ANALISIS SISTEM TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH
|
|
- Agus Hadiman
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. ANALISIS SISTEM TATANIAGA JAMUR TIRAM PUTIH 6.1. Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga Tataniaga jamur tiram putih merupakan serangkaian kegiatan bisnis dalam menyalurkan jamur tiram putih segar mulai dari petani (produsen) hingga konsumen akhir. Proses distribusi produk tersebut melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Petani sangat bergantung kepada lembaga tataniaga dalam memasarkan hasil produksinya. Analisis lembaga tataniaga dilakukan untuk mengetahui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses distribusi jamur tiram putih segar tersebut. Analisis fungsi tataniaga memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga untuk menunjang kelancaran proses tataniaga jamur tiram putih. Fungsi-fungsi dalam tataniaga dapat dikategorikan menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi bahwa terdapat lima lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga jamur tiram putih segar dari Desa Kertawangi, yaitu petani sebagai produsen jamur tiram putih segar, pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer Petani Petani adalah produsen penghasil jamur tiram putih segar. Di Desa Kertawangi terdapat kurang lebih seratus petani jamur tiram putih yang terbagibagi ke dalam tiga skala usaha, yaitu skala usaha kecil (< bag log), skala usaha sedang/menengah ( bag log), dan skala usaha besar (> bag log). Petani jamur tiram putih tidak seluruhnya penduduk asli Desa Kertawangi, tetapi ada pula petani pendatang yang menginvestasikan modalnya dengan menyewa kumbung jamur tiram milik petani yang sedang tidak digunakan atau memang khusus untuk disewakan, kemudian melakukan usaha budidaya jamur tiram putih disana. Namun, seluruh petani responden adalah petani jamur tiram putih yang merupakan penduduk asli Desa Kertawangi. Dari total delapan orang petani responden, sebagian besarnya adalah petani dengan skala usaha kecil 50
2 yaitu sebanyak empat orang atau 50 persen, petani dengan skala usaha sedang berjumlah dua orang (25 persen), dan petani dengan skala usaha besar sebanyak dua orang (25 persen). Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani jamur tiram putih ini meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan. Tujuan penjualan jamur tiram putih adalah pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Kegiatan penjualan ada yang dilakukan di tempat petani (jamur dijemput oleh pembeli) dan ada yang dilakukan di tempat pembeli (jamur diantarkan oleh petani ke tempat pembeli), tergantung dari kesepakatan antara petani dan pembeli. Seluruh petani responden telah memiliki pembeli tetap yang setiap harinya menampung hasil panen dari petani. Kegiatan penjualan ini dilakukan setiap hari setelah proses pemanenan dan pengemasan selesai. 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang pasti dilakukan oleh petani adalah kegiatan pengemasan. Kegiatan pengemasan berupa mengemasi jamur tiram ke dalam plastik dengan bobot lima kilogram per plastiknya. Cara mengemas jamur dalam plastik yaitu dengan cara menghadapkan tudung jamur ke arah luar plastik dan disusun melingkar pada sisi plastik. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya gesekan antar jamur dan gesekan antara jamur dengan plastik yang dapat mengakibatkan tudung jamur rusak atau terpotong karena tubuh jamur rentan terhadap gesekan dan mudah sobek. Ada petani yang melakukan kegiatan pengangkutan dan ada pula yang tidak. Kegiatan pengangkutan dilakukan oleh petani-petani yang memasarkan hasil produksinya kepada lembaga tataniaga yang tidak memberikan fasilitas angkut atau petani yang lokasi kumbungnya sangat dekat dengan lokasi pedagang pengumpul atau bandar langganannya. Namun, rata-rata lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul dan bandar memberikan fasilitas angkut kepada petani. Letak kumbung produksi petani tidak terlalu jauh dari tempat pedagang pengumpul tersebut. 51
3 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas yang dilakukan oleh petani meliputi fungsi penanggungan risiko, sortasi dan grading, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh petani berupa penanggungan risiko terhadap penurunan harga jual jamur tiram putih di pasaran dan risiko penurunan volume hasil panen karena cuaca ataupun kualitas bibit yang kurang bagus. Fungsi sortasi dan grading dilakukan petani saat mengemas jamur tiram putih ke dalam plastik. Jamur tiram putih dikelompokkan ke dalam dua grade, yaitu super dan biasa. Jamur tiram putih yang tergolong dalam grade super adalah jamur tiram putih yang memiliki kondisi jamur kering (tidak terlalu basah dan tidak berat oleh kandungan air), berwarna putih bersih, dan ukuran diameter tudung belum terlalu lebar (6-8 cm). Jamur tiram grade super biasanya dihasilkan petani ketika usia produksi memasuki bulan kedua hingga bulan ketiga. Jamur tiram putih yang tergolong dalam grade biasa adalah jamur tiram putih yang kadar airnya cukup banyak/standar, berwarna putih kekuningan, dan ukuran diameter tudung sudah lebar (lebih dari 8 cm) atau yang terlalu kecil (kurang dari 6 cm). Perbedaan harga antara jamur tiram berkualitas super dengan yang berkualitas biasa mencapai Rp per kilogramnya. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani adalah penyediaan modal untuk membiayai usaha budidaya jamur tiram putih. Fungsi informasi harga diperoleh petani dari pedagang pengumpul, bandar, sesama petani jamur tiram, dan langsung dari pasar sehingga petani tetap mengetahui harga terbaru dari jamur tiram di pasaran Pedagang Pengumpul (Pengepul) Pedagang pengumpul atau biasa disebut pengepul oleh petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi adalah lembaga tataniaga yang skala usahanya (dalam menampung hasil produksi jamur tiram putih) tidak terlalu besar. Daya tampung pedagang pengumpul yang menjadi responden dalam penelitian ini kurang dari satu ton. Pengepul pada umumnya membeli dan mengumpulkan hasil produksi dari petani yang lokasi kumbungnya berada di dekat lokasi pengepul. Satu orang petani terkadang menjual hasil produksinya kepada dua orang pengepul. Terdapat puluhan pengepul jamur tiram putih di lokasi penelitian. Fungsi tataniaga yang 52
