HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Liani Budiaman
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Agroekologi Lokasi Penelitian Wilayah Kabupaten Banyuasin hampir 80 % wilayahnya adalah dataran rendah berupa rawa pasang surut dan lebak (Banyuasin, 2010). Berdasarkan tipe luapan, lokasi penelitian termasuk lahan pasang surut tipe luapan C yaitu lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil dan permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm (Widjaja-Adhi et al., 1997) (Gambar 4). Gambar 4. Klasifikasi Rawa Pasang Surut Menurut Tipe Luapan Air Pasang (Widjaja-Adhi et al., 1997) Menurut Gandasasmita et al. (2006) lokasi penelitian termasuk dalam zona II artinya masih terdapat pada daerah aliran bagian bawah, tetapi lebih ke arah hulu, pengaruh langsung air laut/salin sudah tidak ada namun energi pasang surut masih terasa berupa naik turunnya air (tawar) sungai mengikuti siklus gerakan air pasang surut namun saat musim kemarau pengaruh air asin dapat merambat sepanjang sungai sampai ke pedalaman. Berdasarkan data klimatologi, suhu di daerah penelitian o C (Lampiran 1), kelembaban rata-rata % (Lampiran 2), dan curah hujan berkisar antara mm (Lampiran 3). Lahan pasang surut bila dibuka untuk pertanian diawali dengan penggalian saluran-saluran drainase. Saluran drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter. Lebar saluran primer, sekunder dan tersier masing-masing
2 19 adalah ± 12 m, 6 m dan 3 m. Lebar saluran kuarter adalah 60 cm dan kedalaman saluran 40 cm. Saluran sekunder merupakan saluran yang tegak lurus terhadap saluran primer dan menghubungkan saluran primer dengan saluran tersier. Saluran tersier berfungsi sebagai saluran pemasukan air ke lahan. Saluran kuarter merupakan saluran yang mengelilingi lahan (Gambar 5). a) Saluran Primer b) Saluran Sekunder c) Saluran Tersier d) Saluran Kuarter Gambar 5. Saluran Drainase di Desa Banyu Urip Kondisi Umum Hasil analisis tanah sebelum tanam menunjukkan tekstur tanah adalah liat berdebu dengan komposisi liat 57 %, debu 42 %, dan pasir 1 %. Tanah memiliki tingkat kesuburan yang baik dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini diduga karena lahan yang digunakan adalah bekas pertanaman kacang hijau dan diberi pupuk majemuk NPK. Kandungan P 2 O 5 tanah tergolong rendah. Derajat kemasaman tanah (ph) tergolong masam dengan ph 5.02 dan Al +3 tinggi yaitu 2.15 cmol (+)/kg. Nilai tukar kation Na dan K rendah, Ca sedang, dan Mg tinggi. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang dan kejenuhan basanya (KB) sangat tinggi. Kandungan piritnya (FeS 2 ) adalah 0.11 % (Lampiran 4). Hasil analisis tanah
3 20 sesudah tanam menunjukkan rasio C/N tanah menjadi turun dari tinggi menjadi sedang, kelarutan Al 3+ berkurang, kandungan K tanah meningkat dan KTK tanah meningkat dari sedang menjadi tinggi (Lampiran 5). Air yang ada di saluran drainase berasal dari pasang surut air laut. Hal ini berpengaruh terhadap kandungan kation dan anion dalam air yang didominasi oleh Na dan Cl. Nilai daya hantar listrik (DHL) air termasuk rendah yaitu 488 us/cm hal ini diduga karena adanya pengaruh curah hujan sehingga DHL air menjadi lebih rendah meskipun air berasal dari pasang surut air laut. Derajat kemasaman air tergolong masam yaitu 5.4. Kadar lumpur yang ada di air 0.20 mg/l (Lampiran 6). Kedelai ditanam pada tanggal 15 Mei Lima hari setelah tanam (HST) kecambah kedelai mulai muncul di permukaan tanah dan pada saat 1 MST tanaman kedelai sudah terlihat tumbuh secara merata karena tingginya persentase tumbuh tanaman yaitu sebesar 96 %. Penyulaman dilakukan pada 5 HST dan penjarangan dan transplanting dilakukan pada 2 MST. Penjarangan dilakukan bertujuan untuk mengurangi persaingan antara tanaman dalam menyerap unsur hara dan radiasi matahari. Daun trifoliat tanaman sudah terbuka secara sempurna pada 2 MST. Pada saat memasuki 3 MST mulai terlihat gejala daun menguning. Hal ini terjadi karena pada 2-4 MST tanaman mengalami aklimatisasi. Pada awal aklimatisasi, akar dan bintil akar di bawah permukaan air mati dan selanjutnya tumbuh akar dan bintil akar di atas permukaan air. Kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun menurun sehingga menunjukkan gejala klorosis (CSIRO, 1983). Oleh karena itu pada 3 sampai 6 MST tanaman diberi pupuk daun N. Selain itu tanaman yang ada di pinggir petakan terlihat lebih kuning dibandingkan tanaman yang ada di tengah petakan. Hal ini duga karena tanaman pinggir lebih stres karena serapan piritnya lebih tinggi. Pada saat memasuki 5 MST gejala daun yang menguning mulai berkurang dan warna daun mulai kembali berwarna hijau. Pada 42 HST tanaman sudah berbunga 50 % dan polong muncul pada 7 MST. Kedelai dipanen pada saat 13 MST. Teknik panen yang dilakukan adalah dengan memanen 40 tanaman pada luasan 2 m 2 setiap petak percobaan.
