HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I Tanaman Leguminose Tingsi tanaman. Pada pemotongan awal, yang merupakan pemotongan penyeragaman pertumbuhan kembali tanaman, t ingbi tinaman diukur iehari sebelum pernotongan. Umur tanaman pada saat pengukuran sekitar satu tahun. Hasil yang di peroleh memper 1 i hat kan t anaman yang pertumbuhannya agak cepat di bandingkan dengan lainnya adal ah D. rensoni i. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman adalah 243,Z cm disusul berturut-turut oleh jenis F. congesta yaitu 199,8 cm dan kombinasi dari kedua jenis leguminose yaitu 163,O cm. Untuk pengumpulan data selan jutnya di lakukan pemotongan set i ap i nt erval 6 mi nggu. Set el ah pemotongan pert ama dengan interval 6 minggu, rat a-rat a t inggi tanaman bervariasi t iap-t iap pemotongan dari jenis yang berbeda. Sidik ragam pada Tabel Lampiran 3 menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyat a ant ara j eni s 1 eguminose pada pemotongan pertama. Kombinasi kedua jenis leguminose nyat a pertumbuhannya lebi h bai k daripada F. congesta, sedangkan dengan D. rensonii t idak berbeda nyata. Pada pemotongan kedua dan ketiga, terdapat perbedaan yang sangat nyat a ant ara sat u j eni s 1 egumi nose dengan 1 ai nnya;

2 D. rensonii masih lebih baik'dan lebih tinggi daripada F. congesta dan kombinasi kedua kenis leguminose, juga antara F. congesta dengan kombinasi kedua jenis leguminose Pengaruh j arak t anam hanya t erl i hat pada pemotongan kedua dan ketiga. Produksi pada jarak tanam 240 cm, nyata lebih tinggi,, daripada jarqk tanam 1.20,cm, tapi tidak.,., berbeda dengan jarak tanam 180 cm. Semakin rapat jarak t anam, maka makin terhambat pertumbuhan tanaman. Tabel 3. Pengaruh jarak tanam dan jenis leguminose terhadap t inggi tanaman dari set iap periode pemot ongan. Per1 akuan Jarak tanam leguminose (cm) Pemot ongan I I I I cm... Jenis leguminose Flemingia 132,0a 136,7~ 153,0a Desmod i urn 144,0b 174,7' 188,8~ Fle + Des 144,~~ 156., 7b 161,4a Huruf yang tidak sama pada kolom yang sama dalam tiap kelompok pengamatan berbeda nyata (P<0.05) UBD. Ti dak terdapat pengaruh nyata interaksi kedua perla- kuan t erhadap t i nggi t anaman. Meski pun demi k i an nampaknya

3 jenis D. rensonii dengan jarak tanam 240 cm mempunyai t anaman yang t inggi, t erutama pada pemotongan ket iga. Kemudi an di susul dari kombinasi kedua jeni s 1 eguminose dengan jarak tanam yang sama. Jenis F. congesta menempat i urutan terakhir juga pada jarak tanam 240 cm. Jumlah tangkai yanq dipotong. Sidik ragam pada Tabel 4 Lampi ran 4 memperl i hatkan adanya pengaruh interaksi antara jarak tanam dengan jenis leguminose pada pemotongan pert ama dan ket i ga, sedangkan pada pemotongan kedua pengaruh yang nyata hanya jenis leguminose dan jarak t anam. Pada pemotongan pert ama 0. rensoni i dengan jarak tanam 240 cm, jumlah tangkai yang dipotong nyata lebih banyak daripada F. congesta, 0. rensoni i dan kombinasi kedua jenis leguminose pada jarak tanam 120.cm, juga dengan campuran kedua jenis leguminose pada jarak tanam 180 cm. Jumlah tangkai yang dipotong terendah adalah dari jenis F. congesta pada jarak tanam 120 cm. Pada pemotongan ket iga, jumlah t angkai t anaman yang dipotong t erbanyak adalah dari campuran kedua jeni s leguminosq, pada jarak tanam 180 cm, dan berbeda nyata dengan jenis F. congesta pada jarak tanam 120 cm, juga berbeda nyata dengan D. rensonii pada jarak tanam 240 cm 120 cm (Tabel 4). Terlihat dari tiga kali pemotongan ternyata 0. rensonii dengan jarak tanam 240 cm memperl i- hatkan jumlah tangkai yang dipotong terbanyak.

4 Tabel 4. Pengaruh jarak tanam dan jenis leguminose t erhadap juml ah t angkai ' t anaman yang di potong dar i set i ap per i ode pemotongan. Jarak tanam Jenis Pemot ongan leguminose leguminose (cm) I I I Flemingia Desmodi um Fle.t Des,180 Flemingia ~esmod i'um Fle + Des 240 Flemingia Desmod i um Fle + Des Huruf yang berbeda pada kolom yang sama (PC0.05) UBD. berbeda nyata Produksi bahan kerins hiiauan lenuminose. Sidik ragam pada Tabel Lampiran 4 tidak memperlihatkan adanya pengaruh interaksi ant ara jarak t anam dengan jenis 1 eguminose. Pengaruh yang nyata hanya terlihat antara jenis leguminose untuk semua pemotongan (Tabel 5). Pada pemotongan pertama, produksi hijauan kering campuran kedua jenis leguminose nyata lebih t inggi daripada D. rensonii dan F. congesta, sedangkan antara F. congesta dan 0. rensonii tidak berbeda. Pada pemotongan ket i ga D. rensoni i dan campuran kedua jeni s leguminose produksi hi jauannya sangat nyat a lebih tinggi daripada F. congesta, sedangkan pada pemotongan kedua D. rensonii produksi hi jauannya sangat nyata lebih tinggi daripada F. congesta dan campuran kedua jenis

