ke persamaan (3), maka akan diperoleh persamaan yang menggambarkan fungsi produksi lestari perikanan tangkap : h=q.k.e- 2 q.k r. E 2...(8) Persamaan (8) merupakan persamaan kuadratik dan dapat digambarkan pada Gambar 4. h(e) h MSY 0 E MSY E max Effort Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006 Gambar 4. Kurva Produksi Lestari Upaya (Yield Effort Curve ) Gambar 4 tersebut dapat dilihat apabila tidak ada aktivitas penangkapan (E = 0), maka hasil tangkapan juga nol. Effort akan mencapai titik maksimum pada E MSY yang berhubungan dengan tangkapan maksimum lestari (h MSY ). Sifat dari kurva produksi lestari upaya berbentuk kuadratik, maka peningkatan effort yang terus-menerus setelah melewati titik maksimum tidak akan menyebabkan peningkatan produksi lestari. Produk akan turun kembali, bahkan mencapai nol, pada titik effort maksimum (E max ) (Schaefer MB 1954 diacu dalam Fauzi A 2006). Menurut Gulland JA (1983), asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi adalah :
9 15 (1) Kelimpahan populasi merupakan faktor yang hanya menyebabkan perbedaan dalam laju pertumbuhan populasi alami. (2) Seluruh parameter populasi yang pokok dapat dikombinasikan untuk menghasilkan fungsi sederhana yang ada hubungannya dengan laju pertumbuhan stok. (3) Laju mortalitas penangkapan seketika sama dengan upaya penangkapan. (4) Hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) sepadan dengan ukuran stok ikan. (5) Lama antara pemijahan dan rekruitmen tidak berpengaruh terhadap populasi. (6) Ada hubungan antar hasil tangkapan dengan upaya penangkapan. Dengan membagi kedua sisi dari fungsi produksi lestari dengan effort (E), maka akan diperoleh persamaan berikut : h E Keterangan : 2 q. k = q. k. E r CPUE=a b.e.(9) CPUE a b E = Catch Per Unit Effort = nilai intersep = koefisien regresi = Effort Sehingga akan diperoleh persamaan berikut : a E MSY =...(10) 2 b 2 a h MSY =...(11) 4 b Menurut Fauzi A (2006), model fungsi produksi lestari dari Schaefer memiliki kelemahan secara metodologi dan analisis, karena parameter r, q dan k tersembunyi dalam nilai a dan b. Oleh karena itu model Gordon-Schaefer perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan teknik estimasi parameter biologi (r, q dan k) yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley atau sering dikenal dengan sebutan metode CYP. Parameter biologi (r, q dan k) tersebut diperoleh dengan meregresikan persamaan berikut : 2r ln(u t+1 ) = ( ) ( 2 r) q ln q. k + ln( U ) + ( ) t Et Et r 2 + r 2 + r ( ) ( ) ( )
10 16 Dengan meregresikan hasil tangkapan per unit effort (CPUE) yang disimbolkan dengan U pada periode t+1, dan U pada periode t serta penjumlahan effort pada periode t dan t+1 akan diperoleh koefisien r, q dan k secara terpisah. 2.6 Model Bio-ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya perikanan, dan belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan tingkat pengusahaan maksimum bagi masyarakat. Teori ekonomi perikanan yang didasarkan atas sifat dasar biologis populasi ikan ditujukan untuk memahami perilaku ekonomi dari industri penangkapan ikan. Pendekatan yang memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi yang menentukan produksi dan suplai ikan disebut sebagai pendekatan bioekonomi (Clark CW 1985). Pendekatan bioekonomi model statik pertama kali dikenalkan oleh Gordon pada tahun 1954 dengan dasar fungsi produksi biologis Schaefer, sehingga disebut model Gordon-Schaefer. Model ini disusun dari model fungsi produksi Schaefer, biaya penangkapan dan harga ikan. Asumsi yang mendasari pengembangan model Gordon-Schaefer (Fauzi A 2006) antara lain : (1) Harga per satuan out put (Rp per kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan elastis sempurna. (2) Biaya penangkapan per satuan upaya penangkapan dianggap konstan. (3) Spesies sumberdaya ikan dianggap tunggal (single spesies). (3) Struktur pasar bersifat kompetitif. (4) Hanya faktor penangkapan langsung yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pasca panen dan lain sebagainya). Dengan menggunakan asumsi di atas, maka penerimaan total yang diterima oleh nelayan adalah : TR = p.h 2 q. k TR = p. q. k. E. E r 2 q. E TR=p. q. k. E 1 (12) r