4 21 Serangan hama mulai terlihat pada 6 MST. Hama yang menyerang adalah ulat grayak (Prodenia litura) dan belalang (Valanga sp.). Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan pestisida yang berbahan aktif Cypermethrin 113 g/l dan Fipronil 50 g/l. Hasil Bahan organik yang didekomposisikan adalah jerami padi. Kandungan jerami padi sebelum diinkubasi adalah N 3.36 %, P 0.26 %, K 0.83 %, Ca 1.96 %, Mg 1.02 %, Na 0.04 % dan 0.21 % S (Lampiran 7). Pemeliharaan kompos yang dilakukan adalah membolak-balik kompos untuk menjaga kelembaban dan aerasi kompos dan agar suhu tidak terlalu tinggi. Gaur (1981) menyatakan suhu optimum untuk dekomposisi bahan organik adalah 60 o C dan suhu maksimalnya adalah 70 o C. Suhu yang terlalu tinggi (>70 o C) dapat membunuh mikroorganisme. Mikroorganisme termofilik hanya dapat hidup di bawah suhu 70 o C. Hasil analisis kompos menunjukkan bahwa ph kompos tergolong basa. Menurut Djuarnani et al. (2009) 6-8 adalah kisaran ph kompos yang optimal. Rasio C/N pengomposan dengan aktivator pupuk kandang, kapur, dan urea lebih rendah dari pengomposan dengan aktivator efektif mikroorganisme. Makin rendah kandungan rasio C/N kompos menunjukkan mikroorganisme dekomposer bekerja lebih aktif dibandingkan dengan kompos yang mempunyai rasio C/N yang tinggi (Suwastika dan Sutari, 2009) (Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 2 suhu kompos tiap minggunya tidak terlalu tinggi, berkisar antara o C. Suhu pengomposan dengan menggunakan aktivator pupuk kandang, kapur dan urea paling tinggi pada 2 minggu setelah perlakuan (MSP) kemudian terjadi penurunan suhu pada 3 dan 4 MSP. Sebaliknya pada pengomposan dengan menggunakan efektif mikroorganisme suhu terus menurun tiap minggunya. Peningkatan suhu diduga terjadi karena makanan mikroorganisme berupa bahan organik cukup banyak sehingga pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme sangat intensif. Perombakan bahan organik yang intensif ini diiringi dengan pelepasan panas yang besar, sehingga suhu timbunan meningkat. Kemudian aktifitas mikroorganisme menurun diiringi dengan
5 22 penurunan suhu timbunan sampai pada akhir proses pengomposan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gaur (1981) menunjukkan bahwa kenaikan suhu dipengaruhi oleh bahan organik yang dikomposkan. Pada saat pengomposan bahan organik yang berasal dari gandum, jerami padi, sorgum dan daun Jamun (Syzqium cumini) suhunya tidak lebih dari 52 o C. Tabel 2. Suhu Kompos pada Dua Cara Pengomposan Perlakuan Kompos 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP..... o C... Efektif mikroorganisme Pupuk kandang, kapur dan urea Keterangan: MSP = minggu setelah perlakuan Menurut Gaur (1981) saat suhu kompos di atas 40 o C maka mikroorganisme mesofilik akan digantikan oleh mikroorganisme termofilik. Mikroorganisme termofilik yaitu mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu tinggi (45-60 o C). Proses dekomposisi dan aktivitas mikroorganisme berlangsung cepat pada kisaran termofilik. Menurut Djuarnani et al. (2009) ciri-ciri kompos yang sudah matang adalah wujud fisik kompos sudah hancur dan tidak menyerupai bentuk aslinya, tidak berbau, memiliki suhu yang hampir sama dengan suhu udara, berwarna coklat tua kehitaman dan warna kompos gelap coklat kehitaman menyerupai tanah (Gambar 6). Gambar 6. Cara Pengomposan Jerami Padi dengan Penambahan Aktivator