5 leguminose, juga campuran kedua jenis laguminose sangat nyata lebih tinggi produksi 'hijauannya daripada F. congest a. Secara kumulat i f terl i hat bahwa jenis D. rensoni i produksi hijauannya lebih tinggi dari pada yang lainnya. label 5. Pengaruh jarak tanam dan jenis leguminose terhadap produksi bahan kering,hijauan dari set iap periode pemotongan. Per 1 akuan Jarak tanam leguminose (cm) Pemot ongan I I I kg ha-l Jenis leguminose Flemingia 550, 6a 672, 2a Desmod i um 572,3: 1346,oc Fle + Des 718,l 1005,0~ Huruf yang tidak sama pada kolom yang sama dalam tiap kelompok pengamatan berbeda nyata (Pc0.05) UBD. Pada Tabel Lampi ran 4 juga tidak terlihat adanya pengaruh jarak tanam yang nyata untuk semua pemotongan, namun masih terlihat jarak tanam 240 cm produksi hi~auannya lebih baik dari jarak tanam 120 dan 180 cm pada pemotongan kedua dan ket i ga, sedangkan pada pemotongan pertama jarak tanam 180 cm lebih baik.

6 Interaksi dari kedua perlakuan tersebut juga t idak memperlihatkan pengaruh nyata pada semua pemotongan. Tanaman Jagung Tinsgi tanaman. Sidik ragam Tabel Lampiran 6 menun j ukkan bahwa t ernyat a t i nggi t anaman j agung yang ' di t anam dengan j eni s t anaman 1 eguki nose yang berbeda, tidak berbeda nyata antara satu dengan lainnya. Yang sangat nyata hanya pengauh jarak tanam leguminose. Jarak tanam leguminose 240 cm (tiga larikan tanaman jagung) memberikan tinggi tanaman jagung lebi tinggi dari pada jarak tanam 120 cm (satu larikan tanaman jagung) dan 180 cm (dua larikan tanaman jagung), sedangkan antara jarak tanam leguminose 180 cm dan jarak tanam leguminose 120 cm tidak berbeda (Tabel 6). Sebaliknya bila dibanding- kan dengan tanaman jagung yang tanpa legurninose, tinggi tanaman jagung lebih tinggi pada populasi tanaman yang lebih rendah (satu larikan tanaman jagung) dari pada populasi populasi tanaman yang lebih (dua dan tiga larikan). Tinggi tanaman jagung empat dan tujuh minggu setelah t anam pertumbuhannya sangat berbeda antara yang ditanam dengan 1 egumi nose dan t anpa 1 egumi nose, dimana rat a-rat a tinggi tanaman jagung tanpa leguminose lebih tinggi dari-

7 pada j agung yang di t anam dengan 1 egumi nose. Unt uk t anaman jagung yang ditanam dengan legurninose pada jarak tanam 240 cm tinggi tanaman jagung lebih t inggi daripada jagung yang ditanam antara larikan leguminose 120 cm, di mana pada umur yang sama pertumbuhan jagung sangat tertekan terutama yang tumbuh pada jarak tanam leguminose yang rapat. Hal ini terjadi oleh karena adanya naungan,dari,, t anaman 1 egumi nose t erhadap t anaman j agung. Sedangkan jagung yang ditanam pada jarak tanam legurninose 240 cm masi berpel uang besar unt uk mendapat kan sinar matahari lebih banyak. Tabel 6. Pengaruh jarak tanam dan jenis leguminose terhadap tinggi tanaman jagung yang ditanam dengan leguminose dan t anpa 1 egumi nose. Jarak tanm Umur Dengan leguminose Tanpa leguminose jagung Rat aan 1 egumi nose (cm) Fl e Des FD minggu 32,71 24,86 25,20 90,25 7 minggu 88,66 99,73 99,30 171,31 Saat panen 168,02 169,23 165,21 167,4ga 174,OO minggu 33,90 30,33 28,80 74,58 7 minggu 107,70 108,33 113,63 160,06 Saat panen 178,46 171,25 172,34 174,01a 162, minggu 52,66 57,20 53,26 75,22 7 minggu 181,40 173,53 167,76 160,46 Saat panen 185,39 180,90 187,89 184,73b 162,80 Huruf yang t idak sama pada kolom - yang sama berbeda nyata (P<0,05) UBD.