4 dilakukan oleh pengepul meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Pengepul melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian jamur tiram putih dilakukan dari petani dan kemudian pengepul melakukan fungsi penjualan ke lembaga tataniaga selanjutnya, yaitu bandar dan pedagang grosir. 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pengepul berupa kegiatan pengangkutan. Namun, tidak seluruh pengepul melakukan kegiatan pengangkutan. Hal tersebut bergantung pada kemampuan pengepul itu sendiri. Pengepul yang menjadi responden penelitian ini seluruhnya memberikan fasilitas pengangkutan jamur tiram dari kumbung petani. Pengumpul memiliki tenaga kerja khusus yang bertugas mengambil hasil panen jamur tiram dari petani langganan dengan menggunakan motor. 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan pengepul adalah fungsi pembiayaan dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah dengan memberikan modal plastik Polypropilen ukuran lima kilogram untuk pengemasan jamur tiram kepada petani yang menjadi pelanggannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan petani dan agar petani langganannya tidak berpindah menjadi pelanggan pengepul lain. Fungsi informasi harga diperoleh dari pasar dan bandar yang kemudian disampaikan kepada petani Bandar Bandar adalah sebutan para petani jamur tiram putih untuk pedagang pengumpul skala besar. Bandar memiliki jaringan pemasaran yang lebih luas daripada pengepul. Bandar mampu menampung lebih dari satu ton jamur tiram putih setiap harinya. Bandar membeli jamur tiram putih dari petani dan pedagang pengumpul yang telah menjadi langganannya dan kemudian menjual kepada pedagang grosir. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh bandar meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 53
5 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh bandar meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Kegiatan pembelian berupa membeli jamur tiram putih dari petani dan pengepul yang telah menjadi langganannya. Kegiatan penjualan berupa menjual jamur tiram putih kepada pedagang grosir dari dalam dan luar kota. Setiap bandar telah memiliki pembeli langganan. 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh bandar adalah kegiatan pengangkutan dari kumbung petani dan tempat pengepul ke tempat bandar. Bandar memiliki pekerja yang khusus bertugas menjemput jamur setiap harinya dengan menggunakan motor. Bandar melakukan pula pengemasan ulang jamur tiram setelah bandar melakukan proses sortasi dan grading ulang. 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh bandar berupa fungsi pembiayaan, sortasi dan grading ulang, dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh bandar adalah berupa pemberian plastik Polypropilen ukuran lima kilogram kepada petani-petani yang menjadi pelanggannya untuk kemasan jamur tiram putih segar. Proses sortasi dan grading ulang adalah proses pemilahan ulang terhadap jamur tiram yang sudah dipilah oleh petani. Kegiatan sortasi dan grading ulang dilakukan bandar khusus untuk memilihkan jamur yang berkualitas super untuk pasar Jakarta karena harga untuk pasaran Jakarta lebih tinggi daripada pasar-pasar tujuan lainnya Pedagang Grosir Pedagang grosir adalah pedagang yang berada di pasar induk dan membeli jamur tiram putih dalam jumlah besar, baik kepada petani, pengumpul, maupun bandar. Pedagang grosir melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian dilakukan dari petani, pengepul, dan bandar dalam jumlah besar. Fungsi penjualan yang dilakukan adalah menjual 54
6 jamur tiram putih kepada pedagang pengecer dalam kota dan pedagang grosir lainnya yang berasal dari pasar luar kota seperti Cibitung, Tangerang, dan Jakarta. Pedagang grosir memiliki kios/tempat berjualan di pasar induk. Pedagang grosir di Pasar Induk Caringin tidak menjual jamur tiram secara eceran, tetapi menjual dengan batas minimal pembelian adalah lima kilogram (satu kemasan plastik Polypropilene). 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pengangkutan. Dalam melakukan fungsi pembelian kepada petani, pengepul, dan bandar, pedagang grosir melakukan kegiatan pengangkutan dari Desa Kertawangi menuju pasar induk. Seluruh pedagang grosir yang menjadi responden memiliki alat angkut yaitu berupa kendaraan bak terbuka (mobil pick-up). 3) Fungsi Penyediaan Fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas yang dilakukan oleh pedagang grosir adalah fungsi pembiayaan dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan adalah berupa pengeluaran modal untuk biaya sewa kios di pasar dan biaya angkut jamur tiram putih. Pedagang grosir memiliki bargaining position yang kuat dalam pasar jamur tiram putih karena pedagang grosir sangat mengetahui harga jual jamur tiram putih dan bisa dikatakan bahwa harga jamur tiram putih cukup dikuasai oleh pedagang grosir Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah lembaga tataniaga terakhir dalam proses tataniaga jamur tiram putih segar dan merupakan pihak yang bertemu langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengecer melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran dan fungsi fisik dan fungsi penyediaan fasilitas. 1) Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer berupa fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pengecer yang menjadi responden melakukan fungsi pembelian dari pedagang grosir di Pasar Induk Caringin. Fungsi penjualan yang dilakukan pedagang pengecer berupa penjualan jamur tiram putih segar ke konsumen akhir. 55
7 2) Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan dari pasar induk menuju tempat pedagang pengecer tersebut berjualan. Tabel 14. Aktivitas Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi No. Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga Aktivitas 1. Petani Pertukaran Penjualan Fisik Pengemasan Pengangkutan Fasilitas Pembiayaan Sortasi dan grading Penanggungan risiko Informasi harga. 2. Pedagang Pengumpul Pertukaran Pembelian Penjualan (pengepul) Fisik Pengangkutan Fasilitas Pembiayaan Informasi harga 3. Bandar Pertukaran Pembelian Penjualan Fisik Pengangkutan Pengemasan Fasilitas Pembiayaan Sortasi dan grading Informasi harga 4 Pedagang Grosir Pertukaran Pembelian Penjualan Fisik Pengangkutan Fasilitas Pembiayaan Informasi harga 5. Pedagang Pengecer Pertukaran Fisik Pembelian Penjualan Pengangkutan 56
8 6.2. Analisis Saluran Tataniaga Petani jamur tiram putih sangat mengandalkan peran lembaga tataniaga dalam memasarkan produknya. Oleh sebab itu, terdapat beberapa pola saluran tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat empat saluran tataniaga jamur tiram putih segar di Desa Kertawangi. Berikut adalah saluran tataniaga tersebut: Saluran tataniaga I : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran tataniaga II : Petani Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran tataniaga III : Petani Pedagang Pengumpul Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran tataniaga IV : Petani Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap delapan orang petani responden, diketahui bahwa total volume jamur tiram yang dihasilkan oleh delapan orang petani responden tersebut berjumlah kilogram per hari. Artinya, keempat saluran tataniaga tersebut dalam sehari paling tidak dapat menyalurkan kg jamur tiram putih kepada konsumen akhir di berbagai kota tujuan Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga satu terdiri dari petani, pedagang pengumpul/pengepul, pedagang grosir, pedagang pengecer dan konsumen. Volume penjualan jamur tiram putih pada saluran satu sebanyak 105 kg atau 9,17 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Gambar 4 menggambarkan aliran saluran tataniaga satu. 57
