BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Teguh Agusalim
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan Data Lapangan Penentuan biomassa pada tegakan akasia dilakukan berdasarkan pengukuran pohon pada plot-plot contoh sebanyak 62 plot yang berukuran 0,1 hektar tiap plot contoh. Plot contoh yang diambil tersebar di tiga kelompok kelas umur (KU). Kelas umur I (KU I) terdiri dari tegakan dengan kisaran umur 0-4 tahun, Kelas umur II (KU II) terdiri dari tegakan dengan kisaran umur 5-8 tahun, dan Kelas umur III (KU III) terdiri dari tegakan dengan umur 9 tahun atau lebih. Data yang diambil dari tiap plot contoh yaitu diameter dan tinggi pohon untuk selanjutnya dicari nilai biomassa per plot contoh dengan menggunakan persamaan alometrik. Nilai biomassa pada setiap plot contoh dihitung dengan menggunakan alometrik yang disusun oleh Heriansyah dan didapat nilai rata-rata biomassa untuk KU I sebesar 71,84 ton/ha, KU II sebesar 201,43 ton/ha dan KU III sebesar 227,24 ton/ha. Data pengukuran plot contoh dan rata-rata biomassa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai rata-rata biomassa per KU di area revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 Kelas Jml Plot Diameter Jumlah Rata-rata Biomassa Umur per KU (cm) pohon per KU (ton/ha) 0 4 th , th ,43 >= 9 th , Hasil Pengolahan Data Citra ALOS PALSAR Citra radar yang digunakan adalah ALOS PALSAR dengan polarisasi HH (horizontal-horizontal) dan HV (horizontal-vertikal). Jenis data yang diambil berupa nilai dijital (digital number) yang kemudian dikonversi menjadi nilai hamburan balik (backscatter) dari masing-masing polarisasi, dimana nilai-nilai backscatter polarisasi HV cenderung memiliki korelasi yang lebih erat dengan biomassa tegakan dibanding nilai-nilai backscatter polarisasi HH (Saleh 2010 dalam Tiryana 2011).
2 25 Nilai backscatter pada masilng-masing plot didapatkan dengan membuat square buffer berukuran 5 piksel x 5 piksel (setara 62,5 m x 62,5 m dilapangan pada resolusi spasial 12,5 m) kemudian dilakukan overlay antara lokasi plot contoh pengamatan dan citra ALOS PALSAR. Pembuatan square buffer dalam ekstraksi nilai dijital berguna untuk mengantisipasi galat (error) GPS pada saat pengambilan titik serta pereduksi efek dari speckle dan galat rektifikasi. Berdasarkan lokasi plot tersebut dilakukan pengumpulan informasi nilai dijital (digital number) dari piksel yang bersesuaian. Konversi nilai dijital menjadi backscatter dilakukan menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Shimada et al. (2009). Sebaran nilai backscatter pada KU I untuk polarisari HH berkisar antara -32,34 db hingga -13,15 db, untuk KU II berkisar antara -24,34 db hingga -13,77 db, dan untuk KU III berkisar antara -16,55 db hingga -13,00 db. Sedangkan sebaran backscatter pada KU I untuk polarisasi HV berkisar antara -38,02 db hingga -21,35 db, untuk KU II berkisar antara -30,10 db hingga -24,34 db, dan untuk KU III berkisar antara -24,74 db hingga -19,98 db. Polarisasi HV memiliki nilai backscatter lebih rendah dibandingkan dengan polarisasi HH, hal tersebut dikarenakan polarisasi HV lebih sensitif dalam menduga nilai biomassa di atas permukaan pada kondisi permukaan yang datar dibandingkan di tempat yang bergelombang (Wijaya 2009). Nilai backscatter dari masing-masing polarisasi yang berbeda tersebut terjadi karena setiap jenis tumbuhan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dari bentuk tajuk, susunan daun, diameter maupun tingginya. Sifat