8 Produksi bahan kerinn hiiauan iagung. Sidik ragam pada Tabel Lampi ran 6 memperl i hat kan adanya pengaruh yang sangat nyat a per 1 akuan j arak t anam 1 eguminose t erhadap produksi bahan kering hi jauan jagung, dimana produksi bahan kering hijauan jagung pada jarak tanam 240 cm sangat nyata lebih tinggi dari pada jarak tanam leguminose 120 dan 180 cm, juga jarak tanam leguminose 180 cm sangat 'nyata febih a t inggi daripada jarak tanam le$uminose 120 cm. Untuk perlakuan jenis tanaman leguminose tidak memper- 1 i hat kan pengaruh yang n.yata, juga t i dak terl i hat adanya pengaruh interaksi dari kedua perlakuan terhadap produksi hijauan kering jagung (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh jarak tanam dan jenis leguminose terhadap produksi bahan kering hijauan jagung yang ditanaman dengan leguminose dan tanpa leguminose. Jarak tanam Dengan leguminose Tanpa leguminose Rat aan 1 egumi nose (cm) ~1 e Des FD ton ha-l , ,04 2,26' 2,28 Rat aan 1,84 1,73 1,68 Huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<O,O5) UBD.

9 Produksi bi j i pi~i lan kering jagung. Sidi k ragam pada. Tabel Lampi ran 6 menunjukkan bahwa perlakuan jenis leguminose berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung pi pi lan. Produksi jagung pi pi lan sangat nyata lebi h t inggi apabi la ditanam di antara lari kan D. rensonii pada pol a t anam t umpangsar i, sedangkan ant ara F. congesta dan campuran kedua jenis 1 eguminose t i dak pemperl ihat kan pebedaan (Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh jarak tanam dan jenis leguminose terhadap produksi pi pi lan kering jagung yang ditanam dengan tanaman leguminose dan tanpa leguminose. - Jarak tanam Dengan leguminose Tanpa leguminose Rat aan 1 egumi nose (cm) Fle Des FD ton ha'f 120 0,89 1,72 0,82 1,14~ 4, ,96 2,92 2,42 2, 76b 4, ,57 4,89 4,59 4,Wc 5,42 Rat aan 2,81a 3,17b 2,61a Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama dalam. tiap kelompok pengamatan berbeda nyata (Pc0,05) UBD.. 1 h24 Tabel 1 ampi ran 6 j uga memper 1 i hat kan adanya pengaruh., jarak tanam yang sangat nyata terhadap produksi jagung pipilan, dimana tanaman jagung yang terdiri dari tiga larikan (jarak tanam leguminose 240 cm) sangat nyata memberikan produksi jagung pipilan yang paling tinggi dari pada yang terdiri dari dua larikan (jarak tanam leguminose 180 cm), disusul dengan jarak tanam legurninose 180 cm

10 sangat nyata lebih tinggi dari 'tanaman jagung yang terdi dari satu lari kan ( jarak tanam leguminose 120 cm). Sedang- kan i nterkasi kedua per1 akuan t idak memperl i hat kan adanya pengaruh nyat a t erhadap produksi jagung pi pi lan pada pola t anam tumpangsari. Nisbah Kom~etisi. Nisbah Kompet i si (NK) dari produksi ' bi j i pi pi 1 an ker ii'g t anakan jagung daiam 'tumpangsari 'bada 4' jenis dan kepadatan populasi tanaman leguminose yang berbeda disajikan pada Tabel 9. Dari Tabel 9.>ternyata bahwa Ni sbah Kompet isi terberat pada populasi tanaman leguminose yang tinggi (jarak tanam 120 cm). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman leguminose semakin tinggi pula tekanan kompetisi, kemudian terus berkurang dengan semakin berkurangnya populasi leguminose serta meningkatnya populasi tanaman jagung. Tabel 9. Nisbah Kompetisi biji pipilan kering jagung yang ditanam dengan leguminose pakan. Jarak tanam leguminose (cm)/ Jenis jumlah larikan tanaman jagung 1 egumi nose Rat aan 120/(satu 180/(dua 240/t i ga lari kan) larikan) larikan) <, Flemingia 0,25 0, Desmod i urn 0,39 0,66 0,74 0,59 Fle + Des 0,19 0,55 0,96 0,56

11 Tekanan kompetisi yang paling berat apabila tanaman jagung ditumpangsarikan pada campuran kedua jenis legumi- nose dengan popul asi t anaman 1 egumi nose yang pal i ng tinggi. Hal ini berarti bahwa dengan adanya jenis 1 egumi nose yang di t umpangsari kan sangat menekan pertumbu- han t anaman jagung. Rat a-rata Nisbah Kompet i si dari semua per1 akuan di bawah sat u, berart i t anaman j agung terte- 4'.P kan pert umbuhannya. Tekanan kompet i si yang pal i ng rendah yai t u 0.62 apabi 1 a t anaman j agung di t umpangsar i kan dengan leguminose jenis F. congesata. Hasil Percobaan I1 Degradasi bahan kering dan bahan organik Pesradasi bahan kering leguminose. Kemampuan degra- dasi bahan kering dari ket iga leguminose dengan wakt u inkubasi dari 0 sampai 48 jam yaitu antara 45,5 sampai 78,50 % (Tabel 10). Rata-rata degradasi bahan kering. dengan waktu inkubasi 48 jam adalah 78,50 % diperoleh dari species F. congesta kemudian species D. rensonii (55,30 %) serta campuran kedua species (6,5,0 %I. Sidik ragam pada Tabel Lampi ran 7 memperl i hat kan pengaruh j eni s leguminose yang sangat nyat a t erhadap degradasi bahan keri ng. F. congesta mampu didegradasi bahan keringnya sangat nyata lebih tinggi dari pada D. rensonii dan campuran kedua