11 17 Keterangan : TR = penerimaan total p = harga rata-rata ikan h = hasil tangkapan Biaya total upaya penangkapan dinyatakan dengan persamaan : TC=c.E..(13) Keterangan : TC = total biaya penangkapan ikan persatuan upaya c = biaya penangkapan ikan persatuan upaya E = upaya penangkapan Dengan demikian keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut adalah: π = TR TC q. E π = p. q. k. E 1 c.e...(14) r Keterangan : π = keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya Sumberdaya perikanan umumnya bersifat akses terbuka (open acces), sehingga siapa saja dapat berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut. Dalam kondisi perikanan bebas tangkap tersebut, terdapat kebebasan bagi nelayan untuk turut serta menangkap ikan, sehingga terjadi kecenderungan pada nelayan untuk menangkap ikan sebanyak mungkin sebelum didahului oleh nelayan yang lain (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006). Titik keseimbangan suatu perikanan dalam kondisi open acces akan dicapai pada tingkat effort E OA, dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC) sehingga keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan sama dengan nol (π = 0). Pelaku perikanan hanya menerima biaya opportunitas dan rente ekonomi sumberdaya atau profit tidak ada. Tingkat effort pada posisi ini adalah tingkat effort keseimbangan yang oleh Gordon disebut sebagai bioeconomic equilibrium of open acces fishery atau keseimbangan bionomik dalam kondisi akses terbuka (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006). Keseimbangan bioekonomi merupakan kondisi dimana pada setiap effort dibawah E OA, penerimaan total akan melebihi biaya total, sehingga pelaku perikanan (nelayan) akan lebih banyak tertarik (entry) untuk melakukan penangkapan ikan. Sebaliknya pada kondisi effort di atas E OA, biaya total akan
12 18 melebihi penerimaan total sehingga banyak pelaku perikanan yang akan keluar (exit) dari usaha penangkapan ikan. Dengan demikian, hanya pada tingkat effort E OA keseimbangan akan tercapai sehingga proses entry dan exit tidak akan terjadi. Dengan kata lain, keseimbangan open acces akan terjadi jika seluruh rente ekonomi telah terkuras habis (drive to zero), sehingga tidak ada lagi insentif untuk entry maupun exit, serta tidak ada perubahan pada tingkat upaya yang sudah ada (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006). Cost, Revenue MEY MSY TC = c.e B π max C TR = p.h E Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006 Gambar 5 Kurva Perikanan Bebas Tangkap Menurut Fauzi A (2006), cara lain untuk melihat keseimbangan bioekonomi open acces adalah dari sisi penerimaan rata-rata, penerimaan marginal dan biaya marginal. Hal ini dapat diturunkan dari persamaan penerimaan total dan biaya total. Dengan menggunakan fungsi permintaan yang linear, dimana harga tidak lagi konstan, tetapi linear terhadap hasil tangkapan p(h), maka kurva penerimaan rata-rata dapat diturunkan dari kurva penerimaan total dibagi dengan hasil tangkapan (h). TR = p(h).h AR = p ( h). h h = p(h) (15) Kurva penerimaan marginal diperoleh dengan menurunkan penerimaan total terhadap hasil tangkapan.