6 23 Tingginya aktivitas mikroorganisme pada pengomposan dengan aktivator pupuk kandang, kapur dan urea diduga karena pengaruh kapur dan urea. Pemberian kapur dapat meningkatkan ph kompos. Aktivitas mikroorganisme akan berlangsung optimal pada ph netral sehingga proses dekomposisi berlangsung cepat. Pemberian urea berperan sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme untuk perkembangan dan pembentukan selnya. Tinggi, Jumlah Daun, Jumlah Cabang, dan Jumlah Buku Tanaman Berdasarkan hasil sidik ragam pada peubah pengamatan sebelum panen, cara pengomposan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST, jumlah daun pada 6 MST, dan bobot kering bintil akar. Dosis kompos berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada 2 dan 4 MST serta terhadap bobot kering bintil akar. Namun kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah lainnya. Tidak terdapat interaksi antara cara pengomposan dan dosis kompos (Lampiran 9). Berdasarkan hasil sidik ragam pada peubah saat panen, dosis kompos hanya berpengaruh terhadap bobot biji/2 m 2 (Lampiran 10). Pengomposan dengan aktivator pupuk kandang, kapur dan urea menghasilkan tanaman yang lebih tinggi pada 2, 4 dan 6 MST dibandingkan dengan pengomposan dengan efektif mikroorganisme. Namun pada 8 dan 10 MST pengomposan dengan efektif mikroorganisme menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dari pengomposan dengan pupuk kandang, kapur dan urea. Pada 6 MST jumlah daun pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme berbeda nyata lebih banyak dari pengomposan dengan pupuk kandang, kapur dan urea. Jumlah cabang, jumlah buku produktif dan buku non produktif pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme dan pengomposan dengan pupuk kandang, kapur dan urea tidak berbeda nyata secara statistik. Pengomposan dengan pupuk kandang, kapur dan urea memiliki buku produktif yang lebih dari pengomposan dengan efektif mikroorganisme (Tabel 3).
7 24 Tabel 3. Pertumbuhan Kedelai pada Berbagai Cara Pengomposan Peubah Pengamatan Cara Pengomposan Umur (MST) Efektif Pupuk Kandang, Mikroorganisme Kapur dan Urea b 27.14a Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun 6 13a 12b Jumlah cabang Jumlah buku produktif Jumlah buku non produktif Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 % Kedelai pada perlakuan tanpa kompos lebih tinggi pada 2, 4 dan 6 MST. Pada 8 dan 10 MST tanaman yang diberi kompos 10 ton/ha menghasikan tanaman yang paling tinggi. Pada 4 MST jumlah daun pada dosis 10 ton/ha berbeda nyata lebih banyak dari dosis 15 ton/ha, sedangkan pada 2, 6, 8 dan 10 MST jumlah daun tidak berbeda nyata secara statistik. Jumlah daun terus meningkat tiap minggu, dari 2 sampai 8 MST. Namun pada 10 MST jumlah daun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena daun sudah mulai gugur. Jumlah cabang hanya diamati pada 6, 8, dan 13 MST karena pada 2 dan 4 MST tanaman belum mengeluarkan cabang. Jumlah cabang, jumlah buku produktif dan buku non produktif tidak berbeda nyata secara statistik. Buku produktif paling banyak dihasilkan pada dosis 10 ton/ha (Tabel 4).