9 Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 4. Saluran Tataniaga I Jamur Tiram Putih Saluran tataniaga ini adalah saluran tataniaga yang paling banyak digunakan oleh petani responden. Petani responden yang memilih saluran ini berjumlah tiga orang atau sebanyak 37,5 persen dari total petani responden (Tabel 15). Tabel 15. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga I No. Nama Petani Skala Usaha Volume Harga Jual (Kg) (Rp/Kg) 1. Beni Kecil Atikah Kecil Agus Kecil Petani responden di Saluran I ini menjual jamur tiram putihnya ke pedagang pengumpul yang merupakan petani jamur tiram putih juga, yaitu Bapak Beni. Alasan petani responden memilih saluran tataniaga ini adalah karena pada awalnya pedagang pengumpul menawarkan jasa pembelian kepada petani dan juga adanya kedekatan lokasi kumbung petani dengan lokasi pengepul sehingga memudahkan petani dalam memasarkan produknya. Selain itu, pengepul menjemput hasil panen dari kumbung petani dengan menggunakan motor. Petani telah menjadi langganan tetap pengepul dan antara kedua belah pihak telah terjalin suatu kerjasama yang berlandaskan kepercayaan. Petani melakukan kegiatan pemanenan sekitar pukul , kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengemasan. Pengambilan jamur tiram oleh pengepul dilakukan sekitar pukul Harga beli jamur tiram putih yang diterima petani dari pengepul adalah Rp per kilogram. Selanjutnya proses tataniaga berlanjut dari pengepul ke pedagang grosir. Pengepul menjual jamur tiram putih yang telah dikumpulkannya ke pedagang grosir yang berasal 58
10 dari Bandung, Jakarta, Cibitung, Tangerang, dan Tegal. Volume penjualan jamur tiram putih untuk pedagang grosir Bandung, Jakarta, Cibitung, Tangerang, dan Tegal berjumlah masing-masing satu kwintal. Harga beli jamur tiram putih oleh pedagang grosir Bandung, Tangerang dan Cibitung disepakati sebesar Rp per kilogram dan untuk harga grosir Jakarta dan Tegal sedikit lebih tinggi yaitu Rp per kilogram karena di kedua kota tersebut tingkat permintaan akan jamur tiram putih lebih tinggi dibanding dengan kota tujuan pemasaran lainnya. Saluran tataniaga yang ditelusuri oleh peneliti adalah saluran tataniaga dengan lembaga tataniaga pedagang grosir untuk pasar Kota Bandung karena ruang lingkup penelitian ini hanya untuk pasar Kota Bandung. Pedagang grosir yang menjadi responden pada Saluran I ini adalah Ibu Brastyan yang menjual jamur tiram putih secara grosir di Pasar Induk Caringin Kota Bandung dengan volume penjualan jamur tiram putih per hari mencapai 500 kilogram. Pedagang grosir harus mengambil jamur tiram putih ke lokasi pengepul di Desa Kertawangi. Selanjutnya, pedagang grosir membawa jamur tiram putih yang telah dibeli dari pedagang pengumpul ke Pasar Induk Caringin. Di Pasar Induk Caringin harga jual jamur tiram adalah Rp per kilogram. Konsumen dari pedagang grosir Ibu Brastyan rata-rata adalah para pedagang pengecer sayuran yang berjualan di pasar-pasar kecil Kota Bandung. Pedagang pengecer yang menjadi responden bernama Adi yang lokasi berjualannya di Pasar Andir Bandung. Pedagang pengecer menjual jamur tiram putih kepada konsumen akhir dengan harga Rp per kilogram. Pada saluran ini, petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya tataniaga dikeluarkan oleh pengepul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga yang kedua terdiri dari petani, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir (Gambar 5). Volume penjualan jamur tiram putih melalui saluran ini adalah sebanyak 150 kg atau sebesar 13,1 persen dari total volume jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden. 59
11 Petani Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 5. Saluran Tataniaga II pada Jamur Tiram Putih Saluran ini dipilih oleh dua orang petani responden atau sebesar 25 persen dari total petani responden (Tabel 16). Petani responden menjual jamur tiram putihnya langsung kepada bandar. Bandar yang menjadi responden pada Saluran II ini adalah Bapak Ahmad Rifa i. Tabel 16. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga II No. Nama Petani Skala Usaha Volume Harga Jual (Kg) (Rp/Kg) 1. Eden Kecil Ari Sedang Alasan petani memilih saluran tataniaga ini adalah karena eratnya hubungan antara petani dan bandar serta lokasi kumbung yang tidak terlalu jauh dari lokasi bandar berada. Harga beli jamur tiram untuk petani dan pengepul, yaitu Rp per kilogram. Bandar memberikan plastik untuk kemasan jamur tiram berupa plastik Polypropilen ukuran lima kilogram kepada petani. Bandar pun memberikan fasilitas pengangkutan dari kumbung petani dan tempat pengepul ke lokasi bandar yang dilakukan oleh pekerja dengan menggunakan motor. Proses pengangkutan dilakukan sekitar pukul setiap harinya. Proses berikutnya adalah proses transaksi antara bandar dengan pedagang grosir. Pedagang grosir yang menjadi pelanggan bandar berasal dari Jakarta, Bandung, Cibitung, Tangerang, dan Indramayu. Pasar utama bandar responden adalah Jakarta dan Indramayu karena harga jual jamur tiram di dua kota tersebut lebih tinggi daripada harga pemasaran jamur tiram putih untuk kota-kota lainnya yaitu sekitar Rp per kilogram, sedangkan harga di kota lainnya berkisar Rp per kilogram. Pedagang grosir yang dijadikan responden dalam saluran tataniaga ini adalah pedagang grosir di Pasar Induk Caringin Bandung. Pedagang grosir yang menjadi responden pada Saluran II ini adalah Rudi. Setelah dari 60
12 pedagang grosir, proses tataniaga dilanjutkan ke pedagang pengecer. Harga jual jamur tiram dari pedagang grosir ke pedagang pengecer adalah Rp per kilogramnya. Konsumen dari pedagang grosir Rudi adalah pedagang pengecer untuk pasar-pasar kecil dan pedagang sayur keliling. Responden pedagang pengecer di Saluran II ini adalah Ibu Asih, yaitu seorang pedagang sayuran di Pasar Kopo. Harga yang diberikan pedagang pengecer untuk konsumen akhir yaitu Rp Biaya tataniaga pada saluran ini dikeluarkan oleh bandar, pedagang grosir, dan pedagang pengumpul Saluran Tataniaga III Saluran tataniaga III terdiri dari petani, pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir (Gambar 6). Saluran tataniaga III ini merupakan saluran tataniaga terpanjang dalam rantai tataniaga jamur tiram putih segar dari Desa Kertawangi. Petani Pedagang Pengumpul Bandar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 6. Saluran Tataniaga III pada Jamur Tiram Putih Petani responden yang menggunakan saluran tataniaga ini sebanyak satu orang atau sebesar 12,5 persen dengan volume penjualan sebanyak 40 kilogram per hari atau sebesar 3,49 persen dari total volume jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden (Tabel 17). Petani kemudian menjual jamur tiram putihnya kepada pedagang pengepul M. Sholeh. Tabel 17. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga III Volume Harga Jual No. Nama Petani Skala Usaha (Kg) (Rp/Kg) 1. Tisna Sedang
