HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penetapan Kadar Air Media Perlakuan Laju penurunan kadar air media tumbuh tanaman dapat dilihat dari proses evapotranspirasi tanaman yang dihubungkan dengan penurunan bobot media perlakuan. Kehilangan air pada media diduga disebabkan oleh evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi adalah ukuran total kehilangan air dari suatu luasan lahan melalui evaporasi permukaan tanah dan transpirasi permukaan daun. Secara potensial evapotranspirasi ditentukan oleh faktor iklim dan secara aktual ditentukan juga oleh keadaan tanah dan tanaman (Handoko, 1994). Untuk keperluan penelitian maka data penurunan bobot media pra perlakuan digunakan sebagai pedoman untuk penelitian utama. Semakin lama media tanam tidak disiram maka semakin lambat penurunan bobot media tanam (Gambar 1). Pada akhir percobaan kadar air pada kondisi kapasitas lapang (100 % KL) adalah %, sedangkan kadar air pada kondisi tercekam (25 % KL) adalah %. Kadar air media pada kondisi tercekam dapat tercapai pada 26 hari tanpa penyiraman. 10,0 9,5 Evapotranspirasi Bobot Media (kg) 9,0 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 Evapotranspirasi Interval Hari Penimbangan Gambar 1. Penurunan Bobot Media Tanam Berdasarkan Laju Evapotranspirasi

2 15 Respon Bibit Kelapa Sawit terhadap Cekaman Kekeringan Kondisi Umum Penelitian Pada pagi hari suhu screen house berkisar antara o C dan siang hari suhu berkisar o C. Kelembaban udara pada pagi hari berkisar %, sedangkan pada siang hari berkisar % (Lampiran 2). Selama penelitian terdapat beberapa gangguan diantaranya serangan tungau merah yang mulai teramati pada 1 minggu setelah perlakuan dengan intensitas serangan % dari populasi. Kadar air media memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman 4 MSP, diameter batang 2-4 MSP, jumlah daun hijau 2-4 MSP, petiole cross section 2-4 MSP, kadar air jaringan, berat kering akar, berat kering tajuk, panjang akar, volume akar, dan kandungan klorofil pada 4 MSP. Genotipe bibit tanaman menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 0-4 MSP, diameter batang 2 MSP, jumlah daun hijau 0 MSP, petiole cross section 4 MSP, jumlah stomata 0-4 MSP, volume akar 4 MSP. Jumlah daun hijau, kadar air jaringan, dan klorofil total pada 4 MSP, serta petiole cross section pada 2-4 MSP dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan kadar air media dan genotipe. Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk semua peubah dapat dilihat pada Lampiran 3. Tinggi Tanaman Kadar air media memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 MSP, sedangkan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada semua periode pengamatan (Lampiran 4). Tinggi tanaman pada kadar air media 100% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air media 25%. Tinggi tanaman akhir percobaan pada kadar air media 100% sebesar cm atau meningkat 4.6% dibandingkan pada 0 MSP dan tinggi tanaman dengan kadar air media 25% sebesar cm atau meningkat 1.5% dibandingkan pada 0 MSP. Genotipe A34 menghasilkan pertumbuhan bibit lebih tinggi selama percobaan dibandingkan dengan keempat genotipe lainnya. Pada akhir percobaan genotipe A34 menghasilkan bibit dengan tinggi cm dengan peningkatan

3 16 tinggi 0.5% dari tinggi bibit 0 MSP (awal percobaan), sedangkan tinggi bibit terendah terdapat pada genotipe A02, yaitu sebesar cm atau meningkat 1.6% dari tinggi awal percobaan (Tabel 1). Tabel 1. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Beberapa Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Kadar Air Media Umur Bibit (MSP) Peningkatan (%). (cm).. 100% a % b 1.5 Genotipe B c 53.53c 54.71c 2.1 A a 62.94a 63.00a 0.5 A d 49.84d 51.35d 2.4 A b 56.91b 57.37b 0.8 A d 48.59d 49.83d 1.6 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Diameter Batang Kadar air media memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2-4 MSP, genotipe bibit hanya memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2 MSP, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang (Lampiran 5). Bibit kelapa sawit pada media dengan kadar air 100% KL menghasilkan diameter batang nyata lebih besar dibandingkan dengan kadar air 25% KL. Pada umur bibit 4 MSP, diameter batang pada kadar air 100% KL sebesar 34.7 mm atau meningkat 17.2% dibandingkan pada diameter 0 MSP, sedangkan diameter bibit pada kadar air 25% KL sebesar mm dan mengalami penambahan diameter 1.0% dari diameter awal percobaan. Pemberian kadar air media 25% KL secara nyata menurunkan diameter batang sebesar 66.7% dibandingkan pada kondisi optimal (Tabel 2). Bibit kelapa sawit dengan genotipe A02 dan B20 memiliki diameter batang lebih besar dibandingkan dengan genotipe lain yaitu masing-masing sebesar