8 25 Tabel 4. Pertumbuhan Kedelai pada Berbagai Dosis Kompos Peubah Pengamatan Umur Dosis Kompos (ton/ha) Tanaman (MST) a 12.06ab 11.60b 11.72b a 26.53ab 26.86a 24.47b Tinggi tanaman ab 6ab 6a 6 b Jumlah daun Jumlah cabang Jumlah buku produktif Jumlah buku non roduktif Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yan sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 % Tanaman yang tinggi, jumlah cabang dan jumlah buku produktif yang banyak merupakan perpaduan yang menguntungkan dalam menghasilkan produksi yang tinggi. Menurut Mulatsih et al. (2000) buku produktif berkaitan dengan tinggi tanaman dan jumlah cabang. Buku produktif merupakan ketiak daun yang mempunyai kuncup bunga yang kemudian berkembang menjadi polong. Jumlah buku yang lebih banyak berarti mempunyai potensi yang tinggi sebagai tempat terbentuknya polong. Buku produktif yang banyak memungkinkan untuk terbentuknya polong yang banyak. Buku produktif dan buku non produktif hanya diamati pada saat panen. Bobot Kering Bintil Akar, Bobot Akar, Bobot Batang dan Bobot Daun Cara pengomposan, dosis kompos, dan interaksi antara cara pengomposan tidak berpengaruh terhadap bobot kering akar, bobot kering batang, dan bobot kering daun. Cara pengomposan dan dosis kompos hanya berpengaruh nyata
9 26 terhadap bobot kering bintil akar (Lampiran 9). Pengomposan dengan pupuk kandang, kapur, dan urea memiliki bobot kering bintil akar yang lebih berat dibandingkan dengan efektif mikroorganisme masing-masing 1.03 g dan 0.69 g. Dosis juga nyata mempengaruhi bobot kering bintil akar. Lahan yang tidak diberi kompos menghasilkan bobot kering bintil akar yang lebih berat dibandingkan yang diberi kompos. Begitu juga dengan bobot kering akar, bobot kering batang, dan bobot kering daun namun tidak berbeda nyata secara statistik (Tabel 5). Tabel 5. Bobot Kering Bintil Akar, Akar, Batang dan Daun pada Beberapa Cara Pengomposan dan Dosis Kompos Perlakuan Bintil Akar Bobot Kering (g) Akar Batang Daun Ratio Tajuk/Akar Cara Pengomposan Efektif Mikroorganisme 0.69b Pupuk Kandang, Kapur, 1.03a dan Urea Dosis Kompos 0 ton/ha 1.20a ton/ha 0.86ab ton/ha 0.50b ton/ha 0.87ab Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 % Kadar dan Serapan Hara Daun Dosis kompos jerami hanya berpengaruh nyata terhadap kadar hara P dan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar hara K. Cara pengomposan dan dosis kompos tidak berpengaruh nyata terhadap kadar hara yang lain dan serapan hara (Lampiran 9). Menurut kriteria Marschner (1986) kadar hara N, P dan Fe dalam daun mencukupi untuk pertumbuhan kedelai namun kadar hara K tergolong rendah dan ketersediaan Mn tergolong tinggi. Kadar hara P daun pada dosis 15 ton/ha merupakan yang tertinggi dan berbeda nyata dengan dosis 0 dan 5 ton/ha dan tidak berbeda nyata dengan dosis 10 ton/ha. Kadar hara K daun yang paling tinggi adalah pada dosis 15 ton/ha dan berbeda nyata dengan dosis yang lainnya (Tabel 6).