13 Harga beli jamur tiram yang diberikan pengepul kepada petani adalah Rp per kilogram. Harga tersebut lebih rendah daripada harga yang diberikan kepada petani pada dua rantai tataniaga sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan pengepul harus menjual lagi jamur tiramnya ke bandar dan bandar hanya memberi harga Rp per kilogram sehingga pengepul memberikan harga beli yang lebih rendah kepada petani langganannya agar ia memperoleh keuntungan. Saluran tataniaga tiga ini kurang diminati oleh petani, terlihat dari sedikitnya petani responden yang memilih saluran tataniaga ini. Proses tataniaga kemudian berlanjut ke pedagang grosir. Pedagang grosir yang menjadi responden adalah Rizal. Harga jamur tiram putih di tingkat pedagang grosir responden memiliki kesamaan yaitu Rp Selanjutnya pedagang grosir menjual jamur tiram putih kepada pedagang pengecer dengan harga Rp Pedagang pengecer yang menjadi responden adalah Bapak Udung yang merupakan pedagang pengecer sayuran di Pasar Ciroyom. Harga yang diberikan pedagang pengecer kepada konsumen akhir di Saluran III ini sebesar Rp per kilogram Saluran Tataniaga IV Saluran tataniaga empat terdiri dari petani, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen. Volume penjualan pada Saluran IV ini sebesar 850 kilogram atau 74,2 persen dari total volume jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden. Alur kerja lembaga tataniaga saluran tataniaga empat dapat dilihat pada Gambar 7. Petani Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 7. Saluran Tataniaga IV pada Jamur Tiram Putih Saluran tataniaga ini dipilih oleh dua orang petani atau sebanyak 25 persen dari total petani responden (Tabel 18). Keduanya merupakan petani jamur tiram putih dengan skala usaha besar. Dengan skala usaha yang besar tentunya petani akan menghasilkan jamur tiram putih dalam jumlah banyak. Volume rata-rata 62
14 yang dihasilkan oleh dua petani responden ini adalah 425 kg jamur tiram per hari. Dengan volume panen yang besar tentu petani mampu mencari pasar untuk pemasaran jamur tiramnya. Petani langsung menjual jamur tiramnya kepada pedagang grosir langganannya yang berjumlah lebih dari satu pedagang grosir. Satu orang petani responden menjual jamur tiramnya ke tujuh pedagang grosir dan satu petani lainnya menjual ke dua pedagang grosir. Pedagang grosir yang menjadi langganan kedua petani ini sebagian besar adalah pedagang grosir yang berasal dari luar kota. Pedagang grosir datang setiap hari ke lokasi petani untuk menjemput jamur tiram yang hendak dibelinya. Tabel 18. Volume dan Harga Jual Jamur Tiram Putih di Tingkat Petani pada Saluran Tataniaga IV No. Nama Petani Skala Usaha Volume Harga Jual (Kg) (Rp/Kg) 1. Sri Besar Nandang Besar Harga jual jamur tiram kepada pedagang grosir pada saluran tataniaga ini adalah Rp per kilogram. Selanjutnya setelah dari pedagang grosir, proses tataniaga berlanjut ke pedagang pengecer lalu ke konsumen akhir dengan harga Rp per kilogram. Pada saluran ini petani mengeluarkan biaya tataniaga berupa biaya pengemasan jamur tiram putih karena pedagang grosir tidak menyediakan fasilitas pengemasan. 63
15 Saluran II Petani kg (100%) Saluran IV Bandar 190 kg (16,59% ) Saluran III Pedagang Pengumpul 145 kg (12,66% ) Saluran I Pedagang Grosir kg (100%) Pedagang Pengecer kg (100%) Konsumen Akhir Gambar 8. Alur Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi Tahun Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dalam suatu proses tataniaga dianalisis berdasarkan jumlah produsen dan konsumen, sifat produk yang dipasarkan, kebebasan keluar-masuk pasar, dan informasi harga pasar dari produk tersebut. Struktur pasar sangat mempengaruhi dalam terciptanya perilaku pasar dari masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses transaksi jual beli. Dalam tataniaga jamur tiram putih ini, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen, yaitu jamur tiram putih segar Petani Petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi berjumlah kurang lebih seratus orang. Jumlah petani lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang 64
16 dan produk yang dijual homogen. Petani sebagai pihak produsen dan penjual pertama memiliki tujuan pemasaran yang beragam, yaitu pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, dan konsumen akhir. Petani bebas untuk keluar masuk pasar karena sebagian besar petani tidak selalu rutin melakukan produksi jamur tiram putih secara kontinyu. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan modal yang dihadapi oleh para petani. Jika petani sedang kesulitan modal, petani tidak akan mengisi kumbungnya dan menghentikan kegiatan produksi jamur tiram putih untuk sementara waktu, artinya petani keluar dari pasar jamur tiram putih. Namun, ketika petani sedang memiliki modal, petani akan mengisi kembali kumbungnya untuk memproduksi jamur tiram putih dan kembali lagi sebagai produsen jamur tiram putih. Petani dengan skala usaha kecil berperan sebagai price taker, menerima harga yang ditawarkan oleh pembelinya, karena petani ini hanya memiliki sedikit produk sehingga tidak cukup kuat untuk menjadi price maker. Sedangkan petani dengan skala usaha besar cukup memiliki peran dalam menentukan harga jual karena petani ini memiliki produk dengan jumlah besar dan mereka mengetahui kondisi pasar dan harga jamur tiram saat proses transaksi berlangsung. Jumlah petani yang banyak dengan produk yang homogen dan memiliki kebebasan dalam keluar masuk pasar menjadikan petani ketika menjual produknya kepada lembaga tataniaga (pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir dan pedagang pengecer) memiliki struktur pasar persaingan sempurna (competitive market) Pedagang Pengumpul (Pengepul) Pedagang pengumpul atau pengepul membeli langsung jamur tiram putih dari petani. Pengepul jamur tiram putih di Desa Kertawangi berjumlah hingga puluhan orang. Pengepul tidak bebas menentukan harga, mereka mendapatkan informasi harga dari bandar, pedagang grosir, dan rekan sesama pengepul. Hambatan keluar masuk pasar bagi pengepul cukup mudah, pengepul hanya perlu mendatangi petani dan kemudian menawarkan jasanya. Dengan mudahnya hambatan pengepul untuk keluar masuk pasar dan homogennya produk yang diperjualbelikan maka struktur pasar yang dihadapi oleh pengepul cenderung mengarah pada pasar persaingan sempurna. 65