khas tersebut memberikan pengaruh terhadap distribusi gelombang elektromagnetik yang mengenai objek sehingga menghasilkan nilai dijital yang berbeda-beda. Gelombang radar yang berinteraksi dengan objek mempengaruhi besarnya koefisien backscatter suatu objek tersebut. Vegetasi yang memiliki permukaan kasar dan kelembaban yang tinggi akan lebih banyak menghamburkan dan memantulkan gelombang energi yang datang daripada yang terserap. Kekasaran permukaan dapat dipengaruhi oleh lebar tajuk tegakan, pada plot-plot dengan kelas umur muda (KU I) kondisi penutupan vegetasi di lapangan yang rapat akan memiliki permukaan yang lebih halus dibandingkan pada tegakan kelas umur tua,
3 26 sehingga nilai backscatter cenderung rendah. Pada kelas umur sedang (KU II) dan tinggi (KU III) dapat dilihat naiknya nilai backscatter, hal ini dikarenakan semakin besar kelas umur, maka permukaan vegetasi akan semakin kasar. Kekasaran permukaan dapat dipengaruhi oleh lebar tajuk yang sejalan dengan membesarnya tajuk maka pertumbuhan pohon dalam parameter diameter dan tinggi juga akan meningkat. Semakin kasar permukaan vegetasi, tone yang didapatkan pada citra akan semakin cerah dan nilai backscatter yang dihasilkan akan semakin tinggi (Riska 2011). 5.3 Pola Hubungan Backscatter Citra ALOS PALSAR dengan Biomassa Sebelum dilakukan penyusunan model, perlu dilakukan analisis terhadap hubungan antara sebaran data backscatter yang diekstraksi dari citra ALOS PALSAR dengan nilai biomassa diatas permukaan tanah yang dihitung berdasarkan alometrik Heriansyah. Berdasarkan hubungan antara dua variabel tersebut dimana backscatter sebagai variabel peubah bebas dan biomassa diatas permukaan sebagai variabel peubah terikat, dapat dilihat jenis persamaan yang akan dibuat sebagai model dan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel tersebut secara matematis. Untuk melihat pola sebaran dan hubungan kedua variabel tersebut digunakan diagram pencar (scatter-plot) antara nilai-nilai backscatter (pada sumbu X) dengan nilai-nilai biomassa diatas permukaan tanah dari plot-plot contoh (pada sumbu Y). Sebaran titik yang digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa pada daerah revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui adalah sebanyak 30 titik yang tersebar antara KU I hingga KU III (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran titik penyusun model pendugaan simpanan biomassa di areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia tahun 2011 No. Plot KU Backscatter HH HV Biomassa (ton/ha) 1 ABY ,90-27,47 173,07 2 ABY ,08-24,92 172,43 3 ABY ,35-25,70 151,02 4 ABY ,68-24,87 173,52 5 ABY ,12-24,43 149,42 6 ABY ,26-27,31 134,57
4 27 Tabel 8 (Lanjutan) No. Plot KU Backscatter HH HV Biomassa (ton/ha) 7 ABY ,17-27,04 157,41 8 ABY ,51-27,24 167,56 9 ATS ,34-38,02 44,71 10 ATS ,34-35,07 43,86 11 BSM ,11-21,16 238,00 12 BSM ,48-21,43 279,74 13 BSM ,47-23,39 283,11 14 BSM ,54-21,26 223,48 15 BSM ,31-23,41 225,30 16 BSM ,98-21,88 330,06 17 BSM ,05-22,38 364,49 18 BSM ,57-23,74 265,40 19 BSM ,07-19,98 272,25 20 BSM ,32-24,74 223,34 21 GTK ,69-31,53 99,26 22 KSN ,98-27,87 84,44 23 KSN ,47-27,31 119,70 24 KSN ,31-24,55 144,84 25 SDW ,30-22,14 217,12 26 SDW ,41-23,66 136,54 27 SDW ,00-23,57 193,57 28 SDW ,10-23,17 151,01 29 SDW ,09-22,69 275,92 30 SDW ,09-21,21 229,38 Pada Tabel 8 dapat dilihat distribusi sebaran titik plot contoh pembangun model pendugaan biomassa di areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui. Proporsi