10 27 Tabel 6. Kadar dan Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun pada Beberapa Cara Pengomposan dan Dosis Kompos Perlakuan N P K Fe Mn Cara Pengomposan Kadar Hara Daun... % ppm... Efektif Mikroorganisme Pupuk Kandang, Kapur dan Urea Serapan Hara (mg/tanaman)... Efektif Mikroorganisme Pupuk Kandang, Kapur dan Urea Dosis Kompos Kadar Hara Daun... % ppm... 0 ton/ha b 1.29c ton/ha b 1.43b ton/ha ab 1.54b ton/ha a 1.72a Serapan Hara (mg/tanaman)... 0 ton/ha ton/ha ton/ha ton/ha Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkantidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 % Produksi Kedelai Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dosis kompos hanya berpengaruh nyata terhadap bobot biji/2m 2 dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah pengamatan saat panen lainnya (Lampiran 10). Produktivitas pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme lebih tinggi dibandingkan dengan pengomposan dengan aktivator pupuk kandang, kapur dan urea walaupun tidak berpengaruh nyata secara statistik. Pengomposan dengan efektif mikroorganisme menghasilkan polong isi paling banyak yaitu 67 polong, bobot 100 biji yang paling tinggi yaitu g dan bobot biji/2 m 2 lebih tinggi. Jumlah polong isi berkorelasi positif terhadap produksi. Makin banyak jumlah polong isi, makin besar peluang untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Pengomposan dengan efektif mikroorganisme
11 28 menghasilkan bobot biji/2m 2 sebanyak g dan g pada pengomposan dengan pupuk kandang, kapur dan urea yang bila dikonversi masing-masing adalah 2.38 ton/ha dan 2.32 ton/ha (Tabel 7). Tabel 7. Produksi Kedelai pada Berbagai Cara Pengomposan Cara Pengomposan Peubah Pengamatan Efektif Mikroorganisme Pupuk Kandang, Kapur, dan Urea Jumlah polong isi Jumlah polong hampa 1 1 Bobot 100 biji (g) Bobot biji/2 m 2 (g) Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 % Dosis kompos 10 ton/ha menghasilkan polong isi paling banyak yaitu 69 polong. Bobot 100 biji paling tinggi dihasilkan pada dosis 15 ton/ha yaitu g, namun tidak berbeda nyata secara statistika. Meskipun bobot 100 biji pada dosis 15 ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 10 ton/ha, tetapi jumlah polong isi pada dosis 10 ton/ha lebih tinggi dari dosis 15 ton/ha. Bobot biji/2m 2 pada dosis 10 ton/ha berbeda nyata dengan dosis 0 dan 5 ton/ha dan tidak berbeda nyata dengan dosis 15 ton/ha. Dosis 10 ton/ha menghasilkan bobot biji/2m 2 yang paling tinggi yaitu g (2.62 ton/ha), kemudian diikuti oleh dosis 15, 5 dan 0 ton/ha yang masing-masing nilainya adalah g/m 2 (2.46 ton/ha), g/m 2 (2.17 ton/ha) dan g/m 2 (2.16 ton/ha) (Tabel 8). Tabel 8. Produksi Kedelai pada Berbagai Dosis Kompos Peubah Pengamatan Dosis Kompos (ton/ha) Jumlah polong isi Jumlah polong hampa Bobot 100 biji (g) Bobot biji/2 m 2 (g) b b a ab Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %
12 29 Pembahasan Pengaruh Cara Pengomposan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Penambahan aktivator dapat mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kandungan unsur hara kompos. Berdasarkan hasil analisis kompos terjadi peningkatan unsur hara setelah jerami dikomposkan. Pengomposan dengan efektif mikroorganisme meningkatkan unsur K dan S pada kompos. Pengomposan dengan pupuk kandang meningkatkan unsur N, P, Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, dan Zn pada kompos (Lampiran 8). Namun cara pengomposan belum berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai. Hal ini diduga karena kandungan hara pada kompos relatif sama. Produksi kedelai pada pengomposan dengan aktivator efektif mikroorganisme lebih tinggi dibandingkan dengan pengomposan dengan pupuk kandang yaitu masing-masing g (2.38 ton/ha) dan g (2.32 ton/ha). Pertumbuhan tanaman pada pengomposan dengan aktivator efektif mikroorganisme dan pupuk kandang dari umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST relatif meningkat tiap minggunya. Pertambahan tinggi dari 2 MST ke 4 MST adalah 130% dari tinggi pada 2 MST. Pertambahan tinggi dari 4 MST ke 6 MST adalah 127 % dari tinggi saat 4 MST. Jumlah daun dari 2 MST hingga 6 MST terus meningkat lebih dari 100 %. Memasuki 8 MST pertumbuhan mulai berhenti, pertambahan tinggi dan jumlah daun tidak terlalu banyak bahkan jumlah daun pada 10 MST menurun. Hal ini terjadi karena tanaman sudah berada pada fase generatif dan daun tanaman sudah mulai gugur. Hal ini juga sesuai dengan tipe pertumbuhan varietas Tanggamus yang tergolong tipe determinate (Lampiran 11). Kedelai pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme memiliki memiliki jumlah polong yang paling banyak. Polong yang banyak dan jumlah daun yang banyak merupakan perpaduan yang menguntungkan untuk produktivitas kedelai. Daun sebagai source dan polong sebagai sink. Source yang banyak dan sink yang banyak akan menghasilkan produksi biji yang tinggi sebaliknya source yang sedikit menyebabkan pengisian sink menjadi lebih lambat sehingga produksi biji menjadi sedikit. Hasil fotosintat di daun akan ditranslokasikan ke polong untuk pembentukan dan pengisian polong dan biji. Ghulamahdi et al. (2009) menyatakan jumlah daun yang banyak bermanfaat bagi