17 Bandar Bandar jamur tiram di Desa Kertawangi jumlahnya tidak terlalu banyak, yakni tidak mencapai sepuluh orang. Bandar mendapatkan jamur tiram dari petani dan pengepul yang sudah menjadi pelanggannya. Bandar menerima apabila ada petani baru yang ingin memasarkan produk kepadanya. Informasi harga diperoleh bandar dari pedagang grosir dan dari Pasar Induk. Struktur pasar yang dihadapi bandar cenderung mengarah pada pasar oligopoli murni karena jumlah bandar yang tidak banyak, produk yang diperjualbelikan homogen, dan hambatan yang dihadapi bandar untuk keluar masuk pasar cukup tinggi. Bandar tetap menjadi price taker karena grosir lebih mengetahui informasi permintaan pasar Pedagang Grosir Pedagang grosir mendapatkan jamur tiram dari petani, pengepul, dan bandar. Bagi pedagang grosir yang menginginkan keuntungan lebih banyak, mereka membeli jamur tiram langsung dari petani agar harga beli lebih murah, namun tidak serta merta mereka dapat menentukan harga karena tetap saja mereka harus bersaing dengan pedagang grosir lainnya dalam mendapatkan jamur tiram dari petani dan petani akan memilih menjual produknya kepada penawar harga yang paling tinggi (hal seperti ini terjadi pada petani berskala usaha besar). Sebagai pembeli, pedagang grosir menghadapi pasar persaingan sempurna dan sebagai penjual menghadapi kecenderungan pasar oligopoli murni karena jumlah pedagang grosir di pasar induk tidak banyak, sedangkan pembeli banyak dan berasal dari dalam dan luar kota Pedagang Pengecer Pedagang pengecer yang menjadi responden mendapatkan jamur tiram putih dari pedagang grosir di pasar induk. Sebagai pembeli, pedagang pengecer adalah price taker yang menerima harga pasar. Ketika melakukan penelitian, terlihat bahwa pengecer jarang melakukan proses tawar menawar ketika melakukan transaksi dengan pedagang grosir. Struktur pasar yang dihadapi oleh pengecer sebagai pembeli adalah pasar oligopsoni murni karena jumlah pedagang 66
18 grosir tidak banyak. Sebagai penjual di pasar-pasar kecil, pengecer menghadapi struktur pasar persaingan sempurna Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar jamur tiram putih dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, serta kerjasama diantara lembaga tataniaga Praktek Pembelian dan Penjualan Saluran tataniaga jamur tiram putih diawali oleh petani sebagai produsen. Kemudian petani melakukan proses penjualan hasil produksinya ke lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, dan langsung ke konsumen akhir. Melalui analisis yang dilakukan terhadap petani responden, dapat diketahui bahwa petani jamur tiram putih telah memiliki langganan dalam memasarkan produknya. Menurut seluruh petani responden, dalam mencari jalur pemasaran untuk jamur tiram putih hasil produksinya, petani pada awalnya didatangi oleh pedagang-pedagang yang saat ini menjadi langganannya. Kemudian petani dan pedagang tersebut menyepakati terjadinya kerjasama dalam jual beli jamur tiram putih ini. Dalam pemilihan lembaga tataniaga mana yang akan dipilih, petani mencari lembaga tataniaga yang memberikan harga beli yang tinggi untuk produknya. Setelah dilakukan proses pembelian dari petani, selanjutnya proses penjualan berlanjut ke lembaga tataniaga yang lebih besar yaitu pedagang grosir. Pedagang grosir yang membeli jamur tiram putih Desa Kertawangi terdiri dari pedagang grosir Bandung, Jakarta, Tangerang, Cibitung, Indramayu, Cirebon, dan Tegal Sistem Penentuan Harga Penentuan harga erat kaitannya dengan permintaan dan penawaran yang terjadi pada suatu komoditas. Penentuan harga pada jamur tiram putih dilakukan berdasarkan harga pasar yang sedang berlaku atau sering disebut nota pasar. 67
19 Apabila volume jamur tiram putih sedang sedikit maka petani adalah penentu harga, sedangkan jika volume melimpah maka pedagang yang menjadi penentu harga (price maker). Pencapaian harga jamur tiram yang paling tinggi adalah ketika bulan Ramadhan dimana harga jamur bisa mencapai Rp per kilogram di tingkat pedagang grosir karena tingginya permintaan konsumen. Harga penjualan jamur tiram paling rendah adalah ketika hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Idul Fitri, Natal dan tahun baru, yaitu Rp per kilogram di tingkat pedagang grosir. Hal tersebut dikarenakan sedikitnya permintaan sedangkan supply dari petani melimpah dan karena ketika merayakan hari besar masyarakat cenderung memilih daging untuk dikonsumsi. Informasi harga dibawa oleh pedagang grosir dari Pasar Induk Caringin dan Pasar Induk Kramat Jati. Petani dengan skala usaha sedang dan besar biasanya memiliki informan yang setiap saat dapat menginformasikan apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga komoditas jamur tiram putih di pasar induk. Pedagang grosir adalah pihak yang menawarkan harga pertama kali kepada bandar, pengepul, dan petani, dan untuk mencapai kesepakatan biasanya dilakukan juga sedikit proses tawar menawar. Walaupun demikian, keputusan terakhir ditentukan oleh lembaga dengan posisi tawar yang lebih tinggi sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi. Harga jamur tiram di tingkat petani sebagian besar adalah Rp dan di tingkat pengecer Rp Dalam penetapan harga beli dan harga jual jamur tiram antara pedagang satu dan lainnya (yang setingkat) tidak ada kesepakatan, artinya setiap pedagang menetapkan harga jual dan harga belinya masing-masing dengan berdasar pada nota pasar. Harga-harga tersebut tidak akan jauh berbeda, perbedaan harga hanya berkisar antara Rp 100 hingga Rp Sistem Pembayaran Penentuan sistem pembayaran pembelian disesuaikan dengan kehendak petani. Ada petani yang meminta pembayaran dengan sistem keluar-masuk harian, tiga harian, dan mingguan. Sebagian besar petani menggunakan sistem pembayaran keluar-masuk harian, maksudnya barang yang hari ini diambil oleh pembeli akan dibayarkan pada keesokan harinya ketika pembeli kembali lagi 68
20 untuk mengambil barang berikutnya. Ada pula sistem pembayaran tiga harian, yaitu pembayaran dilakukan setiap tiga hari serta sistem pembayaran mingguan adalah pembayaran yang dilakukan setiap tujuh hari sekali di akhir minggu. Sistem pembayaran seperti ini didasarkan atas rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Sistem pembayaran penjualan antara pengepul, bandar, dan pedagang grosir menggunakan sistem keluar-masuk harian, tiga harian, dan mingguan, tergantung dari hasil kesepakatan. Sistem pembayaran penjualan antara pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir dilakukan dengan pembayaran tunai. Sistem pembayaran pada saluran tataniaga lima (petani langsung bertemu konsumen) menggunakan sistem pembayaran tunai Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama terjalin di antara petani dengan lembaga tataniaga dan antar lembaga tataniaga. Kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul dan bandar dilakukan berdasarkan kebutuhan petani akan lembaga yang akan memasarkan produknya dan kebutuhan pengumpul dan bandar dalam mendapatkan pasokan jamur tiram secara kontinyu. Kerjasama yang erat terjalin dengan berlandaskan kepercayaan antar kedua belah pihak, walaupun tanpa adanya pernyataan tertulis/kontrak kerjasama Analisis Keragaan Pasar Analisis keragaan pasar bertujuan untuk mengetahui besarnya marjin tataniaga, rasio antara keuntungan dan biaya, farmer s share, dan efisiensi tataniaga pada saluran tataniaga jamur tiram putih Analisis Marjin Tataniaga Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biayabiaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga 69