12 jenis legurninose tersebut. ~uga campuran kedua jenis leguminose sangat nyat a lebih tinggi dari pada D. rensonii. Perbedaan yang nyata pula diperl ihatkan antara waktu inkubasi ; waktu inkubasi 48 jam mempunyai degradasi bahan keringnya nyata lebih tinggi dari pada waktu inkubasi 0 dan 12 jam, sedangkan dengan waktu inkubasi 24 jam t idak, berbeda. Waktu, inkubasi 24 jam juga nyata lqbih, t inggi dari pada waktu inkubasi 0 dan 12 jam. Degradasi bahan kering kedua jenis leguminose masih memperl i hat kan kenai kan hi ngga masa i nkubasi mencapai 48 jam. Persentase degradasi tertinggi dicapai dari 0 ke 12 j am pert ama adal ah 14,96% dari j eni s leguminose F. congesta kemudian campuran kedua jenis leguminose (10,77%) dan terendah adalah D. rensonii (8,88 %). Tabel 10. Pengaruh waktu inkubasi terhadap degradasi bahan kering hijauan dari jenis leguminose yang berbeda. Jenis leguminose Waktu inkubasi (jam) Rat aan Flemingia 58,55 73,51 77,OZ 78,50 71,8gc Desmod i um 45,46 54,34 59,26 62,14 55, 3oa Fle + Des 51,42 62,19 68,65 77,76 65, Oob Rat aan 51,81a 65,35b 68,31bC 72,8oC Huruf yang tidak sama pada kolom dan baris yang sama dalam tiap kelompok pengamatan berbeda nyata (Pc0,05) UBD.

13 50 Oesradasi bahan o a a n 1 egumi nose. Rat a-rat a degradasi bahan organik ketiga jenis leguminose dari 0 sampai 48 jam yaitu 89,1 sampai 95,7 X (Tabel 11). Tidak t er 1 i hat adanya pengaruh j eni s 1 egumi nose, j arak t anam dan waktu inkubasi terhadap degradasi bahan organik. Pengaruh yang nyata hanya t erl ihat pada int eraksi ket i ga perlakuan tersebut, yaitu F. congesta pada jarak tanam.i' 4,) 180 cm dan waktu inkubasi 48 jam degradasi bahan organi knya nyat a 1 ebi h t inggi daripada campuran kedua jenis leguminose pada jarak tanam yang sama dengan waktu inkubasi 0 jam. Tabel 11. Pengaruh waktu inkubasi terhadap degradasi bahan organik dari jenis leguminose yang berbeda. Waktu inkubasi (jam) Jeni s leguminose Flemingia Oesmodi urn Fle + Des Oegradasi bahan organik dari F. congesta kelihatannya sejalan dengan tingginya degradasi bahan kering. Mengingat bahwa bahan organik yang terdegradasi adalah merupakan bahagian dari bahan kering, sehingga kemungkinan besar

14 berkaitan dengan tingginya degra'dasi bahan organik dari F. congesta. Persentase degradasi yang pal ing t inggi yai tu 95,7% pada saat inkubasi 48 jam dari F. congesta. Hal ini juga sejalan dengan tingginya degradasi bahan kering dari jenis leguminose tersebut. Degradari bahan organi k dari set iap interval waktu inkubasi juaa mengal ami henai kan, yang, berart i bahwa,,, semakin lama jenis makanan tinggal dalam rumen, persentase degradasinya semakin meningkat, namun akan mengalami titik no1 pada waktu tertentu. Interval inkubasi dari 24 jam hingga 48 jam kenaikannya semakin kecil dari ketiga perlakuan jenis leguminose leguminose. Laiu Degradasi Bahan Organik lesuminose. Laju degra- dasi bahan organi k terl i hat pada Tabel 12. Laju degradasi (c) D. rensonii masih lebih rendah daripada jenis lainnya, juga potensi degradasi (a + b) lebih rendah dari pada F. congesta, demi kian pula degradasi sebenar- nya yang paling rendah daripada lainnya. Laju degradasi paling tinggi adal ah campuran dari kedua jeni s legumi - nose, meski pun kelarutan awalnya serta potensi degra- dasinya yang paling rendah.