4 32.9 mm atau mengalami peningkatan diameter masing-masing sebesar 10.0% dan 6.5 % dari diameter awal percobaan, sedangkan genotipe A34 memiliki diameter batang terendah yaitu sebesar 29.6 mm pada periode akhir percobaan, meskipun diameter batang kelima genotipe tersebut tidak berbeda nyata pada 4 MSP (Tabel 2). Terdapat beberapa kesalahan dalam melakukan pengukuran diameter batang yang menyebabkan penurunan data diameter batang pada tiap periode pengamatan. Kesalahan tersebut disebabkan oleh tidak konsistennya dalam menentukan titik diameter batang yang akan diukur sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Tabel 2. Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Umur Bibit (MSP) (mm).. Peningkatan (%) Kadar Air Media 100% a 34.7a % b 30.4b 1.0 Genotipe B a A b A a A b A b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Jumlah Daun Hijau Kadar air media memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun hijau pada 2-4 MSP, genotipe bibit hanya memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun hijau pada 0 MSP, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun hijau pada 4 MSP (Lampiran 6). Bibit kelapa sawit pada media dengan kadar air 100% KL menghasilkan jumlah daun hijau nyata lebih banyak dibandingkan dengan kadar air 25% KL. Pada umur bibit 4 MSP, kadar air 100% KL menghasilkan jumlah daun hijau sebesar 9.1 pelepah atau meningkat 4.5% dibandingkan pada 0 MSP, sedangkan 17

5 jumlah daun hijau pada kadar air 25% KL sebesar 3.0 pelepah atau mengalami penurunan jumlah daun hijau sebesar 64.5% jika dibandingkan dengan jumlah daun hijau pada 0 MSP (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Daun Hijau Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Umur Bibit (MSP) (pelepah). 18 Peningkatan (%) Kadar Air Media 100% a 9.1a % b 3.0b Genotipe B20 8.3b A34 8.3b A19 8.4b A03 9.5a A02 8.4b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Jumlah daun hijau pada akhir percobaan dipengaruhi sangat nyata oleh kadar air media dan genotipe (Lampiran 6). Pada kadar air media 100% KL genotipe A03 menghasilkan jumlah daun hijau terbanyak yaitu 9.7 pelepah. Kemudian pada kadar air 25% KL, genotipe A19 dan A02 memiliki jumlah daun hijau paling banyak masing masing memiliki jumlah sebesar 3.7 dan 3.8 pelepah atau mengalami penurunan jumlah daun hijau masing-masing 58.8% dan 57.3% dibandingkan jumlah daun hijau pada kondisi kadar air 100% KL (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Jumlah Daun Hijau pada 4 MSP Genotipe Kadar Air Media Peningkatan 100% 25% (%)...(pelepah) B20 9.1b 2.8d A34 8.9b 2.5d A19 8.8b 3.7c A03 9.7a 2.2d A02 8.9b 3.8c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

6 19 Petiole Cross Section (PCS) Pengukuran petiole cross section (PCS) merupakan salah satu perameter untuk menentukan tingkat pertumbuhan bibit kelapa sawit. Ukuran petiole cross section nyata dipengaruhi oleh kadar air media pada 2-4 MSP, genotipe pada 4 MSP, dan interaksi keduanya pada 2-4 MSP (Lampiran 7). Pada umur bibit 4 MSP, kadar air 100% KL menghasilkan petiole cross section sebesar 34.1 mm atau mengalami peningkatan ukuran petiole cross section sebesar 31.2 % dibandingkan dengan 0 MSP, sedangkan petiole cross section pada kadar air 25% KL sebesar 21.2 mm atau mengalami penurunan sebesar 16.2% dari ukuran petiole cross section pada 0 MSP (Tabel 5). Pada akhir percobaan genotipe B20 menghasilkan petiole cross section lebih tinggi dibandingkan dengan keempat genotipe lainnya. Genotipe B20 menghasilkan bibit b dengan petiole cross section sebesar mm atau mengalami peningkatan sebesar 34.3%, sedangkan petiole cross section bibit terendah terdapat pada genotipe A02, yaitu sebesar 23.4 mm atau mengalami penurunan ukuran petiole cross section sebesar 0.8% dari ukuran petiole cross section pada awal percobaan (Tabel 5). Terdapat beberapa kesalahan dalam melakukan pengukuran petiole cross section yang menyebabkan penurunan data petiole cross section pada beberapa periode pengamatan. Hal ini disebabkan oleh tidak konsistennya dalam mengukur petiole cross section sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Tabel 5. Petiole Cross Section Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Kadar Air Media Umur Bibit (MSP) (mm) Peningkatan (%) 100% a 34.1a % b 21.2b Genotipe B a 34.3 A ab 11.7 A bc 2.6 A bc 5.5 A c -0.8 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