13 30 kedelai dalam memproduksi polong dan pengisian polong. Hal ini dapat dilihat dari bobot 100 biji. Bobot 100 biji kedelai pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme lebih tinggi dari pengomposan dengan pupuk kandang. Menurut Suwarto et al. (1994) terdapat korelasi antara pertumbuhan tajuk dengan akar. Penekanan pertumbuhan tajuk tanaman kedelai diduga karena banyaknya asilimat yang dialihkan ke akar untuk pembentukan dan pertumbuhan akar guna menggantikan akar-akar yang mati akibat terjenuhi air. Sebagai suatu mekanisme adaptasi morfologi terhadap budidaya jenuh air. Pengaruh Dosis terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Pertumbuhan tinggi, jumlah daun, dan jumlah cabang kedelai tiap minggunya menunjukkan respon yang berbeda-beda. Pada awal masa vegetatif, tanaman yang diberi kompos 0 ton/ha menghasilkan tanaman yang lebih tinggi. Dosis 10 ton/ha menghasilkan tanaman yang lebih tinggi pada 8 dan 10 MST dan membentuk percabangan yang paling banyak. Pada 4 MST jumlah daun lebih banyak dihasilkan pada dosis 10 ton/ha. Tanaman yang tinggi, jumlah daun, jumlah cabang, dan buku produktif yang banyak sangat menguntungkan dalam meningkatkan produksi kedelai. Irwan (2006) menyatakan tangkai bunga kedelai umumnya keluar dari ketiak tangkai daun yang disebut rasim. Semakin banyak cabang dengan jarak antar buku yang pendek semakin banyak pula rasim untuk munculnya bunga. Bobot kering bintil akar pada dosis 0 ton/ha berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 5, 10 dan 15 ton/ha. Bobot kering akar, batang dan daun tidak berbeda nyata secara statistika diantara perlakuan dosis kompos. Pertumbuhan kedelai yang tidak diberi kompos lebih ke arah pertumbuhan dan perkembangan akar dan bintil akar. Hal ini berkaitan dengan adaptasi akar kedelai pada lahan yang kekurangan hara. Lahan yang tidak diberi kompos, ketersediaan hara dan bahan organiknya lebih sedikit sehingga perkembangan akar akan lebih ke dalam dan memperbanyak bulu-bulu akar untuk memperluas kontaknya dalam menyerap unsur hara. Bintil akar muncul bersamaan dengan pertumbuhan akar kedelai. Menurut Irwan (2006) perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi
14 31 oleh kondisi fisik dan kimia tanah, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air di dalam tanah. Sedangkan pada lahan yang diberi kompos, pertumbuhan cenderung ke arah pertumbuhan tajuk. Bobot kering bintil akar pada dosis 0 ton/ha nyata lebih tinggi dari dosis 10 ton/ha (Tabel 4). Hal ini diduga karena pengaruh kandungan N dalam tanah. Indradewa et al (2004) menyatakan saat aklimatisasi kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya serapan nitrogen sehingga fotosintat dialokasikan ke bagian bawah tanaman (perakaran dan bintil akar). Ini berakibat aktivitas akar dan bintil akar mulai lebih awal dan dengan laju yang lebih cepat. Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum tanam, kandungan N tanah tergolong sedang yaitu 0.23 % (Lampiran 4). Kandungan N tanah yang tergolong sedang ditambah dengan pemberian kompos dapat meningkatkan kandungan N tanah. Hasil analisis kompos menunjukkan kandungan N kompos pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme dan pupuk kandang berturut-turut adalah 6.32 dan 8.03 % (Lampiran 8). Pemberian kompos pada dosis 10 ton/ha dapat menambahkan N ke tanah sebanyak 632 kg/ha pada pengomposan dengan efektif mikroorganisme dan 803 kg/ha pada pengomposan dengan pupuk kandang sehingga kandungan N dalam tanah semakin tinggi. Berdasarkan data analisis tanah sesudah panen, kandungan N tanah pada lahan yang diberi kompos dengan dosis 10 ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang tidak diberi kompos (Lampiran 5). Mulatsih et al (2002) menyatakan pemberian N pada dosis tinggi dapat menurunkan infeksi bakteri Rhizobium melalui bulu akar, menurunkan jumlah bintil akar, sekaligus menghambat enzim nitrogenase. Sebaliknya, jika kandungan N dalam tanah sedikit maka pertumbuhan bintil akan menjadi lebih cepat. Kadar hara yang dibutuhkan oleh kedelai untuk pertumbuhan optimal adalah 2-5% N, % P, % K, ppm Fe dan ppm Mn (Marschner, 1986). Kadar hara N, P dan Fe dalam daun mencukupi untuk pertumbuhan kedelai namun kadar hara K tergolong rendah. Rendahnya kadar hara K ( %) belum mempengaruhi pertumbuhan karena tidak terlalu jauh dari batas optimum. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) unsur