15 Tabel 12. Laju degradasi bahan organik hijauan dari jenis 1 eguminose yang berbeda. Jenis leguminose a b (a + b) c Flemingia 58,49 29,38 87,87 0,0759 Oesmod i um 45,49 19,14 64,63 0,0566 Fle + Oes 51,26 27,18 78,44 0,0815, a, fraksi bahan keri.ng yang 1,arut b = fraksi bahan kering yang terdegradasi (a+b) = potensi bahan kering terdegradasi c = laju degradasi bahan kering Produksi Gas Lesuminose. Produksi gas adalah merupakan hasi 1 dari proses fermentasi yang ter jadi dalam rumen dan dapat rnenggambarkan banyaknya bahan organik yang dicerna. Pada Tabel Lampiran 10 dan 11 terlihat adanya pengaruh jeni s leguminose yang nyat a t erhadap produksi gas, bai k secara f 1 ukt uasi maupun kumul at i f pada wakt u inkubasi yang berbeda. Jenis 0.rensonii memproduksi gas nyata lebih tinggi dari pada jenis lainnya. Juga campuran kedua jeni s leguminose produksi gasnya nyata lebi h t inggi dari pada F. congesta. Secara fluktuasi, jarak tanam tidak berpengaruh t erhadap' produksi gas, yang berpengaruh nyata adalah int eraks'? antara perlakuan jeni s tanaman dengan waktu inkubasi. Jenis D. rensonii dengan waktu inkubasi 24 jam sangat nyata rnemproduksi gas lebih tinggi dari pada

16 kombinasi lainnya, kecuali dengan campuran kedua jenis leguminose pada saat inkubasi yang sama. Kurva fluktuasi laju produksi gas dari masing-masing jenis leguminose pada waktu inkubasi yang berbeda terlihat pada Gambar 2. Pada gambar tesebut ternyata puncak fermentasi dengan produksi gas tertinggi pada saat inkubasi mencapai 24 jam, sel an jutnya menurun, pada saat." 48,, 72 dan 96 jam. Pada saat inkubasi 24 jam, D. rensonii memberi kan produksi gas tert inggi kemudian disusul campuran kedua jenis leguminose dan terakhi r adalah F. congesta, kompo- sisi ini bertahan sampai waktu inkubasi 96 jam, meskipun pada saat ini tidak terlihat lagi adanya perbedaan yang nyat a. Gambar 2. Laju produksi gas secara fluktuasi dari hijauan leguminose.

17 Produksi' gas secara kumulatif pada Tabel Lampiran 11 memperl i hat kan adanya pengaruh wakt u inkubasi yang nyata. Total produksi gas waktu inkubasi 98 jam nyata lebih tinggi dari waktu inkubasi 24 dan 48 jam, sedangkan waktu inkubasi 72 jam tidak berbeda dengan waktu inkubasi 98 jam. Juga terl ihat adanya pengaruh interaksi antara jenis 1 eguminose dengan waktu inkubasi, yai tu campuran kedua jenis 'leguminose pada waktu inkubasi 96 jam nyata lebih t inggi dari semua kombinasi perlakuan lainnya, kecual i dengan campuran kedua jenis leguminose pada waktu inkubasi 48 dan 72 jam juga dengan D. rensonii pada waktu inkubasi 24 jam. Masa inkubasi (Jam) Gambar 3. Produksi gas secara kumulatif dari jenis leguminose yang berbeda.

18 Kurva produksi gas dari jenis leguminose yang berbeda, secara kumulat i f terl i hat pada Gambar 3. Semakin 1 ama suatu bahan t erinkubasi dal am rumen semakin t inggi tot a1 produksi gasnya, akan tetapi semakin lama di inkubasi laju produksi gasnya semakin menurun. Pada gambar tersebut terlihat laju produksi gas tertinggi pada saat 24 dan 48 jam kemudia dari 48 ke 72 jam dan seterusnya sudah mulai II'.' *' menurun. Produksi N-NH3. Rata-rata produksi N-NH3 terl ihat pada Tabel 13. Hasi 1 sidik ragam pada Tabel Lampiran 9 tidak memperlihatkan adanya pengaruh jenis leguminose maupun jarak tanam terhadap produksi N-NH3. Pengaruh yang nyat a hanya t erl i hat pada waktu inkubasi, saat waktu inkubasi 96 jam nyata lebih tinggi dari waktu inkubasi 24 dan 48 jam, sedangkan dengan waktu inkubasi 72 jam tidak berbeda. Juga t idak terl i hat adanya perbedaan antara waktu inkubasi 24 dengan 48 jam. Kurva laju produksi N-NH3 untuk jenis leguminose dengan waktu inkubasi yang berbeda terlihat pada Gambar 4. Pada saat 24 jam sama untuk semua jenis leguminose " mengalami kenaikan, namun Dada saat 48 jam terjadi penurunan untuk D. rensonii dan campuran kedua jenis legumi- nose, sedangkan F. congesta masi h terus meningkat. Saat mencapai 72 jam D. rensonii dan campuran- kedua jenis leguminose memperlihatkan lonjakan yang tinggi melebihi

19 F. congesta. Saat mencapai 96 jdm kel ihatannya D. rensonii dan campuran kedua species tidak lagi memperlihatkan kenaikan berarti bahkan pada kurva terlihat mendatar dibandingkan dengan F. congesta yang terus meningkat. Kesimpulan dari ketiga jenis leguminose t ersebut ternyata F. congesta masih memperl i hatkan kenai kan produksi gas yang konsisten hingga.menc.,apai waktu., 96 jam." masa inkubasi. Tabel 13. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi N-NH3 hijauan dari jenis leguminose yang berbeda. Waktu inkubasi (jam) Jeni s Jarak 1 egumi nose t anam Flemingia ,8 57,4 47,6 50, ,2 43, , ,4 40,6 49,O 92,4 Oesmodi um ,s ,6 54, ,O 37,9 99,4 59, ,O ,2 89,6 Fle + Des ,6 49,O 70,O 60, ,2 35,O 60,2 61, ,6 42,O 37,8 50,4 Rat aan 44, 4oa 42, 9ga 53, 54b 55, 66b "Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05) UBD. Produksi NH3 dari jenis F. congesta lebih rendah dari jenis D. rensonii, tapi produksinya masih konsisten hingga mencapai waktu 96 jam masa inkubasi. Ini kemung-