7 Ukuran petiole cross section pada akhir percobaan dipengaruhi sangat nyata oleh kadar air media dan genotipe (Lampiran 7). Pada kadar air 100% KL genotipe B20 menghasilkan bibit dengan ukuran petiole cross section tertinggi yaitu 45.1 mm dibandingkan dengan genotipe lainnya. Pada kadar air 25% KL, Genotipe A19 dan A34 menghasilkan ukuran petiole cross section tertinggi yaitu masing-masing sebesar 22.2 mm dan 23.2 mm atau mengalami penurunan ukuran petiole cross section masing-masing sebesar 32.1% dan 35.0% dibandingkan ukuran petiole cross section pada kondisi kadar air 100% KL (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Ukuran Petiole Cross Section pada 2 dan 4 MSP Genotipe Kadar Air Media 100% 25%.(mm) 2 B ab 21.2ef A bc 26.5cde A cd 24.6def A a 20.1f A cd 20.4f B a 21.4e A b 23.2d A bc 22.2d A bcd 19.7e A cde 19.7e Umur Bibit (MSP) 20 Peningkatan (%) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur bibit yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Jumlah Stomata Jumlah stomata sangat nyata dipengaruhi oleh genotipe, sedangkan kadar air media dan interaksi keduanya tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah stomata pada 0-4 MSP (Lampiran 8). Bibit dengan genotipe A34, A03 dan A02 memiliki jumlah stomata yang berbeda nyata dibandingkan dengan bibit dengan genotipe B20 dan A19. Jumlah stomata terbanyak pada masing-masing genotipe tersebut berturut-turut yaitu mm 2 (A34), mm 2 (A03), mm 2 (A02) atau masing masing mengalami peningkatan stomata sebesar 9.4% (A34), 8.9% (A03), dan 17.2% (A02) jika dibandingkan dengan jumlah stomata pada

8 awal percobaan. Genotipe B20 dan A19 memiliki jumlah stomata terendah yaitu mm 2 dan mm 2 pada 4 MSP atau mengalami peningkatan masingmasing sebesar 4.4% dan 1.2% dibandingkan dengan awal percobaan (Tabel 7). Tabel 7. Jumlah Stomata Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Kadar Air Media Umur Bibit (MSP) (mm 2 ) Peningkatan (%) 100% % Genotipe B c 24.73b 23.97b 4.4 A a 29.86a 29.56a 9.4 A b 26.78b 25.84b 1.2 A a 28.93a 29.16a 8.9 A b 26.40b 29.16a 17.2 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kandungan Klorofil Daun Kandungan klorofil dipengaruhi sangat nyata oleh kadar air media dan interaksi antara kadar air media dan genotipe (Lampiran 9). Bibit pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A02 mempunyai kandungan klorofil a, b dan klorofil total tertinggi yaitu berturut-turut sebesar 0.99 mg, 0.37 mg, dan 1.41 mg. Bibit pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A34 mempunyai kandungan klorofil a, b, dan klorofil total berturut-turut sebesar 0.98 mg, 0.37 mg, dan 1.39 mg. Kedua genotipe tersebut diatas mengalami penurunan klorofil total paling rendah dibandingkan dengan genotipe lain masing-masing sebesar 40.76% dan 41.10% (Tabel 8).

9 Genotipe Tabel 8. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Kandungan Klorofil Daun Klorofil a Klorofil b Klorofil Total Kadar Air Media Kadar Air Media Kadar Air Media 100% 25% 100% 25% 100% 25%.(mg/g) 22 Peningkatan (%) B a 0.89bc 0.89a 0.30a 2.73a 1.22a A a 0.98b 0.72b 0.37a 2.36b 1.39a A a 0.86bc 0.80ab 0.32a 2.54ab 1.21a A a 0.77c 0.85ab 0.31a 2.63ab 1.12a A a 0.99b 0.72b 0.37a 2.38b 1.41a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada peubah dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kadar Air Jaringan Pengukuran kadar air jaringan merupakan cara yang mudah untuk menentukan status hara tanaman atau jumlah air yang tersimpan di tajuk dan akar tanaman. Kadar air jaringan sangat nyata dipengaruhi oleh kadar air media dan interaksinya dengan genotipe pada akhir percobaan (Lampiran 10). Pada kadar air 100% KL, genotipe A03 memiliki kadar air jaringan tertinggi yaitu sebesar 66.55%, sedangkan genotipe A02 memiliki kadar air jaringan terendah yaitu sebesar 62.03% (Tabel 9). Pada kadar air media 25% KL, genotipe A02 memiliki kadar air jaringan tertinggi sebesar 53.59% atau mengalami penurunan kadar air jaringan terendah yaitu sebesar 13.61%, sedangkan genotipe B20 memiliki kadar air jaringan terendah yaitu sebesar 47.17% atau mengalami penurunan kadar air jaringan paling tinggi dibandingkan dengan kadar air jaringan pada kondisi optimal (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Kadar Air Jaringan Tanaman pada Akhir Percobaan (4 MSP) Genotipe Kadar Air Media Peningkatan 100% 25% (%)...(%)... B ab 47.17e A ab 51.22cde A ab 52.55cd A a 48.83de A b 53.59c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

10 23 Panjang Akar Kadar air media berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar, sedangkan genotipe dan interaksinya dengan kadar air tidak berpengaruh (Lampiran 11). Panjang akar pada kadar air media 100% KL nyata lebih panjang daripada kadar air media 25% KL. Panjang akar pada kadar air 100% KL yaitu cm, sedangkan panjang akar pada kadar air 25% KL yaitu cm atau mengalami penurunan panjang akar sebesar 17.60% dibandingkan dengan panjang akar pada kadar air 100% (Tabel 10). Tabel 10. Panjang Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Panjang Akar (cm) Kadar Air Media 100% 46.47a 25% 38.28b Genotipe B A A A A Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Volume Akar Kadar air media dan genotipe masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap volume akar, tetapi interaksi antara kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar (Lampiran 12). Volume akar berkurang secara nyata pada bibit yang diberi media dengan kadar air 25% KL, yaitu dari cm 3 menjadi cm 3 atau mengalami penurunan volume akar sebesar 50.11% dibandingkan dengan volume akar pada kadar air 100% KL (Tabel 11). Genotipe B20 memiliki volume akar tertinggi yaitu sebesar cm 3, sedangkan genotipe A02 memiliki volume akar terendah yaitu sebesar cm 3 (Tabel 11).