15 32 P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji. Kalium berperan dalam fotosintesis, translokasi gula dan reduksi nitrat. Pengaruh kompos pada dosis 10 ton/ha masih belum terlihat pada awal pertumbuhan. Hal ini diduga karena pengaruh lamanya inkubasi kompos ke tanah. Menurut Hardjowigeno (1989) faktor yang mempengaruhi lamanya dekomposisi bahan organik dalam tanah adalah ph tanah. Tanah dengan ph masam menyebabkan penghancuran bahan organik menjadi lebih lama. Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum tanam, ph tanah tergolong masam (Lampiran 4). Oleh karena itu pengaruh kompos pada awal pertumbuhan masih belum terlihat. Menurut Bertham (2002) dan Wahjudin (2006) penambahan bahan organik berupa kompos dapat mengubah sifat kimia tanah seperti ph, menurunkan Al di dalam tanah sehingga P yang tersedia bagi tanaman lebih banyak, meningkatkan kelarutan unsur hara sehingga menjadi tersedia bagi tanaman, dan meningkatkan kandungan asam humat dan asam fulvat dalam tanah. Pengingkatan asam humat dan asam fulvat dalam tanah menyebabkan pertukaran hara menjadi lebih baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil analisis tanah awal
LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang
17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat
16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air
4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan
Lebih terperinciHASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya
17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu
Lebih terperinciBAHAN METODE PENELITIAN
BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi
31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1 Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian Lokasi percobaan bertempat di desa Jayamukti, Kec. Banyusari, Kab. Karawang mendukung untuk budidaya tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan
11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan
Lebih terperinciPRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala
PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala PENDAHULUAN Produksi kedelai nasional baru memenuhi 35-40 %, dengan luas areal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tajuk Indikator pertumbuhan tanaman dapat diketahui dengan bertambahnya volume dan juga berat suatu biomassa yang dihasilkan selama proses pertunbuhan tanaman.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciMenurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili
Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), Divisi Spermatophyta (Tumbuhan berbiji), Subdivisi Angiospermae
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciHasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan
IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan
49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan
18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar
Lebih terperinciDesti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN
Desti Diana Putri/1214121050 I.PENDAHULUAN Tumbuhan memerlukan sejumlah nutrisi untuk menunjang hidup dan pertumbuhan. Tumbuhan membutuhkan unsur hara makro dan mikro dalam jumlah tertentu sesuai dengan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):
Lebih terperinciHUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN
HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brizilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi Pengomposan kulit biji kopi dilakukan selama 30 hari, proses pembuatan kompos ini berlangsung secara aerob karena pada saat pembuatan memerlukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
8. KTK (me/100 g) 30,40 Tinggi - 9. C-organik (%) 12,42 Sangat Tinggi - 10. N-Total (%) 0,95 Sangat Tinggi - 11. P-tersedia (ppm) 34,14 Tinggi - 12. C/N 13,07 Sedang - * Dianalisis di Laboratorium Kimia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. green bean dan mung. Di Indonesia, kacang hijau juga memiliki beberapa nama
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kacang Hijau Kacang hijau dikenal dengan beberapa nama, seperti mungo, mung bean, green bean dan mung. Di Indonesia, kacang hijau juga memiliki beberapa nama daerah,
Lebih terperinci