20 kinan disebabkan oleh kandungarl proteinnya lebih tinggi dari pada jenis D. rensonii, seperti yang dilaporkan oleh Wholft et al. (1976) bahwa tingginya N-NH3 yang dihasilkan oleh suatu jenis pakan sangat tergantung dari sumber protein yang di kandungnya, sert a mudah t idaknya sumber protein tersebut terdegradasi. Masa inkubasi (Jam) Gambar 4. Laju produksi N-NH3 dari hijauan leguminose

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu. percobaan agronomis kemudian dilanjutkan dengan percobaan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu. percobaan agronomis kemudian dilanjutkan dengan percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Wakt u Penel i t i an Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu percobaan agronomis kemudian dilanjutkan dengan percobaan nut risi di laboratorium, Percobaan agronomis dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 2 DAFTAR TABEL 3 1. Per ke mbangan Dat a Pel apor 4 2. Per ke mbangan Dat a Debi tur 5 3. Per ke mbangan Dat a Fasilitas 6 4.

DAFTAR ISI 2 DAFTAR TABEL 3 1. Per ke mbangan Dat a Pel apor 4 2. Per ke mbangan Dat a Debi tur 5 3. Per ke mbangan Dat a Fasilitas 6 4. DAFTAR ISI 2 DAFTAR TABEL 3 1. Per ke mbangan Dat a Pel apor 4 2. Per ke mbangan Dat a Debi tur 5 3. Per ke mbangan Dat a Fasilitas 6 4. Per ke mbangan Dat a Per mi nt aan I nf or masi Debi t ur I ndi

Lebih terperinci

makin meningkat, sehingga terjadi peningkatan sadar gizi. Kambing di Indonesia selain merupakan salah satu

makin meningkat, sehingga terjadi peningkatan sadar gizi. Kambing di Indonesia selain merupakan salah satu I PENDAHULUAN Oewasa i ni permi nt aan konsumen akan bahan-bahan yang berasal dari ternak makin besar. Hal ini disebabkan oleh pendapat an per kapi t a per t ahun dan pendi di kan masyarakat makin meningkat,

Lebih terperinci

Tingkah laku berahi dan intensitas tanda-tanda berahi. yang paling menonjol adalah betina berahi sering

Tingkah laku berahi dan intensitas tanda-tanda berahi. yang paling menonjol adalah betina berahi sering IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinakah laku Berahi dan Intensitas Tanda-tanda Berahi Tingkah laku berahi dan intensitas tanda-tanda berahi yang paling menonjol adalah betina berahi sering mengembik, tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

q* PERENCANAAN TATARUANG PERTANIAN

q* PERENCANAAN TATARUANG PERTANIAN A3 YPy 4-63/* i i 9- q* PERENCANAAN TATARUANG PERTANIAN DAERAH TRANSMIGRASI SKP H SINUNUKAN WPP XI INATAI, SUMATERA UTARA r L..d,* i t ~$~c; i 0 A.6,',,I Oleh JURUSAM TAMAH FAKULTAS PERTANIAM, INSTiTUT

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman kacang hijau pada umur 3 MST Hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 3 MST dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 2. Hasil analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60

HASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Tiap Minggu Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 8 A 8 V KESIMPULAN DAN SARAN V.l. KESIMPULAN Dengan membandingkan berbagai variabel-variabel per cobaan dar i hasi 1 percobaan yang ber up a X recovery mi nyak lerhadap waklu ~ermenlasi pada berbagai lama

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. PENGANTAR Latar Belakang Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. Produktivitas ternak ruminansia sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang berkualitas secara cukup dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA 2014) jambi No.19/03/15/Th.IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA ) A. PADI Produksi padi tahun (Angka Sementara) diperkirakan sebesar 664.721 ton GKG, atau naik

Lebih terperinci

was conducted for rotating the supervising at The Health Servi ces Research and Development Centre. ta get an opt i ma1

was conducted for rotating the supervising at The Health Servi ces Research and Development Centre. ta get an opt i ma1 DE-N PENENTUAN "KEPALA URUSANn PROGRAM LINLER (ASSIGNMENT.METHOD) C.Handono, Mas Machriono, Haryadi Suparto Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Surabaya 1 ABSTRACT An Operational Research

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

oa6, y*., A ( Centella asiatica L. Urban ) PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN N DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN ' PRODUKSI PEGAGAN Oleh ORIZA SIDIANE

oa6, y*., A ( Centella asiatica L. Urban ) PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN N DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN ' PRODUKSI PEGAGAN Oleh ORIZA SIDIANE y*., ) 3;,,*, *. '&It i,,: 5.. oa6, PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN N DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN ' PRODUKSI PEGAGAN ( Centella asiatica L. Urban ) Oleh ORIZA SIDIANE A29.0687 JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA Ni Nyoman Candraasih Kusumawati 1), Ni Made Witariadi 2), I Ketut Mangku Budiasa 3),