masing-masing kelas umur (KU) dalam pembuatan model terbaik yaitu sebanyak 3 titik untuk KU I, 11 titik untuk KU II, dan 16 titik untuk KU III. Hubungan yang lebih erat diperoleh pada hubungan antara biomassa dengan backscatter polarisasi HV dibandingkan dengan hubungan antara biomassa dengan backscatter polarisasi HH, dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 80,4% untuk backscatter polarisasi HV dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 79,4% untuk backscatter polarisasi HH. Berikut ini disajikan kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara nilai biomassa
5 28 alometrik dengan nilai backscatter pada polarisasi HH dan backscatter polarisasi HV (Gambar 7 dan Gambar 8). Gambar 7 Kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara nilai biomassa alometrik dengan nilai backscatter HH. Gambar 8 Kurva sebaran titik pembangun model pendugaan biomassa antara nilai biomassa alometrik dengan nilai backscatter HV. Pada plot-plot dengan kelas umur muda, kondisi vegetasi di lapangan yang rapat, pendugaan biomassa dengan menggunakan backscatter cenderung memiliki nilai yang lebih besar, atau sebaliknya pada plot-plot dengan kelas umur tua dan memiliki kondisi vegetasi di lapangan yang kurang rapat, pendugaan biomassa dengan menggunakan backscatter akan lebih kecil. Hal ini dikarenakan hubungan antara biomassa dan backscatter dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah heterogenitas atau homogenitas hutan, topografi, tutupan tajuk, dan salah satunya adalah kerapatan tegakan (Syarif 2011).
6 Pemilihan Model Terbaik Penaksiran biomassa menggunakan teknik regresi dengan model persamaan yang baik adalah sangat disarankan, karena relatif sederhana, dan secara statistik dapat dipertanggungjawabkan. Persamaan alometrik biomassa terpilih adalah persamaan yang memiliki nilai R 2 yang besar (mendekati 100%), dan nilai RMSE yang paling kecil (Sembiring 1995). Pada penelitian ini model terbaik untuk menduga kandungan biomassa di atas permukaan tanah didasarkan pada dua kriteria yaitu besarnya koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) yang menunjukkan presentase besarnya variasi peubah biomassa yang dapat dijelaskan oleh peubah backscatter dan Root Mean Square Error (RMSE) yang menunjukkan indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil di lapangan. Pada Tabel 9, model terbaik untuk menduga biomassa dengan menggunakan backscatter polarisasi HH adalah model 2 dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) sebesar 64,1% yang berarti besarnya variasi peubah biomassa yang dapat dijelaskan oleh peubah backscatter sebesar 64,1 % dan RMSE sebesar 47,49 yang menunjukkan kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil perhitungan di lapangan. Bentuk persamaan dari model terbaik yang dibentuk pada backscatter polarisasi HH yaitu Y = Exp(7,020+(0,107 BS_HH)). Tabel 9 Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa dengan backscatter polarisasi HH citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 No. Model R 2 adj (%) RMSE t hitung t tabel Sig 1 Y = BS_HH 56,5 52,4-1,645 2,04 0,110 2 Y = Exp(7.020+(0.107 BS_HH)) 64,1 47,49-1,179 2,04 0,247 3 Y = (Exp( /BS_HH)) 60,6 49,81-1,228 2,04 0,229 4 Y = BS_HH/( BS_HH) 54,5 53,56-1,199 2,04 0,240 Y = Biomassa (ton/ha); BS_HH = Nilai backscatter polarisasi HH pada citra ALOS PALSAR 12,5 m. Model untuk menduga biomassa terbaik dengan menggunakan backscatter polarisasi HV adalah model 2 dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) sebesar 65,7% yang berarti besarnya variasi peubah biomassa yang dapat dijelaskan oleh peubah backscatter sebesar 65,7% dan kesalahan yang didasarkan