11 Tabel 11. Volume Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Volume Akar (cm 3 ) Kadar Air media 100% 46.76a 25% 23.33b Genotipe B a A a A a A a A b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. 24 Berat Kering Akar Berat kering akar nyata dipengaruhi oleh kadar air media, tetapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan genotipe dan interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 13). Berat kering akar bibit pada kadar air 100% KL (12.24 gram) nyata lebih besar dibandingkan dengan berat kering akar pada kadar air 25% KL (8.66 gram). Berat kering akar pada kadar air 25% KL mengalami penurunan sebesar 29.24% dibandingkan dengan berat kering akar pada kadar air 100% KL (Tabel 12). Tabel 12. Berat Kering Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Berat Kering Akar (gram) Kadar Air Media 100% 12.24a 25% 8.66b Genotipe B A A A A Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

12 25 Berat Kering Tajuk Kadar air media sangat berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk, tetapi berat kering tajuk tidak dipengaruhi oleh perlakuan genotipe dan interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 14). Berat kering tajuk bibit pada kadar air 100% KL nyata lebih besar daripada perlakuan kadar air 25% KL dengan berat kering tajuk masing-masing berturut-turut yaitu gram dan gram. Berat kering akar a pada kadar air 25% KL mengalami penurunan sebesar 44.76% dibandingkan dengan berat kering akar kadar air 100% KL. Tabel 13. Berat Kering Tajuk Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Berat Kering Tajuk (gram) Kadar Air Media 100% 31.28a 25% 17.28b Genotipe B A A A A Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Nisbah Tajuk-Akar Kadar air media, genotipe dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah tajuk-akar (Lampiran 15). Genotipe A02 dan A34 mempunyai nisbah tajuk-akar tertinggi dibandingkan dengan genotipe lain yaitu masingmasing sebesar 2.52 dan 2.43, tetapi kelima genotipe tersebut memiliki nisbah tajuk-akar yang tidak berbeda (Tabel 14).

13 Tabel 14. Nisbah Tajuk-Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Nisbah Tajuk-Akar Kadar Air Media 100% % 2.02 Genotipe B A A A A Kajian Karakter Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan Tinggi Tanaman Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan memiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A34 dan B20 memiliki kriteria toleran serta agak toleran, genotipe A19 dan A02 memiliki kriteria agak peka. Sedangkan genotipe A03 memiliki kriteria peka (Tabel 15). Tabel 15. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Tinggi Tanaman pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A C A B A C A E B D Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

14 27 Diameter Batang Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman memiliki indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A34 dan A02 memiliki kriteria masing-masing toleran dan agak toleran. Sedangkan genotipe A03, A19, dan B20 miliki kriteria agak peka (Tabel 16). Tabel 16. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Diameter Batang pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A D A C A C A E B C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Jumlah Daun Hijau Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman yang mampu mempertahankan tingkat dan jumlah kehijauan daun lebih banyak dalam kondisi kekeringan, hal ini akan terkait dengan proses fotosintesis. Genotipe A02 dan A19 masing-masing memiliki kriteria toleran dan agak toleran. Genotipe A34 dan B20 memiliki kriteria agak peka, sedangkan genotipe A03 memiliki kriteria peka (Tabel 17). Tabel 17. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Jumlah Daun Hijau pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A E A B A D A C B C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

15 28 Petiole Cross Section Petiole cross section (PCS) merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat pertumbuhan bibit kelapa sawit. Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan memiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A02, A03, A19 dan A34 memiliki kriteria agak toleran, sedangkan genotipe B20 memiliki kriteria peka (Tabel 18). Tabel 18. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Petiole Cross Section pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A D A D A D A D B B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Jumlah Stomata Tanaman yang memiliki jumlah stomata sedikit akan memiliki laju transpirasi kecil sehingga kehilangan air dapat diminimalisir. Genotipe A02, A19, dan B20 memiliki kriteria agak toleran. Sedangkan genotipe A03 dan A34 memilki kriteria masing-masing peka dan agak peka (Tabel 19). Tabel 19. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Jumlah Stomata pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A D A B A D A C B D Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