13 19 TR p( h h = ). =p (h).h+ p(h) = MR...(16) h h Kurva biaya marginal merupakan turunan pertama (kemiringan/slope) dari biaya total yang merupakan konstanta. TC =c..(17) E Revenue/Cost MR AR C = MC = AC 0 E MEY E MSY E OA Effort Sumber : Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006 Gambar 6 Kurva Keseimbangan Bioekonomi dari sisi Penerimaan Rata-rata Keuntungan lestari diperoleh secara maksimum (sustainable profit) pada tingkat upaya E MEY, karena memiliki jarak vertikal terbesar antara penerimaan dan biaya (garis BC). Hal ini disebut sebagai produksi yang maksimum secara ekonomi atau maximum economic yield (MEY). Produksi yang maksimum secara ekonomi merupakan tingkat upaya penangkapan yang optimal secara sosial (social optimum). Jika dibandingkan antara tingkat upaya pada saat keseimbangan open acces dengan tingkat upaya optimal secara sosial, maka akan terlihat bahwa pada kondisi open acces tingkat upaya yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari pada yang semestinya untuk mencapai keuntungan optimal yang lestari. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, keseimbangan open acces menjadikan timbulnya alokasi yang tidak tepat (misalocation) dari sumberdaya, karena kelebihan sumberdaya yang dibutuhkan seperti, modal dan tenaga kerja dapat dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya. Ini merupakan inti dari prediksi
14 20 Gordon bahwa pada kondisi open acces akan menimbulkan kondisi economic over fishing (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006). Tingkat upaya yang dibutuhkan untuk mencapai titik optimal secara sosial jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY (E MSY ). Tingkat upaya E MEY terlihat lebih bersahabat (conservative minded) dibandingkan dengan tingkat upaya E MSY (Hannesson R 1993 diacu dalam Fauzi A 2006).
VI. ANALISIS BIOEKONOMI
111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Lebih terperinciVolume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI
Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**
Lebih terperinciGambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu
24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari 74 000 ton per tahun untuk
Lebih terperinciKELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER
KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Kabupaten Agam Aktifitas kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Agam hanya terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara. Wilayah ini terdiri atas
Lebih terperinciPengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati
Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Economics History of Fisheries Ikan telah dikonsumsi sejak zaman Homo Erectus sampai Homo sapiens (38 000 tahun yang lalu) Desa nelayan yang menjadi pusat
Lebih terperinci3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian
21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat
27 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat (Lampiran 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Penentuan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer
METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.
Lebih terperinciJurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN
ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi
Lebih terperinci5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang
5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
6 0'0"S 6 0'0"S 6 0'0"S 5 55'0"S 5 50'0"S 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret 2011. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru
Lebih terperinciVII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan
VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal
Lebih terperinciPENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN
PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)
24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Rajungan (Portunus pelagicus) (Dokumentasi Pribadi 2012)
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Rajungan (Portunus pelagicus) Jenis kepiting dan rajungan diperkirakan sebanyak 234 jenis yang ada di Indo Pasifik Barat, di Indonesia ada sekitar 124 jenis (Moosa
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam
II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam Soemarno MS (1991), mendefinisikan sumberdaya sebagai segala sumber persediaan yang secara potensial dapat didayagunakan. Dari sudut pandang ekonomi, sumberdaya
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
3 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dari tanggal 17 April sampai 7 Mei 013. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYUR DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYUR DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT WIDI ASTUTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT
Lebih terperinciPOTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH
Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 263-274 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON-SCHAEFER STUDI KASUS PEMANFAATAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI PERAIRAN UMUM
Lebih terperinciMoch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN
ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD MENGGUNAKAN BIO-EKONOMIK MODEL STATIS GORDON-SCHAEFER DARI PENANGKAPAN SPINY LOBSTER DI WONOGIRI 1 (Analysis of Maximum Sustainable Yield and
Lebih terperinciEx-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-
CpUE Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- By. Ledhyane Ika Harlyan 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 Schaefer y = -0.000011x
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai
Lebih terperinciMODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Dosen Fakultas Pengetajuan Ilmu Sosial Universitas Medan Abstrak: Peranan perikanan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas
Lebih terperinci3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan
18 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di muara arah laut dan muara arah sungai Cimaja, Citiis, Citepus dan Sukawayana yang mengalir menuju Teluk Palabuhanratu, Kabupaten
Lebih terperinciC E =... 8 FPI =... 9 P
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu
Lebih terperinciPENDUGAAN STOK IKAN LAYUR
1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya
Lebih terperinci3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.