21 tataniaga. Biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam proses tataniaga jamur tiram putih ini meliputi biaya pengemasan, pengangkutan/ transportasi, retribusi, bongkar muat, sewa tempat, dan tenaga kerja. Uraian biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Tataniaga Masing-masing Lembaga Tataniaga Keterangan Biaya (Rp/Kg) Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Petani ,67 Pedagang Pengumpul 1. Biaya Pengemasan 2. Biaya Pengangkutan 3. Biaya Tenaga Kerja 76, , , Bandar 1. Biaya Pengemasan 2. Biaya Pengangkutan 3. Biaya Tenaga Kerja Pedagang Grosir 1. Biaya Pengangkutan 2. Biaya Tenaga Kerja 3. Biaya Retribusi Pasar 4. Biaya Sewa Kios 5. Biaya Bongkar Muat Pedagang Pengecer 1. Biaya Pengangkutan 2. Biaya Sewa Jongko 3. Biaya Retribusi Pasar Induk Jumlah 208,97-76, , ,14 76, , Jumlah - 142,81 142,81-22, , , , Jumlah 158,5 158,5 158,5 158, Jumlah Total Biaya Tataniaga 627,47 561,31 637,98 418,5 Biaya tataniaga terbesar dikeluarkan oleh saluran tataniaga tiga, yaitu sebesar 637,98. Hal tersebut disebabkan karena saluran tataniaga tiga adalah saluran tataniaga yang paling banyak melibatkan lembaga tataniaga didalamnya sehingga biaya tataniaga yang dikeluarkan pun lebih besar. Saluran tataniaga empat adalah saluran dengan biaya tataniaga terendah, yaitu sebesar 418,5. Saluran tataniaga empat adalah saluran terpendek diantara saluran tataniaga lainnya, yaitu hanya melibatkan pedagang grosir dan pedagang pengecer sebagai 70
22 lembaga tataniaga. Setelah menghitung biaya tataniaga, dapat diketahui marjin tataniaga masing-masing lembaga yang terlibat dalam setiap saluran tataniaga dan total marjin tataniaga tiap saluran tataniaga. 1) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga satu melibatkan petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Petani responden yang menggunakan saluran satu ini berjumlah tiga orang petani atau sebesar 37,5 persen dari total petani responden. Volume jamur tiram putih yang dijual melalui saluran ini sebanyak 105 kilogram atau 9,17 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Harga jual di tingkat petani adalah Rp 7.000/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp /kg. Petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga satu antara lain: biaya pengemasan, biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran satu sebesar Rp 627,47 per kilogram atau sebesar 5,23 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.372,53 per kilogram atau 36,44 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp per kilogram atau sebesar 41,67 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga satu dapat dilihat pada Tabel
23 Tabel 20. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga I Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual ,33 Biaya Tataniaga - - Pedagang Pengumpul Harga Beli ,33 Biaya Tataniaga 208,97 1,74 Keuntungan 291,03 2,43 Marjin Tataniaga 500 4,17 Harga Jual ,50 Pedagang Grosir Harga Beli ,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga ,33 Harga Jual ,83 Pedagang Pengecer Harga Beli ,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan ,00 Marjin Tataniaga ,17 Harga Jual Total Biaya Tataniaga 627, 47 5,23 Total Keuntungan 4.372,53 36,44 Total Marjin Tataniaga ,67 2) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga dua melibatkan petani, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Petani responden yang menggunakan saluran dua ini berjumlah dua orang petani atau sebesar 25 persen dari total petani responden. Volume jamur tiram putih yang dijual melalui saluran ini sebanyak 150 kilogram atau 13,1 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Harga jual di tingkat petani adalah Rp 7.000/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp /kg. Petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga dua sama dengan biaya yang dikeluarkan pada saluran satu, antara lain: biaya pengemasan, biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya 72
24 bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran dua sebesar Rp 561,31 per kilogram atau sebesar 4,68 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.438,69 per kilogram atau 36,99 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp per kilogram atau sebesar 41,67 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga dua dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga II Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual ,33 Biaya Tataniaga - - Bandar Harga Beli ,33 Biaya Tataniaga 142,81 1,19 Keuntungan 357,19 2,98 Marjin Tataniaga 500 4,17 Harga Jual ,50 Pedagang Grosir Harga Beli ,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga ,33 Harga Jual ,83 Pedagang Pengecer Harga Beli ,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan ,00 Marjin Tataniaga ,17 Harga Jual Total Biaya Tataniaga 561,31 4,68 Total Keuntungan 4.438,69 36,99 Total Marjin Tataniaga ,67 3) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga III Saluran tataniaga tiga melibatkan petani, pedagang pengumpul, bandar, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran tataniaga tiga merupakan saluran terpanjang, artinya saluran tataniaga yang paling banyak 73
25 melibatkan lembaga tataniaga didalamnya. Petani responden yang menggunakan saluran tiga ini berjumlah satu orang petani atau sebesar 12,5 persen dari total petani responden. Volume jamur tiram putih yang dijual melalui saluran ini sebanyak 40 kilogram atau 3,49 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Harga jual di tingkat petani adalah Rp 6.800/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp /kg. Petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga tiga hampir sama dengan biaya yang dikeluarkan pada saluran satu dan dua, antara lain: biaya pengemasan, biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran tiga sebesar Rp 637,98 per kilogram atau sebesar 5,32 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.562,02 per kilogram atau 38,02 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp per kilogram atau sebesar 43,34 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga tiga dapat dilihat pada Tabel
26 Tabel 22. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga III Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual ,67 Biaya Tataniaga - - Pedagang Pengumpul Harga Beli ,67 Biaya Tataniaga 76,67 0,64 Keuntungan 123,33 1,03 Marjin Tataniaga 200 1,67 Harga Jual ,33 Bandar Harga Beli ,33 Biaya Tataniaga 142,81 1,19 Keuntungan 357,19 2,98 Marjin Tataniaga 500 4,17 Harga Jual ,50 Pedagang Grosir Harga Beli ,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga ,33 Harga Jual ,83 Pedagang Pengecer Harga Beli ,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan ,00 Marjin Tataniaga ,17 Harga Jual Total Biaya Tataniaga 637,98 5,32 Total Keuntungan 4.562,02 38,02 Total Marjin Tataniaga ,34 4) Marjin Tataniaga pada Saluran Tataniaga IV Saluran tataniaga empat melibatkan petani, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Saluran tataniaga empat merupakan saluran tataniaga terpendek yang hanya melibatkan dua lembaga tataniaga. Petani responden yang menggunakan saluran empat ini berjumlah dua orang petani atau sebesar 25 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga empat merupakan saluran dengan volume penjualan terbanyak, yaitu 850 kilogram atau 74,23 persen dari total volume penjualan jamur tiram putih petani responden. Saluran 75