16 29 Kandungan Klorofil Total Tanaman yang memiliki kandungan klorofil tinggi memiliki cadangan karbohidrat yang banyak untuk sintesa protein dan proses fotosintesis. Genotipe A02 dan A34 memilki kriteria toleran, genotipe A19 dan B20 memiliki kriteria agak peka, sedangkan genotipe A03 memiliki kriteria peka (Tabel 20). Tabel 20. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Kandungan Klorofil Total pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A E A B A C A E B C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Kadar Air Jaringan Kadar air jaringan menggambarkan total jumlah air yang terkandung dalam tanaman baik di akar, batang maupun tajuk. Tanaman yang memiliki nilai indeks sensitivitas tinggi adalah tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Genotipe A02 memiliki kriteria toleran, genotipe A19 dan A34 memilki kriteria agak tahan, sedangkan genotipe A03 dan B20 memilki kriteria peka (Tabel 21). Tabel 21. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Kadar Air Jaringan pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A E A B A D A D B B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

17 30 Panjang Akar Tanaman yang toleran terhadap cekam kekeringan akan memiliki panjang akar yang panjang, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam mendapatkan air. Genotipe A02 dan A03 memiliki kriteria toleransi masing-masing toleran dan agak toleran. Sedangkan genotipe A19, A34, dan B20 memiliki kriteria agak peka (Tabel 22). Tabel 22. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Panjang Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A E A D A C A C B C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Volume Akar Tanaman yang toleran terhadap terhadap cekaman kekeringan akan memeiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Volume akar sangat mempengaruhi tanaman dalam mendapatkan air. Genotipe A02 memiliki kriteria toleran, genotipe A03 dan A34 memiliki kriteria agak toleran sedangkan genotipe A19 dan B20 memiliki kriteria masing-masing agak peka dan peka (Tabel 23). Tabel 23. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Volume Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A E A D A C A D B B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

18 31 Berat Kering Tajuk Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan memiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A34 dan A02 memiliki kriteria toleran serta agak toleran. Sedangkan genotipe A03, A10 dan B20 memilki kriteria agak peka (Tabel 24). Tabel 24. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Berat Kering Tajuk pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A D A C A C A E B C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Berat Kering Akar Berat kering akar menggambarkan kemampuan akar tanaman dalam mengabsorbsi air. Tanaman yang memilki nilai IS akar tinggi adalah tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Genotipe A02 dan A03 masingmasing memilki kriteria agak toleran dan toleran. Genotipe A19, A34 dan B20 memilki kriteria akar agak peka terhadap perlakuan kekeringan (Tabel 25). Tabel 25. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Berat Kering Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A D A E A C A C B C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

19 32 Nisbah Tajuk-Akar Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan akar lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk. Genotipe A02 dan A03 memiliki kriteria agak toleran sedangkan genotipe A19, A34, dan B20 memiliki kriteria peka (Tabel 26). Tabel 26. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Nisbah Tajuk-Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A D A D A B A B B B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Berdasarkan indeks sensitivitas, jumlah daun hijau, kadar air jaringan, panjang akar, volume akar dan kandungan klorofil total, maka genotipe A02 diprediksi lebih toleran dibandingkan dengan genotipe lain. Genotipe A34 lebih toleran untuk peubah tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk serta kandungan klorofil dibandingkan dengan genotipe lain. Berdasarkan berat kering akar, genotipe A03 lebih toleran dibanding dengan genotipe lain. Genotipe A03 lebih peka dibanding genotipe A02, A19 dan A34 untuk peubah tinggi tanaman, jumlah daun hijau, jumlah stomata, kadar air jaringan serta kandungan klorofil total (Tabel 27). Berdasarkan uji korelasi dapat dilihat bahwa beberapa peubah mempunyai korelasi yang tinggi terhadap peubah lainnya kecuali peubah tinggi tanaman yang tidak mempunyai korelasi yang nyata pada kadar air jaringan, berat kering akar, dan panjang akar. Sedangkan jumlah stomata hanya berkorelasi nyata pada tinggi tanaman (Tabel 28).

20 Tabel 27. Matriks Genotipe untuk Masing-Masing Peubah Berdasarkan Nilai Indeks Sensitivitas pada 4 MSP GENOTIPE TT DH DB PCS STMT KAJ BKT BKA PA VA T/A KT A02 C E D D D E D D E E D E A03 B B C D B B C E D D D B A19 C D C D D D C C C C B C A34 E C E D C D E C C D B E B20 D C C B D B C C C B B C Keterangan: TT = Tinggi Tanaman, DH = Daun Hijau, DB = Diameter Batang, PCS = Petiole Cross Section, STMT = Jumlah Stomata, KAJ = Kadar Air Jaringan, BKT = Berat Kering Tajuk, BKA = Berat Kering Akar, PA = Panjang Akar, VA = Volume Akar, T/A = Nisbah Tajuk Akar, KT = Klorofil Total 33 Untuk menyeleksi genotipe-genotipe kelapa sawit yang toleran terhadap cekaman kekeringan diperlukan peubah-peubah yang mudah diamati, cepat, dan murah. Peubah jumlah daun hijau merupakan peubah yang dapat digunakan untuk menyeleksi genotipe kelapa sawit secara dini karena peubah kadar air jaringan berkorelasi nyata pada kadar air jaringan (koefisien korelasi (r) = 0.949), berat kering akar (r = 0.673), berat kering tajuk (r = 0.911), nisbah tajuk-akar (r = 0.900), panjang akar (r = 0.855), volume akar (r = 0.856), diameter batang (r = 0.809), petiole cross section (r = 0.720), serta klorofil total (r = 0.946) (Tabel 28). Pembahasan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air media memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit kelapa sawit pada 4 MSP. Bibit yang diberi kadar air 100% KL menghasilkan pertambahan tinggi bibit yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang diberi kadar air 25% KL. Lambatnya pertambahan tinggi tanaman pada kadar air 25% KL disebabkan oleh berkurangnya tekanan turgor daun dan hal tersebut merupakan faktor yang pertama kali terjadi ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan (Hale dan David, 1987). Penurunan tekanan turgor dapat menghambat pembentukan dan perkembangan sel, terganggunya metabolisme karbohidrat dan protein serta mempengaruhi pertumbuhan vegetatif.