Lebih terperinci

ABSTRAK SKRIPSI. dalam. Masalah perbankan di Indonesia diatur. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

ABSTRAK SKRIPSI. dalam. Masalah perbankan di Indonesia diatur. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ABSTRAK SKRIPSI Masalah perbankan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disingkat UU No' 7 Tahun 1992) ' Dalam pel aksanaannya bank umum dalam memberi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah. 1. Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

ga produksi daging dan susu dirasakan sangat lambat pening- Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini bahwa po-

ga produksi daging dan susu dirasakan sangat lambat pening- Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini bahwa po- I. PENDAHULUAN 1-1. Lat ar Be1 akang Penel i t i an " Perkembangan populasi ternak ruminansia sebagai penyang- ga produksi daging dan susu dirasakan sangat lambat pening- katannya. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang yang telah berlangsung sejak tahun 1987. Pola tanam yang diterapkan adalah serealia (jagung dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa pembangunan di daerah dilaksanakan unt uk meningkat kan pert

Lebih terperinci

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.) Kelompok 2: Wahyu Puspasari (121510501006) Tatik Winarsih (121510501009) Devi Anggun C (121510501010) Jeni Widya R (121510501018) Devy Cristiana (121510501020) Aulya Arta E (121510501021) KAJIAN POLA TANAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg = LAMPIRAN 1 Perhitungan Kebutuhan Pupuk Kebutuhan pupuk kandang/ha = 2 ton Kebutuhan pupuk kandang/polibag Bobot tanah /polybag = Dosis Anjuran Massa Tanah Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam tinggi tanaman kacang tanah pada umur 1 MST, 2 MST, dan 3 MST disajikan pada Tabel Lampiran 3a, 3b, 3c. Rata-rata tinggi tanaman kacang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

ANALBSIS FUNGSI PRODUICSI DAN BE[A"r'A PRODUKSI PERUSAHAAN PETERNAKAN SAP1 POTON(; Dl KECAMATADJ CHCURUG KABUPATEN SUKABUhll

ANALBSIS FUNGSI PRODUICSI DAN BE[Ar'A PRODUKSI PERUSAHAAN PETERNAKAN SAP1 POTON(; Dl KECAMATADJ CHCURUG KABUPATEN SUKABUhll ANALBSIS FUNGSI PRODUICSI DAN BE[A"r'A PRODUKSI PERUSAHAAN PETERNAKAN SAP1 POTON(; Dl KECAMATADJ CHCURUG KABUPATEN SUKABUhll RlNGK AS AN ARFA'I. 1 QQ2. Analisis Fungsi Produksi dan Biaya Produksi Perusahaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

POLA TANAM TUMPANGSARI JAGUNG DENGAN LEGUMINOSA SUATU ALTERNATIF DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETERSEDIAAN HIJAUAN PAKAN

POLA TANAM TUMPANGSARI JAGUNG DENGAN LEGUMINOSA SUATU ALTERNATIF DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETERSEDIAAN HIJAUAN PAKAN Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 POLA TANAM TUMPANGSARI JAGUNG DENGAN LEGUMINOSA SUATU ALTERNATIF DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETERSEDIAAN HIJAUAN PAKAN ANDI ELLA 1, SUDIRMAN YAHYA2, dan SOEDARMADI

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI GORONTALO (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI GORONTALO (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO No. 40/07/75/Th.IX, 1 Juli 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI GORONTALO (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) A. PADI Angka Tetap (ATAP) produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian di Rumah Kaca 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil Analisis ragam (Analysis of Variance) terhadap tinggi tanaman jagung (Tabel Lampiran 2-7) menunjukkan bahwa tiga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persiapan Lahan X Penanaman X Penjarangan X Pemupukan X X Aplikasi Pupuk Hayati X X X X Pembubunan

Lebih terperinci

(Syzygium pholyanthum W).

(Syzygium pholyanthum W). (Syzygium pholyanthum W). At an au ah ht 1 r a tut ah un nh 1. Pr III ar a P lte e ha t ul a. Pr III ar a P lte e ha t ul a at an au ahu ht 54a l. r. a tutah. P h n ala tana untu al aunn a an una an untu

Lebih terperinci

FAKULTAS HOKUM UNIVERSITAS SURABAYA SURABAYA

FAKULTAS HOKUM UNIVERSITAS SURABAYA SURABAYA TANGGUNG JAWAB PENGELOLA TAKSI RASEKO TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN ABSTRAK SKRIPSI OLEH SRI WIDJ AJ ANTI NRP 2880268 NIRM 88. 7. 004.12021.06173 FAKULTAS HOKUM UNIVERSITAS SURABAYA SURABAYA

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y)