3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak
Lebih terperinciANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG
BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal 267-276 ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG Oleh:
Lebih terperincispesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).
7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan
Lebih terperinciAnalisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat
Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Budi Susanto, Zuzy Anna, dan Iwang Gumilar Universitas Padjadjaran Abstrak Waduk Cirata memiliki potensi
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.
14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat
Lebih terperinciMAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³
J. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol.3 No.1, 2008 69 MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ Penelitian
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian
Lebih terperinciBIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL DINAMIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT
Oseana, Volume XIV, Nomor 3 : 93 100 ISSN 0216 1877 BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL DINAMIK oleh Purwanto 1) ABSTRACT BIOECONOMICS OF FISHING : DYNAMIC MODEL. The fish population, or biomass, can
Lebih terperinciAnalisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober
Lebih terperinci6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi
93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan
Lebih terperinciAKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 ISSN Kurniawan 1)
AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan ISSN 1978-1652 ANALISIS POTENSI DAN DEGRADASI SUMBERDAYA PERIKANAN CUMI-CUMI (Urotheutis chinensis) KABUPATEN BANGKA SELATAN Analysis of Potential and Degradation of
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi
Lebih terperinciALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN
1 ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2, Tridoyo Kusumastanto 3, dan Moch. Prihatna Sobari 4 PENDAHULUAN Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Teluk
Lebih terperinciABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee
ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU
Berkala Perikanan Terubuk, November 2016, hlm 111 122 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.3 ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI
Lebih terperinciREZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI
REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI INDAH PRIMADIANTI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).
5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan diharapkan menjadi prime mover bagi pemulihan ekonomi Indonesia, karena prospek pasar komoditas perikanan dan kelautan ini terus meningkat
Lebih terperinciBIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL STATIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT
Oseana, Volume XIII, Nomor 2 : 63-72, 1988 ISSN 0216-1877 BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL STATIK oleh Purwanto 1) ABSTRACT BIO ECONOMICS OF FISHING : STATIC MODEL. The objective of fishery management
Lebih terperinciEsda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost)
Esda 2016 1. User cost antara lain dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa permintaan terhadap sumberdaya mineral akan naik pada masa yang akan datang. Jelaskan bagaimana hal ini berdampak pada efficient rate
Lebih terperinciAnalisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)...(lugas Lukmanul Hakim, Zuzy Anna dan Junianto)
Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)...(lugas Lukmanul Hakim, Zuzy Anna dan Junianto) ANALISIS BIOEKONOMI SUMBER DAYA IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA
ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK
ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciGambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).