27 empat memiliki harga jual di tingkat petani paling tinggi yaitu sebesar Rp 7.500/kg dan harga jual untuk konsumen akhir sebesar Rp /kg. Berbeda dengan petani pada saluran-saluran tataniaga sebelumnya, petani pada saluran empat ini mengeluarkan biaya tataniaga berupa biaya pengemasan. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tataniaga empat antara lain: biaya pengangkutan/transportasi, biaya tenaga kerja, biaya retribusi pasar, biaya bongkar muat, dan biaya sewa kios. Total biaya tataniaga saluran empat sebesar Rp 495,17 per kilogram atau sebesar 4,13 persen dan total keuntungan sebesar Rp 4.081,5 per kilogram atau 34,01 persen, sehingga total marjin tataniaga saluran satu adalah sebesar Rp per kilogram atau sebesar 37,5 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai keuntungan tataniaga, marjin tataniaga, harga beli, dan harga jual jamur tiram putih di masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga tiga dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, Harga Beli, dan Harga Jual Jamur Tiram Putih pada Saluran Tataniaga IV Uraian Nilai (Rp/Kg) Persentase Petani Harga Jual ,50 Biaya Tataniaga 76,67 0,64 Pedagang Grosir Harga Beli ,50 Biaya Tataniaga 158,50 1,32 Keuntungan 841,50 7,01 Marjin Tataniaga ,33 Harga Jual ,83 Pedagang Pengecer Harga Beli ,83 Biaya Tataniaga 260 2,17 Keuntungan ,00 Marjin Tataniaga ,17 Harga Jual Total Biaya Tataniaga 495,17 4,13 Total Keuntungan 4.081,50 34,01 Total Marjin Tataniaga ,50 76
28 Saluran tataniaga tiga memiliki nilai marjin tataniaga tertinggi diantara keempat saluran tataniaga jamur tiram putih, yaitu sebesar Rp per kilogram (43,34 persen) dan total biaya tataniaga tertinggi, yaitu Rp 637,98 per kilogram (5,32 persen). Saluran empat memiliki nilai marjin tataniaga terendah diantara keempat saluran tataniaga jamur tiram putih, yaitu sebesar Rp per kilogram (37,5 persen) dan memiliki total biaya tataniaga terendah, yaitu Rp 495,17 per kilogram. Namun sayangnya saluran tataniaga empat ini hanya digunakan oleh petani dengan skala usaha besar Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya Rasio keuntungan atas biaya (Π/C) adalah persentase keuntungan tataniaga terhadap biaya tataniaga teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Rasio keuntungan diperoleh dari pembagian keuntungan tataniaga lembaga tataniaga tingkat ke-i (Πi) dengan biaya tataniaga di lembaga tataniaga tingkat ke-i (Ci). Keuntungan tataniaga diperoleh dari selisih harga jual dengan harga beli pada masing-masing lembaga tataniaga dikurangi dengan biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya ini digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan tataniaga yang dilakukan memberikan keuntungan kepada para pelaku tataniaga. Jika Π/C bernilai positif (Π/C > 0), maka kegiatan tataniaga tersebut menguntungkan. Sebaliknya, jika Π/C bernilai negatif (Π/C < 0), maka kegiatan tersebut tidak memberikan keuntungan kepada pelaku tataniaga. Pada Tabel 24 dapat dilihat analisis rasio keuntungan terhadap biaya pada lembaga tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi. 77
29 Tabel 24. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya pada Tataniaga Jamur Tiram Putih Di Desa Kertawangi Lembaga Tataniaga Keuntungan (Rp/Kg) Biaya (Rp/Kg) Π/C Saluran Tataniaga I Pedagang Pengumpul 291,03 208,97 1,39 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Saluran Tataniaga II Total 4.372,53 627,47 19,16 Bandar 357,19 142,81 2,50 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Saluran Tataniaga III Total 4.438,69 561,31 20,27 Pedagang Pengumpul 123,33 76,67 1,61 Bandar 357,19 142,81 2,50 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Saluran Tataniaga IV Total 4.562,02 637,98 21,88 Pedagang Grosir 841,50 158,50 5,31 Pedagang Pengecer 3.240,00 260,00 12,46 Total 4.081,50 418,50 17,77 Suatu saluran tataniaga dikatakan efisien apabila penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga merata dan farmer s share lebih besar dibanding dengan total marjin tataniaga. Pada saluran tataniaga satu hingga empat, terlihat bahwa pedagang pengecer adalah lembaga tataniaga yang memperoleh keuntungan paling besar, ditunjukkan dengan nilai Π/C sebesar 12,46 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer akan menghasilkan keuntungan sebesar 12,46 satuan rupiah. Nilai Π/C terkecil diperoleh pedagang pengumpul pada saluran tataniaga satu, 78
30 yaitu sebesar 1,39. Seluruh saluran tataniaga jamur tiram putih memiliki nilai Π/C lebih besar dari satu, artinya bahwa kegiatan tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga di masing-masing saluran sudah memberikan keuntungan Analisis Farmer s Share Pendapatan yang diterima petani (farmer s share) merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir dan dinyatakan dalam bentuk persen. Besarnya bagian yang diterima petani jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Analisis Farmer s Share pada Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg) Harga di Tingkat Konsumen (Rp/Kg) Farmer s Share (%) I ,33 II ,33 III ,67 IV ,50 Farmer s share yang tertinggi adalah saluran tataniaga empat, yaitu sebesar 62,5 persen dengan volume penjualan 850 kilogram per hari. Dapat dikatakan bahwa saluran tataniaga empat ini memberikan bagian pendapatan yang cukup besar bagi petani hingga diatas 50 persen. Hal tersebut disebabkan karena saluran tataniaga empat tidak melibatkan banyak lembaga tataniaga dimana petani langsung berhubungan dengan pedagang grosir dalam memasarkan hasil produksinya. Namun sayangnya, saluran tataniaga empat hanya digunakan oleh dua orang petani responden yang mana kedua petani responden tersebut adalah petani berskala usaha besar. Petani yang berhubungan langsung dengan pedagang grosir sebagian besar adalah petani dengan skala usaha besar, sedangkan sebagian besar petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi merupakan petani dengan skala usaha kecil, sehingga tidak bias langsung 79
VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,
Lebih terperinciVII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR
VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,
Lebih terperinciVI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA
VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul
Lebih terperinciVI HASIL DAN PEMBAHASAN
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian
Lebih terperinciANALISIS TATANIAGA BERAS
VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi
Lebih terperinciBAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.
BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk
28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis
Lebih terperinciBAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR
BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang
46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara
Lebih terperinciTATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK
56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini
Lebih terperinciVI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR
VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR 6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga
Lebih terperinciVII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT
55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar
Lebih terperinciANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA
1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan
Lebih terperinciKINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)
KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika
Lebih terperinciANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU
ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka
Lebih terperinciIV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung
Lebih terperinciDesa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).
HERU SURAWlAT WIDIA. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat @i bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). Pengembangan agribisnis
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi
27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pemasaran melinjo di Desa Kepek Kecamatan Saptosari menerapkan sistem kiloan yaitu melinjo dibeli oleh pedagang dari petani dengan satuan rupiah per kilogram.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan daerah beriklim tropis basah dengan keragaman ekologis dan jenis komoditas, terutama komoditas hortikultura. Tanaman hortikultura yang banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan
Lebih terperinciSosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²
Lebih terperinciANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT
ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT Hariry Anwar*, Acep Muhib**, Elpawati *** ABSTRAK Tujuan penelitian menganalisis saluran tataniaga ubi jalar
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini secara garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai
Lebih terperinciLanjutan Pemasaran Hasil Pertanian
Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading
Lebih terperinciBoks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya
Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Pemasaran Dalam penelitian ini yang diidentifikasi dalam sistem pemasaran yaitu lembaga pemasaran, saluran pemasaran, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan
Lebih terperinci81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2
81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny
Lebih terperinciPERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak
PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani produsen di Indonesia tidak biasa memasarkan produk hasil pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam sistem agribisnis di Indonesia,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini
33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian
Lebih terperinci: Saluran, Pemasaran, Buah, Duku, Kabupaten Ciamis
ANALISIS SALURAN PEMASARAN BUAH DUKU (Suatu Kasus di Desa Karanganyar Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis) Oleh: 1 Eman Badruzaman, 2 Soetoro, 3 Tito Hardiyanto 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Saluran Pemasaran Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pemasaran buah impor dan saluran pemasaran buah lokal. 6.1.1.
Lebih terperinciANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinci7. KINERJA RANTAI PASOK
64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses
Lebih terperinciSALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN
SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam memasarkan sebuah
Lebih terperinci. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %
48 . Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah 2007-2011 NO KOMODITAS Volume Ekspor (Ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Rata rata Pertumbuhan 2007 2011 1 Nanas 110.112 269.664 179.310 159.009 189.223 30%
Lebih terperinciANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT
ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program
Lebih terperinciLampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya
LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa
Lebih terperinciTELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI
TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI Oleh A. Rozany Nurmanaf*) Abstrak Program khusus usahatani kedelai dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk diantaranya daerah transmigrasi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan
III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi
Lebih terperinciANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)
Analisis Pemasaran Nenas Palembang ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Herawati 1) dan Amzul Rifin 2) 1,2) Departemen
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang
Lebih terperinciANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK
ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK (Annona muricata) (Suatu Kasus pada Pengusaha Pengolahan Dodol Sirsak di Desa Singaparna Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Angga Lenggana 1, Soetoro 2, Tito
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran
Lebih terperinciKARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS
EFISIENSI TATANIAGA BROKOLI DI LEMBANG JAWA BARAT Hesti. K 1), Marlinda Apriyani 2), Luluk Irawati 2) 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis Politeknik Negeri Lampung 2) Dosen Program Studi Agribisnis Politeknik
Lebih terperinciLampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster
43 Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Klaster 44 Lampiran 1 Usahatani Jahe Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Non Klater 45 Lampiran 2. Output Karakteristik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang
35 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi
Lebih terperinciANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG BUPATEN LOMBOK BARAT 1) TRIANA LIDONA APRILANI, 2) AZRUL FAHMI Fakultas Pertanian Universitas Islam AlAzhar email : 1) lidona 2) lanoy3_kim98@yahoo.com
Lebih terperinciKERAGAAN PEMASARAN GULA AREN
KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN Lina Humaeroh 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi linaanimania@yahoo.com Riantin Hikmah Widi 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi riantinhikmahwidi@yahoo.co.id
Lebih terperinciTEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i
TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Sentra Produksi Pisang di Lampung. Tanjung Karang merupakan Ibukota sekaligus pusat pemerintahan provinsi Lampung, sebagai salah satu provinsi sentra produksi utama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,
Lebih terperincimargin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:
Pemasaran komoditas pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan
Lebih terperinciANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak
ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN *
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan
Lebih terperinciANALISIS SALURAN PEMASARAN TAHU BULAT (Studi Kasus pada Perusahaan Cahaya Dinar di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis)
ANALISIS SALURAN PEMASARAN TAHU BULAT (Studi Kasus pada Perusahaan Cahaya Dinar di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis) Oleh : 1 Ahmad Nurussalam, 2 Yus Rusman, 3 Zulfikar Noormansyah 1 Mahasiswa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk
Lebih terperinciA. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive)
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra
Lebih terperinciProgram Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,
ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.
26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).
Lebih terperinciVI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI
VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan
Lebih terperinci