21 Tabel 28. Matriks Koefisien Korelasi Antar Peubah pada 4 MSP KAJ BKA BKT T/A PA VA TT DH DB PCS KT BKA 0.594** BKT 0.902** 0.723** T/A 0.872** 0.835** 0.983** PA 0.866** 0.669** 0.845** 0.846** VA 0.817** 0.874** 0.899** O.943** 0.819** TT * 0.402* * DH 0.949** 0.673** 0.911** 0.900** 0.855** 0.856** DB 0.776** 0.764** 0.893** 0.909** 0.674** 0.864** ** PCS 0.682** 0.812** 0.805** 0.851** ** ** 0.789** KT 0.934** 0.672** 0.897** 0.889** 0.848** 0.852* ** 0.794** 0.740** STMT ** Keterangan: TT = Tinggi Tanaman, DH = Daun Hijau, DB = Diameter Batang, PCS = Petiole Cross Section, STMT = Jumlah Stomata, KAJ = Kadar Air Jaringan, BKT = Berat Kering Tajuk, BKA = Berat Kering Akar, PA = Panjang Akar, VA = Volume Akar, T/A = Nisbah Tajuk Akar, KT = Klorofil Total, ** = berkorelasi nyata pada pada taraf 1%, * = berkorelasi nyata pada taraf 5%. 34

22 35 Bibit kelapa sawit yang digunakan sejak awal penelitian memiliki tinggi yang beragam. Bibit dengan genotipe A34 menghasilkan pertumbuhan bibit lebih tinggi dibandingkan keempat geotipe lainnya sedangkan bibit terendah rerdapat pada genotipe A02. Bibit kelapa sawit yang diberi kadar air 100% KL menghasilkan diameter batang lebih besar dibandingkan dengan bibit yang diberi kadar air 25% KL. Adanya penyerapan dan ketersediaan air yang lebih baik tentunya lebih memacu pertumbuhan bibit melalui pembelahan sel, pembesaran dan pemanjangan sel serta pengisian sel oleh hasil metabolisme. Diameter batang bibit kelapa sawit dengan genotipe A02 dan A03 lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Sedangkan bibit dengan genotipe A34 meghasilkan diameter batang terendah. Menurut Kramer (1963), air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, stres air sedikit saja dapat menyebabkan pebelahan dan pembesaran sel lambat atau terhenti, dan bila tanaman mengalami cekaman air yang sangat berat, diferensiasi organ-organ baru dan perluasan organ yang sudah ada a yang akan terkena pengaruh pertama kali. Hasil uji lanjut pada jumlah daun hijau menunjukkan bahwa pada kadar air media 100% KL genotipe A03 menghasilkan jumlah daun hijau terbanyak. Pada kadar air 25% KL dengan genotipe A19 dan A02 memiliki jumlah daun hijau paling banyak dibandingkan dengan genotipe lainnya. Menurut Pearson (1982) tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman yang mampu mempertahankan jumlah daun paling banyak, hal ini akan berkaitan dengan proses fotosintesis. Tanaman yang memiliki jumlah daun paling banyak akan lebih efisien dalam proses fotosintesis karena memiliki jumlah klorofil lebih banyak. Genotipe A19 dan A02 pada kadar air 25% KL dapat mmpertahankan jumlah daun hijau lebih banyak dibandingkan dengan genotipe lainnya pada kadar air 25% KL. Hal tersebut mengindikasikan bahwa genotipe A19 dan A02 termasuk bibit b yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Bibit kelapa sawit pada kadar air 100% KL dengan genotipe B20 menghasilkan bibit dengan ukuran petiole cross section tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Pada kadar air 25% KL dengan Genotipe A19 dan A34