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan a. Kadar Air pada Tekanan pf 1 Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat salah satu perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Andisol Lembang Data sifat fisikokimia tanah Andisol Lembang disajikan pada Tabel 1. Status hara dinilai berdasarkan kriteria yang dipublikasikan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di pertanaman Jagung milik petani yang berlokasi di Kelurahan Wonggaditi Barat Kecamatan Kota utara Kota Gorontalo. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 Lampiran 1. Bagan Penelitian a Blok I Blok II Blok III V 2 P 0 b V 1 P 1 V c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 e d V 3 P 1 V 4 P 0 V 3 P 1 V 2 P 1 V 1 P 0 V 2 P 1 V 3 P 0 V 5 P 1 V 5 P 0 V 4 P 1 V 3 P 0 V

Lebih terperinci

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai dengan bulan Desember 2013. Penelitian dilakukan di kebun percobaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu tantangan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional adalah masalah sensitif yang selalu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penanaman tumpangsari orok-orok dan jagung dilakukan di kebun percobaan 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai kecernanan dan fermentabilitas tanaman orok-orok secara in vitro sebagai bahan pakan yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Manual Prosedur PELAKSANAAN SEMESTER PENDEK (SP)

Manual Prosedur PELAKSANAAN SEMESTER PENDEK (SP) Manual Prosedur PELAKSANAAN SEMESTER PENDEK (SP) FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011 Manual Prosedur Pelaksanaan Semester Pendek (SP) Fakultas Pertani an Universi tas Brawijay a Kode Dokumen

Lebih terperinci

SEKSI MANAJEMEN DAN INFORMASI SUBDIN PERENCANAAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH JL. PIERRE TENDEAN NO. 24 SEMARANG

SEKSI MANAJEMEN DAN INFORMASI SUBDIN PERENCANAAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH JL. PIERRE TENDEAN NO. 24 SEMARANG SEKSI MANAJEMEN DAN INFORMASI SUBDIN PERENCANAAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH JL. PIERRE TENDEAN NO. 24 SEMARANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LAT AR BELAKANG Penyusunan Data Khusus merupakan

Lebih terperinci

(1) Kebun Percobaan (KP) Muara, untuk pengadaan benih. (persilangan-persilangan) dan menanam tanaman makanan

(1) Kebun Percobaan (KP) Muara, untuk pengadaan benih. (persilangan-persilangan) dan menanam tanaman makanan 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di dua tempat pada Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, yaitu : (1) Kebun Percobaan (KP) Muara, untuk pengadaan benih (persilangan-persilangan)

Lebih terperinci

PENGARUH PENEMPATAN PUPUK TERHADAP PERTUIVIBUHAN DAN PENGAMBILAN FOSFAT OLEH TANAMAN JAGUNG

PENGARUH PENEMPATAN PUPUK TERHADAP PERTUIVIBUHAN DAN PENGAMBILAN FOSFAT OLEH TANAMAN JAGUNG PENGARUH PENEMPATAN PUPUK TERHADAP PERTUIVIBUHAN DAN PENGAMBILAN FOSFAT OLEH TANAMAN JAGUNG Oleh Drs. NAZIR ABDULLAH dan Dr. Ir. KANG BIAUW TJWAN Staf BATAN Jakarta dan Dosen Fakultas Pertanian Institut

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian terdiri dari dua kegiatan, yakni penelitian rumah kaca dan penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian terdiri dari dua kegiatan, yakni penelitian rumah kaca dan penelitian BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian terdiri dari dua kegiatan, yakni penelitian rumah kaca dan penelitian lapangan. Penelitian rumah kaca dilaksanakan di rumah kaca Pusat Penelitian

Lebih terperinci

AESTRAKSI. Latar Belakanc Pemi lihan Judu'l. Asuransi menurut pasal 246 Kitab Undang-undang. Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) adalah suatu

AESTRAKSI. Latar Belakanc Pemi lihan Judu'l. Asuransi menurut pasal 246 Kitab Undang-undang. Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) adalah suatu AESTRAKSI Latar Belakanc Pemi lihan Judu'l Asuransi menurut pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) adalah suatu persetujuan yang dibuat antara penanggung dengan tertanggung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA Fahdiana Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh tanaman dan penyediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK FISII" BERBAGAI JENlS TAHU

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK FISII BERBAGAI JENlS TAHU MEMPELAJARI KARAKTERISTIK FISII" BERBAGAI JENlS TAHU Olrh NUZULAN NURUL HADIAH F 24. 1644 1 3 9 2 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Nuzulan Nurul Hadiah F42.1644. Mempelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian A. Tinggi Tanaman Hasil Analisis sidik ragam pada tinggi tanaman terung menunjukan bahwa perlakuan pupuk NPK Pelagi berpengaruh nyata terhadap pertambahan

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 2 September 2014

Volume 11 Nomor 2 September 2014 Volume 11 Nomor 2 September 2014 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 11 2 Hal. 103-200 Tabanan September 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 HASIL

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisa varian (ANAVA) 5% tiga jalur menunjukkan bahwa posisi biji pada

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA 2015) jambi No. 17/03/15 /Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI JAMBI (ANGKA SEMENTARA ) A. PADI Produksi padi tahun (Angka Sementara) diperkirakan sebesar 541.486 ton GKG, atau turun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1521-1529. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa tanaman ini masuk ke Indonesia setelah tahun 1557. Tanaman

Lebih terperinci