7 30 pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil perhitungan di lapangan atau RMSE sebesar 46,54 pada bentuk persamaan Y = Exp(7,813+(0,105 BS_HV)) (Tabel 10). Tabel 10 Model pendugaan biomassa berdasarkan hubungan biomassa dengan backscatter polarisasi HV citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 No. Model R 2 adj (%) RMSE t hitung t tabel Sig 1 Y = BS_HV 62,4 48,72-0,766 2,04 0,449 2 Y = Exp(7.813+(0.105 BS_HV)) 65,7 46,54-0,478 2,04 0,636 3 Y = (Exp( /BS_HV)) 62,3 48,73-0,594 2,04 0,557 4 Y = BS_HV/( BS_HV) 55,7 52,86-1,479 2,04 0,149 Y = Biomassa (Ton/ha); BS_HV = Nilai backscatter polarisasi HV pada citra ALOS PALSAR 12,5 m. Pada model pendugaan biomassa terbaik dengan backscatter polarisasi HH dan HV, t hitung dan Sig digunakan sebagai indikator bahwa model tersebut dapat digunakan dengan syarat t hitung < t tabel atau Sig > 0,05 (taraf nyata 5%) maka model tersebut dapat digunakan dalam menduga biomassa. Dari kedua model yang dihasilkan, model tersebut memiliki nilai t hitung kurang dari t tabel dan Sig lebih dari 0,05 sehingga model tersebut layak untuk digunakan dalam menduga biomassa. Hasil penyusunan model regresi antara nilai biomassa alometrik Heriansyah dengan nilai backscatter pada masing-masing polarisasi (Tabel 9 dan Tabel 10) menunjukkan bahwa secara umum model terbaik adalah model dengan persamaan eksponensial. Dari syarat yang telah ditentukan, kedua model tersebut dapat digunakan untuk menduga biomassa, namun hanya satu model yang akan dipilih dalam menduga biomassa, yaitu model yang dihasilkan oleh backscatter polarisasi HV. Selain memiliki nilai R 2 adj yang lebih besar dan RMSE yang lebih kecil, nilai-nilai backscatter polarisasi HV cenderung memiliki korelasi yang lebih erat dengan biomassa tegakan dibanding nilai-nilai backscatter polarisasi HH (Saleh 2010). Hasil dari kedua model terbaik untuk menduga biomassa dengan variabel backscatter polarisari HH maupun HV, dapat dilihat polarisasi silang (HV) dari memiliki korelasi yang lebih baik dengan biomassa hutan dibandingkan polasrisasi searah (HH). Hal tersebut juga dibenarkan pada berbagai studi
8 31 mengenai pendugaan biomassa di daerah lain. Salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh Awaya (2009) di daerah Palangkaraya, dalam studinya tersebut dilakukan analisis terhadap hubungan antara biomassa dan koefisien backscatter dari data PALSAR dengan menggunakan analisis regresi. Dari studi tersebut diperoleh hasil bahwa polarisasi HV menunjukkan hubungan yang lebih baik dengan biomassa dibandingkan dengan polarisasi HH. Merujuk pada hasil koefsien determinasi terkoreksi (R 2 adj) dan nilai RMSE yang dijadikan sebagai dasar pemilihan model pendugaan biomassa, maka model terbaik yang digunakan untuk menduga biomassa di atas permukaan tanah pada areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia adalah model ekponensial pada varibel backscatter polarisasi HV yaitu Y = Exp(7,813+(0,105 BS_HV)). 5.5 Verifikasi Model Verifikasi model pendugaan biomassa dilakukan untuk mengetahui apakah nilai dugaan biomassa yang dihasilkan oleh model terpilih tidak berbeda dengan nilai biomassa di lapangan. Verifikasi model dilakukan secara pusposive pada citra sebanyak 32 titik plot pengamatan dilapangan. Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan antara hasil perhitungan biomassa alometrik Heriansyah yang diasumsikan sebagai biomassa aktual dengan nilai biomassa yang diperoleh dari model yang terpilih yaitu model Y = Exp(7,813+(0,105 BS_HV)) pada backscatter polarisasi HV. Verifikasi model pendugaan biomassa dilakukan dengan menggunakan analisis uji t-berpasangan (paired t-test), dengan ketentuan apabila t hitung < t Tabel maka terima H 0 atau signifikasi > 0,05 dan apabila t hitung > t Tabel maka tolak H 0 atau signifikasi < 0,05. Dimana hipotesis uji yang diberlakukan adalah sebagai berikut: H 0 : µ1 - µ2 = 0 (Biomassa aktual = biomassa model) H 1 : µ1 - µ2 0 (Biomassa aktual biomassa model) Hasil uji t-berpasangan yang dilakukan terhadap model yang terpilih telah sesuai dengan kaedah yang telah ditentukan (t hitung < t tabel maka terima H 0 atau signifikasi > 0,05) dengan nilai t hitung sebesar -0,478 yang memiliki nilai lebih kecil dari t tabel yaitu sebesar 2,04 atau signifikasi lebih besar dari 0,05 yaitu
9 32 sebesar 0,636. Artinya model terpilih memiliki nilai pendugaan biomassa di atas permukaan tanah yang tidak berbeda nyata dengan nilai biomassa aktual di lapangan. 5.6 Peta Sebaran Biomassa dan Akurasi Peta sebaran biomassa dibuat berdasarkan model terbaik yang terpilih, yaitu model yang dihasilkan oleh polarisasi HV (Tabel 10) dengan persamaan Y = Exp(7,813+(0,105 BS_HV)). Peta sebaran biomassa dibuat ke dalam tiga kelas biomassa. Berikut ini merupakan gambar grafik distribusi kelas biomassa. Gambar 9 Grafik distribusi kelas biomassa. Gambar 9 menunjukkan grafik distribusi biomassa aktual dilapangan yang dibagi menjadi tiga kelas biomassa. Data selang kelas biomassa disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Selang kelas biomassa yang digunakan untuk membuat peta sebaran biomassa di areal revegetasi PT. Arutmin Indonesia Site Satui tahun 2011 Kelas biomassa Selang biomassa (ton/ha) Luas Ha % Rendah 0 ~ 144, ,55 Sedang 144,84 ~ 237, ,53 Tinggi > 237, ,91 Total ,00
10 33 Selang biomassa digunakan sebagai acuan klasifikasi dalam pembuatan peta sebaran biomassa. Pada hasil penelitian ini kelas biomassa rendah memilki luas ha (48,55%), kelas biomassa sedang seluas ha (32,53%), dan kelas biomassa tinggi seluas ha (18,91%). Akurasi peta dilakukan untuk mengetahui sebarapa besar nilai kesalahan pendugaan biomassa aktual dengan biomassa dari model yang telah dibuat. Hasil perhitungan Overall Accuracy (OA) dan Kappa Accuracy (KA) pada peta sebaran biomassa yang telah dibuat, dihasilkan nilai Overall Accuracy sebesar 51,61% dan Kappa Accuracy sebesar 21,01% pada analisis akurasi dengan menggunakan rata-rata nilai biomassa pada 5 x 5 piksel (analisis akurasi peta per piksel). Analisis klasifikasi pada peta sebaran biomassa dilakukan pada 62 titik plot contoh dilapangan dengan peta sebaran biomassa yang telah dibuat. Sebaran kelas biomassa dominan berada pada biomassa rendah dan sedang, yaitu sebanyak 24 titik berada pada kelas biomassa rendah dan 23 titik berada pada kelas biomassa sedang dan sisanya sebanyak 15 titik berada di kelas biomassa tinggi. Kesalahan interpretasi peta sebaran biomassa sebanyak 30 titik, pada kelas biomassa rendah kesalahan interpretasi sebanyak 12 titik, pada kelas biomassa sedang kesalahan interpretasi sebanyak 11 titik, dan pada kelas biomassa tinggi kesalahan interpretasi sebanyak 7 titik. Peta sebaran biomassa hasil dari pendugaan dengan model terbaik disajikan pada Gambar 10.