23 36 menghasilkan ukuran petiole cross section tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Bibit kelapa sawit dengan genotipe A34, A03, dan A02 memiliki jumlah stomata terbanyak dibandingkan dengan bibit dengan genotipe B20 dan A19. Menurut hasil penelitian Poejiastuti (1994) pada studi komparatif anatomi daun beberapa genotipe kedelai yang peka dan yang toleran terhadap cekaman kekeringan menunjukkan adanya perbedaan kerapatan stomata pada genotipe yang tahan dan yang peka, adanya penyiraman atau sebaliknya pada perlakuan cekaman kekeringan tidak menimbulkan adanya perubahan kerapatan stomata. Genotipe A19 dan B20 mengindikasikan toleran terhadap cekaman kekeringan k diduga dengan cara mengurangi stomata sehingga laju transpirasi dapat berkurang dan kehilangan air dapat diminimalkan. Menurut Lestari (2006) somaklon beberapa genotipe padi toleran kekeringan mempunyai kerapatan stomata per mm 2 lebih rendah daripada yang peka dan indeks stomata lebih rendah dianggap lebih tahan terhadap kekeringan. Bibit pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A02 dan A34mempunyai kandungan klorofil a, b dan klorofil total tertinggi. Kedua genotipe tersebut diatas mengalami penurunan klorofil total paling rendah dibandingkan dengan genotipe lain. Peningkatan kandungan klorofil a dan b menyebabkan kemampuan dalam menangkap energi radiasi cahaya klon toleran lebih efisien dibandingkan dengan klon peka, sehingga fotosintesis klon toleran lebih tinggi dibandingkan dengan klon peka (Djukri dan Purwoko, 2003). Kandungan klorofil dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Berdasarkan penelitian Anggarwulan et al., (2008) intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat biosintesis klorofil, khususnya pada biosintesis 5-aminolevulinat sebagai prekursor klorofil. Selain itu, kandungan klorofil akan tinggi apabila terdapat karbohidrat dalam jumlah yang banyak yang digunakan dalam sintesis klorofil. Berdasarkan kandungan klorofil dapat diduga bahwa genotipe A02 dan genotipe A34 mengindikasikan sebagai genotipe yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Pengukuran kadar air jaringan merupakan cara yang mudah untuk menetunkan status hara tanaman atau jumlah air yang tersimpan di tajuk dan akar

24 37 tanaman. Pada kadar air 100% KL, genotipe A03 memiliki kadar air jaringan tertinggi, sedangkan genotipe A02 memiliki kadar air jaringan terendah. Pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A02 memiliki kadar air jaringan tertinggi, sedangkan genotipe B20 memiliki kadar air jaringan terendah. Panjang akar pada kadar air media 100% KL nyata lebih panjang daripada kadar air media 25% KL. Kemudian volume akar berkurang secara nyata pada bibit yang diberi media dengan kadar air 25% KL dibandingkan dengan volume akar pada kadar air 100% KL. Genotipe B20 menghasilkan volume akar tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya, sedangkan genotipe A02 menghasilkan volume akar terendah. Salah satu mekanisme tanaman kelapa sawit dalam menghadapi cekaman kekeringan k diduga dengan memperpanjang akar. Kekeringan pada tanaman dipengaruhi oleh sistem perakaran yang cenderung menyebar dekat dengan permukaan tanah sehingga sangat peka terhadap fluktuasi kadar air tanah. Menurut Turner dan Gilbanks (1974) akar kuarter pada tanaman kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam mengabsorbsi unsur hara dan air, maka diduga tanaman yang mempunyai panjang akar dan volume akar yang tinggi akan mampu mengasorbsi air lebih banyak, sehingga mampu bertahan dalam kondisi kekeringan. Berat kering akar dan tajuk bibit pada kadar air 100% KL nyata lebih besar daripada berat kering akar pada kadar air 25% KL. Genotipe B20 memiliki berat kering akar tertinggi gram sedangkan genotipe A02 memiliki berat kering akar terendah tetapi berat kering akar kelima genotipe tersebut tidak berbeda nyata. Bibit kelapa sawit dengan genotipe A34 memilki berat kering tajuk tertinggi sedangkan A02 memiliki berat tajuk terendah dibandingkan dengan genotipe lainnya tetapi berat kering tajuk dari kelima genotipe tersebut tidak berbeda nyata. Mutu akar yang lebih baik ternyata menghasilkan bobot tajuk yang lebih tinggi. Karena kondisi ini meningkatkan kemampuan tanaman untuk dapat menyerap hara yang lebih banyak dari tanah. Hara yang diserap tersebut digunakan untuk proses fotosintesis dan selanjutnya fotosintat yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan tajuk lebih tinggi (Taiz dan Zeiger, 1991).

25 38 Menurut Teare dan Peet (1983) penurunan berat kering tanaman dipengaruhi oleh keseimbangan antara laju fotosintesis dan respirasi tanaman. Pada kondisi ketersediaan air terbatas maka terjadi penutupan stomata dan laju fotosintesis akan berkurang sehingga menyebabkan peningkatan suhu daun dan laju respirasi, akibatnya berat kering menurun jika terjadi cekaman kekeringan. Genotipe A02 dan A34 mempunyai nisbah tajuk-akar tertinggi dibandingkan dengan genotipe lain tetapi kelima genotipe tersebut memiliki nisbah tajuk-akar yang tidak berbeda. Salah satu mekanisme adaptasi tanaman untuk dapat bertahan pada kondisi kekeringan dengan tetap mempertahankan status air tanaman tetap tinggi adalah dengan mengembangkan sistem perakaran tanaman, sehingga meningkatkan kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi air. Menurut Hale dan David (1987) peningkatan sistem perakaran umumnya diikuti dengan penurunan pertumbuhan tajuk. Tanaman yang mengutamakan pertumbuhan akar daripada pertumbuhan tajuknya mempunyai kemampuan yang lebih baik pada saat kondisi kekeringan. Indeks sensitivitas merupakan cara untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Genotipe A02 memiliki kriteria lebih toleran berdasarkan indeks sensitivitas jumlah daun hijau, kadar air jaringan, panjang akar, volume akar dan kandungan klorofil total dibandingkan dengan genotipe lain. Genotipe A34 memiliki kriteria lebih toleran untuk peubah tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk serta kandungan klorofil total dibandingkan dengan genotipe lain. Bibit kelapa sawit dengan genotipe A02 dan A34 mengindikasikan memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan, karena berdasarkan analisis indeks sensitivitas genotipe ini memiliki sifat toleran pada peubah jumlah daun hijau, kadar air jaringan, panjang akar, volume akar, tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk serta kandungan klorofil total. Genotipe A02 dan A34 diduga memiliki 2 mekanisme pertahanan terhadap cekaman kekeringan dengan cara melalui penghindaran terhadap cekaman kekeringan (drought escape), yaitu genotipe ini akan mempertahankan status air dalam jaringan dengan meningkatkan absorbsi air oleh akar dan mengurangi kehilangan air lewat tajuk. Hal ini terlihat genotipe A02 memiliki diameter batang, jumlah daun hijau,