24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan
Lebih terperinciANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN PANGANDARAN
Jurnal Akuatika Vol. IV No. 2/ September 2013 (195-209) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN PANGANDARAN Atikah Nurhayati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN
ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI KABUPATEN TUBAN A Bioeconomic Analysis of Blue Swimming Crabs Resource (Portunus pelagicus) in Tuban Regency Trijana Adi Tama, Dian Wijayanto
Lebih terperinci5 HASIL DAN PEMBAHASAN
37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal
Lebih terperinci5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL
5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya
Lebih terperinciPOTENSI LESTARI DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN KURISI (Nemipterus sp.) YANG DIDARATKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SUNGAILIAT
AKUATIK. Jurnal Sumberdaya Perairan 49 ISSN 1978-1652 POTENSI LESTARI DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN KURISI (Nemipterus sp.) YANG DIDARATKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SUNGAILIAT Juandi 1). Eva Utami
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan terhadap kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang di wilayah pesisir Cirebon. Penelitian ini mencakup aspek aspek yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas
30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Ikan cakalang (sumber : http//www.fishbase.org)
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun klasifikasi cakalang menurut Matsumoto, et al (1984) adalah
Lebih terperinciMODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL), JAWA TENGAH
MODEL ANALISIS BIOEKONOMI DAN PENGELOLAAAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL (STUDI EMPIRIS DI KOTA TEGAL), JAWA TENGAH TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister (S-2) Program Studi
Lebih terperinciANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE
ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE Aisyah Bafagih* *Staf Pengajar THP UMMU-Ternate, email :aisyahbafagih2@yahoo.com ABSTRAK Potensi sumberdaya perikanan tangkap di kota ternate merupakan
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK
C 07 ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK Ika Istikasari, Abdul Kohar Mudzakir*), dan Dian Wijayanto Program Studi Pemanfaatan
Lebih terperinci5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN
5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5.1 Pendahuluan Armada penangkapan yang dioperasikan nelayan terdiri dari berbagai jenis alat tangkap,
Lebih terperinciBIO-EKONOMI PERUBAHAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
Oseana, Volume XV, Nomor 3 : 115-126 ISSN 0216-1877 BIO-EKONOMI PERUBAHAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN oleh Purwanto *) ABSTRACT BIOECONOMIC OF THE TECHNOLOGICAL CHANGE IN FISHERY. The purpose of this article
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Tempat pelaksanaan penelitian tesis. Data yang Dikumpulkan. Data persepsi nelayan. Produktivitas per trip
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Pesisir Karawang dan Pesisir Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pesisir Karawang merupakan lokasi objek utama permasalahan
Lebih terperinciJURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN
JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 1-54 Ambon, Mei 2015 ISSN. 2085-5109 POTENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA The Potential
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.
3 METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinci5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Penangkapan Ikan Lemuru 5.1.1 Alat tangkap Purse seine merupakan alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di sekitar Selat Bali dalam menangkap ikan lemuru. Purse
Lebih terperinci(In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for Swimming Crab Fisheries Management in Makassar Strait)
MODEL BIOEKONOMI PERAIRAN PANTAI (IN-SHORE) DAN LEPAS PANTAI (OFF-SHORE) UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR (In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02
Lebih terperinciCatch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung
Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 1-8, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Catch per unit effort
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Peperek Klasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut:
BAB II TINJAUAN PUSTAA 2.1 Ikan Peperek 2.1.1 lasifikasi dan Morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan peperek adalah sebagai berikut: Filum : Chordata elas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo
Lebih terperinciPENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT
PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) Irianis Lucky Latupeirissa 1) ABSTRACT Sardinella fimbriata stock assessment purposes
Lebih terperinciStudi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
Studi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur JAM 13, 1 Diterima, Mei 2014 Direvisi, Juni 2014 Desember 2014 Februari 2015 Disetujui, Maret 2015 Barnabas
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari bulan September 2008 sampai dengan Bulan September 2009. Penelitian dilakukan di wilayah gugus pulau-pulau kecil
Lebih terperinciPotensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas
Vokasi Volume 9, Nomor 1, Februari 2013 ISSN 1693 9085 hal 1-10 Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas LA BAHARUDIN Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak, Jalan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar dan melakukan pengamatan-pengamatan. Matematika juga merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN
ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN FITRIA NUR INDAH SARI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG
ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG Schaefer and Copes Bioeconomic Model Analysis of Squid (Loligo sp) Captured
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengelolaan dan Pemanfaatan SDI di Perairan Indonesia
2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1999), sebagai sebuah sistem, keberhasilan pengelolaan sumberdaya perikanan akan sangat ditentukan oleh berfungsinya tiga sub sistem yaitu (1)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik
Lebih terperinciPOTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber
Lebih terperinciSriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR
Jurnal Akuatika Volume II Nomor 2/September 2011 ISSN 0853-2523 KAJIAN BIO-EKONOMI SUMBERDAYA IKAN KAKAP MERAH YANG DIDARATKAN DI PANTAI SELATAN TASIKMALAYA, JAWA BARAT Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu
Lebih terperinci