11 Gambar 10 Peta sebaran biomassa pada areal revegetasi tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Site Satui dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan data Biomassa Penelitian ini dilakukan di dua bagian hutan yaitu bagian Hutan Balo dan Tuder. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan diperoleh dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat
21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.
Lebih terperinciKegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan
Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi
Lebih terperinciPENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI
PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan
Lebih terperinciIII HASIL DAN PEMBAHASAN
25 3.1 Eksplorasi Data Lapangan III HASIL DAN PEMBAHASAN Data lapangan yang dikumpulkan merupakan peubah-peubah tegakan yang terdiri dari peubah kerapatan pancang, kerapatan tiang, kerapatan pohon, diameter
Lebih terperinciPENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA
i PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA (Acacia mangium) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12,5 M (Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin Indonesia Site
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.
Lebih terperinci5. SIMPULAN DAN SARAN
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian
Lebih terperinciAnalisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B
Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan
15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Statistik Data Plot Contoh Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT Pankromatik sebanyak 26 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian dikelompokkan
Lebih terperinci+ MODEL SPASIAL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12.5 M MITRA ELISA HUTAGALUNG
+ MODEL SPASIAL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12.5 M MITRA ELISA HUTAGALUNG DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN BIOMASSA MENGGUNAKAN ALOS PALSAR UNTUK IDENTIFIKASI EKOSISTEM TRANSISI HUTAN DATARAN RENDAH Korelasi antara biomassa dengan backscatter polarisasi ALOS PALSAR Korelasi
Lebih terperinci4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
61 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Degradasi Hutan di Lapangan 4.1.1 Identifikasi Peubah Pendugaan Degradasi di Lapangan Identifikasi degradasi hutan di lapangan menggunakan indikator
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan
Lebih terperinciII METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat II METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2011. Penelitian dilakukan di wilayah Kerja HTI PT Toba Pulp Lestari Sektor Tele Kecamatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi dan pada suatu obyek atau fenomena, dengan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.
DAFTAR ISI Halaman Judul... No Hal. Intisari... i ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dantempat Penelitian ini dilakukan selama empat bulan: 1 bulanu ntuk pengumpulan data lapang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan 4 bulan untuk pengolahan data
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya dan tidak dapat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
2 5. Pemilihan Pohon Contoh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini adalah jenis nyatoh (Palaquium spp.). Berikut disajikan tabel penyebaran pohon contoh
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak
Lebih terperinciNilai Io diasumsikan sebagai nilai R s
11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2009.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2009. Pelaksanaan kegiatan meliputi kegiatan pengolahan citra dan pengecekan lapangan. Pengecekan
Lebih terperinciEstimasi Stok Karbon di Kawasan Penambangan Akibat Perubahan Luas Penutupan Lahan Terkait dengan REDD
Statistika, Vol. 14 No. 1, 15 24 Mei 2014 Estimasi Stok Karbon di Kawasan Penambangan Akibat Perubahan Luas Penutupan Lahan Terkait dengan REDD Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Bandung Email :
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu
Lebih terperinciKajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O
Sidang Tugas Akhir Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur Agneszia Anggi Ashazy 3509100061 L/O/G/O PENDAHULUAN Latar Belakang Carolita
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo
Lebih terperinciGambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan bobot yang digunakan, hasil kontur yang dihasilkan akan berbeda untuk masing-masing metode interpolasi. Bentuk konturnya ditampilkan pada Gambar 6 sampai
Lebih terperinciBAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)
BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh
Lebih terperinciLampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)
Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium) Data Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Volume total petak 2.667164112 2.741236928 2.896762245 2.572835298 2.753163234 Volume per hektar 66.6791028
Lebih terperinciGambar 1. Peta Lokasi Penelitian
10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2011-Februari 2012. Lokasi penelitian terletak di KPH Madiun, yaitu: BKPH Dagangan dan BKPH Dungus (Gambar 2). Pra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan
Lebih terperincibenar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. 5.1 Analisis Pra-Pengolahan Citra Radarsat
BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Pra-Pengolahan Citra Radarsat 1. Citra Radarsat yang digunakan merupakan data mentah (Raw data) dan tersimpan dalam format biner. Agar Citra tersebut lebih mudah diolah maka
Lebih terperinciLatar belakang. Kerusakan hutan. Perlu usaha: Perlindungan Pemantauan 22/06/2012
Deteksi Kesehatan Hutan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Hutan Lahan Kering SIGIT NUGROHO Latar belakang Kerusakan hutan Perlu usaha: Perlindungan Pemantauan Efisien waktu Efektif Hemat biaya Mudah
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
D cit ra BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data Citra dan Data Lapangan Berdasarkan pengolahan data menggunakan peubah pada citra dan lapangan, diperoleh diagram pencar untuk setiap plot di masing-masing
Lebih terperinciMODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA
MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem
Lebih terperinciIndeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan informasi potensi hutan yang akurat melalui kegiatan inventarisasi hutan. Salah satu informasi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat
11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,
Lebih terperinciBAB II METODE PENELITIAN
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian
19 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah G. Guntur yang secara administratif berada di wilayah Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong, Kabupaten Garut, Provinsi
Lebih terperinciHasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Respon Polarimetri pada Tanaman Padi Varietas Ciherang 4.1.1. Analisis Data Eksploratif Hasil penerapan teori dekomposisi Cloude Pottier pada penelitian ini terwakili oleh
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama
Lebih terperinciPENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH
PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH ADITYA PRADHANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
9 II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Asahan dan Kota Pematang Siantar Provinsi Sumatera
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciLegenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang
17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini hanya dibatasi pada lima jenis, yaitu bipa (Pterygota forbesii F.V.Muell), jambu (Eugenia
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA ALOS PALSAR DALAM MENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM: STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE
Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR dalam Menduga (Nurlita Indah Wahyuni) PEMANFAATAN CITRA ALOS PALSAR DALAM MENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM: STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE THE UTILIZATION OF
Lebih terperinciESTIMASI BIOMASSA PADA DAERAH REKLAMASI MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS PALSAR : Studi Kasus Wilayah Kerja Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur
ESTIMASI BIOMASSA PADA DAERAH REKLAMASI MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS PALSAR : Studi Kasus Wilayah Kerja Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur M. Lutfi & Harry Tetra Antono Pusat Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan
Lebih terperinciPENDUGAAN SIMPANAN KARBON TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Eucalyptus grandis hybrid MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI PT.TOBA PULP LESTARI RANI ILMA PURBA
PENDUGAAN SIMPANAN KARBON TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Eucalyptus grandis hybrid MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI PT.TOBA PULP LESTARI RANI ILMA PURBA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik
BAB II DASAR TEORI 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK ESTIMASI STOK KARBON HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN CILACAP JAWA TENGAH
PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK ESTIMASI STOK KARBON HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN CILACAP JAWA TENGAH Hernandea Frieda Forestriko hernanda@gmail.com Hartono hartono_ge@ugm.ac.id ABSTRACT This
Lebih terperinciRMSE = dimana : y = nilai observasi ke-i V PEMBAHASAN. = Jenis kelamin responden (GENDER) X. = Pendidikan responden (EDU) X
pembilang persamaan (3) adalah rataan jumlah kuadrat galat, N jumlah pengamatan dan M jumlah himpunan bagian. Penyebutnya merupakan fungsi nilai kompleks, dengan C(M) adalah nilai kompleksitas model yang
Lebih terperinciAnalisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)
A411 Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur) Wahyu Teo Parmadi dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya
Lebih terperinciGambar 1. Lokasi Penelitian
11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Sebaran Pohon Contoh Pohon contoh sebanyak 0 pohon dipilih secara purposive, yaitu pohon yang tumbuh normal dan sehat, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon
Lebih terperinci