26 39 kandungan klorofil, kadar air jaringan serta nisbah tajuk-akar lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya, dan genotipe A34 memiliki tinggi tanaman, petiole cross section kandungan klorofil, kadar air jaringan serta nisbah tajuk akar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lain. Mekanisme selanjutnya yang diterapkan oleh kedua genotipe tersebut yaitu toleransi terhadap kekeringan (drought tolerance), yaitu genotipe ini tetap dapat melangsungkan metabolismenya pada kondisi status air yang rendah dengan cara mengakumulasi senyawa terlarut, sehingga dapat mempertahankan turgor sel tetap tinggi. Untuk menyeleksi genotipe-genotipe kelapa sawit yang toleran terhadap cekaman kekeringan diperlukan peubah-peubah yang mudah diamati, cepat, dan murah. Peubah jumlah daun hijau merupakan peubah yang dapat digunakan untuk menyeleksi genotipe kelapa sawit secara dini karena peubah kadar air jaringan berkorelasi nyata pada kadar air jaringan, berat kering akar, berat kering tajuk, nisbah tajuk-akar, panjang akar, volume akar, diameter batang, petiole cross section, serta klorofil total.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia pertumbuhan yang berbeda memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Dua jenis legum yang digunakan pada penelitian ini setelah diberikan perlakuan atau cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya banyak perubahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Pertumbuhan Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot segar akar, dan bobot

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tajuk Indikator pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan bertambahnya volume dan juga berat suatu biomassa yang dihasilkan selama proses pertunbuhan tanaman.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan yaitu pengujian kadar lengas tanah regosol untuk mengetahui kapasitas lapang kemudian dilakukan penyiraman pada media tanam untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk daun berbeda konsentrasi berpengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan 120 PEMBAHASAN UMUM Asiatikosida merupakan salah satu kandungan kimia pada pegagan yang memiliki aktivitas biologis. Pegagan dikenal aman dan efektif untuk mengobati berbagai macam penyakit, tumbuhan ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pertumbuhan Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam lampiran 3a menunjukan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata pada seluruh pengamatan tinggi tanaman yakni dari 1, 2,

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan

Lebih terperinci

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah 4.1.1 Analisis C/N Setelah Inkubasi Trichoderma sp Berdasarkan hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi Trichoderma sp dan dregs berpengaruh tidak nyata

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Hasil pengamatan terhadap parameter tinggi bibit setelah dianalisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Umur Tanaman Pada Cekaman Kekeringan Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor pembatas yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Lebih terperinci

Analisis stomata Analisis stomata dilakukan dengan cara mengambil sampel daun nilam yang diambil dari masing-masing nomor somaklon yang dikategorikan peka dan toleran. Daun yang diambil adalah daun ketiga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai Hasil pengamatan morfologi pada beberapa varietas kedelai yang selanjutnya diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar 3 HASIL Respon pertumbuhan tanaman terhadap Media berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot kering akar, panjang akar primer tunggang, panjang akar primer samping, diameter akar primer tunggang,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

12/04/2014. Pertemuan Ke-2 Pertemuan Ke-2 PERTUMBUHAN TANAMAN 1 PENGANTAR Pertumbuhanadalah proses pertambahan jumlah dan atau ukuran sel dan tidak dapat kembali kebentuk semula (irreversible), dapat diukur (dinyatakan dengan angka,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman IV. HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Penggunaan berbagai macam sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Tomat pada Sistem Hidroponik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kandungan Karbohidrat, Kandungan Klorofil Total, Kemampuan Tanaman Menyerap CO 2, dan Kadar Air Daun Kandungan karbohidrat, kandungan klorofil total, kemampuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr Pertumbuhan Bibit Sagu pada Berbagai Kombinasi Pupuk NPK (merah, kuning, hijau, biru) dengan Zat Pengatur Tumbuh IBA dan Triacontanol pada Fase Aklimatisasi Akhmad Fauzi Anwar (A24120066) di bimbing oleh:

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci